Anda di halaman 1dari 16

PENELITIAN SURVEY

Metode survey adalah salah satu metode yang banyak digunakan dalam penelitian sosial. Riset
yang menggunakan metode survey biasa disebut juga metode penelitian survey. Dalam survey,
informasi dikumpulkan dari responden menggunakan angket atau kuesioner yang didistribusikan
secara langsung atau melalui perantara seperti telepon atau media online.

Secara umum, penelitian yang menggunakan metode survey dapat dideskripsikan sebagai
penelitian ilmiah yang datanya dikumpulkan dari sampel yang telah dipilih dari keseluruhan
populasi. Penggunaan sampel ini juga menyiratkan perbedaan antara survey dan sensus. Metode
sensus menggunakan populasi secara keseluruhan. Sedangkan metode survey menggunakan
sampelnya saja.

Pengertian metode survey

Metode penelitian survey atau secara ringkas biasa disebut metode survey adalah penelitian yang
sumber data dan informasi utamanya diperoleh dari responden sebagai sampel penelitian dengan
menggunakan kuesioner atau angket sebagai instrumen pengumpulan data.

Pada umumnya, sampel yang digunakan sebagai unit analisis adalah individu. Namun demikian,
unit lain seperti rumah tangga, kelompok, perusahaan, sampai negara bisa pula digunakan
sebagai unit analisis. Salah satu yang perlu diingat dalam penelitian survey adalah penggunaan
sampel sebagai sumber data primer.

Sebagai contoh, kita akan meneliti tentang kesadaran lingkungan mahasiswa asal Ambon yang
kuliah di Jakarta. Dengan menerapkan metode survey, maka kita harus ambil beberapa sampel
penelitian yang merepresentasikan populasi. Populasinya di sini jelas, yaitu mahasiswa Ambon
di Jakarta. Misal, sampel yang kita ambil adalah mahasiswa asal Ambon yang ikut komunitas
pendidikan di Jakarta.

Dari contoh tersebut kita bisa ketahui bahwa mahasiswa sebagai individu menjadi unit analisis
penelitian. Artinya, kuesioner atau angket yang telah dibikin tinggal kita bagikan kepada sampel
terpilih.

Sebagaimana yang sudah disampaikan diawal, unit analisis bisa pula rumah tangga. Misal,
penelitian tentang pendapatan angota rumah tangga di kecamatan Kancil kabupaten Kuda. Maka,
unit analisisnya adalah rumah tangga. Kita tinggal bertanya pada kepala keluarga atau yang
mewakilinya untuk penelitian ini.

Metode survey memiliki beberapa tipe atau jenis. Saya hanya akan memaparkan versi singkat
jenis-jenis penelitian survey untuk pemahaman awal pembaca saja. Terdapat setidaknya tujuh
jenis metode survey. Jenis-jenis tersebut dibedakan berdasarkan tujuan surveynya.
Jenis-jenis metode penelitian survey

 Metode eksplorarif

Metode ini bisa disebut pula metode penjajagan. Artinya, survey dilakukan untuk mencari
informasi awal yang masih samar-samar. Peneliti menerapkan metode survey eksploratif karena
pengetahuan tentang masalah yang hendak diteliti masih dangkal. Sebagai contoh, penelitian
tentang partisipasi politik anak muda. Oleh karena peneliti belum memiliki cukup informasi
untuk melakukan studi secara komprehensif, maka pertanyaan yang diajukan dalam metode ini
seperti: ”menurut Anda, seperti apa tingkat partisipasi politik anak muda saat ini?”

 Metode deskriptif

Metode ini dilakukan untuk melakukan pengukuran terhadap fenomena sosial tertentu, kemudian
dijelaskan secara deskriptif atau naratif. Misalnya, penelitian tentang menyebarluasnya berita
hoax di media sosial. Peneliti melakukan survey untuk mengetahui apakah pengguna sosmed
yang dijadikan sampel selalu tabayyun atau menguji terlebih dahulu keberanan setiap berita yang
diterimanya melalui sosmed. Penyebarluasan hoax bisa diukur dengan berapa jumlah berita palsu
yang menyebar dalam kurun waktu tertentu, berapa share dalam satu postingan, dan sebagainya.

 Metode penjelasan atau eksplanatori

Metode ini hampir sama dengan metode deskriptif. Bedanya, metode survey eksplanatori
menekankan pada pencarian hubungan kausalitas atau sebab-akibat antara variabel-variabel yang
diteliti. Ambil contoh yang sama dengan sebelumnya, yaitu penyebarluasan berita hoax di
sosmed. Peneliti menerapkan metode penjelasan ketika ingin menguji hipotesisnya yang
mengatakan bahwa penyebarluasan berita hoak disebabkan oleh minimnya upaya untuk menguji
kebenaran berita yang diterima melalui sosmed. Di sini kita bisa membedakan antara metode
deskriptif dan metode penjelasan. Metode deskripsi menekankan pada deskripsi hasil analisis
datanya. Sedangkan metode eksplanatori menekankan pada hubungan kausalitas dari hasil
analisis datanya.

 Metode evaluasi

Metode ini digunakan untuk penelitian evaluatif. Umumnya, metode survey evaluasi diterapkan
pada riset untuk evaluasi program. Pertanyaan penelitian yang bisa dirumuskan misalnya, apakah
program yang dilaksanakan sudah mencapai target? Penelitian survey untuk tujuan evaluasi
umumnya adalah rangkaian dari penelitian yang lebih komprehensif atau bagian dari program
tertentu.

 Metode prediksi

Metode ini dilakukan untuk memprediksi tren fenomena sosial ke depan. Contoh mudah dari
metode survey prediksi adalah penelitian yang dilakukan oleh lembaga-lembaga survey
menjelang pemilu atau pilkada. Hasil penelitian metode survey preditif selalu menunjukkan tren
atau gambaran masa depan yang mungkin terjadi. Misalnya, elektabilitas bakal calon presiden
baru lebih tinggi daripada incumbent.

