Anda di halaman 1dari 4

1.

Sejarah lokal adalah suatu kajian sejarah tentang kejadian-kejadian yang bersifat lokal atau
meliputi wilayah lokal. Lokal yaitu suatu wilayah kecil tertentu yang dibatasi dengan wilayah
teritorial, keseragaman budaya, yang terkadang tidak secara jelas dan berhimpit.[1] Sejarah
nasional adalah sejarah yang meliputi wilayah Republik Indonesia dan berdampak secara
nasional, sedangkan sejarah lokal adalah sejarah yang meliputi wilayah daerah-daerah
administratif yang disebut provinsi. Batasan ini juga meliputi suatu kota dan desa.[2]
Sejarah lokal memberikan kesempatan pada setiap daerah untuk menggali kekhasan masing-
masing serta menjelaskan pertanyaan- pertanyaan yang menyangkut masa lalu dari masyarakat
yang bersangkutan.[3] Istilah sejarah lokal lebih jelas daripada sejarah daerah atau regional
dengan makna sebuah wilayah yang mencakup lokalitas tertentu bisa wilayah
administratif, wilayah kultural, ataupun gabungan keduanya yang batasannya ditentukan sendiri
oleh penulis. kajian sejarah lokal berguna untuk menjelaskan peristiwa penting yang terjadi
dalam lokalitas, yang mungkin peristiwa tersebut ada kaitannya dengan peristiwa nasional.[4]

Ruang lingkup[sunting | sunting sumber]


Ruang lingkup sejarah lokal merupakan lingkup geografis yang dapat dibatasi sendiri oleh
sejarawan dengan alasan yang dapat diterima semua orang. Menurut Leicester bahwa sejarah
lokal berkisah tentang kelampauan dari kelompok masyarakat yang diikat oleh kesatuan
etniskultural pada geogarfis yang terbatas, ataupun dibatasi sendiri oleh penelitinya.
Pemahaman sejarah perlu menampilkan segala peran yang ada sebagai sebuah kompleksitas
yang utuh.[1]

Sumber sejarah lokal[sunting | sunting sumber]


Sumber yang digunakan dalam sejarah lokal adalah sumber-sumber yang ada di daerah-daerah.
Sumber yang digunakan seringkali mengalami hambatan karena tidak tersedianya sumber
tertulis. Sumber tulis yang menjadi sumber utama dalam penelitian sejarah adalah salah satu
faktor yang menjadikan sejarah lokal belum berkembang dengan baik. Sebagian besar sumber
lokal menggunakan sumber lisan baik itu tradisi lisan (oral tradition) maupun sejarah lisan (oral
history).[3]

Tipe-tipe[sunting | sunting sumber]


Sejarah lokal tradisional[sunting | sunting sumber]
tipe sejarah lokal yang pertama kali muncul. Hasil penyusunan sejarah dari berbagai kelompok
etnik yang terbesar diseluruh Indonesia yang sudah bersifat tertulis, mislanya Babad, Hikayat,
Tambo, Lontara, dan sebagainya. Sifat lokalitasnya mudah dimengerti karena belum
berkembangnya kesadaran akan kesatuan antar etnik dan sifat ikatan kekuasaannya masih
sangat longgar.

Sejarah lokal dilentatis[sunting | ]


Sejarah lokal dilentatis disusun untuk memenuhi keingintahuan pribadi. Biasanya disusun oleh
mereka yang tertarik dengan lingkungannya sendiri dsunting sumberengan memanfaatkan
sumber- sumber yang umumnya sudah dikenalnya dengan baik. Penyusunan sejarah dilentatis
berkaitan dengan rasa bangga akan lingkungannya.

Sejarah lokal edukatif inspiratif[sunting | sunting sumber]


Sejarah lokal ini disusun guna mengembangkan kecintaan sejarah, terutama pada sejarah
lingkungannya dalam rangka sejarah nasional. Guna edukatif sejarah berarti menyadari makna
sejarah sebagai gambaran peristiwa masa lampau yang penuh arti. Inspiratif mengandung arti,
daya gugah yang ditimbulkan oleh usaha mempelajari sejarah.

Sejarah lokal kolonial[sunting | sunting sumber]


Sejarah lokal kolonial ini berupa laporan dari pejabat- pejabat kolonial di daerah seperti Residen,
Asisten Residen, Kontrolir, atau pejabat- pejabat pribumi atas dorongan pemerintah Belanda.
laporan ini biasanya memori serah jabatan atau laporan khusus kepada pemerintah pusat di
Batavia.

Sejarah lokal kritis analitis[sunting | sunting sumber]


Sejarah lokal kritis analitis diuraikan dengan pembahasan masalahnya telah menggunakan
metodologis sejarah yang bersifat ketat. Pemilihan objek studi, langkah-langkah atau prosedur
kerja sampai ke penulisan laporan pada umunya didasarkan pada konsep metodologi yang
ditangani oleh sejarawan profesional.

