Anda di halaman 1dari 114

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT


PEMINATAN GIZI
Skripsi, 18 Maret 2011

Nadia, NIM : 106101003716

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Konsumsi Suplemen Vitamin E pada Siswi


di SMAN 65 Jakarta Tahun 2011

xiv + 100 halaman, 21 tabel, 2 bagan, 3 lampiran

ABSTRAK

Suplemen makanan adalah produk jadi yang dikonsumsi untuk melengkapi


makanan sehari-hari. Jenis suplemen makanan bermacam-macam, antara lain
suplemen yang mengandung vitamin dan mineral, suplemen yang mengandung
minyak alami, dan suplemen yang mengandung enzim dan lain-lain. Penggunaan
suplemen makanan cenderung meningkat. Pada tahun 2000, puslitbang Farmasi
Depkes RI telah melakukan survey konsumen di tiga kota besar (Jakarta, Surabaya
dan Bandung) tentang konsumsi suplemen makanan. Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa konsumsi suplemen makanan terbanyak adalah pada perempuan
(78,1%). Hasil studi pendahuluan terhadap siswi di SMAN 65 Jakarta didapatkan
bahwa siswi mengkonsumsi suplemen vitamin E melebihi dosis yang telah
dianjurkan.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi
konsumsi suplemen vitamin E pada siswi di SMAN 65 Jakarta Tahun 2011, yang
dilaksanakan pada bulan November 2010-Februaru 2011 dengan menggunakan
desain penelitian studi cross sectional. Sampel penelitian ini berjumlah 77 siswi.
Analisis data dalam penelitian ini terdiri dari analisis univariat untuk mengetahui
distribusi frekuensi dari masing-masing variabel, analisis bivariat untuk mengetahui
hubungan antara variabel independen dan dependen dengan menggunakan uji statistik
chi-square serta analisis multivariat untuk mengetahui faktor yang paling dominan
berhubungan dengan konsumsi suplemen vitamin E dengan menggunakan uji regresi
logistik berganda.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebanyak 20,8% siswi yang
mengkonsumsi suplemen, mengkonsumsinya dengan melebihi batas toleransi.
Berdasarkan analisis bivariat diketahui bahwa status kesehatan dan jumlah uang saku
siswi tidak memiliki hubungan yang bermakna dengan konsumsi suplemen vitamin E

ii
pada siswi di SMAN 65 Jakarta. Sedangkan pendapatan orang tua, pengetahuan gizi,
pengaruh teman sebaya, pengaruh media massa dan citra raga memiliki hubungan
yang bermakna dengan konsumsi suplemen vitamin E pada siswi di SMAN 65
Jakarta tahun 2011. Selanjutnya, berdasarkan analisis multivariat diketahui bahwa
pengaruh media dan citra raga merupakan faktor yang paling dominan berhubungan
dengan konsumsi suplemen vitamin E pada siswi di SMAN 65 Jakarta tahun 2011.
Berdasarkan hasil penelitian, saran yang dapat diberikan adalah hendaknya
sekolah melakukan sosialisasi untuk meningkatkan pengetahuan gizi siswi terutama
mengenai vitamin E, bekerja sama dengan OSIS untuk mengadakan kegiatan seminar
mengenai penggunaan suplemen dengan mendatangkan suplier suplemen tersebut
agar siswi dapat mengetahui pemakaiannya dengan tepat.

Daftar Bacaan: 40 ( 1989 - 2010)

iii
1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Suplemen makanan adalah produk jadi yang dikonsumsi untuk melengkapi

makanan sehari-hari. Suplemen makanan mengandung satu atau lebih bahan sebagai

berikut: vitamin, mineral, tumbuhan atau bahan yang berasal dari tumbuhan, asam

amino, bahan yang digunakan untuk meningkatkan Angka Kecukupan Gizi (AKG),

atau konsentrat, metabolit, konstituen, ekstrak, atau kombinasi dari beberapa bahan

sebagaimana tercantum dalam butir dalam BPOM (1996).

Jenis suplemen makanan bermacam-macam, antara lain suplemen yang

mengandung vitamin dan mineral, suplemen yang mengandung minyak alami, dan

suplemen yang mengandung enzim dan lain-lain. Namun beberapa sumber

menyatakan bahwa suplemen vitamin dan mineral merupakan suplemen yang

paling sering dikonsumsi oleh masyarakat (McDowall, 2007). Hal ini disebakan

karena vitamin dan mineral adalah bahan organik yang esensial bagi tubuh namun

tidak dapat dibentuk sendiri oleh tubuh, sehingga harus disediakan lewat makanan,

salah satunya adalah vitamin E, oleh karena itu banyak produsen makanan

memanfaatkan hal ini dengan memproduksi berbagai macam suplemen vitamin E.

Di Indonesia, suplemen makanan dimasukkan dalam kategori makanan atau

didaftar sebagai obat tradisional. Produk-produk suplemen makanan, sesuai dengan

Surat Keputusan Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM)

No.HK 00.063.02360, semula dikenal sebagai produk yang digunakan untuk

melengkapi makanan. saat ini ada sekitar 3500 jenis produk suplemen yang diizinkan
2

beredar di Indonesia, hanya produk suplemen yang diproduksi oleh perusahaan

farmasi yang memenuhi syarat Good Manufacturing Process (GMP) saja yang

dibolehkan untuk beredar.

Selama tahun 2008 Badan POM telah mengeluarkan 881 nomor registrasi

suplemen makanan yang meliputi 608 suplemen makanan produk dalam negeri (SD),

261 suplemen makanan produk impor (S1) dan 12 suplemen makanan lisensi (SL).

BPOM juga telah melakukan pengujian laboratorium terhadap 1189 sampel

suplemen makanan dari peredaran. Hasil pengujian mutu peoduk suplemen makanan

menunjukkan bahwa 1,35% tidak memenuhi syarat mutu, selain itu BPOM juga

melakukan pemeriksaan terhadap 1028 sarana distribusi suplemen makanan. hasil

pemeriksaan terhadap sarana distribusi suplemen makanan menunjukkan bahwa

terdapat 11.09 % sarana distribusi suplemen makanan masih menjual suplemen

makanan yang tidak terdaftar (BPOM, 2008).

Penggunaan suplemen makanan cenderung meningkat. Berdasarkan laporan

Food Standars Agency (FDA), di Amerika Serikat 40% kaum perempuan dewasa

dan 30% laki-laki diketahui mengkonsumsi suplemen makanan. Pada tahun 2000,

puslitbang Farmasi Depkes RI telah melakukan survey konsumen di tiga kota besar

(Jakarta, Surabaya dan Bandung) tentang konsumsi suplemen makanan. Hasil

penelitian ini menunjukkan bahwa konsumsi suplemen makanan terbanyak adalah

pada perempuan (78,1%). Kebanyakan mereka mengkonsumsi untuk menjaga

kesehatan atau meningkatkan stamina (59,4%), sebagian hanya untuk mengatasi

kegemukan, mencegah keriput (proses penuaan) serta menghaluskan kulit yang

kasar.
3

Banyak masyarakat mengkonsumsi vitamin dalam dosis besar hanya karena

intuisi pribadi dan pengaruh iklan daripada berdasarkan pemahaman ilmiah

mengenai keuntungan dan kerugian penggunaan suplemen tersebut. Mengkonsumsi

suplemen makanan tidaklah salah, namun yang perlu diperhatikan adalah

penggunaannya harus disesuaikan dengan kebutuhan tubuh karena konsumsi yang

berlebihan akan mengganggu pencernaan, menyebabkan diare dan keracunan

(Guthrie,1995). Dalam Vitahealth (2009), disebutkan bahwa penggunaan konsumsi

suplemen yang berlebihan bukannya semakin bermanfaat, namun justru

membahayakan kesehatan.

Konsumsi vitamin E yang berlebihan akan mengganggu fungsi organ

terutama hati dan ginjal serta dapat menimbulkan keracunan. Beberapa riset

menyatakan penggunaan suplemen makanan berkaitan dengan resiko mengidap

kanker dan stroke (Yuliarti, 2009). Dalam sebuah ayat Al Quran dijelaskan bahwa

Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebihan, ayat tersebut terdapat pada surat

Al-A’raf ayat 31 yang berbunyi:

( ١٣: ‫)ا ألع راف‬ ‫ا‬ ‫اا‬ ‫ااا‬ ‫ع‬ ‫ا‬

Artinya: Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki)

mesjid, makan dan minumlah, dan janganlah berlebih- lebihan. Sesungguhnya Allah

tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan. (QS Al-A’raf ayat 31)

Dr. Edgar Miller, seorang profesor kedokteran dari John Hopkins University,

Baltimore, Amerika, mengumumkan hasil studinya yang menyatakan bahwa

suplemen vitamin E lebih banyak merugikan dibandingkan manfaatnya. Padahal,

kata dia, kebanyakan orang mengkonsumsi dalam jumlah tinggi karena takut cepat
4

mati. Sebuah alasan yang tidak jelas, menurut dokter yang memimpin studi itu.

Orang menelan vitamin E karena mereka pikir dengan cara itu bisa hidup lebih lama.

Dalam pertemuan American Heart Association di New Orleans, Miller mengatakan

bahwa sesungguhnya kebanyakan orang tak memerlukan suplemen vitamin E.

Vitamin tersebut terdapat dalam makanan sehari-hari, seperti kacang-kacangan,

minyak, biji-bijian, asparagus, jagung, dan sayuran hijau. Ia memaparkan pola diet

rata-rata orang mencakup vitamin E berkadar 15-16,5 IU atau setara dengan 10-11

mg. Ia menjelaskan vitamin E dalam dosis rendah merupakan antioksidan yang

penuh kekuatan. Namun, dalam dosis lebih tinggi berakibat pada kerusakan oksidatif

dan mungkin bisa membanjiri antioksidan alami. Dalam Penelitian itu menyebutkan

bahwa mengkonsumsi suplemen vitamin E dalam jumlah tinggi bisa menyebabkan

serangan jantung dan stroke. Karena kehadiran vitamin itu bisa menyebabkan

pembekuan darah atau manfaat yang seharusnya diperoleh dari vitamin itu malahan

tertutup oleh nutrien lain. (American Heart Association, 2004)

Penggunaann suplemen vitamin E ini tidak hanya terjadi pada orang dewasa

namun peningkatan konsumsi suplemen juga terjadi pada para remaja. Berdasarkan

penelitian Pertiwi (2008), diperoleh 80 responden yaitu remaja puteri di agensi

model (64,5%) yang mengkonsumsi suplemen vitamin dan mineral demikian juga

penelitian Ramadani (2005) menyatakan bahwa 62,4% remaja SMA Islam Al-

Azhar mengkonsumsi suplemen makanan. Hal ini mungkin dikarenakan terjadinya

perubahan pola makan dan gaya hidup para remaja yang cenderung lebih menyukai

jenis makanan yang praktis, dan cepat saji yang banyak beredar di pasaran.

Tebentuknya konsep diri berupa body image pad remaja, juga menyebabkan

kebanyakan remaja kekurangan asupan makanan karena melakukan diit yang salah.
5

Kebiasaan makan yang bruruk ini menjadikan suplemen makanan sering digunakan

untuk meningkatkan kualitas diit remaja (Wahlqvist, 2002).

Mengacu pada pendapat Worthington (2000) tentang faktor-faktor yang

mempengaruhi konsumsi remaja, terdapat beberapa faktor yang diduga berhubungan

dengan konsumsi siplemen pada remaja diantaranya yaitu karakteristik fisiologis

yang terdiri dari umur dan jenis kelamin, tingkat pengetahuan gizi remaja, pekerjaan

orang tua, pendidikan orang tua dan pola makan orang tua. Sedangkan menurut

beberapa penelitian faktor-faktor yang berhubungan dengan konsumsi suplemen

diantaranya adalah pengetahuan gizi dan suplemen, pengaruh teman, keterpaparan

media, aktivitas fisik, dan status kesehatan (Anggondowati, 2002; Ramadani, 2005;

Pertiwi, 2008).

Sebelum penelitian ini dilakukan secara resmi peneliti telah melakukan

studi pendahuluan kepada 25 siswi di tiga SMA Negeri, yaitu SMA Negeri 65, SMA

Negeri 16 dan SMA Negeri 34. Studi pendahuluan ini dilakukan di tiga sekolah

dengan alasan untuk mendapat perbandingan jumlah siswi yang mengkonsumsi

suplemen vitamin E. Berdasarkan hasil studi pendahuluan tersebut, diperoleh

sebanyak 56% siswi SMA Negeri 16 yang mengkonsumsi suplemen vitamin E, 60%

pada siswi SMA Negeri 34 dan 95% siswi SMA Negeri 65 yang mengkonsumsi

suplemen vitamin E. Dari 95% siswi SMA Negeri 65 yang mengkonsumsi suplemen,

sebanyak 80% mengkonsumsi suplemen dengan dosis berlebih, yaitu mengkonsumsi

melebihi jumlah yang dianjurkan.

SMA Negeri 65 merupakan salah satu sekolah unggulan yang terletak di

wilayah Jakarta Barat. Mayoritas siswa yang bersekolah di SMA tersebut tergolong

siswa yang berasal dari keluarga dengan status ekonomi menengah ke atas. Sampai
6

saat ini belum ada survei yang dilakukan di SMA Negeri 65 mengenai konsumsi

suplemen vitamin E. Selain itu pula keberadaan suplemen vitamin E yang sangat

mudah didapatkan di toko-toko terdekat menjadikan peneliti tertarik untuk

melakukan penelitian di SMA Negeri 65.

Berdasarkan fakta tersebut maka penulis bermaksud untuk melakukan

penelitian lebih lanjut mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi konsumsi

suplemen vitamin E pada siswi SMA Negeri 65 Jakarta.

B. Rumusan Masalah

Suplemen makanan adalah produk jadi yang dikonsumsi untuk melengkapi

makanan sehari-hari. Jenis suplemen makanan bermacam-macam, antara lain

suplemen yang mengandung vitamin dan mineral, suplemen yang mengandung

minyak alami, dan suplemen yang mengandung enzim dan lain-lain. Namun

beberapa sumber menyatakan bahwa suplemen vitamin dan mineral merupakan

suplemen yang paling sering dikonsumsi oleh masyarakat. Dalam kadar sedikit,

suplemen vitamin E memberi manfaat bagi tubuh. Tapi dalam dosis tinggi, malah

meningkatkan risiko kematian. Konsumsi vitamin E yang berlebihan akan

mengganggu fungsi organ terutama hati dan ginjal serta dapat menimbulkan

keracunan.

Di Indonesia hasil Widya Karya Pangan dan Gizi tahun 2004 menetapkan

Angka Kecukupan Gizi untuk kebutuhan vitamin E bagi remaja sebesar 15 mg/hari.

Asupan vitamin E pada remaja sudah lebih dari AKG yang telah dianjurkan,

ditambah lagi dengan mengkonsumsi suplemen vitamin E.


7

Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan di SMA Negeri 65,

didapatkan sebanyak 72% siswi SMA Negeri 65 yang mengkonsumsi suplemen

vitamin E. Dari 72% tersebut, sebanyak 65% mengkonsumsi suplemen dengan dosis

berlebih, padahal rata-rata asupan vitamin E di SMA Negeri 65 yaitu sebesar 162

mg/hari, hal ini sudah lebih dari AKG yang dianjurkan yaitu sebesar 15 mg/hari.

Jumlah asupan vitamin E tersebut didapatkan tanpa harus mengkonsumsi suplemen

vitamin E dari luar.

Banyak faktor yang diduga berhubungan dengan konsumsi suplemen vitamin

E pada remaja. Faktor-faktor yang diduga berhubungan dengan konsumsi suplemen

vitamin E adalah pengetahuan gizi, pengaruh teman sebaya, keterpaparan terhadap

promosi suplemen, status kesehatan, dan body image. Oleh karena itu penulis ingin

meneliti lebih jauh lagi tentang faktor-faktor yang mempengaruhi konsumsi

suplemen vitamin E pada siswi SMA Negeri 65 Jakarta.

C. Pertanyaan Penelitian

1. Bagaimana gambaran konsumsi suplemen vitamin E pada siswi SMA Negeri

Negeri 65 Jakarta tahun 2011?

2. Bagaimana gambaran faktor internal ( uang saku, dan status kesehatan) di

SMA Negeri 65 Jakarta tahun 2011?

3. Bagimana gambaran faktor eksternal (pengetahuan, teman sebaya, media

massa dan body image) di SMA Negeri 65 Jakarta tahun 2011

4. Apakah ada hubungan antara faktor internal (pendapatan orang tua, uang

saku, dan status kesehatan) dengan konsumsi suplemen vitamin E pada siswi

SMA Negeri 65 Jakarta tahun 2011?


8

5. Apakah ada hubungan antara faktor eksternal (pengetahuan, teman sebaya,

media massa, dan body image) dengan konsumsi suplemen vitamin E pada

siswi SMA Negeri 65 Jakarta tahun 2011?

6. Apakah faktor yang paling dominan berhubungan dengan konsumsi suplemen

vitamin E pada siswi SMA Negeri 65 Jakarta tahun 2011?

D. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi konsumsi suplemen vitamin E

pada siswi SMA Negeri 65 Jakarta tahun 2011.

2. Tujuan Khusus

1. Diketahuinya gambaran konsumsi suplemen vitamin E pada siswi SMA

Negeri 65 Jakarta tahun 2011

2. Diketahuinya gambaran faktor internal (pendapatan orang tua, uang saku, dan

status kesehatan) di SMA Negeri 65 Jakarta tahun 2011

3. Diketahuinya gambaran faktor eksternal (pengetahuan, teman sebaya, media

massa dan citra raga) di SMA Negeri 65 Jakarta tahun 2011

4. Diketahuinyaa hubungan antara faktor internal (pendapatan orang tua, uang

saku, dan status kesehatan) dengan konsumsi suplemen vitamin E pada siswi

SMA Negeri 65 Jakarta tahun 2011

5. Diketahuinya hubungan antara faktor eksternal (pengetahuan, teman sebaya,

media massa, dan citra raga) dengan konsumsi suplemen vitamin E pada

siswi SMA Negeri 65 Jakarta tahun 2011


9

6. Diketahuinya faktor yang paling dominan berhubungan dengan konsumsi

suplemen vitamin E pada siswi SMA Negeri 65 Jakarta tahun 2011

E. Manfaat Penelitian

1. Bagi Pihak Sekolah

Sebagai bahan masukan dalam memberikan pengetahuan mengenai konsumsi

suplemen vitamin E kepada para siswa.

2. Bagi Peneliti

Hasil penelitian diharapkan dapat menambah wawasan dan ilmu pengetahuan

khususnya tentang faktor-faktor yang mempengaruhi konsumsi suplemen vitamin E

pada siswi di SMA Negeri 65 Jakarta.

F. Ruang Lingkup

Penelitian ini merupakan penelitan untuk mengetahui faktor-faktor yang

mempengaruhi konsumsi suplemen vitamin E pada siswi SMA Negeri 65 Jakarta.

Penelitian ini dilakukan karena berdasarkan hasil studi pendahuluan, siswi SMA

Negeri 65 banyak yang mengkonsumsi suplemen vitamin E secara berlebihan.

Padahal, konsumsi suplemen terlalu banyak dapat menyebabkan gangguan pada

fungsi organ, yaitu hati dan ginjal. Penelitian ini dilakukan oleh mahasiswa UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta program studi kesehatan masyarakat, dengan

menggunakan metode kuantitatif dengan desain cross sectional. Penelitian ini

menggunakan data primer dengan menyebarkan kuesioner pada responden yang

terpilih. Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari 2011 di SMA Negeri 65

Jakarta.
11

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Suplemen Makanan (Food Supplement)

1. Pengertian

Karyadi (1997), mendefinisikan suplemen makanan sebagai makanan yang

mengandung zat-zat gizi dan non gizi, bisa dalam bentuk kapsul, kapsul lunak, tablet

bubuk atau cairam yang fungsinya sebagai pelengkap kekurangan zat gizi yang

dibutuhkan untuk menjaga agar vitalitas tubuh tetap prima. Menurut Yulliarti (2008),

suplemen makanan diartikan sebagai zat atau bahan makanan tambahan yang

dikonsumsi. Zat atau bahan makanan tersebut dapat berupa vitamin, mineral, jamu atau

tanaman obat, asam amino atau bagian-bagian dari zat atau bahan makanan. Suplemen

makanan ini merupakan pendamping atau penambah program diet, nutrisi, atau kondisi

tubuh tertentu, dan bukan merupakan pengganti makanan.

BPOM (2004) mendefinisikan suplemen makanan sebagai produk yang

dimaksudkan untuk melengkapi kebutuhan zat gizi makanan, mengandung satu atau

lebih dari bahan berupa vitamin, mineral, asam amino atau bahan lain (berasal dari

tumbuhan atau bukan tumbuhan) yang mempunyai nilai gizi dan efek fisiologis dalam

jumlah terkonsentrasi. Suplemen makanan dapat berupa produk padat meliputi tablet,

tablet hisap, tablet kunyah, serbuk, kapsul atau produk cair berupa tetes, sirup, larutan.
12

2. Penggolongan Suplemen

Suplemen makanan digolongkan sebagai bahan nitraceutikal. Suplemen

makanan ini khasiatnya tidak perlu dibuktikan melalui uji klinis. Sampai saat ini pun

jenis nitraceutikal boleh dijual secara bebas tapi tidak boleh diklaim memiliki khasiat

untuk mengobati penyakit (Vitahealth, 2004).

