Anda di halaman 1dari 14

Nama : Siti Endang Munawati

Nim : 431 417 025


Kelas : Pendidikan Biologi (A)

SISTEM LIMFATIK DAN IMUN

1). ORGANISASI SISTEM LIMFATIK


Menurut Guyton dalam Wardhani dan Widodo (2015) mengemukakan
secara garis besar sistem limfatik tubuh dapat dibagi atas sistem konduksi,
jaringan limfoid dan organ limfoid (gambar 1). Sistem konduksi mentransportasi
limfe dan terdiri atas pembuluh-pembuluh tubuler yaitu kapiler limfe, pembuluh
limfe dan duktus torasikus. Hampir semua jaringan tubuh memiliki pembuluh atau
saluran limfe yang mengalirkan cairan dari ruang interstisial.
a. Pembuluh limfe
Pembuluh limfe pada dasarnya adalah saluran yang membawa cairan jelas
atau keputih-putihan, yang disebut getah bening. Cairan ini memasuki pembuluh
dengan cara berdifusi ke dalam kapiler limfa kecil yang terjalin diantara kapiler
sistem kardiovaskuler. Apabila sudah berada dalam pembuluh limfatik, cairan ini
disebut getah bening yang mana komposisinya hampir sama dengan komposisi
cairan interstisial. Getah bening ini membantu dalam kliring jaringan infektif
organisme, racun, dan lain-lain. Salurannya berbentuk tabung, mirip pembuluh
darah yang mencakup semua jaringan tubuh (Suharsono, 2017).
b. Jaringan limfoid
Jaringan limfoid terdiri atas nodus dan nodulus limfoid yang mempunyai ukuran
dan lokasi bervariasi. Ukuran nodus biasanya lebih besar, panjangnya berkisar 10-
20 mm dan mempunyai kapsul; sedangkan nodulus panjangnya antara sepersekian
milimeter sampai beberapa milimeter dan tidak mempunyai kapsul.
( a )
(b)

Gambar: (a) Jaringan Limfoid dan (b) Potongan melintang nodus


limfoid
c. Organ limfoid
Menurut tahapan perkembangan dan maturasi limfosit yang terlibat di
dalamnya, organ limfoid terbagi atas:
1) Organ limfoid primer atau sentral, yaitu kelenjar timus dan bursa fabricius atau
sejenisnya seperti sumsum tulang. Organ ini membantu menghasilkan limfosit
yang dapat mengenal antigen.
2) Organ limfoid sekunder atau perifer yang utama adalah sistem imun kulit atau
skin associated lymphoid tissue (SALT), mucosal associated lymphoid tissue
(MALT), gut associated lymphoid tissue (GALT), kelenjar limfe, dan lien.

