Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

A.       Latar Belakang

Mata adalah organ manusia yang berfungsi sebagai alat indra penglihatan. Mata dibentuk
untuk menerima rangsangan berkas – berkas cahaya pada retina, lantas dengan perantaran serabut
– serabut nervus optikus, mengalihkan rangsangan ini ke pusat pengliahatan pada otak untuk
ditafsirkan.Selain itu mata juga sangat sensitive terhadap rangsangan terutama rangsangan –
ransangan nyeri.mata juga rentan terhadap infeksi bakteri atau virus atau juga sering mengalami
trauma karena benda – benda asing yang berupa butiran – butiran kecil seperti debu dan asap. Oleh
karena itu, dalam makalah ini akan menjelaskan berbagai cara dan prosuder pemberian obat mata
yang benar baik berupa salep serta cara untuk melakukan irigasi pada mata yang mengalami infeksi
atau iritasi

Sediaan setengah padat merupakan sediaan yang berbentuk massa yang lunak, ditujukan
untuk pemakaian topikal, dimana sediaan ini mampu melekat pada permukaan tempat pemakaian
dalam waktu yang cukup lama sebelum sediaan itu tercuci atau dihilangkan.Hal ini disebabkan
karena sifat rheology plastis yang dimiliknya sehingga memungkinkan sediaan ini bentuknya akan
tetap melekat sebagai lapisan tipis.Macam-macam dari sediaan setengah padat ini dapat dibedakan
berdasarkan konsistensinya yaitu : salep (unguenta), pasta, krim (cream), cerata, jelly (Gelones).

Salep adalah sediaan setengah padat yang mudah dioleskan ditujukan untuk pemakaian
topikal pada kulit ataupun selaput lendir, dimana bahan obat harus larut atau terdispersi homogen
dalam dasar salep yang cocok. Sediaan salep mempunyai konsistensi seperti mentega, tidak mencair
pada suhu kamar tetapi mudah dioleskan.Macam-macam dari sediaan salep ini dapat dibedakan
berdasarkan sifat farmakologi dan penetrasinya, yaitu : salep epidermis, salep endodermis, dan salep
diadermis.

Sedangkan berdasarkan salep yang di gunakan, dibedakan menjadi salep hidrofobik dan
salep hidrofilik.Salep dengan berbagai jenis sering digunakan dalam menangani penyakit inflamasi
kelopak mata, konjutiva, dan kornea.Paling sering diresepkan adalah antibiotic, bahkan anti
inflamasi, dan berbagai kombinasi keduanya.

B.    Rumusan masalah

1. Apa itu obat salep mata ?

2. Apa komposisi sediaan dan bahan-bahan yang digunakan?

3. Apa saja keuntungan dan kerugian dari obat salep mata ?

4. Bagaimana syarat salep mata?

5. Bagaimana metode pembuatan sediaan?

6. Bagaimana pewadahan dan sterilisasi sediaan?

7. Bagaimana evaluasi yang dilakukan pada pembuatan obat salep mata ?

8. bagaimana cara penggunaan salep mata ?


C. Tujuan

Penulisan makalah ini bertujuan untuk mengetahui lebih lanjut mengenai sediaan salep mata dan
persyaratan-persyaratan untuk obat tetes mata serta untuk memenuhi tugas mata kuliah Teknologi
dan Formulasi Sediaan Steril.

BAB II

PEMBAHASAN

2.1     Defenisi Salep Mata

Obat biasanya dipakai pada mata untuk maksud efek lokal pada pengobatan bagian
permukaan mata atau pada bagian dalamnya. Karena kapasitas mata untuk menahan atau
menyimpan cairan dan salep terbatas, pada umumnya obat mata diberikan dalam volume kecil.
Preparat cairan sering diberikan dalam bentuk sediaan tetes dan salep dengan mengoleskan salep
yang tipis pada pelupuk mata (Ansel, 2008).

Salep  adalah  sediaan  setengah  padat  yang  mudah  dioleskan  dan  digunakan  sebagai 
obat  luar.  Bahan  obatnya  harus  larut  atau  terdispersi  homogen  dalam  dasar  salep yang cocok
(Anief, 2000).

Menurut Farmakope Indonesia Edisi IV (1995) yang dimaksud dengan salep mata adalah
salep yang digunakan pada mata, sedangkan menurut BP 1993, salep mata adalah sediaan
semisolida steril yang mempunyai penampilan homogen dan ditujukan untuk pengobatan
konjungtiva.

