Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN PRAKTIKUM FITOKIMIA

UJI KLT DENGAN BERBAGAI ELUEN


TUGAS 6

Disusun Oleh :
Rida Magfira Rohma
201610410311202
Farmasi-E
Kelompok 5

PROGRAM STUDI FARMASI


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2019
BAB I

PENDAHULUAN
1.1. Judul

UJI KLT DENGAN BERBAGAI ELUEN

1.2. Tujuan

Mahasiswa mampu menjelaskan tentang kaitan antara polaritas eluen


dengan harga Rf.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tinjauan Kolesterol

Rumus: C27H46O
Nama IUPAC: (3β)-cholest-5-en-3-ol
Massa molar: 386,65 g/mol
Rumus molekul: C27H46O
Kelarutan dalam air: 1.8 mg/L (30 °C)
Titik nyala: 209.3 ±12.4 °C
Larut dalam: Etanol,Aseton, Metanol, Kloroform, Eter, Benzena,
Heksana, Isopropil miristat

Kolesterol merupakan lipid amfipatik yang penting dalam pengaturan


permeabilitas dan fluiditas membran, dan juga sebagai lapisan luar lipoprotein
plasma (Bothamdan Mayes, 2012).
Kolesterol adalah sterol yang paling dikenal oleh masyarakat. Kolesterol
mempunyai fungsi ganda yaitu di satu sisi diperlukan dan di sisi lain
membahayakan, bergantung seberapa banyak terdapat di dalam tubuh dan di
bagian mana (Almatsier, 2009).
Kolesterol merupakan sebuah struktur organik yang mempunyai berat
molekul 386 Da dan memiliki 27 atom karbon, dimana 17 diantaranya tergolong
kepada empat cincin yang tergabung, dua termasuk kepada kelompok metil
bersegi yang lengket pada pertemuan cincin AB dan CD, dan delapan adalah pada
rantai sisi perifer. Kolesterol tersusun oleh karbon hidrogen dan karbon, dengan
kelompok hidroksil soliter berlekatan pada C3. Kolesterol juga hampir jenuh
secara sempurna, memiliki hanya satu ikatan ganda C5 dan C6 (Dominiczak dan
Wallace, 2009).
Kolesterol merupakan komponen esensial membran struktural semua sel
dan merupakan komponen utama sel otak dan saraf. Kolesterol terdapat dalam
konsentrasi tinggi dalam jaringan kelenjar dan di dalam hati dimana kolesterol
disintesis dan disimpan. Kolesterol merupakan bahan pembentukan sejumlah
steroid penting, seperti asam empedu, asam folat, hormon-hormon adrenal
korteks, estrogen, androgen, dan progesterone. Sebaliknya kolesterol dapat
membahayakan tubuh. Kolesterol bila terdapat dalam jumlah terlalu banyak di
dalam darah dapat membentuk endapan pada dinding pembuluh darah sehingga
menyebabkan penyempitan yang dinamakan aterosklerosis. Bila penyempitan
terjadi pada pembuluh darah jantung dapat menyebabkan penyakit jantung
koroner dan bila pada pembuluh darah otak penyakit serebrovaskular (Almatsier,
2009).
Sumber dari kolesterol tubuh adalah baik dari sintesis kolesterol pada sel-sel
tubuh, terutama hati, dan juga dari asupan diet terutama produk hewani seperti,
putih telur, daging merah, dan mentega (Sherwood, 2007).

Kolesterol merupakan steroid hewani yang terdapat paling meluas dan


dijumpai dalam hampir semua jaringan hewan. Kolesterol merupakan zat antara
yang diperlukan dalam biosintesis hormon steroid. Kolesterol memiliki 2 gugus
metil yang terikat pada rantai C-13 dan C-10 dengan 5 ikatan rangkap. Rantai
cabang hidrokarbon terikat pada atom C-17, sedangkan gugus hidroksil terdapat
pada atom C-3. Kolesterol memiliki fungsi alkohol dan juga membentuk ester
dengan asam lemak (ester sterol), sehingga termasuk kedalam senyawa yang
paling hidrofobik diantara semua lipid didalam tubuh (Muchtadi, Palupi, dan
Astawan 1993). Terdapat sedikit perbedaan struktur antara fitosterol dan
kolesterol, yaitu sama-sama memiliki 1 gugus OH, namun berbeda pada rantai C-
21. Fitosterol terdapat percabangan di rantai C-21 dan C-22, sedangkan pada
kolesterol hanya ada 1 cabang yaitu pada C-22.

