Laporan Stabilitas Obat

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 28

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Untuk suatu sediaan obat yang dibuat utamanya dalam skala

besar, yang melalui waktu penyimpanan yang panjang, diharapkan

suatu ruang waktu daya tahan selama kurang lebih 5 tahun. Sedian

obat sebaiknya berjumlah 3 tahun dalam kasus yang kurang baik.

Obat yang dibuat secara reseptur, sebaiknya menunjukkan suatu

stabilitas untuk sekurang-kurangnya beberapa bulan. Akan tetapi

untuk preparat yang terakhir disusun dengan suatu pembatasan dari

waktu penyimpanan.

Sifat khas kualitas yang penting adalah kandungan bahan

aktif, keadaan galeniknya, termasuk sifat yang dapat terlihat secara

sensorik, sifat mikrobiologis dan toksikologisnya dan aktivitasnya

secara terapeutik. Skala perubahan yang diizinkan ditetapkan untuk

obat yang terdaftar dalam farmakope. Untuk barang jadi obat dan

obat yang tidak terdaftar berlaku keterangan yang telah dibuat

dalam peraturan yang baik.

Kestabilan suatu zat merupakan faktor yang harus

diperhatikan dalam membuat formulasi sediaan farmasi. Hal ini

penting mengingat suatu sediaan biasanya diproduksi dalam jumlah


yang besar dan memerlukan waktu yang lama untuk sampai

ketangan orang sakit atau pasien yang membutuhkannya.

Obat yang disimpan dalam jangka waktu yang lama dapat

mengamati pernguraian dan mengakibatkan hasil uraian dari zat

tersebut bersifat toksik sehingga dapat mengalami membahayakan

jiwa pasien. Oleh karena itu untuk diketahui faktor-faktor apa saja

yang mempengaruhi kestabilan suatu zat sehingga dapat dipilih

yaitu kondisi dimana kestabilan obat tersebut optimum.

Pada waktu dahulu untuk mengevaluasi kestabilan suatu

sediaan farmasi dilakukan pengamatan pada kondisi dimana obat

tersebut tersimpan, misalnya pada suaut temperatur kamar, ternyata

metode ini memerlukan waktu yang lama dan tidak ekonomis.

Dengan demikian batas kadaluarsa suatu sediaan farmasi dapat

diketahui dengan tepat.

Penjelasan di atas menjelaskan kepada kita bahwa betapa

pentingnya kita mengetahui pada keadaan yang bagaimana suatu

obat tersebut aman dan dapat bertahan lama, sehingga obat

tersebut dapat disimpan dalam jangka waktu yang lama tanpa

menurunkan khasiat obat tersebut.

I.2 Tujuan Percobaan

1. Menerangkan faktor-faktor yang mempengaruhi kestabilan suatu

zat.
2. Menentukan energi aktivitas dari reaksi penguraian suatu zat.

3. Menentukan usia simpan dan waktu paruh suatu zat.  


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Teori Umum

Pada umumnya penelitian kestabilan suatu zat dapat

dilakukan dengan cara kinetika kimia, cara ini tidak memerlukan

waktu yang lama sehingga praktis digunakan dalam bidang

farmasi. Hal-hal penting yang diperhatikan dalam penentuan

kestabilan suatu zat dengan cara kinetika kimia adalah : kecepatan

reaksi, faktor-faktor yang mempengaruhi kecepatan reaksi dan

cara penentuannya (Lachman, 1994).

Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kestabilan suatu zat

antara lain adalah panas, cahaya, kelembaban, oksigen, pH,

mikroorganisme, dan lain-lain dignakan dalam formula sediaan

obat tersebut. Sebagai contoh : senyawa-senyawa ester dan

amida seperti amil nitrat dan kloramfenikol adalah merupakan zat-

zat yang mudah terhidrolisa dengan adanya lembab, sedangkan

vitamin C mudah sekali mengalami oksidasi (Lachman, 1994).