Salep mata adalah salep steril untuk pengobatan mata menggunakan dasar salep yang
cocok. memberikan arti lain dimana obat dapat mempertahankan kontak dengan mata dan jaringan
disekelilingnya tanpa tercuci oleh cairan air mata. Salep mata memberikan keuntungan waktu
kontak yang lebih lama dan bioavailabilitas obat yang lebih besar dengan onset dan waktu puncak
absorbsi yang lebih lama. Dari tempat kerjanya yaitu bekerja pada kelopak mata, kelenjar sebasea,
konjungtiva, kornea dan iris.Salep mata adalah salep yang digunakan pada  mata.  Pada  pembuatan 
salep  mata  harus  diberikan  perhatian  khusus.  Sediaan  dibuat dari  bahan  yang  sudah 
disterilkan  dengan  perlakuan  aseptik  yang  ketat  serta  memenuhi syarat uji sterilitas (Anonim,
1995).

2.2     Komposisi Sediaan Salep Mata

Komposisi sediaan salep mata terdiri dari zat aktif, basis salep dan dan bahan tambahan.

1)      Zat aktif

Salep mata digunakan untuk tujuan terapeutik dan diagnostik, dapat mengandung satu atau
lebih zat aktif (kortikosteroid, antimikroba (antibakteri dan antivirus), antiinflamasi nonsteroid
dan midriatik) yang terlarut atau terdispersi dalam basis yang sesuai (Voight, 1994).
2)      Basis

Basis yang umum digunakan adalah lanolin, vaselin, dan parafin liquidum. Dasar salep harus
mempunyai titik lebur/titik leleh mendekati suhu tubuh (Ansel, 2008). Vaselin merupakan dasar
salep mata yang banyak digunakan. Beberapa bahan dasar salep yang dapat menyerap, bahan dasar
yang mudah dicuci dengan air dan bahan dasar larut dalam air dapat digunakan untuk obat yang
larut dalam air. Bahan dasar salep seperti ini memungkinkan dispersi obat larut air yang lebih baik,
tetapi tidak boleh menyebabkan iritasi pada mata (Depkes RI, 1995).

Karakteristik basis salep yang baik

1.    Stabil, selama masih dipakai dalam masa pengobatan. Maka salep harus bebas dari
inkompatibilitas, stabil pada suhu kamar dan kelembaban yang ada dalam kamar.

2.    Lunak, yaitu semua zat dalam keadaan halus dan seluruh produk menjadi lunak dan homogen,
sebab salep digunakan untuk kulit yang teriritasi, inflamasi dan ekskoriasi.

3.    Mudah dipakai, umumnya salep tipe emulsi adalah yang palintg mudah dipakai dan dihilangkan
dari kulit.

4.    Dasar salep yang cocok adalah dasar salep yang kompatibel secara fisika dan kimia dengan obat
yang dikandungnya.

5.    erdistribusi secara merata, obat harus terdistribusi merata melalui dasar salep padat atau cair
pada pengobatan.

3)      bahan tambahan

bahan tambahan yang cocok seperti anti oksidan, Antioksidan yang sering digunakan adalah Na


metabisulfit atau Na sulfit dengan konsentrasi sampai 0,3%.Vitamin C (asam askorbat) dan
asetilsistein pun dapat dipakai terutama untuk sediaan fenilefrin. Degradasi oksidatif seringkali
dikatalisa oleh adanya logam berat, maka dapat ditambahkan pengkelat seperti EDTA. Penggunaan
wadah plastik yang permeabel terhadap gas dapat meningkatkan proses oksidatif selama
penyimpanan (Codex, 161-165; RPS, 1590).zat penstabil, dan pengawet sepertiSenyawa amonium
kuartener : Benzalkonium klorida, Senyawa merkur nitrat : fenil merkuri nitrat, thiomersal.

Adapun sedian salep mata yang ideal adalah :

a. Sediaan yang sedemikian sehingga dapat diperoleh efek terapi yang diinginkan dan sediaan ini
dapat digunakan dengan nyaman oleh penderita.

b. Salep mata yang menggunakan semakin sedikit bahan dalam pembuatannya akan memberikan
keuntungan karena akan menurunkan kemungkinan interferensi dengan metode analitik dan
menurunkan bahaya reaksi alergi pada pasien yang sensitif (Lachman, 1994)

c. Tidak boleh mengandung bagian-bagian kasar.

d. Dasar salep tidak boleh merangsang mata dan harus memberi kemungkinan obat tersebar dengan
perantaraan air mata.

e.  Obat harus tetap berkhasiat selama penyimpanan.