Steroid lain yang umum dijumpai dalam jaringan hewan dan memainkan
peran biologis yang penting, seperti asam kolat, estradiol, dan progesteron (Hart
2003). Secara biologis, kolesterol merupakan prekursor penting dalam proses
pembentukan asam empedu, provitamin D3 dan beberapa hormon steroid.
Penentuan kolesterol secara akurat menjadi penting karena berhubungan erat
dengan terjadinya penyakit jantung koroner. Penentuan kadar kolesterol dalam
pangan sangat dipengaruhi oleh metode yang digunakan dalam menganalisisnya,
baik pada saat ekstraksi maupun saat penentuan kuantitatifnya.

2.2. Jenis-jenis Kolesterol


a. Kilomikron
Kilomikron ialah lipoprotein yang diproduksi oleh usus halus dan bertugas
mengangkut trigliserida dari makanan ke dalam jaringan.
b. Very Low Density Lipoprotein (VLDL)

VLDL merupakan lipoprotein yang terdiri atas 60% trigliserida, 10-


15% kolesterol dan bertugas membawa kolesterol dari hati ke jaringan
perifer.

c. Low Density Lipoprotein (LDL)

LDL ialah lipoprotein pada manusia yang berguna sebagai


pengangkut kolesterol ke jaringan perifer dan berguna untuk sintesis
membran dan hormon steroid. LDL mengandung 10% trigliserida serta
50% kolesterol, dipengaruhi oleh banyak faktor misalnya kadar
kolesterol dalam makanan, kandungan lemak jenuh, dan tingkat
kecepatan sintesis dan pembuangan LDL dan VLDL dalam tubuh.

d. High Density Lipoprotein (HDL)

HDL disebut juga α-lipoprotein adalah lipoprotein terkecil yang


berdiameter 8-11 nm, namun mempunyai berat jenis terbesar dengan inti
lipid terkecil.20 Unsur lipid yang paling dominan dalam HDL ialah
kolesterol dan fosfolipid. Komponen HDL adalah 20% kolesterol, <5%
trigliserida, 30% fosfolipid, 50% protein. HDL berfungsi sebagai
penyimpan apoliporotein C dan E yang menjadi bahan dalam
metabolisme kilomikron dan VLDL.23 HDL dalam plasma memiliki
banyak macam ukuran, bentuk, komposisi dan muatan listrik. HDL
memiliki beberapa macam bentuk yaitu HDL-1, HDL-2 dan HDL-3.
HDL dalam mikroskop elektron tampak sebagai partikel sferis yang
terdapat dalam plasma normal atau berbentuk diskoidal. HDL merupakan
hasil produksi dari hepar dan usus yang membentuk HDL dalam limfe
dan plasma. Katabolisme kilomikron dan VLDL juga menghasilkan
HDL, karena HDL memberikan Apo C dan Apo E untuk kilomikron dan
VLDL yang membentuk HDL nasscent.22,24 HDL berperan dalam
proses Reverse Cholesterol Transport (RCT) sehingga HDL dapat
meningkatkan pengangkutan kolesterol dari jaringan untuk dikembalikan
ke hepar dan diekskresikan lewat empedu.25 HDL dibentuk di hepar
dengan pembentukan Apo A-1 yang kemudian berinteraksi dengan
hepatic ATP-Binding Cassette Transporter A1 (ABCA 1) hepar lalu
tersekresi dalam plasma dengan bentuk Lipid poor Apo A1 yang
berinteraksi dengan ABCA 1 yang mengambil kolesterol berlebih dari sel
dan membentuk pre- β-HDL (nascent). Kolesterol bebas dari HDL
diesterifikasi enzim LCAT untuk merubah pre-β-HDL (nascent) menjadi
α-HDL.21 LCAT adalah enzim yang bertugas mengikat lipoprotein atau
lemak bebas dalam plasma dan disekresi oleh hati. LCAT diduga dapat
mempertahankan gradien kolesterol yang tak teresterifikasi antara sel
periferal dan HDL. Pemecahan HDL berada di dalam hepar. HDL
mengalami 2 jalur transport ke hepar. Pertama melalui reseptor
scavenger, kelas B, tipe 1 (SR-B1) yang merupakan reseptor scavenger
hepar. Kedua, dengan berinteraksi melalui VLDL dan LDL dengan
enzim CETP yang merupakan glikoprotein plasma yang berguna untuk
pertukaran ester kolesterol pada HDL dengan TG pada LDL. Partikel
HDL kemudian menjadi lebih kaya akan TG dan kembali ke hepar.