Faktor-faktor yang mempengaruhi kecepatan suatu reaksi

yaitu : temperatur, kekuatan ion dan pengaruh pH. Selain itu

dipengaruhi oleh pelarut yang digunakan konstanta dielektrik dan

katalisator lainnya (Lachman, 1994).

Tidak tergantung dari karakter jalannya proses jalannya

penguraian (perubahan kimia, fisika dan mikrobiologis) adalah


terpenting untuk mengetahui waktu yang mana bahan obat atau

sistem bahan obat dibawah persyaratan lingkungan tertentu.

Memenuhi tuntutan yang telah dilaporkan. Untuk mendeteksi

perbandingan stabilitas maka dipakai 2 metode yakni (1) tes daya

tahan waktu panjang yang mengantarkan bahwa obat selama

ruang waktu yang diminati disimpan di bawa persyaratan

penyimpanan (suhu, cahaya, udara dan kelembapan) yang dituntut

atau diharapkan di dalam lemari pendingin atau ruang pendingin

dan dalam jarak waktu yang cocok dan pada akhir percobaan

dikontrol kandungan bahan obat atau nilai efektifnya, sifat

mikrobiologis, maupun sifat sensoris dan keadaan galeniknya yang

dapat dideteksi dengan metode fisika. (2) tes daya tahan

dipercepat dilakukan dibawah pembebanan panas, dengan ini

digunakan membuat peraturan kinetika reaksi, lagi pula penguraian

dipelajari pada suhu yang lebih tinggi daripada suhu ruang dan

kemudian diekstrapolasikan pada suhu penyimpanan (Voight,

1995).

Salah satu kualitas obat yang paling mengherankan ialah

mempunyai beraneka ragam kerja dan efek pada tubuh. Untuk

menjamin stabilitas obat dalam suatu formulasi dan efektivitas

kelanjutannya sepanjang umur obat-obat pada lazimnya, maka

prinsip-prinsip kimia, fisika farmasi, mikrobiologi dan teknologi

farmasi harus diterapkan. Formulasi harus sedemikian rupa


sehingga semua komponennya secara fisik dan kimia terpadu,

termasuk pula unsur terapeutik yang aktif, bahan penolong dalam

farmasi dan bahan kemasannya. Formula harus dijaga agar tidak

terurai agar tidak terurai akibat perubahan sifat kimiawinya dan

terlindung dari kontaminasi mikroba sertapengaruh panas, cahaya

dan kelembaban yang merusak (Ansel, 1989).

Stabilitas fisik dan kimia bahan obat baik tersendiri maupun

bersama-sam dengan bahan-bahan formulasi merupakan criteria

yang paling penting untuk berhasilnya suatu produk obat. Sterilitas

obat harus diselidiki berkali-kali pada suhu penyimpanannya

(seperti pada suhu 50oC, 60oC, 70oC) dan dengan adanya

kelembapan oksigen dan pengaruh-pengaruh potensial lainnya

yang mengganggu. Penyelidikan stabilitas obat dengan macam-

macam bahan farmaseutiknya juga penting untuk menentukan

stabilitas kimia dan fisika serta mempersatukannya sebelum

memformulasikannya menjadi bentuk-bentuk sediaan (Ansel,

1989).

Penelitian stabilitas tidak dapat dielakkan lagi sejak pada

pengembangan obat baru. Orientasi pertama percobaan, yang

dilakukan dengan zat sebagai larutan, yang bertujuan untuk

menjelaskan apakah senyawanya sedemikian stabil, sehingga

kerja pengembangan selanjutnyadapat dibenarkan dan untuk

menghindari interpretasi salah dari hasil pengetesan secara


farmakologis dan teknologis. Tahap kedua menggambarkan suatu

seleksi untuk mendapatkan reseptor yang sedapat mungkin

optimal. Dari sini diperoleh penjelasan stabilitas suatu obat dalam

keberadaan dari bahan pembentukan dan di bawah pengamatan

teknologi pembuatannya dan jika perlu untuk mendapatkan usaha

penstabilan yang cocok. Akhirnya obat yang telah diformulasikan

harus adalah pengujian stabilitas penutup.

