Anda di halaman 1dari 68

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Lansia

2.1.1 Penegertian lansia

Lanjut usiamerupakan kelompok orang yang sedang mengalami

suatu proses perubahan yang bertahap dalam jangka waktu

beberapa dekade. Usia lanjut merupakan tahap perkembangan

normal yang akan dialami oleh setiap individu yang mencapai usia

lanjut dan merupakan kenyataan yang tidak dapat dihindari

(Notoatmodjo, 2017).

Lansia merupakan dua kesatuan fakta sosial dan biologi. Sebagai

suatu fakta sosial, lansia merupakan suatu proses penarikan diri

seseorang dari berbagai status dalam suatu struktur masyarakat.

Secara fisik pertambahan usia dapat berarti semakin melemahnya

menusia secara fisik dan kesehatan (Prayitno, 2015)

Menurut Undang Undang RI No 23 tahun 1992 tentang kesehatan

pasal 19 ayat 1 bahwa manusia lanjut usia adalah seseorang yang

karena usianya mengalami perubahan biologis, fisik, kejiwaan dan

sosial. Perubahan ini akan memberikan pengaruh pad seluruh

aspek kehidupan (Khoiriyah, 2016)

9
10

2.1.2 Klasifikasi lansia

Menurut Maryam (2016), lima klasifikasi pada lansia antara lain:

1) Pra lansia

Seseorang yang berusia 45-59 tahun

2) Lansia

Seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih

3) Lansia resiko tinggi

Seseorang yang berusia 70 tahun atau lebih/ seseorang yang

berusia 60 tahun atau lebih dengan masalah kesehatan

4) Lansia potensial

Lansia yang masih mampu melakukan pekerjaan dan/atau

kegiatan yang masih dapat menghasilkan barang/ jasa

5) Lansia tidak potensial

Lansia yang tidak berdaya mencari nafkah, sehingga

hidupnya bergantung pada bantuan orang lain.

Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dalam Nugroho

(2015), lanjut usia meliputi:

1) Usia pertengahan (middle age) yaitu kelompok usia 45-59

tahun

2) Usia lanjut (eldery) antara 60-74 tahun

3) Usia lanjut tua (old) antara 75-90 tahun

4) Usia sangat tua (very old) diatas 90 tahun


11

2.1.3 Teori Menua

1. Teori Biologis

Teori biologis mencoba untuk menjelaskan proses fisik

penuaan, termasuk perubahan fungsi dan struktur,

pengembangan, panjang usia dan kematian. Perubahan-

perubahan dalam tubuh termasuk perubahan molekular dan

seluler dalam sistem organ utama dan kemampuan tubuh

untuk berfungsi secara adekuat dan melawan penyakit.Seiring

dengan brekembangnya kemampuan kita untuk menyelidiki

komponen-komponen yang kecil dan sangat kecil, suatu

pemahaman tantang hubungan hal-hal yang memengaruhi

penuaan ataupun tentang penyebab penuaan yang sebelumnya

tidak diketahui, sekarang telah mengalami peningkatan.

Walaupun bukan suatu definisi penuaan, tetapi lima

karakteristik penuaan telah dapat diidentifikasi oleh para ahli.

Teori biologis juga mencoba untuk menjelaskan mengapa

orang mengalami penuaan dengan cara berbeda dari waktu

kewaktu dan faktor apa yang memengaruhi umur panjang,

perlawanan terhadap organisme, dan kematian atau perubahan

seluler. Suatu pemahaman tentang perspektif biologi dapat

memberikan pengetahuan kepada perawat tentang faktor

resiko spesifik dihubungkan dengan penuaan dan bagaimana

orang dapat dibantu untuk meminimalkan atau menghindari

resiko dan memaksimalkan kesehatan.


12

1) Teori Radikal Bebas

Radikal bebas adalah produk metabolisme seluler yang

merupakan bagian molekul yang sangat reaktif. Molekul

ini memiliki muatan ekstraseluler kuat yang dapat

menciptakan reaksi dengan protein, mengibah bentuk

dan sifatnya, molekul ini juga dapat bereaksi dengan

lipid yang berada dalam membran sel, mempengaruhi

permeabilitasnya atau dapat berikatan dengan organel

sel. Teori ini menyatakan bahwa penuaan disebabkan

karena terjadinya akumulasi kerusakan irreversibel

akibat senyawa pengoksidasi. Dimana radikal bebas

dapat terbentuk dialam, tidak stabilnya radikal bebas

mengakibatkan oksidasi bahan-bahan organik seperti

karbohidrat dan protein.

2) Teori Genetika

Teori sebab akibat menjelaskan bahwa penuaan terutama

disebabkan oleh pembentukan gen dan dampak

lingkungan pada pembentukan kode genetik. Menurut

teori genetike, penuaan adalah suatu proses yang secara

tidak sadar diwariskan yang berjalan dari waktu ke

waktu untuk mengubah sel atau struktur jaringan.

Dengan kata lain, perubahan rentang hidup dan panjang

usia telah ditentukan sebelumnya. Teori genetika terdiri

dari teori asam deoksiribonukleat (DNA), teori krtepatan


13

dan kesalahan, mutasi somatik, dan teori glikogen.

Teori-teori ini menyatakan bahwa proses replikasi pada

tingkatan seluler menjadi tidak terartur karena adanya

informasi tidak sesuai yang diberikan dari inti sel.

Molekul DNA menjadi bersilangan (crosslink) denga

unsur yang lain sehingga mengubah informasi genetik.

Adanya crosslink ini mengakibatkan kesalahan pada

tingkat seluler yang akhirnya mengakibatkan sistem dan

organ tubuh gagal untuk berfungsi.Bukti yang

mendukung teori-teori ini termasuk perkembangan

radikal bebas, kolagen, dan lipofusin.Selain itu,

peningkatan frekuensi kanker dan penyakit autoimun

yang dihubungkan dengan bertambahnya umur

menyatakan bahwa mutasi atau kesalahan terjadi pada

tingkat molekular dan selular.