 Metode operasional

Metode survey operasional digunakan untuk mendeteksi variabel-variabel operasional dari suatu
program yang diteliti. Sebagai contoh, mengapa implementasi program ’satu orang satu suara’
dalam pelaksanaan pilkada serentak berbeda tiap daerah. Variabel operasional diteliti satu-
persatu untuk mendeteksi apa yang mendorong munculnya perbedaan hasil tersebut. Misalnya,
hasilnya adalah di beberapa daerah, pemimpin informal seperti ketua adat lebih dihormati
ketimbang pemimpin formal seperti pejabat daerah.

 Metode pengembangan

Metode survey untuk pengembangan umumnya dilakukan untuk mengembangkan indikator-


indikator sosial. Contoh penyelenggaraan penelitian menggunakan metode survey ini adalah
penelitian yang dilakukan oleh Biro Pusat Statistik (BPS). Secara berkala, BPS melakukan
survey tentang angkatan kerja, kondisi sosial ekonomi, bahkan sensus penduduk untuk
mengetahui indikator-indikator sosial yang bisa dikembangakan ke depan.

Proses penelitian survey

Penjelasan bahwa penelitian semestinya dimulai dengan niat dan minat adalah penjelasan untuk
memotivasi peneliti agar selalu konsisten dalam penelitiannya. Dari minat, proses penelitian
berkembang ke munculnya gagasan, kemudian teori, memilih metode atau bagaimana penelitian
dilakukan, dan seterusnya. Proses tersebut memang normatif. Saya tidak perlu menjelaskan
secara panjang lebar. Pembaca bisa menemukan motivasinya dari dalam diri.

Apa yang tidak kalah penting tentu saja proses teknis penelitian ilmiah, khususnya penelitian
survey. Beberapa langkah teknis sederhana namun ideal yang bisa ditempuh dalam metode
penelitian survey, antara lain:

 Merumuskan masalah penelitian dan menuliskan tujuan penelitian survey.


 Menuliskan manfaat penelitian survey secara akademik dan atau secara praktis.
 Menentukan konsep dan hipotesis penelitian jika diperlukan.
 Mengumpulkan informasi dari hasil penelitian-penelitian terkait yang sudah dilakukan
sebelumnya.
 Menentukan sampel penelitian.
 Membuat angket atau kuesioner.
 Mengumpulkan data, termasuk pula memberi penjelasn pada asisten peneliti yang
mengumpulkan data bila punya asisten peneliti.
 Mengolah dan menganalisis data secara manual atau dengan komputer.
 Melaporkan hasil penelitian secara tertulis.
PENELITIAN HISTORIS

PENELITIAN HISTORIS
Penelitian histories berbeda dari semua metode penelitian yang telah didiskusikan karena
penelitian ini focus pada kejadian-kejadian dan peristiwa-peristiwa masa lalu. Sehingga, para
peneliti histories dalam beberapa cara melakukan penelitiannya berbeda dengan para peneliti
pendidikan lainnya. Pada bab ini, kita akan mendiskusikan sifat dari penelitian histories, macam-
macam topic yang diteliti, dan masalah-masalah yang dihadapi para peneliti histories.
Apa itu Penelitian Historis?
Seperti penelitiain etnografis, penelitian histories agak sedikit berbeda arahnya dari kebanyakan
penelitian yang telah dijelaskan pada bab-bab sebelumnya. Yaitu, tentu saja, tidak ada
manipulasi atau variable control seperti pada penelitian eksperimental, tapi terutama sekali,
penelitian ini unik karena dengan keras focus pada masa lalu. Seperti yang telah disebutkan pada
bab satu, beberapa aspek masa lalu dipelajari, dengan membaca secara teliti dokumen-
dokumennya, dengan mempelajari barang-barang peninggalan, atau dengan cara mewawancarai
individu-individu yang hidup selama waktu tersebut. Upaya kemudian dibuat untuk membangun
kembali apa yang terjadi selama waktu tersebut selengkap dan seakurat mungkin, dan (biasanya)
menjelaskan mengapa hal itu terjadi—meskipun hal ini tidak akan pernah bisa diselesaikan
sepenuhnya karena informasi dari dan tentang masa lalu selalu tidak lengkap. Maka, penelitian
histories adalah pengumpulan data yang sistematis dan evaluasi data untuk menjelaskan,
menguraikan dan dengan cara demikian mengerti tindakan-tindakan atau kejadian-kejadian yang
muncul beberapa waktu di masa lalu.

TUJUAN PENELITIAN HISTORIS


Peneliti pendidikan melakukan studi histories untuk berbagai alasan :

1. Agar orang mengetahui apa yang terjadi di masa lalu sehingga mereka bisa belajar dari
kegagalan-kegagalan dan sukses-sukses yang diraih di masa lalu. Misalnya seorang peneliti
mungkin tertarik ingin menyelidiki mengapa modifikasi kurikulum tertentu (seperti kurikulum
bahasa Inggris yang baru “berorientasi-inkuiri”) berhasil di beberapa sekolah tapi tidak di
sekolah lain.

2. Untuk mempelajari bagaimana sesuatu diselesaikan di masa lalu untuk melihat apakah
mungkin bisa diaplikasikan pada masalah dan urusan-urusan saat ini. Daripada “membuat
kembali roda” dari awal misalnya, lebih bijaksana melihat ke masa lalu untuk melihat jikalau
inovasi yang diajukan belum pernah dicoba sebelumnya. Kadang-kadang suatu gagasan yang
diusulkan berupa “inovasi radikal” bukan sama sekali baru. Lebih lanjut, “tinjauan literature”
yang didiskusikan secara rinci di Bab 5, dimana hal tersebut dilakukan sebagai bagian dari jenis
studi lainnya, merupakan penelitian histories. Seringkali tinjauan literature akan menunjukkan
apa yang kita pikirkan sebagai hal baru sebenarnya telah dilakukan sebelumnya (bahkan berkali-
kali!)
3. Membantu prediksi. Jika ide tertentu atau suatu pendekatan sebelumnya telah dicoba, bahkan
dibawah keadaan yang agak sedikit berbeda, hasil di masa lalu bisa memberikan ide kepada para
pembuat kebijakan akan menjadi apa suatu rencana yang ada saat ini. Jadi, jika “laboratorium
bahasa” dianggap efektif (atau sebaliknya) di sekolah wilayah tertentu di masa lalu, wilayah lain
memiliki bukti sebagai dasar petimbangan pengambilan keputusan berkaitan dengan
pemanfaatan “lab bahasa”.

