Anda di halaman 1dari 48

KEPERAWATAN KOMUNITAS II

Kasus Penyakit Infeksi TB Paru

Dosen pengampu: Ns. Diah Ratnawati, S Kep, M.Kep, Sp. Kep. Kom
Disusun oleh:

Ismi Zakiah 1610711056 Ardhita Qory A. 1610711063


Januarita Akhrina 1610711057 Diah Ayu K. 1610711067
Fina Alfya Syahri 1610711058 Cintya Veronica 1610711069
Purwandari Nurfaizah 1610711059 An’nisaa Eka Rahmawati 1610711072
Assyfa Siti Rohmah 1610711061 Leni Marlia 1610711073
Adinda Zein Nur 1610711062 Asya Shalbiah Muamar 1610711075

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL "VETERAN" JAKARTA
TAHUN 2019
KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat dan karunia-Nya kepada penulis sehingga akhirnya penulis dapat menyelesaikan makalah
ini tepat pada waktunya. Makalah yang Kasus Penyakit Infeksi TB Paru yang ditulis guna
memenuhi salah satu tugas mata kuliah Keperawatan Komunitas II.

Pada kesempatan yang baik ini, izinkanlah penulis menyampaikan rasa hormat dan
ucapan terima kasih kepada semua pihak yang dengan tulus ikhlas memberikan bantuan dan
dorongan kepada penulis dalam menyelesaikan masalah ini dengan sebaik-baiknya.

Depok, 3 Maret 2019

Penyusun

2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ii
DAFTAR ISI iii

BAB I PENDAHULUAN 4
1.1 Latar Belakang 4
1.2 Rumusan Masalah 5
1.3 Tujuan Penulisan 5

BAB II TINJAUAN TEORI 6


2.1 Program kesehatan terkait kasus 6
2.2 Program kota sehat terkait kasus 7
2.3 Prevalensi populasi (Dunia, Indonesia, dan Jawa Barat) 13
2.4 Karakteristik & tumbang dewasa 15
2.5 Pengertian, etiologi dan tanda gejala TB Paru 21
2.6 Komplikasi, cara pencegahan dan penatalaksanan TB Paru 23
2.7 Pengkajian, analisa data dan diagnosa keperawatan TB Paru 32
2.8 Tujuan umum khusus & intervensi TB Paru 41

BAB III PENUTUP 47


3.1 Kesimpulan 47
3.2 Saran 47

BAB IV DAFTAR PUSTAKA 48

3
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Tuberkulosis Paru (TB Paru) telah dikenal hampir di seluruh dunia, sebagai
penyakit kronis yang dapat menurunkan daya tahan fisik penderitanya secara serius. Hal
ini disebabkan oleh terjadinya kerusakan jaringan paru yang bersifat permanen. Di
samping proses destruksi terjadi pula secara simultan proses restorasi atau penyembuhan
jaringan paru sehingga terjadi perubahan structural yang bersifat menetap serta bervariasi
yang menyebabkan berbagai macam kelainan faal paru (supardi 2006). Di indonesia
penyakit ini sudah lama ada, dapat diketahui dari salah satu relief dicandi borobudur yang
tampaknya menggambarkan suatu kasus tuberkulosis. Berarti pada masa itu (tahun 750
sesudah masehi) orang sudah mengenal penyakit ini ada diantara mereka
(Situmeah,2004).

Indonesia berada pada tingkat ke-3 terbesar didunia dalam jumlah penderita
Tuberkulosis(TB), setelah India dan Cina. Di dunia diperkirakan penyakit ini dapat
menyebabkan kematian kurang lebih 8.000 orang per hari terdaftar hampir  400 kematian
yang berhubungan dengan TB setiap harinya, atau 140.000 per tahun, dan kurang lebih ¼
juta penduduk diduga terinfeksi TB setiap tahun (Jakarta Pos, 2008). Penyakit
tuberkulosis paru merupakan penyakit infeksi yang penyebarannya sangat mudah sekali,
yaitu melalui batuk, bersin dan berbicara. Untuk mengurangi bertambahnya TB paru dan
masalah yang ditimbulkan oleh penyakit TB paru, perlu dilakukan penanganan awal yang
dapat dilakukan adalah dilingkungan keluarga. Penyebaran penyakit tuberkulosis paru
yang sangat mudah ini, sangat  rentan pada keluarga yang anggota keluarganya sedang
menderita penyakit tersebut. Penyakit dapat menular pada anggota keluarga yang lain.

Oleh karena itu, penyakit tuberkulosis harus mendapat penanganan yang tepat
karena penyakit ini menyerang tidak memandang kelompok usia produktif, kelompok
ekonomi lemah dan berpendidikan rendah. Penyakit TB paru lebih banyak ditemukan di
daerah miskin. Karena faktor lingkungan yang kurang mendukung menjadi penyebab TB

4
paru. Beberapa faktor yang erat hubunganya dengan terjadinya infeksi basil tuberkulosis
yaitu adanya sumber penularan, jumlah basil yang cukup banyak dan terus menerus
memapar calon penderita, virulensi keganasan basil serta daya tahan tubuh dimana daya
tahan tubuh ini mempunyai hubungan erat dengan faktor lingkungan, misalnya
perumahan dan pekerjaan, faktor imunologis.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa saja yang menjadi program kesehatan terkait kasus?
2. Apa saja yang menjadi program kota sehat terkait kasus?
3. Bagaimana prevalensi populasi (Dunia, Indonesia, Jawa Barat) ?
4. Bagaimana karakteristik & tumbang dewasa?
5. Apa pengertian, etiologi dan tanda gejala TB Paru?
6. Apa komplikasi, cara pencegahan dan penatalaksanan TB Paru?
7. Bagaimana pengkajian, analisa data dan diagnosa keperawatan TB Paru?
8. Bagaimana tujuan umum khusus & intervensi TB Paru?

1.3 Tujuan Penulisan


1. Mengetahui dan memahami program kesehatan terkait kasus
2. Mengetahui dan memahami program kota sehat terkait kasus
3. Mengetahui dan memahami prevalensi populasi (Dunia, Indonesia, dan Jawa Barat)
4. Mengetahui dan memahami karakteristik & tumbang dewasa
5. Mengetahui apa pengertian, etiologi dan tanda gejala TB Paru
6. Mengetahui apa komplikasi, cara pencegahan dan penatalaksanan TB Paru
7. Mengetahui bagaimana pengkajian, analisa data dan diagnosa keperawatan TB Paru
8. Mengetahui bagaimana tujuan umum khusus & intervensi TB Paru

9.

5
BAB II
TINJAUAN TEORI

2.1 Program Kesehatan Terkait Kasus


Menurut laman departemen kesehatan - Kementerian Kesehatan, Peduli TBC dengan
gerakan TOSS TBC sebagai upaya pencegahan dan pengendalian TBC. TOSS TBC
(Temukan Obati Sampai Sembuh) adalah gerakan untuk menemukan pasien sebanyak
mungkin dan mengobatinya sampai sembuh sehingga rantai penularan di masyarakat bisa
dihentikan. Penemuan kasus TBC mesti erus ditingkatkan secara intensif baik yang dilakukan
fasilitas milik pemerintah maupun swasta, serta melakukan pendekatan terpadu layanan TBC
dengan layanan kesehatan lainnya serta dilakukan juga penemuan aktif melalui pendekatan
keluarga. Upaya ini didukung dengan edukasi terus menerus melalui berbagai kegiatan dan
media.
Dukungan pihak di luar kesehatan sangat berarti bagi program pencegahan dan
pengendalian penyakit TBC, misalnya dengan pemanfaatan sarana transportasi publik, dalam
hal ini adalah moda kereta-api, untuk edukasi TBC, dalam rangka mendukung upaya
Pemerintah memberikan Edukasi TBC bagi masyarakat. Adapun TBC merupakan penyakit
lama yang masih menjadi pembunuh terbanyak di antara penyakit menular. Dunia pun masih
belum bebas dari TBC. Berdasarkan laporan WHO 2017 diperkirakan ada 1.020.000 kasus di
Indonesia, namun baru terlaporkan ke Kementerian Kesehatan sebanyak 420.000 kasus.
Untuk menentukan berhasil tidaknya suatu program maka dibutuhkan indikator-indikator
sebagai bahan evaluasi dan monitoring. WHO menetapkan tiga indikator TBC beserta
targetnya yang harus dicapai oleh negara-negara dunia, yaitu:
 Menurunkan jumlah kematian TBC sebanyak 95% pada tahun 2035 dibandingkan
kematian pada tahun 2015.
 Menurunkan insidens TBC sebanyak 90% pada tahun 2035 dibandingkan tahun
2015.
 Tidak ada keluarga pasien TBC yang terbebani pembiayaannya terkait
pengobatan TBC pada tahun 2035.

Sasaran nasional Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) yang


tertuang pada Peraturan Presiden Nomor 59 Tahun 2017 tentang SDGs menetapkan target

6
prevalensi TBC pada tahun 2019 menjadi 245 per 100.000 penduduk. Sementara prevalensi
TBC tahun 2014 sebesar 297 per 100.000 penduduk.
Sedangkan di Permenkes Nomor 67 Tahun 2016 tentang Penanggulangan Tuberkulosis
menetapkan target program Penanggulangan TBC nasional yaitu eliminasi pada tahun 2035
dan Indonesia Bebas TBC Tahun 2050. Eliminasi TBC adalah tercapainya jumlah kasus TBC
1 per 1.000.000 penduduk. Berikut rincian target penanggulangan TBC nasional:

Tabel 1. Target Penanggulangan TBC Nasional


Indikator 2014 2020 2025 2030 2035
Angka 299 30% 50% 80% 90%
kesakitan
Angka 41% 40% 70% 90% 95%
kematian

2.2 Program Kota Sehat Terkait Kasus


A. Cegah TB Paru, Puskesmas Villapertiwi Galakan Program Catatan Si BOY
depok.go.id- Guna mencegah penyakit Tuberculosis (TB) paru, Unit Pelaksana
Fungsuonal (UPF) Villapertiwi menggalakan program Catatan Singkat Benar Minum
Obatnya (Si BOY). Program yang tertuju bagi pasien TB paru itu diharapkan dapat
mempercepat proses penyembuhan dengan teratur mengonsumsi obat.
“Jadi, melalui program ini pasien TB paru diberikan catatan khusus terkait cara
minum obat TB yang baik dan benar, sehingga pasien mendapatkan motivasi untuk
minum obat secara teratur. Dengan begitu, angka kesembuhan pun diharapkan ikut
meningkat,” tutur Kepala UPF Puskesmas Villapertiwi, Toni Hermawan
kepada depok.go.id, Senin (22/10).
Dikatakannya, untuk menyukseskan program tersebut, pihaknya juga menjalin
sinergitas dengan para kader yang akan berperan sebagai Pendamping Minum Obat
(PMO). Dimana, PMO bertugas mendampingi pasien TB paru agar mengonsumsi obat
secara teratur.