3) Teori Cross Link

Teori crosslink dan jaringan ikat menyatakan bahwa

molekul kolagen dan elastin, komponen jaringan ikat,

membentuk senyawa yang lama meningkatkan rigiditas

sel, crosslink diperkirakan akibat reaksi kimia yang

menimbulkan aenyawa antara molekul-molekul yang

normalnya terpisah atau secara singkatnya sel-sel tua

atau usang, reaksi kimianya menyebakan kurang elastis

dan hilangnya fungsi. Contoh crosslink jaringan ikat


14

terkait usia meliputi penurunan kekuatan daya rentang

dinding arteri, tanggalnya gigi, tendon kering dan

berserat.

4) Teori Wear and Tear

Teori ini mengusulkan bahwa akumulasi sampah

metabolik atau zat nutrisi dapat merusak sintesis DNA,

sehingga mendorong malfungsi molekular dan akhirnya

malfungsi organ tubuh. Pendukung teori ini percaya

bahwa tubuh akan mengalami kerusakan berdasarkan

suatu jadwal.Radikal bebas adalah contoh dari produk

sampah metabolisme yang menyebabkan kerusakan

ketika akumulasi terjadi.Radikal bebas dengan cepat

dihancurkan oleh sistem enzim pelindung pada kondisi

normal. Beberapa radikal bebas berhasil lolos dari proses

perusakan ini dan berakumulasi didalam struktur

biologis yang penting, saat itu kerusakan organ

terjadi.Karena laju metabolisme terkait secara langsung

pada pembentukan radikal bebas, sehingga ilmuwan

memiliki hipotesis bahwa tingkat kecepatan produksi

radikal bebas berhubungan dengan penentuan waktu

rentang hidup.Pembatasan kalori dan efeknya pada

perpanjangan rentang hidup mungkin berdasarkan pada

teori ini.Pembatasan kalori telah terbukti dapat

meningkatkan masa hidup pada tikus


15

percobaan.Sepanjang masa hidup, tikus-tikus tersebut

telah mengalami penurunan angka kejadian kemunduran

fungsional, dan mengalami lebih sedikit kondisi penyakit

yang berkaitan dengan peningkatan umur, berkurangnya

kemunduran fungsional tubuh, dan menurunnya

insidensi penyakit yang berhubungan dengan penuaan.

5) Teori Imunitas

Teori imunitas menggambarkan suatu kemunduran

dalam sistem imun yang berhubungan dengan

penuaan.Ketika orang bertambah tua, pertahanan mereka

terhadap organisme asing mengalami penurunan,

sehingga mereka lebih rentan untuk menderita berbagai

penyakit seperti kanker dan infeksi.Seiring dengan

berkurangnya fungsi sistem imun, terjadilah peningkatan

dalam respons autoimun tubuh. Ketika orang mengalami

penuaan, mereka mungkin mengalami penyakit

autoimun seperti artritis reumaoid dan alergi terhadap

makanan dan faktor lingkungan yang lain. Penganjur

teori ini sering memusatkan pada peran kelenjar

timus.Berat dan ukuran kelenjar timus menurun seiring

dengan bertambahnya umur, seperti halnya kemampuan

tubuh untuk diferensiasi sel T. karena hilangnya

diferensiasi sel T, tubuh salah mengenali sel yang tua

dan tidak beraturan sebagai benda asing dan


16

menyerangnya.Pentingnya pendekatan pemeliharaan

kesehatan, pencegahan penyakit, dan promosi kesehatan

terhadap npelayanan kesehatan, terutama pada saat

penuaan terjadi tidak dapat diabaikan. Walaupun semua

orang memerlukan pemeriksaan rutin untuk memastikan

deteksi dini dan perawatan seawal mungkin, tetapi pada

orang lanjut usia kegagalan melindungi sistem imun

yang telah mengalami penuaan melalui pemeriksaan

kesehatan ini dapat mendorong ke arah kematian awal

dan tidak terduga. Selain itu, program imunisasi secara

nasional untuk mencegah kejadian dan penyebaran

epidemi penyaki, seperti pneumonia dan influenza

diantara orang lanjut usia juga mendukung dasar teoritis

praktik keperawatan.

6) Teori Neuroendokrin

Diskusi sebelumnya tentang kelenjar timus dan sistem

imun serta interaksi antara sistem saraf dan sistem

endokrin menghasilkan persamaan yang luar biasa.Pada

kasus selanjutnya para ahli telah memikirkan bahwa

penuaan terjadi oleh karena adanya suatu perlambatan

dalam sekresi hormon tertentu yang mempunyai suatu

dampak pada reaksi yang diatur oleh sistem saraf.Hal ini

lebih jelas ditunjukkan dalam kelenjar hipofisis, tiroid,

adrenal, dan reproduksi.Salah satu area neurologis yang


17

mengalami gangguan secara universal akibat penuaan

adalah waktu reaksi yang diperlukan untuk menerima,

memproses, dan bereaksi terhadap perintah.Dikenal

sebagai perlambatan tingkah laku, respon ini kadang-

kadang diinterpretasikan sebagai tindakan melawan,

ketulian, atau kurangnya pengetahuan. Pada umumnya,

sebenarnya yang terjadi bukan satupun dari hal-hal

tersebut, tetapi orang lanjut usia sering dibuat untuk

merasa seolah-olah mereka tidak kooperatif atau tidak

patuh. Perawat dapat memfasilitasi proses pemberian

perawatan dengan cara memperlambat instruksi dan

menunggu respon mereka.

7) Riwayat Lingkungan

Menurut teori ini, faktor-faktor di dalam lingkungan

(misalnya karsinogen dari industri, cahaya matahari,

trauma dan infeksi) dapat membawa perubahan dalam

proses penuaan. Walaupun faktor-faktor ini diketahui

dapat mempercepat penuaan, dampak dari lingkungan

lebih merupakan dampak sekunder dan bukan

merupakan faktor utama dalam penuaan. Perawat dapat

mempunyai pengetahuan yang mendalam tentang

dampak dari aspek ini terhadap penuaan dengan cara

mendidik semua kelompok umur tentang hubungan

antara faktor lingkungan dan penuaan yang dipercepat.


18

Ilmu pengetahuan baru mulai untuk mengungkap

berbagai faktor lingkungan yang dapat memengaruhi

penuaan.