4. Untuk menguji hipotesis berkaitan dengan hubungan atau kecenderungan. Banyak peneliti
yang kurang berpengalaman cenderung menganggap penelitian histories sifatnya deskriptif
murni. Namun demikian jika dilakukan dengan hati-hati dan dirancang dengan baik, penelitian
histories bisa mengarah pada penguatan atau penolakan hipotesis relasional. Di bawah ini
beberapa contoh hipotesis penelitian histories:

a. Pada awal 1900an, kebanyakan guru wanita datang dari kelas menengah ke atas, tapi guru
laki-laki tidak.
b. Perubahan kurikulum yang tidak melibatkan perencanaan luas dan tidak melibatkan guru
biasanya gagal.
c. Teksbook ilmu social abad ke 19 menunjukkan referensi mengenai kontribusi wanita terhadap
budaya Amerika dari tahun 1800 sampai 1900, meningkat.
d. Guru sekolah menengah memperoleh prestise lebih daripada guru sekolah dasar sejak tahun
1940.

Banyak hipotesis lainnya yang memungkinkan tentunya; hipotesis di atas dimaksudkan untuk
menggambarkan bahwa penelitian histories bisa meminjam dari studi pengujian hipotesis.

5. Untuk memahami praktek-praktek pendidikan dan kebijakan-kebijakan masa kini secara utuh.
Banyak praktek-praktek pendidikan saat ini bukan sesuatu yang baru. Pengajaran inkuiri,
karakter pendidikan, kelas terbuka, dan penekanan pada “dasar”, pengajaran Sokrates,
penggunaan studi kasus, instruksi individual, pengajaran kelompok, dan pengajaran
“laboratorium” merupakan gagasan yang muncul kembali dari waktu ke waktu.

Pertanyaan seperti apa yang dikejar melalui penelitian histories?

Meskipun penelitian histories focus pada masa lalu, jenis pertanyaan cukup bervariasi. Beberapa
contoh:

· Bagaimana siswa di bagian Selatan belajar selama Perang Saudara?


· Berapa banyak rancangan undang-undang pendidikan dikeluarkan selama kepemimpinan
Lyndon B. Johnson, dan apa tujuan utama dari RUU tersebut?
· Instruksi bagi kelas empat SD 100 tahun yang lalu seperti apa?
· Bagaimana kondisi kerja guru berubah sejak 1900?
· Apa masalah utama di sekolah pada tahun 1940 dibandingkan hari ini?
· Isu pendidikan apa yang dirasa paling penting selama 20 tahun ke belakang oleh masyarakat
umum?
· Bagaimana ide-ide John Dewey mempengaruhi praktek-praktek pendidikan masa kini?
· Bagaimana kontribusi wanita terhadap pendidikan?
· Bagaimana minoritas (atau yang cacat) telah diperlakukan di sekolah umum selama abad 20?
· Bagaimana politik dan praktek administrator sekolah pada awal abad ini berbeda pada tahun-
tahun awal?
· Apa peran pemerintahan federal dalam pendidikan?

Langkah-langkah Penelitian Historis

Ada empat langkah dasar dalam melakukan studi histories. Langkah ini termasuk menjelaskan
masalah atau pertanyaan yang harus diteliti (termasuk formulasii hipotesis jika cocok);
menentukan sumber informasi histories yang relevan; meringkas dan mengevaluasi informasi
yang diperoleh dari sumber-sumber ini; dan menampilkan serta menginterpretasikan informasi
ini kaitannya dengan masalah atau pertanyaan studi.

Menjelaskan Masalah

Dalam bahasa paling sederhana, tujuan dari studi histories dalam pendidikan adalah menjelaskan
dengan jelas dan akurat beberapa aspek dari masa lalu berkaitan dengan pendidikan dan atau
sekolah. Seperti yang telah disebutkan di atas, para peneliti histories bermaksud lebih dari
sekedar menjelaskan; mereka ingin lebih dari mengklarifikasi dan menjelaskan dan terkadang
mengoreksi.

Oleh karena itu, masalah penelitian histories diidentifikasi sama seperti masalah-masalah yang
dipelajari melalui jenis penelitian lainnya. Seperti setiap masalah penelitian, mereka harus
dinyatakan secara jelas dan singkat, dapat dikendalikan, mempunyai dasar pemikiran yang bisa
dipertahankan, dan (jika mungkin) menyelidiki hubungan antar variable. Hal yang agak unik
pada penelitian histories adalah masalahnya bisa diseleksi jika data yang tersedia tidak cukup.
Seringkali data penting (dokumen tertentu seperti catatan harian atau peta dari masa tertentu)
tidak bisa ditemukan. Hal ini khususnya benar jika semakin peneliti semakin jauh melihat ke
belakang. Hasilnya, lebih baik mempelajari secara mendalam masalah yang dijelaskan dengan
baik serta mungkin tajam daripada mengejar masalah lebih luas yang tidak dapat dijelaskan
dengan tajam, atau dipecahkan seutuhnya. Seperti penelitian lainnya, sifat masalah atau hipotesis
menuntun studi; jika dijelaskan dengan baik, peneliti bisa memulai penelitian.

Beberapa contoh studi histories yang telah dipublikasikan :


· Proses pendidikan sekolah di kelas satu: Dua contoh seabac terpisah
· Tingkat kelangsungan hidup guru di St. Louis 1969-1982
· Guru-guru wanita di garis perbatasan
· Asal-usul studi social modern: 1900-1916
· Kehilangan Nilai: Pengujian intelegensi di sekolah umum Los Angeles , 1922-1932
· Respon anak-anak Indian Amerika di pendidikan sekolah Presbyterian abad ke 19: Suatu
analisis melalui sumber misionaris
· Era 1960-an dan transformasi budaya kampus
· Emma Willard : Pelopor pendidikan studi social
· Inkuiri dalam administrasi pendidikan: 25 tahun ke belakang dan ke depan
· Bertrand Russell dan pendidikan di dunia kewarganegaraan
· Penurunan usia dalam meninggalkan rumah, 1920-1979

Menemukan Sumber-sumber Relevan

Kategori Sumber.
Setelah peneliti memutuskan masalah atau pertanyaan yang ingin diteliti, pencarian sumber
dimulai. Segala sesuatu yang pernah ditulis dalam dokumen atau lainnya, dan sebenarnya setiap
objek yang dikumpulkan merupakan sumber potensial bagi penelitian histories. Namun secara
umum, materi sumber histories dapat dikelompokkan ke dalam empat kategori dasar: dokumen,
catatan numeric, pernyataan oral serta barang peninggalan.