Pada awalnya penggunaan suplemen masih terbatas untuk mengembalikan fungsi

metabolik dimana seluruh proses tersebut dikendalikan oleh enzim sebagai katalis reaksi

kimia tubuh yang membuat sel-sel bekerja secara optimal. Pada umumnya, enzim terdiri

atas protein khusus yang dinamakan apoenzim, dan memerlukan suatu kofaktor tertentu

yang biasanya adalah suatu vitamin dan mineral. Karena itu, pada konsep lama

mikronutrient tersebut (vitamin dan mineral) disebut sebagai zat esensial yang

dibutuhkan tubuh. Jika dari makanan saja tidak cukup, maka untuk memenuhi

kekurangannya bisa ditambah dari suplemen makanan. Namun berikutnya, penggunaan

suplemen tidak lagi terbatas pada vitamin dan mineral saja sekarang batasan suplemen

nutrisi semakin melebar sampai mencakup zat-zat nutrisi dan penyembuh yang terdapat

pada herbal dan bahan obat alami lainnya. (Vitahealth, 2004)

Worthington (2000), membagi suplemen menjadi tiga kategori utama, yaitu

suplemen protein/asam amino, suplemen vitamin/mineral, suplemen hormonal.

Berdasarkan sumbernya, Wirakusumah (1995) menggolongkan suplemen menjadi tiga

kategori yaitu suplemen vitamin dan mineral, suplemen asal tumbuhan atau jamu, dan

suplemen khusus yang berasal dari bahan-bahan tertentu seperti beepollen, sirip ikan

paus, dan cula badak. Sedangkan berdasarkan kandungannya Hendler (1984),

membedakan suplemen makanan sebagai vitamin, mineral, asam amino, asam nukleat,
13

asam lemak, serta kelompok lainnya meliputi L-Carnitine, serat makanan, garlic,

ginseng, asam pangamik, Superoxiside Dismitase, beepolleen, royal jelly, dll.

Seperti yang telah disebutkan di atas, jenis suplemen makanan bermacam-

macam, antara lain suplemen yang mengandung vitamin dan mineral, suplemen yang

mengandung minyak alami, dan suplemen yang mengandung enzim dan lain-lain.

Namun beberapa sumber menyatakan bahwa suplemen yang paling sering dikonsumsi

oleh masyarakat umumnya dan khususnya atlet muda adalah suplemen vitamin dan

mineral (McDowall, 2007). Hal ini disebabkan karena vitamin dan mineral adalah bahan

organik yang esensial bagi tubuh namun tidak dapat dibentuk sendiri oleh tubuh,

sehingga harus disediakan lewat makanan, oleh karena itu banyak produsen makanan

memanfaatkan hal ini dengan memproduksi berbagai macam suplemen vitamin dan

mineral.

3. Orang yang membutuhkan suplemen makanan

Suplemen, sesuai dengan namanya, hanya bersifat menambahkan atau

melengkapi. Maka, jelas, suplemen dirancang bukan untuk menggantikan makanan.

Bagaimanapun sebutir pil tidak akan dapat memberikan semua nutrient yang kita

perlukan untuk hidup sehat. Sebagai contoh, dalam buah-buahan dan sayuran terdapat

antioksidan yang berkhasiat melindungi tubuh terhadap penyakit, tetapi antioksiddan

tersebut termasuk ke dalam jenis yang belum behasil diidentifikasi. Oleh karena itu,

antioksidan ini tidak terdapat dalam pil. (Yuliarti, 2009)


14

Tidak setiap orang perlu mengonsumsi suplemen makanan, Soekatri dari

PERSAGI dalam seminar prosesi Kesehatan Masyarakat pada tanggal 22 Desember

2008, menyampaikan bahwa suplemen dianjurkan dalam kondisi sebagai berikut :

a. Ibu sedang hamil dan ibu sedang menyusui karena mereka membutuhkan gizi

yang lebih dari orang biasa terutama vitamin dan mineral. Dokter umumnya

menganjurkan asam folat dan zat besi untuk memenuhi fisiologisnya.

b. Individu dengan penyakit tertentu atau gangguan tertentu membutuhkan

kebutuhan gizi yang juga lebih dari AKG (Angka Kecukupan Gizi) yang

dianjurkan terutama vitamin tertentu. Misalnya mereka yang beresiko

berpenyakit Cronic Heart Disease (CHD) dan stroke yang dianjurkan

menggunakan suplemen yang mengandung vitamin B dan asam folat. Juga pada

mereka yang mempunyai gangguan penyerapan lemak, akan menurunkan

kemampuan menyerap vitamin larut lemak

c. Individu yang harus minum obat untuk mencegah beberapa penyakit dapat

kekurangan vitamin tertentu. Misalnya minum antibiotik dapat mematikan

bakteri usus dan menurunkan produksi vitamin K. Pada keadaan demikian,

kebutuhan vitamin tersebut harus dibeli dengan resep dari dokter. Merokok dan

minum alkohol juga meningkatkan kebutuhan akan vitamin khususnya vitamin B

d. Lansia yang umumnya tidak terpenuhi kebutuhan gizinya sesuai dengan AKG,

khususnya kekurangan vitamin B6 dan vitamin D juga vitamin B12 karena

keterbatasan dalam gigi, lidah yang menurun kemampuan mengecapnya, jenis

makanan yang harus lebih lembut dari orang yang berusia muda.
15

e. Orang yang tidak makan daging (vegan) perlu mengkonsumsi suplemen vitamin

B12

f. Individu yang harus berdiit dibawah 1200 Kalori agar turun berat badannya

(terutama atlet), memerlukan tambahan suplemen tertentu untuk memenuhi AKG

nya

g. Individu yang secara fisik sangat aktif dan tidak cukup asupan gizinya

dibandingkan dengan kebutuhannya memerlukan suplemen

h. Individu yang intoleran atau secara sengaja memang menghindari beberapa jenis

makanan/bahan makanan, seperti susu dan hasil olahnya, dapat kekurangan

vitamin khususnya B2 dan vitamin D

i. Individu yang makan cukup energinya tetapi rendah akan zat gizi mikro atau cara

pemasakan yang dapat merusak vitamin, akan baik kalau mendapatkan suplemen

vitamin dan mineral

j. Individu yang terpapar matahari dan kontaminan akan menimbulkan oksidasi

tubuh yang terjadi yang kemudian menghasilkan radikal bebas di dalam tubuh.

Hal ini akan dapat merusak sel terutama karena adanya oksidasi pada asam

lemak tak jenuh di tingkat sel dan membran sub sel. Suplemen vitamin C dan

vitamin E dapat mengurangi keadaan ini.

k. Individu yang banyak kehilangan darah termasuk besi, misalnya pada wanita saat

melahirkan atau haid, memerlukan suplemen karena mereka umumnya sulit

mendapatkan zat gizi dari makanan. Karena itu mereka perlu suplemen

khususnya zat besi.


16

4. Bahaya Suplemen Makanan

Berikut merupakan beberapa dampak negatif penggunaan suplemen menurut

Yuliarti (2008) adalah sebagai berikut:

a. Kelebihan vitamin C mungkin bisa dibuang lewat urin. Tetapi vitamin jenis lain

(A, D, E, dan K) umumnya mengendap di dalam tubuh dan di khawatirkan bisa

mengganggu fungsi organ terutama hati dan ginjal.

b. Protein yang biasanya terdapat di suplemen bila dikonsumsi orang tertentu bisa

menimbulkan efek alergi.

c. Konsumsi zat besi berlebihan tidak baik untuk para penderita kelainan daraj

seperti thalassemia.

d. Konsumsi suplemen vitamin K pada orang yang tengah minum obat tertentu

kadang-kadang justru memperburuk keadaan.

e. Suplemen yang mengandung hormone tambahan dikhawatirkan malah memicu

gigantisme (tubuh menjadi sangat besar) dan gangguan seksual.

f. Konsumsi berlebihan suplemen antioksidan seperti viatamin A, E dan

betakaroten justru meningkatkan risiko kematian.

g. Suplemen vitamin D berlebihan justru berbahaya bagi hati dan ginjal.

h. Mengkonsumsi suplemen berupa minuman berenergi dapat meningkatkan

tekanan darah.

i. Suplemen herbal dan natural pengganti Viagra yang diklaim lebih aman juga

mengandung bahaya seperti meningkatkan tekanan darah, bahkan

mengakibatkan stroke.
17

j. Terlalu banyak mengkonsumsi vitamin C akan mengganggu penyerapan

tembaga, yang meskipun dibutuhkan dalam jumlah sangat kecil, namun penting

untuk mengatur susunan kimia dan kinerja tubuh.

k. Terlalu banyak suplemen mengandung fosfor akan menghambat penyerapan

kalsium.

l. Kelebihan vitamin A, D, K dan zat besiyang tidak dapat dibuang tubuh berbalik

menjadi racun.

Hasil sebuah riset menunjukkan bahwa tidak semua suplemen vitamin

menguntungkan bagi kesehatan. Tinjauan dari berbagai riset menunjukkan beberapa

suplemen vitamin tertentu tidak bermanfaan bagi kesehatan, namun justru dapat

meningkatkan risiko kematian.

Penellitian di Denmark yang dilakukan oleh Cochrane Collaboration pada tahun

2008 (yang terdapat dalam Yuliarti, (2008) melaporkan bahwa hasil tinjauan riset

mereka tidak berhasil menemukan satu bukti meyakinkan bahwa suplemen antioksidan

dapat menekan risiko kematian. Para ahli Universitas kopenhagen ini bahkan

menyatakan vitamin A dan E memiliki potensi mengganggu pertahanan alami yang

dimiliki tubuh. Bahkan beta karoten, vitamin A dan E tampaknya dapat meningkatkan

risiko kematian.
18

B. Vitamin

Menurut bahasa vitamin berasal dari kata „‟vita„‟ yang mengandung arti hidup dan

„‟amin‟‟ yang artinya salah suatu zat tertentu sehingga vitamin berarti suatu zat yang

diperlukan untuk hidup (Sediaoetama, 1987).

Vitamin merupakan zat-zat organik kompleks yang dibutuhkan dalam jumlah yang

sangat kecil dan pada umumnya tidak dapat dibentuk oleh tubuh dan harus didapat dari

makanan. Vitamin termasuk kelompok zat pengatur dan pemelihara kehidupan. Tiap

vitamin mempunyai tugas spesifik didalam tubuh. Karena vitamin adalah zat organik

maka vitamin dapat rusak karena penyimpanan dan pengolahan (Almatsier, 2006).

Tubuh yang mendapat susunan hidangan yang mencukupi kualitas maupun

kuantitas akan terdapat dalam keadaan kesehatan yang sebaik-baiknya. Dalam keadaan

demikian sel-sel dan jaringan tubuh jenuh mengandung semua jenis vitamin yang

diperlukan, sedangkan sejumlah vitamin ditimbun pula dalam organ penimbunan sampai

jenuh. Ternyata bahwa daya timbun untuk berbagai vitamin itu berlain-lainan. Vitamin-

vitamin yang dapat larut dalam lemak, dapat ditimbun dalam jumlah relatif besar, tetapi

sebaliknya vitamin-vitamin yang larut dalam air, sedikit saja yang dapat ditimbun.

Menurut Almatsier (2009), Berdasarkan karakteristik fisiknya vitamin yang

dibutuhkan oleh manusia dibagi menjadi 2 (dua), yaitu vitamin larut lemak, seperti

vitamin A, D, E, K dan vitamin larut air, seperti vitamin C, Thiamin, Riboflavin, Niasin,

Biotin, Asam pantotenat, Vitamin B6, Vitamin B12 dan folat.

Karakteristik umum yang membedakan vitamin larut dalam lemak dengan vitamin

larut air dapat dilihat pada tabel berikut ini :


19

Tabel 2.1 Sifat-Sifat Umum Vitamin Larut Lemak dan Vitamin Larut Air

Vitamin larut lemak Vitamin larut air


Larut dalam lemak dan pelarut lemak Larut dalam air
Kelebihan konsumsi dari ynag Simpanan sebagai kelebihan sangat
dibutuhkan disimpan dalam tubuh sedikit
Dikeluarkan dalam jumlah kecil melalui Dikeluarkan melalui urin
empedu
Gejala dedfisiensi berkembang lambat Gejala defisensi sering terjadi dengan
cepat
Tidak selalu perlu ada dalam makanan Arus selalu ada dalam makanan sehari-
sehari-hari hari
Mempunyai precursor atau provitamin Umumnya tidak mempunyai precursor
Hanya mengandung unsur-unsur C, H, Selain C, H, dan O mengandung N,
dan O kadang-kadang S dan Co
Diabsorpsi melalui sistem limfe Diabsorpsi melalui vena porta
Hanya dibutuhkan oleh organism Dibutuhkan oleh organism sederhana
kompleks dan kompleks
Beberapa jenis bersifat toksik pada Bersifat toksik hanya pada dosis
jumlah relative tinggi/megadosis (>10x AKG)
*) AKG: Angka Kecukupan Gizi yang dianjurkan
Sumber : Almatsier (2009)

1. Vitamin E

a. Fungsi dan Sumber Vitamin E

Vitamin berperan dalam beberapa tahap reaksi metabolisme energi,

pertumbuhan, dan pemeliharaan tubuh, pada umumnya sebagai koenzim atau

bagian dari enzim (Almatsier, 2006).

Semua bentuk vitamin E tidak larut dalam air, tetapi dapat larut dalam

minyak dan zat pelarut minyak seperti aceton, alkohol, chloroform, ether dan

sebagainya.
20

Fungsi vitamin E dapat dikelompokkan berdasar dua sifatnya yang

penting: a) berhubungan dengan sifatnya sebagai antioksidan alamiah, dan b)

berhubungan dengan metabolisme selenium. Secara umum vitamin E

diperlukan bagi pemeliharaan kesehatan dan integritas semua sel tubuh. Namun

demikian tidak dapat ditunjukkan atau ditentukan kebutuhan akan vitamin ini.

(Sediaoetama, 1997)

Vitamin E banyak terdapat dalam bahan makanan. Sumber utama

vitamin E adalah minyak tumbuh-tumbuhan, terutama minyak kecambah

gandum dan biji-bijian. Minyak kelapa dan zaitun hanya sedikit mengandung

vitamin E. Sayuran dan buah-buahan juga merupakan sumber vitamin E yang

baik. Daging, unggas, ikan dan kacang-kacangan mengandung vitamin E dalam

jumlah terbatas. (Almatsier, 2006)

Tabel 2.2
Nilai vitamin E total di dalam minyak tumbuh-tumbuhan
(mg/100 gram)
Minyak Mg
Biji Kapas 30-81
Jagung 53-162
Kacang kedelai 56-160
Kacang tanah 20-32
Kelapa 1-4
Kelapa sawit 33-73
Zaitun 5-15
Sumber : Almatsier (2009)

Vitamin E mudah rusak pada pemanasan (seperti terjadi pada proses

penggorengan) dan oksidasi. Jadi, sebagai sumber vitamin E diutamakan bahan

makanan dalam bentuk segar atau yang tidak terlalu mengalami pemrosesan.
21

Karena vitamin E tidak larut air, vitamin E tidak hilang selama dimasak dengan

air. Pembekuan dan penggorengan dalam minyak banyak merusak sebagian besar

vitamin E.

b. Angka Kecukupan Vitamin E yang Dianjurkan

Angka Kecukupan Gizi yang dianjurkan (AKG) adalah suatu kecukupan

rata-rata zat gizi setiap hari bagi hampir semua orang menurut golongan umur, jenis

kelamin, ukuran tubuh dan aktivitas untuk mencegah terjadinya defisiensi gizi.

Dalam dunia internasional istilah yang banyak digunakan oleh Recommended

Dietary Allowence (RDA).

Angka kecukupan vitamin E yang dianjurkan untuk berbagai golongan umur

dan jenis kelamin untuk Indonesia dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 2.3
Angka kecukupan gizi yang dianjurkan untuk vitamin E
Golongan Umur AKG (mg)/ (IU) Golongan Umur AKG (mg)

0-6 bln 4 mg (5.96 IU) Wanita


7-12 bln 5 mg (7.45 IU) 10-12 thn 11 mg (16.39 IU)
1-3 thn 6 mg (8.94 IU) 13-15 thn 15 mg (22.35 IU)
4-6 thn 7 mg (10.43 IU) 16-18 thn 15 mg (22.35 IU)
7-9 thn 7 mg (10.43 IU) 19-29 thn 15 mg (22.35 IU)
30-49 thn 15 mg (22.35 IU)
Pria 50-60 thn 15 mg (22.35 IU)
10-12 thn 11 mg (16.39 IU) >60 thn 15 mg (22.35 IU)
13-15 thn 15 mg (22.35 IU)
16-18 thn 15 mg (22.35 IU) Menyusui
19-29 thn 15 mg (22.35 IU) 0-6 bln +4 mg
30-49 thn 15 mg(22.35 IU) 7-12 bln +4 mg
50-60 thn 15 mg (22.35 IU)
>60 thn 15 mg (22.35 IU)
Sumber: Widyakarya Pangan dan Gizi, 2004 (1 mg = 1.49 IU)
22

c. Akibat Kekurangan dan Kelebihan Konsumsi Vitamin E

1) Akibat kekurangan Konsumsi Vitamin E

Penyakit kekurangan vitamin E pada manusia jarang terjadi, karena vitamin E

terdapat luas di dalam bahan makanan. Kekurangan biasanya terjadi karena adanya

gangguan absorpsi lemak seperti pada cystic fibrosis dan gangguan transpor lipida

seperti pada beta lioproteinemia.(Sediaoetama, 1997)

Kekurangan vitamin E pada manusia menyebabkan hemolisis eritrosit, yang

dapat diperbaiki dengan pemberian tambahan vitamin E. Akibat lain adalah sindroma

neurologik sehingga terjadi fungsi tidak normal pada sumsum tulang belakang dan

retina. Tanda-tandanya adalah kehilangan koordinasi dan refleks otot, serta gangguan

penglihatan dan berbicara. Vitamin E dapat memperbaiki kelainan ini. (Almatsier, 2006)

Akhir-akhir ini ada kepercayaan berlebihan di masyarakat tentang kemampuan

vitamin E, sehingga vitamin ini banyak digunakan sebagai suplemen. Padahal banyak

yang belum terbukti secara ilmiah tentang penggunaan vitamin E dosis tinggi.

Keampuhan vitamin E sebagai vitamin anti sterilitas atau mencegah keguguran ternyata

tidak tebukti pada manusia. Vitamin E juga ternyata tidak dapat meningkatkan potensi

dan kemampuan seksual serta mencegah penyakit jantung. Vitamin E berupa kapsul juga

banyak diiklankan sebagai vitamin yang mampu mencegah proses penuaan.

Seuplementasi di luar jumlah kebutuhan tubuh ternyata tidak dapt mencegah proses

penuaan tersebut. (Almatsier, 2006)


23

2) Akibat Kelebihan Konsumsi Vitamin E

Menggunakan vitamin E secara berlebihan dapat menimbulkan keracunan.

Gangguan pada saluran cerna terjadi bila memakan lebih dari 600 miligram sehari. Dosis

tinggi juga dapat meningkatkan efek obat antikoagulan yang digunakan untuk mencegah

penggumpalan darah. (Yuliarti, 2008)

Vitamin E pada dosis lebih dari 400 UI (240 mg) akan menimbulkan efek

samping yang tidak diinginkan, diantaranya mengosongkan ketersediaan vitamin A,

menghambat absorpsi atau aksi vitamin K, menyebabkan diare, nyeri lambung dan rasa

lesu. Vitamin E pada dosis 2000 IU/hari akan menyebabkan kematian.

Tabel 2.4
Tolerable Upper Intake Level untuk vitamin E
Tolerable Upper Intake Level (UL) untuk Alpha-Tocopherol*

Kelompok Usia mg/hari

1-3 tahun 200 mg (300 IU)

4-8 tahun 300 mg (450 IU)

9-13 tahun 600 mg (900 IU)

14-18 tahun 800 mg (1200 IU)

19 tahun atau lebih 1000 mg (1500 IU)

*Alpha tocopherol: bentuk dari vitamin E yang aktif didalam tubuh


Sumber: Jane Higdon, Oregon State University 2004
24

C. Remaja

WHO (dalam Sarwono, 2002) mendefinisikan remaja lebih bersifat konseptual yang

terdiri dari tiga kriteria yaitu biologis, psikologik, dan sosial ekonomi, dengan batasan

usia 10-20 tahun, yang secara lengkap definisi tersebut berbunyi sebagai berikut:

a. Individu berkembang dari saat pertama kali ia menunjukkan tanda-tanda seksual

sekundernya sampai saat ia mencapai kematangan seksual.

b. Individu mengalami perkembangan psikologik dan pola identifikasi dari kanak-

kanak menjadi dewasa.

c. Terjadi peralihan dari ketergantungan social ekonomi yang penuh kepada

keadaan yang relative lebih mandiri.

Monks (1999) sendiri memberikan batasan usia masa remaja adalah masa

diantara 12-21 tahun dengan perincian 12-15 tahun masa remaja awal, 15-18 tahun masa

remaja pertengahan, dan 18-21 tahun masa remaja akhir. Remaja awal adalah masa yang

ditandai dengan berbagai perubahan tubuh yang cepat dan sering mengakibatkan

kesulitan dalam menyesuaikam diri, pada saat remaja mulai mencari identitas diri.

Remaja pertengahan ditandai dengan bentuk tubuh sudah menyerupai orang dewasa.

Oleh karena itu remaja seringkali diharapkan dapat berperilaku seperti orang dewasa,

meskipun belum siap secara psikis. Pada masa ini sering terjadi konflik, karena remaja

sudah mulai ingin bebas mengikuti teman sebaya. Erat kaitannya dengan pencarian

identitas, di lain pihak mereka masih bergantung dengan orang tua. Remaja akhir

ditandai dengan pertumbuhan biologis sudah melambat, tetapi masih berlangsung di


25

tempat-tempat lain. Emosi, minat, konsentrasi dan cara berpikir mulai stabil serta

kemampuan untuk menyelesaikan masalah sudah meningkat.

Remaja merupakan tahap unik periode pertumbuhan dan perkembangan. Masa

remaja ditandai dengan banyaknya variasi, perilaku ingin independen dan mencoba

berperan dewasa. Perubahan biologis, sosial, psikologis dan kognitif yang terjadi pada

masa remaja akan mempengaruhi kesehatan atau gizi secara bermakna. Pada remaja,

intake makanan ditentukan sendiri, tetapi dipengaruhi juga oleh pola makan keluarga,

pengaruh teman, media, nafsu makan dan ketersediaan makanan (Wahlqvist, 2002).

