Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Pada dasarnya negara adalah sebuah organisasi seperti layaknya


sebuah organisasi, negara memiliki anggota, tujuam dan peraturan.
Anggota negara adalah warganya, tujuan negara biasanya tercantum dalam
pembukaam konstitusinya (undang-undang dasar) sedangkan peraturannya
dikenal dengan hukum

Bedanya dengan organisasi yang lain, negara berkuasa di atas


individu-individu dan di atas organisasi-organisasi pada suatu wilayah
tertentu. Peraturan negara berhak mengatur seluruh individu dan
organisasi yang ada pada suatu wilayah tertentu, sedangkan peraturan
organisasi hanya berhak mengatur pihak-pihak yang menjadi anggotanya
saja. Peraturan Negara bersifat memaksa, nila ada yang tidak
mematuhinya, mempunyai hak untuk memberikan sanksi yang bersifat
kekerasan. Sepanjang sejarah manusia hidup di atas permukaan bumi,
manusia telah bernegara. Mulai dari negara dalam bentuknya yang paling
primitive yaitu kesukuan, negara kota, sampai negara kerajaan, negara
republic dan negara demokrasi. Sampai saat ini tidak ada satu pun tarif
negara yang diakui semua pihak. Ahli-ahli ilmu kenegaraan saling berbeda
pendapat tentang apa itu negara. Secara sederhana bisa kita katakan bahwa
yang dimaksud dengan negara adalah organisasi yang menaungi semua
pihak dalam suatu wilayah tertentu.

1.2 Rumusan masalah

Dari latar belakang diatas rumusan masalah yang dapat kita ambil
adalah
1. Bagaimana konsep dasar tentang negara?

1
2. Apa saja tujuan negara?

3. Apa saja unsur-unsur negara?

4. Bagaimana teori terbentuknya negara?

5. Bagaimana hubungan agama dan negara?

6. Bagaimana relasi agama dan negara dalam perspektif Islam?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui bagaimana konsep dasar tentang negara?

2. Untuk mengetahui apa saja tujuan negara?

3. Untuk mengetahui apa saja unsur-unsur negara?

4. Untuk mengetahui bagaimana teori terbentuknya negara?

5. Untuk mengetahui bagaimana hubungan agama dan negara?

6. Untuk mengetahui bagaimana relasi agama dan negara dalam


perspektif Islam?

BAB II

2
PEMBAHASAN

2.1 Konsep dasar tentang negara

A. Warga Negara

Warga negara diartikan dengan orang-orang sebagai bagian


dari suatu penduduk yang menjadi unsur negara. Istilah ini dahulu
disebut hamba atau kawula. Istilah warga negara lebih sesuai
dengan kedudukannya sebagai orang merdeka dibandingkan
dengan istilah hamba atau kawula negara, karena warga negara
mengandung arti peserta, anggota atau warga dari suatu negara,
yakni peserta dari suatu persekutuan yang didirikan dengan
kekuatan bersama, atas dasar tanggung jawab bersama dan untuk
kepentingan bersama. Untuk itu, setiap warga negara empunyai
persamaan hakk di hadapan hukuum. Semua warga negara
memiliki kepastian hak, privasi, dan tanggung jawab. istilah warga
negara merupakan terjemahan dari kata citizen (bahasa Ingggris)
yang mempunyai arti sebagai berikut:

Menurut As Hikam dalam Ghazalli (2004), warga negara


sebagai sebagai terjemahan dari citizen artinya adalah anggota dari
suatu komunitas yang membentuk negara itu sendiri. Pengertian
warga negara secara umum dinyatakan bahwa warga negara
merupakan anggota negara yang mempunyai kedudukan khusus
terhadap negaranya.

B. Pengertian Kewarganegaraan

3
Istilah kewarganegaraan (citizenship) memiliki arti
keanggotaan yang menunjukkan hubungan atau ikatan anatara
negara dan warga negara.

Menurut memori penjelasan dari pasal II Peraturan Penutup


Undang-Undang No. 62 tahun 1958 tentang Kewarganeraan
Republik Indonesia, kewarganegaraan diartikan segala jenis
hubungan dengan suatu negara yang mengakibatkan adanya
kewajiban negara itu untuk melindungi orang ang bersangkutan.
Adapun menurut Undang-Undang Kewarganegaraan Republik
Indonesia, kewarganegaraan adalh segala hal ihwal yang
berhubungan dengan negara.