1. Dokumen : Dokumen adalah bahan tertulis atau tercetak yang telah dihasilkan dalam suatu
bentuk –catatan tahunan, kerja seni, undang-undang, buku, kartun, surat edaran, catatan harian,
diploma, catatan legal, surat kabar, majalah, catatan buku, buku almamater sekolah, memo, tes
dan lain-lain. Mreka bisa tulis tangan, cetak, ketik, gambar atau sketsa; bisa terpublikasikan atau
tidak; bisa ditujukan untuk konsumsi public atau pribadi; bisa orisinal atau kopian. Singkatnya,
dokumen merujuk pada setiap informasi yang ada baik tertulis atau cetak.

2. Catatan Numerik: Catatan numerik atau quantitative bisa dianggap baik sebaik jenis sumber
terpisah di dalam atau pada dirinya sendiri atau sebagai subkategori dari dokumen. Catatan
seperti ini termasuk setiap jenis data numeric dalam bentuk tercetak: nilai tes, gambaran
kehadiran, catatan sensus, pengeluaran sekolah, dan semacamnya. Pada tahun-tahun belakangan
ini, terjadi peningkatan pemanfaatan computer oleh para peneliti histories untuk menganalisis
sejumlah data numeric yang sangat banyak.

3. Pernyataan lisan : informasi berharga lainnya bagi peneliti histories ada pada orang-orang
yang memberikan pernyataan secara lisan. Cerita, mitos, legenda, dongeng, nyanyian, lagu dan
bentuk ekspresi lisan lainnya telah digunakan bertahun-tahun sebagai catatan bagi generasi
selanjutnya. Tapi sejarawan juga bisa mengadakan wawancara lisan dengan orang-orang yang
saksi dari kejadian-kejadian di masa lalu. Ini adalah bentuk khusus dari penelitian histories, yang
disebut sejarah lisan, yang baru-baru ini sedikit mengalami renaisans.
4. Barang-barang peninggalan: Jenis keempat dari sumber histories adalah barang pustaka.
Barang pustaka adalah setiap objek dimana karakteristik fisika atau visualnya bisa menyediakan
beberapa informasi tentang masa lalu. Contohnya mebel, kerja seni, pakaian, bangunan,
monument, atau peralatan.

Berikut ini adalah contoh-contoh sumber-sumber histories:


· Alat utama yang digunakan di kelas pada abad ke 17
· Catatan harian yang disimpan seorang guru wanita di perbatasan Ohio tahun 1800an
· Argumen-argumen tertulis melawan isu obligasi sekolah seperti yang terpublikasikan di surat
kabar pada waktu tertentu
· Buku tahunan SMP tahun 1958
· Contoh pakaian yang dipakai siswa awal abad ke 19 di pedesaan Georgia
· Diploma kelulusan SMA dari tahun 1920an
· Memo tercatat dari pimpinan sekolah kepada staf pengajarnya
· Catatan kehadiran dari dua sekolah berbeda selama 40 tahun
· Tulisan esai oleh anak-anak SD selama Perang Saudara
· Nilai tes yang diperoleh siswa di berbagai negara bagian pada waktu yang berbeda
· Rekaman wawancara lisan dengan sekretaris pendidikan pada tiga masa kepresidenan yang
berbeda

Sumber Primer vs Sekunder.


Seperti pada semua penelitian, penting untuk membedakan antara sumber primer dan sumber
sekunder. Sumber primer adalah sumber yang disiapkan seorang saksi atau partisipan langsung
kejadian di masa lalu. Laporan saksi tentang pembukaan sekolah baru bisa menjadi suatu contoh.
Contoh sumber primer lainnya adalah :

· Lapran guru abad 19 mengenai bagaimana rasanya hidup dengan keluarga perbatasan
· Transkrip wawancara lisan dengan pimpinan sekolah tingkat atas di kota besar berkaitan
dengan masalah yang dihadapi distriknya
· Tulisan essay siswa dalam menjawab, “Apa yang paling kalian suka dan tidak suka dari
sekolah?”
· Lagu yang dibuat oleh anggota paduan suara sekolah tingkat atas
· Detik-detik pertemuan dewan sekolah yang dicatat oleh sekretaris dewan
· Evaluasi yang ditulis oleh konsultan dari kurikulum Prancis yang baru
· Foto lulusan kelas 8 tahun 1930
· Surat yang ditulis antara siswa Amerika dan siswa Jepang menjelaskan pengalaman sekolah
mereka

Sumber sekunder, sebaliknya, adalah dokumen yang disiapkan oleh individu yang tidak langsung
mengalami peristiwa, tapi yang memperoleh penjelasan kejadian dari seseorang. Contohnya
editorial suratkabar yang baru-baru ini mengomentari unjuk rasa guru. Contoh lain dari sumber
sekunder adalah sebagai berikut :
· Ensikopledia menjelaskan beragam jenis penelitian pendidikan yang dilakukan selama periode
10 tahun
· Artikel majalah meringkas pandangan Aristoteles tentang pendidikan
· Tanggapan suratkabar terhadap pertemuan dewan sekolah berdasarkan wawancara lisan dengan
anggota dewan sekolah
· Buku yang menjelaskan pendidikan di sekolah pada masa koloni Inggris Baru selama tahun
1700an
· Penjelasan orangtua mengenai percakapan anaknya dengan gurunya (orang tua tersebut tidak
hadir saat percakapan terjadi)
· Laporan siswa pada walikelasnya tentang alasan dia dikeluarkan oleh gurunya dari sekolah
· Buku teks tentang penelitian pendidikan

Sebisa mungkin, sejarawan (seperti peneliti lain) ingin menggunakan sumber primer daripada
sumber sekunder. Karena ketika seorang peneliti harus bergantung pada sumber data sekunder
berarti dia menambah kesempatan data menjadi kurang akurat atau kurang rinci. Keakuratan data
yang dilaporkan juga menjadi lebih sulit dicek kebenarannya. Sayangnya, sumber primer diakui
lebih sulit diperoleh, terutama sumber kejadian yang masanya sangat lampau. Sumber sekunder
merupakan suatu kebutuhan, oleh karena itu sumber sekunder digunakan cukup luas dalam
penelitian histories. Namun demikian, jika semua sumber tersedia, penggunaan sumber primer
lebih diprioritaskan.

