Anda di halaman 1dari 15

PENGANTAR KESEHATAN KOMUNITAS

Disusun guna memenuhi tugas Mata Kuliah Keperawatan Komunitas I

Dosen Pengampu : Ns. Chandra Tri Wahyudi, S.Kep, M.Kes

Disusun Oleh :

Insyafiatul Aminah 1410711090


Davita Aprilia Pratiwi 1610711107
Susilawati 1610711108
Dini Aulia Ramadhanty 1610711109
Maya Suyawanti 1610711112
Vabella Widitiar 1610711114
Vera Septiana 1610711115
Amelia Mustika Dewayanti 1610711116

Dewi Astri Yulianti 1610711118


Naziah Prihandini 1610711122

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”

JAKARTA
2018

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Masa globalisasi menuntut adanya perkembangan dan perubahan di segala bidang
salah satu diantaranya adalah bidang kesehatan. Dengan berbagai inovasi yang dilakukan
di bidang kesehatan, perubahan bidang ilmu pengetahuan dan teknologi, maka terjadi
peningkatan usia harapan hidup warga Indonesia dan ini memberikan dampak tersendiri
dalam upaya peningkatan derajat/status kesehatan penduduk. Penyelenggaraan upaya
kesehatan oleh bangsa Indonesia untuk mencapai peningkatan derajat hidup sehat bagi
setiap penduduk adalah merupakan hakekat pembangunan kesehatan yang termuat di
dalam Sistem Kesehatan Nasional (SKN) dengan tujuan agar dapat mewujudkan derajat
kesehatan masyarakat yang optimal, sebagai salah satu unsur kesejahteraan umum dari
tujuan nasional. Agar tujuan tersebut dapat tercapai secara optimal, diperlukan partisipasi
aktif dari seluruh anggota masyarakat bersama petugas kesehatan.
Paradigma “Sehat -Sakit”, saat ini telah terjadi pergeseran, antara lain:  perubahan
upaya kuratif menjadi upaya preventif dan promotif, dan segi kegiatan yang pasif
menunggu masyarakat berobat ke unit-unit pelayanan kesehatan menjadi kegiatan
penemuan kasus yang bersifat aktif. Hal ini akan memberikan kesempatan seluas-luasnya
kepada masyarakat untuk ikut berperan dalam upaya meningkatkan kemampuan bekerja
dengan individu, keluarga dan kelompok di tatanan pelayanan kesehatan komunitas
dengan menerapakan konsep kesehatan dan keperawatan komunitas, serta sebagai salah
satu upaya menyiapkan tenaga perawat profesional dan mempunyai potensi keprawatan
secara mandiri sesuai dengan kompetensi yang harus dicapai.
Maka dari itu kami tertarik untuk membahas lebih lanjut mata kuliah
Keperawatan Komunitas I dimulai dari pemahaman mengenai apa itu Pengantar
Kesehatan Komunitas dan berbagai hal dasar mengenai Keperawatan Komunitas.

B. Tujuan
1. Untuk Mengetahui Pengertian Komunitas dan Keperawatan
2. Untuk Mengetahui Apa Definisi Keperawatan Komunitas
3. Untuk Mengetahui Falsafah Keperawatan Komunitas
4. Untuk Mengetahui Bagaimana Sejarah Perkembangan CHN di Luar Indonesia
5. Untuk Mengetahui Bagaimana Sejarah Perkembangan Keperawatan Komunitas di
Indonesia
6. Untuk Mengetahui Bagaimana Sejarah Perkembangan Keperawatan Komunitas
7. Untuk Mengetahui Bagaimana Periode Perkembangan Kesehatan Masyarakat
C. Rumusan Masalah
1. Apa Pengertian Komunitas dan Keperawatan?
2. Apa Definisi Keperawatan Komunitas?
3. Apa Falsafah Keperawatan Komunitas?
4. Bagaimana Sejarah Perkembangan CHN di Luar Indonesia?
5. Bagaimana Sejarah Perkembangan Keperawatan Komunitas di Indonesia?
6. Bagaimana Sejarah Perkembangan Keperawatan Komunitas?
7. Bagaimana Periode Perkembangan Kesehatan Masyarakat?
BAB II