Pengajaran sejarah lokal[sunting | sunting sumber]


Pengajaran sejarah lokal baik kepada siswa, mahasiswa, maupun masyarakat luas melalui
kedekatan pada hal- hal yang ada di sekitar lingkungannya. Lewat pengajaran sejarah lokal,
peserta didik diajak untuk mengenal peristiwa sejarah yang dekat dengan kehidupan sehari-
hari. Sejarah lokal mengembangkan eksplorasi mengenai tempat ataupun wilayah masing-
masing untuk meningkatkan kesadaran kekhasan dari tempat yang ditinggali. Aspek lingkungan
sekitar merupakan batasan keruangan terpenting dalam sejarah lokal.[1]
Historiografi sejarah lokal misalnya sejarah suku adat baduy, sejarah suku kalang, sejarah
kasepuhan adat cirorek, dan sejarah.

Referensi

2Tidak identik dengan sejarah nasional.


Secara temporal: Tidak berhimpitan dengan SNI, karena sejarah setiap wilayah
tidak sama. Kalaupun meniru periodisasi SNI, maka disebut penulisan SNI
tingkat lokal.
Secara spasial: Sejarah lokal berkutat pada wilayah tertentu yang disepakati,
sedangkan SNI membahas wilayah se-Indonesia.
FUNGSI SEJARAH LOKAL
TERHADAP SEJARAHNASIONAL
Memberikan sumbangan
cerita/peristiwa pada sejarah nasional
🡪 Sebagian sejarah lokal menjadi
bagian dari sejarah nasional.
Kualitas sejarah lokal menentukan
kontribusinya pada sejarah nasional.
Memberikan perspektif baru dalam
melihat sejarah nasional.
KLASIFIKASI ‘SEJARAH NASIONAL’
Semua hal yang tertulis dalam sejarah nasional pada dasarnya merupakan
peristiwa lokal, tetapi tidak semuanya menjadi sejarah nasional.
Peristiwa lokal yang menjadi ‘sejarah nasional’ adalah peristiwa yang
berpengaruh pada tingkat nasional.
Terkadang, klasifikasi tersebut juga bersifat subjektif 🡪 Didasarkan pada
pendapat individu yang nantinya menjadi konsensus antar individu 🡪 Menjadi
intersubjektivitas yang mengarah pada objektivitas.
HUBUNGAN SEJARAH LOKAL DAN
SEJARAH NASIONAL
KONTINUITAS DANDISKONTINUITAS

Penulisan sejarah berisi kronologi peristiwa dalam kurun


waktu tertentu.
Jika tersedia data secara kontinu, maka sejarah nasional
akan mudah ditulis.
Namun, jika tidak tersedia, maka harus mencari pada tingkat
lokal yang sezaman 🡪 Perkembangan Islam di Indonesia:
Harus dicari sejarah lokal di suatu wilayah, kemudian
dihubungkan dengan aktivitas penduduk di Nusantara.
PENYILANGAN SEJARAH
Akibat pengaruh kerajaan Hindu-Buddha dan Islam di Indonesia, maka terjadi
penyilangan sejarah.
Contoh: Di Banyumas terdapat daerah-daerah penyilangan antara Kerajaan
Sunda dengan Majapahit.
Daerah Pasir Luhur dianggap sebagai beranda kebudayaan Sunda, karena pintu
masuk menuju wilayah Sunda, sekaligus dianggap sebagai serambi Jawa.
Diceritakan pula, terdapat konflik antara Ciung Wanara (Sunda) dan Arya
Bangah (Majapahit).
3. Apakah sejarah tradisional bisa digunakan sebagai sumber penulisan sejarah ilmiah?
🡪 Ya, apabila menggunakan penghayatan kultural.
‘Mengawetkan’ dan membantu usaha konservasi peninggalan/sumber sejarah di
daerah 🡪 Meningkatkan kesadaran sejarah.

Maka dari itu, perlu usaha bersama untuk ‘membumikan’ sejarah lokal 🡪 Peran
sejarawan publik dan profesional sangat penting di sini.

Historiografi Tradisional adalah penulisan sejarah tradisional yang dimulai dari zaman Hindu
sampai masuk dan berkembangnya Islam di Indonesia . Penulisan sejarah masa kerajaan
[1]

tradisional berfungsi untuk merekam dan mewariskan kehidupan dinasti yang bertahan hingga
generasi berikutnya. Penulisan sejarah ini mengendapkan unsur keturunan ( geneologi ), tetapi
memiliki kelemahan dalam struktur kronologi dan unsur biografi. Penulisan cerita tradisional
umumnya tentang kerajaan, kehidupan raja, dan sifat-sifat yang melebih-lebihkan raja dan para
pengikutnya. Historiografi ini berkembang pada masa Hindu-Budha dan Isla