MERINGKAS INFORMASI YANG DIPEROLEH DARI SUMBER-SUMBER HISTORIS

Proses mengulas kembali dan menyaring data dari sumber histories pada dasarnya dijelaskan
pada Bab 5—menentukan relevansi materi tertentu dengan pertanyaan atau masalah yang
diselidiki; mencatat data sumber bibliografi yang utuh; mengorganisasikan data yang
dikumpulkan dalam kategori-kategori berkaitan dengan masalah yang diselidiki (untuk suatu
studi mengenai aktifitas harian yang muncul pada abad ke 19 di kelas SD, seorang peneliti dapat
mengorganisir fakta-fakta ke dalam kategori seperti “pelajaran yang diajarkan”, “aktifitas
pembelajaran”, “aktifitas bermain”, dan “tata tertib kelas”); serta meringkas informasi yang
berhubungan (fakta penting, kutipan, dan pertanyaan) pada kartu catatan.

Namun demikian, pembacaan dan ringkasan data histories itu jarang rapi dan teratur. Edward J.
Carr, seorang sejarawan, memberikan penjelasan berikut ini bagaimana sejarawan terikat dalam
penelitian :

“Asumsi umum (diantara orang-orang awam) muncul bahwa sejarawan membagi pekerjaannya
ke dalam dua fase atau periode yang dapat dibedakan. Fase pertama, dia menghabiskan waktu
persiapan untuk membaca sumber dan memenuhi catatannya dengan fakta-fakta; kemudian,
ketika fase ini selesai dia menyimpan sumber-sumber, mengambil bukunya kemudian menulis
dari awal sampai akhir. Hal ini bagi saya merupakan hal yang diragukan dan gambaran yang
tidak masuk akal. Bagi saya sendiri, segera setelah saya membaca beberapa sumber-sumber
utama, keinginan menjadi sangat kuat lalu saya mulai menulis—tidak perlu di fase awal
persiapan, tapi kapan saja, dan dimana saja. Setelah itu, membaca dan menulis dilakukan secara
serempak. Tulisan ditambah, dikurangi, dibentuk kembali dan dibatalkan saat saya membaca.
Bacaan dipandu dan diarahkan oleh tulisan; semakin saya menulis, semakin tahu apa yang saya
cari, dan semakin saya mengerti kebermaknaan dan relevansi apa yang saya temukan”

EVALUASI SUMBER-SUMBER HISTORIS

Peneliti histories harus mengadopsi sikap kritis terhadap setiap dan semua sumber yang dia
review. Peneliti tidak akan pernah yakin tentang keaslian dan keakuratan sumber-sumber
histories. Suatu catatan mungkin saja ditulis oleh seseorang yang berbeda dengan orang yang
menandatangani catatan tersebut. Suatu surat mungkin saja merujuk pada kejadian yang tidak
terjadi, atau terjadi pada waktu dan tempat yang berbeda. Suatu dokumen mungkin telah
dipalsukan atau informasi dengan sengaja dipalsukan. Pertanyaan kunci bagi setiap peneliti
histories adalah :
· Apakah dokumen ini benar-benar ditulis oleh penulis sebenarnya? (apakah dokumen ini asli?)
· Apakah informasi yang terdapat dalam dokumen ini benar ? (apakah dokumen ini akurat?)

Pertanyaan pertama merujuk pada apa yang disebut kritik eksternal; yang kedua disebut kritik
internal.

Kritik Eksternal. Kritik eksternal merujuk pada keaslian setiap dan semua dokumen yang
digunakan peneliti. Para peneliti yang terikat pada penelitian histories ingin mengetahui apakah
dokumen yang mereka temukan benar-benar dipersiapkan oleh penulisnya yang asli. Jelas sekali,
dokumen palsu dapat (dan kadang-kadang ya) mengarah pada kesimpulan yang keliru. Beberapa
pertanyaan muncul dalam mengevaluasi keaslian sumber histories:

· Siapa yang menulis dokumen ini? Apakah penulis hidup pada masa tersebut? Beberapa
dokumen histories telah terbukti dipalsukan. Sebuah artikel yang ditulis oleh Martin Luther
King, Jr. sebenarnya mungkin saja dibuat oleh seseorang yang berusaha untuk menodai reputasi
Martin Luther King Jr.
· Apa tujuan penulisan dokumen? Untuk siapa dokumen ditujukan? Dan mengapa?
· Kapan dokumen ditulis? Apakah tanggal yang tertera pada dokumen itu akurat? Apakah detil
yang dijelaskan sebenarnya benar-benar terjadi pada saat itu?
· Dimana dokumen ditulis? Apakah detil yang dijelaskan terjadi di tempat tersebut?
· Di bawah kondisi apa dokumen ditulis? Apakah ada kemungkinan yang ditulis itu suatu
paksaan?
· Apakah ada bentuk atau versi dokumen yang lain?
Hal yang penting untuk diingat berkaitan dengan kritik eksternal adalah peneliti sebaiknya
memastikan bahwa mereka menggunakan dokumen asli. Pertanyaan-pertanyaan di atas
diarahkan sampai disini.