Fungsi HDL yang lain, HDL diduga dapat memiliki efek


antiaterogenik, seperti menghambat oksidasi LDL, meningkatkan
produksi nitrit oksida dalam endotel, menghambat inflamasi dalam
endotel, meningkatkan bioavailabilitas protasiklin, menghambat
koagulasi serta agregasi platelet. Lipoprotein yang berperan penting
dalam pendistribusian kolesterol ialah HDL dan LDL. Fungsi HDL yaitu
mengangkut kolesterol kembali ke hati untuk proses metabolisme. Fungsi
LDL ialah sebagai pembawa kolesterol ke sel-sel yang mengandung
reseptor LDL guna dimanfaatkan sel tersebut. Lipoprotein mengalami
metabolisme melalui 3 jalur, yakni jalur metabolisme eksogen, endogen,
dan reverse cholesterol transport. Pertama, jalur eksogen berarti
penyerapan trigliserida dan kolesterol dari sumber makanan yang berasal
di usus untuk membentuk kilomikron selanjutnya masuk ke sirkluasi
limfe, sirkulasi darah, dan dihidrolisis oleh LPL menjadi FFA yang
selanjutnya diserap oleh jaringan. Kilomikron yang menjadi kilomikron
remnant karena kehilangan sebagian trigliseridnya masuk ke dalam
hepar. Kedua, metabolisme endogen ialah sintesis cVLDL dari TG dan
kolesterol dalam hepar. cVLDL dalam darah mengalami hidrolisis oleh
LPL menjadi cIDL dan dipecah lagi menjadi cLDL. Hepar dan jaringan
perifer steroidogenik yang mempunyai reseptor kolesterol LDL (rLDL
atau ApoB/E receptor) akan menangkap cLDL. Kolesterol LDL
dioksidasi dan ditangkap oleh makrofag menjadi sel busa (foam cell).
Ketiga, jalur reverse cholesterol transport ialah membawa kolesterol
untuk dikembalikan ke hepar dengan bantuan cHDL yang merupakan
hasil esterifikasi pre –β- HDL oleh LCAT. Sistem reseptor scavenger
kelas B tipe (SR-B1) atau melalui bantuan Cholesterol Ester Transfer
Protein (CETP) menukar kolesterol ester HDL dengan TG pada VLDL
dan LDL untuk kembali ke hepar melalui rLDL.1

2.3. Tinjauan Eluen


Eluen adalah pelarut yang dipakai dalam proses migrasi atau pergerakan
dalam membawa komponen-komponen zat sampel atau fasa yang bergerak
melalui fasa diam dan membawa komponen-komponen senyawa yang akan
dipisahkan. Fase gerak atau eluen biasanya terdiri atas campuran pelarut yang
dapat tercampur yang secara keseluruhan berperan dalam daya elusi dan
resolusi. Daya elusi dan resolusi ini ditentukan oleh polaritas keseluruhan
pelarut, polaritas fase diam, dan sifat komponen-komponen sampel.