7
“Saat ini kami memiliki 29 PMO yang bertugas di setiap RW. PMO bertugas
untuk mengawasi dan memastikan pasien tersebut minum obat dengan teratur sehingga
mempercepat proses penyembuhan dan juga mencegah penularan di lingkungannya,”
ujarnya.
Dirinya menambahkan, lewat program tersebut, tingkat kesembuhan pasien TB
paru pun semakin meningkat. Dari target 68 pasien TB paru di tahun 2018, sebanyak 10
orang telah sembuh. Sedangkan sebanyak 51 orang sedang dalam proses pengobatan.
“Kemudian, untuk pasien yang keluar (drop out) satu orang, yang pindah ke luar
daerah dua orang, dan yang rujuk ke rumah sakit dua orang. Untuk pasien yang gagal
diobati tidak ada,” tandasnya.
B. Kader TB Sawangan Diajak Aktifkan Gerakan Ketuk Pintu
depok.go.id – Upaya mendeteksi penyakit Tuberculosis (TB) di tengah
masyarakat, tidak cukup hanya dengan sosialisasi Perilaku Hidup Bersih dan Sehat
(PHBS). Melalui kader TB, Kecamatan Sawangan mengaktifkan gerakan ketuk pintuk
guna mendeteksi dini dugaan penyakit TB di masyarakat.
Camat Sawangan, Zaenuddin mengatakan, untuk penanganan penyakit TB,
karena terbilang penyakit menular, pihaknya lebih fokus terhadap lingkungan sekitar.
Serta tak lupa menerapkan PHBS dengan didasari semangat lebih baik mencegah
daripada mengobati.
“Dikarenakan penyakit menular TB bersumber dari bakteri yang masuk ke dalam
tubuh kita yang bersarang dalam paru-paru, untuk itu para kader TB harus terus
menerus mensosialisasikan ke masyarakat dan ketuk pintu untuk mendapatkan suspect
TB,” ujar Zaenuddin, usai membuka Sosialisasi Penanggulangan Penyakit Menular
Sekaligus Pelaksanaan Penjaringan Suspect TB di Aula Kecamatan Sawangan, Selasa
(25/09/2018).
Kepala Puskesmas Kedaung, Tuti Suhartini mengaku, selalu berkunjung ke setiap
kelurahan yang ada di wilayah Kecamatan Sawangan. Tidak hanya untuk memantau
kesehatan pada masyarakat, melainkan juga melakukan sosialisasi mengenai penyakit
menular, terutama yang terduga terkena TB.
“Kita selaku pihak Puskesmas ingin memberikan pelayanan yang terbaik untuk
masyarakat. Sosialisasi ke setiap kelurahan, bertujuan untuk mencegah masyarakat

8
Kecamatan Sawangan bebas dari suspect TB yang dapat menimbulkan dampak negatif.
Baik bagi diri sendiri, keluarga, maupun masyarakat sekitar tempat tinggal,” tutupnya.

C. Gerakan Deteksi Aktif Infeksi Tuberkulosis (Gertak TB) Kota Depok


Perkumpulan Pemberantas Tuberkulosis Indonesia (PPTI) Cabang Kota Depok
bersama Pemerintahan Kota Depok akan melakukan penyuluhan untuk penderita
Tuberkulosis (TB) dengan aksi dan kegiatan bakti sosial. Aksi Gertak TB ( Gerakan
Deteksi Aktif Infeksi TB) akan dilakukan pada 10 April 2013 di 2 tempat yaitu
Kelurahan Sukatani, RW 20 dan Kecamatan Cilodong. Tujuan dalam mengadakan
kegiatan ini untuk memperingati hari Tuberkulosis yang jatuh pada tanggal 24 Maret
2013 yang lalu dan untuk mendata dan memerangi serta memberantas penyakit
Tuberkulosis.
Kota Depok menjadi tuan rumah pada tahun 2013, ini menjadi tahun pertama
PPTI Cabang Kota Depok mengadakan kegiatan penyuluhan untuk penderita TB di
Kota Depok. Kegiatan ini didukung penuh oleh Pemerintah Kota Depok khususnya
Bapak Walikota Nur Mahmudi Ismail. Aksi yang akan dilakukan meliputi penyuluhan
kesehatan yang akan dilakukan oleh 6000 orang dan akan didaftarkan dalam Rekor
MURI, pengobatan gratis untuk para penderita TB, dan pembagian makanan untuk
keluarganya yang menderita penyakit TB dan untuk kader pendamping sebagai bentuk
apresiasi untuk terus berjuang memberantas penyakit TB, door price serta adanya
hiburan.
Hampir 10 tahun lamanya Indonesia menempati urutan ke-3 sedunia dalam hal
jumlah penderita tuberkulosis (TB). Baru pada tahun ini turun ke peringkat ke-4 dan
masuk dalam milestone atau pencapaian kinerja 1 tahun Kementerian Kesehatan.
Berdasarkan Data Badan Kesehatan Dunia (WHO) pada tahun 2007 menyatakan jumlah
penderita Tuberkulosis di Indonesia sekitar 528 ribu atau berada di posisi tiga di dunia
setelah India dan Cina.
Laporan WHO pada tahun 2009, mencatat peringkat Indonesia menurun ke posisi
lima dengan jumlah penderita TBC sebesar 429 ribu orang. Lima negara dengan jumlah
terbesar kasus insiden pada tahun 2009 adalah India, Cina, Afrika Selatan, Nigeria dan
Indonesia (sumber: WHO Global Tuberculosis Control 2010).

9
Pada Global Report WHO 2010, didapat data TB Indonesia, Total seluruh kasus
TB tahun 2009 sebanyak 294731 kasus, dimana 169213 adalah kasus TB baru BTA
positif, 108616 adalah kasus TB BTA negatif, 11215 adalah kasus TB Extra Paru, 3709
adalah kasus TB Kambuh, dan 1978 adalah kasus pengobatan ulang diluar kasus
kambuh (retreatment, excl relaps).
Sementara itu, untuk keberhasilan pengobatan dari tahun 2003 sampai tahun 2008
(dalam %), tahun 2003 (87%), tahun 2004 (90%), tahun 2005 sampai 2008 semuanya
sama (91%).
PPTI Cabang Kota Depok mulai mempersiapkan pendataan penderita TB yang
ada di Kota Depok. Walikota Depok menghimbau untuk jangan sampai penderita TB
takut dan malu untuk berobat, pengobatan ini sangat penting karena masih dapat
disembuhkan. Seluruh OPD dan Dinas terkait pun ikut serta dalam acara kegiatan ini.
(Diskominfo/Feny)
Perkumpulan Pemberantas Tuberkulosis Indonesia (PPTI) Cabang Kota Depok
bersama Pemerintahan Kota Depok akan melakukan penyuluhan untuk penderita
Tuberkulosis (TB) dengan aksi dan kegiatan bakti sosial . Aksi Gertak TB ( Gerakan
Deteksi Aktif Infeksi TB) akan dilakukan pada 10 April 2013 di 2 tempat yaitu
Kelurahan Sukatani, RW 20 dan Kecamatan Cilodong. Tujuan dalam mengadakan
kegiatan ini untuk memperingati hari Tuberkulosis yang jatuh pada tanggal 24 Maret
2013 yang lalu dan untuk mendata dan memerangi serta memberantas penyakit
Tuberkulosis.

Kota Depok menjadi tuan rumah pada tahun 2013, ini menjadi tahun pertama
PPTI Cabang Kota Depok mengadakan kegiatan penyuluhan untuk penderita TB di
Kota Depok. Kegiatan ini didukung penuh oleh Pemerintah Kota Depok khususnya
Bapak Walikota Nur Mahmudi Ismail. Aksi yang akan dilakukan meliputi penyuluhan
kesehatan yang akan dilakukan oleh 6000 orang dan akan didaftarkan dalam Rekor
MURI, pengobatan gratis untuk para penderita TB, dan pembagian makanan untuk
keluarganya menderita penyakit TB dan untuk kader pendamping sebagai bentuk
apresiasi untuk terus berjuang memberantas penyakit TB, door price serta adanya

10
hiburan.

Hampir 10 tahun lamanya Indonesia menempati urutan ke-3 sedunia dalam hal
jumlah penderita tuberkulosis (TB). Baru pada tahun ini turun ke peringkat ke-4 dan
masuk dalam milestone atau pencapaian kinerja 1 tahun Kementerian Kesehatan.
Berdasarkan Data Badan Kesehatan Dunia (WHO) pada tahun 2007 menyatakan jumlah
penderita Tuberkulosis di Indonesia sekitar 528 ribu atau berada di posisi tiga di dunia
setelah India dan Cina.
Laporan WHO pada tahun 2009, mencatat peringkat Indonesia menurun ke posisi
lima dengan jumlah penderita TBC sebesar 429 ribu orang. Lima negara dengan jumlah
terbesar kasus insiden pada tahun 2009 adalah India, Cina, Afrika Selatan, Nigeria dan
Indonesia (sumber WHO Global Tuberculosis Control 2010).
Pada Global Report WHO 2010, didapat data TB Indonesia, Total seluruh kasus
TB tahun 2009 sebanyak 294731 kasus, dimana 169213 adalah kasus TB baru BTA
positif, 108616 adalah kasus TB BTA negatif, 11215 adalah kasus TB Extra Paru, 3709
adalah kasus TB Kambuh, dan 1978 adalah kasus pengobatan ulang diluar kasus
kambuh (retreatment, excl relaps).
Sementara itu, untuk keberhasilan pengobatan dari tahun 2003 sampai tahun 2008
(dalam %), tahun 2003 (87%), tahun 2004 (90%), tahun 2005 sampai 2008 semuanya
sama (91%).
PPTI Cabang Kota Depok mulai mempersiapkan pendataan penderita TB yang
ada di Kota Depok. Walikota Depok menghimbau untuk jangan sampai penderita TB
takut dan malu untuk berobat, pengobatan ini sangat penting karena masih dapat
disembuhkan. Seluruh OPD dan Dinas terkait pun ikut serta dalam acara kegiatan ini.
(Diskominfo/Feny)
D. UPT Puskesmas Limo Kembangkan Aplikasi Pengingat bagi Pengidap
Tuberkulosis
depok.go.id- UPT Puskesmas Kecamatan Limo bakal mengembangkan inovasi
baru berupa aplikasi pengingat bagi pengidap Tuberkulosis (TB). Terobosan tersebut
dirancang setelah puskesmas tersebut sukses menciptakan inovasi Sistem Informasi