2). PERTAHANAN SPESIFIK


Sering kali respons imun non-spesifik (aktivitas fagositosis, NK,
inflamasi) yang didapat saat lahir dan terjadi pada beberapa jam pertama infeksi
tidak cukup mengatasi patogen sehingga penyakit terjadi dan tubuh harus
menyembuhkan diri dengan mengaktivasi respons imun adaptif melawan patogen
penyerang. Respons imun adaptif dimediasi oleh sel limfosit. Terjadi dengan cara
aktivasi, proliferasi, dan diferensiasi bermacam-macam sel limfosit melalui AMI
(antibody mediated immune response) atau CMI (cellmediated immune response),
menghasilkan pemusnahan patogen penyerang (Sudiono, 2014).
Ada 2 tipe respons imun adaptif, yaitu AMI dan CMI. Sel paling penting
dalam respons imun adaptif adalah limfosit (25-30% dari populasi sel darah
putih). Ada 2 macam limfosit, yaitu limfosit B dan limfosit T dengan
perbandingan 1:5. Limfosit B ber tanggung jawab terhadap respons imun yang
dimediasi antibodi.
a. AMI (antibody mediated immune responsse)
Limfosit B berkembang menjadi sel imunokompeten dewasa dalam
sumsum merah tulang. Tiap limfosit B mengekspresikan reseptor antigen tunggal
spesifik (misalnya, antibodi) pada permukaan sel. Pada imunitas dimediasi
antibodi (AMI), ikatan antigen dengan reseptor antigen (misalnya, antibodi) pada
sel B menyebabkan aktivasi dan diferensiasi sel B menjadi sel plasma pembentuk
antibodi. Namun, aktivasi penuh dan diferensiasi sel B menjadi sel plasma sebagai
respons terhadap sebagian besar antigen membutuhkan sinyal ko-stimulator yang
dibentuk oleh interaksi sel B dengan CD4+ sel T-helper (sel T mengekspresi
molekul CD4). Ikatan molekul CD154 pada CD4+ sel T ke molekul CD40 pada
sel B bersama pem bentukan sitokin (IL-4 dan IL-5) oleh sel CD4+ T-helper
menyebabkan aktivasi penuh dari sel B dan diferensiasi sel B menjadi sel plasma
pembentuk antibodi.
b. CMI ( cell-mediated immune responsse )
Kontras dibandingkan dengan AMI, CMI melawan patogen penyerang
dengan dimediasi oleh limfosit T. Limfosit T bertanggung jawab terhadap
imunitas dimediasi sel (CMI) dalam melawan antigen asing. Mengembangkan
respons imun dimediasi sel T terhadap antigen spesik untuk melawan antigen
tumor merupakan tujuan vaksinasi kanker.
Sel T berkembang dari pra-sel T dalam sumsum tulang dan menjadi
dewasa dalam timus menjadi sel T pengekspresi CD4+ atau sel T pengekspresi
CD8+. Seperti sel B, aktivasi sel T yang berhasil membutuhkan keberadaan 2
sinyal, sinyal pengenalan dan sinyal ko-stimulator. Sinyal pengenalan adalah
pengenalan antigen oleh reseptor antigen pada permukaan sel T yang dinamakan
reseptor sel T (TCR = T-cell receptors) yang menghasilkan pergerakan sel T dari
fase istirahat (G0) ke fase G1 dari siklus sel. Namun, berbeda dengan sel B yang
dapat langsung terikat pada antigen dengan reseptor antigen yang unik (antibodi),
TCRs pada sel T CD4+ dan sel T CD8+ hanya dapat mengenali suatu fragmen
antigen yang telah diproses dan disajikan dalam hubungan dengan antigen self
yang unik pada permukaan sel yang dinamakan antigen MHC (Major
Histocomptability Complex).

3). PERTAHANAN NON-SPESIFIK


Respons imun innate atau respons imun non-spesik atau respons imun
alami sudah ada sejak lahir dan merupakan komponen normal yang selalu
ditemukan pada tubuh sehat. Respons ini meliputi: pertahanan fisik/mekanik,
pertahanan biokimia, pertahanan humoral, dan pertahanan selular.
Dinamakan non-spesifik karena tidak ditujukan terhadap mikroba tertentu,
telah ada, dan siap berfungsi sejak lahir. Respons ini merupakan pertahanan
terdepan dalam menghadapi serangan mikroba dan dapat memberikan respons
langsung, siap mencegah mikroba masuk tubuh dan dengan cepat
menyingkirkannya. Jumlahnya dapat ditingkatkan oleh infeksi, misal sel leukosit
meningkat selama fase akut penyakit. Respons imun innate dimediasi oleh
rangkaian kompleks dari peristiwa selular dan molekular termasuk fagositosis,
radang, aktivasi komplemen, dan sel NK. Berbeda dengan respons imun adaptif
yang meningkat pada tiap paparan selanjutnya dengan antigen yang sama, respons
imun innate tidak berubah saat paparan berikutnya (Sudiono, 2014).