Dalam kromatografi cair komposisi pelarut atau fase gerak adalah satu
variabel yang mempengaruhi pemisahan. Terdapat keragaman yang luas dari
fase gerak yang digunakan dalam semua mode KCKT, tetapi ada beberapa
sifat-sifat yang diinginkan yang mana umumnya harus dipenuhi oleh semua
fase gerak. Fase gerak harus :
 Murni; tidak ada pencemar/kontaminan
 Tidak bereaksi dengan pengemas
 Sesuai dengan detektor
 Melarutkan cuplikan
 Mempunyai viskositas rendah
 Mudah rekoveri cuplikan, bila diinginkan
 Tersedia diperdagangan dengan harga yang pantas
Umumnya, pelarut-pelarut dibuang setelah digunakan karena prosedur
pemurnian kembali membosankan dan mahal. Dari semua persyaratan di atas,
4 persyaratan pertama adalah yang paling penting. Gelembung udara
(degassing) yang ada harus dihilangkan dari pelarut, karena udara yang
terlarut keluar melewati detektor dapat menghasilkan banyak noise sehingga
data tidak dapat digunakan.
a. ETIL ASETAT
Senyawa organik dengan rumus CH3CH2OC(O)CH3. Senyawa ini
merupakan ester dari etanol dan asam asetat. Senyawa ini
berwujud cairan tak berwarna, memiliki aroma khas. Senyawa ini sering
disingkat EtOAc, dengan Et mewakili gugus etil dan OAc mewakili asetat.
Etil asetat diproduksi dalam skala besar sebagai pelarut.memiliki Mass
Molar 88,12 g/mol. Memiliki densitas 0,897 g/cm3 dan titil lebur -83,60C
serta titik didih 77,10C (Anonim,2012).
Etil asetat diproduksi dalam skala besar sebagai pelarut. Etil asetat
adalah pelarut polar menengah yang volatil (mudah menguap), tidak
beracun, dantidakhigroskopis. Etil asetat merupakan penerima ikatan
hidrogen yang lemah, dan bukan suatu donor ikatan hydrogen karena tidak
adanya proton yang bersifat asam (yaitu hidrogen yang terikat pada atom
elektronegatif seperti flor, oksigen, dan nitrogen. Etil asetat dapat
melarutkan air hingga 3%, dan larut dalam air hingga kelarutan 8% pada
suhu kamar. Kelarutannya meningkat pada suhu yang lebih tinggi. Namun
demikian, senyawa ini tidak stabil dalam air yang mengandung basa atau
asam (Anonim,2013).
b. N- HEKSAN
Heksana termasuk dalam alkana hidrokarbon dengan rumus kimia
CH3(CH2)4CH3. Isomer-isomer heksan sebagian besar tidak rekatif,
biasanya digunakan sebagai pelarut pada reaksi organik seperti untuk
mengekstrak minyak karena sangat bersifat non-polar (Elya dkk., 2000).
Heksan dihasilkan dari prosespenyulingan minyak mentah yang memiliki
titik beku -95oC dan titik didih 69oC (Elya dkk., 2000).
Prinsip ekstraksi adalah melarutkan minyak atsiri dalam bahan
dengan pelarut organic yang mudah menguap. Proses ekstraksi biasanya
dilakukan dalam wadah (ketel) yang disebut ”extractor”. Ekstraksi dengan
pelarut organik umumnya digunakan untuk mengekstraksi minyak atsiri
yang mudah rusak oleh pemanasan dengan uap dan air, terutama untuk
mengekstrak minyak dari tumbuhan seperti bunga mawar, kemiri dan
mikroalga. Pelarut yang biasanya digunakan dalam ekstraksi yaitu:
petroleum eter, benzena, n-heksandan alkohol (Guenther, 1987) (Sofatul
Monawaroh,2010). Heksana adalah sebuah senyawa hidrokarbon alkana
dengan rumus kimia C6H14 . Awalan heks- merujuk pada enam karbon
atom yang terdapat pada heksana dan akhiran -ana berasal dari alkana,
yang merujuk pada ikatan tunggal yang menghubungkan atom-atom
karbon tersebut. Dalam keadaan standar senyawa ini merupakan cairan tak
berwarna yang tidak larut dalam air (Sofatul Monawaroh,2010).