Di bawah stabilitas diartikan adalah bahwa obat, bahan obat,

sediaan obat jika disimpan di bawah persyaratan penyimpanan

tertentu di dalam pengemasannya yang tertentu untuk

penyimpanan dan lalu lintasnya, tidak atau hanya berubah dalam

suatu skala yang diizinkan dalam sifat khas kualitasnya yang

penting (Voight, 1994).

Pada pembuatan obat harus diketahui waktu paro suatu obat.

Waktu paro suatu obat dapat memberikan gambaran stabilitas

obat, yaitu gambaran kecepatan terurainya obat atau

kecepatan degradasi kimiawinya. Panas, asam-asam, alkali-alkali,

oksigen, cahaya, kelembaban dan faktor-faktor lain dapat

menyebabkan rusaknya obat. Mekanisme degradasi dapat

disebabkan oleh pecahnya suatu ikatan, pergantian spesies, atau

perpindahan atom-atom dan ion-ion jika dua molekul bertabrakan

dalam tabung reaksi (Moechtar, 1989).


Konstanta laju spesifik K yang ada dalam hokum laju yang

digabung dengan reaksi elemnter disebut konstanta laju spesifik

untuk reaksi itu. Setiap perubahan dalam kondisi reaksi, seperti

temperature, pelarut atau sedikit perubahan dari suatu komponen

yang mempunyai harga yang berbeda untuk konstanta laju spesifik

berhubungan terhadap perubahan dalam kemiringan garis yang

diberikan oleh persamaan laju (Martin, 1993).

Stabilitas farmasi harus diketahui untuk memastikan bahwa

pasien menerima dosis obat yang diresepkan dan bukan hasil

ditemukan degradasi efek terapi aktif. farmasi diproduksi

bertanggung jawab untuk memastikan ia merupakan produk yang

stabil yang dipasarkan dalam batas-batas tanggal kedaluwarsa.

apoteker komunitas memerlukan pengetahuan tentang faktor-

faktor yang mempengaruhi stabilitas bahwa ia benar dapat

menyimpan obat-obatan, pemilihan wadah yang tepat untuk

mengeluarkan obat tersebut, mengantisipasi interaksi ketika

pencampuran beberapa bahan obat, persiapan, dan

menginformasikan kepada pasien setiap perubahan yang mungkin

terjadi setelah obat telah diberikan (Parrot,  1978).

Dalam mempertimbangkan stabilitas kimia farmasi yaitu untuk

mengetahui urutan reaksi, yang diperoleh secara eksperimental

dengan mengukur laju reaksi sebagai fungsi dari konsentrasi obat

merendahkan. urutan keseluruhan reaksi adalah jumlah dari


eksponen istilah konsentrasi tingkat ekspresi. Urutan sehubungan

dengan tiap reaktan itu eksponen dari istilah konsentrasi individu

dalam tingkat ekspresi (Parrot, 1978).

Stabilitas obat adalah suatu pengertian yang mencakup

masalah kadar obat yang berkhasiat. Batas kadar obat yang masih

tersisa 90 % tidak dapat lagi atau disebut sebagai sub standar

waktu diperlukan hingga tinggal 90 % disebut umur obat. Orde

reaksi dapat ditentukan dengan beberapa metode, diantaranya

(Martin, 1983) :

1)    Metode substitusi

Data yang terkumpul dari hasil pengamatan jalannya suatu

reaksi disubstitusikan ke dalam bentuk integral dari persamaan

berbagai orde reaksi. jika persamaan itu menghasilkan harga K

yang tetap konstan dalam batas-batas variasi percobaan, maka

reaksi dianggap berjalan sesuai dengan orde tersebut.

2)    Metode grafik

Plot data dalam bentuk grafik dapat digunakan untuk

mengetahui orde reaksi tersebut. Jika konsentrasi di plot terhadap t

dan didapat garis lurus, reaksi adalah orde nol. Reaksi dikatakan

orde pertama bila log (a-x) terhadap t menghasilkan garis lurus.