Worthington (2000) menyebutkan bahwa perubahan pola makan dan pilihan

makanan remaja disebabkan karena pertumbuhan fisik yang pesat, lebih bebas dan

banyak makan di luar rumah, kesadaran tentang penampilan fisik dan berat badan,

kebutuhan diterima di lingkungan serta kehidupan yang cenderung aktif.

Remaja laki-laki dan perempuan berbeda, baik secara fisik maupun mental.

Pertumbuhan cepat (growth spurt) pada perempuan, dimulai antara umur 8,5 tahun

sampai 11,5 tahun dan mencapai puncaknya pada umur 12,5 tahun. Kecepatan

perumbuhan ini kemudian berkurang dan berakhir pada umur 15 atau 16 tahun. Pola

pertumbuhan cepat ini sama untuk laki-laki, akan tetapi laki-laki memulainya lebih

lambat sedangkan pertumbuhan cepatnya berjalan lebih lama. Untuk laki-laki,

partumbuhan cepat dimulai antara umur 10,5 tahun sampai 14,5 tahun dan mencapai

puncakya antara umur 14,5 tahun sampai 15,5 tahun. Setelah itu kecepatan pertumbuhan

berkurang sedikit demi sedikit sampai kurang lebih umur 20 tahun. Soesilowindradini

(2004).
26

D. Faktor-faktor yang mempengaruhi konsumsi suplemen vitamin E

Menurut Lastariwati dan Ratnaningsih (2006) dalam Dilapanga (2008),

menyatakan bahwa perilaku konsumsi makanan dan minuman dipengaruhi oleh 2 faktor

utama yaitu:

1. Faktor intrinsik yang terdiri dari : usia, jenis kelamin, dan keyakinan.

2. Faktor ekstrinsik yang terdiri dari : tingkat ekonomi, pendidikan, pengalaman,

iklan, tempat tinggal, lingkungan sosial dan kebudayaan.

Banyak faktor yang mempengaruhi kebiasaan makan remaja, menurut

Worthington (2000), pertumbuhan remaja, meningkatkan partisipasi dalam kehidupan

sosial dan aktifitas remaja dapat menimbulkan dampak terhadap konsumsi makan

remaja. Remaja dapat membeli dan mempersiapkan makanan untuk mereka sendiri.

Selain faktor-faktor yang disebutkan diatas, faktor-faktor yang diduga berhubungan

dengan konsumsi suplemen vitamin E adalah:

1. Umur

Worthington (2000) mengatakan bahwa umur mempunyai peranan penting

dalam menentukkan pemilihan makanan. Saat bayi tidak mempunyai pilihan

terhadap yang akan dimakan, akan tetapi setelah dewasa orang mempunyai

kontrol terhadap yang akan dimakan. Proses ini sudah mulai pada massa anak-

anak, karena pada massa ini mereka mulai memiliki kesukaan terhadap makanan

tertentu. Saat seseorang tumbuh menjadi remaja dan dewasa, pengaruh

kebiasaan makan mereka sangat kompleks.


27

Dalam penelitian Rita (2002) ditemukan bahwa umur berpengaruh terhadap

kecepatan seseorang untuk menerima dan merespon informasi yang diterima dan

merupakan salah satu faktor yang berhubungan dengan preferensi/kesukaan

terhadap konsumsi pangan.

Berdasarkan Penelitian Putri (2004) tidak terdapat perbedaan bermakna

proporsi konsumsi suplemen vitamin dan antara kelompok umur 20-29thn, 30-

39thn, dan 40-45thn atau dengan kata lain tidak ada hubungan bermakna antara

umur dengan konsumsi suplemen vitamin dan mineral (p Value 0,265).

2. Jenis Kelamin

Jenis kelamin menentukkan besar kecilnya kebutuhan gizi bagi seseorang.

Pertumbuhan dan perkembangan individu sangat berbeda antara laki-laki dan

perempuan (Worthington, 2000).

Salah satu karakteristik demografi yang berhubungan dengan tingginya

penggunaan suplemen (terutama suplemen multinutrient) adalah wanita (Greger,

2001). Lyle at al (1998) menyatakan bahwa, dibandingkan dengan laki-laki,

wanita lebih sering mengkonsumsi suplemen multinutrient dan suplemen vitamin

C dan E. Hasil ini tetap sama ketika disesuaikan dengan umur. Pria yang lebih

tua lebih sering mengkonsumsi suplemen, tetapi diantara wanita, penggunaan

suplemen tidak dipengaruhi umur.

Utami (1998) dalam Anggondowati (2002), menyatakan bahwa hasil

penelitian Subar dan Block diketahui bahwa penggunaan suplemen terbanyak

pada wanita, sebanyak 26,8% menurut hasil survei NCHS (Frankle et al,1993),
28

wanita lebih banyak menggunakan suplemen single vitamin dan kombinasi

vitamin dan multivitamin.

3. Keyakinan, Nilai dan Norma

Suhardjo (2006) menyatakan bahwa pada masyarakat tertentu, terdapat

satu pameo yaitu semakin tinggi tingkat keprihatinan seseorang maka akan

semakin bahagia dan bertambah tinggi taraf sosial yang dicapainya.

Keprihatinan ini dapat dicapai dengan tirakat yaitu suatu kepercayaan

melakukan kegiatan fisik dan mengurangi tidur, makan dan minum atau

berpantang melakukan sesuatu.

Sediaoetama (1989) juga menyatakan bahwa kepercayaan atau keyakinan

masyarakat tentang konsepsi kesehatan dan gizi sangat berpengaruh terhadap

pemilihan bahan makanan. Suhardjo (2006) juga menyatakan bahwa pola

konsumsi makanan merupakan hasil kepercayaan masyarakat yang bersangkutan

dan mengalami perubahan terus menerus menyesuaikan dengan kondisi

lingkungan dan tingkat kemajuan budaya masyarakat tersebut. Dalam penelitian

Suhardjo (2006) ditemukan bahwa keyakinan dan norma yang berlaku di

masyarakat dapat mempengaruhi perilaku konsumsi.

4. Kebutuhan fisiologis tubuh

Menurut Worthington (2000), salah satu faktor internal yang

mempengaruhi perilaku makan remaja yaitu kebutuhan fisiologis tubuh. Dalam

penelitian ini yang dimaksudkan adalah kebutuhan zat gizi terutama kecukupan

vitamin pada remaja. Menurut Tilarso, Hario (2009) dalam Yunaeni (2009),
29

kebutuhan akan zat gizi mutlak bagi tubuh agar dapat melaksanakan fungsi

normalnya.

Jika konsumsi vitamin lebih rendah dari kebutuhan, maka status gizi

vitamin dalam tubuh akan menurun. Keadaan ini disebut defisiensi vitamin. Jika

kekurangan ini tidak terlalu besar, maka kebutuhan masih dapat ditutupi dari

tempat cadangan. Bila hal ini berlangsung lebih lama, maka cadangan vitamin

akan banyak menurun (Sediaoetama, 1987).

Begitu pula jika konsumsi vitamin E lebih tinggi dari kebutuhan atau

secara berlebihan, maka dapat menimbulkan keracunan. Gangguan pada saluran

cerna terjadi bila memakan lebih dari 600 miligram sehari. Dosisi tinggi juga

dapat meningkatkan efek obat antikoagulan yang digunakan untuk mencegah

penggumpalan darah (Almatsier, 2006).

5. Body Image/Citra Tubuh

Menurut kamus psikologi (chaplin, 2005) citra tubuh adalah ide seseorang

mengenai penampilannya di hadapan orang lain. Schlundt dan Jhonson (1990)

dalam Indika (2009) mengatakan bahwa citra tubuh merupakan gambaran

mental yang tertuju kepada perasaan yang kita alami tentang tubuh dan bentuk

tubuh kita yang berupa penilaian positif dan penilaian negatif. Rice (2001)

dalam Meliana (2006) mendefinisikan citra tubuh sebagai pandangan seseorang

tentang tubuhnya, suatu gambaran mental seseorang mencakup pikiran, persepsi,

perasaan, emosi, imajinasi, penilaian, sensasi fisik, keadaan dan perilaku

mengenai bentuk tubuhnya yang dipengaruhi oleh idealisasi pencitraan tubuh di


30

masyarakat dan interaksi sosial seseorang dalam lingkungannyandaan dapat

mengalami perubahan.

Mappiare (1982) mengatakan citra raga merupakan sebagian dari konsep

diri yang berkaitan dengan sifat-sifat fisik. Citra raga khususnya dimaksudkan

oleh pemikiran mengenai kecantikan dan kebutuhan wajah.

Menurut Melliana (2006) penampilan merupakan bentuk kontrol sosial

yang mempengaruhi bagaimana individu melihat dirinya dan bagaimana ia

dilihat oleh orang lain.

Kurniati (2004) menyatakan bahwa citra raga adalah gambaran yang

dimiliki individu terhadap tubuhnya yang berhubungan dengan penerimaan diri

terhadap keadaan fisiknya yang akan mempengaruhi rasa ketertarikkan orang

lain.

Citra raga pada umumnya berhubungan dengan remaja wanita daripada

remaja pria, remaja wanita cenderung untuk memperhatikan penampilan fisik

(Mappiare, 1992). Menurut Suryanie (2005) perubahan-perubahan fisik yang

dialami oleh remaja wanita menghasilkan suatu persepsi yang berubah-ubah

dalam citra raga dan secara khas menunjukkan kearah penolakan terhadap

physical self. Hal-hal yang menyebabkan remaja wanita tidak menerima

physical selfnya misalnya : tinggi badan, kemasakkan fisik, jerawat. Remaja

wanita sangat peka terhadap penampilan dirinya dan merenung perihal

bagaimana wajahnya, apakah orang lain menyukai wajahnya serta selalu


31

menggambarkan dan mengembangkan seperti apa tubuhnya dan apa yang

diinginkan dari tubuhnya.

Conger dan Peterson (dalam Sarafino, 1998) yang mengemukakan bahwa

citra rubuh bagi remaja merupakan suatu hal yang penting, karena pada masa

remaja seseorang banyak mengalami perubahan, baik secara fisik maupun

psikis. Perubahan yang pesat ini menimbulkan respon tersendiri bagi remaja

berupa tingkah laku yang sangat memperhatikan tubuhnya.

Banyak faktor yang mempengaruhi perkembangan citra tubuh, antara lain:

a. Jenis Kelamin

Chase (2001) menyatakan bahwa jenis kelamin adalah faktor

paling penting dalam perkembangan citra tubuh seseorang. Berdasarkan

penelitian Indika (2009), wanita lebih negatif memandang citra tubuh

dibandingkan pria.

Pria ingin bertubuh besar dikarenakan mereka ingin tampil

percaya diri di depan teman-temannya dan mengikuti tren yang sedang

berlangsung. Sedangkan wanita ingin memiliki tubuh kurus menyerupai

ideal yang digunakan untuk menarik perhatian pasangannya. Usaha

yang dilakukan pria untuk membuat tubuh lebih berotot dipengaruhi

oleh gambar di media massa yang memperlihatkan model pria yang

kekar dan berotot. Sedangkan wanita cenderung untuk menurunkan

berat badan disebabkan oleh artikel dalam majalah wanita yang sering
32

memuat artikel promosi tentang penurunan berat badan (Anderson dan

Didomenico, 1992).

Wanita identik dengan cantik, dan cantik identik dengan wajah

dan kulit yang bersih, mulus, sehat dan berseri. Oleh karena itu, banyak

wanita yang mengkonsumsi suplemen vitamin untuk mendapatkan

kecantikan tersebut (Purwaningrum, 2008).

Berikut ini merupakan kutipan yang diambil dari sebuah artikel di

sebuah media cetak.

“Gue mau banget punya badan langsing dan kulit cantik. Soalnya
teman-teman gue men “support” untuk mempunyai badan langsing dan
kulit cantik. Gue juga mengonsumsi suplemen untuk memperlancar gue
mendapatkan tubuh yang indah, yah, meskipun ada efek sampingnya,
tapi ya gak apa-apalah.” (Putri, Kompas 10 Juli 2009)
b. Usia

Pada perkembangan remaja, citra tubuh menjadi penting. Hal ini

berdampak pada usaha berlebihan pada remaja untuk mengontrol berat

badan. Umumnya lebih sering terjadi pada remaja putri daripada remaja

putra (Papalia dan Olds, 2003 dalam Indika, 2009)

c. Media massa

Tiggeman (dalam Indika, 2009) menyatakan bahwa media massa

menjadi pengaruh yang paling kuat dalam budaya sosial. Anak-anak dan

remaja lebih banyak menghabiskan waktunya dengan menonton televisi.

Konsumsi media yang tinggi mempengaruhi konsumen. Isi tayangan


33

media sering menggambarkan bahwa standar kecantikan perempuan

adalah tubuh yang kurus dan kulit yang putih.

Purwaningrum (2008), remaja yang mempunyai perilaku makan negatif

dikaitkan dengan citra tubuh yang dimiliki. Individu merasa tidak puas dengan

penampilannya sendiri. Remaja cenderung menginginkan penampilan yang ideal

seperti bintang film, penyanyi dan model. Suatu studi di AS mengenai body

image pada remaja putri menunjukkan bahwa 70 % subjek mengungkapkan

keinginan untuk mengurangi berat badannya karena merasa kurang langsing.

Padahal hanya 15 % di antara mereka yang menderita overweight.

6. Konsep Diri

Yayasan Peduli Proriasis Indonesia (2006) dalam Handayani (2009)

menyatakan bahwa konsep diri akan mempengaruhi penilaian terhadap diri

sendiri. Bila seseorang menilai diri sendiri positif, maka seseorang akan

memasuki dunia dengan harga diri yang positif dan penuh percaya diri. Bila

terjadi distorsi atau perubahan dalam citra tubuh seseorang, maka konsep dirinya

akan berubah dan akan mempengaruhi perilaku konsumsi individu tersebut.

Penelitian Handayani (2009) ditemukan bahwa konsep diri berpengaruh

secara signifikan terhadap perilaku konsumsi individu, yaitu dengan semakin

baik konsep diri seseorang, maka akan semakin baik perilaku konsumsi orang

tersebut.
34

7. Preference/ Pemilihan dan Arti Makanan

Kesukaan terhadap makanan dianggap sebagai faktor penentu dalam

mengonsumsi makanan. Suhardjo (1986) mengatakan suka atau tidak sukanya

seseorang terhadap makanan tergantung dari rasa karena rasa merupakan suatu

faktor penting dalam pemilihan pangan yang meliputi bau, tekstur dan suhu.

Anak-anak dapat menilai rasa tersebut berdasarkan pengalamannya dan

cenderung akan mempengaruhi pemilihan makan saat dewasa. Namun pada

penelitian lain kesukaan dapat dipengaruhi oleh teman sebaya Kesukaan

terhadap makanan mempunyai pengaruh terhadap pemilihan makanan.

8. Perkembangan Psikososial

Menurut Chaplin (2004) perkembangan psikososial merupakan berbagai

kejadian yang berkaitan dengan relasi sosial atau hubungan kemasyarakatan dan

mencakup faktor-faktor psikologis dari seseorang. Keadaan psikososial individu

akan berpengaruh terhadap perilaku individu tersebut, salah satunya adalah

perilaku konsumsi. Seseorang dengan kondisi psikososial yang baik akan

cenderung lebih teratur dalam mengkonsumsi dan memilih makanan.

9. Status Kesehatan

Menurut White et.al (2004) kondisi tubuh yang kurang baik, atau sedang

dalam kondisi sakit atau memiliki keluhan akan kesehatan mendorong mereka

untuk menggunakan suplemen.

Sehat menurut WHO 1990 dalam Alamtsier (2004) yaitu keadaan sejahtera

secara fisik, mental dan social, tidak hanya terbebas dari penyakit atau kecacata.
35

Sedangkan berdasarkan Undang-Undang Kesehatan no. 23 tahun 1992,

kesehatan adalah keadaan sejahtera badan, jiwa, dan sosial yang memungkinkan

setap orang dapat hidup produktif secara sosial dan ekonomi.

Di dalam klinik suplemen vitamin E dipergunakan pada pengobatan

berbagai penyakit, meskipun mekanisme penyembuhannya tidak diketahui.

Vitamin ini tidak menyembuhkan penyakit tersebut, tetapi memberikan

keringanan atau hambatan terhadap menjadi semakin gawatnya gejala-gejala

(Sediaoetama, 1987).

Penelitian yang dilakukan oleh Pertiwi (2008) ditemukan adanya hubungan

yang signifikan antara riwayat penyakit perilaku konsumsi suplemen.

10. Jumlah dan Karakteristik Keluarga

Sediaoetama (2004) menyebutkan keluarga dengan banyak anak dan jarak

kelahiran antar anak amat dekat akan menimbulkan masalah. Dalam hal ini,

jumlah keluarga akan mempengaruhi pola pengalokasian pangan pada rumah

tangga. Suhardjo (1986) menyebutkan semakin besar jumlah anggota keluarga,

maka alokasi pangan untuk individu akan semakin berkurang.

Hal lain yang perlu dipertimbangkan adalah karakteristik keluarga yang

terdiri dari pendidikan, pekerjaan dan pendapatan. Suhardjo (1986) menyatakan

bahwa seseorang yang berpendidikan rendah belum tentu kurang mampu dalam

pemilihan makanan yang baik, jika orang tersebut rajin mendengarkan

penyuluhan atau informasi mengenai gizi. Menurut Berg (1996) latar belakang

pendidikan seseorang merupakan salah satu unsur penting yang dapat


36

mempengaruhi keadaan gizinya karena dengan tingkat pendidikan yang lebih

tinggi diharapkan pengetahuan atau informasi tentang gizi yang dimiliki

menjadi lebih baik. Sering masalah gizi timbul karena ketidaktahuan atau

kurang informasi tentang gizi yang memadai. Tingkat pendidikan juga

menentukan jenis pekerjaan dan besarnya pendapatan yang akan diperoleh

sehingga dapat menentukan daya beli seseorang (London 1995 dalam Savitri

2009)

Pekerjaan orang tua pun turut menentukan kecukupan gizi dalam sebuah

keluarga. Berg (1996) berpendapat bahwa pekerjaan berhubungan dengan

jumlah gaji atau pendapatan yang diterima. Semakin tinggi pendapatan

seseorang maka akan berpengaruh terhadap kualitas dan kuantitas makanan

yang dibeli (Apriadji, 1986). Menurut penelitian Puone dalam Guthrie (1995)

diketahui bahwa ada hubungan antara penghasilan keluarga dengan tingkat

konsumsi masyarakat.

Selanjutnya Sukarbi (1994) dalam Gabriel (2008) menyebutkan pekerjaan

memiliki peranan penting dalam kehidupan sosial ekonomi dan memiliki

keterkaitan dengan faktor lain seperti kesehatan.

11. Peran Orang Tua

Menurut Worthington (2000) Pola kebiasaan makan anak berawal dari

keluarga. Khomsan (2007) menyatakan selama masa anak-anak, orang tua

memiliki pengaruh yang sangat besar dalam sikap tentang makanan, pemilihan

makanan dan pola makan. Tetapi jika sudah menganjak remaja mereka
37

menunjukkan kemandiriannya dan dapat memilih makanan sekehendak mereka.

Oleh karena itu pengaruh keluarga terhadap perilaku makan mulai berkurang.

Khomsan pun menyatakan pada zaman modern seperti sekarang ini, orang

tua memang telah menjadi manusia sibuk karena urusan di luar rumah tangga.

Oleh karena itu, peran orang tua saat ini sangat penting dalam mendorong

kebiasaan makan sehat bagi anak-anaknya.

12. Teman Sebaya

Pengaruh teman sebaya sangat kuat pada masa remaja awal. Di masa ini,

remaja sangat menyadari penampilan fisik dan perilaku sosial mereka dan selalu

berusaha menyesuaikan dengan kelompoknya. Kebutuhan anak nmenyamakan

diri dengan kelompoknya dapat mempengaruhi intake gizi remaja (Brown et al,

2005).

Perubahan sosial yang dialami pada masa remaja adalah meningkatnya

pengaruh teman sebaya dibandingkan keluarga. Perubahan tersebut

mengakibatkan remaja mengalami berbagai macam perubahan gaya hidup,

perilaku, dan tidak terkecuali pengalaman dalam menentukan makanan yang

dikonsumsi (Soetjiningsih, 2004).

Hasil penelitian di Amerika menunjukkan bahwa selama akhir pekan,

remaja memanfaatkan dua kali waktunya lebih banyak untuk bergaul dengan

teman-temannya daripada dengan keluarganya. Aktifitas yang banyak di luar

rumah membuat remaja sering jarang makan di rumah dan teman sebaya sering

mempengaruhi dalam hal pemilihan makanan. Pemilihan makanan tidak lagi


38

didasarkan pada kandungan gizi tetapi sekedar bersosialisasi, untuk kesenangan

dan supaya tidak kehilangan status (Khomsan, 2003).

Remaja belum sepenuhnya matang, baik secara fisik, kognitif dan

psikososial. Dalam masa pencarian identitas, remaja cepat sekali terpengaruh

lingkungan. Keluarga menjadi tidak begitu penting dibandingkan dengan

lingkungan sosial dan teman-teman sebayanya (Hanseil dan Mechanic,1990

dalam Dilapanga, 2008).

Berdasarkan penelitian Pertiwi (2008), didapatkan hubungan yang

bermakna antara pengaruh teman sebaya dengan konsumsi suplemen.

13. Sosial Budaya

Kebiasaan makan suatu masyarakat sangat dipengaruhi oleh faktor dan

budaya masyarakat tersebut. Makanan diartikan juga dalam hubungannya dengan

kebudayaan karena sebagai bahan makanan yang akan dikonsumsi memerlukan

pengesahan dari kebudayaan untuk dapat diterima. Banyak manusia yang

meskipun lapar tidak menggunakan semua bahan makanan yang bergizi sebagai

makanan karena alasan agama, tabu, dan kepercayaan. Makanan yang disediakan

untuk seseorang sangat tergantung kepada statusnya. (Kresno, 2007).