Rumus molekul : C6H14

Massa molar : 86.18 g/mol

Tampilan : cairan tak berwarna


Massa jenis : 0.6548 g/mL

Titik leleh : −95 °C, 178 K, -139 °F

Titik didih : 69 °C, 342 K, 156 °Fs

Kelarutan dalam air : 13 mg/L pada 20°C

Kekentalan : 0.294 cP

Dapat terbakar Titik picu nyala : −23.3 °C

Titik nyala otomatis : 233.9 °C

c. KLOROFORM
Kloroform merupakan zat cair yang mudah menguap, berbau sedap,
tidak berwarna, larut dalam air, tetapi tidak larut dalam alkohol atau eter,
kloroform digunakan sebagai obat bius (anastesi) tetapi bersifat toksik yaitu
berbahaya terhadap sistem kardiovaskuler dan ginjal (Parning,2006 hal 58).
Kloroform dibuat dari alkohol dengan kapur klor (beaching powder,
Ca(OCl)Cl, kalsium Calsium Chloro Hypoclorit) melalui tiga tingkatan reaksi
yaitu : (Anonim,2017 Hal 12)
1. Oksidasi oleh halogen
2. Klorinasi dari hasil oksidasi
3. Hidlorilisa alkalis dari senyawa yang baru terbentuk
Kloroform atau triklorometana mempunyai rumus molekul CHCl 3.
Dimana pada tekanan dan temperatur normal merupakan cairan bening
dan berbau karakteristik. Kloroform lebih dikenal karena kegunaanya
sebagai bahan pembius, walaupun pada kenyataannya kloroform lebih banyak
digunakan sebagai pelarut nonpolar di laboratorium atau industri (Dani,2013
Hal 4)
Pelarut digunakan sangat luas dalam industrui di rumah tangga.
Kekhawatiran sekarang disebutkan mengenai efeknya terhadap tubuh. Dua
golongan pelarut yang amat menarik dalam pengkajian metabolisme obat
adalah dari derivat-derivat Benzen (Benzen, Toluen dan Xilen) dan
Hidrokarbon-hidrokarbon terklorinasi contohnya yaitu kloroform. ( G.Gordon
Gibson, 1991 Hal 178).
Terkadang sifat pelarut memiliki ciri-ciri yang kita kehendaki dan Sifat-
sifat kloroform yang sebagai pelarut memiliki graviti spesifik 1,498, takat
didih 61,3 0C dan keteelarutan dalam air 10 g1-1 (Mohd,1998 Hal 50).
Kloroform dapat disintesis dengan cara mencampuran etil alkohol
atau etanol dengan kalsium hipoklorit. Kalsium hipoklorit merupakan
donor unsur klor. Selain kalsium hipoklorit, penyumbang unsur klor yang
dapat dipakai adalah pemutih pakaian. Pemutih pakaian memiliki senyawa
aktif yaitu asam hipoklorit. Etil alkohol dipanaskan dan dicampurkan
dengan kalsium hipoklorit. Untuk mendapatkan kloroform dari reaksi
pencampuran ini, terdapat tiga reaksi yang terjadi:

 Reaksi oksidasi
 CH3-CH2OH (etil alkohol) + Cl2 ---> CH3-CHO (asetaldehida) + HCl
(asam klorida)

 Reaksi klorinasi
 CH3-CH2OH (asetaldehida) + 3Cl2 ---> CCl3-CHO (trikloroasetaldehida) +
3HCl (asam klorida)

 Reaksi hidrolisis
 2CCl3-CHO (trikloroasetaldehida) + Ca(OH)2 (kalsium hidroksida) --->
2CH3Cl (kloroform) + (HCOOH)2Ca (kalsium format).

 Selain menggunakan etil alkohol, aseton dapat digunakan untuk


menggantikan etil alkohol. Reaksi yang terjadi adalah:

 Reaksi klorinasi
 CH3COCH3 (aseton) + 3Cl2 ---> CCl3COCH3 (trikloroaseton) + 3HCl
(asam klorida)

 Reaksi hidrolisis
 CCl3COCH3 (trikloroaseton) + Ca(OH)2 ---> 2CH3Cl (kloroform) +
(CH3COO)2Ca (kalsium asetat)
 Selain ketiga hal di atas, terdapat pula reaksi klorinasi metana yang
membutuhkan suhu 400 °C. Reaksi tersebut terjadi sebagai berikut:

CH4 (metana) + Cl2 ---> CH3Cl + CH2Cl2 + CHCl3 + CCl4

Untuk proses ini, kloroform dapat dipisahkan menggunakan distilasi


bertingkat, dan proses ini paling banyak diaplikasikan dalam industri.

d. METANOL
Metanol merupakan cairan polar yang dapat bercampur dengan air,
alkohol – alcohol lain seperti, ester, keton, eter, dan sebagian besar pelarut
organik. Metanol sedikit larut dalam lemak dan minyak. Titik didih
metanol berada pada 64,7oC dengan panas pembentukan (cairan) 39,03
kJ/mol pada suhu 25 oC. Metanol mempunyai panas fusi 103 J/g dan panas
pembakaran pada 25oC sebesar 22,662 J/g. Tegangan permukaan metanol
adalah 22,1 dyne/cm sedangkan panas jenis uapnya pada 25oC. sebesar
1,370 J/(gK) dan panas jenis cairannya pada suhu yang sama adalah 2,533
J/(gK) (Winarso,1998).
Metanol dapat dibuat dari proses penyulingan kayu, gasifikasi batu
bara muda dan sintesis gas alam. Sintesis metanol dari gas alam saat ini
tekhnologinya di pakai pada pembuatan metanol skala industri di mana di
Indonesia sendiri baru ada 2 pabrik yang mengolahnya yaitu kilang
metanol Bunyu di Tarakan, Kaltim dengan kapasitas produksi 1000
MT/day dan kilang metanol Kaltim Metanol Industri di Bontang juga di
Kaltim dengan kapasitas produksi 2000 MT/day (KMI,1997).
Penggunaan metanol sebagai bahan bakar mulai mendapat
perhatian ketika krisis minyak bumi terjadi di tahun 1970-an karena ia
mudah tersedia dan murah. Masalah timbul pada pengembangan awalnya
untuk campuran metanol-bensin. Untuk menghasilkan harga yang lebih
murah, beberapa produsen cenderung mencampur metanol lebih banyak.
Produsen lainnya menggunakan teknik pencampuran dan penanganan
yang tidak tepat. Akibatnya, hal ini menurunkan mutu bahan bakar yang
dihasilkan. Akan tetapi, metanol masih menarik untuk digunakan sebagai
bahan bakar bersih. Mobil-mobil dengan bahan bakar fleksibel yang
dikeluarkan oleh General Motors, Ford dan Chrysler dapat beroperasi
dengan setiap kombinasi etanol, metanol dan bensin. (Sheldiez, 2007).
Reaksi kimia metanol yang terbakar di udara dan membentuk
karbon dioksida dan air adalah sebagai berikut:

2 CH3OH + 3 O2 → 2 CO2 + 4 H2O

Index Polaritas Eluen

2.4. Pemisahan Kromatografi lapis Tipis

Kromatografi merupakan suatu teknik pemisahan tertentu dengan


menggunakan dua fasa yaitu, fasa dia dan fasa gerak. Pemisahan tergantung dari
gerakan relative dari dua fasa ini. Cara – cara kromatografi dapat digolongkan
sesuai dengan sifat – sifat dari fase gerak yang dapat berupa zat padat atau zat
cair,jika fase tetap berupa zat padat maka cara tersebut dikenal sebagai
kromatografi serapan dan jika zat cair maka cara tersebut dikenal sebagai
kromatografi partisi. Kromatografi mencakup berbagai proses berdasarkan
distribusi dari penyusunan cuplikan antara dua fasa. Satu fasa tetap tinggal pada
sistem (fasa diam) dan fasa lainnya dinamakan fasa gerak, memperkolasi melalui
celah – celah fasa diam. Gerakan fasa menyebabkan perbedaan migrasi dari
penyusunan cuplikan. Pada dasarnya semua cara kromatografi menggunakan dua
fasa yaitu fasa satu fasa tetap (stationary) dan fasa gerak (mobile). Pemisahan
tergantung dari gerakan relative dua fasa ini (Sastrohamidjojo,1985).
Kromatografi Lapis Tipis (KLT) adakah suatu teknik yang sederhana yang
banyak digunakan, metode ini menggunakan lempeng kaca atau lembaran plastik
yang ditutupi penyerap atau lapisan tipis dan kering. Untuk menotolkan karutan
cuplikan pada kempeng kaca, pada dasarya menggunakan mikropipet atau pipa
kapiler. Setelah itu, bagian bawah dari lempeng dicelup dalam larutan pengulsi di
dalam wadah yang tertutup ( Barseoni, 2005).
Kromatografi lapis tipis (KLT) dikembangkan oleh Izmailoff dan
Schraiber pada tahun 1938. KLT merupakan bentuk kromatografi planar, selain
kromatografi kertas dan elektroforesis. Berbeda dengan kromatografi kolom yang
mana fase diamnya diisikan atau dikemas di dalamnya, pada kromatografi lapis
tipis, fase diamnya berupa lapisan yang seragam (uniform) pada permukaan
bidang datar yang didukung oleh lempeng kaca, pelat aluminium atau pelat
plastik. Meskipun demikian, kromatografi planar ini dapat dikatakan sebagai
bentuk terbuka dari kromatografi kolom (Gholib Gandjar, 2007).
Kromatografi lapis tipis digunakan untuk pemisahan senyawa secara cepat,
dengan menggunakan zat penyerap berupa serbuk halus yang dipaliskan serta rata
pada lempeng kaca. Lempeng yang dilapis, dapat dianggap sebagai “kolom
kromatografi terbuka” dan pemisahan dapat didasarkan pada penyerapan,
pembagian atau gabungannya, tergantung dari jenis zat penyerap dan cara
pembuatan lapisan zat penyerap dan jenis pelarut. Kromatografi lapis tipis dengan
penyerap penukar ion dapat digunakan untuk pemisahan senyawa polar. Harga Rf
yang diperoleh pada kromatografi lapis tipis tidak tetap, jika dibandingkan dengan
yang diperoleh pada kromatografi kertas. Oleh karena itu pada lempeng yang
sama di samping kromatogram zat yang di uji perlu dibuat kromatogram zat
pembanding kimia, lebih baik dengan kadar yang berbeda-beda (Dirjen POM,
1979, hal. 782).