Kritik Internal. Sekali peneliti merasa puas bahwa dokumen sumbernya asli, mereka perlu
menentukan apakah isi dari dokumen tersebut akurat. Hal ini melibatkan apa yang disebut kritik
internal. Baik keakuratan informasi yang terkandung dalam dokumen maupun kebenaran penulis
perlu dievaluasi. Kritik eksternal berkaitan dengan sifat atau keotentikan dari dokumen itu
sendiri, sedangkan kritik internal berkaitan dengan isi dari dokumen. Apakah yang ditulis penulis
benar-benar terjadi? Apakah orang-orang yang hidup pada masa itu berperilaku seperti yang
penulis gambarkan? Benarkah peristiwa terjadi dengan cara cara seperti yang tertulis pada
dokumen? Apakah data yang ditampilkan masuk akal? Namun, harus dicatat, bahwa peneliti
sebaiknya tidak menolak pernyataan dalam dokumen itu kurang akurat hanya karena dia tidak
mempercayainya—tidak mempercayai bahwa peristiwa itu terjadi. Peneliti harus menentukan
apakah kejadian tertentu itu mungkin terjadi, bahkan jika peristiwa itu tidak dipercayai. Seperti
kritik eksternal, beberapa pertanyaan perlu dikemukakan dalam upaya mengevaluasi keakuratan
suatu dokumen dan kebenaran penulis dokumen tersebut.

Dengan rasa hormat pada penulis dokumen :

· Apakah penulis ada pada saat kejadian yang dia jelaskan? Dengan kata lain, apakah
dokumennya merupakan sumber primer atau sekunder? Seperti yang telah dikemukakan
sebelumnya, sumber-sumber primer lebih dipilih daripada sumber sekunder karena dianggap
lebih akurat.
· Apakah penulis merupakan partisipan di dalamnya atau sebagai pengamat dari kejadian? Secara
umum, kita mungkin berharap pengamat menghadirkan pandangan yang terpisah dan
komprehensif tentang suatu kejadian. Saksi mata jelas berbeda laporannya mengenai kejadian
yang sama, sebab itu pernyataan pengamat tidak lebih akurat dibandingkan pernyataan
partisipan.
· Apakah penulis berkompeten menjelaskan kejadian? Hal ini merujuk pada kualifikasi penulis.
Apakah penulis merupakan ahlinya? Seorang pengamat yang tertarik? Atau hanya “orang yang
lewat saja?”
· Apakah penulis terlibat secara emosional dalam kejadian? Isteri seorang guru yang dipecat,
misalnya mungkin dapat memberikan pandangan yang menyimpang mengenai kontribusi guru
terhadap profesinya
· Apakah penulis memiliki interes pribadi pada hasil dari kejadian? Seorang siswa yang selalu
berbeda pendapat dengan gurunya, cenderung menggambarkan gurunya secara negative daripada
kolega guru tersebut

Dengan rasa hormat terhadap isi dokumen :


· Apakah isi dokumen masuk akal (sifat dari kejadian yang dijelaskan, apakah tampak masuk
akal sehingga kejadian terjadi seperti yang digambarkan)?
· Apakah kejadian yang dijelaskan telah muncul pada saat itu? Contohnya, seorang peneliti
mencurigai dokumen Perang Dunia ke II pada tahun 1946
· Mungkinkah orang berperilaku seperti yang dijelaskan? Bahaya utama dalam hal ini disebut
presentisme—menganggap tulisan itu berasal dari kepercayaan saat ini, nilai dan ide orang-orang
yang hidup pada waktu yang berbeda. Masalah yang agak berhubungan adalah historical
hindsight. Hanya karena kita mengetahui bagaimana suatu peristiwa terjadi, bukan berarti orang-
orang yang hidup sebelum atau selama peristiwa tersebut percaya bahwa hasilnya seperti yang
tertulis.
· Apakah bahasa dokumen memberi kesan bias? Apakah secara emosional merupakan
melampaui batas atau sebaliknya cenderung miring? Mungkinkah etnis, gender, agama, partai
politik, status social ekonomi atau posisi penulis memberi kesan orientasi tertentu? Contohnya,
suatu laporan guru tentang pertemuan dewan sekolah mengenai pemilihan kenaikan gaji berbeda
laporannya dengan salah satu anggota dewan sekolah.
· Apakah ada versi lain mengenai peristiwa tersebut? Apakah isi dokumen menghadirkan
deksripsi atau interpretasi berbeda mengenai apa yang terjadi? Namun ingat bahwa hanya karena
mayoritas pengamat peristiwa menyetujui apa yang terjadi, bukan berarti isi dokumen tersebut
selalu benar. Pada lebih dari satu peristiwa, pandangan minoritas terbukti benar.

Generalisasi Penelitian Historis

Dapatkah peneliti-peneliti historis menggeneralisasikan penemuan-penemuannya? Tergantung.


Mungkin tampak jelas bagi anda, peneliti historis jarang (kalaupun ada),mampu mengkaji
keseluruhan populasi individu atau keseluruhan populasi peristiwa. Para peneliti selalu memiliki
sedikit pilihan kecuali dalam mengkaji suatu sampel tentang fenomena minat (phenomena of
interest). Dan sampel yang dikaji ditentukan oleh sumber-sumber historis yang tersisa dari masa
lampau. Berikut ini merupakan masalah tertentu bagi sejarawan, ketika dokumen-dokumen
nyata, peninggalan-peninggalan bersejarah, dan sumber-sumber lainnya hampir selalu hilang,
telah dihilangkan, atau dengan cara-cara lainnya tidak dapat ditemukan. Sumber-sumber yang
tersedia ini barangkali tidak mewakili seluruh sumber yang mungkin saja ada.
Perkiraan, contohnya, seorang peneliti tertarik dalam memahami bagaimana studi sosial
diajarkan di sekolah menengah pada akhir tahun 1800. peneliti dibatasi untuk mengkaji sumber-
sumber apa saja yang tersisa pada saat. Peneliti dapat menggunakan beberapa buku teks yang ada
pada waktu itu, ditambah buku-buku tugas, rencana-rencana pelajaran, tes-tes, surat-surat, dan
korespondensi yang ditulis oleh guru-guru dan catatan harian guru-guru selama periode tersebut.
berdasarkan pada review yang seksama terhadap sumber materi, peneliti menggambarkan
beberapa kesimpulan tentang sifat pengajaran studi sosial pada saat itu. Peneliti perlu mengingat
bahwa seluruhnya merupakan sumber-sumber tulisan dan sumber-sumber tulisan tersebut
mungkin merefleksikan suatu pandangan yang berbeda dari orang-orang yang cenderung tidak
menuliskan pemikiran-pemikiran, ide-ide, atau tugas-tugas mereka. Apa yang mungkin
dilakukan oleh peneliti? Seperti semua penelitian, validitas setiap generalisasi yang digambarkan
dapat diperkuat dengan menambah ukuran dan diversitas sampel data dimana generalisasi
didasarkan. Untuk studi-studi yang melibatkan catatan studi kuantitatif, komputer membuat
generalisasi mungkin terjadi, contohnya, bagi seorang peneliti dapat menggambarkan sampel
data yang representatif dari kelompok-kelompok besar siswa, guru, dan elemen-elemen lain
dapat diwakili oleh dokumen-dokumen sekolah, skor tes, laporan sensus, dan dokumen lainnya.