TINJAUAN TEORI

1. Pengertian Komunitas dan Keperawatan


A. DEFINISI KOMUNITAS
1) WHO ( 1974 )
Komunitas sebagai suatu kelompok sosial yang ditentukan oleh batas-batas
wilayah, nilai nilai keyakinan dan minat yang sama, serta ada rasa saing mengenal
dan interaksi antara anggota masyarakat yang satu dan yang lainnya.
2) Spradley ( 1990 )
Komunitas sebagai sekumpulan orang yang saling bertukar pengalaman penting
dalam hidupnya.
3) Koentjaraningrat ( 1990 )
Komunitas sebagai suatu kesatuan hidup manusia yang menempati suatu wilayah
nyata dan berinteraksi menurut suatu sistem adat istiadat, serta terkait oleh rasa
identitas suatu komunitas.
4) Riyadi ( 2007 )
Komunitas adalah kelompok dari masyarakat yang tinggal di suatu lokasi yang
sama dengan di bawah pemerintahan yang sama, area atau lokasi yang sama di
mana mereka tinggal, kelompok sosial yang mempunyai interest yang sama.
5) Sumijatun dkk ( 2006 )
Komunitas ( community ) adalah sekelompok masyarakat yang mempunyai
persamaan nilai ( values ), perhatian ( interest ) yang merupakan kelompok khusus
dengan batas batas geografi yang jelas, dengan norma dan nilai yang telah
melembaga.

B. DEFINISI KEPERAWATAN
Keperawatan adalah suatu bentuk pelayanan profesional sebagai bagian integral
pelayanan kesehatan berbentuk pelayanan biologi, psikologi, social dan spiritual secara
komprehensif, ditujukan kepada individu keluarga dan masyarakat baik sehat maupun
sakit mencakup siklus hidup manusia ( Riyadi, 2007 ).

2. Definisi Keperawatan Komunitas


A. WHO (1947)
Keperawatan komunitas mencakup perawatan kesehatan keluarga (nurse health
family) juga kesehatan dan kesejahteraan masyarakat luas, membantu masyarakat
mengidentifikasi masalah kesehatannya sendiri, serta memecahkan masalah kesehatan
tersebut sesuai dengan kemampuan yang ada pada mereka sebelum mereka meminta
bantuan kepada orang lain.
B. Ruth B.Freeman (1981)
Kesatuan yang unik dari praktik keperawatan dan kesehatan masyarakat yang
ditujukan pada pengembangan serta peningkatan kemampuan kesehatan, baik diri
sendiri sebagai perorangan maupun secara kolektif sebagai keluarga, kelompok khusus
atau masyarakat.
C. DEPKES RI (1986)
Suatu upaya pelayanan keperawatan yang merupakan bagian integral dari
pelayanan kesehatan yang dilaksanakan oleh perawat dengan mengikutsertakan tim
kesehatan lainnya dan masyarakat untuk memperoleh tingkat kesehatan individu,
keluarga dan masyarakat lebih tinggi.

D. Pradley (1985)
Pelayanan keperawatan profesional yang ditujukan kepada masyarakat dengan
penekanan pada kelompok risiko tinggi, dalam upaya pencapaian derajar kesehatan
yang optimal melalui pencegahan yang penyakit dan peningkatan kesehatan, dengan
menjamin keterjangkauan pelayanan kesehatan yang dibutuhkan.

3. Falsafah Keperawatan Komunitas


Keperawatan komunitas merupakan pelayanan yang memberikan pelayanan
terhadap pengaruh lingkungan (bio, psiko, sosial, cultural dan spiritual) terhadap kesehatan
komunitas dan memberikan prioritas pada strategi pencegahan penyakit dan peningkatan
kesehatan. falsafah yang melandasi keperawatan komunitas mengacu kepada falsafah atau
paradigma keperawatan secara umum yaitu manusia atau kemanusiaan merupakan titik
sentral setiap upaya pembangunan kesehatan yang menjunjung tinggi nilai-nilai
kemanusiaan dan bertolak dari pandangan ini disusun falsafah atau paradigma keperawatan
komunitas yang terdiri dari 4 komponen dasar, seperti yang digambarkan sebagai berikut :