Suatu reaksi orde kedua akan memberikan garis lurus bila 1/(a-x)

diplot terhadap t (jika konsentrasi mula-mula sama). Jika plot 1/(a-


x)² terhadap t menghasilkan garis lurus dengan seluruh reaktan

sama konsentrasimula-mulanya,reaksi adalah orde ketiga.

3)    Metode waktu paruh

Dalam reaksi orde nol, waktu paruh sebanding dengan

konsentrasi awal, a. Waktu paruh reaksi orde pertama tidak

bergantung pada a; waktu paruh untuk reaksi orde kedua, dimana

a = b  sebanding dengan 1/a dari dalam reaksi orde ketiga, dimana

a = b = c, sebanding dengan 1/a². Umumnya berhubungan antar

hasil di atas memperlihatkan waktu paruh suatu reaksi dengan

konsentrasi seluruh reaktan sama.

II.2Uraian Bahan

Aquadest (Dirjen POM, 1979)

Nama Resmi : Aqua destillata

Sinonim : Air suling

Rumus Kimia : H2O

BM : 18,02

Pemerian : Cairan jernih, tidak berwarna, tidak berbau,

tidak berasa.

Kegunaan : Sebagai pembilas

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat

Amoksisilin
Deskripsi
- Nama & Asam (2S,5R,6R)- 6[(R)-(-)-2-amino-2-(p-

Struktur Kimia hidroksifenil)\asetamido]-3-3-dimetil-7-okso-4-


:
tia-1-azabisiklo[3,2,0]-heptana-2-karboksilat

trihidrat . C16N19N3NaO5S
- Sifat Mengandung tidak kurang dari 90.0%

Fisikokimia C16N19N3NaO5S dihitung sebagai anhidrat.

Amoksisilin berwarna putih, praktis tidak

berbau. Sukar larut dalam air dan methanol;

tidak larut dalam benzena, dalam

: karbontetraklorida dan dalam kloroform.

Secara komersial, sediaan amoksisilin

tersedia dalam bentuk trihidrat. serbukhablur,

dan larut dalam air. Ketika dilarutkan dalam air

secara langsung, akan berbentuk amoksisislin

suspensi oral dengan pH antara 5 - 7.5.


- Keterangan Amoksisilin adalah aminopenisilin yang

perbedaan strukturnya dengan ampisilin

: hanya terletak pada penambahan gugus

hidroksil pada cincin fenil. pH larutan 1%

dalam air = 4.5-6.0.1

II.3 Prosedur Kerja (Anonim, 2013)

a. Penentuan Panjang Gelombang Maksimum


Sejumlah baku pembanding Amoxicilin ditimbang

seksama dan diencerkan dengan air suling hingga diperoleh

konsentrasi 100 ppm. Sejumlah larutan ini dipipet ke dalam

labu ukur dan diencerkan dengan aquades sampai tanda

hingga konsentrasinya 50 ppm, kemudian diukur serapannya

pada rentang panjang gelombang 200-300. Selanjutnya dibuat

kurva antara serapan terhadap panjang gelombang.

b. Penentuan Kurva Baku

Larutan amoxicilin cibuat dengan konsentrasi bervariasi.

Kemudian masing-masing konsentrasi diukur serapannya pada

panjang gelombang maksimal. Selanjutnya dibuat kurva antara

serapan terhadap konsentrasi.

c. Penetapan Kadar Amoxicilin

Penetapan kadar timbang saksama 1,5 g. Tambahkan

100 ml air dan 20 ml natrium hidroksida 0,1 N, encerkan

dengan air secukupnya hingga 200 ml pada 5 ml, tambahkan

9,5 ml natrium hidroksida 0,1 N, encerkan dengan air

secukupnya hingga 100 ml, ukur serapan. Hitung bobot zat

dalam mg.

d. Penentuan Umur Simpan Sirup Amoxcilin


Sirup amoxicilin dimasukkan ke dalam 21 vial masing-

masing sebanyak 5 ml, kemudian vial-vial tersebut dimasukkan

ke dalam oven dengan suhu 40 oC, 50oC dan 60oC, pada jam ke

0, 30, 60, 90, 120, 150 dan 180 menit diambil 1 vial dan diukur

kadar amoxicilin.

e. Penetapan Kadar Sirup Amoxicillin

Sirup amoxicilin sebanyak 1 ml ditambahkan karutan

natrium hidroksida 0,1 N, hingga 10 ml kemudian dipipet

sebanyak 1 ml ditambahkan air hingga 50 ml. Ukur

serapannya. Hitung bobot zat dalam mg dalam sirup.