2. Teori Psikososiologis

Teori psikososialogis memusatkan perhatian pada perubahan

sikap dan perilaku yang menyertai peningkatan usia, sebagai

lawan dari implikasi biologi pada kerusakan anatomis. Untuk

tujuan pembahasan ini, perubahan sosiologis atau nonfisik

dikombinasikan dengan perubahan psikologis.Masing-masing

individu, muda, setengah baya, atau tua adalah unik dan

memiliki pengalaman, melalui serangkaian kejadian dalam

kehidupan, dan melalui banyak peristiwa.Salama 40 tahun

terakhir, beberapa teori telah berupaya untuk menggambarkan

bagaimana perilaku dan sikap pada awal tahap kehidupan

dapat memengaruhi reaksi manusia sepanjang tahap akhir

hidupnya. Pekerjaan ini disebut proses “penuaan yang sukses”

contoh dari teori ini termasuk teori kepribadian.

1) Teori Kepribadian

Kepribadian manusia adalah suatu wilayah pertumbuhan

yang subur dalam tahun-tahun akhir kehidupannya yang

telah merangsang penelitian yang pantas

dipertimbangkan.Teori kepribadian menyebutkan aspek-

aspek pertumbuhan psikologis tanpa menggambarkan

harapan atau tugas spesifik lansia. Jung mengembangkan


19

suatu teori pengembangan kepribadian orang dewasa

yang memandang kepribadian sebagai ektrovert atau

introvert ia berteori bahwa keseimbangan antara keddua

hal tersebut adalah penting kesehatan. Didalam konsep

intoritas dari Jung, separuh kehidupan manusia

berikutnya digambarkan dengan memeiliki tujuannya

sendiri yaitu untuk mengembangkan kesadaran diri

sendiri melalui aktivitas yang dapat merefleksikan diri

sendiri

2) Teori Tugas Perkembangan

Beberapa ahli teori sudah menguraikan proses maturasi

dalam kaitannya dengan tugas yang harus dikuasai pada

tahap sepanjang rentang hidup manusia. Hasil penelitian

Ericson mungkin teori terbaik yang dikenal dalam

bidang ini.Tugas perkembangan adalah aktivitas dan

tantangan yang harus dipenuhi oleh seseorang pada

tahap-tahap spesifik dalam hidupnya untuk mencapai

penuaan yang sukses.Erickson menguraikan tugas utama

lansia adalah mampu melihat kehidupan seseorang

sebagai kehidupan yang dijalani dengan integritas. Pada

kondisis tidak adanya pencapaian perasaan bahwa ia

telah menikmati kehidupan yang baik, maka lansia

tersebut beresiko untuk disibukkan dengan rasa

penyesalan atau putus asa. Minat yang terbaru dalam


20

konsep ini sedang terjadi pada saat ahli gerontologi dan

perawat gerontologi memeriksa kembali tugas

perkembanagn lansia.

3) Teori Disengagement

Teori disengagement (teori pemutusan hubungan),

dikembangkan pertama kali pada awal tahun 1960-an,

menggambarkan proses penarikan diri oleh lansia dari

peran bermasyarakat dan tanggung jawabnya. Menurut

ahli teori ini, proses penarikan diri ini dapat diprediksi,

sistematis, tidak dapat dihindari, dan penting untuk

fungsi yang tepat dari masyarakat yang sedang

tumbuh.Lansia dikatakan bahagia apabila kontak sosial

telah berkurang dan tanggung jawab telah diambil oleh

generasi yang lebih muda. Manfaat pengurangan kontak

sosial bagi lansia adalah agar ia dapat menyediakan

waktu untuk merefleksikan pencapaian hidupnya dan

untuk menghadapi harapan yang tidak terpenuhi,

sedangkan manfaatnya bagi masyarakat adalah dalam

rangka memindahkan kekuasaan generasi tua pada

generasi muda.Teori ini banyak menimbulkan

kontroversi, sebagian karena penelitian ini dipandang

cacat dan karena banyak lansia yang menentang

“postulat” yang dibangkitkan oleh teori untuk

menjelaskan apa yang terjadi didalam pemutusan ikatan


21

atau hubungan. Sebagai contoh, dibawah kerangka kerja

teori ini, pensiun wajib menjadi kebijakan sosial yang

harus diterima. Dengan meningkatnya rentang waktu

kehidupan alami, pensiun pada usia 65 tahun berarti

bahwa seorang lanjut usia yang sehat dapat berharap

untuk hidup 20 yahun lagi. Bagi banyak individu yang

sehat dan produktif, prospek diri suatu langkah yang

lebih lambat dan tanggung jawab yang lebih sedikit

merupakan hal yang tidak diinginkan.Jelasnya, banyak

lansia dapat terus menjadi anggota masyarakat produktif

yang baik sampai mereka berusia 80 sampai 90 tahun.

4) Teori Aktivitas

Lawan langsung dari teori disengagement adalah teori

aktivitas penuaan, yang berpendapat bahwa jalan menuju

penuaan yang sukses adalah dengan cara tetap aktif.

Havighurst yang pertama menulis tentang pentingnya

tetap aktif secara sosial sebagai alat untuk penyesuaian

diri yang sehat untuk lansia pada tahun 1952.Sejak saat

itu, berbagai penelitian telah memvalidasi hubungan

positif antara mempertahankan interaksi yang penuh arti

dengan oranglain dan kesejahteraan fisik dan mental

orang tersebut. Gagasan pemenuhan kebutuhan

seseorang harus seimbang dengan pentingnya perasaan

dibutuhkan oleh orang lain. Kesempatan untuk turut


22

berperan dengan cara yang penuh arti bagi kehidupan

seseorang yang penting bagi dirinya adalah suatu

komponen kesejahteraan yang penting bagi lansia.

Penelitian menunjukkan bahwa hilangnya fungsi peran

pada lansia secara negatif memengaruhi kepuasan

hidup.Selain itu, penelitian terbaru menunjukkan

pentingnya aktivitas mental dan fisik yang

berkesinambungan untuk mencegah kehilangan dan

pemeliharaan kesehatan sepanjang masa kehidupan

manusia.