4. Sejarah Perkembangan CHN (Community Health Nursing) di Luar Indonesia


Spradley, (1985) membagi dalam 3 periode yaitu:
A. PERIODE 1860-1900
“Direct Nursing”
FOKUS : Orang sakit miskin
ALASAN : Klien terminal & orang miskin yang sakit dirumah
ORIENTASI KEPERAWATAN : Individual
PENELUSURAN PELAYANAN : Pengobatan dimulai pencefahan
INSTITUSI : Voluntir/Pemerintah

B. PERIODE 1906-1970
“Public Health Nursing”
FOKUS : Masyarakat
ALASAN : Keluarga miskin yang tidak mampu membayar
biaya RS
ORIENTASI KEPERAWATAN : Keluarga
PENELUSURAN PELAYANAN : Pengobatan dan pencegahan
INSTITUSI : Pemerintah dan beberapa voluntir

C. PERIODE 1970-sekarang
“Comunity Health Nursing”
FOKUS : Seluruh komunitas
ALASAN : Bukan hanya keluarga miskin yang membutuhkan
pelayanan kesehatan di komunitas tetapi seluruh
komunitas baik kaya maupun miskin
ORIENTASI KEPERAWATAN : Penduduk
PENELUSURAN PELAYANAN : Peningkatan kesehatan dan pencegahan penyakit.
INSTITUSI :Berbagai macam institusi, beberapa praktik mandiri

5. Sejarah Perkembangan Keperawatan Komunitas di Indonesia


Sejarah perkembangan keperawatan komunitas dan perkembangan kesehatan
masyarakat di Indonesia dimulai pada abad ke-16 yaitu, dimulai dengan adanya upaya
pembatasan penyakit cacar dan kolera yang sangat ditakuti oleh masyarakat saat itu.
Penyakit kolera masuk ke Indonesia tahun 1927 dan pada tahun 1937 terjadi wabah kolera
eltor. Selanjutnya tahun 1948 cacar masuk ke Indonesia melalui Singapura dan mulai
berkembang di Indonesia, sehingga berawal dari wabah kolera tersebut pemerintah
Belanda melakukan upaya-upaya kesehatan masyarakat. Gubernur Jendral Deandles pada
tahun 1807 telah melakukan upaya pelatihan dukun bayi dalam praktik persalinan. Upaya
ini dilakukan dalam rangka menurunkan angka kematian bayi dalam praktik persalinan.
Upaya ini dilakukan dalam rangka menurunkan angka kematian bayi (Infan Mortality
Rate) yang tinggi. Namun, upaya ini tidak bertahan lama, akibat langkanya tenaga pelatih
kebidanan. Baru kemudian di tahun 1930, program ini dimulai lagi dengan didaftarkannya
para dukun bayi sebagai penolong dan perawat persalinan pada tahun 1851 berdiri sekolah
kedokteran di Jawa oleh dr. Bosch dan dr. Blekker kepala pelayanan laboratorium lain juga
didirikan di kota-kota seperti Medan, Semarang, Makasar, Surabaya, dan Yokyakarta
dalam rangka menunjang pemberantasan penyakit malaria, lepra, cacar serta penyakit
lainnya. Bahkan lembaga gizi dan sanitasi juga didirikan.
Pada tahun 1922, penyakit pes masuk ke indonesia dan tahun 1933-1935 penyakit ini
menjadi epidemis di beberapa tempat, terutama dipulau Jawa. Pada tahun 1935 dilakukan
program pemberantasan penyakit pes dengan cara melakukan penyemprotan DDT terhadap
rumah-rumah penduduk dan vaksinasi masal. Tercatat sampai pada tahun 1941, 15 juta
orang telah di vaksinasi.
Pada tahun 1945, Hydrich seorang petugas kesehatan pemerintah Belanda melakukan
pengamatan terhadap masalah tingginya angka kematian dan kesakitan di Banyumas
Purwokerto. Dari hasil pengamatan dan analisisnya, disimpulkan bahwa tingginya angka
kesakitan dan kematian dikedua daerah tersebut dikarenakan buruknya kondisi sanitasi
lingkungan, masyarakat buang air besar di sembarangan tempat, dan pengguna air minum
dari sungai yang telah tercemar. Kesimpulan yang diperoleh adalah bahwa rendahnya
sanitasi lingkungan dikarenakan perilaku penduduk yang kurang baik, sehingga Hydrich
memulai upaya kesehatan masyarakat dengan mengembangkan daerah percontohan, yaitu
dengan cara melakukan promosi mengenai pendidikan kesehatan. Sampai sekarang usaha
Hydrich ini dianggap sebagai awal kesehatan masyarakat di Indonesia. Memasuki zaman
kemerdekaan, salah satu tonggak perkembangan kesehatan masyarakat di Indonesia adalah
saat diperkenalkannya Konsep Bandung ( Bandung Plane) pada tahun 1951 oleh dr. Y.
Leimena dan dr. Patah yang selanjutnya dikenalkan dengan nama Patah Leimena. Dalam
konsep ini, diperkenalkan bahwa dalam upaya pelayanan kesehatan masyarakat, aspek
preventif dan kuratif tidak dapat dipisahkan. Hal ini berarti dalam mengembangkan sistem
pelayanan kesehatan, kedua aspek ini tidak boleh dipisahkan, baik dirumah sakit maupun
dipuskesmas. Selanjutnya pada tahun 1956 dimulai kegiatan pengembangan kesehatan
masyarakat oleh dr. Y. Susanti dengan berdirinya proyek Bekasi ( Lemah Abang ) sebagai
proyek percontohan/ atau model pelayanan bagi pengembangan kesehatan masyarakat
pedesaan di Indonesia dan sebagai pusat pelatihan tenaga kesehatan. Proyek ini juga
menekankan pada pendekatan tim dalam pengelolaan program kesehatan.
Untuk melancarkan penerapan konsep pelayanan terpadu ini, terpilih delapan desa
wilayah pengembangan masyarakat:
1. Sumatra Utara: Indrapura
2. Lampung
3. Jawa Barat: Bojong Loa
4. Jawa Tengah : Sleman
5. Yokyakarta : Godean
6. Jawa Timur : Mojosari
7. Bali : Kesiman
8. Kalimantan Selatan : Barabai