4.Sejarah Pasar Emas di Kecamatan Babelan, Kabupaten Bekasi

Kisah tersebut terjadi pada tahun 1950-an yaitu pada tahun 1958. Berawal dari seorang petani
yang hendak membuat kalenan (saluran air) utuk mengairi sawahnya. Kemudian tanpa sengaja
petani tersebut melihat benda bekilau, dan ternyata benda itu adalah emas. Merasa tidak
percaya dengan apa yang di temukannya, akhirnya ia langsug memeriksa benda temuanya ke
penjual emas. Dan betapa kagetnya ia setelah mendengar bahwa benda itu adalah emas asli
seberat 0,5 gram. Siapa sangka penemuan emas tersebut menjadi awal dari adanya “pemburu
Harta karun” dadakan, banyak masyarakat yang datang untuk mencari emas disana. Bahkan
tidak hanya masyarakat sekitar tetapi juga masyarakat yag berasal dari luar kota. Mereka
berdatangan untuk mengadu nasib mereka dan mencari keberuntungan disana. Dan benar saja,
semakin banyak pencarian emas yang dilakukan semakin banyak pula emas-emas yang berhasil
di dapatkan. Emas-emas yang didapatkan langsung di jual kepada para pembeli yang memang
sudah menunggu di tempat itu.
Selain banyaknya penemuan emas, banyak warga yang juga menemukan tulang manusia serta
perhiasan. Perhiasan yang ditemukan diantaranya berbentuk manik-manik, cincin, bintang,
kembang kelapa, stambul, topeng dan mahkota. Dan atas penemuan tersebut terkuat sebuah
sejarah yang telah lama terpendam. Semua barang yang ditemukan merupakan peningglan dari
kerajaan Segara Pasir dan Tarumanegara yang kini di kenal dengan Situs Buni. Penelitian situs
Buni pernah dilakukan beberapa kali oleh Tim Penelitian dari Lembaga Purbakala dan
Peninggalan Nasional (LPPN), yaitu tahun 1960 (berupa ekskavasi penyelamatan) dan
dilanjutkan secara intesif pada tahun 1964, 1969 dan 1970 LPPN yang dipimpin oleh R.P.
Soejono. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan : Jenis keramik tanah liat (gerabah) terdiri dari
jenis periuk, cawan, pedupaan dan kendi. Periuk berupa periuk bulat dan periuk berkarinasi.
Tidak jauh dari Kampung Buni Pasar Emas dan Buni Pendayakan, perhiasan juga ditemukan di
Kampung Kedung Ringin, Desa Sukaringin, Kecamatan Sukawangi. Di sana ditemukan
perhiasan emas berbentuk telor ikan, kembang kelapa, tali sepatu, songko haji berbahasa Arab
bertuliskan ”Haji Saka”, corong lampu, pedang, kendi. Bersamaan dengan ditemukannya
perhiasan emas, juga ditemukan tulang dan tengkorak manusia.

Dari situ menunjukkan masyarakat kala itu percaya perhiasan tersebut harus digunakan untuk
orang-orang yang sudah meninggal dunia. Perkembangannya kemudian menunjukkan bahwa
Buni bukan hanya sekedar sebuah situs kecil, melainkan suatu komplek kebudayaan yang cukup
luas dengan cakupan di sepanjang pantai utara Jawa Barat, di daerah aliran Sungai Cisadane,
Ciliwung, Bekasi, Citarum, dan Cipagare, sehingga dinamakan dengan komplek kebudayaan
Buni. Komplek ini mempunyai wilayah sebaran yang dikelompokkan menjadi tiga, yaitu kelompok
Tanggerang, Kelompok Bekasi dan kelompok Rengasdengklok. Kelompok Tangerang terdiri atas
situs-situs Serpong, Curug dan mauk. Kelompok Bekasi terdiri atas atas Buni, Kerangkeng,
Puloglatik, Pulo Rengas, Kedungringin, Bulaktemu, Rawa Menembe, Batujaya dan Tugu.
Kelompok Rengasdengklok terdiri atas Babakan Pedes, Tegalkunir, Kampung Krajan, Pulo
Klapa, Cibutek, Kebakkendal, Karangjati dan Cilogo. Sebagian besar benda-benda peninggalan
situs Buni, kini tersimpan di Museum Nasional Jakarta. Lokasi situs Buni sendiri, telah dibelah
menjadi dua wilayah sejak dibangunnya Kali Canal Bekasi Laut (CBL).

Dengan terkuaknya sius sejarah yang sangat berharga tersebut, tentunya membuat kita,
khususnya saya sebagai warga Bekasi merasa bangga. Bahwa ternyata Bekasi juga merupakan
bagian dari sejarah panjang di Indonesia. Namun pada tahun 1999, terjadi pengekplorasian
minyak di kawasn Babelan Bekasi yang sangat dekat dengan situs Buni. Bahkan situs Buni
terancam akan tertimbun beton-beton pengeboran minyak Bumi. Sampai saat ini, pemerintah
setempat masih terus berusaha melakukan tindakan untuk tetap melestarikan situs-situs sejarah
tersebut, walaupun memang penanganan yang di berikan terkesan lambat. Semoga saja situs
Buni dapat terselamatkan dan masih dapat di saksikan keberadaannya dari generasi ke
generasi.

Anda mungkin juga menyukai