11
Pemetaan Profil Kesehatan Lingkungan (SIPP KLING) serta Sistem Informasi
Posyandu (Sindu).
Kepala UPT Puskesmas Kecamatan Limo, Titin Hardiana mengatakan, pihaknya
akan terus mengembangkan inovasi sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Salah satunya
dengan aplikasi pengingat tersebut agar dapat menekan angka pengidap penyakit TB di
wilayah.
“Kita ingin memantau penderita TB agar selalu tepat waktu meminum obat. Jadi
ada reminder kepada pasien sehingga penyakit ini berkurang dan tidak menular kepada
lainnya,” ucapnya kepada depok.go.id, Kamis (11/01/2018).
Dikatakannya, aplikasi itu nantinya akan sangat berguna bagi pasien TB paru.
Selain untuk mengingatkan minum obat, aplikasi tersebut diharapkan juga bisa
membangun kesadaran masyarakat yang terinfeksi TB paru.
“Pasien TB harus memulai pengobatan serta melanjutkan pengobatan bagi pasien
yang pengobatannya terhenti. Sebab jika pasien TB kurang disiplin meminum obat,
maka akan sulit disembuhkan. Padahal, untuk semua pasien yang teridentifikasi TB,
diharuskan minum obat selama enam bulan secara rutin hingga sembuh,” jelasnya.
Titin menambahkan, aplikasi ini akan segera dirancang. Pasien hanya perlu
mengunduh di playstore secara gratis. Pasien pun akan terus diingatkan serta diedukasi
melalui aplikasi tersebut.
E. Waspadai Penyakit Tuberkulosis, Puskesmas Cipas Lakukan Aksi Ketuk Pintu
Warga
depok.go.id- Puskesmas Cisalak Pasar (Cipas) melakukan aksi Ketuk Pintu untuk
mencari penderita Tuberkulosis (TBC) paru di wilayahnya. Sejumlah warga di dua
wilayah yaitu RW 01 dan RW 07 didatangi oleh kader kesehatan Puskesmas Cipas,
sebagai upaya deteksi dini penyakit Tuberkulosis.
“Jelang peringatan Hari TBC Sedunia pada 24 Maret 2018, kami melakukan aksi
Ketuk Pintu untuk mencari penderita TBC baru di dua wilayah ini karena penderita
Tuberkulosis cukup banyak. Selain juga agar tidak menyebar lebih luas dari wilayah
tersebut,” tutur Kepala Puskesmas Cipas, Winarni Naweng Triwulandari, Senin
(19/03/2018).

12
Dikatakan Naweng, hingga saat ini pihaknya telah melakukan pemeriksaan ke 10
rumah warga. Setelah diperiksa, tidak ada penderita TBC yang positif.
Naweng menambahkan, dalam kunjungannya tersebut, pihaknya memberikan
penyuluhan mengenai TBC. Pihaknya juga membawa pot dahak sebagai wadah yang
digunakan untuk memeriksa yang dilakukan oleh tenaga kesehatan Puskesmas, serta
memberikan edukasi lingkungan sehat agar selanjutnya diterapkan warga.
“Usai melakukan pemeriksaan, kami memberikan edukasi kepada masyarakat
agar ke depannya tidak tertular TBC dari penderita yang aktif,” tambahnya.
Dirinya menambahkan, di tahun 2017 ditemui 32 penderita TBC di Kelurahan
Cipas. Jumlah tersebut telah melebihi target yang telah ditentukan yaitu sebanyak 17
penderita.
2.3 Prevalensi Populasi (Dunia, Indonesia, dan Jawa Barat)
Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh infeksi kuman
Mycobacterium tuberculosis. Penyakit ini dapat menyebar melalui droplet orang yang telah
terinfeksi basil TB. Bersama dengan malaria dan HIV/AIDS, Tuberkulosis menjadi salah satu
penyakit yang pengendaliannya menjadi komitmen global dalam MDG’s (Kemenkes, 2011).
Tuberkulosis masih merupakan masalah kesehatan utama di dunia. Hal tersebut
menyebabkan gangguan kesehatan jutaan orang per tahun dan menduduki peringkat ke dua
sebagai penyebab utama kematian akibat penyakit menular di dunia setelah HIV. Target yang
terkait dengan MDG’s dan mendukung kemitraan Stop TB yaitu 1) tahun 2015, mengurangi
prevalensi dan kematian akibat TB sebesar 50% dibandingkan dengan awal tahun 1990; 2)
tahun 2050, menghilangkan TB sebagai masalah kesehatan masyarakat (didefinisikan sebagai
k <1 kasus per 1 juta penduduk per tahun) (WHO, 2013).
Indikator yang digunakan dalam penanggulangan TB salah satunya Case Detection Rate
(CDR), yaitu jumlah proporsi pasien baru BTA positif yang ditemukan dan pengobatan
terhadap jumlah pasien baru BTA positif, yang diperkirakan dalam wilayah tersebut
(Kemenkes, 2012). Pencapaian CDR (Case Detection Rate-Angka Penemuan Kasus ) TB di
Indonesia tiga tahun terakhir sebesar; 78,30 % di tahun 2010, 83,5 % di tahun 2011, ditahun
2012 terjadi penurunan menjadi 82,4 %, dan 38,4 % (data per triwulan 2) di tahun 2013.
Dengan adanya data tersebut CDR di Indonesia masih dibawah target yang ditetapkan yaitu
90% (Kemenkes RI, 2013).

13
Prevalensi penduduk Indonesia yang didiagnosis TB paru oleh tenaga kesehatan tahun
2013 sebesar 0,4% tidak berbeda dengan 2007. Lima provinsi dengan TB paru tertinggi yaitu
Jawa Barat (0,7%), Papua (0,6%), DKI (0,6%), Gorontalo (0,5%), Banten (0,4%), Papua
Barat (0,4%), dan Jawa Tengah (0,4%) (Kemenkes, 2013).
Dari seluruh penduduk yang didiagnosis TB paru oleh tenaga kesehatan, hanya 44,4 %
diobati dengan obat program. Lima provinsi terbanyak yang mengobati TB dengan obat
program yaitu DKI Jakarta (68,9%), Yogyakarta (67,3%), Jawa Barat (56,2%), Sulawesi
Barat (54,2%) dan Jawa Tengah (50,4%) (Kemenkes, 2013).
Prevalensi Tuberkulosis per 100.000 penduduk provinsi Jawa Tengah tahun 2012 sebesar
106,42 penduduk. Prevalensi tuberkulosis tertinggi adalah di Kota Tegal (358,91 per 100.000
penduduk) dan terendah di Kabupaten Magelang (44,04 per 100.000 penduduk) (Dinkes Prov
Jateng, 2012).
Suspek TB di seluruh UPK (Unit Pelayanan Kesehatan) Surakarta mengalami penurunan
tiga tahun terakhir yaitu pada tahun 2011 sebesar 5684 orang, tahun 2012 sebesar 4987 orang
dan di tahun 2013 sebesar 3820 orang. Sedangkan prevalensi kasus TB paru BTA positif di
Surakarta mengalami penurunan yaitu 418 penderita (tahun 2011), 377 penderita (tahun
2012), dan 361 penderita (tahun 2013) (Dinkes Surakarta, 2013).
Faktor yang mempengaruhi kejadian TB paru meliputi adanya sumber penularan penyakit
yaitu kuman mycobacterium tuberculosis, faktor karakteristik lingkungan (kondisi geografi,
demografi dan iklim), faktor kependudukan (sosial ekonomi, umur, jenis kelamin dan status
gizi) serta pelayanan kesehatan baik dari segi fasilitas maupun tenaga kesehatannya
(Achmadi, 2008).
Sistem surveilans tuberkulosis paru di Indonesia secara Nasional berada dibawah
pengawasan Direktorat Jendral P2&PL (Pemberantasan Penyakit Dan Penyehatan
Lingkungan) Departemen Kesehatan. Surveilans tuberkulosis paru yang berada di tingkat
Kabupaten /Kota bergantung pada Wasor (wakil supervisor) yang berada di Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota dengan bekerja sama dengan unit pelayanan kesehatan (Puskesmas, Rumah
Sakit, BP4, BBKPM, laboratorium dll). Wasor mengumpulkan dan mengolah data dan
informasi surveilans tuberkulosis paru kedalam buku register tuberkulosis paru (Kemenkes,
2011).

14
Tuberkulosis merupakan penyakit menular yang perlu dilakukan pencegahan dan
penanggulangan yang tepat. Dengan adanya analisis spasial TB didapat hasil berupa layout
peta, tabel, grafik, agihan (tempat) persebaran penderita TB dalam penelitian ini adalah Kota
Surakarta. Dari layout tersebut dapat dianalisis dan diketahui agihan (tempat) penderita TB,
berbeda dengan hanya mengolah data dengan tabel atau grafik saja tidak dapat mengetahui
tempat-tempat persebaran TB hanya sebatas analisis.