BAB III

METODE KERJA

III.1 Alat dan Bahan

III.1.1 Alat

Alat yang digunakan untuk praktikum kali ini adalah botol

semprot, gelas kimia 100 ml, gelas ukur 10 ml, kuvet, labu takar 10

ml, labu takar 50  ml, oven, spektrofotometer, spoit 1 ml, spoit 5 ml,

vial.

III.I.2 Bahan

Bahan yang digunakan daam praktikum kali ini adalah

Alumunium foil, Air, Sirup kering amoxicillin dan Tissue.

III.2 Cara Kerja

a. Penetuan panjang gelombang maksimal

1. Ditimbang seksama dan diencerkan sejumlah baku

pembanding amoxicillin dengan air suling hingga memperoleh

konsentrasi 25000 ppm.

2. Dipipet kedalam labu ukur sejumlah larutan ini.

3. Diencerkan dengan aquadesh sampai konsentrasi 50 ppm.

4. Diukur serapan pada rentang panjang gelombang 200-250

nm.

5. Dibuat kurva antara serapan terhadap penjang gelombang.


b. Penentuan kurva baku

1. Dibuatlarutan Amoxcillin dengan konsentrasi 5, 10, 20, 40, 60,

80ppm.

2. Diukur serapan masing-masing konsentrasi pada panjang

gelombang maksimun selanjutnya.

3. Dibuat kurva antara serapan terhadap konsentrasi.

c. Penentuan umur simpan paracetamol

1. Dimasukkan Sirup amoxicillinkedalam 5 vial masing-masing

sebanyak 10 ml.

2. Dimasukkan vial-vial tersebut kedalam oven dengan suhu

40oC, 50oC, dan 60oC.

3. Diambil 1 vial dan diukur kadar amoxicillin pada menit ke 0,

30,60, 90dan 120 menit .


BAB IV

HASIL PENGAMATAN

IV.1 Data Pengamatan

Konsentr
Absorba
asi
n
(ppm)
-

75 0.24139 a 0.0035

3
0.0031
100 0.31486 b
66
0.9988
125 0.38985 r
85
150 0.46347
175 0.53815
200 0.6422
225 0.7004

250 0.7969

GRAFIK KURVA BAKU AMOXICILIN


KURVA BAKU AMOXICILIN
0.9
0.8
0.7 f(x) = 0 x − 0
0.6 R² = 1
Absorban

0.5
0.4
0.3
0.2
0.1
0
60 80 100 120 140 160 180 200 220 240 260
Konsentrasi (ppm)

Nilai absorban pada setiap suhu

Waktu ABSORBAN
(menit) 30oC 40oC 50oC 60oC
0 0.04 0.027 1.343 1.019
15 1.233 0.118 1.424 1.09
30 0.182 0.382 0.996 1.111
45 0.041 0.253 1.185 1.331
60 0.182 1.309 1.163 1.155
75 0.083 0.31 1.333 0.968
90 0.404 0.273 0.997 1.136

Perhitungan absorban pada setiap suhu

Suhu Waktu Konsentrasi (mg) LOG C 1/C

0 13.7492 1.1383 0.0727


15 390.5994 2.5917 0.0026
30
30 58.6048 1.7679 0.0171
45 14.0651 1.1481 0.0711
60 58.6048 1.7679 0.0171