14. Status Sosial Ekonomi

Status sosial ekonomi juga terlihat mempunyai hubungan dengan pola

makan. Konsumsi buah, jus buah, suplemen, soft drinks, gula dan makanan yang

manis meningkat seiring dengan peningkatan sosial ekonomi remaja. (Brown et

al, 2005 dalam Dilapanga, 2008).


39

Salah satu faktor yang dapat digunakan dalam mengukur status sosial

ekonomi adalah uang saku. Menurut Azizah dalam Dilapanga 2009, semakin

besar uang saku yang diterima oleh anak maka semakin besar pendapatan

keluarga.

Uang saku merupakan salah satu pengalokasian dari pendapatan yang

diperoleh dalam keluarga yang diberikan kepada anak untuk keperluan harian,

mingguan atau bulan (Koenjaraningrat dalam Dilapanga 2009).

15. Media Massa

Promosi adalah salah satu variabel di dalam pemasaran. Promosi yang

dimaksud dalam hal ini adalah arus informasi atau persuasi satu arah yang dibuat

untuk mengarahkan seseorang kepada tindakan yang akan manciptakan

pertukaran dalam pemasaran.

Meningkatnya konsumsi suplemen makanan di masyarakat tidak lepas dari

maraknya promosi iklan yang ditawarkan oleh produsen yang saling berlomba-

lomba menawarkan produk dengan berbagai macam dari menambah kecantikan,

menambah vitalitas, sampai menyembuhkan penyakit (Syahni, 2002).

Media massa terutama iklan-iklan perdagangan dan promosi penjualan

sangat mempengaruhi pada pemilihan susunan makanan. Keunggulan pemakaian

media massa adalah dapat menjangkau setiap orang dalam bentuk yang sama dan

dapat menimbulkan pengalaman yang sama (Berg, 1996)

Suhardjo (1986) juga mengatakan bahwa media massa sebagai salah satu

sarana komunikasi berpengaruh besar membentuk opini dan kepercayaan

seseorang. Ewles dalam Afianti (2008) menyebutkan televisi, radio, majalah,


40

koran dan buku dapat dijadikan saluran komunikasi bagi sejumlah orang.

Lastariwati dan Ratnaningsih (2006) dalam Yunaeni (2009) menyebutkan remaja

yang masih dalam proses mencari jati diri, sering kali menjadi sasaran empuk

bagi produsen yang menawarkan produknya. Hal ini dikarenakan remaja paling

cepat dan efektif dalam penyerapan gaya hidup konsumtif, baik dalam kebutuhan

primer maupun kebutuhan sekunder.

Berdasarkan penelitian Putri (2004), menunjukkan bahwa terdapat

hubungan antara keterpaparan media dengan konsumsi suplemen. Karena

sebagian besar responden yaitu sebanyak 84% memperoleh informasi mengenai

suplemen berasal dari media masa seperti televisi, surat kabar/majalah.

16. Fast Food

Worthington (2000) menyebutkan bahwa pertumbuhan remaja

meningkatkan partisipasi dalam kehidupan sosial, dan aktivitas remaja dapat

menimbulkan dampak terhadap apa yang dimakan remaja. Remaja mulai dapat

membeli dan mempersiapkan makanan untuk mereka sendiri, dan biasanya

remaja lebih suka makanan serba instan yang berasal dari luar rumah seperti fast

food. Fast food mengandung zat gizi yang terbatas atau rendah, diantaranya

adalah kalsium, ribovlafin, vitamin A, magnesium, vitamin C, folat, dan serat.

Selain itu, kandungan lemak dan natrium cukup tinggi pada berbagai fast food.

Menurut Sekarindah (2008) alasan seseorang memilih makanan cepat

saji/fast food yaitu karena praktis, rasanya enak, mudah didapat dan tingkat
41

kesibukan yang tinggi sehingga tidak sempat menyiapkan makanan yang sehat

dan alami.

17. Pengetahuan Gizi

Notoatmodjo (2003) pengetahuan merupakan hasil dari tahu setelah

seseorang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Pengetahuan

merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang.

Perilaku yang dilakukan dengan berdasarkan pada pengetahuan akan bertahan

lebih lama dan kemungkinan menjadi perilaku yang melekat pada seseorang

dibandingkan jika tidak berdasarkan pengetahuan.

Khomsan (2007) menyebutkan bahwa pengetahuan gizi menjadi landasan

dalam menentukan konsumsi pangan individu. Jika seseorang memiliki

pengetahuan gizi yang baik maka cenderung untuk memilih makanan yang

bernilai gizi tinggi. Selain itu, pengetahuan gizi dapat meingkatkan seseorang

dalam menerapkan pengetahuan gizinya dalam memilih maupun mengolah

bahan makanan sehingga kebutuhan gizi tercukupi. Sedangkan Suhardjo (1986)

berpendapat bahwa penyebab penting gangguan gizi karena kurangnya

pengetahuan tentang gizi atau kemampuan untuk menerapkan informasi tersebut

dalam kehidupan sehari-hari.

Hasil penelitian Ramadani (2005) tentang konsumsi suplemen makanan

dan faktor-faktor yang berhubungan pada remaja SMA Islam AL Azhar 3 Jakarta

Selatan menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara pengetahuan

dengan konsumsi suplemen pada remaja (nilai P = 0,029). Responden yang


42

mengkonsumsi suplemen, lebih banyak yang berpengetahuan gizi baik yaitu

sebesar 78%, dibandingkan dengan yang berpengetahuan gizi kurang (57,6%).

Penelitian lain yang sejalan juga ditemukan pada penelitian Putri (2004),

yang menyebutkan bahwa ada perbedaan proporsi antara konsumsi suplemen

dengan pengetahuan gizi. Pada kelompok yang berpengetahuan gizi baik, 82,1%

responden mengkonsumsi suplemen, sedangkan 59,3% responden yang

mengkonsumsi suplemen berpengetahuan gizi kurang.

Dengan adanya perbedaan proporsi antara pengetahuan gizi dengan

konsumsi suplemen dapat disimpulkan bahwa responden dengan pengetahuan

gizi baik lebih cenderung mengkonsumsi suplemen.

18. Pengalaman Individu

Dalam perjalanan hidup manusia, terjadi berbagai macam pengalaman.

Salah satunya adalah pengalaman dalam mengkonsumsi makanan. Seseorang

tentu memiliki penilaian tersendiri terhadap jenis makanan tertentu. Ada yang

tiak mau mengkonsumsi makanan tertentu karena berdasarkan pengalaman

pribadi bahwa makanan tersebut menimbulkan alergi atau memiliki rasa yang

kurang enak, penampilan kurang menarik dan lain-lain (Suhardjo, 2006).

E. Kerangka Teori

Berdasarkan Kerangka Teori yang diambil dari teori Lastariwati dan

Ratnaningsih (2006) serta Worthington (2000), faktor-faktor yang diduga

berhungan dengan suplemen vitamin E digambarkan dalam bagan berikut:


43

Bagan 2.1

Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Tingkat Konsumsi Suplemen

Vitamin E Remaja

Faktor Internal Faktor Eksternal


1. Umur 1. Jumlah dan
2. Jenis Kelamin karakteristik keluarga
3. Uang saku 2. Peran orang tua
3. Teman Sebaya
4. Pemilihan dan arti
4. Sosial budaya
makanan
5. Media massa
5. Perkembangan Psikososial 6. Pengetahuan
6. Body Image (citra raga) 7. Pengalaman
7. Kesehatan

Konsumsi Suplemen Vitamin E

Modifikasi dari teori Lastariwati dan Ratnaningsih (2006) serta Worthington

(2000)
BAB III

KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

A. Kerangka Konsep

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan

dengan konsumsi suplemen vitamin E pada siswi SMA Negeri 65 Jakarta. Variabel

independen dalam penelitian ini adalah jumlah dan karakteristik keluarga (pendapatan

orang tua), konsumsi vitamin E dan lemak, teman sebaya, media massa, status sosial

ekonomi (uang saku), pengetahuan gizi, citra raga, dan status kesehatan. Variabel dalam

penelitian ini terdapat dalam bagan sebagai berikut:

Bagan 3.1.

Kerangka Konsep Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Konsumsi Suplemen

Vitamin E

Variable Independen Variable Dependen

Faktor Internal
1. Jumlah dan karakteristik keluarga
- Pendapatan Orang Tua
2. Uang saku
3. Status Kesehatan

Konsumsi Suplemen
Vitamin E

Faktor Eksternal
1. Pengetahuan
2. Teman Sebaya
3. Media massa
4. Citra Raga 44
Faktor usia dan jenis kelamin tidak diikutsertakan dalam penelitian ini karena

populasi penelitian berada dalam satu kelompok usia (homogen). Variabel pemilihan

dan arti makanan tidak diikutsertakan karena sudah diwakilkan oleh variabel teman

sebaya. Suhardjo (1986) mengatakan seseorang akan suka atau tidak sukanya terhadap

makanan dari rasa, karena rasa merupakan faktor penting dalam pemilihan makanan.

Seseorang dapat menilai rasa berdasarkan pengalaman dan cenderung akan

mempengaruhi pemilihan makanan. Kesukaan tersebut dapat dipengaruhi oleh teman

sebaya.

Variabel perkembangan psikososial tidak diikutsertakan dalam penenlitian ini

karena telah diwakilkan oleh variabel citra raga. Menurut Chaplin (2004) perkembangan

psikososial merupakan interaksi antara faktor-faktor sosial dan psikologis. Citra raga

merupakan kontrol sosial yang mempengaruhi bagaimana seseorang melihat dirinya dan

bagaimana ia dilihat orang lain.

45
B. Definisi Operasional

No Variabel Definisi Alat ukur Cara ukur Hasil ukur Skala


ukur

1. Konsumsi suplemen vitamin E Jumlah dosis suplemen Kuesioner Angket 1. ≥ 800 mg Ordinal
vitamin E per hari yang 2. < 800 mg
dikonsumsi dalam sebulan
terakhir.

2. Pendapatan orang tua Jumlah total pendapatan Kuesioner Angket 1. Cukup ( ≥ Rp.5.000.000) Ordinal
orang tua dalam satu bulan 2. Kurang (< Rp.5.000.000)
(Profil Kesehatan Indonesia
tahun 2001)

3. Uang Saku Jumlah uang dalam rupiah Kuesioner Angket 1. kecil (jika < mean) Ordinal
yang diberikan orang tua 2. besar (jika ≥ mean)
siswa setiap hari untuk
keperluan jajan

4. Status Kesehatan Ada/tidaknya penyakit Kuesioner Angket 1. Ada Ordinal


yang diderita oleh 2. Tidak Ada
responden selama satu
bulan terakhir

5. Pengetahuan Gizi dan Suplemen Tingkat pengetahuan Kuesioner Angket 1. kurang , bila nilai < 80 % Ordinal
responden dalam menjawab 2. Baik , bila nilai > 80 %
pertanyaan yang diajukan (Khomsan, 2003)
dalam kuesioner mengenai
suplemen makanan dan gizi
46
yang dihitung berdasarkan
jumlah yang benar

6. Pengaruh teman Pengakuan siswi mengenai Wawancara Kuesioner 1. Tidak ada pengaruh : Jika Ordinal
ada atau tidaknya pengaruh Skor 0
teman siswi terhadap 2. Ada pengaruh: Jika Skor
konsumsi suplemen vitamin ≥1
E.
7. Keterpaparan dengan Pernyataan responden Kuesioner Angket 1. Tidak terpapar, jika Ordinal
media/informasi mengenai pernah atau tidak responden menjawab ‘’
pernah mendapatkan tidak’’ pada item
informasi mengenai produk pertanyaan keterpaparan
& manfaat suplemen media/informasi (G3)
makanan melalui media 2. Terpapar, jika responden
komunikasi massa (TV, menjawab ‘ya” pada
Radio, Koran dan Majalah) item pertanyaan
atau media komunikasi keterpaparan (G3).
personal (orang tua, teman, (Setiawan, 2008)
guru, dokter atau ahli gizi)
dalam satu bulan terakhir.

8. Citra Raga Pandangan diri yang Kuesioner Angket 1. Negatif (jika < mean) Ordinal
berkaitan dengan sifat-sifat 2. Positif (jika ≥ mean)
fisik, khususnya (Andea, 2009)
dimaksudkan oleh
pemikiran mengenai
kecantikan dan kebutuhan
wajah.

47
48
C. Hipotesis

1. Ada hubungan antara faktor internal (pendapatan orang tua, uang saku, dan status

kesehatan) dengan konsumsi suplemen vitamin E pada siswi SMA Negeri 65

Jakarta

2. Ada hubungan antara faktor eksternal (pengetahuan, teman sebaya, media massa

dan citra raga) dengan konsumsi suplemen vitamin E pada siswi SMA Negeri 65

Jakarta

49
BAB IV

METODOLOGI PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan desain cross sectional karena pengambilan data

variabel independen dan variabel dependen dilakukan dalam waktu bersamaan.

Penelitian ini bersifat analitik karena akan melihat hubungan antara varibel

indepnden dan varibel dependen. Variabel independen yang diteliti adalah pekerjaan

orang tua, pendapatan orang tua, uang saku, status kesehatan, konsumsi vitamin E

dan lemak, pengetahuan gizi, teman sebaya, keterpaparan media massa, dan citra

raga.

B. Lokasi dan Waktu Penelitian

1. Lokasi Penelitian

Penelitian dilaksanakan di SMA Negeri 65 Jakarta.

2. Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan selama bulan Februari 2011.

C. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi penelitian ini adalah seluruh siswi SMA Negeri 65 Jakarta yang

mengkonsumsi suplemen vitamin E, baik yang duduk di kelas X, XI, atau kelas XII.

Jumlah keseluruhan siswi yang mengkonsumsi suplemen vitamin E sebanyak 125

orang.

49
2. Sampel

Sampel pada penelitian ini adalah siswi SMA Negeri 65 Jakarta yang bersedia

menjadi sampel dan mengisi angket. Sampel dari penelitian ini dipilih dengan

metode simple random sampling dan perhitungan jumlah sampel dengan rumus uji

hipotesis beda proporsi (Ariawan, 1998).

n
z 1 / 2 2 P (1  P )  z1  P1 (1  P1 )  P2 (1  P2 ) 
2

( P1  P2 ) 2

Keterangan :

n = Jumlah sampel yang dibutuhkan

1
2 = 0,05 (derajat kemaknaan 1,96)

1 
= Kekuatan uji 90 %

P = Proporsi rata-rata = (P1+ P2)/2 = 63.35 %

P1 = Proporsi responden yang terpapar promosi suplemen yang


mengkonsumsi suplemen 79.2 %

P2 = Proporsi responden yang tidak terpapar promosi suplemen


yang mengkonsumsi suplemen 47.5 %

( Nilai P1 dan P2 diperoleh dari penelitian Yunaeni, 2009)

Dari hasil perhitungan diatas diperoleh jumlah sampel minimal sebanyak 35

sampel, kemudian dikalikan dua menjadi 70 sampel. Untuk mengantisipasi

ketidaklengkapan data maka peneliti menambahkan 10% dari jumlah sampel

50
keseluruhan sehingga jumlah keseluruhan sampel yang akan diambil adalah 77

orang.

Pengambilan sampel dilakukan secara simple random sampling, sehingga

setiap populasi mempunyai peluang yang sama untuk dijadikan sampel.

D. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian adalah alat-alat yang akan digunakan untuk pengumpulan

data (Notoatmodjo, 2005). Instrumen Penelitian yang akan digunakan pada penelitian

ini adalah kuesioner. Kuesioner digunakan untuk mengisi pertanyaan mengenai

pekerjaan orang tua, pendapatan orang tua, uang saku, status kesehatan, pengetahuan

gizi, teman sebaya, keterpaparan media massa, dan citra raga.

E. Pengumpulan Data

Pengumpul data dilakukan oleh peneliti sendiri. Jenis data yang dikumpulkan

adalah data primer. Data primer dikumpulkan dengan wawancara dan observasi

langsung kepada siswi SMA Negeri 65 Jakarta dengan instrumen kuesioner yang

meliputi pendapatan orang tua, uang saku, status kesehatan, pengetahuan gizi,

pengaruh teman sebaya, keterpaparan media massa, dan citra raga.

F. Pengolahan Data

Adapun untuk tahapan-tahapan yang dilakukan dalam pengolahan data primer

dari variabel dependen dan variabel independen adalah sebagai berikut:

1. Mengkode data (data coding), yaitu membuat klasifikasi data dan memberi kode

pada jawaban dari setiap pertanyaan dalam kuisioner.

51
2. Menyunting data (data editing), yaitu kuisioner yang telah diisi dilihat

kelengkapan jawabannya, sebelum dilakukan proses pemasukan data ke dalam

komputer.

3. Membuat struktur data (data structure) dan file data (data file), yaitu membuat

tamplate sesuai dengan format kuisioner yang digunakan

4. Memasukan data (entry data), yaitu dilakukan pemasukan data ke dalam tamplate

yang telah dibuat.

5. Membersihkan data (data cleaning), yaitu data yang telah di entry dicek kembali

untuk memastikan bahwa data tersebut bersih dari kesalahan, baik kesalahan

pengkodean maupun kesalahan dalam membaca kode. Dengan demikian

diharapkan data tersebut benar-benar siap untuk dianalisis.

6. Manajemen dan manipulasi data.

G. Analisis Data

Analisis data dalam penelitian ini berupa analisis data univariat dan analisis data

bivariat.

1. Analisa Data Univariat

Analisa data univariat dilakukan untuk mengetahui gambaran distribusi frekuensi

masing-masing variabel baik independen maupun dependen.

2. Analisa Data Bivariat

Analisa data bivariat dilakukan untuk melihat apakah ada hubungan yang

bermakna antara variabel independen dan variabel dependen Pada analisa ini

digunakan uji chi square dengan rumus:

52
∑ (O - E)2

X2 =

DF = (k-1)(b-1)

Keterangan:

X2 = Chi square

O = Nilai observasi

E = Nilai Ekspektasi

k = Jumlah kolom

b = Jumlah baris

Melalui uji statistik chi square akan diperoleh nilai p, dimana dalam

penelitian ini digunakan tingkat kemaknaan sebesar 0.05. Penelitian antara dua

variabel dikatakan bermakna jika mempunyai nilai p≤0.05 dan dikatakan tidak

bermakna jika mempunyai nilai p≥0.05.

Jika variabel independen terdiri dari dua kategori dan dijumpai nilai E<5,

maka nilai p dapat dilihat dari nilai fisher exact. Jika tidak dijumpai nilai E<5, maka

nilai p dapat dilihat dari nilai continuity correction. Untuk variabel independen yang

lebih dari dua kategori, maka nilai p dapat dilihat dari nilai pearson chi square.

3. Analisis Multivariat

Analisis multivariat digunakan untuk mengetahui variabel independen mana

yang besar pengaruhnya terhadap variabel dependen. Analisis multivariat pada

penelitian ini menggunakan uji regresi logistik berganda karena variabel independen

dan dependen dalam bentuk data kategorik. Selanjutnya untuk Uji regresi logistik

53
berganda pada penelitian ini menggunakan model prediksi karena semua variabel

independen dianggap sama pentingnya, sehingga proses estimasi dapat dilakukan

dengan beberapa koefisien regresi logistik sekaligus (Riyanto, 2009).

Untuk mengetahui variabel independen yang paling berhubungan dengan

melihat nilai Odds Ratio (OR). Nilai OR = 1 memiliki makna bahwa tidak ada

hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen. Jika nilai OR < 1

artinya variabel independen merupakan faktor protektif terhadap variabel dependen

dan jika nilai OR > 1 artinya variabel independen merupakan faktor resiko terhadap

variabel dependen.

Langkah-langkah dalam melakukan analisis multivariat yaitu (Riyanto,

2009):

a. Seleksi kandidat model multivariat. Melakukan analisis bivariat antara

masing-masing variabel independen dengan variabel dependennya. Bila

hasil uji bivariat mempunyai nilai p ≤ 0,25, maka variabel tersebut dapat

masuk model multivariat. Namun, bisa saja variabel dengan nilai p > 0,25

tetap ikut ke model multivariat bila variabel tersebut secara substansi

berhubungan.

b. Pemodelan multivariat. Pada tahap ini variabel yang masuk ke dalam

kandidat model multivariat dianalisis secara bersamaan. Variabel yang

valid dalam model multivariat adalah variabel yang mempunyai nilai p≤

0,05. Apabila di dalam model ditemui nilai p>0,05, maka variabel tersebut

harus dikeluarkan dari model. Pengeluaran model harus bertahap dimulai

dari variabel dengan nila p terbesar.

54
c. Uji interaksi. Setelah memperoleh model yang memuat variabel-variabel

penting, maka langkah terakhir adalah memeriksa apakah ada interaksi

antar variabel independen. Uji interaksi dilakukan pada variabel yang

diduga secara substansi ada interaksi.

55
56

BAB V

HASIL

5.1 Gambaran Umum SMAN 65 Jakarta

SMAN 65 Jakarta terletak di Jalan Raya Panjang Kecamatan Kebon Jeruk Jakarta

Barat. Jumlah seluruh siswa di SMAN 65 Jakarta tahun 2011 berjumlah 625 siswa, dengan

siswa perempuan berjumlah 351 siswa dan siswa laki-laki berjumlah 274 siswa. Dibawah ini

dapat dilihat distribusi frekuensi siswa SMAN 65 Jakarta tahun 2011 berdasarkan jenis

kelamin.