2.4 Karakteristik & Tumbang Dewasa


Setiap individu akan mengalami proses perkembangan yang tidak dapat ditolak,
terlepas dari kehendak individu yang bersangkutan. Masa dewasa adalah masa dimana
individu menyelesaikan pertumbuhannya dan siap menerima kedudukannya dalam
masyarakat bersama begitupun dengan orang dewasa lainnya.
Secara fisik, seorang dewasa menampilkan profil yang sempurna dalam arti
pertumbuhan dan perkembanga aspek-aspek secara fisiologis telah mencapai posisi puncak.
Mereka memiliki daya tahan dan taraf kesehatan yang prima sehingga dalam melakukan
berbagai kegiatan tampak inisiatif, kreatif, energik, cepat, dan proaktif.
Begitupun secara psikis, seorang yang merasa ia bertanggung jawab, menyadari
makna kehidupan serta berusaha akan nilai-nilai yang telah ia pilih, mungkin bisa dikatakan
ia seseorang yang memasuki masa dewasa. Menurut gould, “usia yang tepat saat perubahan-
perubahan itu terjadi adalah produk dari kepribadian gaya hidup dan sub-budaya total
seorang individu”.
A. Karakteristik perkembangan usia dewasa
Karakteristik perkembangan pada usia dewasa adalah sebagai berikut :
1. Perkembangan fungsi aspek-aspek fisik orang dewasa terus berjalan sesuai dengan
jenis pekerjaan, pendidikan dan latihan serta hobi-hobi aktivitas fisik. Usia dewasa
merupakan usia yang secara fisik sangat sehat, kuat, dan cekatan dengan tenaga yang
cukup besar. Kekuatan dan kesehatan ini sangat dipengaruhi oleh kemampuan
ekonomi, kebiasaan hidup, kebiasaan makan, dan pemeliharaan kesehatan.
2. Kualitas kemampuan berpikir kelompok dewasa muda terus berkembang lebih
meluas atau komprehensif dan mendalam. Perkembangan ini tergantung pada

15
pengetahuan dan informasi yang dikuasai. Semakin tinggi dan luas ilmu pengetahuan
dan informasi yang dimiliki, semakin tinggi kualitas kemampuan berpikir.
3. Pada masa dewasa, berlangsung pengalaman moral. Melalui pengalaman moral,
orang dewasa mengubah pemikiran-pemikiran moral menjadi perbuatan moral.
4. Bekerja untuk pengembangan karier merupakan tuntutan dan karakteristik utama dari
masa dewasa.
B. Tahap Perkembangan usia dewasa
Masa dewasa adalah waktu yang paling lama dalam rentang hidup yang ditandai dengan
pembagiannya menjadi 3 fase, yaitu : masa dewasa muda/dini ( 18-40 tahun ), masa
dewasa madya/pertengahan ( 40-65 tahun ), dan masa dewasa lanjut/lansia (diatas 65
tahun ).
1. Masa dewasa muda/dini ( 18-40 tahun )
Dewasa muda disebut sebagai individu yang matur. Mereka sudah dapat memikul
tanggung jawab terhadap diri sendiri dan mengharapkan hal yang sama dari orang
lain. Mereka menghadapi berbagai tugas dalam hidup dengan sikap realistis dan
dewasa, membuat keputusan dan bertanggung jawab atas keputusan tersebut.
a.  Perkembangna Fisik
Individu berada pada kondisi fisik yang prima diawal usia 20a-an. Semua sistem
pada tubuh(seperi kardio vaskuler, pengelihatan, pendengaran dan reproduktif)
juga berfungsi pada efesiensi puncak. Perubahan fisik pada tahap ini minimal,
berat badan dan massa otot dapat berubah akikab diet dan olah raga.
b. Perkembangan Psikososial
Individu dewasa muda, menghadapi sejumlah pengalaman serta perubahan gaya
hidup yang baru saat beranjak dewasa, mereka harus membuat pilihan mengenai
pendidikan, pekerjaan, perkawinan, memulai rumah tangga, dan untuk
membesarkan anak. Tanggungjawab sosial meliputi membentuk hubungan
pertemanan yang baru dan menjelani beberapa kegiatan di masyarakat.
Beberapa perkembangan psikososial pada dewasa muda, yaitu:
1) Berada pada tahap genital, yaitu ketika energi diarahkan unutk mencapai
hubungan seksual yang matur (mengacu pada teori Freud)
2) Memiliki tugas perkembangan berikut, mengacu pada pemikiran Havighurst:

16
a) Memilih pasangan;
b) Belajar untuk hidup bersama pasangan;
c) Membentuk sebuah keluarga;
d) Membesarkan anak;
e) Mengatur rumah tangga;
f) Memulai suatu pekerjaan;
g) Memikul tanggung jawab sebagai warga negara;
h) Menemukan kelompok sosial yang cocok.
c. Perkembangan Kognitif
Piaget meyakini bahwa struktur kognitif sempurna terjadi kurang lebih sejak usia
11-15 tahun. Sejak periode tersebut, operasi formal(contoh: membuat hipotesis)
menandakan pemikiran selama massa dewasa, egosentrismenya terus berkurang.
Mereka mampu memahami dan menyeimbangkan argumen yang diciptakan oleh
logika dan emosi.
d. Perkembangan Moral
Pada periode ini, individu mampu memisahkan diri dari pengharapan dan aturan-
aturan orang lain, dan mendefinisikan moralitas terkait prinsip moral. Saat
mempersepsikan konflik dengan norma dan hukum masyarakat, mereka membuat
penilaian berdasarkan prinsip pribadi mereka.
e. Perkembangan Spiritual
Pada periode ini, individu berfokus pada realitas. Individu dewasa yang berusia 27
tahun dapat mengemukakan pertanyaan yang bersifat filosofi mengenai
spiritualitas dan menyadari akan hal spiritual tersebut. Ajaran-ajaran agama yang
diperoleh semasa kecil, sekarang dapat diterima/didefenisikan kembali.
2. Masa dewasa madya/pertengahan (40-65 tahun )
a. Perkembangan Fisik
Pada perkambangan ini, banyak berubahan fisik yang terjadi, antara lain sebagai
berikut:
1) Penampilan

17
Rambut mulai tipis dan beruban, kelembapan kulit berkurang, muncul kerutan
pada kulit, jaringan lemak diretribusikan kembali sehingga menyebabkan deposit
lemak di area abdomen.
2) Sistem musculoskeletal
Massa otot skeletal berkurang sekitar usia 60-an. Penipisan diskus interverbal
menyebabkan penurunan tinggi badan sekitar 1 inci. Kehilangan kalsium dari
jaringan tulang lebih sering terjadi pada wanita pasca menstruasi. Otot tetap
tetap bertumbuh sesuai penggunaan.
3) Sistem kardiovaskular
Pembuluh darah kehilangan elastisitasnya dan menjadi lebi tebal
4) Presepsi sensori
Ketajaman visual menurun, seringkali terjadi diakhir usia 40-an, khususnya
untuk pengelihatan dekat(presbiopia). Ketajaman pendengaran untuk suara
frekuansi tinggijuga menurun(presbikusis), khususnya pada pria. Sensasi perasa
juga berkurang.
5) Metabolisme
Metabolisme lambat, menyebabkan kenaikan berat badan
6) Sistem pencernaan
Penurunan tonus usus besar secara bertahap dapat menyebabkan kecendrungan
terjadinya konstipasi pada individu.
7) Sistem perkemihan
Unit nefron berkurang selama periode ini, dan laju filtrasi glomelurus menurun.
8) Seksualitas
Perubahan hormonal terjadi pada pria maupun wanita.
b. Perkembangan Psikososial
Menurut havighurst, individu paruh baya memiliki tugas perkembangan
psikososial sebagai berikut:
1) Memenuhi tanggung jawab sebagai warga negara dewasa dan tanggung jawab
sosial;
2) Membangun dan mempertahankan standar ekonomi hidup;

18
3) Membantu anak yang beranjakremaja untuk menjadi individu dewasa yang
bahagia dan bertanggung jawab;
4) Mengembangkan berbagai aktivitas untuk mengisi waktu luang;
5) Berinteraksi dengan pasangan sebagai seorang individu;
6) Menerima dan menyesuaikan perubahan fisk di masa paruh baya;
7) Menyesuaikan diri dengan orang tua yang mulai lansia.
c. Perkembangan Kognitif
Kemampuan kognitif dan intelektual di masa paruh baya tidak banyak mengalami
perubahan. Proses kognitif meliputi waktu rekreasi, memori, persepsi, pembelajaran,
pemecahan masalah, dan kreativitas.
d. Perkembangan Moral
Pada tahap ini, individu perlu memiliki pengalaman yang luas tentang pilihan moral
personal serta tanggung jawab.
e. Perkembangan Spiritual
Pada tahap ini, individu dapat memandang “kebenaran” dari sejumlah sudut pandang.
Mereka cenderung tidak terlalu fanatik terhadap keyakinan agam, dan agama
seringkali membrikan lebih banyak kenyamanan pada diri individu di masa ini
dibandingkan sebelumnya. Individu kerap kali bergantung pad akeyakinan spiritual
untuk membantu mereka menghadapi penyakit, kematian, dan tragedi.
3. Masa dewasa lanjut/lansia (diatas 65 tahun)
a. Perkembangan Psikososial
Menurut Erikson, tugas perkembangan di masa inia dalah integritas ego versus putus
asa. Seseorang yang mencapai integritas ego memandang kehidupan dengan
perasaan utuh dan meraih kepuasan dari keberhasilan yang dicapai di masa lalu.
Mereka memandang kematian sebagai akhir kehidupan yang dapat diterima.
Sebaliknya, orang yang putus asa sering kali merasa pilihannya salah dan berharap
dapat mengulang kembali waktu.
Tugas perkembangan lansia menurut Peck tahun 1968, antara lain:
1) Usia 65-75 tahun
a) Menyesuaikan diri dengan kesehatan dan kekuatan fisik yang menurun
b) Menyesuaikan diri dengan masa pensiun dan penghasilan yang menurun

19
c) Menyesuaikan diri dengan kematian orang tua, pasangan, dan teman
d) Menyesuaikan diri dengan hubungan yang baru bersama anak-anak yang
sudah dewasa
e) Menyesuaikan diri dengan waktu luang
f) Menyesuaikan diri dengan respons fisik dan kognitif yang melambat
2) Usia 75 tahun atau lebih
a) Beradaptasi dengan situasi “hidup sendiri”
b) Menjaga kesehatan fisik dan mental
c) Menyesuaikan diri dengan kemungkinan tinggal di panti jompo
d)   Tetap berhubungan dengan anggota keluarga lain
e)  Menemukan makna hidup
f) Mengurus akan kematiannya kelak
g) Tetap aktif dan terlibat dalam aktivitas
h) Membuat perencanaan hidup yang memuaskan seiring penuaan
b. Perkembangan Kognitif
Perubahan pada struktur kognitif berlangsung seiring bertambahnya usia.
Diyakini bahwa terjadi penurunan jumlah neuron yang progresif. Selain itu, aliran
darah ke otak menurun, dan metabolisme otak melambat. Penurunan intelektual
umumnya mnecerminkan proses penyakit, seperti arterosklerosis.
Pada lansia, proses penarikan informasi dari memori jangka panjang dapat
menjadi lebih lambat. Lansia cenderung melupakan kejadian yang baru saja berlalu.
Dan mereka memerlukan waktu yang lebih banyak dalam belajar.
c. Perkembangan Moral
Kebanyakan lansia berada pada tingkat prakonvensional perkembangan moral,
mereka mematuhi setiap aturan agar tidak menyakiti atau menyusahkan orang lain.
Sedangkan pada tingkat konvensional, mereka mengikuti kaidah sosial yang berlaku
sebagai respons terhadap harapan orang lain.
d. Perkembangan Spiritual
Carson (1989) mengemukakan bahwa agama “memberi makna baru bagi lansia,
yang dapat memberikan kenyamanan, penghiburan, dan penguatan dalam kegiatan
keagamaan”. Banyak lansia memiliki keyakinan agama yang kuat dan terus

20
menghadiri pertemuan atau ibadah keagamaan. Keterkaitan lansia dalam hal
keagamaan kerap membantu mereka dalam mengatasi berbagai masalah yang
nerkaitan dengan makna hidup, kesengsaran, atau nasib baik.

