Anda di halaman 1dari 6

gangguannya terletak pada afek-emosi.

Tidak jelas ada frustasi atau konflik yang


menimbulkan gangguan mental ini. Belum ditemukan juga penyakit badaniah yang dianggap
berhubungan dengan psikosa bipolar, biarpun penelitian menunjuk kearah itu. Tidak ditemukan
juga disharmoni atau keretakan kepribadian seperti pada skizofrenia; pada jenis depresi ataupun
mania, bila aspek afek-emosinya menurun, maka aspek yang lain juga menurun, dan sebaliknya
(Maramis dan Maramis, 2009).
Pada psikosa bipolar jenis mania tidak terdapat inkoherensi dalam arti kata yang
sebenarnya, tetapi pasien itu memperlihatkan jalan pikiran yang meloncat-loncat atau melayang
(“flight of ideas”). Ia merasa gembira luar biasa (efori), segala hal dianggap mudah saja.
Psikomotorik meningkat, banyak sekali berbicara (logorea) dan sering ia lekas tersinggung dan
marah (Maramis dan Maramis, 2009).

1. Amok
Amok adalah keadaan gaduh-gelisah yang timbul mendadak dan dipengaruhi oleh faktor-
faktor sosiobudaya. Karena itu PPDGJ-III (Pedoman Penggolongan Diagnosa Gangguan Jiwa
ke-III di Indonesia) memasukkannya ke dalam kelompok “Fenomena dan Sindrom yang
Berkaitan dengan Faktor Sosial Budaya di Indonesia” (“culture bound phenomena”). Efek
“malu” (pengaruh sosibudaya) memegang peranan penting. Biasanya seorang pria, sesudah
periode “meditasi” atau tindakan ritualistic, maka mendadak ia bangkit dan mulai mengamuk. Ia
menjadi agresif dan destruktif, mungkin mula-mula terhadap yang menyebabkan ia malu,tetapi
kemudian terhadap siapa saja dan apa saja yang dirasakan menghalanginya. Kesadaran menurun
atau berkabut (seperti dalam keadaan trance). Sesudahnya terdapat amnesia total atau sebagian.
Amok sering berakhir karena individu itu dibuat tidak berdaya oleh orang lain, karena kehabisan
tenaga atau karena ia melukai diri sendiri, dan mungkin sampai ia menemui ajalnya(Maramis dan
Maramis, 2009).

Menilai dan Memprediksi Perilaku Kekerasan


Tanda-tanda adanya perilaku kekerasan yang mengancam (Sadock, et al, 2007):
a. Pernah melakukan tindakan kekerasan beberapa saat yang lalu
b. Kata-kata keras /kasar atau ancaman akan kekerasan
c. Membawa benda-benda tajam atau senjata
d. Adanya perilaku agitatif
e. Adanya intoksikasi alkohol atau obat
f. Adanya pikiran dan perilaku paranoid
g. Adanya halusinasi dengar yang memerintahkan untuk melakukan tindak kekerasan.
h. Kegelisahan katatonik
i. Episode manik
j. Episode depresi agitatif
k. Gangguan Kepribadian tertentu

Menilai resiko terjadinya perilaku kekerasan (Sadock, et al, 2007):


a. Adanya ide-ide untuk melakukan kekerasan
b. Adanya faktor demografik seperti jenis kelamin laki-laki, usia 15 – 24 tahun, status
sosioekonomi yang rendah, dukungan sosial yang rendah
c. Adanya riwayat kekerasan sebelumnya, penjudi, pemabuk, penyalahgunaan zat
psikoaktif,percobaan bunuh diri ataupun melukai diri sendiri, psikosis
d. Adanya stresor (masalah pernikahan, kehilangan pekerjaan, dan lainnya)

Tatalaksana
Bila seorang dalam keadaan gaduh gelisah dibawa kepada kita, penting sekali kita harus
bersikap tenang. D Dengan sikap yang meyakinkan, meskipun tentu waspada, dan kata-kata yang
dapat menenteramkan pasien maupun para pengantarnya, tidak jarang kita sudah dapat
menguasai keadaan (Maramis dan Maramis, 2009).
Bila pasien masih diikat, sebaiknya ikatan itu disuruh dibuka sambil tetap berbicara
dengan pasien dengan beberapa orang memegangnya agar ia tidak mengamuk lagi. Biarpun
pasien masih tetap dipegang dan dikekang, kita berusaha memeriksanya secara fisik. Sedapat-
dapatnya tentu perlu ditentukan penyebab keadaan gaduh gelisah itu dan mengobatinya secara
etiologis bila mungkin (Maramis dan Maramis, 2009).
Suntikan intramuskular suatu neuroleptikum yang mempunyai dosis terapeutik tinggi
(misalnya chlorpromazine HCL), pada umumnya sangat berguna untu mengendalikan
psikomotorik yang meningkat. Bila tidak terdapat, maka suntikan neuroleptikum yang
mempunyai dosis terapeurik rendah, misalnya trifluoperazine, haloperidol (5 – 10 mg), atau
fluophenazine dapat juga dipakai, biarpun efeknya tidak secepat neuroleptikum kelompok dosis
terapeutik tinggi. Bila tidak ada juga, maka suatu tranquailaizer pun dapat dipakai, misalnya
diazepam (5 – 10 mg), disuntik secara intravena, dengan mengingat bahwa tranquilaizer bukan
suatu antipsikotikum seperti neuroleptika, meskipun kedua-duanya mempunyai efek antitegang,
anticemas dan antiagitasi (Maramis dan Maramis, 2009).
Efek samping neuroleptika yang segera timbul terutama yang mempunyai dosis
terapeutik tinggi, adalah hipotensi postural, lebih-lebih pada pasien dengan susunan saraf
vegetatif yang labil atau pasien lanjut usia. Untuk mencegah jangan sampai terjadi sinkop, maka
pasien jangan langsung berdiri dari keadaan berbaring, tetapi sebaiknya duduk dahulu kira-kira
satu menit (bila pasien sudah tenang) (Maramis dan Maramis, 2009).
Penjagaan dan perawatan yang baik tentu juga perlu, mula-mula agar ia jangan
mengalami kecelakaan, melukai diri sendiri, menyerang orang lain atau merusak barang-barang.
Bila pasien sudah tenang dan mulai kooperatif, maka pengobatan dengan neuroleptika
dilanjutkan per oral (bila perlu suntikan juga dapat diteruskan). Pemberian makanan dan cairan
juga harus memadai. Kita berusaha terus mencari penyebabnya, bila belum diketahui, terutama
bila diduga suatu sindrom otak organik yang akut. Bila ditemukan, tentu diusahakan untuk
mengobatinya secara etiologis (Maramis dan Maramis, 2009).
Seorang
yangdengan tenang
Menghadapi
gaduh-dengan kata-
Menenangkan
Menentram
gelisah
kata sedapat-
kan
Memeriksa
dapatnya,amankan.
keluarga/pe
Terdapatbadaniah Tidak terdapat
kelainan ngantar
sedapat- kelainan
Perawatan/ Perawatan/
dapatnya
intern/nerolo intern/nerologi
penjagaan penjagaan
Obati
gik Oba Obati
k yang baik
yang baik
kelain ti gangguan
an gejal psikiatrik
intern a *neroleptika
/nerol psiki *tranquilaiz
ogik atrik er
*etiol *ner *psikoterapi
ogik olep suportif
*simp tika *Terapi
toma elektrokonv
tik ulsi bila
perlu

Gambar Diagram-alur penanggulangan keadaan gaduh-gelisah.

Pasien dengan amok, bila sampai kepada kita, biasanya sudah tidak mengamuk lagi, kita
tinggal berusaha tambah menentramkan saja dan mengobati keadaan fisik bila sudah terganggu
sewaktu dia dalam keadaan amok. Psikosis skizofrenia dan bipolar memerlukan pengobatan
jangka panjang dengan neuroleptika (Maramis dan Maramis, 2009).

A. Tindak kekerasan (violence)


Violence atau tindak kekrasan adalah agresi fisik yang dilakukan oleh seseorang terhadap
orang lain. Jika hal itu diarahkan kepada dirinya sendiri, disebut mutilasi diri atau tingkah laku
bunuh diri (suicidal behavior). Tindak kekerasan dapat timbul akibat berbagai gangguan
psikiatrik, tetapi dapat pula terjadi pada orang biasa yang tidak dapat mengatasi tekanan hidup
sehari-hari dengan cara yang lebih baik.
a. Gambaran klinis dan diagnosis
Gangguan psikiatrik yang sering berkaitan dengan tindak kekerasan adalah:
 Gangguan psikotik, seperti skizofrenia dan manik, terutama bila paranoid dan
mengalami halusinasi yang bersifat suruhan (commanding hallucination),
 Intoksikasi alkohol atau zat lain,
 Gejala putus zat akibat alkohol atau obat-obat hipnotik-seddatif
 Katatonik furor
 Depresi agitatif
 Gangguan kepribadian yang ditandai dengan kemarahan dan gangguan pengendalian
impuls (misalnya gangguan kepribadian ambang dan antisosial),
 Gangguan mental organik, terutama yang mengenai lobus frontalis dan temporalis
otak.
Faktor risiko lain terjadinya tindak kekerasan adalah :
 Adanya pernyataan seseorang bahwa ia berniat melakukan tindak kekerasan,
 Adanya rencana spesifik,
 Adanya kesempatan atau suatu cara untuk terjadinya kekerasan,
 Laki-laki,
 Usia muda (15-24 tahun),
 Tatus sosioekonomi rendah,
 Adanya riwayat melakukan tndak kekrasan,
 Tindakan antisosial lainnya
 Riwayat percobaan bunuh diri.
Tujuan pertama menghadap pasien yang potensial untuk melakukan tindak kekerasan
adalah mencegah kejadian itu. Tindakan selanjutnya aadalah membuat diagnoss sebagai dasar
rencana penatalaksanaan, termasuk cara-cara untuk memperkecil kemungkinan terjadinya tindak
kekerasan berikutnya.
Panduan wawancara dan Psikoterapi
 Bersikaplah suportif dan tidak mengancam, tegas dan berikan batasan yang jelas bahwa
kalau perlu pasien dapat diikat (physical restraints). Tentukan batasan itu dengan
memberikan pilihan (misalnya pilih obat atau diikat), dan bukan dengan menyuruh
pasien secara provokatif: “minum tablet ini sekarang”
 Kaakan langsung kepada pasien bahwa tindak kekerasan tidak dapat diterima,
Tenangkan pasien bahwa ia aman di sini. Tunjukkan dan tularkan sikap

Anda mungkin juga menyukai