1. Polaritas dalam KLT

Fase gerak pada KLT dapat dipilih dari pustakam tetapi lebih
sering dengan mencoba-coba karena waktu yang diperlukan hanya
sebentar. Sistem yang paling sederhana ialah campuran 2 pelarut organik
karena daya elusi campuran kedua pelarut ini dapat mudah diatur
sedemikian rupa sehingga pemisahan dapat terjadi secara optimal (Gholib,
2007).

Kemampuan suatu analit terikat pada permukaan silia gel dengan


adanya pelarut tertentu dapat dilihat sebagai penggabungan 2 interaksi
yang saling berkompetisi. Pertama, gugus polar dalam pelarut dapat
berkompetisi dengan analit untuk terikat pada permukaan silika gel.
Dengan demikian, jika pelarut yang sangat polar digunakan, pelarut akan
berinteraksi kuat dengan permukaan silika gel dan hanya menyisakan
sedikit tempat bagi analit untuk terikat pada silika gel. Akibatnya, analit
akan bergerak cepat melewati fase diam dan keluar kolom tanpa
pemisahan. Dengan cara yang sama, gugus polar pada pelarut dapar
berinteraksi kuat dengan gugus polar dalam analit dan mencegah interaksi
analit pada permukaan silika gel.
Pengaruh ini juga menyebabkan analit dengan cepar meninggalkan
fase diam. Kepolaran suatu pelarut yang dapat digunakan untuk
kromatografi dapat dievaluasi dengan memperhatikan tetapan dielektrik
(ɛ) dan momen dipol (δ) pelarut. Semakin besar kedua tetapan tersebut,
semakin polar pelarut tersebut.

2. Konstanta Dielektrik
Konstanta dielektrik merupakan perbandingan energi listrik yang
tersimpan pada bahan tersebut jika diberi sebuah potensial, relatif terhadap
vakum (ruang hampa). Konstanta dielektrik dapat dijadikan pengukur
relatif dari kepolaran suatu pelarut. Polaritas suatu senyawa juga
dihubungkan dengan konstanta dielektriknya ( E) dimana jika nilai E
meningkat, maka kepolaran dari suatu senyawa juga meningkat. Besarnya
konstanta dielektrik, menurut Moore, dapat diatur dengan menambahkan
bahan pelarut lain. Tetapan dielektrik suatu campuran bahan pelarut
merupakan hasil penjumlahan tetapan dielektrik masing-masing sesudah
dikalikan dengan % volume setiap komponen pelarut.

Berikut ini adalah tabel dielektrik beberapa konstanta pelarut :


3. Nilai RF
Nilai Rf didefinisikan sebagi perbandingan jarak yang ditempuh oleh
senyawa pada permukaan fase diam dibagi dengan jarak yang ditempuh oleh
pelarut sebagai fase gerak. Semakin besar nilai Rf dari sampel maka semakin
besar pula jarak bergeraknya senyawa tersebut pada plat kromatografi lapis
tipis. Saat membandingkan dua sampel yang berbeda di bawah kondisi
kromatografi yang sama, nilai Rf akan besar bila senyawa tersebut kurang
polar dan berinteraksi dengan adsorbent polar dari plat kromatografi lapis
tipis ( Handayani, 2008).
Nilai Rf sangat karakterisitik untuk senyawa tertentu pada eluen
tertentu. Hal tersebut dapat digunakan untuk mengidentifikasi adanya
perbedaan senyawa dalam sampel. Senyawa yang mempunyai Rf lebih besar
berarti mempunyai kepolaran yang rendah, begitu juga sebaliknya. Hal
tersebut dikarenakan fasa diam bersifat polar. Senyawa yang lebih polar akan
tertahan kuat pada fasa diam, sehingga menghasilkan nilai Rf yang rendah. Rf
KLT yang bagus berkisar antara 0,2 - 0,8. Jika Rf terlalu tinggi, yang harus
dilakukan adalah mengurangi kepolaran eluen, dan sebaliknya (Ewing Galen
Wood, 1985).
Ada beberapa faktor yang menentukan harga Rf yaitu (Underwood,
1999):
1. Pelarut, disebabkan pentingnya koefisien partisi, maka perubahan-perubahan
yang sangat kecil dalam komposisi pelarut dapat menyebabkan perubahan-
perubahan harga Rf.
2. Suhu, perubahan dalam suhu merubah koefisien partisi dan juga kecepatan
aliran.
3. Ukuran dari bejana, volume dari bejana mempengaruhi homogenitas dari
atmosfer jadi mempengaruhi kecepatan penguapan dari komponen-komponen
pelarut dari kertas. Jika bejana besar digunakan, ada tendensi perambatan
lebih lama, seperti perubahan komposisi pelarut sepanjang kertas, maka
koefisien partisi akan berubah juga. Dua faktor yaitu penguapan dan
kompisisi mempengaruhi harga Rf.
4. Kertas, pengaruh utama kertas pada harga Rf timbul dari perubahan ion dan
serapan, yang berbeda untuk macam-macam kertas. Kertas mempengaruhi
kecepatan aliran juga mempengaruhi kesetimbangan partisi.
5. Sifat dari campuran, berbagai senyawa mengalami partisi diantara volume-
volume yang sama dari fasa tetap dan bergerak. Mereka hampir selalu
mempengaruhi karakteristik dari kelarutan satu terhadap lainnya hingga
terhadap harga Rf mereka.
BAB III
PROSEDUR KERJA