75 27.3322 1.4367 0.0366

90 128.7312 2.1097 0.0078

0 9.6427 0.9842 0.1037


15 38.3882 1.5842 0.0260
30 121.7817 2.0856 0.0082
40 45 81.0326 1.9087 0.0123
60 414.6066 2.6176 0.0024
75 99.0380 1.9958 0.0101
90 87.3503 1.9413 0.0114
0 425.3467 2.6287 0.0024
15 450.9333 2.6541 0.0022
30 315.7348 2.4993 0.0032
50 45 375.4369 2.5745 0.0027
60 368.4875 2.5664 0.0027
75 422.1878 2.6255 0.0024
90 316.0507 2.4998 0.0032
0 323.0001 2.5092 0.0031
15 345.4279 2.5384 0.0029
30 352.0615 2.5466 0.0028
60 45 421.5561 2.6249 0.0024
60 365.9604 2.5634 0.0027
75 306.8900 2.4870 0.0033
90 359.9586 2.5563 0.0028

Nilai a, b, r Amoxicillin :

Suhu Nilai Orde 0 Orde 1 Orde 2

30 139.6968
a 1.6438998 0.0457141
6
b - 0.0014383 -0.000302

0.908543
9
-
-
r 0.218630 0.0885786
0.3353587
6
52.34352
a 1.4210711 0.0585887
4
-
40 b 1.541065 0.010063
0.0007488
0.371105 -
r 0.6534531
8 0.6838023
417.6639
a 2.6187434 0.0024186
2
-
-
b 0.791967 5.447E-06
50 0.0008978
5
-
-
r 0.479141 0.4582071
0.4690373
5
348.4400
a 2.5406131 0.0028891
9
-7.963E-
60 b 0.113568 0.0001315
07
0.100790
r 0.0972158 -0.091539
7

R
Orde
30 40 50 60
-
0 -0.2186306 0.37110583 0.10079074
0.4791415
0.0885785 0.6534530 -
1 0.09721582
8 6 0.4690373
2 -0.3353587 -0.6838023 0.4582071 -0.091539

Suhu B k
0.0003019
30 -0.000302
9
0.0007487
40 -0.0007488
5
0.7919675
50 -0.7919675
1
60 0.11356799 0.11356799

Suhu (K)
Suhu 1/T K LOG K
T
25 298 0.0033557   -3252638 a 32.44349
30 303 0.0033003 0.000302 -3.520005 b -10915
40 313 0.0031949 0.0007488 -3.125662 r -0.841185
50 323 0.003096 0.7919675 -0.101293
60 333 0.003003 0.113568 -0.944744

IV.2 Pembahasan

Stabilitas adalah faktor penting kualitas, keamanan dan

kemanjuran dari produk obat. Sebuah produk obat, yang tidak cukup

stabil, dapat mengakibatkan perubahan fisik (seperti kekerasan,

menilai pembubaran, pemisahan fase dll) serta karakteristik kimia

(pembentukan risiko tinggi dekomposisi zat).


Stabilitas obat adalah kemampuan suatu obat untuk

mempertahankan sifat dan karakteristiknya agar sama dengan yang

dimilikinya pada saat dibuat (identitas, kekuatan, kualitas, kemurnian)

dalam batas yang ditetapkan sepanjang periode penyimpanan dan

penggunaan sehingga mampu memberikan efek terapi yang baik dan

menghindari efek toksik.

Suatu sediaan farmasi dalam hal ini adalah obat sangat perlu

diketahui kestabilannya, disebabkan oleh biasanya obat diproduksi

dalam jumlah yang sangat banyak dan memerlukan waktu yang lama

untuk sampai ketangan pasien (masyarakat), sehingga dikhawatirkan

dalam jangka waktu yang lama tersebut, obat ini akan mengalami

penguraian yang mana zat urai tersebut dapat bersifat toksik

sehingga dapat membahayakan jiwa pasien.

Tujuan dari uji stabilitas obat sendiri yaitu untuk menentukan

umur simpan dari suatu sediaan obat dan obat yang beredar tersebut

stabil dalam jangka waktu yang lama yang disimpan dalam suhu

kamar.

Adapun maksud dan tujuan dari praktikum ini adalah untuk

mengetahui dan memahami cara penentuan kestabilan suatu obat,

serta menerangkan faktor apa saja yang mempengaruhi kestabilan

suatu bahan obat, penentuan energi aktivasi dari reaksi penguraian,

dan masa simpan suatu zat (bahan obat).


