Anda di halaman 1dari 6

SISTEM PEMERINTAHAN INDONESIA

Indonesia dalam sejarahnya pernah mencoba sistem pemerintahan Parlementer maupun sistem
pemerintahan Presidensial. Namun, saat ini, sistem yang diterakan adalah Sistem Presidensial, yang
berlaku sejak dikeluarkannya 5 Juli 1959.

Sistem pemerintahan Presidensil adalah sistem pemerintahan dimana presiden dipilih oleh rakyat,
bukan oleh parlemen. Kekuasaan eksekutif dipegang presiden dan terpisah dari kekuasaan legislatif di
parlemen. Menteri dalam kabinet pada pemerintahan Presidensial diangkat oleh dan bertanggung jawab
kepada Presiden.

Sistem presidensial ini diatur dalam UUD 1945, yang menunjuk seorang presiden sebagai kepala
pemerintahan sekaligus kepala negara.  

Sebelumnya, Presiden dipilih oleh MPR, namun setelah Reformasi dan amandemen terhadap UUD 1945,
Presiden dipilih secara langsung dengan metode suara terbanyak pada pemilihan umum. Calon presiden
yang mendapatkan suara diatas 50% dari rakyat dinyatakan sebagai pemenang.  

Presiden di Indonesia dipilih untuk masa jabatan 5 tahun, yang dapat diperbaharui untuk satu kali lagi,
bila terpilih ulang.

PEMBAGIAN WILAYAH

Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas Daerah provinsi dan Daerah provinsi itu dibagi atas
Daerah kabupaten dan kota. Daerah Provinsi dan Kabupaten/Kota mempunyai Pemerintahan Daerah.
Daerah provinsi merupakan Wilayah Administratif yang menjadi wilayah kerja bagi gubernur sebagai
wakil wakil Pemerintah Pusat dan wilayah kerja bagi gubernur dalam menyelenggarakan urusan
pemerintahan umum di wilayah Daerah provinsi. Daerah kabupaten/kota merupakan Wilayah
Administratif yang menjadi wilayah kerja bagi bupati/wali kota dalam menyelenggarakan urusan
pemerintahan umum di wilayah Daerah kabupaten/kota.[1]

Pembentukan daerah provinsi, daerah kabupaten, dan daerah kota ditetapkan dengan undang-undang.
Pembentukan daerah dapat berupa penggabungan beberapa daerah atau bagian daerah yang
bersandingan atau pemekaran dari satu daerah menjadi dua daerah atau lebih. Daerah dapat dihapus
dan digabung dengan daerah lain apabila daerah yang bersangkutan tidak mampu menyelenggarakan
otonomi daerah. Penghapusan dan penggabungan daerah beserta akibatnya ditetapkan dengan undang-
undang. Untuk menyelenggarakan fungsi pemerintahan tertentu yang bersifat khusus bagi kepentingan
nasional, Pemerintah dapat menetapkan kawasan khusus dalam wilayah provinsi dan/atau
kabupaten/kota.[1]

PEMBAGIAN KEKUASAAN

Mekanisme pembagian kekuasaan di Indonesia diatur sepenuhnya di dalam UUD Negara Republik
Indonesia Tahun 1945. Penerapan pembagian kekuasaan di Indonesia terdiri atas dua bagian, yaitu
pembagian kekuasaan secara horizontal dan pembagian kekuasaan secara vertikal.
1. embagian kekuasaan secara horizontal

Pembagian kekuasaan secara horizontal yaitu pembagian kekuasaan menurut fungsi lembaga-lembaga
tertentu (legislatif, eksekutif dan yudikatif). Berdasarkan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945,
secara horizontal pembagian kekuasaan negara di lakukan pada tingkatan pemerintahan pusat dan
pemerintahan daerah.

Pembagian kekuasaan pada tingkatan pemerintahan pusat berlangsung antara lembaga-lembaga negara
yang sederajat. Pembagian kekuasaan pada tingkat pemerintahan pusat mengalami pergeseran setelah
terjadinya perubahan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Pergeseran yang dimaksud adalah
pergeseran klasifikasi kekuasaan negara yang umumnya terdiri atas tiga jenis kekuasaan (legislatif,
eksekutif dan yudikatif) menjadi enam kekuasaan negara, yaitu:

Kekuasaan konstitutif, yaitu kekuasaan untuk mengubah dan menetapkan Undang-Undang Dasar.
Kekuasaan ini dijalankan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 3
ayat (1) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan bahwa Majelis Permusyawaratan
Rakyat berwenang mengubah dan menetapkan Undang-Undang Dasar.