Tabel 5.1
Distribusi Frekuensi Jumlah Siswa SMAN 65 Jakarta Tahun 2011
Berdasarkan Jenis Kelamin

Jenis Kelamin Jumlah Persentase


Laki-laki 274 43,84
Perempuan 351 56,16
Total 625 100
Sumber: Profil SMAN 65 Jakarta tahun 2011

Pada penelitian ini yang menjadi responden hanya siswa perempuan kelas X sampai

kelas XII yang mengkonsumsi suplemen vitamin E.

5.2 Gambaran Hasil Analisis Univariat

Analisis univariat adalah distribusi frekuensi untuk mendapatkan gambaran dari

variabel dependen dan variabel independen.


57

5.2.1 Gambaran Konsumsi Suplemen Vitamin E

Konsumsi suplemen vitamin E ini dikategorikan menjadi dua, yaitu

“mengkonsumsi melebihi batas toleransi” (≥800 mg) dan “tidak melebihi batas

toleransi” (<800 mg). Adapun gambaran konsumsi suplemen vitamin E pada siswi

SMAN 65 Jakarta dapat dilihat pada tabel dibawah ini:

Tabel 5.2
Distribusi Frekuensi Konsumsi Suplemen Vitamin E Siswi SMAN 65 Jakarta
Tahun 2011
Konsumsi Suplemen Vitamin E Jumlah Persentase
Melebihi batas toleransi 16 20,8
Tidak melebihi batas toleransi 61 79,2
Total 77 100
Sumber: Data Primer

Berdasarkan tabel tersebut diketahui bahwa dari 77 responden yang diteliti,

proporsi siswi yang mengkonsumsi suplemen vitamin E dengan tidak melebihi batas

toleransi lebih banyak (79,2%) dibandingkan dengan siswi yang mengkonsumsi

suplemen vitamin E dengan melebihi batas toleransi.

Dari hasil analisis juga diketahui jenis suplemen vitamin E yang dikonsumsi

oleh siswi SMAN 65 jakarta. Adapun distribusi frekuensi jenis suplemen vitamin E

yang dikonsumsi adalah sebagai berikut:


58

Tabel 5.3
Jenis Suplemen Vitamin E Yang Dikonsumsi Oleh Siswi SMAN 65 Jakarta
Tahun 2011
Jenis Suplemen ∑ Responden Persen (%)
Natur E 32 41,5
Nourish Skin 15 19,5
Ever E 10 13
HemavitonSkin Nutrien 8 10,4
Evion 12 15,6
Total 77 100
Sumber: Data Primer

Dari tabel 5.3 diatas dapat diketahui bahwa merek suplemen vitamin E yang

paling banyak dikonsumsi oleh responden adalah Natur E (41,5%), Nourish Skin

(19,5%), dan Evion (15,6%).

5.2.2 Gambaran Pendapatan Orang Tua Siswi SMAN 65 Jakarta

Pendapatan orang tua dalam penelitian ini dikategorikan menjadi dua yaitu

pendapatan cukup dan kurang, dikatakan memiliki pendapatan cukup apabila ≥ Rp.

5.000.000,00/bulan dan pendapatan kurang apabila < Rp. 5.000.000,00/bulan.

Pengkategorian tersebut didasarkan pada profil kesehatan Indonesia tahun 2001.

Adapun gambaran distribusi frekuensi pendapatan orang tua dapat dilihat pada tabel

di bawah ini:

Tabel 5.4
Distribusi Frekuensi Pendapatan Orang Tua Siswi SMAN 65 Jakarta Tahun
2011
Pendapatan orang tua Jumlah Persentase
Cukup 42 54,5
Kurang 35 45,5
Total 77 100
Sumber:Data Primer
59

Berdasarkan tabel 5.4 diketahui bahwa dari 77 responden, siswi yang

memiliki pendapatan orang tua pada kategori cukup lebih banyak yaitu sebanyak 42

(54,5%) dibandingkan dengan siswi yang memiliki pendapatan orang tua pada

kategori kurang yaitu sebanyak 35 siswi (45,5%).

5.2.3 Gambaran Uang Saku Siswi SMAN 65 Jakarta

Uang saku dalam penelitian ini dikategorikan menjadi besar dan kecil. Uang

saku siswi dikatakan besar jika ≥ rata-rata uang saku pada responden dalam

penelitian ini (Rp. 15.000,00) dan dikatakan kecil jika < rata-rata uang saku pada

responden dalam penelitian ini. Adapun gambaran distribusi frekuensi uang saku

siswi SMAN 65 Jakarta dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

Tabel 5.5
Distribusi Frekuensi Uang Saku Siswi SMAN 65 Jakarta Tahun 2011
Uang Saku Jumlah Persentase
Kecil 20 26
Besar 57 74
Total 77 100
Sumber:Data Primer

Berdasarkan tabel tersebut diketahui dari 77 responden yang diteliti, siswi yang

mempunyai uang saku besar yaitu sebanyak 57 (74%) lebih banyak dibandingkan

dengan siswi yang mempunyai uang saku kecil yaitu sebanyak 20 (26%).

5.2.4 Gambaran Status Kesehatan Siswi SMAN 65 Jakarta

Status kesehatan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah ada/tidaknya


60

penyakit yang diderita oleh responden selama satu bulan terakhir. Status kesehatan

tersebut dikategorikan menjadi ada dan tidak ada. Dikatakan “ada”, jika siswi

mengalami sakit dalam sebulan terakhir saat penelitian dilakukan, dan dikatakan

“tidak ada”, jika siswi tidak mengalami sakit dalam sebulan terakhir saat penelitian

dilakukan. Adapun gambaran distribusi frekuensi status kesehatan siswi SMAN 65

Jakarta dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

Tabel 5.6
Distribusi Frekuensi Status Kesehatan Siswi SMAN 65 Jakarta Tahun 2011
Status Kesehatan Jumlah Persentase
Tidak Ada 48 62,3
Ada 29 37,7
Total 77 100
Sumber:Data Primer

Dari tabel 5.6 diketahui bahwa dari 77 responden, siswi yang tidak menderita

suatu penyakit lebih banyak yaitu sebesar 62,3% dibandingkan dengan siswi yang

menderita suatu penyakit yaitu 37,7%.

Selanjutnya dari hasil analisis juga diketahui jenis penyakit yang diderita oleh

siswi tersebut diantaranya adalah demam tifoid dan ISPA (Infeksi Saluran

Pernapasan Akut). Siswi yang menderita ISPA lebih banyak yaitu 62,12%

dibandingkan dengan siswi yang menderita demam tifoid yaitu sebanyak 37,88%.

5.2.5 Gambaran Pengetahuan Gizi Siswi SMAN 65 Jakarta

Pengetahuan gizi dalam penelitian ini dikategorikan menjadi dua yaitu

pengetahuan gizi baik dan kurang. Siswi dikatakan memiliki pengetahuan gizi baik
61

apabila ≥ 80% seluruh jawaban benar dan kurang apabila < 80% seluruh jawaban

benar (Khomsan, 2000). Adapun gambaran distribusi frekuensi pengetahuan gizi

siswi SMAN 65 Jakarta dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

Tabel 5.7
Distribusi Pengetahuan Gizi pada Siswi di SMAN 65 Jakarta tahun 2011
Pengetahuan Gizi Jumlah Persentase
Kurang 31 40,3
Baik 46 59.7
Total 77 100
Sumber:Data Primer

Berdasarkan tabel 5.7 diketahui bahwa dari 77 responden, siswi yang memiliki

pengetahuan gizi baik lebih banyak yaitu sebanyak 59,7% dibandingkan dengan

siswi yang memiliki pengetahuan gizi kurang yaitu sebanyak 40,3%.

Selanjutnya hasil analisis menunjukkan terdapat 64,6% siswi salah dalam

menjawab pertanyaan mengenai vitamin E termasuk dalam vitamin larut lemak, dan

sebanyak 58,3% siswi salah dalam menjawab pertanyaan mengenai kelebihan

konsumsi suplemen vitamin E dapat menjadikan kulit semakin cerah dan cantik.

5.2.6 Gambaran Pengaruh Teman pada Siswi SMAN 65 Jakarta

Gambaran distribusi frekuensi pengaruh teman dapat dilihat pada tabel 5.8

dibawah ini:
62

Tabel 5.8
Distribusi Pengaruh Teman pada Siswi di SMAN 65 Jakarta tahun 2011
Pengaruh Teman Jumlah Persentase
Tidak ada pengaruh 46 59.7
Ada pengaruh 31 40,3
Total 77 100
Sumber:Data Primer

Berdasarkan tabel tersebut diketahui sebanyak 31 responden (40,3%)

mendapatkan pengaruh dari temannya dalam mengkonsumsi suplemen vitamin E.

Sedangkan yang tidak mendapatkan pengaruh dari teman lebih banyak, yaitu 59,7%.

5.2.7 Gambaran Keterpaparan Media/Informasi Suplemen vitamin E pada Siswi di

SMAN 65 Jakarta

Distribusi frekuensi keterpaparan media/informasi suplemen vitamin E pada

siswi di SMAN 65 Jakarta dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 5.9
Distribusi Keterpaparan Media/Informasi Suplemen Vitamin E pada Siswi
di SMAN 65 Jakarta tahun 2011
Pengaruh Media Jumlah Persentase
Tidak terpapar 45 58,4
Terpapar 32 41,6
Total 77 100
Sumber:Data Primer

Berdasarkan tabel 5.9 diketahui bahwa siswi yang terpapar media/informasi

yaitu sebesar 58,4% (45 siswi) sedangkan siswi yang tidak terpapar media yaitu

sebesar 41,6% (32 siswi).

Dalam analisis juga didapatkan sebanyak 47% siswi mendapatkan informasi


63

mengenai suplemen vitamin E dari televisi, 31,2% dari majalah, dan sebanyak

21,8% dari radio.

5.2.8 Gambaran Citra Raga pada Siswi di SMAN 65 Jakarta

Distribusi frekuensi gambaran citra raga pada siswi di SMAN 65 Jakarta dapat

dilihat pada tabel berikut.

Tabel 5.10
Distribusi Citra Raga pada Siswi
di SMAN 65 Jakarta tahun 2011
Citra Raga Jumlah Persentase
Negatif 46 59,7
Positif 31 40,3
Total 77 100

Citra raga dalam penelitian ini dikategorikan menjadi negatif dan positif. Citra

raga dikatakan negatif jika < rata-rata (mean) dari skor skala citra raga, yakni 24,69.

Sedangkan citra raga dikatakan positif jika ≥ rata-rata skor skala citra raga pada

responden dalam penelitian ini (24,69).

Berdasarkan hasil tersebut didapatkan lebih banyak responden yang

memandang citra raga secara negatif dibandingkan dengan positif yakni sebesar 46

responden (59,7%).

5.3 Gambaran Hasil Analisis Bivariat

Pada analisis bivariat ini akan disajikan hubungan antara masing-masing variabel

independen dengan variabel independen.


64

5.3.1 Hubungan antara pendapatan orang tua dengan konsumsi suplemen vitamin E

Untuk mengetahui hubungan antara pendapatan orang tua dengan konsumsi

suplemen vitamin E pada siswi di SMAN 65 Jakarta tahun 2011 digunakan uji chi-

square yang disajikan pada tabel 5.11 di bawah ini:

Tabel 5.11
Hubungan Pendapatan Orang Tua dengan Konsumsi Suplemen Vitamin E
pada siswi di SMAN 65 Jakarta tahun 2011
Konsumsi Suplemen
Vit E
Melebihi Tidak
Total
Pendapatan batas melebihi OR (95% CI) P-value
Orang Tua toleransi batas
toleransi
N % N % N %
Cukup 13 31 29 69 42 100 4,78
Kurang 3 8,6 32 91,4 35 100 (1,24-18,49) 0,023
Total 16 20,8 61 79,2 77 100
Sumber:Data Primer

Berdasarkan tabel 5.11 hasil analisis hubungan antara pendapatan orang

tua dengan konsumsi suplemen vitamin E pada siswi di SMAN 65 Jakarta diperoleh

bahwa diantara 42 responden yang pendapatan orang tuanya cukup, terdapat 13

responden (31%) yang mengkonsumsi suplemen vitamin E melebihi batas toleransi.

Sedangkan diantara 35 responden yang pendapatan orang tuanya kurang, terdapat 3

responden (8,6%) yang mengkonsumsi suplemen vitamin E melebihi batas toleransi.

Berdasarkan hasil uji statistik diperoleh nilai Pvalue 0,023. Hal ini menunjukkan

Pvalue < 0,05 artinya pada α=5% terdapat hubungan yang bermakna antara

pendapatan orang tua dengan konsumsi suplemen vitamin E.


65

Dari hasil analisis diperoleh juga nilai OR = 4,78, artinya siswi yang

pendapatan orang tuanya cukup, memiliki kecendrungan untuk mengkonsumsi

suplemen vitamin E melebihi batas toleransi 4,78 kali dibandingkan dengan siswi

dengan pendapatan orang tuanya kurang.

5.3.2 Hubungan antara uang saku dengan konsumsi suplemen vitamin E

Untuk mengetahui hubungan antara uang saku dengan konsumsi suplemen

vitamin E pada siswi di SMAN 65 Jakarta tahun 2011 digunakan uji chi-square yang

disajikan pada tabel 5.12 di bawah ini:

Tabel 5.12
Hubungan Uang Saku dengan Konsumsi Suplemen Vitamin E pada siswi di
SMAN 65 Jakarta tahun 2011
Konsumsi Suplemen
Total OR (95% CI) P-value
Vit E
Melebihi Tidak
batas melebihi
Uang Saku
toleransi batas
toleransi
N % N % N %
Kecil 3 15 17 85 20 100 0,597
Besar 13 22,8 44 77,2 57 100 (0,151-2,361) 0,54
Total 16 20,8 61 79.2 77 100
Sumber:Data Primer

Berdasarkan tabel 5.12 hasil analisis hubungan antara uang saku dengan

konsumsi suplemen vitamin E pada siswi di SMAN 65 Jakarta diperoleh bahwa

diantara 20 siswi yang uang sakunya kecil, terdapat 3 siswi (15%) yang

mengkonsumsi suplemen vitamin E melebihi batas toleransi. Sedangkan diantara 57


66

siswi yang uang sakunya besar, terdapat 13 siswi (22,8%) yang mengkonsumsi

suplemen vitamin E melebihi batas toleransi. Berdasarkan hasil uji statistik diperoleh

nilai Pvalue 0,54. Hal ini menunjukkan Pvalue > 0,05 artinya pada α=5% tidak ada

hubungan yang bermakna antara uang saku dengan konsumsi suplemen vitamin E.

Dari hasil analisis diperoleh juga nilai OR = 0,597, artinya siswi yang

tergolong uang saku kecil memiliki peluang 0,597 untuk mengkonsumsi suplemen

vitamin E melebihi batas toleransi dibandingkan dengan siswi yang tergolong uang

saku besar.

5.3.3 Hubungan antara status kesehatan dengan konsumsi suplemen vitamin E

Untuk mengetahui hubungan antara status kesehatan dengan konsumsi suplemen

vitamin E pada siswi di SMAN 65 Jakarta tahun 2011 digunakan uji chi-square yang

disajikan pada tabel 5.13 di bawah ini:

Tabel 5.13
Hubungan Status Kesehatan dengan Konsumsi Suplemen Vitamin E pada
siswi di SMAN 65 Jakarta tahun 2011
Konsumsi Suplemen
Vit E
Melebihi Tidak
Total
Status batas melebihi OR (95% CI) P-value
Kesehatan toleransi batas
toleransi
N % N % N %
Tidak ada 5 17,2 24 82,8 29 100 0,701
Ada 11 22,9 37 77,1 48 100 (0,218-2,270) 0,773
Total 16 20,8 61 79,2 77 100
Sumber:Data Primer
67

Berdasarkan table 5.13 hasil analisis hubungan antara status kesehatan

dengan konsumsi suplemen vitamin E pada siswi di SMAN 65 Jakarta diperoleh

bahwa diantara 29 siswi yang tidak menderita suatu penyakit, terdapat 5 siswi

(17,2%) yang mengkonsumsi suplemen vitamin E melebihi batas toleransi.

Sedangkan diantara 48 siswi yang menderita suatu penyakit, terdapat 11 siswi

(22,9%) yang mengkonsumsi suplemen vitamin E melebihi batas toleransi.

Berdasarkan hasil uji statistik diperoleh nilai Pvalue 0,773. Hal ini menunjukkan

Pvalue > 0,05 artinya pada α=5% tidak ada hubungan yang bermakna antara status

kesehatan dengan konsumsi suplemen vitamin E.

Dari hasil analisis diperoleh juga nilai OR=0,701, artinya siswi yang tidak

mempunyai penyakit memiliki peluang 0,701 kali untuk mengkonsumsi suplemen

vitamin E melebihi batas toleransi dibandingkan dengan siswi yang mengalami sakit.

5.3.4 Hubungan antara pengetahuan gizi dengan konsumsi suplemen vitamin E

Untuk mengetahui hubungan antara pengetahuan gizi dengan konsumsi suplemen

vitamin E pada siswi di SMAN 65 Jakarta tahun 2011 digunakan uji chi-square yang

disajikan pada tabel 5.14 di bawah ini:


68

Tabel 5.14
Hubungan Pengetahuan Gizi dengan Konsumsi Suplemen Vitamin E pada
siswi di SMAN 65 Jakarta tahun 2011
Konsumsi
Suplemen Vit E
Melebihi Tidak
Total P-
Pengetahuan batas melebihi OR (95% CI)
value
Gizi toleransi batas
toleransi
N % N % N %
Kurang 13 41,9 18 58,1 31 100 10,352
Baik 3 6,5 43 93,5 46 100 (2,629-40,76) 0,000
Total 16 20,8 61 79,2 77 100
Sumber:Data Primer

Berdasarkan table 5.14 hasil analisis hubungan antara pengetahuan gizi

dengan konsumsi suplemen vitamin E pada siswi di SMAN 65 Jakarta diperoleh

bahwa diantara 31 siswi dengan pengetahuan gizi kurang, terdapat 13 siswi (41,9%)

yang mengkonsumsi suplemen vitamin E melebihi batas toleransi. Sedangkan

diantara 46 siswi dengan pengetahuan gizi baik, terdapat 3 siswi (6,5%) yang

mengkonsumsi suplemen vitamin E melebihi batas toleransi. Berdasarkan hasil uji

statistik diperoleh nilai Pvalue 0,000. Hal ini menunjukkan Pvalue < 0,05 artinya

pada α=5% terdapat hubungan yang bermakna antara pengetahuan gizi dengan

konsumsi suplemen vitamin E.

Dari hasil analisis diperoleh juga nilai OR 10,352, artinya siswi dengan

pengetahuan gizi kurang memiliki peluang 10,352 kali untu mengkonsumsi

suplemen vitamin E melebihi batas toleransi dibandingkan dengan siswi yang

pengetahuan gizi baik.


69

5.3.5 Hubungan antara pengaruh teman dengan konsumsi suplemen vitamin E

Untuk mengetahui hubungan antara pengaruh teman dengan konsumsi suplemen

vitamin E pada siswi di SMAN 65 Jakarta tahun 2011 digunakan uji chi-square yang

disajikan pada tabel 5.15 di bawah ini:

Tabel 5.15
Hubungan pengaruh teman dengan Konsumsi Suplemen Vitamin E pada siswi
di SMAN 65 Jakarta tahun 2011
Konsumsi Suplemen
Vit E
Melebihi Tidak
Total
Pengaruh batas melebihi OR (95% CI) P-value
teman toleransi batas
toleransi
N % N % N %
Tidak ada 4 8,7 42 91,3 46 100 0,151
Ada 12 38,7 19 61,3 31 100 (0,043-0,529) 0,003
Total 16 20,8 61 79,2 77 100
Sumber:Data Primer

Berdasarkan table 5.15 hasil analisis hubungan antara pengaruh teman

dengan konsumsi suplemen vitamin E pada siswi di SMAN 65 Jakarta diperoleh

bahwa diantara 46 siswi yang tidak ada pengaruh teman, sebanyak 4 (8,7%) siswi

yang mengkonsumsi suplemen vitamin E melebihi batas toleransi. Sedangkan

diantara 31 siswi yang ada pengaruh teman, terdapat 12 siswi (38,7%) yang

mengkonsumsi suplemen vitamin E melebihi batas toleransi. Berdasarkan hasil uji

statistik diperoleh nilai Pvalue 0,003. Hal ini menunjukkan Pvalue < 0,05 artinya

pada α=5% terdapat hubungan yang bermakna antara pengetahuan gizi dengan

konsumsi suplemen vitamin E.


70

Dari hasil analisis diperoleh juga nilai OR = 0,151, artinya siswi yang

tidak ada pengaruh dari teman memiliki peluang 0,151 kali untuk mengkonsumsi

suplemen vitamin E melebihi batas toleransi dibandingkan dengan siswi yang ada

pengaruh dari teman.

5.3.6 Hubungan antara keterpaparan media dengan konsumsi suplemen vitamin E

Untuk mengetahui hubungan antara keterpaparan media dengan konsumsi

suplemen vitamin E pada siswi di SMAN 65 Jakarta tahun 2011 digunakan uji chi-

square yang disajikan pada tabel 5.16 di bawah ini:

Tabel 5.16
Hubungan Keterpaparan Media dengan Konsumsi Suplemen Vitamin E pada
siswi di SMAN 65 Jakarta tahun 2011
Konsumsi
Suplemen Vit E
Melebihi Tidak
Total P-
Keterpaparan batas melebihi OR (95% CI)
value
Media toleransi batas
toleransi
N % N % N %
Tidak terpapar 5 11,4 39 88,6 41 100 0,256
Terpapar 11 33,3 22 66,7 33 100 (0,079-0,834) 0,025
Total 16 20,8 61 79,2 77 100
Sumber:Data Primer

Berdasarkan table 5.16 hasil analisis hubungan antara keterpaparan media

dengan konsumsi suplemen vitamin E pada siswi di SMAN 65 Jakarta diperoleh

bahwa diantara 41 siswi yang tidak terpapar media, terdapat 5 siswi (11,4%) yang

mengkonsumsi suplemen vitamin E melebihi batas toleransi. Sedangkan 33 siswi

yang terpapar media, terdapat 11 siswi (33,3) mengkonsumsi suplemen vitamin E


71

melebihi batas toleransi. Berdasarkan hasil uji statistik diperoleh nilai Pvalue 0,025.