2.5 Pengertian, Etiologi dan Tanda Gejala TB Paru


A. Pengertian TB Paru
Tuberculosis adalah penyakit yang disebabkan Mycobacterium tuberculosis yang
hampir seluruh organ tubuh dapat terserang olehnya, tapi yang paling banyak adalah
paru-paru (IPD, FK, UI).
Tuberculosis adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh Mycobacterium
Tuberculosis dengan gejala yang sangat bervariasi ( Mansjoer , 1999).
 Tuberculosis paru merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh basil
Mycobacterium tuberculosis tipe humanus, sejenis kuman berbentuk batang dengan
panjang 1-4 mm dan tebal 0,3-0,6 mm. (M.Ardiansyah, 2012).
Penyakit tuberculosis disebabkan oleh kuman Mycobacterium
Tuberculosis ditularkan melalui udara (droplet nuclei) saat seorang pasien TBC batuk
dan percikan ludah yang mengandung bakteri tersebut terhirup oleh orang lain saat
bernafas. (Widoyono, 2008)
Tuberculosis adalah suatu infeksi kronik jaringan paru yang
disebabkan Mycobacterium tuberculosae (Herdin, 2009).
TB Paru (Tuberculosis) adalah penyakit menular yang langsung disebabkan oleh
kuman TB (Mycobaterium tuberculosa). Sebagian besar kuman TBC ini menyerang
paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya ( Depkes RI, 2011 ).
B. Etiologi TB Paru

Penyebab dari penyakit tuberculosis paru adalah terinfeksinya paru oleh


micobacterium tuberculosis yang merupakan kuman berbentuk batang dengan ukuran
sampai 4 mycron dan bersifat anaerob. Sifat ini yang menunjukkan kuman lebih
menyenangi jaringan yang tinggi kandungan oksigennya, sehingga paru-paru
merupakan tempat prediksi penyakit tuberculosis. Kuman ini juga terdiri dari asal
lemak (lipid) yang membuat kuman lebih tahan terhadap asam dan lebih tahan

21
terhadap gangguan kimia dan fisik. Penyebaran mycobacterium tuberculosis yaitu
melalui droplet nukles, kemudian dihirup oleh manusia dan menginfeksi (Depkes RI,
2002).

Bakteri ini mempunyai sifat istimewa, yaitu dapat bertahan terhadap pencucian
warna dengan asam dan alkohol, sehingga sering disebut Basil Tahan Asam (BTA),
serta tahan terhadap zat kimia dan fisik. Kuman Tuberculosis juga tahan dalam
keadaan kering dan dingin, bersifat dorman dan aerob.

Bakteri tuberculosis ini mati pada pemanasan 100°C selama 5-10 menit atau
pada pemanasan 60°C selama 30 menit, dan dengan alkohol 70-95% selama 15-30
detik. Bakteri ini tahan selama 1-2 jam di udara terutama di tempat yang lembab dan
gelap (bisa berbulan-bulan), namun tidak tahan terhadap sinar atau aliran
udara (Widoyono, 2008).

C. Tanda Gejala TB Paru

Gejala umum TB paru adalah batuk lebih dari 4 minggu dengan atau tanpa
sputum, malaise, gejala flu, demam ringan, nyeri dada, batuk darah. Keluhan yang
dirasakan penderita tuberculosis dapat bermacam-macam atau malah tanpa keluhan
sama sekali. Keluhan yang paling banyak terjadi yaitu :

1. Demam
Serangan demam pertama dapat sembuh kembali, tetapi kadang-kadang panas
badan mencapai 40-410C. Demam biasanya menyerupai
demam influenza sehingga penderita biasanya tidak pernah terbebas dari serangan
demam influenza.
2. Batuk
Batuk terjadi karena adanya iritasi pada bronkus. Batuk biasanya dialami lebih
dari 4 minggu dan bahkan berbulan-bulan. Sifat batuk dimulai dari batuk non
produktif. Keadaan ini biasanya akan berlanjut menjadi batuk darah. Kebanyakan
batuk darah pada tuberculosis terjadi pada kavitas, tetapi dapat juga terjadi pada
ulkus dinding bronkus.
3. Sesak napas

22
Pada penyakit yang ringan (baru tumbuh) belum dirasakan sesak napas. Sesak
napas akan ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut dimana infiltrasinya sudah
meliputi bagian paru-paru.
4. Nyeri dada
Nyeri dada timbul bila infiltrasi radang sudah sampai ke pleura sehingga
menimbulkan pleuritis.
5. Malaise
Tuberculosis bersifat radang yang menahun. Gejala malaise sering ditemukan
berupa anoreksia, tidak ada nafsu makan, badan makin kurus (BB menurun), sakit
kepala, meriang, nyeri otot, dan berkeringat malam. Gejala malaise ini makin
lama makin berat dan terjadi hilang timbul secara tidak teratur (Ari Sandi, 2012)

2.6 Komplikasi, Cara Pencegahan dan Penatalaksanaan TB Paru


A. Komplikasi dan Prognosis
Tb paru apabila tidak ditangani dengan baik akan menimbulkan komplikasi.
Komplikasi-komplikasi yang terjadi pada penderita Tb paru dibedakan menjadi dua,
yaitu:
1. Komplikasi dini:
pleuritis, efusi pleura, empiema, laryngitis, usus.
2. Komplikasi pada stadium lanjut:
a. Hemoptisis masif (pendarahan dari saluran nafas bawah) yang dapat
mengakibatkan kematian karena sumbatan jalan nafas atau syok hipovolemik
b. Kolaps lobus akibat sumbatan duktus
c. Bronkietaksis (pelebaran bronkus setempat) dan fibrosis (pembentukan jaringan
ikat pada proses pemulihan atau reaktif) pada paru
d. Pnemotoraks spontan, yaitu kolaps spontan karena bula/blep yang pecah
e. Penyebaran infeksi ke organ lain seperti otak, tulang, sendi, ginjal, dan sebagainya
Terdapat berbagai macam komplikasi TB paru, dimana komplikasi dapat terjadi di
paru-paru, saluran nafas, pembuluh darah, mediastinum, pleura ataupun dinding dada
(Jeoung dan Lee, 2008). Komplikasi TB ini dapat terjadi baik pada pasien yang diobati
ataupun tidak. Secara garis besar, komplikasi TB dikategorikan menjadi:

23
1. Lesi Parenkim
a. Tuberkuloma dan thin-walled cavity
b. Sikatriks dan destruksi paru.
c. Aspergilloma.
d. Karsinoma bronkogenik.
2. Lesi Saluran Nafas
a. Bronkiektasis.
b. Stenosis trakeobronkial.
c. Bronkolitiasis.
3. Komplikasi Vaskular
a. Trombosis dan vaskulitis.
b. Dilatasi arteri bronchial.
c. Aneurisma rassmussen.
4. Lesi Mediastinum
a. Kalsifikasi nodus limfa.
b. Fistula esofagomediastinal.
c. Tuberkulosis perikarditis.
5. Lesi Pleura
a. Chronic tuberculous empyema dan fibrothorax.
b. Fistula bronkopleura.
c. Pneumotoraks.
6. Lesi dinding dada
a. TB kosta.
b. Tuberculous spondylitis.
c. Keganasanyang berhubungan dengan empyema kronis.

Prognosis dapat menjadi buruk bila dijumpai keterlibatan ekstraparu, keadaan


immunodefisiensi, usia tua, dan riwayat pengobatan TB sebelumnya. Pada suatu
penelitian TB di Malawi, 12 dari 199 orang meninggal, dimana faktor risiko terjadinya
kematian diduga akibat BMI yang rendah, kurangnya respon terhadap terapi dan
keterlambatan diagnosa (Herchline, 2013). Kesembuhan sempurna biasanya dijumpai
pada kasus non-MDR dan nonXDR TB, ketika regimen pengobatan selesai. Beberapa

24
penelitian menunjukkan bahwa terapi dengan sistem DOTS memiliki tingkat
kekambuhan 0-14 %. Pada negara dengan prevalensi TB yang rendah, kekambuhan
biasanya timbul 12 bulan setelah pengobatan selesai dan biasanya diakibatkan oleh
relaps. Hal ini berbeda pada negara dengan prevalensi TB yang tinggi, dimana
kekambuhan diakibatkan oleh reinfeksi (Herchline, 2013).

