1. Latar Belakang
Kesusastraan itu merupakan bagian dari kebudayaan. Guritan sebagai salah satu
bagian dari kesusastraan Indonesia dan juga merupakan sumber bagi kebudayaan
nasional Indonesia. Untuk itu kebudayaan daerah (sastra daerah) perlu dilestarikan agar
tidak punah dan tersisih keberadaannya. Kebudayaan daerah termasuk sastra daerah perlu
dan memajukan kebudayaan daerah yang mempunyai nilai-nilai luhur bangsa. Hal ini
dijelaskan dalam UUD 1945, Pasal 32 ayat 1 “Negara memajukan kebudayaan nasional
Berbagai sastra daerah mempunyai nilai-nilai budaya yang menarik yang perlu
diketahui dan dipelajari sebagai penambah wawasan dan ilmu pengetahuan. Sastra daerah
adalah sastra yang aslinya ditulis dalam bahasa daerah (Partini, 2005:2), Sastra daerah
adalah sastra yang menggunakan media dan mencerminkan budaya daerah (Muslim,
2008:1). Sastra daerah adalah sastra yang memakai bahasa daerah sebagai medium
sastra daerah adalah sastra yang lahir dari masyarakat yang ditulis dalam bahasa daerah
maupun suku-suku bangsa yang ada di Indonesia, pada beberapa tahun terakhir ini, di
daerah Indonesia.
Salah satu bentuk kebudayaan Indonesia yang tertua adalah guritan. Guritan
adalah seni prosa lirik berbentuk cerita panjang yang ditembangkan(gogle). Guritan
adalah puisi lisan yang hanya berdasarkan irama saja, tidak mengikuti kaidah
jumlah baris sajak begitu juga dengan panjang pendeknya. Isinya banyak
mengandung falsafah, sejarah, dikemas dalam bentuk sastra. Guritan memiliki fungsi dan
amanat yang sangat penting bagi kehidupan masyarakat, tetapi sekarang guritan hampir
punah dalam masyarakat, sastra daerah dan sastra lisan ini hanya dapat dituturkan oleh
generasi tua, sedangkan generasi muda pada umumnya kurang berminat terhadap sastra
lisan guritan ini, generasi muda kini kebanyakan enggan mempelajari segala sesuatu yang
bernuansa tradisional. Agaknya mereka khawatir mereka akan diberi label kampungan
jika banyak mempelajari sesuatu yang bernuansa tradisional. Padahal mempelajari sastra
daerah atau semua yang bernilai tradisional tidaklah akan menjatuhkan martabat diri.
Dari uraian di atas, dapat kita ketahui betapa pentingnya kebudayaan Indonesia,
Kota Pagaralam, guritan digunakan masyarakat sejak dahulu. Guritan biasanya digunakan
pada saat salah satu masyarakat mendapat musibah, waktu panen padi, panen kopi, saat
bulan purnama, acara pernikahan, atau sebagai alat muda-mudi menyampaikan isi
hatinya. Dengan demikian, sebagai generasi penerus guritan perlu dilestarikan. Apabila
guritan di daerah ini sudah jarang digunakan, maka lama kelamaan daerah tersebut akan
analisis fungsi dan amanat dalam guritan Jagad Besemah, untuk meningkatkan
pengetahuan dan melestarikan kembali guritan Jagad Besemah, khususnya desa Tegur
Wangi Lama, Kelurahan Pagar Wangi, Kecamatan Dempo Utara, Kota Pagaralam. Di
samping itu penulis berasal dari desa Tegur Wangi Lama, Kelurahan Pagar Wangi,
Kecamatan Dempo Utara Kota Pagaralam. Adapun alasan penulis memilih guritan Jagad
Besemah, untuk melestarikan dan meningkatkan kembali fungsi dan amanat yang
Tegur Wangi Lama, Kelurahan Pagar Wangi, Kecamatan Dempo Utara, Kota Pagaralam,
agak tersisih keberadaannya, padahal guritan Jagad Besemah merupakan bagian dari adat
istiadat dan warisan yang berharga, siapa lagi yang akan melestarikan kebudayaan daerah
selain kita sebagai penerusnya. Hasil penelitian ini dimaksudkan sebagai salah satu usaha
Besemah sehingga hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya sastra Indonesia.
2. Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, permasalahan dalam penelitian ini adalah “Bagaimana
fungsi dan amanat dalam guritan Jagad Besemah, desa Tegur Wangi Lama, Kelurahan
3. Tujuan Penelitian
yang diperoleh setelah penelitian selesai” (Arikunto, 1992:49). Penelitian ini bertujuan
untuk mendeskripsikan fungsi dan amanat dalam guritan Jagad Besemah, desa Tegur
Wangi Lama, Kelurahan Pagar Wangi, Kecamatan Dempo Utara, Kota Pagaralam.
4. Manfaat Penelitian
Besemah, khususnya desa Tegur Wangi Lama, Kelurahan Pagar Wangi, Kecamatan
3. Bagi penulis, untuk mengetahui fungsi dan amanat serta melestarikan guritan Jagad
Besemah, desa Tegur Wangi Lama, Kelurahan Pagar Wangi, Kecamatan Dempo
Semi (1993:14) “Analisis adalah penelaahaan atau penilaian serta pemahaman sebuah
bentuk sastra. Guritan pernah populer saat panen, atau kala kenduri pernikahan atau
ketika purnama menerangi Jagad Besemah pada abad ke-18 hingga pertengahan abad ke-
20. Ada yang berupa ajaran moral, nasihat, adat, perjuangan, kepahlawanan, dan kisah
kerajaan masa silam berbeda dengan guritan berbahasa indonesia yang dimodifikasi.
Ceritanya pun panjang sehingga menghabiskan waktu dari usai magrib sampai lewat
tengah malam.
berlipat diatas sambang alat dari bambu kering berdiameter 9 sentimeter sepanjang dua
jengkal. Alat yang dilubangi persis di depan mulut penggurit agar suaranya bisa
bergaung. Bagai seni suara murni, penggurit mengolah suaranya demi memuaskan indra
pendengaran penonton. Meskipun tengah melukiskan suasana gemas atau kecut, laku
Modal penggurit adalah napas panjang dan kelancaran bertutur. Warna suaranya
mantra, senandung, dan gumam. Teramat penting adalah teknik mengatur suara dan napas
dalam melantunkan bait-bait cerita yang panjang. Banyangkan jika setiap bait bisa terdiri
dari 10 hingga 20 baris, sedangkan setiap baris terdiri dari 3 hingga 6 kata.
Jika kira-kira napas tidak sampai, maka bait tersebut diakhiri dengan ucapan “ai”
seperti titik atau koma dalam tulisan. Tapi kata ai itu tidak diucapkan saat napas
tersenggal-senggal. Penggurit ulung memakainya kala napas hanya cukup untuk satu
baris lagi itu pun tidak pada posisi cerita di “tengah jalan”.
memajemukan bahkan juga bagi komunitas Besemah masa kini karena logat dan
semantiknya datang dari ruang dan waktu yang jauh dari masa lau. Tetapi kita boelh
bertanya: mengapa teks-teks guritan dari mulut penggurit bisa bertenaga, dan bahkan
1. Acara pernikahan
agama Islam. Acara inti akad nikah dilangsungkan lebih dahulu yang dihadiri oleh petua
adat dan kerabat dekat selanjutnya diikuti dengan acara resepsi yang dihadiri oleh para
undangan yang terdiri dari orang-orang yang menghadiri acara akad nikah, tetangga,
karib kerabat baik yang jauh maupun yang dekat. Kerabat dekat dan kerabat jauh ini
biasa disebut dengan Meraje / Anak Belai. Sehingga tercipta suatu keramaian yang
menimbulkan hiruk pikuk dengan suasana gembira. Acara resepsi ini biasanya diatur oleh
suatu kepanitiaan yang ditunjuk oleh ahli rumah yang melaksanakan resepsi.
Sebelum acara resmi resepsi dimulai, sambil menunggu undangan datang dan
perkawinan sebagai bekal pasangan pengantin untuk mengarungi bahtera rumah tangga
kelak akan senantiasa dilindungi oleh tuhan yang Maha Esa, murah rezeki, rukun
Acara duka cita ini yang paling mendalam pada saat mendapat musibah kematian.