Kekuasaan eksekutif, yaitu kekuasaan untuk menjalankan undang-undang dan penyelenggraan


pemerintahan Negara. Kekuasaan ini dipegang oleh Presiden sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 4
ayat (1) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan bahwa Presiden Republik
Indonesia memegang kekuasaan pemerintahan menurut Undang-Undang Dasar.

Kekuasaan legislatif, yaitu kekuasaan untuk membentuk undang-undang. Kekuasaan ini dipegang oleh
Dewan Perwakilan Rakyat sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 20 ayat (1) UUD Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan bahwa Dewan Perwakilan Rakyat memegang kekuasaan
membentuk undang-undang.

Kekuasaan yudikatif atau disebut kekuasaan kehakiman, yaitu kekuasaan untuk menyelenggarakan
peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan. Kekuasaan ini dipegang oleh Mahkamah Agung dan
Mahkamah Konstitusi sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 24 ayat (2) UUD Negara Republik Indonesia
Tahun 1945 yang menyatakan bahwa Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung
dan badan peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan
agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara, dan oleh sebuah
Mahkamah Konstitusi.
Kekuasaan eksaminatif/inspektif, yaitu kekuasaan yang berhubungan dengan penyelenggaraan
pemeriksaan atas pengelolaan dan tanggung jawab tentang keuangan negara. Kekuasaan ini dijalankan
oleh Badan Pemeriksa Keuangan sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 23 E ayat (1) UUD Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan bahwa untuk memeriksa pengelolaan dan tanggung
jawab tentang keuangan negara diadakan satu Badan Pemeriksa Keuangan yang bebas dan mandiri.

Kekuasaan moneter, yaitu kekuasaan untuk menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter,
mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran, serta memelihara kestabilan nilai rupiah.
Kekuasaan ini dijalankan oleh Bank Indonesia selaku bank sentral di Indonesia sebagaimana ditegaskan
dalam Pasal 23 D UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan bahwa negara memiliki
suatu bank sentral yang susunan, kedudukan, kewenangan, tanggung jawab, dan indepedensinya diatur
dalam undang-undang.

Pembagian kekuasaan secara horizontal pada tingkatan pemerintahan daerah berlangsung antara
lembaga-lembaga daerah yang sederajat, yaitu antara Pemerintah Daerah (Kepala Daerah/Wakil Kepala
Daerah) dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Pada tingkat provinsi, pembagian kekuasaan
berlangsung antara Pemerintah provinsi (Gubernur/wakil Gubernur) dan DPRD provinsi. Sedangkan
pada tingkat kabupaten/kota, pembagian kekuasaan berlangsung antara Pemerintah Kabupaten/Kota
(Bupati/wakil Bupati atau Walikota/wakil Walikota) dan DPRD kabupaten/kota.

2. Pembagian kekuasaan secara vertikal

Pembagian kekuasaan secara vertikal merupakan pembagian kekuasaan menurut tingkatnya, yaitu
pembagian kekuasaan antara beberapa tingkatan pemerintahan. Pasal 18 ayat (1) UUD Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 menyatakan bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas
daerahdaerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota, yang tiap-tiap provinsi,
kabupaten, dan kota itu mempunyai pemerintahan daerah, yang diatur dengan undang-undang.

Berdasarkan ketentuan tersebut, pembagian kekuasaan secara vertikal di negara Indonesia berlangsung
antara pemerintahan pusat dan pemerintahan daerah (pemerintahan provinsi dan pemerintahan
kabupaten/kota). Pada pemerintahan daerah berlangsung pula pembagian kekuasaan secara vertikal
yang ditentukan oleh pemerintahan pusat. Hubungan antara pemerintahan provinsi dan pemerintahan
kabupaten/kota terjalin dengan koordinasi, pembinaan dan pengawasan oleh Pemerintahan Pusat
dalam bidang administrasi dan kewilayahan.
Pembagian kekuasaan secara vertikal muncul sebagai konsekuensi dari diterapkannya asas
desentralisasi di Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dengan asas tersebut, Pemerintah Pusat
menyerahkan wewenang pemerintahan kepada pemerintah daerah otonom (provinsi dan
kabupaten/kota) untuk mengurus dan mengatur sendiri urusan pemerintahan di daerahnya, kecuali
urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan Pemerintah Pusat, yaitu kewenangan yang berkaitan
dengan politik luar negeri, pertahanan, keamanan, yustisi, agama, moneter dan fiskal.

Hal tersebut ditegaskan dalam Pasal 18 ayat (5) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang
menyatakan Pemerintah daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya, kecuali urusan pemerintahan
yang oleh undang-undang ditentukan sebagai urusan Pemerintah Pusat.