B. Cara Pencegahan
Sejalan dengan meningkatnya kasus TB, pada awal tahun 1990-an WHO dan
IUATLD mengembangkan strategi pengendalian TB yang dikenal sebagai strategi DOTS
(Directly Observed Treatment Short-course). Strategi DOTS terdiri dari 5 komponen
kunci, yaitu:
1) Komitmen politis, dengan peningkatan dan kesinambungan pendanaan.
2) Penemuan kasus melalui pemeriksaan dahak mikroskopis yang terjamin mutunya.
3) Pengobatan yang standar, dengan supervisi dan dukungan bagi pasien.
4) Sistem pengelolaan dan ketersediaan OAT yang efektif.
5) Sistem monitoring pencatatan dan pelaporan yang mampu memberikan penilaian
terhadap hasil pengobatan pasien dan kinerja program.
WHO telah merekomendasikan strategi DOTS sebagai strategi dalam pengendalian
TB sejak tahun 1995. Bank Dunia menyatakan strategi DOTS sebagai salah satu
intervensi kesehatan yang secara ekonomis sangat efektif (cost-efective). Integrasi ke
dalam pelayanan kesehatan dasar sangat dianjurkan demi efisiensi dan efektifitasnya.
Satu studi cost benefit yang dilakukan di Indonesia menggambarkan bahwa dengan
menggunakan strategi DOTS, setiap dolar yang digunakan untuk membiayai program
pengendalian TB, akan menghemat sebesar US$ 55 selama 20 tahun.

Fokus utama DOTS adalah penemuan dan penyembuhan pasien, prioritas diberikan
kepada pasien TB tipe menular. Strategi ini akan memutuskan penularan TB dan dengan
demikian menurunkan insidens TB di masyarakat. Menemukan dan menyembuhkan
pasien merupakan cara terbaik dalam upaya pencegahan penularan TB. Dengan semakin
berkembangnya tantangan yang dihadapi program dibanyak negara, kemudian strategi
DOTS di atas oleh Global stop TB partnership strategi DOTS tersebut diperluas menjadi
sebagai berikut :

25
1) Mencapai, mengoptimalkan dan mempertahankan mutu DOTS
2) Merespon masalah TB-HIV, MDR-TB dan tantangan lainnya
3) Berkontribusi dalam penguatan system kesehatan
4) Melibatkan semua pemberi pelayanan kesehatan baik pemerintah maupun swasta.
5) Memberdayakan pasien dan masyarakat
6) Melaksanakan dan mengembangkan penelitian
Pengendalian TB Di Indonesia Tahun 2010 – 2014
Strategi nasional program pengendalian TB nasional terdiri dari 7 strategi:
1) Memperluas dan meningkatkan pelayanan DOTS yang bermutu
2) Menghadapi tantangan TB/HIV, MDR-TB, TB anak dan kebutuhan masyarakat
miskin serta rentan lainnya
3) Melibatkan seluruh penyedia pelayanan pemerintah, masyarakat (sukarela),
perusahaan dan swasta melalui pendekatan Public-Private Mix dan menjamin
kepatuhan terhadap International Standards for TB Care
4) Memberdayakan masyarakat dan pasien TB.
5) Memberikan kontribusi dalam penguatan sistem kesehatan dan manajemen program
pengendalian TB
6) Mendorong komitmen pemerintah pusat dan daerah terhadap program TB
7) Mendorong penelitian, pengembangan dan pemanfaatan informasi strategis
Kegiatan yang dilakukan :
1) Tatalaksana dan Pencegahan TB
 Penemuan Kasus Tuberkulosis
 Pengobatan Tuberkulosis
 Pemantauan dan Hasil Pengobatan Tuberkulosis
 Pengendalian Infeksi pada sarana layanan
 Pencegahan Tuberkulosis
2) Manajemen Program TB
 Perencanaan program Tuberkulosis
 Monitoring dan Evaluasi Program Tuberkulosis
 Manajemen Logistik Program Tuberkulosis
 Pengembangan Ketenagaan Program Tuberkulosis

26
 Promosi program Tuberkulosis
3) Pengendalian TB komprehensif
 Penguatan Layanan Laboratorium Tuberkulosis
 Public - Private Mix (Pelibatan Semua Fasilitas Pelayanan Kesehatan)
 Kolaborasi TB-HIV
 Pemberdayaan Masyarakat dan Pasien TB
 Pendekatan kolaborasi dalam kesehatan paru
 Manajemen TB Resist Obat
 Penelitian tuberculosis
Tips Menjaga dan Mencegah TB Menular (Depkes, 2017)
1) Tinggal di ruamah
Jangan pergi kerja atau sekolah atau tidur di kamar dengan orang lain selama
beberapa minggu pertama pengobatan untuk TB aktif.
2) Ventilasi ruangan
Kuman TB menyebar lebih mudah dalam ruangan tertutup kecil dimana udara tidak
bergerak. Jika ventilasi ruangan masih kurang buka jendela dan gunakan kipas untuk
meniup udara dalam ruangan ke luar.
3) Menggunakan masker
Gunakan masker untuk menutup mulut kapan saja ini merupakan langkah pencegahan
TB secara efektif. Jangan lupa untuk membuang masker secara teratur.
4) Imunisasi
Imunisasi BCG diberikan kepada bayi berumur 3-14 bulan.
5) Meludah pada tempat tertentu yang sudah diberi desinfektan (air sabun).
6) Hindari udara dingin.
7) Usahakan sinar matahari dan udara segar masuk secukupnya ke dalam ruang tidur.
8) Menjemur Kasur, bantal, dan tempat tidur terutama pagi hari.
9) Semua barang penderita harus dipisahkan

27
C. Penatalaksanaan Medis
Pengobatan tuberkulosis bertujuan untuk menyembuhkan pasien,mencegah kematian,
mencegah kekambuhan, memutuskan rantai penularan dan mencegah terjadinya resistensi
kuman terhadap OAT. Mikobakteri merupakan kuman tahan asam yang sifatnya berbeda
dengan kuman lain karena tumbuhnya sangat lambat dan cepat sekali timbul resistensi
bila terpajan dengan satu obat. Umumnya antibiotika bekerja lebih aktif terhadap kuman
yang cepat membelah dibandingkan dengan kuman yang lambat membelah. Sifat lambat
membelah yang dimiliki mikobakteri merupakan salah satu faktor yang menyebabkan
perkembangan penemuan obat antimikobakteri baru jauh lebih sulit dan lambat
dibandingkan antibakteri lain. Pengobatan TB paru terbagi atas 2 fase, yaitu fase intensif
(2-3 bulan) dan fase lanjutan (4-7 bulan) untuk jenis obat utama:
1. Lini 1 : INH, Rifampisin, Streptomisin, Etambutol. Jenis obat tambahan lainnya
2. Lini 2 : Kanamisin , Amikasin, Kuinolon

Tabel dosis Obat Anti Tuberkulosis

Dosis Dosis Dosis (mg)/ BB (kg)


(mg/kgBB Harian Intermiten maks
OBAT < 40 40-60 >60
/hari) (mg/kgBB/hari) (mg/kgBB/hari) (mg)
R 8-12 10 10 600 300 450 600
H 4-6 5 10 300 150 300 450
Z 20-30 25 35 1000 1000 1500
E 15-20 15 30 1000 1000 1500
Sesuai
S 15-18 15 15 1000 750 1000
BB

Kombinasi dosis tetap (Fixed dose combination)

1. Dosis tiap hari


a. RHZE: R(150mg)+H(75mg)+Z(400mg)+E(275mg)
b. RHZ : R(150mg)+H(75mg)+Z(400mg)
c. RH : R(300mg)+H(150mg), R(150mg)+H(75mg)
d. EH : H(150mg)+E(400mg)
2. Dosis 3 X/ minggu

28
a. RHZ : R(150mg)+H(150mg)+Z(500mg)
b. RH : R(150mg)+H(150mg)

Keuntungan kombinasi dosis tetap

1. Penatalaksanaan sederhana dengan kesalahan pembuatan resep minimal


2. Peningkatan kepatuhan dan penerimaan pasien dengan penurunan kesalahan pengobatan
yang tidak disengaja
3. Peningkatan kepatuhan tenaga kesehatan terhadap penatalaksanaan yang benar dan
standar
4. Perbaikan manajemen obat karena jenis obat yang lebih sedikit
5. Menurunkan risiko penyalahgunaan obat tunggal dan MDR akibat penurunan
penggumaan monoterapi

Paduan OAT yang dianjurkan pada pengobatan TB paru

Pengobatan Tb paru pada orang dewasa di bagi dalam beberapa kategori yaitu:

1. Kategori 1 : 2HRZE/4H3R3
Selama 2 bulan minum obat INH, rifampisin, pirazinamid, dan etambutol setiap hari
(tahap intensif), dan 4 bulan selanjutnya minum obat INH dan rifampisin tiga kali dalam
seminggu (tahap lanjutan). Diberikan kepada:
a. Penderita baru TBC paru BTA positif.
b. Penderita TBC ekstra paru (TBC di luar paru-paru) berat.
2. Kategori 2 : HRZE/5H3R3E3
Diberikan kepada :
a. Penderita kambuh.
b. Penderita gagal terapi.
c. Penderita dengan pengobatan setelah lalai minum obat.
3. Kategori 3 : 2HRZ/4H3R3
Diberikan kepada penderita BTA (+) dan rontgen paru mendukung aktif
4. Kategori 4: RHZES
Diberikan pada kasus Tb kronik .