Kedelapan wilayah tersebut merupakan cikal bakal sistem puskesmas sekarang ini. Pada
bulan November 1967, dilakukan seminar yang membahas dan merumuskan program
kesehatan masyarakat terpadu sesuai dengan kondisi dan kemampuan rakyat Indonesia,
yaitu mengenai konsep puskesmas yang dipaparkan oleh dr. Achmad Dipodilogo yang
mengacu pada konsep Bandung dan proyek Bekasi. Dalam seminar ini telah disimpulkan
dan disepakati mengenai sistem puskesmas yang terdiri atas tipe A,B, dan C. Akhirnya
pada tahun 1968 dalam rapat kerja kesehatan nasional, dicetuskan bahwa puskesmas
merupakan suatu sistem pelayanan kesehatan terpadu, yang kemudian dikembangkan oleh
pemerintah (Departemen Kesehatan) menjadi pusat pelayanan kesehatan masyarakat
(Puskesmas). Puskesmas disepakati sebagai suatu unit yang memberikan pelayanan kuratif
dan preventif secara terpadu, menyeluruh, dan mudah dijangkau, dalam wilayah kerja
kecamatan atau sebagian kecamatan di kotamadya atau kabupaten. Sebagai lini terdepan
pembangunan kesehatan, puskesmas diharapkan selalu tegar. Untuk itu, diperkenalkanlah
program untuk selalu menguatkan puskesmas (Strengthening Puskesmas). Di negara
berkembang seperti Indonesia, fasilitas kesehatan berlandaskan masyarakat disarankan
lebih efektif dan penting. Departemen Kesehatan telah membuat usaha intensif untuk
membangun puskesmas yang kemudian dimasukkan ke dalam master plan untuk operasi
penguatan pelayanan kesehatan nasional.