Hal ini menunjukkan Pvalue < 0,05 artinya pada α=5% terdapat hubungan yang

bermakna antara keterpaparan media dengan konsumsi suplemen vitamin E.

Dari hasil analisis diperoleh juga nilai OR=0,256, artinya siswi yang tidak

terpapar oleh media mempunyai peluang 0,256 kali untuk mengkonsumsi suplemen

vitamin E melebihi batas toleransi dibandingkan dengan siswi yang terpapar oleh

media.

5.3.7 Hubungan antara citra raga dengan konsumsi suplemen vitamin E

Untuk mengetahui hubungan antara citra raga dengan konsumsi suplemen

vitamin E pada siswi di SMAN 65 Jakarta tahun 2011 digunakan uji chi-square yang

disajikan pada tabel 5.16 di bawah ini:

Tabel 5.17
Hubungan Citra Raga dengan Konsumsi Suplemen Vitamin E pada siswi di
SMAN 65 Jakarta tahun 2011
Konsumsi
Suplemen Vit E
Melebihi Tidak
Total P-
batas melebihi OR (95% CI)
Citra Raga value
toleransi batas
toleransi
N % N % N %
Negatif 15 32,6 31 67,4 46 100 14,5
Positif 1 3,2 30 96,8 31 100 (1,8-116,8) 0,001
Total 16 20,8 61 79,2 77 100
Sumber:Data Primer

Berdasarkan table 5.16 hasil analisis hubungan antara citra raga dengan

konsumsi suplemen vitamin E pada siswi di SMAN 65 Jakarta diperoleh bahwa


72

diantara 46 siswi yang memandang citra raga negatif, terdapat 15 siswi (32,6%)

yang mengkonsumsi suplemen vitamin E melebihi batas toleransi. Sedangkan

diantara 31 siswi yang memandang citra raga positif, hanya 1 siswi (3,2%)

mengkonsumsi suplemen vitamin E melebihi batas toleransi. Berdasarkan hasil uji

statistik diperoleh nilai Pvalue 0,001. Hal ini menunjukkan Pvalue < 0,05 artinya

pada α=5% terdapat hubungan yang bermakna antara citra raga dengan konsumsi

suplemen vitamin E.

Dari hasil analisis diperoleh juga nilai OR=14,5, artinya siswi yang

memandang citra raga negatif mempunyai peluang 14,5 kali untuk mengkonsumsi

suplemen vitamin E melebihi batas toleransi dibandingkan dengan siswi yang

memandang citra raga positif.

5.4 Analisis Multivariat

5.4.1 Faktor Paling Dominan Berhubungan Dengan Konsumsi Suplemen Vitamin E


pada siswi di SMAN 65 Jakarta

Analisis multivariat digunakan untuk mengetahui faktor paling dominan

yang berhubungan dengan konsumsi suplemen vitamin E pada siswi di SMAN 65

Jakarta tahun 2011, yaitu dengan menggunakan uji regresi logistik berganda dengan

model prediksi yaitu dengan cara menseleksi variabel independennya, maka tahapan

yang dilakukan adalah sebagai berikut:


73

1. Pemilihan Variabel Kandidat yang Akan Masuk Model

Untuk melihat model multivariat, terlebih dahulu dilakukan analisis

bivariat antara pendapatan orang tua, uang saku, status kesehatan, pengetahuan,

teman sebaya, media massa dan citra raga dengan variabel konsumsi suplemen

vitamin E. Tahapan analisis multivariat yang dilakukan adalah melakukan

pemilihan kandidat yang akan masuk model. Dalam penelitian ini ada enam

variabel yang akan diuji sebagai kandidat yang akan masuk model yaitu

pendapatan, pengetahuan, pengaruh teman, media massa dan citra raga. Untuk

memilih kandidat model, hanya variabel yang memiliki Pvalue < 0,25 yang akan

dimasukkan dalam model multivariat. Hasil pemilihan kandidat model dapat

dilihat pada tabel 5.18 berikut ini:

Tabel 5.18
Pemilihan Kandidat Variabel Independen yang Akan Masuk Model
Multivariat
No Variabel P-Value
1 Pendapatan 0,023*
2 Uang Saku 0,54
3 Status Kesehatan 0,773
4 Pengetahuan 0,000*
5 Pengaruh Teman 0,003*
6 Media Massa 0,025*
7 Citra Raga 0,001*

Sumber:Data Primer

Berdasarkan tabel 5.18 diperoleh bahwa diantara 7 variabel independen,

terdapat 5 variabel yang memiliki Pvalue < 0,25. Oleh karena itu, variabel yang
74

akan masuk kedalam model adalah variabel pendapatan, pengetahuan,

pengaruh teman, media massa, dan citra raga.

2. Pembuatan Model Prediksi Penentu Konsumsi Suplemen Vitamin E

Dalam pemodelan ini semua variabel kandidat dicobakan secara

bersama-sama. Variabel independen dimasukkan ke dalam model, kemudian

variabel yang nilai Pwald-nya tidak signifikan (Pwald > 0,05) dikeluarkan dari

model secara berurutan dimulai dari variabel dengan nilai Pwald-nya yang

terbesar. Hasil pembuatan model dapat dilihat pada tabel 5.19 sebagai berikut:

Tabel 5.19
Hasil Pemodelan Prediksi Konsumsi Suplemen Vitamin E
Variabel Pvalue
Model 1 Model 2 Model 3
Pendapatan 0,193 - -
Pengetahuan 0,009 0,006 0,004
Pengaruh Teman 0,035 0,019 0,017
Media massa 0,069 0,068 -
Citra raga 0,043 0,028 0,017

Sumber:Data Primer

Berdasarkan tabel 5.19 diperoleh hasil bahwa pada penelitian ini

memiliki tiga model, model pertama menunjukkan bahwa variabel pendapatan

dan media massa memiliki nilai Pvalue > 0,05 dan variabel pendapatan

memiliki nilai Pvalue paling besar, sehingga pada model selanjutnya tidak

mengikutsertakan variabel pekerjaan. Kemudian pada model kedua, hasil

analisis menunjukkan bahwa variabel media massa memiliki nilai Pvalue >

0,05, sehingga pada model selanjutnya tidak mengikutsertakan variabel media


75

massa. Selanjutnya pada model ketiga hasil analisis menunjukkan bahwa

variabel pengetahuan, pengaruh teman, dan citra raga memiliki Pvalue berturut-

turut sebesar 0,004, 0,017 dan 0,017. Hal ini menunjukkan bahwa variabel

pengetahuan, pengaruh teman, dan citra raga diduga memiliki hubungan

dengan konsumsi suplemen vitamin E pada siswi di SMAN 65 Jakarta tahun

2011.

3. Uji Interaksi

Uji interaksi adalah uji untuk mengetahui interaksi antar variabel.

Dalam uji interaksi, pemilihan variabel yang berinteraksi antar variabel

independen didasarkan substansi. Berdasarkan variabel yang masuk model

multivariat, maka variabel yang mungkin berinteraksi adalah variabel

pengetahuan dan citra raga terkait dengan konsumsi suplemen vitamin E. Hasil

uji interaksi dapat dilihat pada tabel 5.20 sebagai berikut:

Tabel 5.20
Hasil Uji Interaksi
No Variabel P-value
1 Pengetahuan*Citra Raga 0,468
Sumber: Data Primer

Dari hasil uji interaksi pengetahuan dengan citra raga diperoleh Pvalue

sebesar 0,468, hal ini menunjukkan tidak ada interaksi antara pengetahuan

dengan citra raga (Pvalue > 0,005).


76

4. Penyusunan Model Akhir

Setelah dilakukan analisis, ternyata pengetahuan, pengaruh teman, dan

citra raga merupakan faktor risiko utama konsumsi suplemen vitamin E pada

siswi, maka modelnya dapat dilihat pada tabel 5.21 sebagai berikut:

Tabel 5.21
Model Prediksi Konsumsi Suplemen Vitamin E pada Siswi di SMAN 65
Jakarta Tahun 2011
Variabel B Wald Pwald OR 95% CI
Pengetahuan 2.302 8,390 0,004 9,997 2,105-47,471
Pengaruh teman -1,816 5,649 0,017 0,163 0,036-0,727
Citra Raga 2.778 5,714 0,017 16,088 1,649-156,94
Constant -2.512 1,641 0,2
-2 Log Likelihood = 54,680
Negelkerke R square = 0,419

Berdasarkan tabel 5.21, diketahui variabel pengetahuan, pengaruh

teman, dan citra raga terbukti berhubungan signifikan dengan konsumsi

supelmen vitamin E pada siswi. Dari hasil analisis juga diperoleh nilai OR

pengetahuan adalah 9,997 artinya siswi yang pengetahuannya kurang

berpeluang untuk mengkonsumsi suplemen vitamin E melebihi batas toleransi

sebesar 9,997 kali dibandingkan dengan siswi yang pengetahuannya baik

setelah dikontrol variabel pengaruh teman dan citra raga.

Variabel pengaruh teman berdasarkan hasil analisis diperoleh nilai OR

sebesar 0,163 artinya semakin terpengaruh dengan teman, maka siswi

berpeluang untuk mengkonsumsi suplemen vitamin E melebihi batas toleransi

sebesar 0,163 kali dibandingkan dengan siswi yang tidak terpengaruh teman.
77

Selanjutnya variabel citra raga berdasarkan hasil analisis diperoleh nilai

OR sebesar 16,088 artinya jika siswi memandang citra raga negatif, maka

berpeluang untuk mengkonsumsi suplemen vitamin E melebihi batas toleransi

sebesar 16,088 kali dibandingkan dengan siswi yang memandang citra raga

positif. Maka dapat disimpulkan bahwa variabel pengetahuan, pengaruh teman,

dan citra raga merupakan tiga variabel yang diduga memiliki hubungan dengan

konsumsi suplemen vitamin E pada siswi di SMAN 65 Jakarta tahun 2011.

Berdasarkan nilai OR dari ketiga variabel yang diduga berhubungan

dengan konsumsi suplemen vitamin E pada siswi di SMAN 65 Jakarta

tahun2011, dapat diketahui variabel mana yang paling besar berhubungan

terhadap konsumsi suplemen vitamin E. Semakin besar nilai OR maka semakin

besar pula pengaruhnya. Berdasarkan tabel 5.21 tersebut terlihat bahwa OR

citra raga yang paling besar nilainya. Dengan demikian citra raga merupakan

variabel yang paling berhubungan dengan konsumsi suplemen vitamin E pada

siswi di SMAN 65 Jakarta tahun 2011. Dari hasil analisis multivariat secara

keseluruhan, maka persamaan regresi yang diperoleh adalah sebagai berikut:

Logit Konsumsi Suplemen Vitamin E= -2,512+(2,302*pengetahuan

gizi) + (-1,816*pengaruh teman)+(2,778*citra raga)

Dengan model persamaan tersebut, maka dapat memperkirakan

konsumsi suplemen vitamin E dengan menggunakan variabel pengetahuan gizi,

pengaruh teman dan citra raga. Persamaan tersebut menunjukkan bahwa

konsumsi suplemen vitamin E akan berubah menjadi tidak melebihi batas


78

toeransi sebesar 2,302 kali jika siswi memiliki pengetahuan gizi cukup,

konsumsi suplemen vitamin E akan berubah menjadi tidak melebihi batas

toleransi sebesar 1,816 kali jika siswi tidak mendapat pengaruh dari teman, dan

konsumsi suplemen vitamin E akan berubah menjadi tidak melebihi batas

toleransi sebesar 2,778 kali jika siswi memandang citra raga poeitif. Semakin

besar nilai beta (B) maka semakin besar hubungannya dengan perilaku kadarzi.

Berdasarkan analisis yang dilakukan, diketahui bahwa koefisien

determinan (negelkerke R square) menunjukkan nilai 0,419 artinya bahwa

model regresi yang diperoleh dapat menjelaskan 41,9% variasi variabel

dependen konsumsi suplemen vitamin E. Dengan demikian, variabel

pengetahuan gizi, pengaruh teman dan citra raga hanya dapat menjelaskan

variasi variabel perilaku kadarzi sebesar 41,9%. Sedangkan 58,1% dijelaskan

oleh variabel lainnya (hasil terlampir).


79

BAB VI

PEMBAHASAN

6.1 Keterbatasan Penelitian

Keterbatasan penelitian diantaranya data di dalam penelitian ini merupakan

data primer yang diambil dengan menggunakan angket yang diisi langsung oleh

responden sehingga memungkinkan responden untuk bertanya atau melihat jawaban

responden lain tanpa sepengetahuan peneliti. Selain itu, terdapat responden mengisi

angket sambil mengerjakan tugas sekolah sehingga konsentrasinya terbagi dua dan

akhirnya angket diisi seadanya saja dan terburu-terburu..

Dari segi desain studi penelitian yang digunakan dalam penelitian (cross-

sectional) memiliki kelemahan yaitu tidak dapat menentukan hubungan sebab akibat

antara variabel independen dengan variabel dependennya karena kedua variabel

diteliti pada saat bersamaan sehingga tidak bisa diketahui mana yang terjadi lebih

dahulu.

Uji statistik didalam penelitian ini seluruhnya menggunakan uji chi-square.

Dengan uji ini, hubungan yang dapat ditunjukkan hanyalah kecenderungan

hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen tanpa melihat

seberapa besar atau kuatnya hubungan variabel tersebut.

6.2 Gambaran Konsumsi Suplemen Vitamin E pada Siswi di SMAN 65 Jakarta

BPOM (2004) mendefinisikan suplemen makanan sebagai produk yang

dimaksudkan untuk melengkapi kebutuhan zat gizi makanan, mengandung satu atau
80

lebih dari bahan berupa vitamin, mineral, asam amino atau bahan lain (berasal dari

tumbuhan atau bukan tumbuhan) yang mempunyai nilai gizi dan efek fisiologis

dalam jumlah terkonsentrasi. Suplemen makanan dapat berupa produk padat

meliputi tablet, tablet hisap, tablet kunyah, serbuk, kapsul atau produk cair berupa

tetes, sirup, larutan.

Berdasarkan hasil penelitian didapatkan sebanyak 20,8% mengkonsumsi

suplemen vitamin E dengan melebihi batas toleransi (≥ 800 mg) dalam satu hari

selama satu bulan terakhir. Sedangkan responden yang mengkonsumsi suplemen

vitamin E namun tidak melebihi batas toleransi adalah sebanyak 79,2%).

Jenis suplemen yang sering dikonsumsi oleh remaja diantaranya adalah

Natur E, Nourish skin, Ever E, Hemaviton skin nutrien dan evion. Berdasarkan hasil

yang didapatkan, siswi lebih banyak mengkonsumsi Natur E, yaitu sebesar 41,5%.

Berdasarkan hasil wawancara kepada responden, harga Natur E lebih terjangkau

dibandingkan dengan harga suplemen vitamin E lainnya. Sehingga banyak dari

responden yang lebih memilih untuk mengkonsumsi Natur E.

Responden dalam penelitian ini adalah remaja putri yang berusia 15-18

tahun. Pada usia tersebut dinamakan masa kesempurnaan remaja dan merupakan

puncak perkembangan emosi. Masa remaja adalah masa peralihan dari masa kanak-

kanak ke masa dewasa. Pada fase ini fisik seseorang terus berkembang, demikian

pula dari segi aspek sosial maupun aspek psikologinya. Perubahan ini membuat

seorang remaja mengalami banyak ragam gaya hidup, perilaku, tidak terkecuali

pengalaman dalam menentukan apa yang akan dikonsumsi (Moehji, 2003). Dalam

tahap ini terjadi perubahan dari kecendrungan memerhatikan harga diri (Sarwono,
81

2010). Sehingga para remaja melakukan berbagai cara dalam memperhatikan

dirinya, termasuk mengkonsumsi suplemen vitamin E, yang konon dapat

mempercantik dan memperindah kulit yang mengkonsumsinya. Namun, hal ini

tidak dapat dibuktikan secara ilmiah (Yuliarti, 2009).

Berdasarkan kategori kelompok remaja putri, penelitian ini juga tidak jauh

berbeda dengan hasil survei yang dilakukan oleh puslitbang Farmasi Depkes RI

pada tahun 2000 di tiga kota besar (Jakarta, Surabaya dan Bandung) tentang

konsumsi suplemen makanan. Hasil survei tersebut menunjukkan bahwa konsumsi

suplemen makanan terbanyak adalah pada perempuan (78,1%). Kebanyakan mereka

mengkonsumsi untuk menjaga kesehatan atau meningkatkan stamina (59,4%),

sebagian hanya untuk mengatasi kegemukan, mencegah keriput (proses penuaan)

serta menghaluskan kulit yang kasar.

Dalam kadar sedikit, suplemen vitamin E memberi manfaat bagi tubuh. Tapi

dalam dosis tinggi, malah meningkatkan risiko kematian. Konsumsi vitamin E yang

berlebihan akan mengganggu fungsi organ terutama hati dan ginjal serta dapat

menimbulkan keracunan. Beberapa riset menyatakan penggunaan suplemen

makanan berkaitan dengan resiko mengidap kanker dan stroke (Yuliarti, 2009).

Mengkonsumsi suplemen secara bijaksana sangatlah penting. Sikap asal

telan sembarangan akibat ketidaktahuan atau membabi buta lantaran ingin cepat

mendapat hasil yang maksimal justru akan membahayakan kesehatan tubuh.

Berdasarkan berbagai penelitian, mengkonsumsi suplemen bisa bermanfaat bila

digunakan secara tepat. Vitamin E merupakan vitamin yang larut lemak, oleh karena

itu sebaiknya mengkonsumsi suplemen vitamin E sesudah atau bersama makanan


82

yang mengandung lemak (Yuliarti, 2008).

Dalam ajaran Islam, seseorang yang mempunyai uang banyak tidak serta

merta diperbolehkan dalam menggunakan uangnya untuk membeli apa saja dalam

jumlah berapa pun yang mereka inginkan (perilaku Israf). Namun, Islam tetap

memperbolehkan seorang muslim untuk menikmati karunia kehidupan, selama itu

masih dalam kewajaran. Dalam Quran dijelaskan bahwa Allah tidak menyukai

orang-orang yang berlebihan, ayat tersebut terdapat pada surat Al-A’raf ayat 31

yang berbunyi:

( ١٣: ‫)فارعألا‬

Artinya: Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap

(memasuki) mesjid, makan dan minumlah, dan janganlah berlebih- lebihan.

Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan. (QS Al-

A’raf ayat 31).

Asbabun nuzul dari surat Al-A’raf ayat 31 yaitu pada zaman jahiliah ada

seorang perempuan melakukan tawaf dengan tidak menggunakan pakaian.

Sehubungan dengan itu Allah SWT menurunkan ayat ini yang memerintahkan agar

mengenakan pakaian apabila masuk ke Baitullah maupun masjid-masjid yang lain.

Selain itu dalam tafsir Al-Qurthubi juga disebutkan “Orang arab pada masa

jahiliyah tidak mau makan lemak disaat melaksanakan haji, mereka hanya cukup

makan sedikit saja”. Oleh karena itu ayat ini menjelaskan kewajiban untuk menutup

aurat dan manusia tidak boleh berlebihan dalam hal apapun dan islam
83

memerintahkan:

1. Memprioritaskan konsumsi yang lebih diperlukan dan lebih bermanfaat

2. Menjauhkan konsumsi yang berlebih-lebihan untuk semua jenis komoditi.

6.3 Pendapatan Orang Tua dan Hubungannya dengan Konsumsi Suplemen

Vitamin E

Pendapatan merupakan faktor yang menentukan kualitas dan kuantitas

makanan. Hal ini berhubungan dengan daya beli keluarga (Yusnidaryani, 2009).

Hasil penelitian menunjukkan siswi yang pendapatan orang tuanya cukup

lebih banyak dibandingkan dengan siswi yang pendapatan orang tuanya kurang.

Berdasarkan hasil wawancara dengan responden diketahui bahwa sebagian besar

bapak dari keluarga siswi bekerja sebagai PNS dan karyawan swasta sehingga

memiliki penghasilan tetap. Berg (1996) berpendapat bahwa pekerjaan berhubungan

dengan jumlah gaji atau pendapatan yang diterima Hasil penelitian menunjukkan

sebagian besar siswi yang mengkonsumsi suplemen vitamin E memiliki pendapatan

keluarga yang termasuk cukup.

Hasil analisa dari tabel silang menunjukkan bahwa siswi dengan pendapatan

orang tua cukup lebih banyak mengkonsumsi suplemen vitamin E melebihi batas

toleransi dibandingkan dengan siswi dengan pendapatan orang tua kurang.

Berdasarkan hasil uji Chi-square menunjukkan terdapat hubungan yang signifikan

antara pendapatan orang tua dengan konsumsi suplemen vitamin E. Hasil yang

didapatkan dalam penelitian ini juga sejalan dengan United States Health and

Nutrition Examination Survey (NHANES III) yang menyatakan sebanyak 49,4%


84

dari responden yang memiliki pendapatan cukup menggunakan suplemen (Balluz, et

al, 2000).

Hasil ini sesuai dengan Hukum Perisse yang menyatakan jika terjadi

peningkatan pendapatan, maka makanan yang dibeli akan lebih bervariasi (Parsiki,

2003). Menurut Lyle, et al (1998), semakin tinggi pendapatan seseorang maka

konsumsi suplemen makanan juga akan meningkat.

Perubahan pendapatan secara langsung dapat mempengaruhi perubahan pola

konsumsi pangan keluarga. Meningkatnya pendapatan berarti memperbasar peluang

peluang untuk membeli pangan dengan kualitas dan kuantitas yang lebih baik.