f. Salep mata harus steril dan disimpan dalam tube yang steril (Anief, 2000)
2.3  kentungan dan kerugian

Keuntungan utama suatu salep mata dibandingkan larutan untuk mata adalah waktu kontak antara
obat dengan mata yang lebih lama. Sediaan mata umumnya dapat memberikan bioavailabilitas lebih
besar daripada sediaan larutan dalam air yang ekuivalen. Hal ini disebabkan karena waktu kontak
yang lebih lama sehingga jumlah obat yang diabsorbsi lebih tinggi. Satu kekurangan bagi pengguna
salep mata adalah kaburnya pandangan yang terjadi begitu dasar salep meleleh dan menyebar
melalui lensa mata (Ansel, 2008).

2.4     Syarat-syarat salep mata

Syarat salep mata adalah sebagai berikut

1.   Salep mata dibuat dari bahan yang disterilkan dibawah kondisi yang benar-benar aseptik dan
memenuhi persyaratan dari tes sterilisasi resmi.

2.   Sterilisasi terminal dari salep akhir dalam tube disempurnakan dengan menggunakan dosis yang
sesuai dengan radiasi gamma.

3.   Salep mata harus mengandung bahan yang sesuai atau campuran bahan untuk mencegah
pertumbuhan atau menghancurkan mikroorganisme yang berbahaya ketika wadah terbuka selama
penggunaan. Bahan antimikroba yang biasa digunakan adalah klorbutanol, paraben atau merkuri
organik.

4.   Salep akhir harus bebas dari partikel besar.

5.   Basis yang digunakan tidak mengiritasi mata, membiarkan difusi obat melalui pencucian sekresi
mata dan mempertahankan aktivitas obat pada jangka waktu tertentu pada kondisi penyimpanan
yang sesuai. Vaselin merupakan dasar salep mata yang banyak digunakan. Beberapa bahan dasar
salep yang dapat menyerap, bahan dasar yang mudah dicuci dengan air dan bahan dasar larut dalam
air dapat digunakan untuk obat yang larut dalam air. Bahan dasar salep seperti ini memungkinkan
dispersi obat larut air yang lebih baik tetapi tidak boleh menyebabkan iritasi pada mata.

6.   Sterilitas merupakan syarat yang paling penting, tidak layak membuat sediaan larutan mata yang
mengandung banyak mikroorganisme yang paling berbahaya adalah Pseudomonas aeruginosa.
Infeksi mata dari organisme ini dapat menyebabkan kebutaan, bahaya yang paling utama adalah
memasukkan produk nonsteril kemata saat kornea digososk. Bahan partikulat yang dapat mengiritasi
mata menghasilkan ketidaknyamanan pada pasien. Jika suatu anggapan batasan mekanisme
pertahanan mata menjelaskan dengan sendirinya bahwa sediaan mata harus steril.

Air mata tidak seperti darah tidak mengandung antibodi atau mekanisme untuk
memproduksinya. Mekanisme utama untuk pertahanan melawan infeksi mata adalah aksi sederhana
pencucian dengan air mata dan suatu enzim yang ditemukan dalam air mata (lizosim) yang
mempunyai kemampuan menghidrolisa selubung polisakarida dari beberapa mikroorganisme, satu
dari mikroorganisme yang tidak dipengaruhi oleh lizosim yakni yang paling mampu menyebabkan
kerusakan mata yaitu Pseudomonas aeruginosa (Bacilllus pyocyamis).

Infeksi serius yang disebabkan mikroorganisme ini ditunjukka dengan suatu pengujian
literatur klinis yang penuh dengan istilah-istilah seperti enukleasi mata dan transplantasi kornea.
Penting untuk dicatat bahwa ini bukan mikroorganisme yang jarang, namun juga ditemukan
disaluran intestinal, dikulit normal manusia dan dapat menjadi kontaminan yang ada diudara.
Faktor penting dalam Salep

1.   Kejernihan

Larutan mata adalah dengan definisi bebas dari partikel asing dan jernih secara normal
diperoleh dengan filtrasi. Tentunya, pentingnya peralatan filtrasi agar jernih dan tercuci baik
sehingga bahan-bahan partikulat tidak dikontribusikan untuk larutan dengan desain peralatan untuk
menghilangkannya. Pengerjaan penampilan untuk larutan dalam lingkungan yang bersih,
penggunaan LAF dan harus tidak tertumpah memberikan kebersihan untuk penyiapan larutan jernih
bebas dari partikel asing. Dalam beberapa permasalahan, kejernihan dan sterilisasi dilakukan dalam
langkah filtrasi yang sama. Ini penting untuk menyadari bahwa larutan jernih sama fungsinya untuk
pembersihan wadah dan tutup. Keduanya, wadah dan tutup harus bersih, steril dan tak
tertumpahkan. Wadah atau tutup tidak membawa partikel dalam larutan selama kontak lama dalam
penyimpanan. Normalnya dilakukan tes sterilisasi.

