MAKALAH
Untuk memenuhi mata kuliah :
Pendidikan Pancasila
Dosen Pembimbing
Do Merda Nurul Yaqin Al Romdoni, M.H.
Kelompok 4
Farah Izdihar A.P (12207193004)
Ulfa Srisu’dah (12207193008)
Talia Salsabila (12207193013)
Fatwa Shofwatul Auliya (12207193027)
Mokhamad Jainuri (12207193035)
Aprilia Rizki Ani P. (12207193036)
Siti Maulidah Khoiriyah (12207193039)
Makalah ini kami susun dalam guna memenuhi tugas mata kuliah
Tegnologi Pembelajaran Oleh Dosen Pengampu Ibu Indah Komsiyah, M.Pd.I.
kami ucapkan terima kasih kepada beliau Atas bimbingan dan saran Sehingga
terwujudnya makalah ini.
Tak ada yang sempurna di dunia ini kecuali Tuhan Yang Maha Esa. Oleh
karena itu, kritik dan saran yang sifatnya membangun kami harapkan agar
terciptanya pendekatan kepada taraf yang sempurna. Dan semoga apa yang
tersajikan dalam makalah ini berguna bagi pembaca pada umumnya.
Penyusun
i
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL
KATA PENGANTAR ........................................................................................... i
DAFTAR ISI ......................................................................................................... ii
BAB I: PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ...................................................................................................1
B. Rumusan Masalah ..............................................................................................2
C. Tujuan Masalah ..................................................................................................2
BAB II: PEMBAHASAN
A. Pengertian Filsafat...................................................... ........................................3
B. Cabang-cabang Filsafat.................. ....................................................................5
C. Aliran Filsafat......................................................................................................7
D. Filsafat Pancasila........................................................................ ..................... 12
E. Manfaat dan Penggunaan Filsafat Pancasila....................... ............................. 20
F. Lima Pokok Ajaran Pancasila .......................................................................... 22
BAB III: PENUTUP
Kesimpulan .......................................................................................................... 26
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 27
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
1
menjalankan apa-apa yang telah dilakukan oleh para pahlawan khususnya
pahlawan proklamasi yang telah berjuang untuk kemerdekaan negara
Indonesia ini.
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penulisan
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Filsafat
Kata filsafat bererasal dari kata Yunania adalah philosopia. Dalam
bahasa yunaninya kata philosopia merupakan kata jamak yang terdiri atas
philo dan sophia. Philo berarti cinta dalam arti yang luas, yaitu ingin, dan
karena itu lalu berusaha mencapai apa yang diinginkan itu, sophia artinya
kebijakan yang artinya pandai, pengertian yang mendalam. Jadi menurut
namanya saja filsafat boleh diartikan ingin mencapai cita pada kebijakan.1
Selain itu menurut beberapa ahli filsafat dapat diartikan sebagai
berikut:
3
kebenaran dengan melalui daya nalar atau cara berpikir dengan
menjadikan segala yang ada sebagai obyeknya. Namun perlu diketahui
bahwa kebenaran yang mutlak hanya datang dari Tuhan sebagai sumber
segala ilmu pengetahuan.
1. Epistemologi
3
Departemen pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, ( Jakarta: Balai
Pustaka, 1988), cet. 1, hlm. 242
4
Poejawijatno, Pengantar Ke Ilmu dan Filsafat, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2009), cet 9,
hlm. 69
5
Asmoro Achmadi, Paradigma Baru Filsafat Pancasila dan Kewarganegaraan, (Semarang:
RaSAIL, 2009), hlm.1
4
Epistemologi dalam cabang filsafat ini bisa disebut dengan teori
pengetahuan yang didalamnya membahas tentang sumber-sumber,
karakteris dan kebenaran suatu pengetahuan. Persoalan pada
estimologi ini berpusat dengan apakah yang ada didalamnya, seperti:
masalah asal pengetahuan, apakah sumber-sumber pengetahuan itu,
apakah pengetahuan kita itu sudah benar dan apa saja yang nenjadi
ciri-ciri serta karakteristik pengetahuan.
2. Logika
Logika merupakan cara untuk berfikir secara benar dan tepat.
Sebagai cabang filsafat ini logika dapat diartikan sebagai aturan-aturan
dalam berfikir tentang cara mengambil kesimpulan dengan benar atau
tepat. Logika juga bisa didefinisikan sebagai ilmu pengetahuan tentang
cara bagaimana menarik kesimpulan. Nah cara menarik kesimpulan itu
terbagi menjadi dua yaitu, deduktif dan induktif.
3. Kritik ilmu-ilmu
Kritik ilmu-ilmu ini bisa disebut dengan ilmu pengetahuan. Kritik
ilmu-ilmu ini lahir dikarenakan banyak sekali pertanyaaan yang
diajukan oleh berbagai bidang ilmu pengetahuan yang telah melampui
batas kompetensi dalam bidang itu sendiri. Sehingga harus dimintakan
jawaban kepada filsafat dalam upaya mencari jawaban atas persoalan
tersebut. Karena pada awalnya itu mencakup seluruh ilmu pengetahuan
yg telah dikenal pada masa lalu itu.
4. Metafisika Umum
5. Teologi Metafisik
Merupakan cabang filsafat yang membahas tentang eksistensi
Tuhan atau keberadaan Tuhan dan terlepas dari keper yaan agama
5
yang ada. Misalnya kita percaya tentang adanya Tuhan karena adanya
penciptaan alam ini.
6. Antropologi
Sebagai cabang filsafat Antropologi membicarakan tentang hakikat
dari manusia. Seperti apa manusia itu, apa itu manusia dan bagaimana
manusia itu serta bagaimana hubungan antara alam dengan sesamanya.
7. Kosmologi
Sebagai cabang filsafat kosmologi berasal dari kosmos yang berarti
aturan atau keseluruhan yang teratur. Kosmolog8 adalah ilmu tentang
alam. Kajian kosmologi adalah pengetahuan filosofis tentang
keteraturan alam. Seperti apakah yang dimaksud dengan alam itu
sebenarnya.
8. Etika
Etika merupakan perbuatan baik dan buruk yang dilakukan oleh
manusia. Etika merupakan norma yang baik dan buruk yang berlaku dalam
kebidupan masyarakat. Sebagai cabang filsafat etika membicarakan
tentang tindakan yang dilakukan oleh manusia. Tindakan itulah terdiri dari
tindakan baik dan yang buruk.
9. Estetika
Estetika merupakan cabang filsafat yang membicarakan tentang
keindahan. Dalam estetika yang dicari adalah yaitu tentang sebuah
keindahan. Bentuk-bentuk keindahan itu seperti keindahan jasmani,
keindahan rohani, keindahan dalam alam, dan keindahan dalam seni.
10. Sejarah Filsafat
Sejarah filsafat merupakan hasil dari berbagai pemikiran
kefilsafatan mulai jaman yunani hingga jaman modern atau jaman
sekarang. Sejarah filsafat merupakan hasil laporan dari berbagai peristiwa
yang terjadi dalam dunia kefilsafatan.6
6
Kompasiana, Cabang-cabang Filsafat,
https://www.kompasiana.com/umimasruro/5d95ed10712306373223b575/filsafat-ilmu-
cabang-cabang-filsafat, diakses pada 20 Maret 2020 pukul 15.32
6
C. Aliran Filsafat
1. Aliran Rasionalisme
Rasionalisme adalah doktrin filsafat yang menyatakan bahwa
kebenaran haruslah ditentukan atau didapatkan melalui pembuktian,
logika, dan analisis yang berdasarkan fakta, bukan berasal dari
pengalaman inderawi. kaum rasionalis berpendapat bahwa ada
kebenaran yang secara langsung dapat dipahami. Dengan kata lain,
orang-orang yang menganut paham rasionalis ini menegaskan bahwa
beberapa prinsip rasional yang ada dalam logika, matematika, etika,
dan metafisika pada dasarnya benar.7 Contoh paling jelas ialah
pemahaman kita tentang logika dan matematika. Penemuan-penemuan
logika dan matematika begitu pasti. Kita tidak hanya melihatnya
sebagai benar, tetapi lebih dari itu kita melihatnya sebagai kebenaran
yang tidak mungkin salah, kebenarannya universal.8 Perintis awal
paham rasionalisme adalah Heraclitus, seorang pionir yang getol
menggembar-gemborkan akal sebagai sumber utama ilmu pengetahuan
melebihi panca indra yang lain. Kemudian pada masa skolastik,
rasionalisme berkembang di bawah peran kontribusi tokoh-tokoh
seperti Socrates, Plato dan Aristoteles. Puncaknya adalah ketika
Aristoteles menangkis serangan pemikiran aliran Sufastaiyyun
(subyektifisme) yang menyebarkan pandangan bahwa suatu perkara
apapun dianggap baik manakala manusia menganggapnya baik.
Dengan kata lain, manusia adalah penentu terhadap segala sesuatu.
Aristoteles kemudian meresponsnya dengan memperkenalkan
rasionalisme serta menyusun kaidah ilmu logika secara sistematis
7
Stanford Encyclopedia of Philosophy, Rationalism vs. Empiricism,
https://id.wikipedia.org/wiki/Rasionalisme, diakses pada 19 maret 2020
8
Ahmad Tafsir, Filsafat Umum: Akal dan Hati Sejak Thales Sampai Capra, Bandung:
Remaja Rosdakarya, 127.
7
dalam karyanya yang populer, yaitu Organaon. Upaya Aristoteles ini
lalu dilanjutkan oleh Rene Descartes, sosok yang dikenal sebagai
bapak filsafat modern.9 Di luar diskusi keagamaan, rasionalisme dapat
diterapkan secara lebih umum, misalnya kepada masalah-
masalah politik atau sosial. Dalam kasus-kasus seperti ini, yang
menjadi ciri-ciri penting dari perpektif para rasionalis adalah
penolakan terhadap perasaan (emosi), adat-istiadat atau kepercayaan
yang sedang populer. Karena itulah dalam rasionalisme tidak hanya
terjadi penerimaan secara sepihak, namun juga terdapat beberapa
penolakan dari kaum yang tidak sepaham dengan rasionalisme.
2. Aliran Empirise
Empirisme adalah suatu aliran dalam filsafat yang menyatakan
bahwa semua pengetahuan berasal dari pengalaman manusia.
Empirisme menolak anggapan bahwa manusia telah membawa fitrah
pengetahuan dalam dirinya ketika dilahirkan. Empirisme lahir
di Inggris dengan tiga eksponennya adalah David Hume, George
Berkeley dan John Locke. Ajaran empirisme memberikan
kebimbangan kepada sains dan agama pada zaman modern filsafat,
sehingga dapat diasumsikan mengecilkan peranan akal. Istilah
empirisme sendiri berasal dari bahasa Yunani empeirin yang berarti
coba-coba atau pengalaman.
Sebagai suatu doktrin, empirisme adalah lawan rasionalisme.
Untuk memahami isi doktrin ini perlu dipahami lebih dahulu dua ciri
pokok empirisme, yaitu mengenai teori tentang makna dan teori
tentang pengetahuan. Teori makna dinyatakan sebagai teori tentang
asal pengetahuan, yaitu asal-usul idea atau konsep. Sedangkan teori
tentang pengetahuan menyatakan bahwa semua kebenaran adalah
kebenaran a posteriori, yaitu kebenaran yang diperoleh melalui
observasi.10 Dari sini dapat kita simpulkan bahwa empirisme sendiri
9
Muhammad Bahar Akkase Teng, “Rasionalis dan Rasionalisme dalam Perspektif Sejarah”,
dalam Jurnal Ilmu Budaya, Vol. 4, No. 2, Desember 2016, h. 15-16.
10
Ahmad Tafsir, Akal dan Hati Sejak Thales Hingga Capra, Bandung: Remaja Rosdakarya,
2000, 175.
8
adalah lawan dari rasionalisme, karena kedua pemikiran ini adalah
suatu gagasan yang saling bertubrukan satu sama lain.
3. Aliran Eksistensialisme
Eksistensialisme adalah tradisi pemikiran filsafat yang terutama
diasosiasikan dengan beberapa filsuf Eropa abad ke-19 dan ke-20 yang
sepaham (meskipun banyak perbedaan doktrinal yang mendalam
bahwa pemikiran filsafat bermula dengan subyek manusia bukan
hanya subyek manusia yang berpikir, tetapi juga individu manusia
yang melakukan, yang merasa, dan yang hidup.11 Dalam pemahaman
seorang eksistensialis, seorang individu bermula pada apa yang disebut
sebagai "sikap eksistensial", yaitu semacam perasaan disorientasi,
bingung, atau ketakutan di hadapan sebuah dunia yang tampaknya
tidak berarti atau absurd.12
Label eksistensialisme dan eksistensialis sering dipandang sebagai
kemudahan sejarah saja karena kedua istilah itu pertama kali
digunakan kepada beberapa filsuf setelah mereka telah lama
meninggal. Meskipun eksistensialisme secara umum ditengarai
dimulai oleh Kierkegaard, tetapi filsuf eksistensialis besar pertama
yang menggunakan istilah tersebut untuk memperkenalkan diri
adalah Jean Paul Sartre.
Sartre mengedepankan ide bahwa "yang dimiliki semua filsuf
eksistensialis adalah doktrin fundamental bahwa eksistensi mendahului
esensi ", sebagaimana dijelaskan oleh Frederick Copleston Sartre
mengklaim bahwa salah satu konsep sentral eksistensialisme adalah
bahwa eksistensi mendahului esensi, yang berarti bahwa pertimbangan
terpenting bagi seorang individual adalah bahwa mereka adalah
individual entitas yang bersikap dan bertanggung jawab secara
independen dan sadar ("eksistensi") dan bukan label, peran, stereotipe,
definisi, atau kategori lainnya yang digunakan atau dipergunakan
kepada individual tersebut ("esensi"). Kehidupan aktual seorang
11
John Macquarrie, Existentialism, New York (1972), pp. 18–21
12
Robert C. Solomon, Existentialism (McGraw-Hill, 1974, pp. 1–2).
9
individu kemudian dapat disatukan dan dijadikan "esensi nyata"
mereka, dan bukan esensi yang diatribusikan orang lain kepada
mereka. Dengan demikian, manusia, melalui kesadarannya sendiri,
menciptakan nilai-nilainya sendiri, dan menentukan arti bagi
kehidupannya sendiri.13
Dari penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa eksistensialisme
adalah pemikiran yang mana mengedepankan kebebasan untuk
melakukan segala sesuatu sesuai dengan hasrat yang ia miliki. Dan
keinginan tersebut tak dapat dapat diganggu gugat karena esensi yang
timbul tersebut akibat dari suatu pemikiran.
4. Aliran Marxisme
Marxisme adalah sebuah paham yang berdasar pada pandangan-
pandangan Karl Marx.14 Marxisme merupakan dasar teori komunisme
modern. Teori ini tertuang dalam buku Manifesto komunis yang dibuat
oleh Marx dan Friedrich Engels Marxisme merupakan bentuk protes
Marx terhadap paham kapitalisme. Ia menganggap bahwa kaum
kapital mengumpulkan uang dengan mengorbankan kaum
proletar. Kondisi kaum proletar sangat menyedihkan karena dipaksa
bekerja berjam-jam dengan upah minimum, sementara hasil pekerjaan
mereka hanya dinikmati oleh kaum kapitalis. Banyak kaum proletar
yang harus hidup di daerah pinggiran dan kumuh.
Marx berpendapat bahwa masalah ini timbul karena adanya
"kepemilikan pribadi" dan penguasaan kekayaan yang didominasi
orang-orang kaya. Untuk menyejahterakan kaum proletar, Marx
berpendapat bahwa paham kapitalisme perlu diganti dengan
paham komunisme. Bila kondisi ini terus dibiarkan, menurut Marx,
kaum proletar akan memberontak dan menuntut keadilan. Inilah dasar
15
dari marxisme. Salah satu alasan mengapa marxisme merupakan
13
Copleston, F.C. (2009). "Existentialism". Philosophy. 23 (84): 19–37
14
Robert Audi. 1995. The Cambridge Dictionary of Philosophy. United Kingdom: Cambridge
University Press. Hlm. 465-467.
15
P. A. van der Weij. 1991. Filsuf-filsuf Besar tentang Manusia. Jakarta: PT. Gramedia
Pustaka Utama. Hlm. 111-117.
10
sistem pemikiran yang amat kaya adalah bahwa marxisme memadukan
tiga tradisi intelektual yang masi telah sangat berkembang saat itu,
yaitu filsafat Jerman, teori politik Prancis, dan ilmu ekonomi Inggris.16
Dalam mengemukakan teori ini, Marx sangat dipengaruhi
oleh Hegel, Hegelianisme yang juga menjadi isi penting dari Marxisme
yaitu:17
a. Pertama, realitas bukanlah suatu keadaan tertentu, melainkan
sebuah proses sejarah yang terus berlangsung.
b. Kedua, karena realitas merupakan suatu proses sejarah yang terus
berlangsung, kunci untuk memahami realitas adalah memahami
hakikat perubahan sejarah.
c. Ketiga, perubahan sejarah tidak bersifat acak, melainkan mengikuti
suatu hukum yang dapat ditemukan.
d. Keempat, hukum perubahan itu adalah dialektika, yakni pola
gerakan triadik yang terus berulang antara tesis, antitesis,
dan sintetis.
e. Kelima, yang membuat hukum ini terus bekerja adalah alienasi
-yang menjamin bahwa urutan keadaan itu pada akhirnya akan
dibawa menuju sebuah akhir akibat kontradiksi-kontradiksi dalam
dirinya.
f. Keenam, proses itu berjalan di luar kendali manusia, bergerak
karena hukum-hukum internalnya sendiri, sementara manusia
hanya terbawa arus bersama dengannya.
g. Ketujuh, proses itu akan terus berlangsung sampai tercapai suatu
situasi, di mana semua kontradiksi internal sudah terselesaikan.
h. Kedelapan, ketika situasi tanpa konflik ini tercapai, manusia tidak
lagi terbawa arus oleh kekuatan-kekuatan yang bekerja di luar
kendali mereka. Akan tetapi, untuk pertama kalinya manusia akan
mampu menentukan jalan hidup mereka sendiri dan tentunya
mereka sendiri akan menjadi penentu perubahan.
16
Bryan Magee. 2008. The Story of Philosophy. Yogyakarta: Kanisius. Hlm 164-171.
17
Bryan Magee. 2008. The Story of Philosophy. Yogyakarta: Kanisius. Hlm 164-171.
11
i. Kesembilan, pada saat inilah untuk pertama kalinya manusia
dimungkinkan untuk memperolah kebebasannya dan pemenuhan
diri.
j. Kesepuluh, bentuk masyarakat yang memungkinkan kebebasan
dan pemenuhan diri itu bukanlah masyarakat yang terpecah-pecah
atas individu-individu yang berdiri sendiri seperti dibayangkan
oleh orang liberal. Akan tetapi, merupakan sebuah masyarakat
organik, di mana individu-individu terserap ke dalam suatu
totalitas yang lebih besar, sehingga lebih mungkin memberi
pemenuhan daripada kehidupan mereka yang terpisah-pisah.
Pemahaman inilah yang mempengaruhi seorang karl marx hingga
menciptakan marxisme yang menjadi dasar dari komunisme modern.
D. Filsafat Pancasila
1. Ontologi Pancasila
Ontologi pancasila membahas tentang adanya pancasila. Adanya
pancasila dapat ditinjau dari sebab adanya pancasila, cara adanya
pancasila dan sifat adanya pancasila. Sebab adanya pancasila secara
langsung dari pemikiran manusia Indonesia, dan secara tidak langsung
dari Tuhan sebagai pencipta manusia. Cara adanya pancasila dengan
melalui proses persidangan wakil rakyat Indonesia (BPUPKI dan
PPKI). Dan sifat adanya pancasila adalah nyata. Terdapat pada
kehidupan masyarakat . karena Tuhan dan manusia sebagai sebabnya
juga nyata, dan cara adanya melalui proses persidangan dengan adanya
naskah risalah sidang. Berdasarkan penjelasan tersebut maka ontologi
pancasila terpenuhi dalam sila pertama (Ketuhanan YME) dan sila
kedua (Kemanusiaan yang Adil dan Beradab).
Secara ontologi hakikat pancasila mendasarkan setiap silanya pada
landasan, yaitu: Tuhan, Manusia, Satu, Rakyat dan Adil. Oleh karena
itu, hakikat harus selalu berkaitan dengan sifat dan hakikat negara
Indonesia. Dengan demikian maka, sila pertama adalah sifat dan
keadaan negara harus ses uai dengan hakikat Tuhan; sila kedua sifat dan
12
keadaan harus sesuai dengan hakikat manusia; sila ketiga sifat dan
keadaan negara harus sesuai dengan hakikat satu; sila keempat sifat dan
keadaan negara harus sesuai dengan hakikat rakyat; sila kelima sifat dan
keadaan negara harus sesuai dengan hakikat adil. 18
Ontologi menurut Runes, adalah teori tentang adanya keberadaan
atau eksistensi. Sementara Aristoteles, menyebutnya sebagai ilmu yang
menyelidiki hakikat sesuatu dan disamakan artinya dengan metafisika.
Jadi ontologi adalah bidang filsafat yang menyelidiki makna yang ada
(eksistensi dan keberadaan), sumber ada, jenis ada, dan hakikat ada,
termasuk ada alam, manusia, metafisika, dan kesempatan atau
kosmologi.19
Dasar ontologi pancasila adalah manusia yang memiliki hakikat
mutlak monopluralis, oleh karenanya disebut juga sebagai dasar
antropologis, subyek pendukungnya adalah manusia, yakni; yang
berketuhan yang berkemanusiaan, yang berpersatuan, yang
berkerakyatan dan berkeadilan pada hakikatnya adalah manusia. Hal
yang sama juga berlaku dalam konteks negara Indonesia, pancasila
adalah filsafat negara dan pendukung pokok negara adalah rakyat
(manusia).20
2. Epistemologi Pancasila
20
Widiyat miko, “pancasila sebagai sistem filsafat”, staff.gunadarma.ac.id, diakses pada 16
maret 2020 pukul09;43.
13
dialektis eksperimental, dan metode pengembangan pancasila, yaitu
interprestasi, hermeneutika, koherensi historis, dan analitico-sintetik.
Adapun instrument pengkajian dan pengembangan pancasila adalah
akal yang sehat dan jernih. Keberadaan pancasila dan dianalisis dengan
menggunakan empat teori kebenaran. Pertama kebenaran koherensi.
Nilai-nilai pancasila dinyatakan benar.
14
kelemahan dan kelebihannya dan dikontekstualisasikan dengan
semangat perubahan.
15
Susunan kesatuan pancasila adalah bersifat hiraksis dan berbentuk
piramidal. 21
3. Aksiologi Pancasilan
Aksiologi pancasila membahas tentang nilai-nilai pancasila.
Selanjutnya nilai-nilai pancasila tersebut sebagai pertimbangan
masyarakat, bangsa, dan para pemimpin untuk menerapkan setiap hasil
pemikiran dan kebijakan-kebijakan. Artinya nilai sangat banyak sekali
sesuai dengan latar belakang dan kepentingan masing-masing subjek.
Misalnya nilai diartikan sebagai suatu guna, harga,mutu dari berbagai
arti. Dapat dirumuskan menjadi arti yang bersifat universal, nilai
adalahsuatu kualitas abstrak yang membuat sesuatu hal itu bermakna,
berbobot, sehingga yang memilikinya merasa puas batin.
Terdapat beberapa jenis nilai, yaitu; nilai objektif, nilai subjektif
dan nilai inter-subjektif. Nilai objektif adalah nilai yang berasal dari
diri barang atau sesuatu itu sendiri. Nilai subjektif adalah nilai yang
diberikan subjek kepada suatu barang atau nilai yang diberikan
manusia yang satu ke manusia lain. Sedangkan nilai inter-
subjektifadalah nilai yang merupakan hasil penilaian beberapa subjek
terhadap satu hal atau barang tertentu. Ketiga jenis nilai tersebu
terdapat dalam pancasila. Nilai objektif pancasila adalah nilai
ketuhanan, nilai kemanusiaan, nilai persatuan, nilai kerakyatan,dan
nilai keadilan. Sedangkan nilai subjektif pancasila adalah hasil
penilaian masyarakat terhadap pancasila, yaitu kebenaran,
kemanfaatan, kebaikan, maasing-masing subjek atau kelompok akan
berbeda-beda. Adapun nilai inter-subjekif pancasila adalah hasil
penilaian oleh beberapa orang atau kelompok terhadap pancasila, yang
biasanya akan melahirka suatu kebijakan.
Teori tentang nilai dapat dibagi menjadi dua yaitu nilai etika dan
estetika;
21
Bahrum, “ontologi, epistemology, dan aksiologi”, https//myactivity.google.com, diakses
pada 16 maret 2020 pukul 10:50.
16
a. Nilai etika Nilai etika diperuntukkan pada manusia saja, selain
manusia (binatang, benda, alam) tidak mengandung nilai etika,
karena itu tidak mungkin dihukum baik atau buruk.
b. Nilai estetika Merupakan nilai-nilai yang berhubungan dengan
kreasi seni ,dan pengalaman-pengalaman yang berhubungan
dengan seni atau kesenian. Kadang estetika diaartikan sebagai
filsafat seni dan kadang-kadang prinsip yang berhubungan
dengan estetika dinyatakan dengan keindahan. 22
22
Bahrum, “ontologi, epistemology, dan aksiologi”, https//myactivity.google.com, diakses
pada 16 maret 2020 pukul 10:50.
17
bangsa Indonesia, serta merupakan akulturasi budaya India (Hindu-
Budha), Barat (Kristen), Arab (Islam).
18
objek filsafat adalah segala sesuatu yang berwujud dalam sudut pandang
dan kajian yang mendalam (radikal).
19
5) keadilan, yaitu memberikan keadilan kepada diri sendiri dan orang
lain yang menjadi haknya.
23
Minto Rahayu, PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN Perjuangan Menghidupi Jati
Diri Bangsa, (Depok: Grasindo, 2007), hlm. 32
20
Pancasila dirumuskan oleh the founding father dan lahir dari ways
of life bangsa Indonesia, melalui penelitian dan penyelidikan kesepakatan
yang ada pada sidang BPUPKI.
Dalam pidatonya Bung Karno 1 Juli 1945 mengatakan, bahwa
mengenai pentingnya satu weltanschauung (alat pemersatu bangsa) lebih
kurang beliau mengatakan : “ we want to estabilished a state not for a
single individual or for one group even not for aristocration, but we want
to estabilished a state one for all and all for all”. Demikian pula
denganberbagai masukandari para The foundings Fathers kita yang lain
seperti Mr. Mohammad Yamin, Ki Hadi Bagoes Koesoemo, Mr.
Soepomo, dan lain-lain juga menghendaki adanya satu Phillosophy
Groundslag / filsafat dasar sebuah Negara, hingga diberikan nama
mengenai philosopy Groundslag / filsafat dasar Bangga dan Negara
Indonesia adalah Pancasila.
21
demikian konsekuensinya pancasila asas yang mutlak bagi adanya tertib
hukum indonesia yang pada akhirnya perlu di realisasikan dalam setian
aspek penyelenggaraan Negara.
Dalam pengertian inilah maka pancasila berkedudukan sebagai
sumber dari hukum dasar Indonesia, atau dengan kata lain pancasila
merupakan sumber tertib hukum indonesia yang tercantum dalam
ketentuan tertib hukum tertinggi. Yaitu pembukaan UUD 1945.
Pancasila sebagai dasar filsafat negara Indonesia pada hakikatnya
adalah sebagai nilai-nilainya yang bersifat fundamental menjadi suatu
sumber dari segala sumber hukum dalam negara Indonesia, menjadi wadah
fleksibel bagi faham-faham positif untuk berkembang dan menjadi dasar
ketentuan yang menolak faham-faham yang bertentangan seperti Atheisme
dan segala bentuk kekafiran tak beragama, Kolonialisme, Diktatorisme,
Kapitalisme, dan lain-lainnya.
1. Sila Pertama
24
Ristedikti, Pendidikan Pancasila Untuk Perguruan Tinggi, (Cetakan 1,2016) hal.170
22
sekian banyak agama di Indonesia. Dalam sila pertama ini telah mencakup
keempat sila lainnya. Hal yang berkaitan dengan pelaksanaan dan
penyelanggaraan negara, bahkan moral negara, moral penyelenggaraan
negara, politik negara, pemerintahan negara, hukum dan peraturan
perundang-undangan negara kebebasan hak asasi warga negara tidak boleh
melenceng dari sila Ketuhanan Yang Maha Esa.
2. Sila Kedua
3. Sila Ketiga
23
membentuk negara. konsekuensinya negara adalah beragam, tetapi satu,
mengikatkan diri pada suatu persatuan yang dilukiskan dalam suatu seloka
Bhinneka Tunggal Ika. Perbedaan bukan untuk diruncingkan menjadi
konflik dan permusuhan, melainkan diarahkan pada suatu sintesis yang
saling menguntungkan, yaitu persatuan dalam kehidupan bersama untuk
mewujudkan tujuan bersama.
4. Sila keempat
26
Mahpudin Noor dan Suparman, Pancasila, (Bandung:CV PUSTAKA SETIA, 2016)
hal.43-44
27
Ibid, hal.45
24
b. Menjunjung tinggi harkat dan martabat kemanusiaan;
c. Menjamin dan memperkokoh persatuan dan kesatuan dalan
kehidupan bersama;
d. Mengakui perbedaan individu, kelompok, ras, suku, dan agama
karena perbedaan merupakan suatu bawaan kodrat manusia;
e. Mengakui adanya persamaan hak yang melekat pada setiap
individu, kelompok, ras, suku, ataupun agama;
f. Mengarahkan perbedaan dalam suatu kerja sama kemanusiaan
yang beradab;
g. Menjunjung tinggi asas musyawarah sebagai moral kemanusiaan
yang beradab;
h. Menwujudkan dan mendasarkan keadilan dalam kehidupan
sosial agar tercapai tujuan bersama.
5. Sila Kelima
Ajaran pokok yang terkandung dalam sila keempat ini terwujud dalam
tiga aspek, yaitu keadilan distributif, keadilan legal, dan keadilan komulatif.
Adapun penjabarannya sebagai berikut:
25
BAB III
KESIMPULAN
26
DAFTAR PUSTAKA
27
Robert C. Solomon.1974. Existentialism :McGraw-Hill..
Robert Audi. 1995. The Cambridge Dictionary of Philosophy. United Kingdom:
Cambridge University Press.
Surnani Yassa.2018. Pendidikan Pancasila ditinjau dari perspektif filsafat, dalam Jurnal
Citizenship: Media Publikasi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan,1(1): 5
Stanford Encyclopedia of Philosophy, Rationalism vs. Empiricism,
https://id.wikipedia.org/wiki/Rasionalisme,( diakses pada 19 maret).
28