4). POLA RESPON IMUN


Adakalanya suatu imunogen merangsang respons imun tanpa melibatkan
limfosit T tetapi langsung merangsang limfosit B. Imunogenimunogen itu disebut
dengan antigen T-independent. Antigen semacam ini mungkin terdiri atas
beberapa unit, yang masing-masing mempunyai susunan molekul yang sama.
Misalnya ; polisakharida pada pneumokokus, beberapa jenis polimer protein dan
PVP. Respons imun yang ditimbulkan oleh antigen T-independent, terutama
antibody Ig M atau mungkin hanya Ig M saja Kresno (1991) dalam Suardana
(2017).
a. Innate Immunity
Merupakan mekanisme pertahanan tubuh nonspesifik yang mencegah
masuknya dan menyebarnya mikroorganisme dalam tubuh serta mencegah
terjadinya kerusakan jaringan. Ada beberapa komponen innate immunity yaitu
1) Pemusnahan bakteri intraselular oleh sel polimorfonuklear PMN) dan
makrofag.
2) Aktivasi komplemen melalui jalur alternative
3) Degranulasi sel mast yang melepaskan mediator inflamasi.
4) Protein fase akut: C-reactive protein (CRP) yang mengikat mikroorganisme,
selanjutnya terjadi aktivasi komplemen melalui jalur klasik yang menyebabkan
lisis mikroorganisme.
5) Produksi interferon alfa (IFN α) oleh leukosit dan interferon beta (IFN β) oleh
fibroblast yang mempunyai efek antivirus.
6) Pemusnahan mikroorganisme ekstraselular oleh sel natural killer (sel NK)
melalui pelepasan granula yang mengandung perforin.
7) Pelepasan mediator eosinofil seperti major basic protein (MBP) dan protein
kationik yang dapat merusak membran parasit (Pediatri, 2001).
b. Respons Imun terhadap Bakteri Ekstraselular
Bakteri ekstraselular dapat menimbulkan penyakit melalui
beberapa mekanisme yaitu :
a. Merangsang reaksi inflamasi yang menyebabkan destruksi jaringan
di tempat infeksi. Sebagai contoh misalnya kokus piogenik yang
sering menimbulkan infeksi supuratif yang hebat.
b. Produksi toksin yang menghasilkan berbagai efek patologik. Toksin
dapat berupa endotoksin dan eksotoksin. Endotoksin yang
merupakan komponen dinding bakteri adalah suatu lipopolisakarida
yang merupakan stimulator produksi sitokin yang kuat, suatu ajuvan
serta activator poliklonal sel limfosit
Sebagian besar eksotoksin mempunyai efek sitotoksik dengan mekanisme
yang belum jelas benar. Sebagai contoh toksin difteri menghambat sintesis protein
secara enzimatik serta menghambat faktor elongasi-2 yang diperlukan untuk
sintesis semua peptida. Toksin kolera merangsang sintesis AMP siklik (cAMP)
oleh sel epitel usus yang menyebabkan sekresi aktif klorida, kehilangan cairan
serta diare yang hebat. Toksin tetanus merupakan suatu neurotoksin yang terikat
motor endplate pada neuromuscular junction yang menyebabkan kontraksi otot
persisten yang sangat fatal bila mengenai otot pernapasan. Toksin klostridium
dapat menyebabkan nekrosis jaringan yang dapat menghasilkan gas gangren.
c. Respons Imun terhadap Bakteri Intraselular
Sejumlah bakteri dan semua virus serta jamur dapat lolos dan mengadakan
replikasi di dalam sel pejamu. Yang paling patogen di antaranya adalah yang
resisten terhadap degradasi dalam makrofag. Sebagai contoh adalah mikrobakteria
serta Listeria monocytogenes.
d. Respon Imun Terhadap Invasi Virus