2.   Stabilitas

Stabilitas obat dalam larutan seperti produk mata tergantung sifat kimia bahan obat, pH
produk, metode penyiapan (khususnya penggunaan suhu), zat tambahan larutan dan tipe
pengemasan.

Obat seperti pilokarpin dan fisostigmin aktif dan cocok pada mata pada pH 6,8. Namun demikian pH
stabilitas kimia (atau ketidakstabilan) dapat diukur dalam beberapa hari atau bulan. Dengan obat ini,
bahan kehilangan stabilitas kimia kurang dari 1 tahun. Sebaliknya pada pH 5 kedua obat stabil dalam
beberapa tahun.

3.   Buffer dan pH

Idealnya, sediaan mata sebaiknya diformulasi pada pH yang ekuivalen dengan cairan air
mata yaitu 7,4. dan prkteknya jarang dicapai. Mayoritas bahan aktif dalam optalmology adalah
garam basa lemah dan paling stabil pada pH asam. Ini umumnya dapat dibuat dalam suspensi
kortikosteroid tidak larut. Suspensi biasanya paling stabil pada pH asam. pH optimum umumnya
menginginkan kompromi pada formulator. pH diseleksi jadi optimum untuk stabil. Sistem dapar
diseleksi agar mempunyai kapasitas adekuat untuk memperoleh pH dengan range stabilitas untuk
durasi umur produk. Kapasitas buffer adalah kunci utama situasi ini.

4.      Tonisitas

Tonisitas berarti tekanan osmotik yang diberikan oleh garam-garam dalam larutan berair.
Larutan mata adalah isotonik dengan larutan lain ketikamagnitude sifat koligatif larutan adfalah
sama. Larutan mata dipertimbangkan isotonik ketika tonisitasnya sama dengan 0,9 % larutan NaCl.

Sebenarnya mata lebih toleran terhadap variasi tonisitas dari suatu waktu yang diusulkan. Mata
biasanya dapat mentoleransi larutan sama untuk range 0,5 % – 1,8 % NaCl intraokuler. Namun
demikian ini tidak dibutuhkan ketika stabilitas produk dipertimbangkan.
5.   Viskositas

USP mengizinkan penggunaan peningkat viskositas untuk memperpanjang waktu kontak


dalam mata dan untuk absorpsi obat dan aktivitasnya. Bahan-bahan seperti metil selulose, polivinil
alkohol dan hidroksil metil selulose ditambahkan secara berkala untuk meningkatkan viskositas.

Investigator telah mempelajari efek peningkatan viskositas pada waktu kontak dalam mata.
Umumnya viskositas meningkat dari 25 – 50 cps range signifikan meningkatkan lama kontak dalam
mata.

6.   Bahan Tambahan

Penggunaan bahan tambahan dalam larutan mata dibolehkan, namun pemilihannya dalam
jumlah tertentu. Antioksidan, khususnya natrium bisulfit atau metasulfit. Antioksidan lain seperti
asam askobat atau asetilsistein dapat digunakan.

Penggunaan surfaktan dalam sediaan mata dibatasi hal yang sama. Surfaktan nonionik, keluar toksis
kecil seperti bahan campuran digunakan dalam konsentrasi rendah khususnya suspensi steroid dan
berhubungan dengan kejernihan larutan. Surfaktan jarang digunakan sebagai kosolven untuk
meningkatkan kelarutan.

Penggunaan surfaktan, khususnya beberapa konsentrasi signifikan, sebaiknya dengan karakteristik


bahan-bahan. Surfaktan nonionik, khususnya dapat bereaksi dengan adsorpsi dengan komponen
pengawet antimikroba dan inaktif sistem pengawet.