Kegiatan pokok dalam program dasar dan utama puskesmas mencakup 18 kegiatan, yaitu :

1. Kesehatan Ibu dan Anak (KIA)


2. Keluarga Berencana (KB)
3. Gizi
4. Kesehatan Lingkungan
5. Pencegahan dan Pemberantasan penyakit menular serta imunisasi.
6. Penyuluhan kesehatan masyarakat
7. Pengobatan
8. Usaha Kesehatan Sekolah (UKS)
9. Perawatan kesehatan masyarakat
10. Kesehatan gigi dan mulut
11. Usaha kesehatan jiwa
12. Optometri
13. Kesehatan geriatrik
14. Latuhan dan Olahraga
15. Pengembangan obat-obatan tradisional
16. Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
17. Laboratorium Dasar
18. Pengumpulan informasi dan pelaporan untuk sistem informasi kesehatan.
Pada tahun 1969, sistem puskesmas hanya disepakati dua saja, yaitu puskesmas tipe
yang dikelola oleh dokter dan puskesmas tipe B yang dikelola oleh seorang paramedis.
Dengan adanya perkembangan tenaga medis, maka pada tahun 1979 tidak diadakan
perbedaan puskesmas tipe A atau tipe B hanya ada satu puskesmas saja, yang dikepalai
oleh seorang dokter. Namun, kebijakan tentang pimpinan puskesmas mulai mengalami
perubahan tahun 2000, yaitu puskesmas tidak harus dipimpin oleh seorang dokter, tapi
dapat juga dipimpin oleh Sarjana Kesehatan Masyarakat. Hal ini tentunya diharapkan dapat
membawa perubahan yang positif, dimana tenaga medis lebih diarahkan pada pelayanan
langsung pada klien dan tidak disibukkan dengan urusan administratif atau manajerial,
sehingga mutu pelayanan dapat ditingkatkan. Di provinsi Jawa Timur misalnya, sudah
dijumpai kepala puskesmas dari lulusan sarjana kesehatan masyarakat seperti di kabupaten
Gresik, Bojonegoro, dan lain sebagainya. \

Pada tahun 1979 dikembangkan satu peranti manajerial guna penilaian puskesmas,
yaitu stratifikasi puskesmas, sehingga dibedakan adanya :

1. Strata I, puskesmas dengan prestasi sangat baik.


2. Strata II, puskesmas dengan prestasi rata-rata atau standar.
3. Strata III, puskesmas dengan prestasi dibawah rata-rata peranti manajerial puskesmas
yang lain berupa microplanning untuk perencanaan dan lokasinya mini untuk
pengorganisasian kegiatan dan pengembangan kerjasama tim.

Pada tahun 1984, tanggung jawab puskesmas ditingkatkan lagi dengan


berkembangnya program paket terpadu kesehatan dan keluarga berencana (posyandu) yang
mencakup kesehatan ibu dan anak, keluarga berencana, gizi, penanggulangan penyakit
diare, dan imunisasi. Sampai dengan tahun 2002, jumlah puskesmas di Indonesia mencapai
7.309, hal ini berarti 3,6 puskesmas per 100.000 penduduk atau satu puskesmas melayani
sekitar 28.144 penduduk. Sementara itu, jumlah desa di Indonesia mencapai 70.921.

Pada tahun 2003, yang berarti setidaknya satu puskesmas untuk tiap sepuluh desa
dibandingkan dengan rumah sakit yang harus melayani 28.000 penduduk. Jumlah
puskesmas masih terus dikembangkan dan diatur lebih lanjut untuk memenuhi kebutuhan
pelayanan yang prima. Jumlah puskesmas masih jauh dari memadai, terutama di daerah
terpencil. Diluar Jawa dan Sumatera, puskesmas harus menangani wilayah yang luas
(terkadang beberapa kali lebih luas dari satu kabupaten di Jawa) dengan jumlah penduduk
yang lebih sedikit. Sebuah puskesmas terkadang hanya melayani 10.000 penduduk. Selain
itu, bagi sebagian penduduk puskesmas terlalu jauh untuk dicapai.

