Tim Penyusun
Dr. drh. Masdiana C. Padaga, M.App.Sc
Dr. dra Med Vet Herawati, MP
Dr. drh Hario Puntodewo Siswanto, M.App.Sc
drh. Ajeng Erika P H, M.Si
drh. Ani Setianingrum, M.Sc
drh. Mira Fatmawati, M.Si
drh Widi Nugroho, Ph.D
Penyusun
Dr Drh Masdiana C Padaga, MappSc
Laboratorium Kesmavet
Fakultas Kedokteran Hewan
Universitas Brawijaya
2018
Nama : .............................
NIM : .............................
Kelas : .............................
Kelompok : .............................
KATA PENGANTAR
Tim Penyusun
1
DAFTAR ISI
2
BAB 1 PEMERIKSAAN TELUR
3
Alat dan Bahan : Alat peneropong telur (candler), pengukur kantung hawa
dan telur yang akan diperiksa.
Cara Kerja :
1. Telur diletakkan di depan alat peneropong telur (candler), kemudian
dengan menggunakan alat pengukur dihitung diameter dan tinggi kantung
hawa.
2. Pemberian grade atau kelas dilakukan dengan mengukur tinggi kantung
hawa yaitu kelas AA, kelas A, kelas B dan kelas C (Gambar 2.1).
Gambar 1.1. Berbagai Mutu Telur Diukur dari Tingginya Kantung Hawa.
Keterangan Gambar :
Kelas AA dengan tinggi kantung hawa 0,30 cm. Kelas A dengan tinggi
kantung hawa 0,60 cm. Kelas B dengan tinggi kantung hawa 0,75 cm. Kelas C
dengan tinggi kantung hawa telah mencapai 0,90 cm.
4
2. Pengujian Kualitas Telur setelah Dibuka
Kualitas telur secara keseluruhan ditentukan oleh kualitas isi dan kulit
telur. Oleh karena itu, penentuan kualitas telur dilakukan pada kedua bagian telur
tersebut. Kualitas telur sebelum keluar dari organ reproduksi ayam dipengaruhi
oleh faktor : kelas, strain, family, individu, pakan, penyakit, umur dan suhu
lingkungan. Kualitas telur sesudah keluar dari organ reproduksi dipengaruhi oleh
penanganan telur dan penyimpanan, meliputi : lama, suhu dan bau lingkungan
penyimpanan (Sudaryani, 2003).
Kerusakan telur dapat disebabkan oleh benturan atau kontaminasi
mikroorganisme yang dapat mempengaruhi isi telur. Pemeriksaan isi telur dapat
dilihat dari putih dan kuning telur.
a) Pemeriksaan Putih dan Kuning Telur
Prinsip : kebersihan, konsistensi putih telur, bentuk, posisi, dan kebersihan
kuning telur dapat dilihat dengan pancaindera.
Alat dan Bahan : Cawan petri besar, alkohol 70% dan telur yang akan
diperiksa.
Cara Kerja :
1. Kulit telur dibersihkan, kemudian didesinfeksi dengan alkohol 70%
dibagian lancip telur.
2. Kulit telur bagian lancip dibuka dan isi telur dituangkan kedalam cawan
petri steril.
3. Amati kebersihan dan konsistensi putih telur dan kuning telur, bentuk, dan
posisi.
4. Catat hasil pengamatan.
Keterangan :
a = Tinggi Kuning Telur (mm)
b = Diameter Kuning Telur (mm)
5
c) Indeks Putih Telur (Albumin Index)
Prinsip : Semakin tua umur telur, maka akan semakin lebar diameter putih
telur, sehingga semakin kecil indeks putih telur. Telur segar atau baru
memiliki indeks putih telur 0,050-0,174 dengan angka normal sebesar 0,090-
0,120.
Alat dan Bahan : Cawan petri besar, jangka sorong dan telur yang akan
diperiksa.
Cara Kerja : Pisahkan putih telur dari kuningnya, kemudian ukur tinggi dari
putih telur tebal (thick albumin). Hitung indeks putih telur dengan
menggunakan rumus :
Keterangan :
a = Tinggi Putih Telur Tebal (mm)
b = Diameter Rata-Rata Dari Tebal Putih Telur(mm)
b1 + b2
2
Gambar 1.2. Bentuk Telur Normal dan Perubahan pada Kantung Hawa
Sejalan Dengan Tambahnya Umur Telur.
Keterangan Gambar :
(A): bentuk telur normal, perbandingan antara panjang dan lebar telur = 5:4.
(B): kantung hawa kecil berarti telur masih baru dan baik mutunya. (C):
kantung hawa besar, telur telah lama dan mutunya turun.
6
melihat kesegaran telur didasarkan pada pengukuran tinggi putih telur kental
dan berat telur. Semakin tinggi nilai HU, maka menunjukkan bahwa kualitas
telur itu semakin baik.
Alat dan Bahan :Timbangan, cawan petri, gunting, micrometer, dan telur
yang akan diperiksa.
Cara Kerja :
1. Telur ditimbang beratnya dan dicatat.
2. Telur dipecah diatas cawan petri.
3. Ukur tebal atau tinggi putih telur dengan menggunakan mikrometer.
Pengukuran dibatas putih telur dan kuning telur.
4. Hitung HU menggunakan rumus :
HU : 100 log ( H + 7,57 - 1,7 W 0,37)
Keterangan :
HU = Haugh Unit
H = Tinggi Putih Telur (mm)
W = Berat Telur (gram)
7
BAB 2 PEMERIKSAAN DAGING
Daging sebagai bahan pangan yang dapat menambah dalam pemenuhan gizi,
juga perlu adanya keamanan dalam mengkonsumsinya. Banyaknya isu seperti
pemalsuan daging sapi yang disamarkan dengan daging celeng menyebabkan perlunya
kita untuk mempelajari macam-macam daging.
Tujuan pemeriksaan daging adalah:
1. Melindungi masyarakat dari penyakit yang disebabkan oleh makan daging yang
tidak sehat.
2. Mencegah pemalsuan daging.
3. Mencegah konsumen membeli daging yang inferior.
4. Melindungi ternak dari penyakit.
Cara membedakan macam-macam daging secara makroskopis :
Sapi
a.Daging anak sapi atau sapi muda
Pada umumnya pucat, kelabu putih sampai merah pucat dan menjadi tua.
Terdiri dari serabut-serabut halus.
Konsistensi lembek.
b. Daging sapi
Warna merah pucat.
Berserabut halus dan sedikit berlemak.
Konsistensi liat.
Bau dan rasa aromatis.
c.Daging sapi perah
Berwarna merah muda.
Terdapat lemak antara serabut daging berwarna kekuningan.
d. Daging banteng
Warna merah kehitaman, kering dan terdiri dari serabut tebal. Diantara serabut
terdapat sedikit lemak.
Lemak kelihatan putih dan padat.
Domba
Daging terdiri dari serabut halus yang sangat erat hubungannya.
Warna merah muda, kekenyalan cukup tinggi.
Banyak ditemukan lemak di muskulus dan sub-kutan, dengan warna putih.
Bau seperti domba atau ammonia.
Kambing
Daging lebih pucat dari daging domba.
8
Lemak menyerupai daging domba.
Kalau kambing dikuliti, selamanya akan melekat rambut pada sub-kutan.
Bau tidak enak.
Babi
Daging umumnya pucat hingga warna merah muda.
Muskulus punggung yang mengandung lemak umumnya kelihatan kelihatan
kelabu putih.
Serabut halus, konsistensi padat dan berbau spesifik.
Pada umur tua, daging berwarna lebih tua, sedikit lemak dan serabut kasar.
Apabila dimasak menjadi putih kelabu.
Kuda
Warna daging merah kehitaman hingga coklat, karena pengaruh udara dapat
berubah menjadi biru kehitaman.
Serabut otot halus dan panjang, konsistensi padat. Diantara serabut tidak
ditemukan lemak.
Bau dan rasa sedikit manis.
Lemak berwarna kuning emas dan konsistensi lembek.
Kerbau
Pada umumnya konsistensi liat karena disembelih umur tua.
Serabut otot kasar dan lemaknya putih.
Rasanya hampir sama dengan daging sapi.
9
3. Konsistensi daging tidak normal
Daging yang tidak sehat mempunyai kekenyalan rendah(jika ditekan dengan jari
akan terasa lunak), apalagi diikuti dengan perubahan warna yangtidak normal,
maka daging tersebut tidak layak dikonsumsi.
4. Daging busuk
Daging yang busuk dapat mengganggu kesehatan konsumen, karena
dapatmenyebabkan gangguan saluran pencernaan. Pembusukan dapat terjadi
karena penangananyang kurang baik pada waktu pendinginan, sehingga aktivitas
mikroba pembusuk meningkat,atau karena dibiarkan di tempat terbuka dalam
waktu relatif lama pada temperatur kamar,sehingga terjadi proses fermentasi oleh
enzim-enzim membentuk asam sulfida dan amonia.
b) Pemeriksaan pH
Prinsip : Pengukuran nilai pH dengan menggunakan pH meter berdasarkan
pencatatan tegangan listrik atau potensial listrik yang timbul dalam gelas
elektroda. Besarnya potensial ditentukan oleh konsentrasi ion hidrogen pada
bahan yang diukur.
Alat dan Bahan :Akuades, larutan pH standar, pisau, gunting, pinset, kertas
tisu, gelas piala, timbangan, blender, pH meter, gelas elektroda dan sampel
daging.
Cara Kerja :
Persiapan pH meter
Sebelum pengukuran, pH meter harus selalu dikalibrasi menggunakan
larutan standar. Pertama pH meter dikalibrasi dengan larutan standar ber-
pH 4,0, lalu dikalibrasi dengan larutan ber-pH 7,0 atau lebih tinggi. Setiap
selesai pencelupan atau pengukuran pada contoh, gelas elektroda harus
selalu dibilas dengan akuades kemudian dikeringkan dengan kertas tisu.
Persiapan sampel
Pengukuran nilai daging dapat dikukan dengan cara :
10
a. Pengukuran langsung : pH meter dengan stillet ditusukkan kedalam
sampel daging atau gelas elektroda biasa ditempelkan pada sampel
daging sebelum diiris.
b. Ekstrak daging : satu bagian sampel daging dicampur dengan 10 bagian
akuades, kemudian dihomogenkan. Setelah itu gelas elektroda
dimasukkan kedalamnya.
Pengukuran
a. Setelah elektroda pH meter dimasukkan kedalam sampel, biarkan
sampai nilai pH terbaca konstan.
b. Lakukan pengukuran pH dua kali pada tempat yang berbeda
c. Nilai pH diperoleh dari rata-rata kedua hasil pengukuran.
11
Alat dan Bahan :reagen Eber (1 bagian HCl + 3 bagian alkohol 96% + 1
bagian eter), tabung reaksi, sumbat karet yang dilengkapi lidi, gunting, pinset
dan sampel daging.
Cara Kerja :
1. Sepotong kecil sampel daging kira-kira sebesar kacang tanah ditusukkan
pada kawat dari sumbat tabung, sehingga daging tergantung diatas
permukaan reagen.
2. 5 ml reagen Eber dituang ke dalam tabung reaksi (kira-kira tidak akan
membasahi sampel daging di lidi jika sampel daging tersebut dimasukkan
ke dalam tabung)
3. Sampel daging dimasukkan ke dalam tabung reaksi secara perlahan dan
sesegera mungkin.
4. Amati hasi reaksi :
Interpretasi :
Reaksi positif jika terbentuk awan putih sekitar daging.
Reaksi negatif tidak terbentuk awan putih.
b) Uji Postma
Prinsip :Gas NH3 yang dihasilkan pada awal proses pembusukan daging
biasanya masih terikat pada beberapa bahan kimia, dengan proses pemanasan
dan penambahan MgO maka akan membebaskan NH3 dari ikatan tersebut. Gas
yang bersifat basa ini, kemudian akan ditangkap oleh kertas lakmus dan
mengubahnya menjadi warna biru.
Alat dan Bahan :MgO, akuades, kertas saring, kertas lakmus merah, pinset,
gunting, erlenmeyer, corong, cawan petri, pipet, timbangan, penangas air dan
sampel daging.
Cara Kerja :
1. Buat ekstrak daging : 1 bagian sampel daging dicampur dengan 10 bagian
akuades lalu dihomogenkan. Kemudian disaring dan diambil filtratnya.
2. 100 mg MgO dimasukkan ke dalam cawan petri. Kemudian tambahkan 10
ml filtrat kedalamnya. Pada permukaan tutup bagian dalam cawan petri
direkatkan kertas lakmus merah yang dibasahi dengan akuades. Tutup
cawan petri dan isinya dihomogenkan.
3. Letakkan cawan petri pada waterbath pada suhu 50°C selama 5 menit lalu
angkat.
4. Amati perubahan warna kertas lakmus merah di bagian dalam cawan petri.
Reaksi positif kertas lakmus berwarna biru.
Reaksi negatif kertas lakmus berwarna merah.
Reaksi dubius kertas lakmus berwarna merah-biru.
12
c) Uji H2S
Prinsip :Gas H2S yang dihasilkan pada awal pembusukan akan bereaksi
dengan Pb-asetat dan akan menghasilkan PbS yang berwarna hitam
kecoklatan.
Alat dan Bahan :H2S, Pb asetat, kertas saring, pinset, gunting, cawan petri
dan sampel daging.
Cara Kerja :
1. Sampel daging dipotong kecil-kecil dan dimasukkan ke dalam cawan petri.
2. Cawan petri ditutup dengan kertas saring kemudian diatas kertas saring
ditetesi Pb asetatbeberapa tetes (± 6 tetes). Selanjutnya cawan petri ditutup.
3. Interpretasi hasil :
Reaksi positif warna hitam kecoklatan disekitar tetesan Pb asetat (ada
H2S).
Reaksi negatif tidak terdapat warna hitam kecoklatan (tidak ada H2S).
13
b) Pemeriksaan Cooking Loss
Prinsip :Selama pemanasan, protein daging akan terdenaturasi sehingga
susunan selulernya akan rusak. Hal tersebut akan mempengaruhi daya ikat air
dalam daging. Air dari daging akan keluar selama pemanasan.
Alat dan Bahan :Kantong plastik, termometer, kertas tisu, air, timbangan,
penangas air dan sampel daging.
Cara Kerja :
1. Sampel daging dipotong, ditimbang dan dicatat (a gram) kemudian
dimasukkan kedalam kantong plastik bersama dengan termometer yang
ditusukkan kedalam daging. Hilangkan udara di dalam plastik lalu ikat
dengan tali.
2. Panaskan air (75°C) kemudian kantong plastik tersebut dimasukkan
kedalam air panas dan diamkan selama 50 menit. Selanjutnya, alirkan air
dari kran diatas kantong plastik selama 40 menit.
3. Sampel daging dikeluarkan dan air dipermukaan sampel daging
dikeringkan dengan kertas tisu (jangan ditekan cukup ditempelkan).
Selanjutnya, ditimbang kembali dan dicatat (b gram).
4. Hitung Cooking Loss dengan menggunakan rumus sebagai berikut :
Cooking Loss (%) =
14
positif menunjukkan adanya warna ungu-merah lembayung pada batas antara
kedua larutan.
Definisi Susu
Susu adalah hasil pemerahan dari ternak sapi perah atau dari ternak menyusui
lainnya yang diperah secara kontinyu dan komponen-komponennya tidak dikurangi
dan tidak ditambahkan bahan-bahan lain. Susu segar merupakan cairan yang berasal
dari ambing sapi sehat dan bersih, yang diperoleh dengan cara pemerahan yang benar,
yang kandungan alaminya tidak dikurangi atau ditambah sesuatu apapun dan belum
mendapat perlakuan apapun. Secara fisiologis, susu merupakan sekresi kelenjar
ambing sebagai makanan dan proteksi imunologis bagi bayi mamalia.
Susu sebagai pangan asal hewan, bersifat mudah rusak (perishable food). Oleh
karena itu dibutuhkan pengawasan kesehatan susu dengan melakukan pemeriksaan
kualitas susu. Pemeriksaan susu adalah suatu tindakan teknis untuk mengetahui dan
menentukan kualitas susu sebagai bahan makanan yang sehat bagi konsumen
15
Cara Pengambilan, Penanganan, dan Penyimpanan Sampel Susu Untuk
Pengujian Mikrobiologis Harus Memperhatikan Hal-Hal Berikut Ini :
a) Sampel susu dapat diambil dari pengantar susu, peternak bahkan produksi
pengolahan susu dan harus mewakili kondisi yang sebenarnya. Jika diambil
langsung dari sapinya, maka diambil dari kwartir dari pancaran pertama. Waktu
pengambilan sesuai dengan kepentingan pemeriksaan.
b) Umur sampel susu tidak boleh kurang dari 3 jam setelah pemerahan. Hal ini
disebabkan kondisi sampel susu belum stabil (belum terjadi pengeluaran gas,
pembekuan lemak, protein belum stabil dan suhu susu masih tinggi).
c) Alat-alat yang digunakan untuk penyimpanan dan pemeriksaan mikrobiologi
harus bersih.
d) Cara mempersiapkan sampel susu harus benar, jangan sampai terjadi perubahan
dan pengurangan bagian-bagian tertentu dari sampel susu, yang akan
menghasilkan penilaian yang salah.
Persiapan Peralatan
Alat yang digunakan untuk pengambilan dan penanganan setiap jenis sampel
susu harus ditulis. Untuk tujuan pemeriksaan kimia, peralatan dan wadah sampel susu
harus kering dan bersih. Tidak boleh ada bau dan rasa yang asing.
Pada pengambilan sampel susu untuk tujuan pemeriksaan mikrobiologis,
semua peralatan harus bersih dan steril. Cara sterilisasi dapat dengan cara sebagai
berikut :
1. Sterilisasi dengan uap panas, menggunakan oven bersuhu 160-170oC selama 2
jam.
2. Sterilisasi menggunakan autoclave bersuhu 120oC selama 15 menit.
3. Alat direndam pada air panas bersuhu 100oC selama 30 detik dan harus langsung
digunakan.
4. Alat direndam dalam alkohol 70% dan dibakar atau dipanaskan dengan api
sekejap sebelum dipakai.
Cara yang digunakan bergantung pada jenis, bentuk dan ukuran alat serta jenis
pemeriksaan yang akan dilakukan.
16
1. Warna Susu. yang baik adalah putih kekuning-kuningan. Warna putih
karena adanya penyebaran butiran-butiran koloid lemak, kalsium kaseinat
(dispersi koloid yang tidak tembus cahaya). Sedangkan warna kekuning-
kuningan pada susu adalah adanya karoten dan riboflavin. Apabila terjadi
perubahan warna pada susu seperti kebiruan disebabkan karena adanya
penambahan air atau pengurangan lemak. Warna kemerahan pada susu
terjadi karena susu mengandung darah dari sapi penderita mastitis.
2. Bau. Lemak susu sangat mudah menyerap bau dari sekitarnya, seperti bau
hewan asal susu perah. Susu memiliki bau yang aromatis, hal ini
disebabkan adanya perombakan protein menjadi asam-asam amino. Bau
susu akan lebih nyata jika susu dibiarkan beberapa jam, terutama pada
suhu kamar. Kandungan laktosa yang tinggi dan kandungan klorida rendah
diduga menyebabkan susu berbau seperti garam.
3. Rasa. Susu menjadi terasa pahit oleh kuman pembentuk pepton. Rasa
lobak disebabkan karena kuman coli. Susu memiliki rasa sabun
disebabkan oleh Bacillus lactis saponacei. Rasa tengik disebabkan oleh
kuman-kuman asam mentega.
4. Uji Konsistensi (Kekentalan). Susu yang sehat memiliki konsistensi baik,
hal ini terlihat tidak adanya butiran-butiran pada dinding tabung setelah
tabung digoyang, susu yang baik akan membasahi dinding tabung dengan
tidak akan memperlihatkan bekas berupa lendir atau butiran-butiran yang
lama menghilang. Susu yang konsistensinya tidak normal (berlendir)
disebabkan oleh kegiatan enzim atau penambahan asam, biasanya kuman
kokus yang berasal dari air, sisa makanan atau alat-alat susu.
Alat dan Bahan : Tabung reaksi dan sampel susu.
Cara Kerja : Tabung reaksi diisi dengan sampel susu sebanyak 5 ml. Setelah
itu, dengan latar belakang putih diamati warna. Kemudian, dicium baunya dan
dicatat. Kekentalan susu dapat diamati dengan menggoyang-goyangkan tabung
reaksi, perhatikan kecepatan turunnya susu dan adanya butiran, lendir, dan
sebagainya. Untuk pertimbangan kesehatan pemeriksa, susu harus dididihkan
dulu sebelum dilakukan uji rasa.
b) Uji Kebersihan
1. Alat penyaring dengan menggunakan corong kaca dan kapas penyaring.
Aduk sampel susu terlebih dahulu.
2. Tuang sampel susu sebanyak 100 ml secara perlahan-lahan melewati
corong penyaring ke labu erlemmeyer. Ambil kapas penyaring dan amati
kotoran menggunakan kaca pembesar
17
3. Kotoran dapat berupa : bulu sapi, rumput, sisa makanan, bagian-bagian
feses, semut, darah, nanah, pasir, dan sebagainya. Penilaian kebersihan
berupa bersih, sedikit kotor, kotor, dan kotor sekali.
c) Uji Kesegaran Susu
Uji Alkohol
Prinsip : Uji alkohol digunakan untuk mengetahui derajat keasaman susu.
Kestabilan sifat koloid susu tergantung pada selubung air (micelle casein
phosphate), yang menyelubungi butiran-butiran protein terutama kasein (80%
dari protein susu). Pada susu asam, adanya titik isoelektris akan mempengaruhi
kestabilan dari selubung air, sehingga garam-garam Ca dan Mg akan mudah
melepaskan diri dari ikatannya secara pelan dan masuk kedalam larutan.
Alkohol yang tinggi yang ditambahkan kedalam susu menyebabkan susu
pecah, karena alkohol memiliki daya dehidrasi sehingga selubung air akan
didehidrasi dan protein susu akan dikoagulasikan.
Alat dan Bahan :Tabung reaksi, alkohol 70% dan sampel susu.
Cara Kerja :
Uji ini dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu :
1. Satu bagian sampel susu ditambahkan alkohol 70% sama banyak,
kemudian dikocok. Sampel susu yang diuji akan pecah pada keasaman
susu >9°SH.
2. 1 bagian sampel susu ditambahkan 2 bagian alkohol 70% kemudian
dikocok dengan kuat. Sampel susu yang diuji akan pecah pada keasaman
susu >8,0°SH.
3. Interpretasi :Hasil positif ditunjukkan dengan adanya gumpalan.
Nilai pH
pH = - log [H+], yaitu intensitas asamnya. Pengukuran pH susu dengan
menggunakan pH meter. Siapkan sampel susu pada beker glass, masukkan pH
meter untuk susu pada bagian gelas elektroda dan lakukan pembacaan pH.
Nilai pH susu segar adalah 6,30-6,75.
18
gram CoSO4.7H2O, dilarutkan dalam aquadest sampai 100 ml) sebagai zat
warna standart untuk memastikan bahwa reaksi pengikatan asam dalam susu
oleh NaOH telah mencapai titik netral, buret skala 0,05-0,1 ml, 2 buah labu
erlenmeyer 50 ml, pipet berskala dan sampel susu.
Cara Kerja : Ke dalam labu Erlenmeyer masing-masing diisikan 50 ml
sampel susu. Tambahkan 2 ml phenolphthalein. Salah satu labu erlenmeyer
dititrasi dengan larutan 0,25N NaOH hingga terbentuk warna merah muda
yang tetap apabila dikocok. Hitung jumlah ml NaOH yang terpakai untuk
titrasi.
Sebagai warna pembanding, susu di dalam labu Erlenmeyer kedua ditambah
dengan 1 ml larutan cobalt sulfat. Warna standart ini hanya dapat dipakai
maksimum 3 jam. Setelah 3 jam harus diganti yang baru.
Cara perhitungan
Derajat Soxhlet Henkel adalah jumlah 0,25 N NaOH dikalikan 2.
Uji Didih
Prinsip : Uji didih dilakukan untuk mengetahui dengan cepat derajat
keasaman susu. Kestabilan kasein susu berkurang jika susu menjadi asam,
sehingga susu yang tidak baik akan pecah atau menggumpal apabila
dipanaskan sampai mendidih (pemanasan suhu tinggi). Susu pecah pada uji
didih juga dapat ditemukan pada susu asam, kolostrum atau akibat perubahan
fisiologis pada sapi.
Alat dan Bahan : Tabung reaksi, pembakar bunsen, penjepit kayu, dan sampel
susu.
Cara Kerja :
1. Tabung reaksi diisi dengan 5 ml sampel susu kemudian dengan
menggunakan penjepit dipanaskan sampai mendidih.
2. Interpretasi Hasil : Hasil positif ditunjukkan dari adanya gumpalan atau
butiran-butiran halus pada dinding tabung.
19
Prinsip : Adanya penambahan air dalam susu dapat menyebabkan berat jenis,
kadar lemak dan bahan kering tanpa lemak menurun. Sedangkan titik beku
susu akan meningkat.
Alat dan Bahan : Cawan porselin, erlenmeyer 500 ml, penangas air, kertas
saring, larutan CaCl2 20%, larutan H2SO4, diphenilamin, akuades dan sampel
susu.
Cara Kerja : Penambahan air dalam susu dapat diuji secara kimia dengan
membuktikan adanya nitrat.
1. Membuat serum kalsium khlorida dari susu : membuat larutan CaCl2 20%
(20 gram CaCl2 dilarutkan dalam 80 ml akuades) : tambahkan 150 ml
sampel susu dengan 1,25 ml larutan CaCl2didalam erlenmeyer dan
dikocok. Panaskan didalam air yang mendidih selama 20 sampai 30 menit.
Dinginkan selama 30 menit.
2. Membuktikan adanya nitrat : 0,5 gram diphenilamin didalam campuran
100 ml H2SO4 dan 20 ml akuades. Larutan tersebut sebanyak 2 ml
dimasukkan kedalam cawan porselin. Tambahkan 0,5 ml serum kalsium
khlorida dari susu perlahan-lahan sehingga tidak tercampur. Reaksi positif
apabila terbentuk cincin biru.
20
dengan inti konsentris. Butir amilum ini akan lebih jelas lagi terlihat
apabila perbesaran dipertinggi.
c) Penambahan Santan
Prinsip : Ukuran butiran lemak santan tidak homogen. Adanya ukuran butir-
butir lemak dalam susu yang tidak homogen menunjukkan adanya
penambahan lemak bukan susu. Penambahan santan dalam susu menyebabkan
berat jenis menurun, sedangkan kadar lemak meningkat.
Alat dan Bahan : Pipet, gelas objek, cover glassdan mikroskop
Cara Kerja : Sama dengan pengujian mikroskopis terhadap penambahan air
tajin.
Hasil : ukuran butir lemak susu homogen, teratur dan kecil, sedangkan ukuran
butiran lemak besar.
Akibatnya
Pemalsuan
% Lemak Titik
Susu Dengan : BJ % lemak % BK
dari BK beku
Air Turun Turun Turun Tetap Naik
Skim milk Naik Turun Turun Turun Tetap
Mengurangi
Naik Turun Turun Turun Tetap
krim
Mengurangi Turun/
Turun Turun Turun Naik
krim + skim tetap/naik
21
Alat dan Bahan : Tabung Butirometer Gerber, rak tempat Butirometer
Gerber, penangas air, sentrifus, pipet otomatis 10 ml, 1 ml dan 11 ml, kain
lap, sumbat karet, larutan H2SO4 pekat 90-91%, larutan amylalkohol,
sampelsusu penuh (whole milk)
Cara Kerja :
1. ButirometerGerber ditegakkan pada rak kemudian diisi dengan 10 ml
H2SO4 pekat 91% dengan pipet otomatis.
2. Tambahkan 10,75 ml sampel susu yang sudah diaduk sebelumnya melalui
dinding tabung supaya cairan tetap terpisah.
3. Tambahkan 1 ml amylalkohol dan tabung Butirometer Gerber disumbat
dengan karet. Bungkus ButirometerGerber dengan lap karena saat
mengocok akan timbul panas.
4. Kocok membentuk angka delapan dengan ibu jari memegang sumbat karet
sampai terbentuk warna coklat kehitaman.
5. Masukkan ButirometerGerber kedalam sentrifus dan disentrifugasi pada
1200 rpm selama 5 menit.
6. Butirometer Gerber direndam didalam penangas air suhu 65°C selama 5
menit dengan posisi sumbat karet berada di bawah.
7. Kadar lemak (larutan berwarna kekuningan) dibaca pada bagian berskala
(dinyatakan dalam %, yang berarti jumlah gram lemak dalam 100 gram
susu).
BKTL = BK-L
Keterangan :
BKTL : kadar bahan kering tanpa lemak (%)
L : kadar lemak (%)
22
Prinsip : Dengan proses netralisasi dan penambahan asam oksalat jenuh, maka
penambahan formalin dapat menyebabkan terbentuknya gugusan dimetinol.
Sehingga gugusan amino sudah terikat dan tidak akan mempengaruhi gugusan
karboksil (asam) dengan NaOH (basa), sehingga jumlah NaOH yang dipakai
setara dengan persentase protein susu.
Alat dan Bahan : Erlenmeyer 100 ml, gelas piala, pipet 1 ml, 5 ml dan 25 ml,
buret,akuades, larutan K2C2O7.H2O, larutan phenolphthalein 2%, NaOH 0,1 N,
larutan formalin 35% dan sampel susu.
Cara Kerja :
1. 25 ml sampel susu dimasukkan kedalam erlenmeyer 100 ml kemudian
tambahkan 2 tetes larutan phenolphthalein 2% dan 1 ml larutan
K2C2O7.H2O. Diamkan larutan selama 2-3 menit.
2. Titrasi larutan dengan NaOH 0,1 N hingga terlihat warna standar (merah
jambu) yang tetap.
3. Setelah terlihat warna standar pada larutan, tambahkan kedalamnya 5 ml
larutan formalin dan lanjutkan titrasi menggunakan NaOH 0,1 N hingga
terlihat kembali warna standar yang tetap. Catat sebagai titrasi kedua
(V1).
4. Buatlah titrasi blanko sebagai berikut : masukkan 25 ml akuades kedalam
erlenmeyer 100 ml kemudian tambahkan 0,25 ml larutan phenolphthalein
2% dan 1 ml larutan K2C2O7.H2O serta dan 5ml larutan formalin.
Selanjutnya, titrasi dengan larutan NaOH 0,1 N. Catat sebagai titrasi
blanko(V2).
5. Perhitungan kadar protein (%) :
Titrasi terkoreksi (titrasi formol) adalah titrasi kedua (jumlah NaOH
yang dipakai pada titrasi kedua) dikurangi titrasi blanko (jumlah NaOH
yang dipakai pada titrasi blanko). Untuk mengetahui persentase protein
harus dilakukan percobaan serupa menggunakan larutan yang sudah
diketahui kadar proteinnya.
23
Keterangan : L = Kadar Lemak
24
Warnai dengan methylen blue Loffler dengan cara meneteskan di atas
preparat susu.
Masukkan kedalam larutan alkohol 96% untuk menghilangkan sisa zat
warna yang tidak melekat.
5. Hitung jumlah sel somatis menggunakan mikroskop dengan pembesaran
1000 kali.
6. Jumlah sel somatis dapat dihitung dengan menggunakan rumus :
Keterangan :
F = Faktor Mikroskop
B = Rataan Jumlah Sel Somatis dari 10-30 lapang pandang
25
BAB 4 PEMERIKSAAN MIKROBIOLOGI
Pengujian mikroba pada pangan, baik pada bahan baku, selama proses, dan produk
akhir dilaksanakan dalam rangka pengawasan keamanan dan mutu pangan. Selain itu
pengujian mikroba dapat diterapkan untuk mengetahui keadaan lingkungan tempat
pengolahan atau penanganan pangan. Pengujian mikrobiologis terhadap sampel susu
dapat dilakukan dengan Metode Total Plate Count (TPC) = Standard Plate Count
(SPC) = Viable Plate Count = Aerobic (Mesophilic) Count = Hitungan Cawan
Jika sel mikroba yang masih hidup ditumbuhkan pada media agar, maka mikroba
tersebut akan berkembang biak dan membentuk koloni yang dapat dilihat langsung
dengan mata telanjang. Mikroba yang tumbuh sebagai gambaran populasi mikroba
yang terdapat dalam sampel tersebut.
Jumlah koloni yang tumbuh dinyatakan dengan Colony Forming Unit (CFU) per-gram
atau per-ml atau luasan tertentu dari sampel. Ketepatan metode ini dipengaruhi oleh
beberapa faktor antara lain :
Media dan kondisi inkubasi (ketersediaan oksigen, suhu dan waktu inkubasi).
Kemampuan pemeriksa untuk mengenal koloni.
Kelelahan.
Peralatan, pelarut dan media yang kurang steril serta ruang kerja yang tercemar.
Pengocokan pada saat pengenceran kurang sempurna.
Adanya artifak yang sulit dibedakan dengan koloni.
Kesalahan menghitung koloni dan perhitungan yang kurang tepat terhadap koloni
yang menyebar atau sangat kecil.
Metode hitungan cawan dapat dilakukan dengan dua cara yaitu metode tuang (pour
plate method) dan metode permukaan atau metode sebar (surface or spread plate
method).
26
Gambar 2.1. Metode Spread Plate.
Cara kerja
Metode yang digunakan adalah cara tuang (pour plate method).
a. Timbanglah 25 gram contoh dan masukkan ke dalam kantong plastic steril.
b. Tambahkan larutan BPW 0,1% (dari 225 ml) secukupnya ke dalam
kantong plastic yang berisi contoh.
c. Masukan campuran yang telah di buat ekstrak ke dalam sisa larutan BPW
0,1% (menjadi pengenceran 1: 10 atau 10-1)
d. Lakukan pengenceran decimal dengan cara memindahkan 1 ml dari larutan
10-1 ke dalam 9 ml larutan BPW 0,1%. Lakukan pengenceran deseimal
selanjutnya dengan cara yang sama (10-2 ,10-3 dan seterusnya).
e. Pupuklah dari masing-masing pengenceran dengan cara memasukan 1 ml
ke dalam cawan petri steril yang telah diberi label sebelumnya, sesuai
dengan angka pengenceran.
f. Tuangkan 10-15 ml PCA (suhu 44 – 46oC) ke dalam masing-masing cawan
petri tersebut, lalu dihomogenkan isinya secara berlahan (perhatikan cairan
jangan keluar dari cawan petri). Biarkan agar memadat.
g. Setelah media agar memadat, masukkan cawan petri ke dalam posisi
terbalik (untuk mencegah koloni yang menyebar). Inkubasi pada suhu dan
waktu yang sesuai.
h. Inkubasikan pada suhu 35oC selama 48±3 jam. Untuk produk susu,
inkubasi dilakukan pada suhu 32oC selama 48±3 jam
27
Cara Menghitung Jumlah Mikroba :
Jumlah mikroba dapat dihitung dengan mengalikan jumlah koloni yang
tumbuh pada media agar dengan pengencerannya. Jika dilakukan duplo maka
jumlah koloni dari cawan dibagi 2.
Contoh : koloni mikroba yang diperoleh 60 dan 64 dari pengenceran 1/10-5
secara duplo, maka jumlah koloni/ml = (60+64)/2 x 1 X 10-5= 62 x 105 cfu/ml.
2. Pemupukan duplo
Hitung kedua cawan petri yang berisi koloni berjumlah 25-250, kemudian
buatlah rata-ratanya. Walaupun hanya 1 cawan petri dari pengenceran
duplo yang menunjukkan jumlah 25-250 (cawan petri yang kedua
menunjukkan jumlah koloni lebih kecil atau lebih besar dari 25-250,
namun tidak menyebar), jumlahkan keduanya dan buatlah rata-rata
(Lampiran 2, nomor contoh 1112 dan 1114). Jika tingkat pengenceran
(dari 2 tingkat pengenceran seri secara desimal) pada perlakukan duplo
menunjukkan jumlah koloni 25-250, maka lihat aturan butir c.
28
pengenceran terendah, maka buatlah nilai rata-rata keduanya (Lampiran 2
nomor contoh 1002, 1003, 1111, 1115, 1116 dan 1117).
7. Koloni menyebar
Terdapat 3 macam koloni menyebar, yaitu :
Koloni menyebar membentuk rantai yang tidak dapat dipisahkan atau
dibedakan yang disebabkan adanya disintegrasi kelompok bakteri
(bacterial clump) ketika inokulum didispersikan kedalam media. Jika
satu atau lebih rantai tampak berasal dari sumber berbeda maka
29
hitunglah setiap rantai sebagai satu koloni. Jangan menghitung setiap
individu koloni dalam rantai sebagai koloni terpisah.
Koloni menyebar pada selaput atau lapisan air (film of water) diantara
dasar cawan petri dan bagian bawah media dan jenis ketiga adalah
koloni menyebar pada selaput air di tepi atau pinggiran atau bagian atas
media. Kedua jenis tersebut terjadi akibat adanya akumulasi uap air
pada titik asal koloni menyebar dan koloni tersebut menekan
pertumbuhan koloni-koloni lainnya.
Jika larutan pengencer tersebar secara merata dalam cawan petri, maka
tidak akan membentuk koloni menyebar.
Jika koloni menyebar melebihi 25% luas cawan petri maka dilaporkan sebagai
‘’kecelakaan laboratorium’’. Sedangkan jika kurang dari 25%, mak hitung
setiap koloni sebagai satu koloni dan seluruh koloni lain yang tumbuh
(Lampiran 2, nomor contoh 1008 dan 1010).
Cara kerja
a. Kerjakan tahapan seperti metode hitungan cawan dengan metode tuang.
b. Setelah agar VRB memadat, tuangkan lagi 2-4 ml agar VRB cair 45-48oC
(overlay) di atas permukaan agar yang telah memadat sebelumnya, biarkan
memadat kembali.
c. Setelah agar lapisan memadat, cawan dibalik dan diinkubasi pada 35oC
selama 18-24 jam. Untuk produk susu, inkubasi dilakukan pada suhu 32oC.
Cara perhitungan
a. Hitunglah semua koloni berwarna merah keunguan yang dikelilingi oleh
zona merah (diameter koloni umumnya 0,5 mm atau lebih).
b. Cawan petri yang digunakan dalam perhitungan jumlah koloni 30-100 (jika
jumlah jumlah koloni lebih besar 100, maka biasanya diameter koloni
koliform lebih kecil dari 0,5 mm)
30
c. Cara perhitungan selanjutnya sama seperti metode hitungan cawan.
Sebenarnya hasil yang didapat adalah jumlah presumatif koliform per ml
atau per gram contoh.
31
LAMPIRAN
32
Lampiran 2. Penyesuaian Berat Jenis Susu Yang Diperoleh Dengan Pemeriksaan
Pada Suhu Tertentu (toC) Kepada Berat Jenis Pada Suhu 27,5oC
20°C 21°C 22°C 23°C 24°C 25°C 26°C 27°C 27,5°C 28°C 29°C 30°C
256 254 252 250 248 246 244 241 1,0240 239 236 233
266 264 262 263 258 255 253 251 1,0250 249 246 243
278 276 274 272 270 268 266 264 1,0260 259 256 253
291 287 285 282 280 277 275 272 1,0270 269 266 263
301 298 296 292 290 288 285 282 1,0280 279 276 273
311 309 306 303 301 297 295 292 1,0290 289 286 283
320 318 316 313 311 308 305 302 1,0300 299 296 292
331 329 327 324 321 318 315 312 1,0310 309 306 302
344 341 338 335 332 329 326 323 1,0320 319 316 312
354 351 384 345 342 339 335 333 1,0330 329 326 322
364 361 358 355 352 349 346 346 1,0340 339 335 332
374 371 368 365 362 359 356 353 1,0350 349 345 342
33
Lampiran 2. Contoh Perhitungan Jumlah Koloni
Jumlah Koloni
Nomor Jumlah Mikroorganisme
Pengenceran Rasio Aturan
sampel (cfu/g/ml)
1:100 1:1000
1001 234 23 - 23000 1
1002 243 34 1,4 29000 3
1003 140 32 2,3 14000 3
1004 Menyebar 31 - 31000 1,8
1005 0 0 - < 100 est 6
1006 TBUD 7150 - > 5 600 000 est 7
1007 18 2 - 1800 est 5
1008 Menyebar Menyebar - Menyebar 8
1009 325 20 - 33000 est 4,7
1010 27 215 - Kec. Lab 8
1011 305 42 - 42 000 1
1012 243 Kec. Lab - 24 000 1,8
1013 TBUD 840 - 840 000 est 7
1111 228 28 1,2 25 000 2,3
240 26
1112 175 16 - 19 000 2
208 17
1113 239 16 - 28 000 2
328 19
1114 275 24 - 30 000 2
280 35
1115 138 42 2,4 15 000 2,3
162 30
1116 240 28 1,1 24 000 2,3
228 23
1117 224 28 1,4 24 000 2,3
180 Menyebar
1118 287 23 - 28 000 est 4,8
23 19
1119 18 2 - 1700 5
16 0
1120 0 0 - < 100 est 6
34
LAPORAN PRAKTIKUM
HIGIENE MAKANAN
Nama : ……………………………………..
NIM :……………………………………....
PENDAHULUAN
Sebutkan pengujian apa saja yang dilakukan dalam rangka melakukan penjaminan
keamanan pangan asal hewan
2 Daging
3 Susu
35
(…………………………………….) (…………………………………….)
LAPORAN PRAKTIKUM
HIGIENE MAKANAN
Nama : ……………………………………..
NIM :……………………………………....
No Pemeriksaan Hasil
1 Kondisi kerabang
- Bentuk
- Kehalusan
- Ketebalan
- Keutuhan
- Kebersihan
2 Kondisi kantung udara
- Kedalaman kantong udara
- Kebebasan bergerak
3 Perendaman air garam
Pembahasan
Kesimpulan
Malang, ……………………… 2020
Mengetahui,
Asisten Praktikum Praktikan
36
(…………………………………….) (…………………………………….)
LAPORAN PRAKTIKUM
HIGIENE MAKANAN
Semester Genap 2019 / 2020
Nama : ……………………………………..
NIM :……………………………………....
Pembahasan
Kesimpulan
(…………………………………….) (…………………………………….)
37
LAPORAN PRAKTIKUM
HIGIENE MAKANAN
Semester Genap 2019 / 2020
Nama : ……………………………………..
NIM :……………………………………....
No Pemeriksaan Hasil
1 Organoleptik daging
- Konformasi
- Warna
- Perubahan warna
2 Kesegaran daging
- pH
3 Kesempurnaan pengeluaran darah
Pembahasan
Kesimpulan
(…………………………………….) (…………………………………….)
38
LAPORAN PRAKTIKUM
HIGIENE MAKANAN
Semester Genap 2019 / 2020
Nama : ……………………………………..
NIM :……………………………………....
No Pemeriksaan Hasil
1 Uji Eber
2 Uji postma
3 Uji H2S
Pembahasan
Kesimpulan
39
(…………………………………….) (…………………………………….)
LAPORAN PRAKTIKUM
HIGIENE MAKANAN
Semester Genap 2019 / 2020
Nama : ……………………………………..
NIM :……………………………………....
No Pemeriksaan Hasil
1 Drip Loss
2 Cooking Loss
Pembahasan
Kesimpulan
(…………………………………….) (…………………………………….)
40
LAPORAN PRAKTIKUM
HIGIENE MAKANAN
Semester Genap 2019 / 2020
Nama : ……………………………………..
NIM :……………………………………....
No Pemeriksaan Hasil
1 Pengujian formalin
2 Pengujian boraks
Pembahasan
Kesimpulan
(…………………………………….) (…………………………………….)
41
LAPORAN PRAKTIKUM
HIGIENE MAKANAN
Semester Genap 2019 / 2020
Nama : ……………………………………..
NIM :……………………………………....
No Pemeriksaan Hasil
1 Organoleptik susu
- warna
- bau
- rasa
- kekentalan
2 Pengujian kebersihan susu
3 Pengujian pH
4 Pengujian BJ susu
5 Uji kesegaran susu
- Uji didih
- Uji alkohol
- Uji keasaman susu
Pembahasan
Kesimpulan
(…………………………………….) (…………………………………….)
42
LAPORAN PRAKTIKUM
HIGIENE MAKANAN
Semester Genap 2019 / 2020
Nama : ……………………………………..
NIM :……………………………………....
No Pemeriksaan Hasil
1 Pengujian BJ Susu
2 Pemalsuan dengan air
Pembahasan
Kesimpulan
43
(…………………………………….) (…………………………………….)
44
LAPORAN PRAKTIKUM
HIGIENE MAKANAN
Semester Genap 2019 / 2020
Nama : ……………………………………..
NIM :……………………………………....
No Pemeriksaan Hasil
1 Pengujian BJ
3 Pengujian protein
4 Pengujian BK
5 Pengujian BKTL
Pembahasan
Kesimpulan
(…………………………………….) (…………………………………….)
45
46
LAPORAN PRAKTIKUM
HIGIENE MAKANAN
Semester Genap 2019 / 2020
Nama : ……………………………………..
NIM :……………………………………....
No Pemeriksaan Hasil
1 Pengujias mastitis secara langsung
- Uji breed
Pembahasan
Kesimpulan
(…………………………………….) (…………………………………….)
47
LAPORAN PRAKTIKUM
HIGIENE MAKANAN
Semester Genap 2019 / 2020
Nama : ……………………………………..
NIM :……………………………………....
No Pemeriksaan Hasil
1 Total bakteri pada daging menggunakan metode
hitungan cawan
Pembahasan
Kesimpulan
(…………………………………….) (…………………………………….)
48
LAPORAN PRAKTIKUM
HIGIENE MAKANAN
Semester Genap 2019 / 2020
Nama : ……………………………………..
NIM :……………………………………....
No Pemeriksaan Hasil
1 Bangunan dan desain RPH
3 Pemeriksaan antemortem
4 Pemeriksaan postmortem
5 Pengolahan limbah
Pembahasan
Kesimpulan
(…………………………………….) (…………………………………….)
49
50
LAPORAN PRAKTIKUM
HIGIENE MAKANAN
Semester Genap 2019 / 2020
Nama : ……………………………………..
NIM :……………………………………....
No Pemeriksaan Hasil
1 Bangunan dan desain RPH
3 Pemeriksaan antemortem
4 Pemeriksaan postmortem
5 Pengolahan limbah
Pembahasan
Kesimpulan
(…………………………………….) (…………………………………….)
51
52
DAFTAR PUSTAKA
Lukman, D.W dkk. 2015. Penuntun Praktikum Higiene Pangan Asal Hewan. Bagian
Kesehatan Masyarakat Veteriner. Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan
Kesmavet. Fakultas Kedokteran Hewan IPB. Bogor.
Lukman, D.W dkk. 2009. Penuntun Praktikum Higiene Pangan Asal Hewan. Bagian
Kesehatan Masyarakat Veteriner. Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan
Kesmavet. Fakultas Kedokteran Hewan IPB. Bogor.
Prawesthirini, S dkk. 2001. Analisis Kualitas Susu dan Daging. Bagian Kesehatan
Masyarakat Veteriner. Fakultas Kedokteran Hewan Unair. Surabaya.
Stadelman, W.J and Cotterill, O.J. 1995. Egg Science and Technology. 4th ed. Food
Product Press.
53
54
Filename: 20200131 Penuntun Praktikum Higiene Makanan 2019 2020
Directory: C:\Users\User\Documents
Template:
C:\Users\User\AppData\Roaming\Microsoft\Templates\Normal.do
tm
Title:
Subject:
Author: MIRA
Keywords:
Comments:
Creation Date: 1/31/2020 3:30:00 PM
Change Number: 4
Last Saved On: 1/31/2020 3:45:00 PM
Last Saved By: Windows User
Total Editing Time: 6 Minutes
Last Printed On: 1/31/2020 3:45:00 PM
As of Last Complete Printing
Number of Pages: 56
Number of Words: 9,275 (approx.)
Number of Characters: 52,869 (approx.)