C. Konsep Dasar Tentang Negara

Secara litral istilah negara merupakan terjemahan dari kata-


kata asing, yakni state (bahasa Inggris), staat (bahasa Belanda dan
Jerman), dan etat (bahasa Prancis). Kata state, staat, etat itu diambil
dari kata bahasa Latin status atau statum, yang berarti keadaan
yang tegak dan tetap atau sesuatu yang memiliki sifat-sifat yang
tegak dan tetap.

Secara terminologi, negara diartikan dengan organisasi


tertinggi diantara satu kelompok masyarakat yang mempunyai cita-
cita untuk bersatu, hidup di dalam daerah tertentu yang mempunyai
pemerintah yang beraulat. Pengertian ini mengandung nilai
konstitutif dari sebuah negara yang meniscayakan adanya unsur
dalam sebuah negara, yakni adanya masyarakat (rakyat), adanya
wilayah (daerah) dan adanya pemerintah yang berdaulat.

Secara sederhana dapat dipahami bahwa yang dimaksud


dengan negara adalah suatu daerah teritorial yang rakyatnya
diperintah (governed) oleh sejumlah pejabat yang berhak menuntut
dari warganegaranya untuk taat pada peraturan perundang-
4
undangan melalaui penguasaan (kontrol) monopolistis dari
kekuasaan yang sah.

2.2 Tujuan Negara

Sebagai sebuah organisasi kekuasaan dari kumpulan orang-orang


yang mendiaminya, negara harus memiliki tujuan yang disepakati
bersama. tujuan sebuah negara dapat bermacam-macam, antara lain:

1. Bertujuan untuk memperluas kekuasaan semata-mata

2. Bertujuan menyelenggarakan ketertiban hukum

3. Bertujuan untuk mencapai kesejahteraan umum

Dalam konsep dan ajaran plato, tujuan dengan adanya negara


adalah untuk memajukan kesusilaan manusia, sebagai perseorangann
(individu) dan sebagai makhluk sosial. Sedangkan menurut Roger H.
Soltau tujuan negara adalah memungkinkan rakyatnya berkembang serta
menyelenggarakan daya ciptanya sebebas mungkin.

Dalam islam, seperti yang dikemukakan oleh Ibnu Arabia, tujuan


negara adalah agar manusia dapat menjalakan kehidupannya dengan baik,
jauh dari sengketa dan menjaga intervensi pihak-pihak asing. Paradigma
ini didasarkan pada konsep sosio-historis bahwa manusia diciptakan oleh
Allah dengan watak dan kecenderungan berkumpul dan bermasyarakat,
yang membawa konsekuensi antara individu-individu satu sama lain saling
membutuhkan bantuan. Sementara menurut Ibnu Khaldun, tujuan negara
adalahh untuk kemaslahatan agama dan dunia yang bermuara pada
kepentingan akhirat.

Sementara itu, dalam konsep dan ajaran Negara Hukum, tujuan


negara adalah menelenggarakan ketertiban hukum, dengan berdasarkan
dan berpedoman pada hukum. Dalam negara hukum segala kekuasaan dai
alat-alat pemerrintahannya didasarkan atas hukum. Semua oarang tanpa

5
kecuali harus tunduk dan taat pada hukum, hanya hukumlah yang berkuasa
dalam negara itu (government not by man but by low = the rule of law).

Dalam konteks negara Indonesia, tujuan negara (sesuai dengan


pembukaan UUD 1945) adalah untuk memajukan kesejahteraan umum,
mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia
yang berdasarkan kemerdekaan, perdamain abadi dan keadilan sosial.
Selain itu dalam pembukaan UUD 1945 ditetapkan bahwa Negara
Indonesia berdasarkan atas hukum (rechtstaat), tidak berdasarkan
kekuasaan belaka (matchstaat). Dari pembukaan dan penjelasan Uud 1945
tersebut, dapat dikatakan bahwa Indonesia merupakan suatu negara hukum
yang bertujuan untuk mewujudkan kesejahteraan umum, membentuk suatu
masyarakat yang adil dan makmur.

2.3 Unsur-unsur Negara

Sebuah negara mempunyai unsur-unsur yang harus ada di dalam


nya yaitu:

1. Rakyat (Masyarakat/Warga Negara)

Setiap negara tidak mungkin bisa ada tanpa adanya warga atau
rakyatnya. Unsur rakyat ini sangat penting dalam sebuah negara,
karena secara konkret rakyatlah memiliki kepentingan agar negara itu
dapat berjalan dengan baik. Selain it, bagaimanapun juga manusialah
yang akan mengatur dan menentukan sebuah organisasa (negara).

Rakyat dalam konteks ini diartikan sebagai sekumpulan manusia


yang dipersatukan oleh suatu rasa persamaan dan yang bersama-sama
mendiami suatu wilayah tertentu. Mungkin tidak dapat dibayangkan
adanya suatu negara tanpa rakyat (warga negara). Rakyat adalah
substratum dari negara.

2. Wilayah

6
Wilayah dalam sebuah negara merupakan unsur yang harus ada,
karena tidak mungkin ada negara tanpa ada batas-batas teritorial yang
jelas. Secara mendasar, wilayah dalam sebuah negara biasanya
mencakup daratan (wilayah darat), peraiaran (wilayah laut/perairan)
dan udara (wilayah udara).

3. Daratan (Wilayah Darat)

Wilayah darat suatu negara dibatasi oleh wilayah darat dan laut
(perairan) negara lain. Perbatasan wilayah sebuah negara biasanya
ditentukan berdasarkan perjanjian yakni perjanjian antara dua negara
atau lebih.

4. Peraiaran (Wilayah Laut/Perairan)

Perairan atau laut yang menjadi bagian atau termasuk wilayah


suatu negara disebut perairan atau laut teritorial dari negara yang
bersangkutan. Adapun batas dari perairan teritorial itu pada umumnya
3 mil laut (5,555 km) yang dihitung dari pantai ketika air surut. Laut
yang berada diluar perairan teritorial disebut Lautan Bebas (Mare
Liberum). Disebut dengan Lautan Bebas, karena wilayah perairan
tersebut tidak termasuk wilayah kekuasaan suatu negara sehingga
siapapun bebas memanfaatkannnya.

5. Pemerintah

Pemerintah adalah alat kelengkapan negara yang bertugas


memimpin organisasi negara untuk mencapai tujuan negara. Oleh
karenanya, pemerintah seringkali menjadi personifikasi sebuah negara.

Pemerintah menegakkan hukum dan memberantas kekacauan,


mengadakan perdamaian dan menyelaraskan kepentingan-kepentingan
yang bertantangan. Pemerintah yang menetapkan, menyatakan dan
menjalankan kemauan individu-individu yang tergabung dalam
organisasi politik yang disebut negara. Pemerintah adalah badan yang

7
mengatur urusan sehari-hari, yang menjalankan kepentingan-
kepentingan bersama. Pemerintah melaksanakan tujuan-tujuan negara,
menjalankan fungsi-fungsi kesejahteraan bersama-sama.[5]

2.4 Teori Terbentuknya Negara

Adapun beberapa teori tentang terbentuknya suatu Negara yakni


sebagai berikut:

1. Teori kontrak sosial (social contract)/ Teori Perjanjian Masyarakat

Teori ini beranggapan bahwa Negara dibentuk berdasarkan


perjanjian-perjanjian masyarakat. Beberapa pakar penganut teori
kontrak sosial yang menjelaskan teori asal-mula Negara, diantaranya:

Thomas Hobbes (1588-1679), menurutnya syarat membentuk


Negara adalah dengan mengadakan perjanjian bersama individu-
individu yang tadinya dalam keadaan alamiah berjanji akan
menyerahkan semua hak-hak kodrat yang dimilikinya kepada
seseorang atau sebuah badan. Teknik perjanjian masyarakat yang
dibuat Hobbes sebagai berikut setiap individu mengatakan kepada
individu lainnya bahwa “Saya memberikan kekuasaan dan
menyerahkan hak memerintah kepada orang ini atau kepada orang-
orang yang ada di dalam dewan ini dengan syarat bahwa saya
memberikan hak kepadanya dan memberikan keabsahan seluruh
tindakan dalam suatu cara tertentu.

John locke (1632-1704), dasar kontraktual dan Negara


dikemukakan Locke sebagai peringatan bahwa kekuasaan penguasa
tidak pernah mutlak tetapi selalu terbatas, sebab dalam mengadakan
perjanjian dengan seseorang atau sekelompok orang, individu-individu
tidak menyerahkan seluruh hak-hak alamiah mereka.

Jean Jacques Rousseau (1712-1778), Keadaan alamiah


diumapamakannya sebagai keadaan alamiah, hidup individu bebas dan

8
sederajat, semuanya dihasilkan sendiri oleh individu dan individu itu
puas. Menurut “Negara” atau “badan korporatif” dibentuk untuk
menyatakan “kemauan umumnya” (general will) dan ditujukan pada
kebahagiaan besama. Selain itu Negara juga memperhatikan
kepentingan-kepentingan individual (particular interest).
Kedaulatannya berada dalam tangan rakyat melalui kemauan
umumnya.

2. Teori Ketuhanan

Negara dibentuk oleh Tuhan dan pemimpin-pemimpin Negara


ditunjuk oleh Tuhan Raja dan pemimpin-pemimpin Negara hanya
bertanggung jawab pada Tuhan dan tidak pada siapapun. Penganut
teori ini adalah Agustinus, Yulius Stahi, Haller, Kranenburg dan
Thomas Aquinas.

3. Teori kekuatan

Negara yang pertama adalah hasil dominasi dari komunikasi


yang kuat terhadap kelompok yang lemah, Negara terbentuk dengan
penaklukan dan pendudukan. Dengan penaklukan dan pendudukan dari
suatu kelompok etnis yang lebih kuat atas kelompok etnis yang lebih
lemah, dimulailah proses pembentukan Negara. Penganut teori ini
adalah H.J. Laski, L. Duguit, Karl Marx, Oppenheimer dan Kollikles.

4. Teori Organis

Menurut Dede Rosyada, dkk (2005: 54) mengemukakan


konsepsi organis tentang hakikat dan asal mula negara adalah suatu
konsep bilogis yang melukiskan negara dengan istilah-istilah ilmu
alam. Negara dianggap atau disamakan dengan makhluk hidup,
manusia atau binatang individu yang merupakan komponen-komponen
Negara dianggap sebagai sel-sel dari makhluk hidup itu. Kehidupan
corporal dari Negara dapat disamakan sebagai tulang belulang

9
manusia, undang-undang sebagai urat syaraf, raja (kaisar) sebagai
kepala dan para individu sebagai daging makhluk itu.

5. Teori Historis

Teori ini menyatakan bahwa lembaga-lambaga sosial tidak dibuat,


tetapi tumbuh secara evolusioner sesuai dengan kebutuhan-kebutuhan
manusia.

6. Teori kedaulatan hukum

Teori kedaulatan hukum (Rechts souvereiniteit) (Mienu, 2010)


menyatakan semua kekuasaan dalam negara berdasar atas hukum.
Pelopor teori ini adalah H. Krabbe dalam buku Die Moderne Staats
Idee.

7. Teori Hukum Alam

Filsufgaul (2012) menuliskan teori hukum alam yakni negara


terjadi karena kehendak alam yang merupakanlembaga alamiah yang
diperlukan manusia untuk menyelenggarakan kepentingan umum.
Penganut teori ini adalah Plato, Aristoteles, Agustinus, dan Thomas
Aquino.

2.5 Hubungan Agama dan Negara

Dalam memahami hubungan agama dan negara dapat dijelaskan


dengan beberapa konsep hubungan agama dan negara menurut beberapa
aliran, yaitu paham teokrasi, paham sekuler dan paham komunis.

1. Paham Teokrasi

10
Dalam paham teokrasi, hubungan agama dan negara
digambarkan sebagai dua hal yang tidak dapat dipisahkan. Negara
menyatu dengan agama, karena pemerintahan menurut paham ini
diajalankan berdasarkan firman-firman Tuhan, segala tata kehidupan
dalam masyarakat, bangsa, dan negara dilakukan atas titah tuhan.
Dengan demikian, urusan kenegaraan atau politik, dalam paham
teokrasi juga diyakini sebagai menifestasi firman Tuhan.

Dalam perkembangannya, paham teokrasi terbagi ke dalam dua


bagian, yakni paham teokrasi langsung dan paham teokrasi tidak
langsung. Menurut paham teokrasi langsung, pemerintahan diyakini
sebagai otoritas Tuhan secara langsung pula. Adanya negara di dunia
ini adalah atas kehendak Tuhan, dan oleh karena itu yang memerintah
adalah Tuhan pula. Sedangkan menurut sistem pemerintahan teokrasi
tidak langsung yang memerintah bukanlah Tuhan sendiri, melainkan
yang memerintah adalah raja atau kepala negara yang memiliki otoritas
atas nama Tuhan. Kepala negara atau raja diyakini memerintah atas
kehendak Tuhan. Dalam kata lain dalam paham teokrasi ini sistem dan
norma-norma dalam negara dirumuskan berdasarkan firman-firman
Tuhan

2. Paham Sekuler

Paham sekuler memisahkan dan membedakan antara agama


dan negara. Dalam negara sekuler, tidak ada hubungan antara sistem
kenegaraan dengan agama. Dalam paham ini, negara adalah urusan
hubungan manusia dengan manusia lain, atau urusan dunia. Sedangkan
agama adalah hubungan manusia dengan Tuhan. Dua hal ini, menurut
paham ini tidak dapat disatukan.

3. Paham Komunis

11
Paham ini menimbulkan paham atheis, paham yang dipelopori
oleh Karl Mark ini, memandang agama sebagai candu masyarakat
(Mark, dalam Louis Leahy, 1992:97-98). Menurutnya manusia
ditentukan oleh dirinya sendiri. Sementara agama dalam paham ini,
dianggap sebagai suatu kesadaran diri bagi manusia sebelum
menemukan dirinya sendiri.

Kehidupan manusia adalah dunia menusia itu sendiri yang


kemudian menghasilkan masyarakat negara. Sedangkan agama
dipandang sebagai realisasi fantasi makhluk manusia, dan agama
merupakan keluhan makhluk tertindas. Oleh karena itu, agama harus
ditekan, bahkan dilarang. Nilai yang tertinggi dalam negara adalah
materi, karena manusia sendiri pada hakekatnya adalah materi.

2.6 Relasi Agama dan Negara dalam Perspektif Islam

Dalam lintasan sejarah dan opini para teoritis politik Islam,


ditemukan beberapa pendapat yang berkenaan dengan konsep hubungan
agama dan negara, antara lain dapat dirangkum ke dalam tiga paradigma,
yakni integralistik, simbiotik, sekularistik.

1. Paradigma Integralistik

merupakan paham dan konsep hubungan agama dan negara


yang menganggap bahwa agama dan negara merupakan suatu kesatuan
yang tidak dapat dipisahkan. Keduanya merupakan dua lembaga yang
menyatu (integrated). Ini juga memberikan pengertian bahwa negara
merupakan suatu lembaga politik dan sekaligus lembaga agama.
Konsep ini menegaskan kembali bahwa Islam tidak mengenal
pemisahan antara agama dan politik atau negara. Konsep ini sama
seperti konsep teokrasi.

Paradigma ini kemudian melahirkan konsep tentang agama-


negara, yang berarti bahwa kehidupan kenegaraan diatur dengan

12
menggunakan hukum dan prinsip keagamaan. Dari sinilah kemudian
paradigma integralistik dikenal juga dengan paham Islam (Din wa
Dawlah), yang sumber hukum positifnya adalah hukum agama.
Paradigma Integralistik ini antara lain dianut oleh kelompok Islam
Syi’ah. Hanya saja Syi’ah tidak menggunakan term dawlah tetapi
dengan term imamah.

2. Paradigma Simbiotik

Menurut konsep ini, hubungan agama dan negara dipahami


saling membutuhkan dan bersifat timbal balik. Dan dalam konteks ini,
agama membutuhkan negara sebagai instrumen dalam melestarikan
dan mengembangkan agama. Begitu juga sebaliknya, negara juga
memerlukan agama, karena agama juga membantu negara dalam
membina moral, etika, dan spiritualitas.

Dalam konteks ini paradigma simbiotik ini, Ibnu Taimiyah


mengatakan bahwa adanya kekuasaan yang mengatur kehidupam
manusia merupakan kewajiban agama yang paling besar, karena tanpa
kekuasaan negara, maka agama tidak bisa berdiri tegak (Taimiyah, al
Siyasah al Syar’iyyah: 162). Pendapat Ibnu Taimiyah tersebut
meligitimasi bahwa antara agama dan negara merupakan dua entitas
yang berbeda, tetapi saling membutuhkan. Oleh karena itu, konstitusi
yang berlaku dalam paradigma ini tidak saja berasal dari adanya social
contract, tetapi bisa saja diwarnai oleh hukum agama (syari’at)

3. Paradigma Sekularistik

Paradigma sekularistik beranggapan bahwa ada pemisahan


(disparitas) antara agama dan negara. Agama dan negara merupakan
dua bentuk yang berbeda dan satu sama lain memiliki garapan bidang
masing-masing, sehingga keberadaannya harus dipisahkan dan tidak
boleh satu sama lain melakukan intervensi. Berdasarkan pada
pemahaman yang dikotomis ini, maka hukum positif yang berlaku
13
adalah hukum yang betul-betul berasal dari kesepakatan manusia
melalui social contract dan tidak ada kaitannya dengan hukum agama
(syari’at).

Konsep ini bisa dilihat dari pendapat Ali Abdul Raziq yang
menyatakan bahwa dalam sejarah kenabian Rasulullah saw. pun tidak
ditemukan keinginan Nabi Muhammad Saw. Untuk mendirikan
agama. Rasulullah saw. Hanya menyampaikan risalah kepada manusia
dan mendakwahkan ajaran agama kepada manusia.

BAB III

PENUTUP

14
3.1 Kesimpulan
1. Warga negara diartikan dengan orang-orang sebagai bagian dari
suatu penduduk yang menjadi unsur negara. Menurut memori
penjelasan dari pasal II Peraturan Penutup Undang-Undang No. 62
tahun 1958 tentang Kewarganeraan Republik Indonesia,
kewarganegaraan diartikan segala jenis hubungan dengan suatu
negara yang mengakibatkan adanya kewajiban negara itu untuk
melindungi orang ang bersangkutan.
Secara sederhana dapat dipahami bahwa yang dimaksud
dengan negara adalah suatu daerah teritorial yang rakyatnya
diperintah (governed) oleh sejumlah pejabat yang berhak menuntut
dari warganegaranya untuk taat pada peraturan perundang-
undangan melalaui penguasaan (kontrol) monopolistis dari
kekuasaan yang sah.
2. tujuan sebuah negara dapat bermacam-macam, antara lain:
Bertujuan untuk memperluas kekuasaan semata-mata, Bertujuan
menyelenggarakan ketertiban hukum, Bertujuan untuk mencapai
kesejahteraan umum.

3. Unsur-unsur negara yaitu:


1). Rakyat
2). Wilayah
3). Daratan
4). wilayah perairan (wilayah laut\perairan)
5). Pemerintah
4. Adapun beberapa teori tentang terbentuknya suatu Negara yakni
1. Teori ketuhana
2. Teori kekuatan
3. Teori organisasi
4. Teori historis
5. Teori kedaulatan hukum

15
6. Teori hukum alam
5. hubungan agama dan negara dapat dijelaskan dengan beberapa
konsep hubungan agama dan negara menurut beberapa aliran, yaitu
paham teokrasi, paham sekuler dan paham komunis.
6. Dalam lintasan sejarah dan opini para teoritis politik Islam,
ditemukan beberapa pendapat yang berkenaan dengan konsep
hubungan agama dan negara, antara lain dapat dirangkum ke dalam
tiga paradigma, yakni integralistik, simbiotik, sekularistik

DAFTAR PUSTAKA

16
Azra, Azyumardi. 2003. Pendidikan Kewarganegaraan. Jakarta: ICCE UIN Syarif
Hidayatullah,

Wahab, Abdul Aziz. 2011. Teori dan Landasan Pendidikan Kewarganegaraan.


Bandung: Alfabeta.

Winarso. 2009. Paradigma Baru Pendidikan Kewarganegaraan. Jakarta: PT Bumi


Aksara.

Kansil. 2001. Ilmu Negara Umum Dan Indonesia. Jakarta: PT Pradnya Paramita.

Wibowo, Dwi Cahyadi. Konsep Teori dan Proses terbentuknya Negara, Dalam
laman http://dwicahyadiwibowo.blogspot.com

Muhammad, Hussein. 2000. Islam dan Negara Kebangsaan. Yogyakarta: LKIS.

17

Anda mungkin juga menyukai