5) Teori Kontinuitas

Teori kontinuitas, juga di kenal sebagai suatu teori

perkembangan, merupakan suatu kelanjutan dari dua

teori sebelumnya dan mencoba untuk menjelaskan

dampak kepribadian pada kebutuhan untuk tetap aktif

atau memisahkan diri agar mencapai kebahagiaan dan

terpenuhinya kebutuhan di usia tua. Teori ini

menekankan pada kemampuan koping individu

sebelumnya dan kepribadian sebagai dasar untuk

memprediksi bagaimana seseorang akan dapat

menyesuaikan diri terhadap perubahan akibat penuaan.

Ciri kepribadian dasar dikatakan tetap tidak berubah

walaupun usianya telah lanjut. Selanjutnya, ciri

kepribadian secara khas menjadi lebih jelas pada saat


23

orang tersebut bertambah tua. Seseorang yang

menikmati bergabung dengan orang lain dan memiliki

kehidupan sosial yang aktif akan terus menikmati gaya

hidupnya ini sampai usianya lanjut. Orang yang

menyukai kesendirian dan memiliki jumlah aktivitas

yang terbatas mungkin akan menemukan kepuasan

dalam melanjutkan gaya hidupnya ini. Lansia yang

terbiasa memiliki kendali dalam membuat keputusan

mereka sendiri tidak akan dengan mudah menyerahkan

peran ini hanya karena usia mereka yang telah lanjut.

Selain itu, individu yang telah melakukan manipulasi

atau abrasi dalam interaksi interpersonal mereka selama

masa mudanya tidak akan tiba-tiba mengembangkan

suatu pendekatan yang berbeda didalam masa akhir

krhidupannya.Ketika perubahan gaya hidup dibebankan

pada lansia oleh perubahan sosial-ekonomi atau faktor

kesehatan, permasalahan mungkin akan timbul.

Kepribadian yang tetap tidak diketahui selama

pertemuan atau kunjungan singkat kadang-kadang dapat

menjadi fokal dan juga menjadi sumber kejengkelan

ketika situasi mengharuskan adanya suatu perubahan

didalam pengaturan tempat tinggal. Keluarga yang

berhadapan dengan keputusan yang sulit tentang

perubahan pengaturan tempat tinggal untuk seorang


24

lansia sering memerlukan banyak dukungan. Suatu

pemahaman tentang pola kepribadian lansia sebelumnya

dapat memberikan pengertian yang lebih diperlukan

dalam proses pengambilan keputusan ini.

2.1 4 Tipe lansia

Menurut Maryam (2016), beberapa tipe lansia bergantung pada

karakter, pengalaman hidup, lingkungan, kondisi fisik, mental,

sosial dan ekonominya.

Tipe tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut:

1) Tipe arif bijaksana

Kaya dengan hikmah, pengalaman menyesuaikan diri

dengan perubahan jaman, mempunyai kesibukan, bersikap

ramah, rendah hati, sederhana, dermawan, memenuhi

undangan, dan menjadi panutan

2) Tipe mandiri

Mengganti kegiatan yang hilang dengan yang baru dan

selektif dalam mencari pekerjaan, bergaul dengan teman

dan memenuhi undangan.

3) Tipe tidak puas

Konflik lahir batin menentang proses penuaan sehingga

menjadi pemarah, tidak sabar, mudah tersinggung, sulit

dilayani, pengkritik dan banyak menuntut


25

4) Tipe pasrah

Menerima dan menunggu nasib baik, mengikuti kegiatan

agama dan melakukan pekerjaan apa saja.

5) Tipe bingung

Kaget, kehilangan kepribadian, mengasingkan diri, minder,

menyesal, pasif dan acuh tidak acuh.

2.1.5 Tugas perkembangan lanjut usia

Seiring tahap kehidupan, lansia memiliki tugas perkembangan

khusus.menurutKhoiriyah (2016), tujuh kategori utama tugas

perkembangan lansia meliputi:

1) Menyesuaikan terhadap penurunan kekuatan fisik dan

kesehatan

Lansia harus menyesuaikan dengan perubahan fisik seiring

terjadinya penuaan sistem tubuh, perubahan penampilan

dan fungsi.Hal ini tidak dikaitkan dengan penyakit, tetapi

hal ini adalah normal.

2) Menyesuaikan terhadap masa pensiun dan penurunan

pendapatan

Lansia umumnya pensiun dari pekerjaan purna waktu, dan

oleh karena itu mungkin perlu untuk meyesuaikan dan

membuat perubahan karena hilangnya peran bekerja.


26

3) Menyesuaikan terhadap kematian pasangan

Mayoritas lansia dihadapkan pada kematian pasangan,

teman, dan kadang anaknya.Kehilangan ini sering sulit

diselesaikan, apalagi bagi lansia yang menggantungkan

hidupnya dari seseorang yang meninggalkannya dan sangat

berarti bagi dirinya.

4) Menerima diri sendiri sebagai individu lansia

Beberapa lansia menemukan kesulitan untuk menerima diri

sendiri selama penuaan. Mereka dapat memperlihatkan

ketidakmampuannya sebagai koping dengan menyangkal

penurunan fungsi, meminta cucunya untuk tidak

memanggil mereka “nenek” atau menolak meminta bantuan

dalam tugas yang menempatkan keamanan mereka pada

resiko yang besar

5) Mempertahankan kepuasan pengaturan hidup

Lansia dapat mengubah rencana kehidupannya.Misalnya

kerusakan fisik dapat mengharuskan pindah ke rumah yang

lebih kecil dan untuk seorang diri.

6) Mendefinisikan ulang hubungan dengan anak yang dewasa

Lansia sering memerlukan penetapan hubungan kembali

dengan anak-anaknya yang telah dewasa.

7) Menentukan cara untuk mempertahankan kualitas hidup

Lansia harus belajar menerima akivitas dan minat baru

untuk mempertahankan kualitas hidupnya.Seseorang yang


27

sebelumnya aktif secara sosial sepanjang hidupnya

mungkin merasa relatif mudah untuk bertemu orang baru

dan mendapat minat baru.Akan tetapi, seseorang yang

introvert dengan sosialisasi terbatas, mungkin menemui

kesulitan bertemu orang baru selama pensiun.

2.1.6 Perubahan – perubahan yang terjadi pada lansia

Perubahan-perubahan fisik pada lansia menurut (Maryam, 2016) :

1) Sel

Jumlah berkurang, ukuran membesar, cairan tubuh

menurun, dan cairan intraseluler menurun.

2) Kardiovaskuler

Katup jantung menebal dan kaku, kemampuan memompa

darah menurun (menurunnya kontraksi dan volume),

elastisitas pembuluh darah menurun, serta meningkatnya

resistensi pembuluh darah perifer sehingga tekanan darah

meningkat.

3) Respirasi

Otot-otot pernafasan kekuatannya menurun dan kaku,

elastisitas paru menurun, kapasitas residu meningkat

sehingga menarik napas lebih berat, alveoli melebar dan

jumlahnya menurun, kemampuan batuk menurun, serta

terjadi penyempitan pada bronkus.


28

4) Persarafan

Saraf panca indra mengecil sehingga fungsinya menurun

serta lambat dalam merespon dan waktu bereaksi

khususnya yang berhubungan denganstress. Berkurang atau

hilangnya lapisan myelin akson, sehingga menyebabkan

kurangnya respon motorik dan reflek.

5) Muskuloskeletal

Cairan tulang menurun sehingga mudah rapuh, bungkuk,

persendian membesar dan menjadi kaku, kram, tremor, dan

tendon mengerut dan mengalami sklerosis.

6) Gastrointestinal

Esophagus melebar, asam lambung menurun, lapar

menurun dan peristaltik menurun sehingga daya absorbsi

juga ikut menurun. Ukuran lambung mengecil serta fungsi

organ aksesori menurun sehingga menyebabkan

berkurangnya produksi hormone dan enzim pencernaan.

7) Pendengaran

Membrane timpani atrofi sehingga terjadi gangguan

pendengaran. Tulang-tulang pendengaran mengalami

kekakuan.

8) Penglihatan

Respon terhadap sinar menurun, adaptasi terhadap gelap

menurun, akomodasi menurun, lapang pandang menurun,

dan katarak.
29

9) Kulit

Keriput serta kulit kepala dan rambut menipis.Rambut

dalam hidung dan telinga menebal.Elastisitas menurun,

vaskularisasi menurun, rambut memutih (uban), kelenjar

keringat menurun, kuku keras dan rapuh, serta kuku kaki

tumbuh berlebihan seperti tanduk.

2.1.7 Masalah fisik yang sering di temui pada lansia

Menurut Azizah (2015), masalah fisik yang sering ditemukan pada

lansia adalah :

1. Mudah Jatuh

Jatuh adalah suatu kejadian yang dilaporkan penderita atau

saksi mata yang melihat kejadian yang mengakibatkan

seseorang mendadak terbaring/terduduk di lantai atau

tempat yang lebih rendah dengan atau tanpa kehilangan

kesadaran atau luka.

2. Mudah Lelah

Disebabkan oleh:

1) Faktor psikologis (perasaan bosan, keletihan atau

perasaan depresi)

2) Gangguan organis

3) Pengaruh obat-obat

3. Berat Badan Menurun

Disebabkan oleh:
30

1) Pada umumnya nafsu makan menurun karena kurang

gairah hidup atau kelesuan

2) Adanya penyakit kronis

3) Gangguan pada saluran pencernaan sehingga

penyerapan makanan terganggu

4. Faktor-faktor sosio ekonomi (pensiun)

5. Sukar Menahan Buang Air Besar

Disebabkan oleh:

1) Obat-obat pencahar perut

2) Keadaan diare

3) Kelainan pada usus besar

4) Kelainan pada ujung saluran pencernaan (pada rektum

usus).

6. Gangguan pada Ketajaman Penglihatan

Disebabkan oleh:

1) Presbiop

2) Kelainan lensa mata (refleksi lensa mata kurang)

3) Kekeruhan pada lensa (katarak)

4) Tekanan dalam mata yang meninggi (glaukoma)

2.1.8 Penyakit yang sering di jumpai pada lansia

Menurut Azizah (2015), dikemukakan adanya empat penyakit yang

sangat erat hubungannya dengan proses menua yakni:


31

1) Gangguan sirkulasi darah, seperti : hipertensi, kelainan

pembuluh darah, gangguan pembuluh darah di otak

(koroner) dan ginjal

2) Gangguan metabolisme hormonal, seperti: diabetes

mellitus, klimakterium, dan ketidakseimbangan tiroid

3) Gangguan pada persendian, seperti osteoartitis, gout

arthritis, atau penyakit kolagen lainnya

4) Berbagai macam neoplasma

2.2 Konsep Stroke

2.2.1 Anatomi fisiologi


32

1. Anatomi otak

Berat otak manusia sekitar 1400 gram dan tersusun oleh kurang

lebih 100 triliun neuron.Otak terdiri dari empat bagian

besar yaitu serebrum (otak besar), serebelum (otak kecil),

brainstem (batang otak), dan diensefalon.(Satyanegara, 2015).

Serebrum terdiri dari dua hemisfer serebri, korpus kolosum dan

korteks serebri. Masing-masing hemisfer serebri terdiri dari

lobusfrontalis yang merupakan area motorik primer yang

bertanggung jawab untuk gerakan-gerakan voluntar, lobus


33

parietalis yang berperanan pada kegiatan memproses dan

mengintegrasi informasi sensorik yang lebih tinggi tingkatnya,

lobus temporalis yangmerupakan area sensorik untuk impuls

pendengaran dan lobus oksipitalis yang mengandung korteks

penglihatan primer, menerimainformasi penglihatan dan

menyadari sensasi warna.

Serebelum terletak di dalam fosa kranii posterior dan ditutupi

oleh duramater yang menyerupai atap tenda yaitu tentorium,

yangmemisahkannya dari bagian posterior serebrum.Fungsi

utamanya adalah sebagai pusat refleks yang mengkoordinasi dan

memperhalusgerakan otot, serta mengubah tonus dan kekuatan

kontraksi untuk mempertahankan keseimbangan sikap tubuh.

Bagian-bagian batang otak dari bawah ke atas adalah medula

oblongata, pons dan mesensefalon (otak tengah).Medula

oblongatamerupakan pusat refleks yang penting untuk jantung,

vasokonstriktor, pernafasan, bersin, batuk, menelan,

pengeluaran air liur danmuntah.Pons merupakan mata rantai

penghubung yang penting pada jaras kortikosereberalis yang

menyatukan hemisfer serebri danserebelum.Mesensefalon

merupakan bagian pendek dari batang otak yang berisi

aquedikus sylvius, beberapa traktus serabut saraf asenden dan

desenden dan pusat stimulus saraf pendengaran dan penglihatan.