1. Pada tahap awal infeksi virus, respon imun bawaan dan antibody
dapatmembantu mengendalikan invasi virus. Pada gambar di atas, diasumsikan
bagwa telah terjadi pemajanan virus sebelumnya dan sudah terdapat antibody
dalam sirkulasi. Intibody tersebut akan berikatan dengan virusuntuk mencegah
masuk ke sel sasaran. Tapi, apabila virus sudah dalam selsasaran, maka kinerja
antibody tidak lagi efektif.
2. Makrofag yang memakan virus memasukkan fragmen antigen virus kedalam
molekul MHC-II (Major Histocampatibility Comple) pada
membrannya. Makrofag juga menyekresi berbagai sitokin. Beberapa
diantaranya menginisiasi respons inflamasi. Selain itu makrofag menghasilkan
interferon- ɑ, yang menyebabkan sel pejamu membentuk protein antivirus
untuk mencegah replikasi virus. Sitokin makrofag lainnyamerangsang sel di
NK dan sel T helper.
3. Sel T helper berikatan dengan antigen virus pada molekul MHC-II makrofag.
Selanjutnya, sel TH akan teraktivasi menyekresi sitokin untuk merangsang
aktivasi limfosit B dan sel sitotoksik.
4. Pemajanan sebelumnya terhadap virus menghasilkan limfosit B memori
dengan antibody virus pada permukaannya. Pemajanan kedua terhadap virus
ini mengaktifkan sel memori dan mendukung pembentukan sel plasma,
menghasilkan pembentukan antibody tambahan.
5. Sel T sitotoksik memakai kompleks MHC-I antigen virus untuk mengenali sel
pejamu yang terinfeksi. Ketika sel T sitotoksik sudah mngenali sel pejamu
yang terinfeksi, mereka menyekresi kandungan granulanya ke permukaan sel.
Molekul perforin memasukkan pori ke membran sel pejamu sehingga granzim
dapat masuk ke dalam sel, menginduksi sel melakukan bunuh diri dan
menjalani apoptosis. Penghancuran sel pejamu yang terinfeksi adalah langkah
kunci dalam menghentikan replikasi virus penginvasi (Silverthorn, 2013).

5). Kelainan Sistem Imun


a. Alergi
Alergi atau hipersensivitas adalah respons imun yang berlebihanterhadap
senyawa yang masuk ke dalam tubuh. Senyawa tersebut dinamakanalergen.
Alergen dapat berupa debu, serbuk sari, gigitan serangga, rambutkucing, dan jenis
makanan tertentu, misalnya udang.Proses terjadinya alergi diawali dengan
masuknya alergen ke dalamtubuh yang kemudian merangsang sel B plasma untuk
menyekresikan antibody IgE. Alergen yang pertama kali masuk ke dalam tubuh
tidak akanmenimbulkan alergi, namun IgE yang terbentuk akan berikatan
denganmastosit. Akibatnya, ketika alergen masuk ke dalam tubuh untuk
keduakalinya, alergen akan terikat pada IgE yang telah berikatan dengan
mastosit.Mastosit kemudian melepaskan histamin yang berperan dalam
prosesinflamasi. Respons inflamasi ini mengakibatkan timbulnya gejala alergi
sepertibersin, kulit terasa gatal, mata berair, hidung berlendir, dan
kesulitanbernapas. Gejala alergi dapat dihentikan dengan pemberian antihistamin.
b. Autoimunitas
Autoimunitas merupakan gangguan pada sistem kekebalan tubuh
saatantibodi yang diproduksi justru menyerang sel-sel tubuh sendiri karena
tidakmampu membedakan sel tubuh sendiri dengan sel asing. Autoimunitas
dapatdisebabkan oleh gagalnya proses pematangan sel T di kelenjar
timus.Autoimunitas menyebabkan beberapa kelainan, yaitu :

a. Diabetes mellitus
Diabetes mellitus disebabkan oleh antibodi yang menyerang sel-sel beta di
pankreas yang berfungsi menghasilkan hormon insulin. Halini mengakibatkan
tubuh kekurangan hormon insulin sehingga kadargula darah meningkat.
b. Myasthenia gravis
Myasthenia gravis disebabkan oleh antibodi yang menyerang ototlurik
sehingga otot lurik mengalami kerusakan
c. Addison’s disease
Addison’s disease disebabkan oleh antibodi yang menyerangkelenjar
adrenal. Hal ini mengakibatkan berat badan menurun, kadargula darah menurun,
mudah lelah, dan pigmentasi kulit meningkat.
d. Lupus
Lupus disebabkan oleh antibodi yang menyerang tubuh sendiri.Pada
penderita lupus, antibodi menyerang tubuh dengan dua cara,yaitu :
1. Antibodi menyerang jaringan tubuh secara langsung. Misalnya,antibodi yang
menyerang sel darah merah sehinggamenyebabkan anemia.
2. Antibodi bergabung dengan antigen sehingga membentukikatan yang
dianamakan kompleks imun. Dalam kondisi normal,sel asing yang antigennya
telah diikat oleh antibodi selanjutnyaakan ditangkap dan dihancurkan oleh
sel-sel fagosit. Namun,pada penderita lupus, sel-sel asing ini tidak dapat
dihancurkanoleh sel-sel fagosit dengan baik. Jumlah sel fagosit justru
akansemakin bertambah sambil mengeluarkan senyawa yangmenimbulkan
inflamasi. Proses inflamasi ini akan menimbulkanberbagai gejala penyakit
lupus. Jika terjadi dalam jangkapanjang, fungsi organ tubuh akan terganggu.
e. Radang sendi (artritis reumatoid)
Radang sendi merupakan penyakit autoimunitas yangmenyebabkan
peradangan dalam waktu lama pada sendi. Penyakit inibiasanya mengenai banyak
sendi dan ditandai dengan radang padamembran sinovial dan struktur sendi, atrofi
otot, serta penipisan tulang.