Kategori Kasus Paduan OAT Paduan Alternatif

29
(Program Program
) Nasional
- TB Paru BTA +, kasus baru 2 RHZE/ 4 R3H3
- BTA -, lesi luas/ kasus berat
I 2 RHZE/ 4 RH
- TB ekstrapulmonal berat 2 HRZE/ 6 HE
- TB kasus berat HIV +
- Kambuh 2 RHZES/
2 HRZES/ 1 HRZE/
II - Gagal pengobatan 1 HRZE/
5 HRE
- Putus berobat 5 H3R3E3
- TB paru BTA -, lesi minimal. HIV
2 RHZ/ 4 RH/ 2
III - 2 RHZ/ 4 R3H3
RHZ/ 6 HE
- Ekstrapulmonal ringan HIV -
- TB Kronik Rujukan ke Untuk mendapat
IV
- MDR TB spesialis OAT lini 2

Tabel Paduan OAT yang dianjurkan pada pengobatan TB paru

Efek samping OAT pada orang dewasa

Obat-obatan Efek samping utama


Isoniazid - Hepatitis (meningkat dengan umur,kelainan fungsi hati pecandu

30
alkohol)
- Neuropati perifer, hati-hati pada penderita DM, uraemia,
malnutrisi, keganasan, pecandu alkohol, perempuan hamil)
- Gangguan saluran cerna
- Hepatitis
- Interaksi obat
Rifampisin
- Rash
- Gejala seperti flu
- Kelainan darah
- Hepatitis
- Rash
Pirazinamid - Nyeri sendi
- Hiperurisemia
- Gangguan saluran cerna
Etambutol - Optic neuritis
- Ototoksik (hindari penderita > 60 tahun)
Streptomisin (p.e)
- Gangguan fungsi ginjal
Ciprofloksasin - Gangguan saluran cerna
- Gangguan tidur, sakit kepala
Ofloksasin
- Gangguan saluran cerna
Kanamisin - Seperti streptomisin

2.7 Pengkajian, Analisa Data dan Diagnosa Keperawatan TB Paru

Kasus Penyakit Infeksi (TB Paru)


Pengkajian pada Desa Sehat Sejahtera di Kota Tangerang, sebagian besar penduduk
beragama islam, terdapat banyak masjid yang digunakan untuk sholat berjamaah dan
kegiatan keagamaan lainnya. Warga desa Sehat Sejahtera merupakan penduduk yang berasal

31
dari pulau jawa dan berkomunikasi dengan Bahasa Indonesia, dan sudah banyak warga yang
menggunakan handphone sebagai alat komunikasi. Lingkungan di wilayah desa sehat
sejahtera sangat padat, cenderung kumuh, kotor dan banyak rumah dengan kondisi tanpa
ventilasi yang memadai. Warga mengelola sampah rumah tangga dengan cara dibakar
didepan rumah. Rata rata pendidikan warga hanya lulusan SD dan SMP. Pelayanan
kesehatan di desa sehat sejahtera cukup sulit dijangkau. Di desa tersebut banyak warga yang
menggunakan jasa angkutan umum yang dapat dimanfaatkan untuk berpergian dan terdapat
siskamling yang aktif untuk menjaga keamanan warga. Kegiatan politik dimasyarakat cukup
aktif, banyak keterlibatan warga dalam pembuatan keputusan pemerintah daerah setempat
Terdapat banyak pula tempat rekreasi yang dapat dikunjungi di sekitar desa tersebut, seperti
taman, tempat berenang, dan mall yang berjarak tidak jauh dari desa tersebut. Warga desa
sehat sejahtera ada yang beprofesi sebagai supir angutan umum, kuli bangunan, dan kuli
panggul di pasar desa tersebut.
Hasil pengkajian didapatkan Didapatkan juga bahwa 15% warga menderita penyakit
TB Paru, 35% batuk dengan sputum, 28% pernah mengalami batuk berdarah, dan 46%
penderita TB Paru tidak tahu cara membuang dahak yang benar. Penderita TB Paru sering
megeluh batuk-batuk yang tak kunjung reda, sesak napas, nafsu makan menurun, dan ada
juga yang mengatakan sering berkeringat dingin pada malam hari. Sebagian besar warga
mengatakan tidak tau tentang penyakitnya , karena pelayanan kesehatan didesa sehat
sejahtera sulit dijangkau karena aksesnya yang cukup jauh menjadikan warga malas bahkan
tidak pernah memeriksa penyakitnya di pelayanan kesehatan, dan warga tidak tau kalau
nanti penyakitnya bisa bertambah parah. Rata-rata warga yang terserang TB Paru
mengatakan perokok aktif, dan warga mengatakan jarang berolahraga.

A. Pengkajian
1. Inti
a. Demografi
Terdapat 15% warga menderita penyakit TB Paru, 35% batuk dengan sputum, 28%
pernah mengalami batuk berdarah, dan 46% penderita TB Paru tidak tahu cara
membuang dahak yang benar.

32
b. Etnis
Warga desa Bahagia mayoritas berasal dari pulau jawa.
c. Nilai dan keyakinan
Sebagian besar penduduk beragama islam, terdapat banyak masjid yang digunakan
untuk sholat berjamaah dan kegiatan keagamaan lainnya
2. Subsistem
a. Lingkungan fisik
Lingkungan di wilayah desa sehat sejahtera sangat padat, cenderung kumuh, kotor
dan banyak rumah dengan kondisi tanpa ventilasi yang memadai. Warga mengelola
sampah rumah tangga dengan cara dibakar didepan rumah.
b. Pelayanan kesehatan dan social
Pelayanan kesehatan didesa sehat sejahtera sulit dijangkau karena aksesnya yang
cukup jauh menjadikan warga malas bahkan tidak pernah memeriksa penyakitnya
di pelayanan kesehatan
c. Ekonomi
Warga desa sehat sejahtera ada yang beprofesi sebagai supir angutan umum, kuli
bangunan, dan kuli panggul di pasar desa tersebut.
d. Transportasi dan keamanan
Di desa tersebut banyak warga yang menggunakan jasa angkutan umum yang dapat
dimanfaatkan untuk berpergian dan terdapat siskamling yang aktif untuk menjaga
keamanan warga.
e. Politik dan pemerintahan
Kegiatan politik dimasyarakat cukup aktif, banyak keterlibatan warga dalam
pembuatan keputusan pemerintah daerah setempat
f. Komunikasi
Warga berkomunikasi dengan Bahasa Indonesia, komunikasi antar warga atau
tetangga sangat baik
g. Pendidikan
Rata-rata pendidikan warga Desa Sehat Sejahtera adalah SD dan SMP
h. Rekreasi

33
Terdapat tempat rekreasi yang dapat dikunjungi di sekitar desa tersebut, seperti
taman yang berjarak tidak jauh dari desa Sehat Sejahtera.

B. Analisa Data

No Data Masalah
.
1. DS: Ketidakefektifan pemeliharaan kesehatan
 Penderita TB Paru sering megeluh batuk- pada warga di Desa Sehat Sejahtera Kota
batuk yang tak kunjung reda, sesak napas, Tangerang dengan masalah kurangnya
nafsu makan menurun, dan ada juga yang pengetahuan tentang penyakit TB paru.
mengatakan sering berkeringat dingin
pada malam hari.
 Sebagian besar warga mengatakan tidak
tau tentang penyakitnya.
 Warga malas bahkan tidak pernah
memeriksa penyakitnya di pelayanan
kesehatan.
 Warga tidak tau kalau nanti penyakitnya
bisa bertambah parah.
 Warga yang terserang TB Paru
mengatakan perokok aktif.
 Warga mengatakan jarang berolahraga.

DO:
15% warga menderita penyakit TB Paru,
35% batuk dengan sputum, 28% pernah
mengalami batuk berdarah, dan 46%
penderita TB Paru tidak tahu cara
membuang dahak yang benar.

2. DS: Defisiensi kesehatan komunitas warga di

34
 Warga mengelola sampah rumah tangga Desa Sehat Sejahtera Kota Tangerang
dengan cara dibakar didepan rumah. dengan masalah kurangnya pemeliharaan
lingkungan rumah.
DO:
 Lingkungan di wilayah desa sehat
sejahtera sangat padat, cenderung kumuh
dan kotor.
 Banyak rumah dengan kondisi tanpa
ventilasi yang memadai.
 Pelayanan kesehatan di desa sehat
sejahtera sulit dijangkau karena aksesnya
yang cukup jauh.

Prioritas Masalah Keperawatan

No Diagnosa Tingkat Perubahan Peningkatan Prioritas Jumlah


. Keperawatan pentingnya positif bagi kualitas masalah
Komunitas masalah masyarakat hidup jika dari 1-6:
untuk jika masalah diselesaikan: 1=kuran
diselesaikan diselesaikan: 0=tidakada g penting
: 0=tidakada 1=rendah 6=sangat
1=rendah 1=rendah 2=sedang penting
2=sedang 2=sedang 3=tinggi
3=tinggi 3=tinggi

1. Ketidakefektifan 3 3 3 6 15
pemeliharaan
kesehatan pada
warga di Desa
Sehat Sejahtera
Kota Tangerang

35
dengan masalah
kurangnya
pengetahuan
tentang penyakit
TB paru.

2. Defisiensi 2 3 3 5 13
kesehatan
komunitas
warga di Desa
Sehat Sejahtera
Kota Tangerang
dengan masalah
kurangnya
pemeliharaan
lingkungan
rumah.

Prioritas Masalah Keperawatan (Stanhope & Lancaster)

No Kriteria Bobot (B) Masalah Skala (S) Rasional BxS


. (1-10) (1-10)
1. Kesadaran 6 Ketidakefektifa 6 Motivasi yang 36
masyarakat n pemeliharaan kurang terhadap
terhadap masalah kesehatan pada kesehatan diri
warga di Desa menyebabkan
Sehat Sejahtera penurunan kesadaran
Kota Tangerang masyarakat untuk
dengan masalah memelihara
kurangnya kesehatan
2. Motivasi 6 6 Motivasi masyarakat 36
pengetahuan
masyarakat untuk yang kurang maka

36
mengatasi akan semakin sulit
masalah mengubah perilaku
masyarakat dalam
memelihara
kesehatan.
3. Kemampuan 9 9 Kemampuan perawat 81
perawat untuk yang berkompeten
mengatasi dibidangnya dapat
masalah menjadi konselor,
educator, dan
kolaborator bagi
masyarakat untuk
dapat memecahkan
masalah.
4. Tersedianya 5 tentang penyakit 5 Keberadaan fasilitas 25
fasilitas di TB paru. yang memadai dapat
masyarakat membantu untuk
penyelesaian
masalah.
5. Derajat 8 8 Semakin tinggi 64
keparahan keparahan yang ada
masalah maka semakin sulit
masalah tersebut
teratasi.
6. Waktu untuk 5 5 Untuk mengubah 25
menyelesaikan sifat memang
masalah memerlukan waktu
yang banyak
Total 267

37
No Kriteria Bobot (B) Masalah Skala (S) Rasional BxS
. (1-10) (1-10)
1. Kesadaran 5 Defisiensi 5 Motivasi yang 25
masyarakat kesehatan kurang terhadap
terhadap masalah komunitas pada kesehatan diri
warga di Desa menyebabkan
Sehat Sejahtera penurunan kesadaran
Kota Tangerang masyarakat untuk
dengan masalah memelihara
kurangnya lingkungan tempat
pemeliharaan tinggal
2. Motivasi 6 6 Motivasi masyarakat 36
lingkungan
masyarakat untuk yang kurang maka
rumah.
mengatasi akan semakin sulit
masalah mengubah perilaku
masyarakat dalam
memelihara
kesehatan
lingkungan
3. Kemampuan 9 9 Kemampuan perawat 81
perawat untuk yang berkompeten
mengatasi dibidangnya dapat
masalah menjadi konselor,
educator, dan
kolaborator bagi
masyarakat untuk
dapat memecahkan
masalah.
4. Tersedianya 5 5 Keberadaan fasilitas 25
fasilitas di yang memadai dapat
masyarakat membantu untuk
penyelesaian

38
masalah.
5. Derajat 7 7 Semakin tinggi 49
keparahan keparahan yang ada
masalah maka semakin sulit
masalah tersebut
teratasi.
6. Waktu untuk 6 6 Untuk mengubah 36
menyelesaikan sifat dalam
masalah memelihara
lingkungan memang
memerlukan waktu
yang banyak
Total 252

C. Diagnosa Keperawatan

1. Ketidakefektifan pemeliharaan kesehatan pada warga di Desa Sehat Sejahtera Kota


Tangerang dengan masalah kurangnya pengetahuan tentang penyakit TB paru.
2. Defisiensi kesehatan komunitas pada warga di Desa Sehat Sejahtera Kota Tangerang
dengan masalah kurangnya pemeliharaan lingkungan rumah.