6. Sejarah Perkembangan Keperawatan Komunitas


Perkembangan keperawatan komunitas tidak terlepas dari tokoh metologi Yunani, yaitu
Asclepius dan Hegeia. Berdasarkan mitos Yunani, Asclepius adalah seorang dokter
sementara Hegeia adalah asisten Asclepius yang merupakan istrinya
Tabel perbedaan penanganan masalah kesehatan antara Asclepius dan Hegeia

Tokoh Cara penanganan masalah kesehatan masyarakat


Asclepius Dilakukan setelah penyakit tersebut terjadi pada seseorang
Hegeia Penanganan masalah melalui :
 Hidup seimbang
 Menghindari makanan atau minuman beracun
 Memakan makanan yang bergizi (cukup)
 Istirahat yang cukup
 olahraga

Dari perbedaan pendekatan penanganan masalah kesehatan antara Asclepius dan Hegeia
tersebut, akhirnya muncul dua aliran / pendekatan dalam penanganan masalah masalah
kesehatan pada masyarakat yaitu sebagai berikut :

1. Kelompok / aliran 1
Aliran ini cenderung menunggu terjadinya penyakit atau setelah orang jatuh sakit.
Pendekatan ini di sebut dengan pendekatan Kuratif. Kelompok tersebut terdiri atas
dokter, psikiater, dan praktisi – praktisi lain yang melakukan perawatan atau pengobatan
penyakit baik, fisik maupun fisiologis.

2. Kelompok / aliran 2
Aliran ini cenderung melakukan upaya – upaya pencegahan penyakit sebelum
terjadinya penyakit. Kelompok ini antara lain perawat komunitas.

7. Periode Perkembangan Kesehatan Masyarakat


Periode perkembangan kesehatan masyarakat terdiri atas periode sebelum ilmu
pengetahuan dan periode ilmu pengetahuan.
A. PERIODE SEBELUM ILMU PENGETAHUAN
Perkembangan kesehatan masyarakat sebelum ilmu pengetahuan tidak dapat
dipisahkan dari sejarah kebudayaan yang ada di dunia, di antaranya adalah budaya dari
bangsa Babilonia, Mesir, Yunani, dan Romawi. Bangsa-bangsa tersebut menunjukkan
bahwa manusia telah melakukan usaha untuk menanggulangi masalah-masalah
kesehatan masyarakat dan penyakit. Pada zaman tersebut diperoleh catatan bahwa telah
dibangun tempat pembuangan kotoran umum yang menanpung tinja atau kotoran
manusia serta digalinya susia. Saat itu latrin dibangun dengan tujuan agar tinja tidak
menimbulkan bau yang tidak sedap dan pandangan yang tidak menyenangkan belum
ada pemikiran bahwa latrin dibangun dengan alasan kesehatan karena tinja atau kotoran
manusia dapat menularkan penyakit. Pembuatan susia oleh masyarakat pada masa itu
juga karena air sungai yang biasa mereka minum sudah kotor dan tidak terasa enak,
bukan karena minum air sungai dapat menyebabkan penyakit (Greene, 1984). Dari
dokumen lain juga tercatat bahwa pada zaman Romawi Kuno telah dikeluarkan suatu
peraturan yang mengharuskan kepada masyarakat untuk (Hanlon, 1974):
1) Mencatat pembangunan rumah
2) Melaporkan adanya binatang-binatang yang berbahaya
3) Melaporkan binatang peliharaan/ternak yang dapat menimbulkan bau
4) Pemerintah melakukan supervise ke tempat-tempat minuman, warung makanan,
tempat prostitusi, dan lain-lain.

Setelah itu kesehatan masyarakat makin dirasakan perlunya di awal abad ke-1
sampai ke-7 dengan alasan sebagai berikut :

1) Berbagai penyakit menular mulai menyerang penduduk dan telah menjadi epidemi,
bahkan ada yang menjadi endemis
2) Di Asia, khususnya Timur Tengah, Asia Selatan, dan Afrika muncul penyakit
kolera yang telah tercatat sejak abad ke-7 bahkan penyakit kolera di India  telah
menjadi endemis. Penyakit lepra telah menyebar ke Mesir, Asia kecil, dan Eropa
melalui para emigran.