c. AIDS
AIDS (Acquired Immuno Deficiency Syndrome) merupakan
kumpulanberbagai penyakit yang disebabkan oleh melemahnya sistem
kekebalantubuh. Penyakit ini disebabkan oleh infeksi HIV (Human
ImmunodeficiencyVirus) yang menyerang sel T pembantu yang berfungsi
menstimulasipembentukan sel B plasma dan jenis sel T lainnya. Hal ini
mengakibatkanberkurangnya kemampuan tubuh dalam melawan berbagai kuman
penyakit.Sel T pembantu menjadi target utama HIV karena pada permukaan
seltersebut terdapat molekul CD4 sebagai reseptor.
Infeksi dimulai ketikamolekul glikoprotein pada permukaan HIV
menempel ke reseptor CD4 padapermukaan sel T pembantu. Selanjutnya, HIV
masuk ke dalam sel T pembantusecara endositosis dan mulai memperbanyak diri.
Kemudian, virus-virus barukeluar dari sel T yang terinfeksi secara eksositosis atau
melisiskan sel. Jumlah sel T pada orang normal sekitar 1.000 sel/mm darah,
sedangkanpada penderita AIDS, jumlah sel T-nya hanya sekitar 200 sel/mm.
Kondisi inimenyebabkan penderita AIDS mudah terserang berbagai penyakit
seperti TBC, meningitis, kanker darah, dan melemahnya ingatan.

6). Integrasi Sistem Imun Dengan Sistem Lainnya


a. Hubungan Sistem Peredaran Darah dengan Sistem Limfatik
Sistem peredaran darah dan sistem limfatik merupakan dua sistem
transportasi dalam tubuh manusia. Sistem peredaran darah mengangkut air dan
sari-sari makanan yang terlarut di dalamnya, sedangkan sistem limfatik terutama
mengangkut lemak. Kedua sistem ini bertemu di pembuluh darah besar yaitu vena
cava.
Organ dari sistem limfatik termasuk amandel, kelenjar timus dan limpa.
Kelenjar timus menghasilkan sel T atau T-limfosit (lihat di bawah) dan limpa dan
amandel membantu dalam memerangi infeksi. Fungsi utama limpa adalah untuk
menyaring darah. Limpa juga mendeteksi virus dan bakteri dan memicu pelepasan
sel pertempuran patogen.