Faktor yang mempengaruhi stabilitas sediaan farmasi

tergantung pada profil sifat fisika dan kimia. Faktor utama lingkungan

dapat menurunkan stabilitas diantaranya temperatur yang tidak

sesuai, cahaya, kelembaban, oksigen dan mikroorganisme. Beberapa

faktor lain yang juga mempengaruhi stabilitas suatu obat adalah

ukuran partikel, pH, kelarutan, dan bahan tambahan kimia.

Sehingga untuk menjaga kestabilan obat, obat harus disimpan

sehingga terhindar dari pencemaran dan peruraian, terhindar dari

pengaruh udara, panas dan cahaya. Obat yang mudah menyerap

lembab harus disimpan dalam wadah tertutup rapat berisi kapur

tohor. Keadaan kebasahan udara dinyatakan dengan tekanan uap air

relatif, yaitu perbandingan antara tekanan uap di udara dengan

tekanan uap maksimum pada temperatur tersebut.   

T1/2 adalah periode penggunaan dan penyimpanan yaitu

waktu dimana suatu produk tetap memenuhi spesifikasinya jika

disimpan dalam wadahnya yang sesuai dengan kondisi atau waktu

yang diperlukan untuk hilangnya konsentrasi setengahnya.

Sedangkan T90 adalah waktu yang tertera yang menunjukkan batas

waktu diperbolehkannya obat tersebut dikonsumsi karena diharapkan

masih memenuhi spesifikasi yang ditetapkan.   

Pada praktikum stabilitas obat ini bahan yang digunakan

adalah paracetamol. Dimana dilakukan penentuan stabilitas obat

Paracetamol menggunakan metode grafik berdasarkan nilai


konstanta kecepatan reaksi, waktu paruh (T1/2) dan T90 (waktu

kadaluarsa)  untuk penentuan umur simpan tablet Paracetamol dan

menggunakan instrumen spektrofotometer pada berbagai suhu yaitu

suhu 40o, 50o, dan 60o. Dimana panjang gelombang untuk

paracetamol adalah 230 nm, sehingga spektroforometer ditempatkan

pada panjang gelombang antara 200 nm- 250 nm agar daerah

panjang gelombang yang diperlukan dapat terliputi.

Spektrofotometri UV-Vis adalah gabungan antara spektrofotometri

UV dan Visible. Menggunakan dua buah sumber cahaya berbeda,

sumber cahaya UV dan sumber cahaya Visible. Meskipun untuk alat

yang lebih canggih sudah menggunakan hanya satu sumber sinar

sebagai sumber UV dan Vis, yaitu photodiode yang dilengkapi

dengan monokromator.Mekanisme kerja spektrofotometri, sinar dari

sumber sinar adalah sinar polikromatis maka dilewatkan terlebih

dahulu melalui monokromator, kemudian sinar monokromatis

dilewatkan melalui kuvet yang berisi contoh maka akan menghasilkan

sinar yang ditransmisikan dan diterima oleh detektor untuk diubah

menjadi energi listrik ang kekuatannya dapat diamati oleh alat

pembaca (satuan yang dihasilkan adalah absorban atau transmitan).

Adapun tujuan dilakukan pada berbagai suhu 40oC, 50oC dan

60oC adalah dimaksudkan untuk membedakan atau mengetahui

pada suhu berapa obat dapat stabil dengan baik dan pada suhu

berapa obat akan terurai dengan cepat. Jika menggunakan suhu


yang tinggi kita mampu mengetahui penguraian obat dengan cepat.

Sedangkan jika menggunakan suhu kamar dalam pengujian maka

butuh waktu yang lama untuk dapat terurai.

Alasan menggunakan suhu yang tinggi karena bila kita ingin

mengetahui batas kestabilan suatu obat (batas kadaluarsanya), maka

obat harus disimpan pada jangka waktu yang lama sampai obat

tersebut berubah, hal ini tentu tidak bisa dilakukan karena

keterbatasan waktu, sehingga kita menggunakan suhu yang tinggi

karena uji kestabilan obat dapat dipercepat dengan menggunakan

perubahan suhu atau menggunakan suhu yang tinggi. Semakin tinggi

suhunya maka akan semakin cepat bahan obat tersebut untuk terurai.