Berbagai upaya telah diupayakan untuk mengatasi kasus epidemic dan endemis,
di antaranya masyarakat mulai memperhatikan masalah :

1) Lingkungan terutama hygiene dan sanitasi lingkungan


2)  Pembuangan kotoran manusia (latrin)
3) Mengusahakan air minum bersih
4) Pembuangan sampah
5) Pembuatan ventilasi yang memenuhu syarat

Pada abad ke-14 mulai terjadi wabah pes yang dasyat di China dan India. Pada
tahun 1340 telah tercatat 13 juta orang meninggal karena wabah pes. Di India, Mesir,
dam Gaza dilaporkan bahwa 13 ribu orang meninggal tiap hari karena serangan pes.
Berdasrkan catatan, jumlah orang yang meninggal karena wabah penyakit pes di
seluruh dunia pada waktu itu mencapai lebih dari 60 juta orang, sehingga kejadian pada
waktu itu disebut “The Black Death”. Serangan wabah penyakit menular ini
berlangsung sampai abad ke-18. Di samping wabah pes, wabah kolera dan tifus juga
masih berlangsung. Pada tahun 1603 lebih dari 1 dari 6 orang meninggal karena
penyakit menular, dan tahun  1665 sekitar 1 dari 5 orang meninggal. Pada tahun 1759
dilaporkan 70 ribu orang penduduk di kepulauan Cyprus meninggal karena peyakit
menular. Penyakit lain yang menjadi wabah antara lain dipteri, tifus, disentri, dan lain-
lain.

B. PERIODE ILMU PENGETAHUAN


Pada akhir abad ke-18 dan di awal abad ke-19, bangkitnya ilmu pengetahuan
mempunyai dampak yang sangat luas dalam segala aspek kehidupan manusia, termasuk
pada aspek kesehatan. Pada abad ini pendekatan dalam penanganan masalah kesehatan
tidak hanya memandang pada aspek bilogis saja, tetapi sudah komprehensif dan
multisektoral. Selain itu, telah ditemukan berbagai macam penyebab penyakit dan
vaksin sebagai pencegahan penyakit.

Penemu dan hasil penemuan dalampenanggulangan penyakit :

Penemu Hasil temuan


Louis Pasteur Vaksin untuk mencegah penyakit cacar
Joseph Lister Asam carbol untuk sterilisasi ruang operasi
William Marton Ether sebagai anestesi pada waktu operasi

Upaya-upaya kesehatan masyarakat secara ilmiah mulai dilaksanakan di Inggris.


Hal ini terkait dengan wabah pemyakit endemis kolera tahun 1832 yang terjadi
masyarakat di perkotaan, terutama yang miskin. Parlemen Inggris membentuk komisi
penanganan pada penyakit ini dan Edwin Chadwich seorang pakar social ditunjuk
sebagai ketua komisi untuk melakukan penyelidikan mengenai penyebab wabah kolera
ini. Hasil penyelidikan yang dilaporkan di antaranya yaitu masyarakat yang hidup dalam
kondisi sanitasi yang buruk, susia penduduk berdekatan dengan aliran air kotor dan
pembuangan kotoran manusia, adanya aliran air limbah terbuka yang tidak teratur,
makanan yang dijual di pasar tidak higienis, sebagian besar masyarakat hidup miskin,
serta bekerja rata-rata 14 jam per hari sementara gaji yang diperoleh tidak dapat
memenuhi kebutuhan hidupnya. Hasil laporan Edwin Chadwich tersebut dilengkapi
dengan analisis data yang lengkap dan dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya.
Akhirnya, parlemen Inggris mengeluarkan undang-undang yang mengatur upaya-upaya
peningkatan kesehatan penduduk dan berbagai peraturan tentang sanitasi lingkungan,
sanitasi  tempat-tempat kerja, pabrik, dan lain-lain.