1. Pembagian Wilayah Indonesia Berdasarkan Waktu

Berdasarkan waktunya, wilayah Indonesia dapat dibedakan menjadi tiga wilayah yaitu indonesia bagian
barat, tengah dan timur. Hal ini disebabkan karena wilayah timur hingga barat memiliki selisih waktu
sekitar 3 jam.

a. Daerah Waktu Indonesia Barat (WIB) didasarkan pada meredian pangkal 105°BT yang meliputi daerah
Sumatra, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah dan Jawa. Daerah ini memiliki selisih waktu 7 jam
dengan daerah Greenwich di Inggris.

b. Daerah Waktu Indonesia Tengah (WITA) didasarkan pada meredian pangkal 120°BT yang meliputi
daerah Bali, NTB, NTT, Kalimantan timur, Kalimantan Selatan dan Sulawesi. Daerah ini waktunya lebih
cepat 1 jam dari daerah WIB dan selisih 8 jam dengan daerah Greenwich di Inggris.

c. Daerah Waktu Indonesia Timur (WIT) didasarkan pada meredian pangkal 135°BT yang meliputi daerah
kepulauan Maluku dan Papua. Daerah ini lebih cepat 2 jam daripada dari daerah WIB dan selisih 9 jam
dengan daerah Greenwich di Inggris.

2. Pembagian Wilayah Indonesia Berdasarkan Bentuk Dasar Laut


Berdasarkan bentuk dasar lautnya, wilayah Indonesia dapat kita bagi menjadi tiga wilayah yakni:

a. Paparan Sunda dulunya merupakan bagian dari daerah Asia Tenggara yang pada akhirnya sebagian
daratannya tenggelam akibat naiknya permukaan air laut. Daratan yang tidak tenggelam akhirnya
menjadi Pulau Sumatra, Pulau Jawa dan Pulau Kalimantan beserta pulau-pulau kecil di sekitarnya.

b. Paparan Sahul dulunya berupa daratan yang menyatukan Pulau Papua dengan Benua Australia namun
telah tenggelam ketika permukaan air laut naik.

c. Dasar Laut Peralihan merupakan daerah yang bukan merupakan bagian dari paparan sunda dan
paparan sahul. Daerah ini memiliki cekungan-cekungan dalam yang terdapat di daerah laut Sulawesi,
Nusa Tenggara dan Kepulauan Maluku.

3. Pembagian Wilayah Indonesia Berdasarkan Rangkaian Pegunungan

Danang Endarto (2009) dalam bukunya halaman 126 menjelaskan bahwa berdasarkan rangkaian
pegunungan, wilayah Indonesia dapat kita bagi menjadi dua macam wilayah, yakni.

a. Pegunungan Sirkum Mediterania merupakan rangkaian atau rentetan pegunungan panjang di sekitar
laut tengah yaitu Afrika Utara, Alpen, Spanyol, Alpenina dan Semenanjung Balkan yang kemudian
membujur ke pegunungan Himalaya lalu masuk ke negara Asia Tenggara seperti Myanmar, Malaysia dan
Indonesia.

Ada dua jalur masuknya rentetan pegunungan ini yaitu:

1) Busur dalam melalui pegunungan Bukit Barisan di Pulau Sumatra, Jawa, Bali, Lombok, Flores, Alor,
Wetar dan berakhir di Kepulauan Banda (bersifat vulkanis).
2) Busur luar melalui pulaupulau di sebelah barat Pulau Sumatra (Pulau Simeuleu, Pulau Nias, Kepulauan
Mentawai, Pulau Enggano), menyeberang ke pegunungan bawah laut di sebelah selatan Pulau Jawa,
Sumba, Timor, Kepulauan Babar, Kepulauan Tanimbar, Kepulauan Kei, Pulau-pulau Gorom, Seram,
Ambon, dan berakhir di pulau Buru (bersifat nonvulkanis).

b. Pegunungan Sirkum Pasifik merupakan rangkaian pegunungan yang dimulai dari Pegunungan Los
Andes di Amerika Selatan lalu menuju pegunungan di Amerika Tengah dan Rocky Mountain di Amerika
Utara. Darisini kemudian bersambung ke Kepulauan Aleuten, Jepang, Filipina lalu masuk ke wilayah
Indonesia melalui tiga jalur, yakni Pulau Kalimantan, Pulau Sulawesi dan Kepulauan di Halmahera
berlanjut ke “wilayah yang seperti kepala burung” Papua kemudian berlanjut membentuk tulang
punggung pegunungan di Papua lalu masuk ke benua Australia dan berakhir di Selandia Baru.

4. Pembagian Wilayah Indonesia Berdasarkan Fauna dan Flora

Nah, untuk pembagian wilayah berdasarkan fauna dan flora, kita bahas lebih lengkap di artikel berjudul
Persebaran Fauna di Indonesia dan Persebaran Flora di Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai