Anda di halaman 1dari 27

BAB I

PENDAHULUAN

Anestesi dan reanimasi telah berhasil memungkinkan sesorang dilakukan


pembedahan tanpa siksaan dan rasa nyeri. Dewasa ini, anestesi dan reanimasi
telah jauh berkembang semenjak ditemukan pertama kali oleh Morton pada tahun
1846. Mulai dari zat-zat yang dipakai, alat-alat dan mesin anestesi, hingga teknik
anestesi yang memungkinkannya jenis dan lama pembedahan yang lebih maju.
Anestesi dan reanimasi juga berkembang sesuai dengan tuntutan kebutuhan
kelompok umur pediatrik. Anestesi dan reanimasi pediatrik sendiri dapat dibagi
menjadi empat kelompok umur yaitu neonatus, bayi, anak pra sekolah dan anak
usia sekolah.1
Kelompok umur ini mempunyai kebutuhan dan karakteristik yang sangat
berbeda dengan orang dewasa. Hal ini dapat dilihat dari perbedaan anatomi,
fisiologi, psikologi, dan biokimia yang berbeda. Dari segi anatomi, jalan nafas
anak-anak terlebih neonatus dan bayi jauh lebih kecil daripada orang dewasa.
Mukosa jalan nafas juga lebih mudah teriritasi sehingga dapat membahayakan
jalan nafas. Permasalahan juga ditambah dengan lidah yang besar sehingga
cenderung menutup jalan nafas saat dalam pengaruh anestesi. Belum matangnya
organ-organ seperti hati, jantung, otak dan ginjal pada neonatus dan bayi juga
merupakan masalah tersendiri yang dapat menyebabkan tingginya mortalitas dan
morbiditas pediatrik dalam pengaruh anestesi.1

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi dan Fisiologi Pediatri


2.1.1 Anatomi dan Fisiologi Respirasi
Perbedaan anatomi dalam jalan nafas pada bayi membuat teknik jalan napas
menjadi lebih sulit dibandingkan remaja atau orang dewasa. Jalan napas bayi
berbeda dalam lima cara: (1) Relatif besar ukuran lidah bayi sehubungan dengan
orofaring meningkatkan kemungkinan obstruksi jalan napas dan kesulitan teknis
selama laringoskopi. (2) Laring terletak lebih tinggi di leher (setinggi
C4 versus C6 pada orang dewasa) sehingga membuat bilah lurus lebih bermanfaat
daripada pisau melengkung. (3) Epiglotis berbentuk berbeda, pendek dan gemuk
dan miring di atas laring; Oleh karena itu bilah laringoskop lebih sulit. (4) Pita
suara miring, sehingga tabung endotrakeal yang dilewati dapat dengan mudah
masuk ke dalam anterior commissure daripada meluncur ke trakea dan (5)
Laring bayi berbentuk corong, bagian tersempit terjadi pada
tulang rawan krikoid. Pada orang dewasa, pembukaan glotis adalah
bagian tersempit dari laring.2
Perbedaan-perbedaan ini yaitu kepala dan lidah yang besar, epiglotis bergerak
dan posisi anterior laring, karakteristik neonatus, membuat intubasi trakea lebih
mudah dengan kepala neonatus dalam posisi netral atau sedikit posisi tertekuk
dibandingkan dengan kepala hiperekstensi.2

Gambar 2.1 Anatomi jalan napas pada pasien anak

2
Penyulit sistem respirasi merupakan penyebab utama morbiditas dan
mortalitas anestesi pediatri. Karena itu pemahaman fisiologi sistem pernapasan
dan pengaruh anestesi terhadap sistem pernapasan harus diketahui oleh pemberi
pelayanan anestesi pediatri. Paru mulai tumbuh pada usia gestasi minggu ketiga,
terminal bronchioli lengkap pada minggu ke 16, differensiasi pneumosit tipe I dan
dan II pada minggu 20-22, dan surfaktan mulai diproduksi pada minggu ke 24. 3
Transisi dari sistem kardiorespirasi yang terjadi saat fetus dilahirkan meliputi:
Penyerapan cairan dalam alveoli ke pembuluh limfe dan digantikan udara napas:
arteri umbilikalis konstriksi akan meningkatkan tekanan darah sistemik sehingga
foramen ovale akan menutup : alveoli yang terkembang akan menyebabkan
kapiler sekitar alveoli dilatasi sehingga tahanan vascular turun dan membuat darah
arteri pulmonalis yang sebelumnya mengalir ke duktus arteriosus akan mengarah
ke paru untuk oksigenasi.4,5
Kontrol pernapasan berasal dari medula ventrolateral dan dimodulasi oleh
kemoreseptor sentral yang memberikan respons terhadap CO2 pH darah arteri dan
cairan serebrospinal, dan kandungan oksigen darah (PaO2). Pada bayi prematur,
imaturitas sistem konrol ventilasi menyebabkan pusat pernapasan kurang
memberikan respons terhadap CO2 ph darah arteri dan cairan serebrospinal, dan
kandungan oksigen darah (PaO2). Pada bayi prematur, imaturitas sistem kontrol
ventilasi menyebabkan pusat pernapasan kurang memberikan respons terhadap
CO2, sedangkan pada bayi yang sehat respons terhadap CO2 lebih besar
dibanding orang dewasa. Tumpulnya rangsang ventilasi terhadap hiperkapnia juga
terjadi pada bayi yang sakit.3
Respons ventilasi terhadap hipoksia tergantung pada CO2 dan bersifat
bifasik.Pada awalnya hipoksia meningkatkan ventilasi.Jika hipoksia
berkepanjangan maka terjadi penurunan rangsang ventilasi. Jika hipoksia
berkepanjangan maka terjadi penurunan rangsang ventilasi. Depresi ventilasi
akibat hipoksia dapat terjadi pada berbagai usia anak. Penyulit tersebut terutama
harus diantisipasi pada saat anestesi pasien neonates premature hingga bayi.3
Anatomi neonatus dan bayi secara proporsional memiliki kepala dan lidah
relative besar disbanding remaja dan orang dewasa. Lubang hidung kecil 50%

3
resistensi jalan nafas berada di tingkat nasal, posisi laring lebih anterior dan
sefalad, posisi glottis pada level korpus vertebrae C4 sedangkan dewasa pada
level C6.3 Epiglotis neonatus dan bayi lebih panjang, selain itu leher dan trakea
pendek. Kondisi anatomi tersebut menyebabkan pernapasan neonatus dan bayi
harus melalui lubang hidung (obligate nasal breather) sampai usia sekitar 5 bulan.
Kartilago krikoid merupakan jalan napas yang tersempit dari neonatus dan bayi
sampai usia 5 tahun. Pada orang dewasa, jalan nafas tersempit berada di glottis
(pita suara).3
Edema mukosa jalan nafas setebal 1 mm berdampak pada penurunan diameter
trakea awal yang lebih kecil. Penyulit pernapasan yang paling sering terj adi pada
anestesi anak adalah spasme laring.3 Penyulit tersebut terutama pada anak dengan
infeksi saluran nafas atas dan kepekaan jalan nafas atas yang sering ditemukan
pada fase penyembuhan infeksi saluran nafas atas.5

2.1.2 Sistem Sirkulasi


Estimasi volume darah pada neonatus dan bayi adalah sekitar 85 mL/kg dan
lebih tinggi pada bayi prematur (95 mL/kg) dengan nilai hematokrit neonatus dan
bayi berisar antara 45-65 %. Komposisi cairan pada neonatus dan bayi adalah 75-
80% dari berat badan dimana sebanyak 30% berada di ekstraselular, 40% di
intraselular, dan sekitar 5% di plasma. Semakin bertambah umur, komposisi
semakin menyerupai orang dewasa dimana komposisi cairan sekitar 60% dari
berat badan. Hemoglobin yang terdapat pada bayi terlebih neonatus kebanyakan
adalah hemoglobin fetal (HbF) yang mempunyai afinitas oksigen yang lebih
tinggi daripada hemoglobin dewasa (HbA). Hal ini membuat oksigen lebih susah
untuk ditransfer ke jaringan dalam tubuh.3,6,7
Seiring berjalannya waktu, jumlah HbF akan berkurang dan HbA akan
meningkat dimana kadar hemoglobin terendah pada saat usia 3 bulan dan HbA
menggantikan HbF seluruhnya pada usia sekitar 6 bulan. Pada neonatus dan bayi
reaksi pembuluh darah masih sangat kurang, sehingga keadaan kehilangan darah,
dehidrasi dan kelebihan volume juga sangat kurang ditoleransi. Manajemen cairan
pada neonatus dan bayi harus dilakukan dengan cermat dan teliti. Tekanan sistolik

4
merupakan indikator yang baik untuk menilai sirkulasi volume darah dan
dipergunakan sebagai parameter yang adekuat terhadap penggantian volume.
Autoregulasi aliran darah otak pada bayi baru lahir tetap terpelihara normal pada
tekanan sistemik antara 60-130 mmHg. Frekuensi nadi neonatus dan bayi antara
80-160 dengan rata-rata 120 kali/menit dengan tekanan darah sekitar 80/60
mmHg.4,5 Sedangkan tekanan darah dan frekuensi nadi pada anak-anak bervariasi
menurut umur dan semakin lama semakin sama dengan orang dewasa seiring
dengan bertambahya usia (Tabel 2.1).3,6,7

Tabel 2.1. Parameter Tanda Vital pada Pasien Pediatrik


Umur Frekuensi Frekuensi Sistol Diastol
Napas Jantung (mmHg) (mmHg)
Neonatus 40-60 120-160 60-80 40-60
Bayi 30-40 100-140 70- 90 50-70
Anak 2-5 th 25-30 80-120 80-100 60-75
> 6 th 18-25 70-110 90-110 70-80

Aktivasi dari sistem saraf parasimpatik, overdosis anestesi, ataupun hipoksia


dapat memicu bradikardi secara cepat meskipun denyut nadi pada bayi lebih cepat
dan mengurangi cardiac output yang dapat menyebabkan hipotensi, asistol, hingga
kematian intraoperative. Sesitivitas jantung terhadap rangsangan parasimpatis,
obat anestesi seperti opioid dan volatile neonatus dan bayi dapat disebabkan oleh
belum matangnya jantung, sistem saraf simpatik, dan reflek baroreseptor. Untuk
itu monitor kardiovaskular harus dilakukan secara hati-hati.3,6,7

2.1.3 Anatomi dan Fisiologi Kardiovaskular


Volume sekuncup neonatus dan bayi tidak dapat meningkat karena ventrikel
kiri yang imatur dan kaku, oleh sebab itu curah jantung tergantung pada frekuensi
denyut jantung.3 Aktivasi system saraf parasimpatis akibat hipoksia atau kelebihan
dosis obat anestesi akan berakibat bradikardia yang berarti penurunan cardiac
output.4 Kondisi bayi yang memerlukan pembedahan daruratbdan lama sering
mengalami bradikardia, hipotensi, asistol, dan kematian perioperative. System

5
saraf simpatis dan reflex baroreseptor masih imatur. Jantung yang masih imatur
sensitif terhadap pengaruh depresi obat anestesi inhalasi dan golongan opioid.
Kemampuan infant merespons vasokontriksi sebagai kompensasi terhadap kondisi
hipovolemia juga lemah.8

2.1.4 Sistem Ekskresi dan Elektrolit


Filtrasi glomerulus hanya sekitar 30% dibanding orang dewasa akibat belum
matangnya ginjal neonatus. Fungsi tubulus juga belum matang sehingga resorbsi
terhadap natrium, glukosa, fosfat organic, asam amino dan bikarbonat juga
rendah. Fungsi ginjal akan berangsur matang pada puncaknya sekitar umur 8
tahun. Karena rendahnya filtrasi flomerulus, kemampuan mengekskresi obat-
obatan juga menjadi diperpanjang. Oleh karena ketidakmampuan ginjal untuk
menahan air dan garam, penguapan air, kehilangan abnormal atau pemberian air
tanpa sodium dapat dengan cepat jatuh pada dehidrasi berat dan
ketidakseimbangan elektrolit terutama hiponatremia. Pemberian cairan dan
perhitungan kehilangan atau derajat dehidrasi diperlukan kecermatan lebih
dibanding pada orang dewasa. Begitu pula dalam hal pemberian elektrolit, yang
biasa disertakan pada setiap pemberian cairan.6,7
Perhitungan kebutuhan cairan per jam pada pasien pediari menggunakan
aturan “4 - 2 - 1” , dimana 4 ml/kgBB/jam untuk 10 kg pertama, ditambah 2
ml/kgBB/jam untuk 10 kg kedua, dan ditambah 1 ml/kgBB/jam untuk sisa berat
badan.6,7

2.1.5 Sistem Saraf


Myelinisasi pada neonatus belum sempurna dan akan matang dan lengkap
pada usia 3-4 tahun. Jadi saat neonatus, otak sangat sensitive terhadap keadaan
keadaan hipoksia. Perkembangan yang belum sempurna pada neuromuscular
junction dapat mengakibatkan kenaikan sensitifitas dan lama kerja dari obat
pelumpuh otot non depolarizing.7
Syaraf simpatis belum berkembang dengan baik sehingga aktivitas
parasimpatis lebih dominan, yang mengakibatkan kecenderungan terjadinya reflex

6
vagal (mengakibatkan bradikardia; nadi <110 kali/menit) terutama pada saat bayi
dalam keadaan hipoksia maupun bila ada stimulasi daerah nasofaring. Sirkulasi
bayi baru lahir stabil setelah berusia 24-48 jam. Belum sempurnanya mielinisasi
dan kenaikan permeabilitas blood brain barrier akan menyebabkan akumulasi
obatobatan seperti barbiturat dan narkotik, dimana mengakibatkan aksi yang lama
dan depresi pada periode pasca anestesi.7
Sisa dari blok obat relaksasi otot dikombinasikan dengan zat anestesi
intravena dapat menyebabkan kelelahan otot-otot pernafasan, depresi pernafasan
dan apnoe pada periode pasca anestesi. Setiap keadaan bradikardia harus dianggap
berada dalam keadaan hipoksia dan harus cepat diberikan oksigenasi. Kalau
pemberian oksigen tidak menolong baru dipertimbangkan pemberian sulfas
atropin.7

2.2 Anestesi
Anestesia pediatri merupakan anestesi pada pasien anak-anak yang dapat
dibagi menjadi 4 kelompok umur yaitu neonatus (bayi usia konsepsi 44 minggu
atau usia kalender sampai 28 hari), bayi (sampai 12 bulan), anak (1-12 tahun), dan
remaja (13-18 tahun).3
Anestesi pada pasien pediatri memerlukan perhatian dan kebutuhan khusus
dimana anak-anak bukan merupakan miniatur dari orang dewasa namun
merupakan kelompok individu yang mempunyai anatomi, fisiologi, psikologi dan
biokimia yang berbeda dari orang dewasa. Kebutuhan dan karakteristik juga
berbeda pada masing-masing kelompok umur pasien pediatrik. Ditambah lagi
pasien pediatri mempunyai risiko morbiditas dan mortalitas yang lebih tinggi
daripada orang dewasa.1

2.2.1 Jenis Jenis Anestesi Umum


Anestesi umum ialah suatu keadaan yang ditandai dengan hilangnya persepsi
terhadap semua sensasi akibat induksi obat. Dalam hal ini, selain hilangnya rasa
nyeri, kesadaran juga hilang. Obat anestesi umum dapat diberikan secara inhalasi
dan secara intravena.9

7
2.2.1.1 Anestesi Inhalasi
Anestesi inhalasi merupakan suatu anestesi yang menggunakan inhalan berupa
gas. Obat anestesi inhalasi yang sering digunakan saat ini adalah N2O, halotan,
enfluran, isofluran, desfluran, sevofluran. Agen ini dapat diberikan dan diserap
secara terkontrol dan cepat, karena diserap serta dikeluarkan melalui paru-paru
(alveoli). Mekanisme kerja obat inhalasi ditentukan oleh ambilan paru, difusi gas
dari paru ke darah dan distribusi ke organ. Sedangkan konsentrasi uap obat
anestetik dalam alveoli ditentukan oleh konsentrasi inspirasi, ventilasi alveolar,
koefisien gas darah, curah jantung, dan perfusi.9
1. Dinitrogenoksida (N2O)
N2O merupakan gas yang tidak berwarna, berbau manis dan tidak
iritatif, tidak berasa, lebih berat dari udara, tidak mudah terbakar/meledak,
dan tidak bereaksi dengan soda lime absorber (pengikat CO2). Mempunyai
sifat anestesi yang kurang kuat, tetapi dapat melalui stadium induksi
dengan cepat, karena gas ini tidak larut dalam darah. Gas ini tidak
mempunyai sifat merelaksasi otot, oleh karena itu pada operasi abdomen
dan ortopedi perlu tambahan dengan zat relaksasi otot. Terhadap SSP
menimbulkan analgesi yang berarti. Depresi nafas terjadi pada masa
pemulihan, hal ini terjadi karena Nitrous Oksida mendesak oksigen dalam
ruangan-ruangan tubuh. Hipoksia difusi dapat dicegah dengan pemberian
oksigen konsentrasi tinggi beberapa menit sebelum anestesi selesai.
Penggunaan biasanya dipakai perbandingan atau kombinasi dengan
oksigen. Penggunaan dalam anestesi umumnya dipakai dalam kombinasi
N2O : O2 adalah sebagai berikut 60% : 40% ; 70% : 30% atau 50% : 50%.9

2. Halotan
Pada nafas spontan rumatan anestesia sekitar 1-2 vol % dan pada nafas
kendali sekitar 0,5 – 1 vol % yang tentunya disesuaikan dengan respon
klinis pasien. Halotan menyebabkan vasodilatasi serebral, meninggikan
aliran darah otak yang sulit dikendalikan dengan teknik anestesia
hiperventilasi, sehingga tidak disukai untuk bedah otak. Kebalikan dari

8
N2O, halotan analgesinya lemah, anestesinya kuat, sehingga kombinasi
keduanya ideal sepanjang tidak ada kontraindikasi.9

3. Enfluran
Induksi dan pulih anestesi lebih cepat dibandingkan halotan.Efek
depresi nafas lebih kuat, depresi terhadap sirkulasi lebih kuat, dan lebih
iritatif dibandingkan halotan, tetapi jarang menimbulkan aritmia. Efek
relaksasi terhadap otot lurik lebih baik dibandingkan halotan.9

4. Isofluran
Dapat menurunkan laju metabolisme otak terhadap oksigen, tetapi
meninggikan aliran darah otak dan tekanan intrakranial, namun hal ini
dapat dikurangi dengan teknik anestesia hiperventilasi, sehingga banyak
digunakan untuk bedah otak. Efek terhadap depresi jantung dan curah
jantung minimal, sehingga digemari untuk anesthesia teknik hipotensi dan
banyak digunakan pada pasien dengan gangguan koroner.9

5. Sevofluran
Merupakan halogenasi eter. Induksi dan pulih dari anestesi lebih cepat
dibandingkan dengan isofluran. Baunya tidak menyengat dan tidak
merangsang jalan nafas, sehingga digemari untuk induksi anestesia
inhalasi di samping halotan. Efek terhadap kardiovaskular cukup stabil,
jarang menyebabkan aritmia. Efek terhadap sistem saraf pusat sama seperti
isofluran dan belum ada laporan toksik terhadap hepar. Setelah pemberian
dihentikan sevofluran cepat dikeluarkan oleh badan. Belum ada laporan
yang membahayakan terhadap tubuh manusia.9

2.2.1.2 Anestesi Intravena


Induksi intravena paling banyak dikerjakan dan digemari, apalagi sudah
terpasang jalur vena, karena cepat dan menyenangkan. Induksi intravena
hendaknya dikerjakan dengan hati-hati, perlahan-lahan, lembut dan terkendali.

9
Obat induksi bolus disuntikkan dalam kecepatan antara 30-60 detik. Selama
induksi anestesia, pernapasan pasien, nadi, dan tekanan darah harus diawasi dan
selalu diberikan oksigen. Induksi cara ini dikerjakan pada pasien yang kooperatif.9
1. Barbiturate: Contohnya pentothal atau sodium thiopenthon ialah obat
anestesi intravena yang bekerja cepat (short acting). Bekerja
menghilangkan kesadaran dengan blockade sistem sirkulasi
(perangsangan) di formasio retikularis. Barbiturate menghambat pusat
pernafasan di medula oblongata. Tidal volume menurun dan kecepatan
nafas meninggi dihambat oleh barbiturate tetapi tonus vascular meninggi
dan kebutuhan oksigen badan berkurang, curah jantung sedikit menurun.
Barbiturate tidak menimbulkan sensitisasi jantung terhadap katekolamin.9
2. Propofol
Propofol (2,6-diisoprophylphenol) adalah campuran 1% obat dalam air
dan emulsi yang berisi 10% soya bean oil, 1,2% phosphatide telur dan
2,25% glyserol. Dosis yang dianjurkan 2,5 mg/kgBB untuk induksi tanpa
premedikasi. Propofol memiliki kecepatan onset yang sama dengan
barbiturat intravena lainnya, namun pemulihannya lebih cepat dan pasien
dapat diambulasi lebih cepat setelah anestesi umum. Selain itu, secara
subjektif, pasien merasa lebih baik setelah postoperasi karena propofol
mengurangi mual dan muntah postoperasi. Propofol digunakan baik
sebagai induksi maupun mempertahankan anestesi dan merupakan agen
pilihan untuk operasi bagi pasien rawat jalan. Obat ini juga efektif dalam
menghasilkan sedasi berkepanjangan pada pasien dalam keadaan kritis.
Penggunaan propofol sebagai sedasi pada anak kecil yang sakit berat
(kritis) dapat memicu timbulnya asidosis berat dalam keadaan terdapat
infeksi pernapasan dan kemungkinan adanya skuele neurologik.9
Pemberian propofol (2mg/kg) intravena menginduksi anestesi secara
cepat. Rasa nyeri kadang-kadang terjadi di tempat suntikan, tetapi jarang
disertai plebitis atau trombosis. Anestesi dapat dipertahankan dengan infus
propofol yang berkesinambungan dengan opiat, N2O dan/atau anestetik
inhalasi lain. 9

10
Propofol dapat menyebabkan turunnya tekanan darah yang cukup
berarti selama induksi anestesi karena menurunnya resitensi arteri perifer
dan venodilatasi. Propofol menurunkan tekanan arteri sistemik kira-kira
80% tetapi efek ini disebabkan karena vasodilatasi perifer daripada
penurunan curah jantung. Tekanan sistemik kembali normal dengan
intubasi trakea.9
Propofol dapat bermanfaat bagi pasien dengan gangguan kemampuan
dalam memetabolisme obat-obat anestesi sedati yang lainnya. Propofol
tidak merusak fungsi hati dan ginjal. Aliran darah ke otak, metabolisme
otak dan tekanan intrakranial akan menurun. Keuntungan propofol karena
bekerja lebih cepat dari tiopental dan konvulsi pasca operasi yang
minimal.9
Propofol merupakan obat induksi anestesi cepat. Obat ini
didistribusikan cepat dan dieliminasi secara cepat. Hipotensi terjadi
sebagai akibat depresi langsung pada otot jantung dan menurunnya
tahanan vaskuler sistemik. Propofol tidak mempunyai efek analgesik.
Dibandingkan dengan tiopental waktu pulih sadar lebih cepat dan jarang
terdapat mual dan muntah. Pada dosis yang rendah propofol memiliki efek
antiemetik.9
Efek samping propofol pada sistem pernafasan adanya depresi
pernafasan, apnea, bronkospasme, dan laringospasme. Pada sistem
kardiovaskuler berupa hipotensi, aritmia, takikardi, bradikardi, hipertensi.
Pada susunan syaraf pusat adanya sakit kepala, pusing, euforia,
kebingungan, dll. Pada daerah penyuntikan dapat terjadi nyeri sehingga
saat pemberian dapat dicampurkan lidokain (20-50 mg).9
3. Ketamin
Derivat fensiklidin yang menghasilkan anestesi disosiatif yang
menyerupai keadaan kataleptik dimana mata pasien tetap terbuka dengan
nistagmus lambat. Pada saat yang sama pasien tidak dapat berkomunikasi,
terjadi amnesia dan analgesia yang sangat baik. Ketamin meningkatkan
tekanan darah sistolik 23% dari baseline, denyut jantung meningkat,

11
kadang-kadang timbul aritmia, serta menimbulkan hipersekresi. Mula
kerja 30 detik pada IV, 2-4 menit pada IM. Lama kerja pada IV 10-20
menit, tetapi memerlukan waktu 60-90 menit untuk berorientasi penuh.
Waktu paruh 7-11 menit. Kadar plasma tertinggi pada IV 1 menit, pada IM
5 menit. Dosis bolus untuk induksi intravena ialah 1-2 mg/kg dan untuk
intramuscular 3-10 mg. Efek analgesik dicapai dengan dosis sub anestetik
0,2-0,5 mg/kg IV. Ketamin dikemas dalam cairan bening kepekatan 1% (1
ml= 10mg), 5% (1 ml = 50 mg) dan 10% (1 ml = 100 mg).9
4. Opioid
Opioid (morfin, petidin, fentanil, sufentanil) untuk induksi diberikan
dosis tinggi. Opioid tidak mengganggu kardiovaskular, sehingga banyak
digunakan untuk induksi pasien dengan kelainan jantung. Untuk anestesia
opioid digunakan fentanil dosis induksi 20-50 mg/kg dilanjutkan dengan
dosis rumatan 0,3-1 mg/kg/menit.9
5. Benzodiazepin
yang digunakan sebagai anestetik ialah diazepam, lorazepam, dan
midazolam. Benzodiazepine juga digunakan untuk medikasi pra-anestetik
(sebagai neurolepanalgesia) dan untuk mengatasi konvulsi yang
disebabkan oleh anestetik lokal dalam anestetik regional. Digunakan untuk
induksi anesthesia, kelompok obat ini menyebabkan tidur, mengurangi,
cemas, dan menimbulkan amnesia anterograd (setelah pemberian
midazolam IM, IV), tetapi tidak berefek analgesic. Efek pada SSP ini
dapat diatasi dengan antagonisnya, flumazenil.9
a) Midazolam
Obat induksi jangka pendek atau premedikasi, pemeliharaan
anestesi, bekerja cepat dan karena transformasi metaboliknya cepat
dan lama kerjanya singkat, bekerja kuat menimbulkan sedasi dan
induksi tidur. Kemasan suntik 1 mg/ml, 5 mg/ml. Mula kerja 30
detik-1 menit IV, 15 menit IM. Efek puncak pada IV 3-5 menit, IM
15-30 menit. Lama kerja 15-80 menit IV/IM. Konsentrasi plasma
maksimum dicapai dalam 30 menit. Midazolam menyebabkan

12
tekanan darah menurun, lebih rendah dari diazepam, penurunan
sistolik maksimal 15%, yang disebabkan oleh vasodilatasi perifer.
Efek depresi pernafasan minimal. Juga menurunkan metabolisme
O2 di otak dan aliran darah ke otak. Dosis pre medikasi 0,03-0,04
mg/kg IV, sedasi 0,5-5 mg/kg IV, induksi 0,1-0,4 mg/kgbb IV.9

b) Diazepam
obat yang berkhasiat ansiolitik, sedatif, relaksasi otot,
antikonvulsi dan amnesia..Waktu paruh 20-50 jam, tergantung
fungsi liver. Dibandingkan dengan barbiturate, efek anestesi
diazepam kurang memuaskan karena mula kerjanya lambat dan
masa pemulihannya lama. Diazepam digunakan untuk berbagai
macam intervensi (menimbulkan sedasi basal sebelum dilakukan
pengobatan utama), meringankan kecemasan, anxietas atau stress
akut, dan prosedur seperti berkurangnya ingatan, juga untuk
induksi anestesia terutama pada penderita dengan penyakit
kardiovaskular. Diazepam juga digunakan untuk medikasi
preanestetik dan untuk mengatasi konvulsi. Menyebabkan tidur dan
penurunan kesadaran yang disertai nistagmus dan bicara lambat,
tetapi tidak berefek analgesik. Dosis premedikasi 10-20 mg IM,
induksi 0,3-0,6 mg/kgBB IV. Anak-anak 0,1-0,2 mg/kgBB 1 jam
sebelum induksi. Dewasa dan remaja 2-20 mg/kg IM/IV
tergantung indikasi dan beratnya gejala. Kemasan suntik 5 mg/ml.
Injeksi dilakukan secara lambat ± 0,5-1 ml/menit, karena
pemberian terlalu cepat dapat menimbulkan apnoe.9

2.2.2 Tatalaksana Anestesi pada Pasien Pediatrik


2.2.2.1 Evaluasi dan Persiapan pra Anestesi
1. Evaluasi dan Persiapan
Sebelum anestesi dan pembedahan dilaksanakan, keadaan hidrasi,
elektrolit, asam basa harus berada dalam batas-batas normal atau
mendekati normal. Heteroanamnesis dari orang tua, penilaian keadaan

13
umum dan fisik, serta menilai masalah anestesi yang akan dialami juga
harus dilakukan. Pemeriksaan tambahan yang rutin dilakukan adalah darah
lengkap dan faal hemostatis, sdangkan pemeriksaan lain sesuai dengan
kebutuhan. Transportasi neonatus dari ruang perawatan ke kamar bedah
sedapat mungkin menggunakan incubator yang telah dihangatkan.
Peralatan anestesi neonatus bersifat khusus. Tahanan terhadap aliran gas
harus rendah, anti obstruksi, ringan dan mudah dipindahkan. Biasanya
digunakan system anestesi semi-open modifikasi system pipa T dari Ayre
yaitu peralatan dari Jackson-Rees. Untuk anestesi yang lama, gas-gas
anestetik dihangatkan, dilembabkan dengan pelembab listrik. Pada
kelompok anak pra sekolah dan usia sekolah, kunjungan anestesi
dilakukan selain untuk menilai keadaan umum, keadaan fisik, mental, dan
menilai masalah yang akan dihadapi penderita, juga merupakan
kesempatan untuk mendapatkan kepercayaan anak tersebut sehingga
mengurangi kecemasan anak.7,10

2. Puasa
Puasa yang lama menyebabkan dehidrasi dan hipoglikemia. Lama
puasa yang dianjurkan adalah stop ASI 4 jam dan pemberian air jernih 2
jam sebelum anestesi untuk umur < 6 bulan. Stop ASI 6 jam dan
pemberian air jernih 3 jam sebelum anestesi untuk umur 6-36 bulan. Untuk
>36 bulan dengan cara stop ASI 8 jam dan pemberian air jernih 3 jam
sebelum anestesi. Untuk anak yang sudah lebih besar, puasa seperti orang
dewasa yaitu 6-8 jam.7,10

3. Infus
Infus dipasang untuk memenuhi kebutuhan cairan karena puasa,
mengganti cairan yang hilang akibat trauma bedah, akibat perdarahan, dll.
Cairan pemeliharaan/pengganti karena puasa diberikan dalam waktu 3
jam, jam I 50% dan jam II, III maing-masing 25%. Kecukupan hidrasi
dapat dipantau melalui produksi urin (>0,5ml/kgBB/jam). Untuk

14
pemeliharaan digunakan preparat D5% dalam NaCl 0,225% untuk anak <
2 tahun dan preparat D5% dalam NaCl 0,45 % untuk anak > 2 tahun.11

4. Persiapan Kamar Operasi


Persiapan kamar operasi merupakan hal yang esensial, dan tergantung
pada ukuran tubuh dan status fisik pasien, metode induksi, dan rencana
airway manajemen. Mesin anestesi harus diperiksa terlebih dahulu dan
ventilator diatur sesuai tubuh pasien, ukuran face mask yang sesuai, dan
juga oral airway. Laringoskop harus di cek apakah berfungsi dengan baik,
dan ukuran blade yang sesuai harus dipersiapkan. Obat obatan, tube trakea,
stylet yang sesuai juga merupakan hal yang esensial dalam persiapan.
Peralatan untuk resusitasi, obat-obat emergensi juga harus dipersiapkan.
Karena permukaan tubuh anak lebih besar daripada dewasa, sehingga
cenderung untuk terjadi hipotermi, suhu di ruangan operasi tentu harus
disesuaikan, dan alat pemanas dapat disediakan untuk dapat menjaga suhu
pasien.10,12

5. Keberadaan Orang Tua Pasien


Keberadaan orang tua di sisi pasien, merupakan salah satu cara untuk
menghilangkan kecemasan pada pasien, selain dengan menggunakan obat-
obatan. Banyak rumah sakit yang telah menyediakan video tentang
petunjuk baik bagi sang pasien ataupun orang tuanya, tentang apa dan
bagaimana persiapan preoperative yang sebenar dan sebaiknya. Hal ini
dapat membantu terutama pada pasien usia pra sekolah.7,10,12
Anak yang berusia lebih dari 4 tahun dengan orang tua yang memiliki
tingkat kecemasan lebih rendah mendapatkan keuntungan untuk
mengurangi kecemasan pada sang pasien sendiri. Namun jika orang tua
pasien memiliki kecemasan yang berlebih tentu hal ini tak akan
membantu, atau bahkan menjadi lebih sulit. Jika pasien telah ter sedasi,
keberadaan orang tua tak lagi diperlukan, dimana hal ini tidak akan
berpengaruh terhadap kecemasan pasien. Keberadaan orang tua saat

15
induksi sangat tergantung dari tipe orang tua tersebut, instruksi yang
diberikan, pasien dan sang ahli anestesi sendiri.7,10,12

Premedikasi
1. Sulfas Atropine
Hampir selalu diberikan terutama pada penggunaan Halotan, Enfluran,
Isofluran, suksinil cholin atau eter. Dosis atropine 0,02 mg/kg, minimal
0,1 mg dan maksimal 0,5 mg. lebih digemari secara intravena dengan
pengenceran. Hati-hati pada bayi demam, takikardi, dan keadaan
umumnya jelek.7,12
2. Penenang
Tidak dianjurkan pada neonatus dan bayi, karena susunan saraf pusat
belum berkembang, mudah terjadi depresi. Untuk anak pra sekolah dan
usia sekolah yang tidak bisa tenang dan cemas, pemberian penenang dapat
dilakukan dengan pemberian midazolam. Dosis yang dianjurkan adalah
0,5mg/kgBB. Efek sedasi dan hilangnya cemas dapat timbul 10 menit
setelah pemberian.7,12

2.2.2.2 Induksi pada Pasien Pediatri


Cara induksi pada pasien pediatri tergantung pada umur, status fisik, dan tipe
operasi yang akan dilakukan. Ahli anestesi tentu memiliki cara dan taktik
tersendiri dalam menginduksi pasien pediatrik dan harus memiliki informasi yang
adekuat dari pasien yang akan diinduksi, minimal umur dan berat badan pasien,
jenis pembedahan, apakah emergensi atau elektif, status fisik dan mental
(kooperatif/tidak) pasien. Hal ini dilakukan untuk persiapan keperluan-keperluan
seperti pipa ETT, pemanjangan anestesi, manajemen nyeri post operatif, ventilasi,
dan perawatan intensif yang memadai.3,12
Induksi anestesia pada bayi dan anak sebaiknya ada yang membantu. Induksi
diusahakan agar berjalan mulus dengan trauma yang sekecil mungkin. Induksi
dapat dikerjakan secara inhalasi atau intravena.3,12
a) Induksi inhalasi.

16
Dikerjakan pada bayi dan anak yang sulit dicari venanya atau pada
yang takut disuntik. Diberikan halotan dengan oksigen atau campuran
N2O dalam oksigen 50%. Konsentrasi halotan mula-mula rendah 0,5 vol%
kemudian dinaikkan setiap beberapa kali bernafas 0,5 vol % sampai tidur.
Sungkup muka mula-mula jaraknya beberapa sentimeter dari mulut dan
hidung, kalau sudah tidur barn dirapatkan ke muka penderita.3,12
b) Induksi intravena
Dikerjakan pada anak yang tidak takut pada suntikan atau pada mereka
yang sudah terpasang infus. Induksi dapat dilakukan dengan menggunakan
propofol 2-3 mg/kg diikuti dengan pemberian pelumpuh otot non
depolarizing seperti atrakurium 0,3 -0,6 mg/kg.3,4 Seringkali pada praktik
pediatri, intubasi bisa dilakukan dengan kombinasi propofol, lidokain, dan
opiate dengan atau tanpa agen inhalasi sehingga tidak diperlukan
pelumpuh otot. Pelumpuh otot juga tidak diperlukan saat pemasangan
LMA.12

Untuk persiapan induksi anestesi sebaiknya kita ingat kata STATICS:9


S : Scope, Stetoskop untuk mendengarkan suara paru dan jantung.
Laringoskop. Pilih bilah atau dan yang sesuai dengan usia pasien. Lampu
harus cukuop terang.
T : Tube, pipa trakea. Pilih sesuai usia. Usia < 5 tahun tanpa balon (cuffed)
dan >5 tahun dengan balon (cuffed)
A : Airway, pipa mulut faring (Guedel, orotracheal airway) atau pipa hidung
faring (naso tracheal airway). Pipa ini untuk menahan lidah saat pasien
tidak sadar untuk menjaga supaya lidah tidak menyumbat jalan napas.
T : Tape, plester untuk fiksasi pipa supaya tidak terdorong atau tercabut.
I : Introducer, Mandrin atau stilet dari kawat dibungkus plastik (kabel) yang
mudah dibengkokkan untuk pemandu supaya pipa trakea mudah
dimasukkan.
C : Connector, penyambung antara pipa dan peralatan anestesia.
S : Suction, penyedot lendir, ludah dan lain-lainnya.

17
2.2.2.3 Intubasi pada Pasien Pediatri
Intubasi neonatus dan bayi lebih sulit karena mulut kecil, lidah besar-tebal,
epiglottis tinggi dengan bentuk “U”. Karena occiput menonjol dan membuat
posisi fleksi pada kepala, maka dapat dikoreksi dengan cara sedikit mengangkat
bahu dengan meletakan handuk dan menaruh kepala pada bantal berbentuk donat.
Sebaiknya menggunakan laringoskop bilah lurus-lebar dengan lampu di ujungnya.
Hati-hati bahwa bagian tersempit jalan nafas atas adalah cincin cricoid. Intubasi
biasanya dikerjakan dalam keadaan sadar (awake intubation) terlebih pada
keadaan gawat atau diperkirakan akan dijumpai kesulitan. Beberapa penulis
menganjurkan intubasi sadar untuk bayi baru lahir dibawah usia 10-14 hari atau
pada bayi prematur.3,7,12 Yang berpendapat dilakukan intubasi tidur atas
pertimbangan dapat ditekannya trauma, yang dapat dilakukan dengan
menggunakan ataupun tanpa pelumpuh otot.10
Pipa trachea yang dianjurkan adalah dari bahan plastik, tembus pandang dan
tanpa cuff. Untuk premature digunakan ukuran diameter 2-3 mm sedangkan pada
bayi aterm 2,5-3,5 mm. Pipa yang digunakan juga jenis pipa non kinking atau
yang tidak mudah tertekuk.10,12
Pada anak-anak, digunakan blade laringkoskop yang lebih kecil dan lurus,
jenisnya tergantung pada piliban ahli anestesi dan adanya gangguan saluran
pernapasan. Pipa trakea dipilih berdasarkan prinsip babwa pipa yang dapat
dibengkokkan tidak digunakan di bawah nomor 7, dan dua nomor lebih rendah
harus disiapkan bila diperlukan. Pipa trakea pada bayi dan anak dipakai yang
tembus pandang tanpa cuff. Untuk usia diatas 5-6 tahun boleh dengan cuff pada
kasus-kasus laparotomi atau jika ditakutkan akan terjadi aspirasi. Secara kasar
ukuran besarnya pipa trakea sama dengan besarnya jari kelingking atau besarnya
lubang hidung. Untuk menghitung perkiraan diameter dan panjang pipa dapat
menggunakan formula :12
4 + umur/4 = diameter pipa (mm)
dan
12 + umur/2 = panjang pipa (cm)

18
Pada pasien pediatri, intubasi hidung tidak dianjurkan, karena dapat
menyebabkan trauma, perdarahan adenoid dan infeksi. Peralatan harus dengan
ruang rugi minimal, dan resistensi rendah seperti model T-Jackson Rees.7

2.2.2.4 Pemeliharaan Anestesi pada Pasien Pediatri


Anestesia neonatus sangat dianjurkan dengan intubasi dan nafas kendali.
Penggunaan sungkup muka dengan nafas spontan pada bayi hanya untuk tindakan
ringan yang tidak lama. Gas anestetika yang umum digunakan adalah N2O
dicampur dengan 02 perbandingan 50:50 untuk neonatus, 60:40 untuk bayi, dan
70:30 untuk anak-anak. Walapun N2O mempunyai sifat analgesia kuat, tetapi sifat
anestetikanya sangat lemah. Karena itu sering dicampur dengan halotan, enfluran
atau isofluran. Narkotika hanya diberikan untuk usia diatas 1 tahun atau pacta
berat diatas 10 kg. Morfin dengan dosis 0,1 mg/kg atau per dosis 1-2 mg/kg.
Pelumpuh otot non depolarisasi sangat sensitif, karena itu haus diencerkan dan
diberikan secara sedikit demi sedikit.7
Banyaknya cairan yang harus diberikan per infus disesuaikan dengan
banyaknya cairan yang hilang. Terapi cairan dimaksudkan untuk mengganti cairan
yang hilang pada waktu puasa, pada waktu pembedahan, adanya perdarahan dan
oleh sebab-sebab lain, cairan fistula dan lain-lainnya. Cairan yang seharusnya
masuk, karena puasa harus diganti dengan pedoman :3,12

Pada jam I diberikan 50% defisit + cairan pemeliharaan/jam


Pada jam II diberikan 25% nya + cairan pemeliharaan/jam
Pada jam III diberikan 25% nya + cairan pemeliharaan/jam

Cairan hilang akibat perdarahan yang kurang dari 10 % diganti dengan cairan
kristaloid dalam dekstrosa, misalnya cairan dekstrosa 5% dalam Ringer-Iaktat
sedangkan diatas 10% dilakukan transfusi. Banyaknya perdarahan dapat
diperkirakan dengan :7,10

19
1. Mengukur darah dalam botol penyedot, menimbang kain kasa sebelum dan
sesudah kena darah dengan bantuan kolorimeter. Jumlahkan keduanya
kemudian tambahkan 25% untuk darah yang sulit dihitung misalnya yang
menempel di tangan pembedah, yang melengket di kain penutup dan lain-
lain.
2. Mengukur hematokrit secara serial. Perdarahan melebihi 10% pada
neonatus harus diganti dengan darah.

2.2.2.5 Pengakhiran Anestesi pada Pasien Pediatri


Setelah pembedahan selesai, obat anestetika dihentikan pemberiannya.
Berikan oksigen murni 5-15 menit. Bersihkan rongga hidung dan mulut dari
lender kalau perlu. Jika menggunakan pelumpuh otot, dapat dinetralkan dengan
prostigmin (0,04 mg/kg) atau neostigmine (0,05 mg/kg) dan atropin (0,02 mg/kg).
Depresi nafas oleh narkotika-analgetika netralkan dengan nalokson 0,2-0,4 mg
secara titrasi.3,7,12
Ekstubasi pada bayi dikerjakan kalau bayi sudah sadar benar, anggota badan.
bergerak-gerak, mata terbuka, nafas spontan adekuat. Ekstubasi dalam keadaan
anestesia ringan, akan menyebab kan batuk-batuk, spasme laring atau bronkus.
Ekstubasi dalam keadaan anestesia dalam digemari karena kurang traumatis.
Dikerjakan kalau nafas spontannya adekuat, keadaan umumnya baik dan
diperkirakan tidak akan menimbulkan kesulitan pasca intubasi.3,12

2.2.2.6 Komplikasi Anestesi pada Pasien Pediatri


Semua pasien anestesi pediatri, terutama yang diintubasi, lebih memiliki
resiko untuk mengalami komplikasi. Mual dan munatah adalah hal yang paling
sering terjadi, terutama pada pasien berumur 2 tahun ke atas. Terjadi karena pipa
ETT dipasang terlalu erat, sehingga mukosa trachea menjadi bengkak.
Laringospasme adalah salah satu komplikasi yang mungkin terjadi. Biasanya
terjadi pada anestesi stadium II. Jika terjadi, suksinilkolin dapat digunakan,
bersama dengan atropine untuk mencegah brakikardi.7,10

20
2.2.2.7 Pasca Anestesi pada Pasien Pediatri
Setelah selesai anestesia dan keadaan umum baik, penderita dipindahkan ke
ruang pulih. Disini diawasi seperti di kamar bedah, walaupun kurang intensif
dibandingkan dengan pengawasan sebelumnya. Hal yang perlu diawasi adalah
kesadaran, pernafasan yang spontan dan adekuat serta bebas dari pengaruh efek
sisa obat pelumpuh otot, denyut nadi dan tekanan darah, warna kulit, dan suhu
tubuh. Pasien dapat dipindahkan ke ruangan jika skor Aldretenya mencapai 10
dan tidak ada penyulit.7,10

2.3 Farmakologi Obat Anestesi Pada Pasien Pediatri


Penentuan dosis obat untuk pasien pediatri pada umumnya berdasarkan berat
badan, namun sangat dianjurkan menggunakan metode “allometric dosing”

21
dimana peningkatan dosis berdasarkan berat badan tidak linier. Pada awal periode
usia pediatri sampai usia 9 tahun, unsur usia dalam tahun perlu diperhitungkan
untuk menentukan dosis obat dengan rumus 50th persentil berat badan (kg) = (usia
x 2 ) + 9.13
Berbeda dengan dosis obat hanya mendasarkan pada berat badan, metode
“allometric dosing” memasukkan faktor usia atas dasar perbedaan fisiologis
sesuai pertumbuhan bayi, seperti perbedaan komposisi kompartemen cairan
intravascular dan ekstraseluler, maturitas jalur biotransformasi di hepar,
peningkatan pefusi ke organ, penurunan ikatan obat dengan protein plasma, dan
laju metabolisme yang tinggi.13
Total water content neonates dan bayi 70-75%, sedangkan orang dewasa 50-
60%. Jumlah cairan tubuh total akan berkurang dengan bertambahnya lemak dan
otot pada saat bayi tumbuh. Hal ini mengakibatkan volume distribusi beberapa
obat intravena seperti obat pelumpuh otot lebih besar pada bayi daripada orang
dewasa dan anak yang sudah besar, sehingga dosis optimal per kilogram berat
badan lebih besar pada neonates dan bayi. Jaringan lemak dan massa otot yang
lebih kecil pada neonatus akan memperpanjang lama kerja obat yang larut di
lemak sepeti propofol dan fentanyl karena lamanya waktu redistribusi.13
Faktor lain yang perlu diperhitungkan dalam menentukan dosis pada neonatus
adalah laju filtrasi glomerulus dan aliran darah ke hepar yang rendah, fungsi
tubulus ginjal yang belum optimal, dan sistem enzim hepar yang masih imatur.
Faktor tersebut akan berakibat ekskresi melalui ginjal, metabolisme dan ekskresi
bilier oleh hepar terganggu. Kapasitas ikatan obat terhadap protein yang rendah
pada neonatus akan menyebabkan obat bebas lebih banyak, sehingga obat anestesi
lokal seperti bupivakain dan beberapa antibiotik memiliki potensi toksisitas yang
lebih besar.13

2.3.1 Anestesi Inhalasi


Ventilasi alveolar neonatus dan bayi relative besar, sedangkan kapasitas residu
fungsionalnya rendah disbanding anak yang besar dan orang dewasa. Rasio
ventilasi semenit tinggi dan kapasitas residu fungsional rendah mengakibatkan
konsentrasi obat anestesi inhalasi di alveoli meningkat dengan lebih cepat.

22
Kecepatan induksi anestesi inhalasi ini diperbesar dengan aliran darah ke otak
yang besar.13
Faktor lain yang mempercepat tercapainya kedalaman anestesi inhalasi pada
neonatus dan bayi adalah blood/gas partition coefficient yang kecil dibanding
dewasa dan anak yang besar. Hal tersebut meningkatkan potensi overdosis
anestesi inhalasi. Minimum alveolar concentration (MAC) obat anestesi inhalasi
kelompok halogen lebih besar pada bayi dibanding neonatus dan dewasa. MAC
saoflurance sama antara neonatus dan bayi. Nitrous oxide tidak mengurangi MAC
desfluran maupun sevofluran pada anak. Fenomena ini juga sama untuk obat
anestesi inhalasi yang lain.13
Tekanan darah neonatus dan bayi nampaknya memiliki sensitivitas terhadap
anestesi inhalasi. Penilaian klinis tersebut berdasarkan belum berkembangnya
mekanisme kompensasi (vasokontriksi dan takikardia) dan lebih sensitifnya
miokardium yang masih imatur terhadap obat yang bersifat depresan terhadap
miokard. Halotan meningkatkan kepekaan miokard terhadap katekolamin,
sehingga dosis maksimal epinefrin dalam anestesi lokal perlu dikurangi pada
waktu anestesi inhalasi dengan halotan.13
Depresi kardiovaskular, bradikardi, dan aritmia pada penggunaan sevofluran
sangat jarang dibanding dengan halotan. Iritasi jalan napas, tahan napas dan
spasme laring pada induksi inhalasi sevofluran dan halotan sangat jarang
dibanding anestesi inhalasi yang lain. Bayi lebih cenderung depresi napas pada
penggunaan anestesi inhalasi dibanding anak yang lebih besar. Sevofluran
menyebabkan depresi napas paling minimal.13
Disfungsi hepar karena halotan sangat jarang pada kelompok pra-pubertas
dibanding dewasa. Belum ada laporan yang menyebutkan gangguan ginjal akibat
metabolit fluoride dari anestesi sevofluran pada anak. Sevofluran lebih diminati
sebagai obat induksi anak. Pulihnya kesadaran sangat cepat pada penggunaan
sevofluran dan desfluran, namun pasien anak sering mengalami agitasi dan
“emergence delirium” pada saat pemulihan. Hal ini menyebabkan beberapa klinisi
memilih menggunakan isofluran sebagai anestesi inhalasi rumatan setaelah
induksi dengan sevofluran.13

23
Tabel 2.2 Nilai MAC Obat Anestesi Inhalasi
Obat Neonatus Bayi Anak Dewasa
Halotan 0,9 1,1-1,2 0,9 0,75
Sevofluran 3,2 3,2 2,5 2
Isofluran 1,6 1,8-1,9 13-1,6 1,2
Desfluran 8-9 9-10 7-8 6
2.3.2 Anestesi Nonvolatil
Penentuan dosis berdasarkan berat badan, kebutuhan propofol bayi lebih besar
karena volume distribusi yang besar. Propofol memiliki waktu paruh atau
eliminasi yang pendek dan clearance plasma yang besar pada anak. Pemulihan
setelah bolus tunggal tidak berbeda dengan dewasa, tetapi pemulihan setelah infus
kontinyu mungkin lebih cepat. Dengan alasan yang sama, anak memerlukan dosis
propofol infus kontinyu berdasarkan berat badan yang lebih besar, sekitar 250
mg/kgbb/menit untuk rumatan anestesi. Propofol tidak direkomendasi untuk
sedasi lama di unti perawatan intensif, karena berkaitan dengan mortalitas yang
lebih tinggi dibanding obat sedasi lain.13
Sindroma infus propofol ini telah sering dilaporkan pada anak yang sakit
kritis. Hal ini juga telah dilaporkan pada pasien dewasa yang mendapat infus
propofol jangka lama, terutama dengan dosis besar lebih dari 5 mg/kgbb/jam.
Gejala yang menonjol adalah rhabdomyolisis dan asidosis metabolik, gangguan
hemodinamik, hepatomegali dan gagal multiorgan.13
Anak memerlukan dosis thiopental relative lebih besar daripada dewasa,
waktu paruh eliminasi lebih singkat dan clearance plasma lebih besar daripada
dewasa. Sedangkan neonatus lebih sensitive terhadap barbiturat, kapasitas ikatan
dengan protein plasma sedikit, waktu paruh lebih lama, clearance masih abnormal.
Dosis induksi thiopental untuk neonatus 3-4 mg/kgbb, untuk bayi 4-6 mg/kgbb.13
Opioid lebih poten terhadap neonatus dibanding anak yang lebih besar dan
dewasa. Mofin sulfat harus diberikan dengan hati-hati pada neonatus terutama jika
dosis berulang, karena konjugasi hepatik rendah, clearance ginjal untuk metabolit
morfin rendah. Jalur sitokrom P-450 baru normal pada akhir masa neonatal.
Biotransformasi dan eliminasi relative lebih besar pada anak karena aliran darah
ke hepar lebih besar. Clearance remifentanil tinggi pada neonatus dan bayi, tapi