Dalam percobaan ini kita akan menentukan energi aktivasi (Ea)

dimana Ea yaitu kemampuan suatu sediaan untuk dapat mengalami

penguraian zat. Energi aktivasi (Ea) harus ditentukkan dengan cara

mengamati perubahan konsentrasi pada suhu tinggi, dengan

membandingkan dua harga konstanta penguraian zat pada

temperatur  atau suhu yang berbeda sehingga dapat ditentukkan

energi aktivasinya. Dengan demikian batas kadaluarsa suatu sediaan

farmasi dapat diketahui dengan tepat.

Hasil dari percobaan adalah diperoleh hasil untuk nilai a, b, r

adalah a = 32.44349, b = -10915, dan untuk nilai r = -0.841185

Aplikasi stabilitas obat dalam bidang farmasi yakni kestabilan

suatu zat merupakan faktor yang harus diperhatikan dalam membuat


formulasi suatu sediaan farmasi. Hal ini penting mengingat suatu

sediaan biasanya diproduksi dalam jumlah yang besar dan

memerlukan waktu yang lama dapat mengalami penguraian dan

mengakibatkan dosis yang diterima pasien berkurang. Adakalanya

hasil urai tersebut bersifat toksis sehingga membahayakan jiwa

pasien. Oleh karena itu perlu diketahui faktor-faktor mempengaruhi

kestabilan suatu zat sehingga dapat dipilih kondisi pembuatan

sediaan yang tepat sehingga kestabilan obat terjaga.

BABV

PENUTUP

V.1 Kesimpulan

Dari percobaan maka dapat disimpulkan :

1. Faktor-faktor yang mempengaruhi kestabilan suatu zat antara lain

faktor utama lingkungan diantaranya temperatur, cahaya,


kelembaban, oksigen dan faktor lain yang mempengaruhi

stabilitas adalah ukuran partikel, pH, kelarutan, mikroorganisme

dan bahan tambahan.

2. Dari hasil percobaan dapat disimpulkan bahwa hasil percobaan

diperoleh hasil yaitu untuk nilai a, b, r adalah a = 32.44349, b =

-10915,dan c = -0.841185.

V.2 Saran

Sebaiknya alat-alat yang akan digunakan pada saat praktikum

lebih dilengkapi lagi. Dan asisten kelompok selalu

mendampingipraktikannya saaat praktikum berlangsung.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2013, “Penuntun Praktikum Farmasi Fisika”, UMI, Makassar.


(hal 32)
Ansel, H. C., 1989., “Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi Ed. IV”, UI-
Press, Jakarta.

Dirjen POM, 1979, “Farmakope Indonesia Edisi III”, Depkes RI, Jakarta.

Lachman Leon, dkk, 1994, “Teori dan Praktek Farmasi Industri II”,
Universitas Indonesia, Jakarta.
Parrot,E.L.1970.”Pharmaceutical Technology Fundamental
Pharmaceutical”.Burgess Publishing

Martin, A, dkk., 1993, “Farmasi Fisik”, UI - Press, Jakarta.

Moechtar, 1989, Farmasi Fisika : Bagian Larutan dan Sistem Dispersi,


Gadjah Mada University Press, Jogjakarta.

Voight, R., 1994, “Buku Pelajaran Teknologi Farmasi Ed. IV”, UGM -
Press, Yogyakarta.

LABORATORIUM FARMASEUTIKA

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

LAPORAN PRAKTIKUM
STABILITAS OBAT

OLEH :

NAMA : ANDI PADAULENG PALUPAI

STAMBUK : 150 2012 0124

KELAS : 3.4

KELOMPOK: III(TIGA)

ASISTEN : JAFIS ADHA RIDHA MAHAYUSMAN

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

MAKASSAR

2013

Anda mungkin juga menyukai