Pendapatan dalam satu keluarga akan mempengaruhi aktivitas keluarga dalam

pemenuhan kebutuhan sehingga akan menentukan kesejahteraan keluarga (Yuliana,

2004).

Menurut Sayogyo, Suhardjo dan Khumaidi (1995), pendapatan seseorang

sangat menentukan dalam pemilihan pangan yang akan dikonsumsi. Dengan

pendapatan tinggi maka kemampuan untuk membeli bahan pangan akan semakin

tinggi. Demikian sebaliknya dengan pendapatan rendah mengakibatkan terbatasnya

kemampuan untuk membeli pangan, baik jumlah maupun kualitas.

6.4 Uang Saku dan Hubungannya dengan Konsumsi Suplemen Vitamin E

Uang saku merupakan bagian dari pendapatan keluarga yang diberikan

kepada anaknya untuk jangka waktu tertentu, harian, mingguan maupun bulanan.

Perolehan uang saku sering menjadi suatu kebiasaan, anak diharapkan untuk belajar

mengelola dan bertanggung jawab atas uang saku yang dimiliki (Napitu, 1994).
85

Hasil penelitian menunujukkan siswi dengan uang saku besar lebih banyak

dibandingkan dengan siswi dengan uang saku kecil. Menurut (Berg, 1996) uang

yang dimiliki oleh seseorang akan dapat mempengaruhi apa yang dikonsumsinya.

Biasanya remaja memilih makanan sesuai dengan uang saku mereka. Dengan uang

saku yang cukup besar, biasanya remaja sering mengkonsumsi makanan-makanan

modern dengan harapan akan diterima di kalangan peer group mereka.

Hasil analisis tabel silang diperoleh siswi dengan uang saku besar lebih

banyak mengkonsumsi suplemen vitamin E melebihi batas normal dibandingkan

dengan siswi yang memiliki uang saku kecil. Namun, berdasarkan hasil uji Chi-

square menunjukkan tidak ada hubungan antara uang saku dengan konsumsi

suplemen vitamin E. Hasil yang sama didapatkan dalam penelitian Anggondowati

(2002) bahwa tidak ada hubungan antara uang saku dengan konsumsi suplemen.

Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh

Pertiwi (2008) bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara uang saku dengan

konsumsi suplemen vitamin E. Pada remaja yang memiliki uang saku, Insel et al

(2006) dalam Wulandarai (2007) menyatakan bahwa remaja yang telah diberi

kepercayaan untuk mengelola uang sakunya sendiri cenderung memiliki kebebasan

untuk memilih sesuka hatinya. Remaja cenderung untuk membeli apapun yang

disukainya atau yang menarik menurut mereka, tanpa memperhatikan apakah

makanan tersebut baik atau tidak.

Hasil penelitian tidak sesuai dengan pernyataan Berg (1996) dan Insel et al

(2006) bahwa biasanya remaja memilih makanan sesuai dengan uang saku mereka.

Dengan uang saku yang cukup besar, biasanya remaja sering mengkonsumsi
86

makanan-makanan modern dengan harapan akan diterima di kalangan peer group

mereka. Selanjutnya berdasarkan hasil analisis siswi yang memandang citra raga

positif dengan jumlah uang saku besar, hanya 5% yang mengkonsumsi suplemen

vitamin E melebihi batas toleransi. Selain itu, berdasarkan penelitian juga

didapatkan siswi yang memiliki pengetahuan gizi kurang dengan jumlah uang saku

besar lebih banyak mengkonsumsi suplemen vitamin E melebihi batas normal, yaitu

sebesar 42,3%. Tidak adanya hubungan antara uang saku siswi dengan konsumsi

suplemen vitamin E dimungkinkan karena faktor lain, yaitu citra raga dan

pengetahuan gizi. Siswi pengetahuan gizi kurang dan memandang citra raga negatif

lebih cenderung untuk mengkonsumsi suplemen vitamin E melebihi batas toleransi.

Selain itu juga mungkin disebabkan karena uang saku yang dimiliki oleh remaja

hanya untuk memenuhi kebutuhan konsumsi berupa makanan, tidak untuk obat

ataupun sejenis suplemen. Hasil wawancara langsung dari beberapa responden

menyatakan bahwa suplemen yang mereka konsumsi mendapatkan dana sendiri dari

orang tua mereka, sehingga uang saku yang diberikan oleh orang tua responden

tidak dipergunakan untuk mendapatkan suplemen vitamin.

6.5 Status Kesehatan dan Hubungannya dengan Konsumsi Suplemen Vitamin E

Sehat menurut WHO 1990 dalam Alamtsier (2004) yaitu keadaan sejahtera

secara fisik, mental dan social, tidak hanya terbebas dari penyakit atau kecacata.

Sedangkan berdasarkan Undang-Undang Kesehatan no. 23 tahun 1992, kesehatan

adalah keadaan sejahtera badan, jiwa, dan sosial yang memungkinkan setap orang

dapat hidup produktif secara sosial dan ekonomi.


87

Status kesehatan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah ada atau

tidaknya penyakit pada responden selam satu bulan terakhir saat penelitian

dilakukan. Hasil penelitian menunjukkan siswi yang tidak mengalami sakit dalam

sebulan terakhir lebih banyak dibandingkan dengan siswi yang mengalami sakit.

Menurut White et.al (2004) kondisi tubuh yang kurang baik, atau sedang dalam

kondisi sakit atau memiliki keluhan akan kesehatan mendorong mereka untuk

menggunakan suplemen.

Berdasarkan hasil tabel silang didapatkan proporsi siswi yang mengalami

sakit lebih banyak mengkonsumsi suplemen vitamin E melebihi batas normal

dibandingkan dengan siswi yang tidak mengalami sakit. Namun, dari hasil uji chi-

square didapatkan bahwa tidak ada hubungan antara status kesehatan dengan

konsumsi suplemen vitamin E. Hasil ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan

oleh Anggondowati (2002) yang menyatakan tidak ada perbedaan bermakna antara

konsumsi suplemen vitamin berdasarkan status kesehatan.

Tidak adanya hubungan yang bermakna antara status kesehatan dengan

konsumsi suplemen vitamin E ini disebabkan karena responden beranggapan bahwa

suplemen vitamin E hanyalah untuk kesehatan dan kecantikan kulit saja, bukan

untuk menyembuhkan suatu penyakit. Dengan pengetahuan tersebut, sehingga

mereka lebih memilih untuk mengkonsumsi obat atau makan secara teratur

(Yunaeni, 2009).

Suplemen tidak boleh dianggap sebagai obat yang dapat menyembuhkan

berbagai macam penyakit. Peranannya dalam membantu proses pencegahan dan

penyembuhan serta rehabilitasi penyakit tertentu memang bisa digunakan. Namun,


88

seseorang tidak perlu membentengi diri terlalu berlebihan dalam mengkonsumsi

suplemen secara terus menerus. Tubuh seseorang sudah memiliki kekebalan

terhadap penyakit asalkan ia memiliki gaya hidup sehat dan selalu mengkonsumsi

makanan dengan seimbang. Jika kebutuhan gizi sudah tercukupi dari makanan

sehari-hari maka konsumsi suplemen tidak diperlukan lagi (Yuliarti, 2009).

6.6 Pengetahuan Gizi dan Hubungannya dengan Konsumsi Suplemen Vitamin E

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan terjadi setelah orang tersebut

melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Pengetahuan merupakan

domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang

(Notoatmodjo,1993).

Berdasarkan hasil univariat didapatkan siswi dengan pengetahuan baik lebih

banyak dibandingkan dengan siswi yang berpengetahuan kurang. Pengetahuan

diperoleh seseorang melalui pendidikan formal, informal dan non formal. Tingkat

pengetahuan gizi seseorang berpengaruh terhadap sikap dan prilaku dalam memilih

makanan yang pada akhirnya akan berpengaruh pada keadaan gizi individu yang

bersangkutan (Khomsan, 2007)

Hasil tabel silang diperoleh proporsi siswi yang memiliki pengetahuan gizi

kurang lebih banyak mengkonsumsi suplemen vitamin E melebihi batas normal

(41,9%) dibandingkan dengan siswi yang memiliki pengetahuan gizi baik.

Berdasarkan hasil uji chi-square diperoleh bahwa terdapat hubungan yang

signifikan antara pengetahuan dengan konsumi suplemen vitamin E. Selain itu,

didapatkan nilai OR 10,352, artinya siswi yang memiliki pengetahuan gizi kurang
89

memiliki peluang untuk mengkonsumsi suplemen vitamin E melebihi batas normal

sebesar 10,352. Hasil yang sama juga didapatkan pada penelitian yang dilakukan

oleh Ramadanai (2005), yakni terdapat hubungan yang bermakna antara

pengetahuan gizi dengan konsumsi suplemen.

Hal tersebut sejalan dengan pendapat Khomsan (2007) bahwa pengetahuan

gizi menjadi landasan dalam menentukan konsumsi pangan individu. Jika seseorang

memiliki pengetahuan gizi yang baik maka cenderung untuk memilih makanan yang

bernilai gizi tinggi. Selain itu, pengetahuan gizi dapat meingkatkan seseorang dalam

menerapkan pengetahuan gizinya dalam memilih maupun mengolah bahan makanan

sehingga kebutuhan gizi tercukupi, sehingga akan lebih memilih mengkonsumsi

makanan seimbang dibandingkan mengkonsumsi suplemen dengan melebihi dosis

yang telah dianjurkan (Roedjito, 1989 dalam Sutriyanta, 2001).

Berdasarkan hasil uji multivariat dalam penelitian ini, diperoleh bahwa

pengetahuan gizi berhubungan dengan konsumsi suplemen vitamin E setelah

diikontrol dengan pengaruh teman dan citra raga, memiliki nilai OR kedua terbesar

setelah citra raga. Dengan demikian pengetahuan gizi merupakan variabel yang

kedua terbesar pengaruhnya terahadap konsumsi suplemen vitamin E bila

dibandingkan dengan pengaruh teman.

Hasil penelitian uji multivariat ini memperkuat hubungan antara

pengetahuan gizi dengan konsumsi suplemen vitamin E. Hasil ini sejalan dengan

Yuliart (2008) yang menyatakan seseorang yang memiliki pengetahuan gizi yang

baik, cenderung akan memperhatikan komposisi dan cara penggunaan suplemen

yang baik dan aman untuk dikonsumsi.


90

6.7 Pengaruh Teman dan Hubungannya dengan Konsumsi Suplemen Vitamin E

Pengaruh teman sebaya didefinisikan sebagai penerimaan secara sosial dan

membentuk patokan dan harapan perilaku. Seiring dengan bertambahnya umur,

teman akan memberikan pengaruh lebih besar terhadap pilihan makan remaja

dibandingkan dengan pengaruh orang tua (Miller et al, 2001). Remaja akan sering

menghabiskan waktu bersama teman-teman dan makan akan menjadi suatu bentuk

sosialisasi dan rekreasi.

Pada penelitian ini diketahui bahwa siswi yang tidak mendapatkan

pengaruh dari teman lebih banyak daripada siswi yang mendapatkan pengaruh

teman. Remaja sangat ingin diterima oleh teman-temannya, sehingga pengaruh

teman dan keseragaman kelompok cenderung dapat merubah pemilihan makanan

remaja (Krummel et.al, 1996).

Berdasarkan hasil tabel silang pada penelitian ini diperoleh proporsi siswi

yang mendapatkan pengaruh dari teman lebih banyak mengkonsumsi suplemen

vitamin E melebihi batas normal dibandingkan dengan siswi yang tidak

mendapatkan pengaruh dari teman. Hasil uji chi-square menunjukkan bahwa

terdapat hubungan yang signifikan antara pengaruh teman dengan konsumsi

suplemen vitamin E. Selain itu, juga diperoleh nilai OR 0,151, artinya siswi yang

tidak mendapat pengaruh dari teman memiliki peluang untuk mengkonsumsi

suplemen vitamin E melebihi batas normal sebesar 0,151. Hasil yang sama juga

didapatkan dari penelitian yang dilakukan oleh Pertiwi (2008) yang menyatakan ada

hubungan bermakna antara pengaruh teman sebaya dengan konsumsi suplemen

vitamin. Hal tersebut sejalan dengan pendapat Soetjiningsih (2004) bahwa


91

perubahan sosial yang dialami pada masa remaja adalah meningkatnya pengaruh

teman sebaya dibandingkan keluarga. Perubahan tersebut mengakibatkan remaja

mengalami berbagai macam perubahan gaya hidup, perilaku, dan tidak terkecuali

pengalaman dalam menentukan makanan yang dikonsumsi.

Berdasarkan hasil uji multivariat dalam penelitian ini, diperoleh bahwa

pengaruh teman memiliki nilai OR yang sama besar dengan variabel citra raga.

Variabel pengaruh teman memiliki pengaruh terbesar terhadap konsumsi suplemen

vitamin E.

Dalam hal ini teman mempengaruhi dalam mengkonsumsi suplemen

vitamin E. Remaja belum sepenuhnya matang, baik secara fisik, kognitif dan

psikososial. Dalam masa pencarian identitas, remaja cepat sekali terpengaruh

lingkungan. Keluarga menjadi tidak begitu penting dibandingkan dengan

lingkungan sosial dan teman-teman sebayanya (Hanseil dan Mechanic,1990 dalam

Dilapanga, 2008).

6.8 Keterpaparan Media dan Hubungannya dengan Konsumsi Suplemen Vitamin

Media massa terutama iklan-iklan perdagangan dan promosi penjualan

sangat mempengaruhi pada pemilihan susunan makanan. Keunggulan pemakaian

media massa adalah dapat menjangkau setiap orang dalam bentuk yang sama dan

dapat menimbulkan pengalaman yang sama (Berg, 1996)

Pada penelitian ini didapatkan proporsi siswi yang tidak terpapar oleh

media lebih banyak dibandingkan dengan siswi yang terpapar oleh media. Selain itu
92

juga didapatkan bahwa siswi lebih banyak mendapatkan informasi mengenai

suplemen vitamin E berasal dari televisi, yakni sebesar 47%. Hal ini juga sesuai

dengan penelitian Suistriyanta (2001), yang menunjukkan sebagian besar

respondennya yaitu sebesar 84,0% memperoleh informasi produk suplemen berasal

dari media massa seperti televisi.

Hasil tabel silang pada penelitian ini menunjukkan bahwa proporsi siswi

yang terpapar oleh media lebih banyak mengkonsumsi suplemen vitamin E melebihi

batas normal dibandingkan dengan siswi yang tidak terpapar oleh media.

Berdasarkan uji chi-square didapatkan bahwa terdapat hubungan bermakna antara

keterpaparan promosi suplemen dengan konsumsi suplemen E. Hal ini sejalan

dengan penelitian Putri (2004), yang menyatakan bahwa ada hubungan antara

keterpaparan promosi suplemen dengan konsumsi suplemen vitamin dan mineral.

Selain itu, juga didapatkan nilai OR 0,256, artinya siswi yang tidak terpapar oleh

media memiliki peluang untuk mengkonsumsi suplemen vitamin E melebihi batas

normal sebesar 0,256 kali.

Jika dilihat dari keterpaparan dengan promosi suplemen, sebagian besar

terpapar dengan promosi suplemen dari media massa seperti televisi, karena

masyarakat saat ini cenderung pada media massa seperti televisi untuk mendapatkan

sumber informasi mengenai produk-produk suplemen melalui iklan yang

ditayangkan di televisi, hal ini juga sesuai dengan pendapat Syahni (2002) yang

menyebutkan bahwa meningkatnya konsumsi suplemen di masyarakat juga tidak

lepas dari maraknya promosi iklan yang ditawarkan produk dengan klaim mulai dari

menambah kecantikan, menambah vitalitas dan menyembuhkan penyakit


93

(Syahni,2002).

Hal ini juga didukung oleh pendapat Kotler & Amstrong (1989) dalam

Pertiwi (2008) yang menyatakan bahwa iklan adalah salah satu alat yang dapat

menimbulkan keinginan seseorang, dan akhirnya akan menimbulkan keinginan

untuk membeli yang digunakan oleh perusahaan untuk berkomunikasi langsung

dalam meyakinkan masyarakat. Menurut Lastariwati dan Ratnaningsih, 2006

menjelaskan bahwa remaja yang masih dalam proses mencari jati diri, sering kali

menjadi sasaran empuk bagi produsen yang menawarkan produknya. Hal ini

dikarenakan remaja paling cepat dan efektif dalam penyerapan gaya hidup

konsumtif, baik dalam kebutuhan primer maupun kebutuhan sekunder.

6.9 Citra Raga dan Hubungannya dengan Konsumsi Suplemen Vitamin E

Mappiare (1982) mengatakan citra raga merupakan sebagian dari konsep

diri yang berkaitan dengan sifat-sifat fisik. Citra raga khususnya dimaksudkan oleh

pemikiran mengenai kecantikan dan kebutuhan wajah.

Citra raga dalam penelitian ini merupakan pandangan diri responden yang

berkaitan dengan sifat-sifat fisik, khususnya mengenai kecantikan. Dalam hal ini

peneliti membagi menjadi 2 kategori, yaitu negatif dan positif. Dikatakan negatif,

jika hasil analisis < nilai mean, dan dikatakan positif jika ≥ nilai mean (Andea,

2009).

Berdasarkan hasil penelitian, didapatkan siswi yang memandang citra raga

negatif lebih banyak dibandingkan dengan siswi yang memandang citra raga positif.

Hasil tabel silang didapatkan bahwa proporsi siswi yang memandang citra raga
94

negatif lebih banyak mengkonsumsi suplemen vitamin E melebihi batas normal

dibandingkan dengan siswi yang memandang citra raga positif. Hasil uji chi-square

didapatkan terdapat hubungan yang signifikan antara citra raga dengan konsumsi

suplemen vitamin E. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh

Ramadhani (2005), yang menyatakan ada hubungan bermakna antara citra raga

dengan konsumsi suplemen.

Chase (2001) menyatakan bahwa jenis kelamin adalah faktor paling

penting dalam perkembangan citra tubuh seseorang. Citra raga pada umumnya

berhubungan dengan remaja wanita daripada remaja pria, remaja wanita cenderung

untuk memperhatikan penampilan fisik (Mappiare, 1992). Berdasarkan penelitian

Indika (2009), wanita lebih negatif memandang citra tubuh dibandingkan pria.

Menurut Suryanie (2005) perubahan-perubahan fisik yang dialami oleh

remaja wanita menghasilkan suatu persepsi yang berubah-ubah dalam citra raga dan

secara khas menunjukkan kearah penolakan terhadap physical self. Hal-hal yang

menyebabkan remaja wanita tidak menerima physical selfnya misalnya : tinggi

badan, kemasakkan fisik, jerawat. Remaja wanita sangat peka terhadap penampilan

dirinya dan merenung perihal bagaimana wajahnya, apakah orang lain menyukai

wajahnya serta selalu menggambarkan dan mengembangkan seperti apa tubuhnya

dan apa yang diinginkan dari tubuhnya. Untuk mengatasi hal-hal tersebut, banyak

remaja putri yang mengkonsumsi obat-obatan tertentu, termasuk suplemen untuk

kecantikan kulitnya.

Berikut ini merupakan kutipan yang diambil dari sebuah artikel di sebuah

media cetak.
95

“Gue mau banget punya badan langsing dan kulit cantik. Soalnya teman-
teman gue men “support” untuk mempunyai badan langsing dan kulit cantik. Gue
juga mengonsumsi suplemen untuk memperlancar gue mendapatkan tubuh yang
indah, yah, meskipun ada efek sampingnya, tapi ya gak apa-apalah.” (Putri, Kompas
10 Juli 2009)

Berdasarkan hasil uji multivariat dalam penelitian ini, diperoleh bahwa

citra raga memiliki nilai OR yang sama besar dengan variabel pengaruh teman.

Variabel tersebut memiliki pengaruh terbesar terhadap konsumsi suplemen vitamin

E.

Hasil ini sejalan dengan Conger dan Peterson (dalam Sarafino, 1998) yang

mengemukakan bahwa citra rubuh bagi remaja merupakan suatu hal yang penting,

karena pada masa remaja seseorang banyak mengalami perubahan, baik secara fisik

maupun psikis. Perubahan yang pesat ini menimbulkan respon tersendiri bagi

remaja berupa tingkah laku yang sangat memperhatikan tubuhnya. Para remaja

biasanya mulai bersibuk diri dengan penampilan fisik mereka dan ingin mengubah

penampilan mereka. Keinginan ini disebabkan karena remaja sering merasa tidak

puas terhadap penampilan dirinya. Para remaja melakukan berbagai usaha agar

mendapatkan gambaran tubuh sehingga terlihat menarik. Salah satu usaha tersebut

adalah dengan melakukan diet dan mengkonsumsi obat-obatan untuk mempercantik

diri.
BAB VII

SIMPULAN DAN SARAN

7.1 Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan pada BAB sebelumnya, maka

dapat ditarik beberapa simpulan sebagai berikut:

1. Proporsi siswi yang mengkonsumsi suplemen vitamin E melebihi batas toleransi

yaitu sebesar 20,8%, sedangkan siswi yang mengkonsumsi suplemen vitamin E

tidak melebihi batas toleransi, yaitu sebesar 79,2%.

2. Proporsi pendapatan orang tua siswi yang tergolong cukup (54,5%) lebih banyak

dibandingkan dengan pendapatan orang tua siswi yang tergolong kurang

(45,5%).

3. Proporsi siswi yang memiliki uang saku besar (74%) lebih banyak dibandingkan

dengan siswi yang memiliki uang saku kecil (26%).

4. Proporsi siswi yang tidak sakit dalam sebulan terakhir (62,3%) lebih banyak

dibandingkan dengan siswi yang menderita sakit (37,7%).

5. Proporsi siswi yang berpengetahuan baik (59,7%) lebih banyak dibandingkan

dengan siswi yang berpengetahuan kurang (40,3%).

6. Proporsi siswi yang tidak terdapat pengaruh dari teman sebaya (59,7%) lebih

banyak dibandingkan dengan siswi yang terpengaruh teman sebaya (40,3%).