Keunggulan dan Kelemahan Penelitian Historis


Keunggulan utama penelitian historis adalah penelitian ini mengijinkan penyelidikan tentang
topik-topik dan pertanyaan-pertanyaan yang tidak dapat dikaji oleh penelitian lain. Penelitian
historis merupakan satu-satunya penelitian yang dapat mengkaji bukti-bukti dari masa lampau
dalam hubungannya dengan pertanyaan-pertanyaan yang dikemukakan di awal bab ini. Sebagai
tambahan, penelitian historis menggunakan macam-macam bukti yang berbeda dibandingkan
metode penelitian lainnya (dengan pengecualian penelitian studi kasus dan etnografi). Penelitian
historis menyediakan suatu alternatif dan mungkin sumber informasi yang lebih kaya tentang
topik-topik nyata yang juga dapat dikaji melalui metodologi lainnya. Seorang peneliti berharap
menyelidiki hipotesis bahwa “perubahan kurikulum tidak melibatkan perencanaan luas dan
partisipasi yang melibatkan guru-guru selalu gagal” dengan mengumpulkan data wawancara atau
hasil observasi terhadap kelompok-kelompok guru yang (1) berpartisipasi dan (2) tidak
berpartisipasi dalam pengembangan perubahan kurikulum (studi kausal komparatif) atau dengan
mengatur partisipasi guru yang berbeda-beda (suatu studi eksperimental). Pertanyaan dapat juga
dikaji dengan menguji dokumen-dokumen yang disiapkan 50 tahun kebelakang melalui
penyebarluasan kurikula baru (laporan penyebarluasan); melalui guru-guru (catatan-catatan
hariannya).

Kelemahan penelitian historis adalah tidak adanya kontrol yang mengendalikan gangguan
terhadap validitas internal. Pembatasan dilakukan oleh sifat sampel dokumen dan proses
instrumentasi (analisis dokumen) barangkali begitu ketat. Peneliti-peneliti tidak dapat menjamin
keterwakilan sampel (representativeness of the sample), ataupun apakah mereka dapat
memeriksa reliabitas dan validitas terhadap penafsiran yang dibuat dari data yang tersedia.
Tergantung pada pertanyaan yang dikaji, seluruh atau beberapa gangguan terhadap validitas
internal telah kita diskusikan di bab 12. Kemungkinan terjadinya bias disebabkan karakteristik
peneliti (dalam pengumpulan dan analisis data) selalu muncul. Kemungkinan bahwa adanya
hubungan yang diobservasi disebabkan karakteristik subjek (individu yang menyiapkan
dokumen), implementasi, sejarah, kedewasaan, sikap, atau gangguan lokasi juga selalu terjadi.
Walaupun setiap gangguan tergantung pada sifat studi tertentu, metode untuk mengontrol
gangguan sayangnya tidak tersedia pada peneliti. Sebab banyak hal bergantung pada kemampuan
dan integritas peneliti-ketika kontrol-kontrol metodologis tidak tersedia- kita percaya bahwa
penelitian historis merupakan jenis penelitian yang paling sulit dilaksanakan.
CONTOH PENELITIAN HISTORIS
Diakhir bab ini dihadirkan contoh penelitian historis yang diikuti oleh kritik terhadap keunggulan
dan kelemahannya.

ANALISIS TERHADAP STUDI


Tujuan / pembenaran
Tujuan dari studi ini sudah jelas, untuk menyelidiki pengajaran studi sosial dalam kampanye
literasi dibagian selatan amerika selama tahun 1915-1930. pembenaran (justifikasi) dalam studi
ini kurang jelas. Apakah penting mengklarifikasi hubungan antara studi sosial dan tujuan dasar
dari gerakan, yang mana yang dapat meningkatkan literasi? Penulis percaya bahwa hasil
analisisnya berdampak terhadap usaha-usaha yang ada untuk mengubah bentuk studi sosial, tapi
penulis tidak secara langsung menjustifikasi studi mereka pada ranah ini.

Definisi
Tidak ada definisi yang diberikan. Yang penulis lakukan hanya menjelaskan kampanye literasi.
Istilah umum lainnya, termasuk “studi sosial”, “kewarganegaraan”, dan “patriotisme” tidak
dibatasi kecuali oleh implikasi dalam isi penelitian.

Penelitian yang Mendahului

Tidak ada kutipan mengenai penelitian terdahulu; agaknya tidak ada petunjuk secara khusus
berkenaaan dengan topic pada studi ini. Seperti biasa dalam penelitian histories, yang berperan
sebagai sumber informasi bukanlah penelitian terdahulu melainkan bukti-bukti.

Hipotesis
Hipotesis tidak dinyatakan atau tidak tercantum secara jelas. Tampaknya penulis tidak memiliki
ekspektasi untuk apa data ditunjukkan, dengan memberitahukan hipotesis dapat memperbaiki
studi yang dilakukan peneliti. Contoh hipotesis: “ Materi-materi kurikulum yang dikembangkan
sebagai bagian dari kampanye literasi di bagian Selatan Amerika (Southern Literacy Campaign)
menunjukkan suatu usaha yang dengan sengaja mengajarkan Amerika Serikat, dalam keadaan
perang maupun damai, bertindak menggunakan prinsip-prinsip moral yang tinggi.”