b. Hubungan Sistem Pencernaan dengan Sistem Limfatik


Sistem limfatik juga membantu sistem pencernaan dalam berbagai cara.
Pembuluh limfatik yang terletak pada lapisan gastrointestinal membantu dalam
penyerapan lemak dari makanan yang kita makan. Hal ini diperlukan untuk
asimilasi yang tepat dari lemak dalam tubuh. Kegagalan pada bagian dari sistem
limfatik dapat menyebabkan kekurangan gizi yang serius. Sistem limfatik
mencegah obesitas yang mengakibatkan karena akumulasi lemak ‘jahat’ dalam
tubuh.
c. Hubungan Sistem Sekresi dengan Sistem Limfatik
Sistem limfatik menghilangkan sel-sel darah mati, kelebihan cairan,
limbah, sampah, dll, dari tubuh, sehingga membantu dalam ekskresi bahan limbah
dari tubuh. Ini juga menghilangkan patogen, racun dan sel kanker dari sel-sel
tubuh serta ruang seluler antar. Dengan demikian, sistem limfatik yang sehat dan
benar berfungsi adalah suatu keharusan untuk keseluruhan kesejahteraan tubuh
manusia.
d. Hubungan Sistem Transportasi Nutrisi dengan Sistem Limfatik
Sistem limfatik bekerjasama dengan sistem peredaran darah untuk
mengangkut berbagai nutrisi penting dalam tubuh. Ini memberikan oksigen,
hormon dan nutrisi penting lainnya melalui darah, ke sel-sel tubuh. Itu tidak
pernah bagi sistem limfatik, tubuh kita akan telah kehilangan nutrisi penting.
Yang paling penting dari semua fungsi sistem limfatik adalah fungsi
balancing cairan. Kapiler limfatik bertindak seperti saluran air dan mengumpulkan
kelebihan cairan dari tubuh. Cairan ini disaring dan dikembalikan ke dalam darah.
Filtrasi diperlukan saat molekul besar seperti protein tidak dapat masuk ke dalam
darah secara langsung. Dinding dari sistem limfatik yang lebih permeabel dari
kapiler darah. Dengan tidak adanya sistem limfatik, edema berlebihan akan terjadi
dan tubuh akan meledak seperti balon. Hal ini pada akhirnya akan menyebabkan
kerusakan sel dan akhirnya kematian individu.

Nama : Siti Endang Munawati


Nim : 431 417 025
Kelas : Pendidikan Biologi (A)

Tugas

1. Apa saja yang termasuk system limfatik dalam tubuh manusia?


Jawab: Saluran Limfatikus Kanan, Vena Subklavia Kanan, Saluran Torasikus,
Sisterna Kili, Nodus Supratroklea, Nodus Limfa Lumbar, Nodus Iliaka
Eksterna, Adenoid, Tonsil, Nodus Servikal (Leher), Nodus Aksilar
(Ketiak), Vena Subklavia Kiri, Kelenjar Timus, Limpa, Peyer Plak,
Nodus Inguinal Dalam (Selangkangan) , Nodus Limfa Poplitea, Kapiler
Limfa, Limfatik, Kelenjar Air Mata (Lakrimal), Mulut Dan
Tenggorokan Atas, Saluran Pernafasan, Lambung, Saluran Genital-
Urin, Usus Besar, dan Kulit

2. Apa perbedaan antara pertahanan spesifik dan pertahanan non-spesifik?


Jawab: Pertahanan spesifik merupakan pertahanan yang didapat saat lahir dan
terjadi pada beberapa jam pertama infeksi tidak cukup mengatasi
patogen sehingga penyakit terjadi dan tubuh harus menyembuhkan diri
dengan mengaktivasi respons imun adaptif melawan patogen
penyerang.. Sedangkan pertahanan non-spesifik merupakan pertahanan
terdepan dalam menghadapi serangan mikroba dan dapat memberikan
respons langsung, siap mencegah mikroba masuk tubuh dan dengan
cepat menyingkirkannya. Jumlahnya dapat ditingkatkan oleh infeksi,
misal sel leukosit meningkat selama fase akut penyakit.

3. Berikan 1 contoh adanya hubungan antara system imun dengan system lainnya
dalam tubuh!
Jawab: Sistem limfatik juga membantu sistem pencernaan dalam berbagai cara.
Pembuluh limfatik yang terletak pada lapisan gastrointestinal
membantu dalam penyerapan lemak dari makanan yang kita makan. Hal
ini diperlukan untuk asimilasi yang tepat dari lemak dalam tubuh.
Kegagalan pada bagian dari sistem limfatik dapat menyebabkan
kekurangan gizi yang serius. Sistem limfatik mencegah obesitas yang
mengakibatkan karena akumulasi lemak ‘jahat’ dalam tubuh.

Anda mungkin juga menyukai