34

Diensefalon di bagi empat wilayah yaitu talamus, subtalamus,

epitalamus dan hipotalamus.Talamus merupakan stasiun

penerimadan pengintegrasi subkortikal yang penting.Subtalamus

fungsinya belum dapat dimengerti sepenuhnya, tetapi lesi pada

subtalamus akanmenimbulkan hemibalismus yang ditandai

dengan gerakan kaki atau tangan yang terhempas kuat pada satu

sisi tubuh.Epitalamus berperanan pada beberapa dorongan

emosi dasar seseorang.Hipotalamus berkaitan dengan

pengaturan rangsangan dari sistem susunansaraf otonom perifer

yang menyertai ekspresi tingkah dan emosi. (Satyanegara, 2015)

2. Fisiologi otak

Otak menerima 17 % curah jantung dan menggunakan 20 %

konsumsi oksigen total tubuh manusia untuk metabolism

aerobiknya. Otak diperdarahi oleh dua pasang arteri yaitu arteri

karotis interna dan arteri vertebralis. Dan dalam rongga

kranium,keempat arteri ini saling berhubungan dan membentuk

sistem anastomosis, yaitu sirkulus Willisi. (Satyanegara, 2015)


35

Arteri karotis interpna dan eksterna bercabang dari arteria

karotis komunis kira-kira setinggi rawan tiroidea. Arteri karotis

internamasuk ke dalam tengkorak dan bercabang kira-kira

setinggi kiasma optikum, menjadi arteri serebri anterior dan

media. Arteri serebrianterior memberi suplai darah pada

struktur-struktur seperti nukleus kaudatus dan putamen basal

ganglia, kapsula interna, korpuskolosum dan bagian-bagian

(terutama medial) lobus frontalis dan parietalis serebri, termasuk

korteks somestetik dan korteks motorik.Arteri serebri media

mensuplai darah untuk lobus temporalis, parietalis dan frontalis

korteks serebri.Arteria vertebralis kiri dan kanan berasal dari

arteria subklavia sisi yang sama.

Arteri vertebralis memasuki tengkorak melaluiforamen

magnum, setinggi perbatasan pons dan medula oblongata.

Kedua arteri ini bersatu membentuk arteri basilaris, arteri

basilaristerus berjalan sampai setinggi otak tengah, dan di sini

bercabang menjadi dua membentuk sepasang arteri serebri

posterior.

Cabang-cabang sistem vertebrobasilaris ini memperdarahi

medula oblongata, pons, serebelum, otak tengah dan sebagian

diensefalon. Arteriserebri posterior dan cabang-cabangnya

memperdarahi sebagian diensefalon, sebagian lobus oksipitalis dan

temporalis, aparatuskoklearis dan organ-organ vestibular.

Darah di dalam jaringan kapiler otak akan dialirkan melalui


36

venula-venula (yang tidak mempunyai nama) ke vena serta di

drainaseke sinus duramatris. Dari sinus, melalui vena emisaria

akan dialirkan ke vena-vena ekstrakranial. (Satyanegara, 2015).

2.2.2 Definisi

Definisi yang paling banyak diterima secara luas adalah bahwa

stroke merupakan suatu sindrom yang ditandai dengan gejala dan

atau tanda klinis yang berkembang dengan cepat yang berupa

gangguan fungsional otak fokal maupun global yang berlangsung

lebih dari 24 jam (kecuali ada intervensi bedah atau membawa

kematian), yang tidak disebabkan oleh sebab lain selain penyebab

vaskuler (Mansjoer, 2016).

Stroke merupakan sindrom klinis yang ditandai dengan

berkembangnya tiba-tiba defisit neurologis persisten fokus

sekunder terhadap peristiwa pembuluh darah menurut Geyer

(2013)

Stroke merupakan penyebab kecacatan nomor satu di dunia dan

penyebab kematian nomor dua di dunia. Duapertiga stroke terjadi

di negara berkembang. Pada masyarakat barat, 80% penderita

mengalami stroke iskemik dan 20% mengalami stroke hemoragik.

Insiden stroke meningkat seiring pertambahan usia (Dewanto dkk,

2016).

2.2.3 Klasifikasi
37

Stroke terbagi menjadi dua :

1. Stroke iskemik

Tipe stroke ini terjadi karena aliran darah tersumbat atau

berkurang aliran darah ke daerah otak. Penyumbatan ini

dapat terjadi karena aterosklerosis atau pembentukan

bekuan darah.

2. Stroke hemoragik

Stroke hemoragik disebabkan oleh perdarahan di dalam dan

di sekitar otak. Perdarahan yang mengisi ruang-ruang

antara otak dan tulang kranium dinamakan perdarahan

subaraknoid. Keadaan ini terjadi karena ruktur aneurisma

malformasi arteiovenosa, dan trauma kepala. Perdarahan di

dalam jaringan otak sendiri di kenal dengan sebutan

perdarahan intraserebral dan terutama disebabkan oleh

hipertensi.

1) Pendarahan intraserebral (termasuk perdarahan

kedalam sereberum atau otak kecil)

Perdarahan intraserebral atau perdarahan didalam

otak (serebrum) ini terjadi kalau darah dari

pembuluh darah yang pecah membanjiri jaringan

otak dan merembes kedalamnya.Jumlah perdarahan

dapat sedikit atau banyak (luas) menurut ukuran

pembuluh darah yang pecah dan keberhasilan

penyumbatan tempat bocor itu oleh bekuan darah.