Sampel
Persoalan pengambilan data (sampling) pada penelitian histories merupakan hal yang berbeda
dibandingkan pada penelitian lainnya. Tidak ada populasi orang-orang yang dijadikan sample.
Hal ini disebabkan bahwa suatu populasi dokumen-dokumen yang relevan (atau sumber
informasi relevan lainnya) dapat menjadi sampel secara acak. Jarang, dan jika terjadi,
bagaimanapun, ada alasan yang memaksa untuk tidak menggunakan seluruh dokumen. Tugas
peneliti histories adalah menemukan dokumen-dokumen, menganalisis keaslian dokumen, dan,
jika perlu, menilai manfaat relative dokumen-dokumen tersebut.Kita harus berasumsi bahwa
tugas-tugas tersebut telah dilakukan pada studi ini.

Instrumentasi
Sekali lagi, tidak ada instrumentasi yang dibicarakan pada studi ini. Yang dimaksud dengan
instrument di sini adalah pembawaan peneliti dalam menemukan, mengevaluasi, dan
menganalisis sumber-sumber yang berkaitan. Konsep reliabilitas memiliki sedikit hubungan
dengan data histories karena masing-masing data tidak secara bermakna mempertimbangkan
sebuah sample yang melintasi isi ataupun waktu. Persoalan validitas, di sisi lain merupakan hal
terpenting. Validitas ditujukan melalui evaluasi sumber-sumber dan melalui perbandingan
sumber-sumber berkenaan dengan hal-hal yang sama (peristiwa, peristiwa, objek-objek, dan
lainnya). Pada studi ini, penulis telah mempertahankan sumber-sumbernya-kita harus menerima
kredibilitas penulis. Tidak ada satupun bukti-bukti langsung yang merupakan sumber-sumber
berbeda telah mereka hadirkan sepakat dengan mematuhi hal-hal tersebut. PEnulis telah
mengutip beberapa sumber dari materi-materi kurikulum mendukung kesimpulan penulis, yaitu
bahwa patriotisme ditanamkan dalam mater-materi literasi. Kutipannya,bagaimanapun,
seluruhnya merupakan karya seorang penulis (Cora Wilson Stewart), dengan tidak ada
demonstrasi bahwa karyanya dominant atau khas dalam penggunaan bahan ajar. Dengan rasa
hormat terhadap “kewarganegaraan”,dua penulis dikutip, tapi bukan mendukung hal yang sama,
yaitu, kutipan dari Gray yang menekankan penerapan keadilan yang sederajat untuk semua
warga negara, sementara kutipan dari Stewart yang mendukung pelayanan pemerintah.

Prosedur/ Validitas Internal


Laporan penelitian ini lemah dalam hal perencanaan sistematis. Tidak ada pembahasan tentang
merencanakan jenis-jenis sumber yang diikuti, merencanakan criteria yang akan dianalisis secara
rinci, atau bagaimana analisis akan dilaksanakan. Setelah bagian Pendahuluan, penulis dengan
segera memberikan kutipan tanpa menyediakan alasan mengapa kutipan ini dipilih. Suatu bagian
pada metode nampak diperlukan.
Secara keseluruhan, prosedur yang diikuti jelas-jelas dipotong (clear-cut). Penulis-penulis pada
dasarnya melibatkan penemuan dan analisis berikutnya tentang sumber-sumber informasi yang
berkaitan. Replikasi studi memerlukan hanya dokumen-dokumen yang sama (atau mungkin
pilihan) yang diperoleh dan dianalisis. Sifat studi ini membuat banyak gangguan terhadap
validitas internal yang telah kita diskusikan tidak berlaku di studi ini, karena tidak ada hubungan
diantara variable yang dilaporkan. Pengecualian-pengecualian adalah mengenai bias kolektor
data dan karakteristik kolektor data. Karena penelitian historis seluruhnya menyandarkan pada
interpretasi dan informasi data pendukung dari peneliti, satu yang tidak akan pernah menjadi
nyata bahwa suatu studi individual, seperti studi ini, bukan merupakan produk bias perseorangan
dari peneliti ataupun karakteristik peneliti.

Analisis data
Prosedur analisis data, tidak digunakan pada studi ini, jugatidak sejelas dengan yang seharusnya
terjadi. Beberapa pengolahan dari frekuensi keterjadian dari topic yang spesifik dapat
memperkuat interpretasi penulis.

Hasil dan Pembahasan


Secara umum, hasil studi seharusnya dijaga terpisah dari pembahasan hasil, namun pemisahan
ini sangat sulit diterapkan pada penelitian histories.Pertanyaan yang diajukan disini apakah data
yang disediakan membenarkan kesimpulan penulis. Anggapan-anggapan penulis bahwa isi studi
social dari kampanye literasi di bagian selatan Amerika menjadikan arus ekspektasi social tidak
didokumentasikan, mensyaratkan agar pembaca membuat perbandingannya sendiri dalam hal ini.
Pernyataan penulis bahwa kemampuan analitis dan kemampuan kritis tidak ditekankan, hal ini
konsisten dengan contoh-contoh yang diberikan, namun tidak secara khusus didokumentasikan.
Kesimpulan penulis bahwa studi social tidak sama penting dengan tujuan lainnya dalam
kampanye tampak diberikan sejak penekanan dasar, seperti yang penulis nyatakan pada
permulaan, dalam membaca dan menulis. Tidaklah mengejutkanbahwa tujuan studi social
tidaksama pentingnya dengan tujuan ekonomi dalam motivasi pembuat rencana kampanye. Kita
menyetujui bahwa pola-pola ini saat ini masih ada, kita tidak memandang bahwa penulis telah
mendokumentasikan pada kasus ini.
Akhirnya, tidak jelas bagi kita bagaimana studi ini membenarkan kesimpulan-kesimpulan,
dinyatakan pada bagian pendahuluan, bahwa perubahan studi social terbukti sangat sulit. Bukti-
bukti yang ditawarkan bahwa konsep-konsep baru tidak dicerminkan pada materi-materi literasi
(yang diharapkan), namun di sini tidak ada bukti yang dapat kita lihat, bahwa usaha-usaha yang
dilakukan melalui studi social untuk memajukan kewarganegaraan dan patriotisme tidak
sepenhnya berhasil. Lalu, apakah hal ini berlaku saat sekarang?

Anda mungkin juga menyukai