39
40
2.8 Tujuan Umum Khusus & Intervensi TB Paru
RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN KOMUNITAS

Diagnosa Rencana kegiatan Evaluasi


N
keperawatan Tujuan
o Strategi Kegiatan Kriteria Standar Evaluator
komunitas
1. Ketidakefektifa Tujuan Pencegahan primer: Kognitif 1. Terjadi Supervisor
n pemeliharaan umum: Pendidikan 1. Melakukan penyuluhan peningkatan Mahasisw
kesehatan pada Setelah kesehatan kesehatan mengenai penyakit pengetahuan a
warga di Desa dilaksanakan TB Paru : mengenai TB Fasilitas
Sehat Sejahtera intervensi a. Pengertian TB Paru paru kesehatan
Kota Tangerang pembinaan b. Penyebab TB paru 2. Terjadi setempat.
dengan masalah selama 4 c. Faktor risiko peningkatan
kurangnya bulan d. Tanda dan gejala pengetahuan
pengetahuan pemeliharaan e. Komplikasi mengenai
tentang kesehatan f. Penularan/penyebaran perilaku
penyakit TB warga di g. Penatalaksanaan hidup sehat
Paru Desa Sehat h. Pencegahan Afektif 3. Perbaikan
Sejahtera 2. Melakukan penyuluhan sikap dan
dapat efektif. kesehatan mengenai perilaku perilaku di
hidup sehat : warga desa
Tujuan a. Pentingnya menjaga sehat
khusus: kesehatan diri dan sejahtera

41
1. Warga di lingkungan menjadi
Desa b. Tidak merokok perilaku
Sehat c. Melakukan aktivitas fisik bersih dan
Sejahtera d. Tidak meludah di sehat
kota sembarang tempat Psikomoto 4. Warga desa
Tangeran r sehat
g dapat Proses Pencegahan sekunder: sejahtera
mengetah kelompok 3. Bentuk kelompok kerja melakukan
ui kesehatan bersama masyarakat perilaku
mengenai untuk skrining pada semua hidup bersih
penyakit orang yang kontak serumah dan sehat.
TB Paru dengan warga yang positif TB. Psikomoto 5. Terjalin
2. Warga Patnership 4. Kerjasama dengan fasilitas r kerjasama
desa kesehatan dan intsitusi antara
Sehat kesehatan terdekat dalam kelompok
Sejahtera skrining TB masyarakat
mengetah 5. Fasilitasi keluarga atau dengan
ui tanda masyarakat untuk membawa fasilitaas
dan Pemberday anggota keluarga yang tekena kesehatan dan
gejala TB aan TB ke pelayanan kesehatan intstitusi
Paru terdekat kesehatan
3. Warga setempat

42
desa Pencegahan tersier untuk
Sehat 6. Kerjasama dengan fasilitas skrining TB
Sejahtera kesehatan untuk pemberian 6. Tidak ada
mengetah terapi TB aktif peningkatan
ui 7. Lakukan pendidikan mengenai angka
perilaku Patnership obat antibiotik, jelaskan untuk kejadian TB
hidup mengambil semua dosis di desa sehat
sehat Pendidikan antibiotik yang ditentukan. sejahtera
untuk kesehatan 8. Lakukan pendidikan ke Psikomoto 7. Warga
meningka masyarakat tentang masalah r dengan TB
tkan resistensi obat yang terkait aktif
derajat dengan penggunaan antibiotik mengonsumsi
kesehatan yang tidak lengkap. obat dengan
nya 9. Anjurkan keluarga untuk patuh
4. Tidak memantau kepatuhan obat
terjadi anggota keluarga dengan TB
peningkat
an angka
kejadia
TB di
desa
Sehat

43
Sejahtera
2 Defisiensi Tujuan Pendidikan Pencegahan primer: Kognitif 1. Meningkatnya 1. Superv
Kesehatan Umum : Kesehatan, 1. Melakukan penyuluhan tentang pengetahuan isor
Komunitas pada Setelah penyakit TB paru (penyebab, tentag pennyakit 2. Mahas
Warga di Desa dilaksanakan Proses akibat, dll) TB iswa
Sehat Sejahtera nya Kelompok, 2. Melakukan imuniasasi TB Afektif 2. Mengikuti dan 3. Kader
Tangerang intervensi 3. Rekuretmen kader kesehatan mendapatkan dan
dengan masalah pembinaan Kerjasama atau setempat untuk mengadakan imuniasasi TB pejabat
kurangnya selama 3 – 4 pemeriksaan kesehatan yang Afektif 3. Tidak malas setemp
pemeliharaan bulan, Warga terjangkau melakukan at
lingkungan di Desa Sehat 4. Bersama dengan para kader dan pemeriksaan
rumah Sejahtera pejabat setempat membangun kesehatan di
dapat fasilitas kesehatan di Desa Sehat yankes
mengetahui Sejahtera Psikomoto 4. Membangun
faktor yang 5. Bersama dengan warga r tempat tinggal
mengganggu memperbaiki dan membangun sehat
kesehatan lingkungan sehat : kawasan anti Afektif 5. Tidak membakar
dan beresiko asap beracun sampah di depan
untuk 6. Melakukan aksi peduli rumah
meningkatka lingkungan : memakai masker Psikomoto 6. Menggunakan
n penyakit Pendidikan Pencegahan Sekunder: r masker untuk
TB Kesehatan, 1. Melakukan pendidikan menghindari
kesehatan tentang cara asap beracun

44
Tujuan Proses melakukan batuk efektif yang
Khusus : Kelompok, benar dan demonstrasi
1. Meningka membuang dahak yang tepat Kognitif, 1. Mengetahui
tnya Kerjasama 2. Melakukan sosialisasi OAT dan Afektif cara batuk
pengetah gerakan meminum OAT efektif dan
uan melakukannya
mengenai Pendidikan Pencegahan tersier: Kogniti, 2. Meningkatnya
faktor – Kesehatan, 1. Melakukan penyuluhan dan Afektif pengetahuan
faktor promosi kesehatan lanjutan tentang OAT
yang Kerjasama 2. Melanjutkan Gerakan peduli dan meminum
dapat lingkungan : memakai masker OAT dengan
meningka rutin
tkan
resiko TB Kognitif 1. Meningkatnya
paru pengetahuan
2. Meningka tentan TB
tnya Afektif 2. Meningkatnya
pengetah gerakan warga
uan memakai
mengenai masker
lingkunga
n sehat

45
3. Pelayana
n
kesehatan
dapat
terjangka
u

46
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
TB Paru (Tuberculosis) adalah penyakit menular yang langsung disebabkan oleh kuman
TB (Mycobaterium tuberculosa). Sebagian besar kuman TBC ini menyerang paru, tetapi
dapat juga mengenai organ tubuh lainnya ( Depkes RI, 2011 ).
Prevalensi penduduk Indonesia yang didiagnosis TB paru oleh tenaga kesehatan tahun
2013 sebesar 0,4% tidak berbeda dengan 2007. Lima provinsi dengan TB paru tertinggi yaitu
Jawa Barat (0,7%), Papua (0,6%), DKI (0,6%), Gorontalo (0,5%), Banten (0,4%), Papua
Barat (0,4%), dan Jawa Tengah (0,4%) (Kemenkes, 2013).
Kementerian Kesehatan, Peduli TBC dengan gerakan TOSS TBC sebagai upaya
pencegahan dan pengendalian TBC. TOSS TBC (Temukan Obati Sampai Sembuh) adalah
gerakan untuk menemukan pasien sebanyak mungkin dan mengobatinya sampai sembuh
sehingga rantai penularan di masyarakat bisa dihentikan.

3.2 Saran
Saran yang paling tepat untuk mencegah penyakit tuberkulosis adalah
Meningkatkan daya tahan tubuh dengan makanan bergizi TBC adalah penyakit yang dapat
disembuhkan, untuk mencapai hal tersebut penderita dituntut untuk minum obat secara benar
sesuai yang dianjurkan oleh dokter serta teratur untuk memeriksakan diri ke
klinik/puskesmas.

47
BAB IV
DAFTAR PUSTAKA

 Price,Sylvia Anderson , Patofisologi : Konsep Klinis Proses – Proses penyakit , alih


bahasa Peter Anugrah, edisi 4 , Jakarta , EGC, 1999.
 M.Ardiansyah.2012.Medikal Bedah Untuk Mahasiswa. Diva press. Yogyakarta
 Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Infodatin Tuberkulosis. 2018

 Corwin, EJ. 2009. Buku Saku Patofisiologi, 3 Edisi Revisi. Jakarta: EGC

 Muttaqin, Arif. 2008. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem


Persarafan.  Jakarta: Salemba Medika

 Nies, Mary A dan Melanie McEwen. 2015. Keperawatan Kesehatan Komunitas dan
Keluarga Edisi Indonesia Pertama. Singapore. ELSEVIER

 http://scholar.unand.ac.id/3940/2/PENDAHULUAN.pdf

 http://dinkes.jakarta.go.id/berita/posbindu-ptm-dari-masyarakat-oleh-masyarakat-dan-
untuk- masyarakat/

 http://www.p2ptm.kemkes.go.id/kegiatan-p2ptm/subdit-penyakit-jantung-dan-pembuluh-
darah/pengendalian-hipertensi-faq

48

Anda mungkin juga menyukai