38

2) Perdarahan subaraknoid

Pada perdarahan subaraknoid, letak perdarahnya

berbeda dengan perdarahan intraserebral; pada

keadaan ini, darah mengalir keluar diantara kedua

selaput otak (meningen). Darah tersebut secara

cepat menyebar pada permukaaan otak dan bukan

merembes kedalamnya. Perdarahan subaraknoid

akan menimbulkan gejala nyeri kepala yang hebat,

terjadi tiba-tiba skali, dan datang dengan muntah-

muntah serta penurunan kesadaran. Kalau penderita

dapat sadar kembali,kita akan menemukan gejala

kaku kuduk, keluhan silau terhadap cahaya, dan

pada kasus yang lebih ringan dapat ditemukan

sedikit kelumpuhan.Para penderita pendarahan

suburaknoid kerap kali sudah mempunyai benjolan

atau kantong kecil (aneorisma) pada salah satu

pembuluh otak; kantong kecil ini terbentik akibat

kelemahan atau peregangan pada pembulu darah

tersebut.Keaadaan ini dinamakan aneorisma berry

dan umumnya dapat disembuhkan dengan

pembedahan. Penderita dengan perdarahan hebat

dan dalam keadaan yang sangat lemah bukan calon

yang baik bagi tindakan pembedahan; dalam


39

keadaaan seperti ini diperlukan tindakan yang lebih

koservatif.

3) Perdarahan subdural

Perdarahan ini disebabkan oleh cedera kepala, dan

letaknya tepat dibawah tengkorak sehingga mudah

diatasi dengan pembedahan.

(Kowalak, 2015)

2.2.4 Etiologi

1. Stroke iskemik

1) Aterosklerosis merupakan endapan kolesterol dan plak di

dalam dinding arteri. Endapan ini dapat cukup besar untuk

mempersempit lumen pembuluh arteri dan mengurangi

aliran darah selain menyebabkan arteri tersebut kehilangan

kemampuan meregang.

2) Trombus atau bekuan darah, terbentuk pada permukaan

kasar plak aterosklerotik yang terbentuk pada dinding

arteri. Trombus dapat membesar dan akhirnya menyumbat

lumen arteri tersebut.

3) Embolus. Embolus berjalan lewat aliran darah dan dapat

menyumbat pembuluh arteri yang lebih kecil. Embolus

(atau emboli jika berjumlah banyak) umumnya berasal dari

jantung, disini berbagai penyakit dapat menyebabkan

pembentukan trombus.

2. Stroke hemoragik
40

1) Aneurisme merupakan keadaan dinding arteri yang

melemah sehingga menyebabkan arteri tersebut meregang

dan menggelembung seperti balon. Biasanya aneurisme

terjadi di tempat yang terdapat percabangan arteri.

2) Hipertensi merupakan peningkatan tekanan darah yang

dapat menyebabkan arteriol kecil pecah di dalam otak.

Darah yang dilepaskan di dalam jaringan otak akan

menimbulkan tekanan pada arteriol sekitarnya sehingga

arteriol tersebut ikut pecah dan menimbulkan perdarahan

yang lebih luas. Hipertensi dapat pula menyebabkan infark

lakuner. Bentuk ini merupakan infark miniatur yang serupa

dengan strok komplek, tetapi memiliki skala yang lebih

kecil. Infark lakuner terjadi di dalam nukleus dan traktus

spinalis otak dan menyerupai danau atau lubang kecil-kecil.

3) Malformasi arteriovenosa merupakan kelainan pembuluh

darah otak dan disini arteri berhubungan langsung ke vena

tanpa melewati jaringan kapiler (capillary bed). Tekanan

darah yang datang dari arteri tersebut terlalu tinggi bagi

vena sehingga membuat vena ini melebar sehingga dapat

mengangkut darah dengan volume yang lebih besar.

Pelebaran ini dapat menyebabkan ruptur vena.(Kowalak,

2015)

2.2.5 Faktor resiko


41

1. Tidak dapat diubah

1) Usia

Merupakan faktor resiko paling penting terjadinya

serangan strok.Penelitian populasi menunjukan

bilamana sesorangan hanya mempunyai satu faktor

resiko pada dirinya, faktor ini tidak akan banyak

meningkat kemungkinan terjadinya permasalahan strok.

Permasalahan baru terjadi kalau penderita mempunyai

dua,tiga,atau emapat faktor resiko yang bergabung

menjadi satu. Jadi, walaupun tidak dapat mengubah

usia,faktor-faktor lain yang disebutkan diatas dapat

dihindari.

2) Jenis kelamin pria

Dibandingkan perempuan, pria ternyata lebih berisiko

terserang stroke. Hal itu karena kebiasaan buruk

merokok lebih banyak dilakukan kaum Adam sehingga

stroke menjadi ancaman yang tidak terhindari. Nikotin

dan zat-zat beracun lainnya yang terdapat di dalam

rokok dapat merusak dinding dalam pembuluh darah,

sehingga menyebabkan sel darah dan deposit lemak

menempel. Akhirnya timbul flak yang membuat aliran

darah menuju otak tidak lancar.

3) Ras
42

Sebuah studi terbaru berusaha mengamati beberapa

faktor tersebut. Maria Chiu dan rekan-rekannya (2015)

meneliti penyebaran penyakit jantung dan stroke dalam

empat kelompok etnis: Kaukasia (kulit putih),

Tionghoa, Asia Selatan, dan Afrika (kulit hitam) yang

semuanya tinggal di Provinsi Ontario, Kanada. Mereka

menggunakan data yang dikumpulkan dalam survey

kesehatan nasional dan komunitas.

Meskipun semuanya tinggal di tempat yang sama dan

memiliki asuransi kesehatan universal, Chiu

menemukan perbedaan besar. Analisa mereka

menunjukkan, lebih dari satu di antara 20 orang Asia

Selatan menderita penyakit stroke, dibandingkan satu di

antara 30 orang Tionghoa dan Afrika.

4) Riwayat keluarga

Peneliti telah mengidentifikasi selusin gen yang

mempunyai kontribusi terhadap stroke. Meskipun

stroke dianggap sebagai penyakit keturunan, namun

hubungannya tidak sederhana. Stroke merupakan hasil

dari interaksi gen yang beragam. Walaupun belum

adanya tes genetik secara konsisten terhadap penyakit

stroke tetaplah berhati-hati, karena dalam garis keluarga

pasti punya struktur genetik yang sama.