7. Proporsi siswi yang tidak terpapar media massa (58,4%) lebih banyak

dibandingkan dengan siswi yang terpapar media massa (41,6%)

96
97

8. Proporsi siswi yang memandang citra raga negatif (59,7%) lebih banyak

dibandingkan dengan siswi yang memandang citra raga positif (40,3%).

9. Terdapat hubungan yang bermakna antara pendapatan orang tua dengan

konsumsi suplemen vitamin E pada siswi di SMAN 65 jakarta tahun 2011 (p=

0,023).

10. Tidak terdapat hubungan yang bermakna antara uang saku siswi dengan

konsumsi suplemen vitamin E pada siswi di SMAN 65 jakarta tahun 2011 (p =

0,54)

11. Tidak terdapat hubungan yang bermakna antara status kesehatan siswi dengan

konsumsi suplemen vitamin E pada siswi di SMAN 65 jakarta tahun 2011 (p =

0,773).

12. Terdapat hubungan yang bermakna antara pengetahuan siswi dengan konsumsi

suplemen vitamin E pada siswi di SMAN 65 jakarta tahun 2011 (p= 0,000).

13. Terdapat hubungan yang bermakna antara teman sebaya dengan konsumsi

suplemen vitamin E pada siswi di SMAN 65 jakarta tahun 2011 (p = 0,003).

14. Terdapat hubungan yang bermakna antara media massa dengan konsumsi

suplemen vitamin E pada siswi di SMAN 65 jakarta tahun 2011 (p= 0,025).

15. Terdapat hubungan yang bermakna antara citra raga dengan konsumsi suplemen

vitamin E pada siswi di SMAN 65 jakarta tahun 2011 (p= 0,001).

16. Faktor yang paling dominan berhubungan dengan konsumsi suplemen vitamin E

pada siswi di SMAN 65 Jakarta adalah citra raga.


98

7.2 Saran

1. Bagi Remaja Putri

a. Mengkonsumsi makanan yang mengandung vitamin E lebih baik

dibandingkan harus mengkonsumsi suplemen vitamin E dari luar.

b. Meningkatkan pengetahuan terutama pengetahuan gizi agar dapat

mempertimbangkan segala makanan/minuman sebelum dikonsumsi,

terutama pengetahuan mengenai kebutuhan vitamin E.

2. Bagi Sekolah

a. Melakukan sosialisasi tentang pengetahuan gizi, terutama kebutuhan vitamin

E pada remaja.

b. Bekerja sama dengan OSIS untuk mengadakan seminar mengenai gizi dan

suplemen vitamin E.

3. Bagi Peneliti lain

a. Peneliti selanjutnya diharapkan juga dapat menggunakan variabel-variabel

lain yang diduga berhubungan dengan konsumsi suplemen vitamin E.

b. Peneliti selanjutnya diharapkan untuk lebih memperhatikan kuesioner yang

digunakan.
KUESIONER
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Konsumsi Suplemen Vitamin E Pada Siswi
SMA Negeri 65 Jakarta Barat Tahun 2010

Dengan hormat, saya mahasiswa fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, Program Studi Kesehatan Masyarakat, Peminatan Gizi, memohon
bantuan untuk mengisi kuesioner penelitian ini. Kerahasiaan jawaban akan saya jaga.
Atas bantuan dan kejujuran anda dalam mengisi kuesioner ini, saya ucapkan terima
kasih.

No Responden :......................(diisi oleh peneliti)


A. Identitas Responden
Nama Lengkap/Panggilan : ...............................................................
Kelas : ...............................................................
Tanggal lahir : ...............................................................
Alamat : ...............................................................
No telp/hp : ...............................................................
B. Karakteristik Orang Tua
1. Nama ayah : ..........................................................
a. Pekerjaan : ..........................................................
b. Jumlah penghasilan/bln : Rp. ...................................................
2. Nama Ibu : ..........................................................
a. Pekerjaan : ..........................................................
b. Jumlah penghasilan/bln : ..........................................................

C. Pengetahuan Gizi dan suplemen


Lingkari (B) jika pernyataan benar, lingakari (S) jika pernyataan salah
1. B-S Konsumsi makanan bergizi sangat penting untuk meningkatkan stamina
tubuh
2. B-S Suplemen masih tetap diperlukan meskipun menu makanan sudah seimbang
3. B-S Suplemen termasuk golongan obat untuk mengobati penyakit
4. B-S semua orang membutuhkan suplemen
5. B-S vitamin hanya dapat diperoleh dari produk suplemen makanan
6. B-S Vitamin E termasuk vitamin larut air
7. B-S Kandungan vitamin suplemen lebih unggul dibanding bahan makanan alami
8. B-S Suplemen vit E dapat dikonsumsi melebihi anjuran
9. B-S Kelebihan suplemen vit E dapat menjadikan kulit semakin cerah dan cantik
10. B-S Semakin tinggi dosis vitamin dalam suplemen maka semakin bermanfaat
bagi kesehatan
Isilah tabel dibawah ini dengan jenis suplemen vitamin yang biasa kamu
konsumsi.
Merk suplemen vit E Frekuensi Konsumsi Lama Mengkonsumsi
(berapa kali/hari)

..... bulan atau .... tahun


..... bulan atau .... tahun
..... bulan atau .... tahun
..... bulan atau .... tahun

1. Apa alasan utama kamu mengkonsumsi suplemen tersebut?


a. Untuk kesehatan
b. Untuk mengobati penyakit
c. Untuk stamina/kebugaran
d. Untuk melengkapi makanan sehari-hari yang tidak mencukupi
e. Untuk kecantikan
2. Siapa yang menganjurkan kamu untuk mengkonsumsi suplemn tersebut?
a. Inisiatif sendiri
b. Guru
c. Orang tua
d. Teman
e. Dokter
f. Lainnya, sebutkan.....
3. Dimana biasanya kamu membeli suplemen tersebut?
a. Apotik
b. Pasar swalayan
c. Warung
d. Melalui MLM (Multi Level Marketing)
e. Lainnya, sebutkan.......
4. Manfaat apakah yang kamu rasakan setelah mengkonsumsi suplemen tersebut
a. Badan menjadi lebih bugar
b. Menjadi lebih sehat
c. Kulit menjadi lebih indah
d. Tidak merasakan apapun
e. Lainnya, tuliskan....

D. Ajakan Teman
1. Apakah teman kamu pernah memberitahu kamu manfaat mengkonsumsi
suplemen vitamin E?
1. Tidak
2. Ya
2. Apakah teman kamu pernah mengajak kamu untuk mengkonsumsi suplemen
vitamin E?
1. Tidak
2. Ya
3. Pada saat teman kamu membeli suplemen vitamin E, apakah kamu ikut
membeli?
1. Tidak
2. Ya
4. Pada saat kamu membeli suplemen, apakah atas keinginan sendiri?
1. Tidak
2. Ya
5. Pada saat membeli membeli suplemen,apakah kamu menentukan sendiri merk
suplemen yang akan dibeli?
1. Tidak
2. Ya

E. Keterpaparan dengan Media


1. Dalam satu bulan terakhir, pernahkah kamu mendengar/melihat/membaca/menonton
mengenai produk/manfaat dari suplemen vitamin E?
1. Tidak
2. Ya
2. Jika pernah, dari manakah kamu mendengar/melihat/membaca/menonton mengenai
produk/manfaat dari suplemen makanan vitamin E tersebut? (jawaban boleh lebih dari
satu)
1. TV
2. Radio
3. Poster/pamflet/brosur/papan iklan
4. Majalah
5. Internet (website, milis, blog, facebook, twitter dll)

3. Setelah melihat iklan pada media cetak atau media elektronik ataupun promosi
suplemen, apakah kamu tertarik untuk membeli?
1. Tidak
2. Ya

F. Status Kesehatan
Dalam sebulan terakhir, apakah kamu pernah menderita salah satu penyakit dibawah ini?
(berikan tanda chek jika ya, tuliskan lama saudara menderita penyakit tersebut)
No Nama Penyakit Ya Tidak Lama/Durasi
1. .....hari
2. .....hari
3. .....hari
4. .....hari

G. Citra Raga
Berikut ini ada beberapa pernyataan. Bacalah setiap pernyataan dan tentukanlah
sikap saudara terhadap pernyataan tersebut dengan cara memberi tanda silang (X)
pada salah satu jawaban anda antara STS, TS, N, S, dan SS. Alternatif jawaban yang
tersedia terdiri dari 5 pilihan, yaitu
STS : Sangat Tidak Sesuai
TS : Tidak Sesuai
N : Netral
S : Sesuai
SS : Sangat Sesuai

No Pernyataan STS TS N S SS
1. Saya menyukai penampilan saya
2. Saya sangat khawatir dengan apa yang
oramg pikirkan mengenai penampilan
saya
3. Saya jarang merawat tubuh saya
4. Menurut saya penampilan saya tidak
menarik
5. Saya tidak terlalu memperhatikan
penampilan saya
6. Saya tidak mau menghabiskan banyak
uang demi penampilan saya
7. Saya merasa percaya diri dengan
pebampilan fisik saya saat ini
8. Saya minum suplemen untuk
mempercantik kulit saya
1

I. ANALISIS UNIVARIAT

1. PENDAPATAN ORANG TUA


grup_pndptn
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid cukup 42 54.5 54.5 54.5
kurang 35 45.5 45.5 100.0
Total 77 100.0 100.0

2. UANG SAKU
grup_uangsaku
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid kecil 20 26.0 26.0 26.0
besar 57 74.0 74.0 100.0
Total 77 100.0 100.0

3. STATUS KESEHATAN
status kesehatan
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Ada 29 37.7 37.7 37.7
tidak ada 48 62.3 62.3 100.0
Total 77 100.0 100.0

4. PENGETAHUAN
tahu_9
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid kurang 31 40.3 40.3 40.3
baik 46 59.7 59.7 100.0
Total 77 100.0 100.0

5. TEMAN SEBAYA
teman_3
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid tidak berpengaruh 46 59.7 59.7 59.7
berpengaruh 31 40.3 40.3 100.0
Total 77 100.0 100.0

6. MEDIA MASSA
media_3
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid tidak terpapar 45 58.4 58.4 58.4
terpapar 32 41.6 41.6 100.0
Total 77 100.0 100.0
2

7. CITRA RAGA
grup_citra
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid negatif 46 59.7 59.7 59.7
positif 31 40.3 40.3 100.0
Total 77 100.0 100.0

II. ANALISIS BIVARIAT

1. KONSUMSI SUPLEMEN VITAMIN E dengan PENDAPATAN ORANG TUA

grup_pndptn * grup_dosis Crosstabulation

grup_dosis
Melebihi batas tidak melebihi
toleransi batas toleransi Total
grup_pndptn cukup Count 13 29 42
% within grup_pndptn 31.0% 69.0% 100.0%
kurang Count 3 32 35
% within grup_pndptn 8.6% 91.4% 100.0%
Total Count 16 61 77
% within grup_pndptn 20.8% 79.2% 100.0%
Chi-Square Tests
Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
Value df sided) sided) sided)
Pearson Chi-Square a
5.809 1 .016
b
Continuity Correction 4.529 1 .033
Likelihood Ratio 6.249 1 .012
Fisher's Exact Test .023 .015
Linear-by-Linear Association 5.734 1 .017
b
N of Valid Cases 77
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 7,27.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate

95% Confidence Interval

Value Lower Upper


Odds Ratio for grup_pndptn
4.782 1.237 18.486
(cukup / kurang)
For cohort grup_dosis =
3.611 1.118 11.664
Melebihi batas toleransi
For cohort grup_dosis = tidak
.755 .602 .947
melebihi batas toleransi
N of Valid Cases 77
3

2. KONSUMSI SUPLEMEN VITAMIN E dengan UANG SAKU

grup_uangsaku * grup_dosis Crosstabulation

grup_dosis
Melebihi batas tidak melebihi
toleransi batas toleransi Total
grup_uangsaku kecil Count 3 17 20
% within grup_uangsaku 15.0% 85.0% 100.0%
besar Count 13 44 57
% within grup_uangsaku 22.8% 77.2% 100.0%
Total Count 16 61 77
% within grup_uangsaku 20.8% 79.2% 100.0%
Chi-Square Tests
Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
Value df sided) sided) sided)
Pearson Chi-Square a
.548 1 .459
b
Continuity Correction .176 1 .674
Likelihood Ratio .578 1 .447
Fisher's Exact Test .540 .348
Linear-by-Linear Association .541 1 .462
b
N of Valid Cases 77
a. 1 cells (25,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 4,16.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate

95% Confidence Interval

Value Lower Upper


Odds Ratio for
grup_uangsaku (kecil / .597 .151 2.361
besar)
For cohort grup_dosis =
.658 .209 2.072
Melebihi batas toleransi
For cohort grup_dosis = tidak
1.101 .873 1.389
melebihi batas toleransi
N of Valid Cases 77

3. KONSUMSI SUPLEMEN VITAMIN E dengan STATUS KESEHATAN

status kesehatan * grup_dosis Crosstabulation

grup_dosis
Melebihi batas tidak melebihi
toleransi batas toleransi Total
status kesehatan Ada Count 5 24 29
% within status kesehatan 17.2% 82.8% 100.0%
tidak ada Count 11 37 48
% within status kesehatan 22.9% 77.1% 100.0%
Total Count 16 61 77
% within status kesehatan 20.8% 79.2% 100.0%
4

Chi-Square Tests
Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
Value df sided) sided) sided)
Pearson Chi-Square a
.354 1 .552
b
Continuity Correction .093 1 .760
Likelihood Ratio .361 1 .548
Fisher's Exact Test .773 .386
Linear-by-Linear Association .349 1 .555
b
N of Valid Cases 77
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 6,03.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate

95% Confidence Interval

Value Lower Upper


Odds Ratio for status
.701 .216 2.270
kesehatan (Ada / tidak ada)
For cohort grup_dosis =
.752 .291 1.948
Melebihi batas toleransi
For cohort grup_dosis = tidak
1.074 .856 1.347
melebihi batas toleransi
N of Valid Cases 77

4. KONSUMSI SUPLEMEN VITAMIN E dengan PENGETAHUAN


tahu_9 * grup_dosis Crosstabulation

grup_dosis
Melebihi batas tidak melebihi
toleransi batas toleransi Total
tahu_9 kurang Count 13 18 31
% within tahu_9 41.9% 58.1% 100.0%
baik Count 3 43 46
% within tahu_9 6.5% 93.5% 100.0%
Total Count 16 61 77
% within tahu_9 20.8% 79.2% 100.0%

Chi-Square Tests
Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
Value df sided) sided) sided)
Pearson Chi-Square a
14.109 1 .000
b
Continuity Correction 12.040 1 .001
Likelihood Ratio 14.351 1 .000
Fisher's Exact Test .000 .000
Linear-by-Linear Association 13.926 1 .000
b
N of Valid Cases 77
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 6,44.
b. Computed only for a 2x2 table
5

Risk Estimate

95% Confidence Interval

Value Lower Upper


Odds Ratio for tahu_9
10.352 2.629 40.765
(kurang / baik)
For cohort grup_dosis =
6.430 1.996 20.715
Melebihi batas toleransi
For cohort grup_dosis = tidak
.621 .456 .846
melebihi batas toleransi
N of Valid Cases 77

5. KONSUMSI SUPLEMEN VITAMIN E dengan TEMAN SEBAYA

teman_3 * grup_dosis Crosstabulation

grup_dosis
Melebihi batas tidak melebihi
toleransi batas toleransi Total
teman_3 tidak berpengaruh Count 4 42 46
% within teman_3 8.7% 91.3% 100.0%
berpengaruh Count 12 19 31
% within teman_3 38.7% 61.3% 100.0%
Total Count 16 61 77
% within teman_3 20.8% 79.2% 100.0%

Chi-Square Tests
Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
Value df sided) sided) sided)
Pearson Chi-Square a
10.135 1 .001
b
Continuity Correction 8.393 1 .004
Likelihood Ratio 10.135 1 .001
Fisher's Exact Test .003 .002
Linear-by-Linear Association 10.003 1 .002
b
N of Valid Cases 77
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 6,44.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate

95% Confidence Interval

Value Lower Upper


Odds Ratio for teman_3
(tidak berpengaruh / .151 .043 .529
berpengaruh)
For cohort grup_dosis =
.225 .080 .633
Melebihi batas toleransi
For cohort grup_dosis = tidak
1.490 1.111 1.998
melebihi batas toleransi
N of Valid Cases 77
6

6. KONSUMSI SUPLEMEN VITAMIN E dengan MEDIA MASSA

media_3 * grup_dosis Crosstabulation

grup_dosis
Melebihi batas tidak melebihi
toleransi batas toleransi Total
media_3 tidak terpapar Count 5 39 44
% within media_3 11.4% 88.6% 100.0%
terpapar Count 11 22 33
% within media_3 33.3% 66.7% 100.0%
Total Count 16 61 77
% within media_3 20.8% 79.2% 100.0%

Chi-Square Tests
Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
Value df sided) sided) sided)
Pearson Chi-Square a
5.529 1 .019
b
Continuity Correction 4.275 1 .039
Likelihood Ratio 5.530 1 .019
Fisher's Exact Test .025 .020
Linear-by-Linear Association 5.457 1 .019
b
N of Valid Cases 77
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 6,86.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate

95% Confidence Interval

Value Lower Upper


Odds Ratio for media_3
.256 .079 .834
(tidak terpapar / terpapar)
For cohort grup_dosis =
.341 .131 .887
Melebihi batas toleransi
For cohort grup_dosis = tidak
1.330 1.022 1.730
melebihi batas toleransi
N of Valid Cases 77

7. KONSUMSI SUPLEMEN VITAMIN E dengan CITRA RAGA


grup_citra * grup_dosis Crosstabulation

grup_dosis
Melebihi batas tidak melebihi
toleransi batas toleransi Total
grup_citra negatif Count 15 31 46
% within grup_citra 32.6% 67.4% 100.0%
positif Count 1 30 31
% within grup_citra 3.2% 96.8% 100.0%
Total Count 16 61 77
% within grup_citra 20.8% 79.2% 100.0%
7

Chi-Square Tests
Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
Value df sided) sided) sided)
Pearson Chi-Square a
9.713 1 .002
b
Continuity Correction 8.010 1 .005
Likelihood Ratio 11.775 1 .001
Fisher's Exact Test .001 .001
Linear-by-Linear Association 9.587 1 .002
b
N of Valid Cases 77
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 6,44.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate

95% Confidence Interval

Value Lower Upper


Odds Ratio for grup_citra
14.516 1.803 116.841
(negatif / positif)
For cohort grup_dosis =
10.109 1.406 72.656
Melebihi batas toleransi
For cohort grup_dosis = tidak
.696 .564 .860
melebihi batas toleransi
N of Valid Cases 77

ANALISIS MULTVARIAT

1. Model 1

Variables in the Equation

95,0% C.I.for EXP(B)

B S.E. Wald df Sig. Exp(B) Lower Upper


a
Step 1 grup_pndptn 1.155 .887 1.692 1 .193 3.172 .557 18.064

tahu_9 2.167 .830 6.823 1 .009 8.729 1.718 44.367

teman_3 -1.708 .811 4.436 1 .035 .181 .037 .888

media_3 -1.457 .800 3.317 1 .069 .233 .049 1.117

grup_citra 2.341 1.157 4.090 1 .043 10.391 1.075 100.431

Constant -1.357 2.791 .236 1 .627 .257

a. Variable(s) entered on step 1: grup_pndptn, tahu_9, teman_3, media_3, grup_citra.


8

2. Model 2

Variables in the Equation

95,0% C.I.for EXP(B)

B S.E. Wald df Sig. Exp(B) Lower Upper


a
Step 1 tahu_9 2.229 .816 7.467 1 .006 9.288 1.878 45.938

teman_3 -1.850 .790 5.484 1 .019 .157 .033 .740

media_3 -1.402 .768 3.333 1 .068 .246 .055 1.109

grup_citra 2.575 1.175 4.807 1 .028 13.136 1.314 131.320

Constant -.047 2.432 .000 1 .984 .954

a. Variable(s) entered on step 1: tahu_9, teman_3, media_3, grup_citra.

3. MODEL 3

Variables in the Equation

95,0% C.I.for EXP(B)

B S.E. Wald df Sig. Exp(B) Lower Upper


a
Step 1 tahu_9 2.302 .795 8.390 1 .004 9.997 2.105 47.471

teman_3 -1.816 .764 5.649 1 .017 .163 .036 .727

grup_citra 2.778 1.162 5.714 1 .017 16.088 1.649 156.941

Constant -2.512 1.961 1.641 1 .200 .081

a. Variable(s) entered on step 1: tahu_9, teman_3, grup_citra.

Uji Interaksi

Omnibus Tests of Model Coefficients

Chi-square df Sig.

Step 1 Step .527 1 .468

Block .527 1 .468

Model 24.016 3 .000


9

Model Summary

Cox & Snell R Nagelkerke R


Step -2 Log likelihood Square Square
a
1 54.680 .268 .419

a. Estimation terminated at iteration number 20 because


maximum iterations has been reached. Final solution cannot
be found.

a
Classification Table

Predicted

grup_dosis

Melebihi batas tidak melebihi Percentage


Observed toleransi batas toleransi Correct

Step 1 grup_dosis Melebihi batas toleransi 12 4 75.0

tidak melebihi batas toleransi 10 51 83.6

Overall Percentage 81.8

a. The cut value is ,500

Variables in the Equation

B S.E. Wald df Sig. Exp(B)


a
Step 1 tahu_9 -14.867 8.569E3 .000 1 .999 .000

grup_citra -14.733 8.569E3 .000 1 .999 .000

grup_citra by tahu_9 16.995 8.569E3 .000 1 .998 2.404E7

Constant 12.423 8.569E3 .000 1 .999 2.484E5

a. Variable(s) entered on step 1: grup_citra * tahu_9 .

Anda mungkin juga menyukai