1) Larutkan sedikit kolesterol ke dalam kloroform


2) Totolkan pada plat KLT (Kiesel gel 254)
3) Siapkan 4 macam eluen (Fase gerak) yaitu
n-Heksan-etil asetat (1:1)
n-Heksan-etil asetat (4:1)
Kloroform-metanol (4:1)
Kloroform:etil asetat (4:1)

4) Evaluasi 4 plat KLT tersebut dengan eluen yang dibuat

5) Semprot dengan penampak nod anisaldehid asam sulfat

6) Panaskan 100°C sampai timbul noda berwarna merah ungu/ungu

7) Hitung harga Rf pada masing-masing plat KLT

8) Diskusikan, mengapa harga Rf pada masing-masing plat KLT berbeda.


BAB IV
BAGAN ALIR

Larutkan sedikit kolesterol ke dalam kloroform

Totolkan pada 4 plat KLT (kiesel gel 254)

Siapkan 4 macam eluen (fase gerak) yaitu :


n-Heksan-etil asetat (1:1), n-Heksan-etil asetat (4:1), Kloroform-metanol (4:1),
Kloroform:etil asetat (4:1)

Eluasi 4 plat KLT tersebut dengan eluen yang dibuat

Semprot dengan penampak noda anisaldehid asam sulfat

Panaskan 100 ᵒC sampai timbul noda berwarna merah ungu/ungu

Hitung harga Rf pada masing-masing plat KLT

Diskusikan, mengapa harga Rf pada masing-masing plat berbeda


BAB V
SKEMA KERJA
Kolesterol dilarutkan
dalam kloroform
Totolkan pada 4 plat KLT (Kiesel Gel 254)

Plat KLT dieluasi dengan berbagai eluen di


bawah ini
n-heksan-etil asetat n-heksan-etil asetat kloroform- kloroform-etil
metanol asetat
(1:1) (4:1)
(4:1) (4:1)

panaskan 100
derajat celcius
Disemprot dg
sampai timbul
penampak Noda
noda berwarna
anisaldehid as.
Sulfat
DAFTAR PUSTAKA

Abdul Rohman dan Ibnu Gholib Gandjar, 2007, Metode Kromatografi Untuk
Analisis Makanan. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

Almatsier, S., 2009. Prinsip Dasar Ilmu Gizi: Lipida. Jakarta: Gramedia Pustaka
Umum, 63.
Botham, K.M., Mayes, P.A., 2009. Harper’s Illustrated Biochemistry: Cholesterol
Synthesis, Transpor & Excretion. USA: McGraw Hill, 239-248

Depkes RI. (1989). Materia Medika Indonesia. Jilid V. Cetakan Pertama. Jakarta:
Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan.

Dominiczak MH, Beastall G, Wallace AM, 2009. Biosynthesis of cholesterol and


steroids.. Dalam (Baynes JW, Dominiczak MH, eds) Medical Biochemistry.
Philadelphia: Elsevier, 200-213.

Handayani, 2008. Sintesis Senyawa Flavonoid-α-Glikosida secara Reaksi


Transglikosilasi Enzimatik dan Aktivitasnya sebagai Antioksidan. Vol. 9,
No. 1, Januari 2008, hal. 1-4

Sastrohamidjojo, H. 1985. Kromatografi. Edisi I. Cetakan I. Yogyakarta : Liberty.

Sherwood, L., 2001. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem Ed 2: Fisiologi Jantung.
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC,256-293.

Underwood, AL dan JR. Day R.A. 1988. Analisa Kimia Kuantitatif Edisi
Keempat. Jakarta: Erlangga.

Anda mungkin juga menyukai