Di masyarakat Besemah jika salah satu anggota keluarga meninggal dunia, yang pertama-
bersama-sama dengan ahlih musibah memberi tahu tetangga jauh, karif kerabat dan
handai tauladan, kesemuanya diharapkan untuk hadir pada saat pemakaman. Sementara
untuk jenazah. Setalah semua karib dan handai tauladan datang pada keesokan harinya,
pembacaan Surat Yasin, tahlil dan berdoa bersama-sama. Selesai acara inilah guritan
ditembangkan yang isinya berupa nasihat agar yang mendapatkan musibah bersabar
3. Acara-acara Kebesaran
Pada acara-acara kebesaran, misalnya pada acara-acara serah terima suatu jabatan
dalam pemerintahan dilingkungan Kota Pagaralam pada saat ini biasanya disela-sela
acara resmi ditembangkan Guritan. Hal ini sesuai dengan program pemerintah Kota
Pagaralam untuk menimbulkan kembali minat generasi muda terhadap sastra lisan di
daerah ini yang sudah mulai punah. Hal ini juga dilakukan untuk mendukung program
Pemerintah Kota Pagaralam yang ingin menjadikan Pagaralam sebagai Kota Agrowisata
dan Agrobisnis.
Amanat adalah maksud yang hendak disampaikan atau himbauan atau pesan
atau tujuan yang hendak disampaikan penyair (Waluyo ). Amanat yang terdapat
sebagai bekal pasangan pengantin untuk mengarungi bahtera rumah tangga juga
kelak akan senantiasa dilindungi oleh tuhan yang Maha Esa, murah rezeki, rukun
sejahterah, pada acara duka cita berisikan nasihat agar yang mendapatkan musibah
Kajian terdahulu yang relevan merupakan suatu bahan yang berhubungan dengan
penulisan serta dijadikan acuan pada skripsi ini. Penelitian yang membahas tentang
guritan sudah pernah diteliti oleh Temasiah Fakultas keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Muhamadiyah Bengkulu, tahun 2003 dengan judul “Ajaran Moral “Guritan”
di daerah Besemah”. Temasiah meneliti mengenai ajaran moral yang terdapat dalam
guritan jagad besemah, sedangkan penelitian yang penulis lakukan adalah dengan judul
“Analisis Fungsi dan Amanat dalam Guritan Jagad Besemah, desa Tegur Wangi Lama,
Kelurahan Pagar Wangi, Kecamatan Dempo Utara, Kota Pagaralam”. Dari kedua
7. Prosedur penelitian
Penelitian ini berjudul “Analisis Fungsi dan Amanat dalam Guritan Jagad
Besemah, desa Tegur Wangi Lama, Kelurahan Pagar Wangi, Kecamatan Dempo Utara,
menetapkan lima.
7.3 Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif. Metode
deskriptif adalah
1. Teknik Observasi
“Observasi adalah pengamatan langsung kepada suatu obyek yang akan diteliti”
pengamatan, perhatian terhadap suatu objek dengan menggunakan alat indera”. Hal-hal
yang diamati dalam penelitian ini adalah situasi secara langsung daerah yang menjadi
objek penelitian dan mencari keterangan mengenai penutur guritan Jagad Besemah, desa
Tegur Wangi Lama, Kelurahan Pagar Wangi, Kecamatan Dempo Utara, Kota Pagaralam,
sebagai calon informan, penulis mengamati pada saat penutur menuturkan guritan.
2. Teknik Wawancara
“Wawancara atau interview adalah suatu cara untuk mengumpulkan data dengan
3. Teknik Rekaman
(suara untuk diterakan dalam piringan hitam)” (Depdiknas, 1995:828). Dalam penelitian
ini rekaman dilakukan pada saat informan menuturkan guritan dalam sastra daerah Jagad
Besemah, desa Tegur Wangi Lama, Kelurahan Pagar Wangi, Kecamatan Dempo Utara,
Kota Pagaralam. Rekaman dalam penelitian ini menggunakan tape recorder dan pita kaset
Langkah-langkah yang dilakukan dalam teknik analisis data tersebut adalah sebagai
berikut:
2. Mengklasifikasikan data,
5. Pembahasan,
6. Kesimpulan.
1) Penyelesaian Administrasi
2) Persetujuan Judul
3) Studi Pustaka
3) Penyusunan Proposal
4) Seminar Proposal
1) Pencatatan Data
3) Merivisi Naskah
4) Memproduksi Naskah
2) Pengadaan Naskah
Jadwal Penelitian