Berawal dari penelitiannya, Edwin Chadwich tertarik untuk lebih jauh


mempelajari kesehatan masyarakat, sehingga saat itu ia menjadi pioneer dalam ilmu
kesehatan masyarakat. Generasi setelah Chadwich adalah Winslow muridnya yang
kemudian dikenal sebagai pembina kesehatan masyarakat modern. Winslow
merumuskan definisi kesehatan masyarakat yang kemudian diterima oleh WHO. Sejak
sat itu, lahirlah berbagai macam definisi sehat. John Snow, adalah seorang tokoh yang
tidak asing dalam dunia kesehatn masyarakat dalam upaya susksenya mengatasi
penyakit kolera yang melanda kota London. Hal yang perlu dicatat di sini adalah bahwa
John Snow mempergunakan pendekatan epidemiologi dalam menganalisis wabah
penyakit kolera, yaitu dengan menganalisis tempat, orang, dan waktu sehingga dianggap
sebagai The Father of Epidemiology.
Pada akhir abad ke-19 dan di awal abad ke-20, pendidikan untuk tenaga kesehatan
yang professional mulai dikembangkan. Tahun 1893, John Hopkins seorang pengusaha
wiski dari Amerika memelopori berdirinya universitas yang di dalamnya terdapat
Fakultas Kedokteran. Pada tahun 1908 sekolah kedokteran mulai menyebar ke Eropa,
Kanada, dan negara-negara lain. Dalam perkembangannya, kurikulum sekolah
kedokteran mulai memerhatikan masalah kesehatan masyarakat dan sudah didasarkan
pada suatu asumsi bahwa penyakit dan kesehatan merupakan hasil interaksi yang
dinamis antara faktor genetik, lingkungan fisik, lingkungan social, kebiasaab
perorangan, dan pelayanan kesehatan. Dari segi pelayanan kesehatan masyarakat, pada
tahun 1855 pemerintaah Amerika membentuk Departemen Kesehatan yang pertama kali
dengan tujuan untuk menyelenggarakan pelayanan kesehatan bagi penduduk, termasuk
perbaikan dan pengawasan sanitasi lingkungan.
BAB III

Kesimpulan dan Saran

A. Kesimpulan
Keperawatan komunitas mencakup perawatan kesehatan keluarga (nurse health family) juga
kesehatan dan kesejahteraan masyarakat luas, membantu masyarakat mengidentifikasi
masalah kesehatannya sendiri, serta memecahkan masalah kesehatan tersebut sesuai dengan
kemampuan yang ada pada mereka sebelum mereka meminta bantuan kepada orang lain.
Pengantar Kesehatan Komunitas mencakup pengertian umum komunitas dan keperawatan,
pengertian keperawatan komunitas, falsafah, perkembangan-perkembangan keperawatan
komunitas serta periode perkembangan kesehatan masyarakat.

B. Saran
Mungkin banyak kekurangan di dalam makalah ini, sebagaimana mestinya makalah ini
dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Komunitas I dan untuk
pembelajaran mahasiswa/I S1 Keperawatan UPNVJ. Makalah ini juga dapat menjadi bahan
bacaan dan pembelajaran untuk mengetahui Pengantar Kesehatan Komunitas. Untuk
informasi yang lebih baru nantinya diharapkan dapat mencari sumber informasi baik dari
jurnal ataupun sumber bacaan yang terpercaya dan teraktual.
Daftar Pustaka

Harnilawati.2013. Pengantar Ilmu Keperawatan Komunitas. Sulawesi Selatan. Pustaka As


Salam. Dari https://books.google.co.id/books?
id=3hLEAwAAQBAJ&printsec=frontcover&dq=inauthor:%22Harnilawati,+S.Kep.Ns.
%22&hl=id&sa=X&ved=0ahUKEwiart_mi57eAhXLtY8KHeeuDzsQ6AEIKTAB#v=onepage&
q&f=false
Iqbal Mubarak, W.2009.Ilmu Keperawatan Komunitas. Jakarta : Salemba Medika
Anderson Elizabeth.2006. Buku Ajar Keperawatan Komunitas Teori dan Praktik, Edisi 3. Jakarta
: EGC

Anda mungkin juga menyukai