2.5 metode pembuatan

a. Semua alat yang akan digunakan disterilisasi terlebih dahulu

b. Masing-masing bahan ditimbang sesuai dengan bobot penimbangannya,

c. Basis salep diletakkan pada cawan porselen yang telah dilapisi kasa steril,

d. Basis salep kemudian dilebur dalam ovenpada suhu 60oC selama 60 menit,

e. Lelehan basis salep diaduk perlahan hingga semua basis meleleh sempurna dan tercampur dengan
homogen,

f. Disiapkan zat aktif

g. Sedikit demi sedikit basis dimasukkankedalam mortir yang telah berisikan zat aktif kemudian


diaduk hingga homogen.

h. Campuran bahan ditimbang, laludimasukkan kedalam tube yang telah disiapkan.

i. Tube yang telah berisikan salep kemudian diberikan etiket, lalu dimasukkan kedalam kemasan
2.6     pewadahan sediaan dan cara sterilisasi sediaan

Wadah untuk salep mata harus dalam keadaan steril pada waktu pengisian dan penutupan.
Wadah salep mata harus tertutup rapat dan disegel untuk menjamin sterilitas pada pemakaian
pertama (Depkes RI, 1995).

Gambar Tube Salep

Wadah salep mata kebanyakan menggunakan tube dengan kapasitas 3,5 g. tube dengan
rendahnya luas permukaan jalan keluarnya menjamin penekanan kontaminasi selama pemakaianya
sampai tingkat yang minimum. Secara bersamaan juga memberikan perlindungan tehadap cahaya
yang baik. Pada tube yang terbuat dari seng, sering terjadi beberapa peristiwa tak tersatukan.
Sebagai contoh dari peristiwa tak tersatukan telah dibuktikan oleh garam perak dan garam air raksa,
lidocain (korosi) dan sediaan skopolamoin yang mengandung air (warna hitam). Oleh karena itu akan
menguntungkan jika menggunakan tube yang sebagian dalamnya dilapisi lak.

Cara - Cara Sterilisasi Menurut Farmakope Indonesia edisi IV

1.   Sterilisasi Uap

Sterilisasi uap adalah proses sterilisasi thermal yang menggunakan uap jenuh dibawah tekanan
selama 15 menit pada suhu 121˚C. Kecuali dinyatakan lain, berlangsung di suatu bejana yang disebut
otoklaf, dan mungkin merupakan proses sterilisasi paling banyak dilakukan.

Alat yang di gunakan adalah autoklaf, yaitu suatu panci logam yang kuat  dengan tutup yang berat,
mempunyai lubang tempat mengeluarkan uap air beserta krannya, termometer, pengatur tekanan
udara, klep pengaman.

Otoklaf dipanaskan, ventilasi dibuka untuk membiarkan udara keluar. Pengusiran udara pada otoklaf
berdinding dua, uap air masuk dari bagian atas dan udara keluar dari bagian bawah yang dapat
ditunjukkan pada gelembung yang keluar dari ujung pipa karet dalam air.
Setelah udara bersih, bahan yang akan disterilkan dimasukkan sebelum air mendidih, tutup otoklaf
dan dikunci, ventilasi ditutup dan suhu serta tekanan akan naik sesuai dengan yang dikehendaki.
Atur klep pengaman supaya tekanan stabil.

Setelah sterilisasi selesai, otoklaf dibiarkan dingin hingga tekanannya sama dengan tekanan atmosfir.
Cara sterilisasi ini lebih efektif dibanding dengan pemanasan basah yang lain, karena suhunya lebih
tinggi.

Bahan dan alat yang dapat disterilkan adalah pembalut, kertas saring, alat gelas ( buret, labu ukur )
dan banyak obat-obat tertentu.

2.   Sterilisasi Panas Kering

Sterilisasi panas kering ini menggunakan suatu siklus oven modern yang dilengkapi udara
yang dipanaskan dan disaring. Rentang suhu khas yang dapat diterima di dalam bejana sterilisasi
kosong adalah lebih kurang 15˚C, jika alat sterilisasi beroperasi pada suhu tidak kurang dari 250⁰C.

a)   Alat

Oven yaitu lemari pengering dengan dinding ganda, dilengkapi dengan termometer dan lubang
tempat keluar masuknya udara, dipanaskan dari bawah dengan gas atau listrik.

b)   Bahan/alat yang dapat  disterilkan dengan cara kering

Alat-alat dari gelas berupa (gelas kimia, gelas ukur, pipet ukur, erlemeyer, botol-botol, corong),
bahan obat yang tahan pemanasan tinggi (minyak lemak, vaselin).

3.   Sterilisasi gas

Bahan aktif yang digunakan adalah gas etilen oksida yang dinetralkan dengan gas inert,
tetapi keburukan gas etilen oksida ini adalah sangat mudah terbakar, bersifat mutagenik,
kemungkinan meninggalkan residu toksik di dalam bahan yang disterilkan, terutama yang
mengandung ion klorida. Pemilihan untuk menggunakan sterilisasi gas ini sebagai alternatif dari
sterilisasi termal, jika bahan yang akan disterilkan tidak tahan terhadap suhu tinggi pada sterilisasi
uap atau panas kering. Proses sterilisasinya berlangsung di dalam bejana bertekanan yang didesain
seperti pada otoklaf dengan modifikasi tertentu. Salah satu keterbatasan utama dari proses
sterilisasi dengan gas etilen oksida adalah terbatasnya kemampuan gas tersebut untuk berdifusi
sampai ke daerah yang paling dalam dari produk yang disterilkan.
4.      Sterilisasi dengan radiasi ion

Ada 2 jenis radiasi ion yang digunakan yaitu disintegrasi radioaktif dari radioisotop (radiasi
gamma) dan radiasi berkas elektron. Digunakan isotop radio aktif, misalnya Cobalt 60. Pada kedua
jenis ini, dosis yang menghasilkan derajat jaminan sterilitas yang diperlukan harus ditetapkan
sedemikian rupa hingga dalam rentang satuan dosis minimum dan maksimum, sifat bahan yang
disterilkan dapat diterima. Walaupun berdasarkan pengalaman dipilih dosis 2,5 megarad (Mrad)
radiasi yang diserap, tetapi dalam beberapa hal, diinginkan dan dapat diterima penggunaan dosis
yang lebih rendah untuk peralatan, bahan obat dan bentuk sediaan akhir. Cara ini dilakukan jika
bahan yang disterilkan tidak tahan terhadap sterilisasi panas dan khawatir tentang keamanan etilen
oksida. Keunggulan sterilisasi ini adalah reaktivitas kimia rendah, residu rendah yang dapat diukur
serta variabel yang dikendalikan lebih sedikit.

5.   Sterilisasi dengan penyaringan

Sterilisasi larutan yang labil terhadap panas sering dilakukan dengan penyaringan
menggunakan bahan yang dapat menahan mikroba, hingga mikroba yang dikandungnya dapat
dipisahkan secara fisika. Perangkat penyaring umumnya terdiri dari suatu matriks berpori bertutup
kedap atau dirangkaikan pada wadah yang tidak permeable. Efektivitas penyaring media atau
penyaring subtrat tergantung pada ukuran pori matriks, daya adsorpsi bakteri dari matriks dan
mekanisme pengayakan. Penyaring yang melepas serat, terutama yang mengandung asbes harus
dihindari penggunaannya kecuali tidak ada penyaringan alternatif  lain yang mungkin bisa digunakan.
Ukuran porositas minimal membran matriks tersebut berkisar 0,2 mm-0,45 mm tergantung pada
bakteri apa yang hendak disaring. Penyaring yang tersedia saat ini adalah selulosa asetat, selulosa
nitrat, flourokarbonat, polimer akrilik, polikarbonat, poliester, polivinil klorida, vinil nilon, potef dan
juga membran logam. Larutan disaring melalui penyaring bakteri steril, diisikan ke dalam wadah
steril, kemudian ditutup kedap menurut teknik aseptic.

Keuntungan cara ini; digunakan untuk bahan obat yang tidak tahan pemanasan tetapi larut
dalam air, dapat dilakukan dengan cepat, terutama untuk pembuatan kecil-kecilan dan semua
mikroba hidup atau mati dapat disaring dari larutan, virus jumlahnya dikurangi, serta penyaring
dapat bersifat adsorpsi, sebagian besar virus dapat diadsorpsi.

Kerugian cara ini; masih diperlukan zat bakterisida, hanya dapat digunakan untuk pembawa
berair, tidak dapat digunakan untuk pembawa minyak, beberapa jenis penyaring dapat
mengadsorpsi bahan obat, terutama kalau kadarnya kecil, beberapa penyaring sukar dicuci :
porselin, Keiselguhr dan beberapa penyaring bersifat alkalis (Seitz filter) dan penyaring dari asbes
melepaskan asbes ke dalam larutan, serta filtrat yang diperoleh belum bebas dari virus.

Cara-cara menyaring, dimana ada 2 cara untuk menyaring , yaitu ;

a. Dengan tekanan positip : larutan dalam penyaring ditekan dengan tekanan yang lebih
besar dari udara luar.

b. Dengan tekanan negatip : larutan dalam penyaring diisap (penampung di vakumkan).


Udara yang dipakai untuk itu harus udara bersih, biasanya digunakan gas nitrogen (N2) yang
dialirkan melalui kapas berlemak dalam tabung gelas atau platina yang dipanaskan.
Pembersihan penyaring bakteri ;

a. Dengan menyedot air bersih berlawanan dengan cara penyaringan atau larutan HCl panas
lalu dibilas.

b. Memasak dalam larutan Na-karbonat  2 % lalu dibilas (protein akan hancur , karena  pH
8,5).

c. Penyaring bakteri disterilkan dengan cara pemanasan kering, pemijaran, otoklaf atau
secara kimiawi.

6.      Sterilisasi dengan cara aseptic

Proses ini untuk mencegah masuknya mikroba hidup ke dalam komponen steril  atau
komponen yang melewati proses antara yang mengakibatkan produk setengah jadi atau produk
ruahan atau komponennya  bebas dari mikroba hidup.

Cara sterilisasi dengan menggunakan teknik yang dapat memperkecil kemungkinan terjadi
cemaran/ kontaminasi dengan mikroba hingga seminimal mungkin. Digunakan untuk bahan obat
yang tidak dapat disterilkan dengan cara pemanasan atau dengan cara penyaringan.

Caranya

a.       Bahan obat: memenuhi syarat p.i,  tidak disterilkan.

b.      Zat pembawa: disterilkan tersendiri dahulu.

c.       Zat pembantu: disterilkan tersendiri.

d.      Alat-alat: disterilkan dengan cara yang cocok.

e.       Ruang kerja: bersih, bebas debu, dan angin, disterilkan dengan sinar u.v atau cara lain yang
sesuai.

Kemudian bahan obat, zat pembawa, zat pembantu disimpan secara aseptic dalam ruang aseptic
hingga terbentuk obat / larutan injeksi dan dimasukkan ke dalam wadah secara aseptic.

Pemilihan cara sterilisasi harus mempertimbangkan beberapa hal seperti berikut;

a.       Stabilitas : sifat kimia, sifat fisika, khasiat, serat, struktur bahan obat tidak boleh mengalami
perubahan setelah proses sterilisasi.

b.      Efektivitas : cara sterilisasi yang dipilih akan memberikan hasil maksimal dengan proses yang
sederhana, cepat dan biaya murah.

c.       Waktu : lamanya penyeterilan ditentukan oleh bentuk zat, jenis zat, sifat zat dan kecepatan
tercapainya suhu penyeterilan yang merata.
2.7  Evaluasi sediaan

a.    Evaluasi Fisika

1.   Organoleptis

Pemeriksaan organoleptis meliputi warna dan bau yang diamati secara visual.

2.   Homogenitas

Pengujian homogenitas dilakukan dengan mengoleskan zat yang akan diuji pada sekeping kaca atau
bahan transparan lain yang cocok, harus menunjukkan susunan yang homogen (Depkes RI, 1995).

3.      Uji Daya Sebar

Uji daya sebar ditentukan dengan cara berikut. Sebanyak  0,5  gram salep diletakkan  dengan hati-
hati  di  atas  kertas  grafik  yang dilapisi  plastik  transparan,  dibiarkan sesaat  (1  menit)  dan  luas 
daerah  yang diberikan  oleh  sediaan  dihitung kemudian tutup lagi dengan plastik yang  diberi
beban tertentu masing-masing 50 gram, 100 gram,  dan  150  gram  dan  dibiarkan  selama  60  detik
pertambahan  luas  yang  diberikan  oleh sediaan dapat dihitung (Voigt, 1994).

4.      Uji Daya Lekat

Sampel 0,25 gram diletakan di atas 2 gelas obyek yang telah ditentukan kemudian ditekan dengan
beban 1 kg selama 5 menit. Setelah itu gelas obyek dipasang pada alat test. Alat test diberi beban 80
gram dan kemudian dicatat waktu pelepasan salep dari gelas obyek.

b.   Evaluasi Kimia

1.      Pengukuran pH

Alat  pH  meter  dikalibrasi menggunakan larutan dapar pH 7 dan pH 4.  Satu  gram  sediaan  yang 
akan diperiksa  diencerkan  dengan  air  suling hingga  10  mL.  Elektroda  pH  meter dicelupkan  ke 
dalam  larutan  yang diperiksa,  jarum  pH meter  dibiarkan bergerak  sampai  menunjukkan  posisi
tetap,  pH  yang  ditunjukkan jarum  pH meter dicatat (Anonim, 1995).

c.       Evaluasi Biologi

1.   Uji Mikroba

Dilakukan untuk memperkirakan jumlah mikroba aerob viabel di dalam semua jenis perbekalan
farmasi, mulai dari bahan baku hingga sediaan jadi dan untuk menyatakan perbekalan farmasi
tersebut bebas dari spesimen mikroba tertentu. Spesimen uji biasanya terdiri dari Staphylococcus
aureus, Escherichia coli, Pseudomonas aeruginosa danSalmonella. Pengujian dilakukan dengan
menambahkan 1 mL dari tidak kurang enceran 10-3 biakan mikroba berumur 24 jam kepada enceran
pertama spesimen uji (dalam dapar fosfat 7,2, Media fluid Soybean-Casein Digest atau Media Fluid
Lactose Medium) dan diuji sesuai prosedur (Depkes RI, 1995).

2.8        Cara penggunaan salep mata


Adapun cara penggunaan salep mata adalah sebagai berikut :

1.    Cucilah tangan anda

2.    Jangan menyentuh ujung tube salep

3.    Tengadahkan kepala sedikit miring ke belakang

4.    Pegang tube salep dengan satu tangan dan tariklah pelupuk mata yang sakit ke arah bawah
dengan tangan yang lain sehingga akan membentuk “kantung”.

5.    Dekatkan ujung tube salep sedekat mungkin dengan “kantung” tanpa menyentuhnya.

6.    Bubuhkan salep sesuai dengan yang tertulis di etiket

7.    Pejamkan mata selama 2 menit

8.    Bersihkan salep yang berlebih dengan tissue

9.    Bersihkan ujung tube dengan tissue lain

Perhatian

1.    Hati-hati untuk mencegah kontaminasi tutup tube saat dibuka.

2.    Pada saat tube salep dibuka pertama kali, tekan keluar ¼ inci salep dan buang karena mungkin
terlalu kering.

3.    Jangan pernah menyentuh ujung tube dengan permukaan apapun

4.    Jika mempunyai lebih dari satu tube untu salep mata yang sama, buka satu tube saja.

5.    Jika menggunakan lebih dari satu jenis salep mata pada waktu yang sama, tunggu sekitar 10
menit sebelum menggunakan salep lainnya.

6.    Untuk memperbaiki aliran dari salep, pegang tube dalam tangan selama beberapa menit
sebelum digunakan.

7.    Sangat bermanfaat untuk latihan menggunakan salep dengan persis di depan cermin.

BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan

1)  salep mata adalah sediaan semisolida steril yang mempunyai penampilan homogen dan ditujukan
untuk pengobatan konjungtiva

2)   Komposisi sediaan salep mata terdiri dari zat aktif, basis salep dan dan bahan tambahan

3)   Keuntungan waktu kontak antara obat dengan mata yang lebih lama kerugian pandangan jadi
kabur

4)   Sterilitas merupakan syarat yang paling penting

5)   Metode pembuatan dilakukan dengan membuat basis terlebih dahulu, lalu di campurkan semua
bahan sedikit demi sedikit hingga homogeny

6)   Wadah salep mata kebanyakan menggunakan tube dengan kapasitas 3,5 g

7)   Evaluasi sediaan ada tiga evaluasi fisika, kimia dan biologi

B. Saran

Sediaan salep mata merupakan sediaan steril, agar dapat tercapai pengobatan yang maksimal
perhatikan cara penggunaannya tepat menjaga kebersihan.
DAFTAR PUSTAKA

- Ansel. 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi.  Jakarta : UI press


- Anonim. 1979. Farmakope Indonesia edisi III. Jakarta : Departemen Kesehatan RI
- Anonim. 1995. Farmakope Indonesia ediai IV. Jakarta : Departemen Kesehatan RI
- Anief. 2006. Ilmu Meracik Obat. Yogyakarta : UGM Pres
- Departement of pharmaceutical Science. 1982.Martindale the Extra Pharmacoeia 28th edition.
London: The Pharmaceutical Press.
- Lachman dkk. 1994. Teori Dan Praktek Farmasi Industri. Jakarta : UI Press
- Voigt. 1995. Buku Pelajaran Teknologi Farmasi. Yogyakarta : UGM Press

MAKALAH TEKNOLOGI SEDIAAN STERIL


Produksi, Evaluasi,Pengemasan Dan Penyimpanan Sediaan Salep Mata

OLEH
Kelompok 9
Anggota : 1. Evi Mausali
2. Helenia Jawan
3. Januarti Rosalinda Teju Hinga
4. Yohana Maria Vianney Barek Wahang
Tingkat : II Reguler C

PRODI FARMASI
POLTEKKES KEMENKES KUPANG

Anda mungkin juga menyukai