24
waktu paruh eliminasi tidak berbeda dengan dewasa. Neonatus dan bayi
memerlukan dosis ketamine yang sedikit lebih tinggi, tapi pada beberapa kasus
memerlukan dosis yang lebih kecil. Parameter farmakokinetik pada pasien
pediatric dan pasien dewasa menunjukkan perbedaan yang tampaknya tidak
bermakna.13
Penelitian tentang etomidate masih kurang pada anak usia < 10 tahun, profil
etomidate pada anak yang besar sama dengan dewasa. Dari golongan
benzodiazepine, midazolam, mempunyai clearance yang tercepat, namun,
clearance untuk neonatus lebih rendah dibanding anak yang lebih besar.
Dexmedetomidin telah digunakan luas sebagai sedatif dan suplemen anestesi
umum untuk anak. Pada anak yang tanpa jalur intravena dexmedetomidin dapat
diberikan melalui intranasal 1-2 mikrogram/kgbb sebagai sedatif.13

2.3.3 Pelumpuh Otot ( Muscle Relaxant)


Ada beberapa alasan seperti farmakodinamik dan jenis kasusnya, penggunaan
pelumpuh otot untuk anak lebih jarang dibanding pada pasien dewasa. Di
Amerika serikat pemasangan LMA atau pipa endotrakeal pada anak umumnya
setelah induksi inhalasi, pemasangan jalur intravena, pemberian propofol, opioid,
atau lidokain. Mula kerja pelumpuh otot pada anak umumnya lebih cepat karena
waktu sirkulasi yang lebih pendek dibanding dewasa. Baik pada anak maupun
dewasa, suksinilkolin intravena 1-1,5 bmg/kgbb memiliki mula kerja paling cepat
yang sama.13
Bayi perlu dosis suksinikolin yang lebih besar (2-3 mg/kgbb) karena volume
distribusi yang besar dibanding anak yang lebih besar dan dewasa. Perbedaan ini
hilang jika dosis juga diperhitungkan berdasarkan luas permukaan tubuh. Dosis
pelumpuh otot kelompok nondepolarisasi untuk bayi yang lebih kecil, kecuali
cisatrakurium. Berdasarkan berat badan, beberapa obat pelumpuh otot untuk anak
besar perlu dosis yang lebih banyak dibanding dewasa, misalkan atrakurium.13
Respon neonatus terhadap pelumpuh otot bervariasi. Penjelasan yang umum
dari fenomena tersebut adalah imaturitas dari “neuromuscular junction” pada
neonatus premature, kecenderungan peningkatan sensitivitas (belum terbukti), dan

25
besarnya proporsi kompartemen cairan ekstraseluler (terbukti). Imaturitas fungsi
hepar pada neonatus relatif memperpanjang durasi obat yang metabolismenya
tergantung pada fungsi hepar ( pankuronium, vekuronium, rokuronium).
Atrakurium dan cisakurium yang tergolong pelumpuh otot kerja sedang tidak
tergantung pada fungsi biotransformasi hepar.13
BAB III
KESIMPULAN

Perbedaan anatomi dalam jalan nafas pada bayi membuat teknik jalan napas
menjadi lebih sulit dibandingkan remaja atau orang dewasa. Jalan napas bayi
berbeda dalam lima cara: (1) Relatif besar ukuran lidah bayi sehubungan dengan
orofaring meningkatkan kemungkinan obstruksi jalan napas dan kesulitan teknis
selama laringoskopi. (2) Laring terletak lebih tinggi di leher (setinggi C4 versus
C6 pada orang dewasa) sehingga membuat bilah lurus lebih bermanfaat daripada
pisau melengkung. (3) Epiglotis berbentuk berbeda, pendek dan gemuk dan
miring di atas laring; Oleh karena itu bilah laringoskop lebih sulit. (4) Pita suara
miring (5) Laring bayi berbentuk corong, bagian tersempit terjadi pada tulang
rawan krikoid. Pada orang dewasa, pembukaan glotis adalah bagian tersempit dari
laring.2
Anestesia pediatri merupakan anestesi pada pasien anak-anak yang dapat
dibagi menjadi 4 kelompok umur yaitu neonatus (bayi usia konsepsi 44 minggu
atau usia kalender sampai 28 hari), bayi (sampai 12 bulan), anak (1-12 tahun), dan
remaja (13-18 tahun).3
Anestesi pada pasien pediatri memerlukan perhatian dan kebutuhan khusus
dimana anak-anak bukan merupakan miniatur dari orang dewasa namun
merupakan kelompok individu yang mempunyai anatomi, fisiologi, psikologi dan
biokimia yang berbeda dari orang dewasa. Kebutuhan dan karakteristik juga
berbeda pada masing-masing kelompok umur pasien pediatrik.1
Intubasi neonatus dan bayi lebih sulit karena mulut kecil, lidah besar-tebal,
epiglottis tinggi dengan bentuk “U”. Karena occiput menonjol dan membuat
posisi fleksi pada kepala, maka dapat dikoreksi dengan cara sedikit mengangkat

26
bahu dengan meletakan handuk dan menaruh kepala pada bantal berbentuk donat.
Sebaiknya menggunakan laringoskop bilah lurus-lebar dengan lampu di ujungnya.
Hati-hati bahwa bagian tersempit jalan nafas atas adalah cincin cricoid.10

DAFTAR PUSTAKA

1. Billjudika, RR. Tatalaksana anesthesia dan reanimasi pada pasien


pediatric. 2016. Denpasar: Universitas Udayana
2. Bansal T, Hooda S. Anesthetic Considerations In Pediatric Patients .
JIMSA 2013 ; 26:2
3. Butterworth Jf,Mackey DC, Wanick JD.Morgan & Mikhails clinical
anesthesiology.Edisi ke 6. New York:Mc graw-Hill Education ,2018
4. Gottlieb EA.Andropoulus.Pediatric.dalam:pardo MC.Miller
RD,editor.Basics of Anesthesia.Edisi ke 7.Phyladephia.Saunders
Elsevier,2018
5. Trashel D,svendsen J, erb TO, Ungern-Sternberg BS.Effect of Anesthesia
on pediatric lung function.British journal of Anasthesia.2016:117(2):151-
163
6. Erin Gottlieb dan Andropoulos. Pediatrics dalam Miller’s Basic of
Anesthesia Sixth Edition. Elsevier; 2011. 546-57
7. Said A L, Suntoro A. Anestesi Pediatrik. Anestesiologi. Bagian
Anestesiologi dan Terapi Intensif FKUI.
8. Lerman J, Gregory GA, Willis MM, et al. Age and solubility of volatile
anesthetics in blood. Anesthesiology 1984; 61: 139-43.
9. Pramono, Ardi. Buku kuliah anestesi. 2014. Jakarta:EGC. Halaman 9-32.
10. Krane E. Orientation to Pediatric Anesthesia. [internet] tersedia di
http://anesthesia.stanford.edu/ kentgarman/ clinical/ped%20orient. Diakses
pada 28 Juli 2016.
11. Gde Mangku, Tjokorda Gde Agung Senapthi. Buku Ajar Ilmu Anestesia
dan Reanimasi. Indeks; 2010. 6-7; 149-59
12. Smith dan Aitkenhead. Pediatric Anaesthesia dalam Textbook of
Anaesthesia Sixth Edition. Churchill Livingstone Elsevier; 2013. 731- 47
13. Rehatta NM, dkk. Anestesiologi dan terapi intensif. Edisi pertama. Jakarta:
PT Gramedia Pustaka Utama. Halaman 781-806.

27

Anda mungkin juga menyukai