5) Riwayat TIA atau stroke


43

Penderita yang pernah mengalami serangan iskemik

otak sepintas (TIA) akan menghadapi resiko untuk

terjadi suatu serangan stroke. Serangan iskemik sepintas

memebrikan gejala seperti serangan strok yang

ringan,karena ada gangguan penglihatan serta bicara,

dan perasaan lemas atau gangguan sensorik pada salah

satu sisi tubuh. Gejala-gejala akan hilang dalam waktu

24jam.Serangan ini dianggap sebagai suatu ancaman

stroke.

6) Penyakit jantung koroner

Penderita penyakit katub jantung, yang mungkin timbul

setelah demam rematik, mempunyai kecendrungan

untuk terjadinya trombus dalam jantung yang kemudian

terbawa darah ke dalam otak. Keadaan ini terutama

terjadi bila irama jantung menunjukan kelainan. Setiap

orang yang pernah merasakan gejala palpitasi (rasa

berdeba-debar), atau ketika diperiksa denyut nadinya

teraba ketidakteraturan yang lebih dari sekedar

denyutan ekstra yang kadang – kadang timbul, harus

menjalani pemeriksaan lebih lanjut.

2. Dapat diubah

1) Hipertensi
44

Hipertensi merupakan satu-satunya faktor resiko yang

terpenting tapi dapat diobati karena pengobatan

hipertensi dapat memperkecil kemungkinan terjadinya

strok hingga separuhnya. Namun, insidensi serangan

stok sudah mulai terlihat berkurang sekalipun belum

ditemukan obat darah tinggi yang efektif. Ada beberapa

alasan yang menjelaskan penurunan insidensi ini, yaitu

termasuk kemungkinan garam sebagai penyebabnya

dan tekanan darah penduduk menurun bersamaan

dengan berkurangnya kandungan garam dalam

makanan setelah ditemukan lemari es untuk

mengawetkan makanan. Yang menarik untuk

diperhatikan, penurunan tekanan darah ternyata hanya

memberikan pengaruh yang amat kecil terhadap upaya

untuk mengurangi kemungkinan terjadinya serangan

jantung.

2) Diabetes mellitus

Penderita diabetes mempunyai kecenderungan lebih

besar untuk mendapatkan serangan strok daripada

lainnya sehingga penyakit ini harus dikendalikan

secermat mungkin. Penyakit diabetes yang kurang

terkontrol dapat mengakibatkan penurunan volume

plasma dalam peredaran darah. Keadaan ini akan

meningkatkan konsentrasi sel darah merah.


45

3) Merokok

Rokok merupakan faktor resiko yang bermakna terjadi

strok karena dianggap membahayakan pembuluh darah,

pertama–tama merokok akan memeprcepat pengerasan

pembuluh nadi (arteriosklerosis) dan kedua akan

meningkatkan kecendrungan pembekuan darah.

4) Penyalah gunaan alkohol dan obat

Alkohol dianggap memberikan pengaruh yang

berbahaya bagi peredaran darah otak. Bahan ini dapat

meningkatkan tekanan darah, menggangu metabolisme

hidratarang dan lemak dalam tubuh, dan juga

mengganggu pembekuan darah.

5) Kontrasepsi oral

Pil kontrasepsi oral atau pil KB yang pertama kali

digunakan mempunya kandungan hormon ekstrogen

hormon yang tinggi.Hal ini yang membuat sebagian

wanita mendapatkan serangan stroke.

(Thomas, 2015)

2.2.6 Manifestasi klinis

1. Kelemahan ekstremitas yang unilateral


46

2. Kesulitan bicara

3. Patirasi pada salah satu sisi tubuh

4. Sakit kepala

5. Gangguan penglihatan(diplopia, hemianopsia, ptosis

6. Rasa pening atau dizziness

7. Kecemasan (ansietas)

8. Perubahan tingkat kesadaran

(Notoatmodjo, 2017).

2.2.7 Patofisiologi

Gangguan pasokan aliran darah otak dapat terjadi di mana saja di

dalam arteri-arteri yang membentuk Sirkulus Willisi (Gambar 1):

arteria karotis interna dan sistem vertebrobasilar atau semua

cabang-cabangnya. Secara umum, apabila aliran darah ke jaringan

otak terputus selama 15 sampai 20 menit, akan terjadi infark atau

kematian jaringan. Perlu diingat bahwa oklusi di suatu arteri tidak

selalu menyebabkan infark di daerah otak yang diperdarahi oleh

arteri tersebut. Alasannya adalah bahwa mungkin terdapat sirkulasi

kolateral yang memadai ke daerah tersebut. Proses patologik yang

mendasari mungkin salah satu dari berbagai proses yang terjadi di

dalam pembuluh darah yang memperdarahi otak. Patologinya dapat

berupa keadaan penyakit pada pembuluh itu sendiri, seperti pada

aterosklerosis dan trombosis, robeknya dinding pembuluh, atau

peradangan, berkurangnya perfusi akibat gangguan status aliran

darah, misalnya syok atau hiperviskositas darah, gangguan aliran


47

darah akibat bekuan atau embolus infeksi yang berasal dari jantung

atau pembuluh ekstrakranium; atau, ruptur vaskular di dalam

jaringan otak atau ruang subaraknoid (Harsono, 2015).

Gambar.1 Sirkullus Willisi

Suatu stroke mungkin didahului oleh Transient Ischemic Attack

(TIA) yang serupa dengan angina pada serangan jantung. TIA

adalah serangan-serangan defisit neurologik yang mendadak dan

singkat akibat iskemia otak fokal yang cenderung membaik dengan

kecepatan dan tingkat penyembuhan bervariasi tetapi biasanya

dalam 24 jam. TIA mendahului stroke trombotik pada sekitar 50%

sampai 75% pasien.

(Harsono, 2015).

2.2.8 Komplikasi

1. Bahu yang kaku


48

Sebagian penderita struk akan menderita perasaan nyeri dan

kaku pada bahu di sisi yang sakit. Ada tiga penyebab keadaan

ini pertama, sendi bahu memerlukan kisaran gerakan yang

penuh di sepanjang hari. Jika hal ini terjadi, nyeri hebat dapat

terasa ketika bahu tersebut digerakkan. Kedua, lengan yang

lumpuh merupakan beban yang sangat berat sehingga bila tidak

tersangga akan mengakibatkan pembengkakkan, rasa nyeri

serta kekakuan pada sendi tersebut. Penyebab ketiga yang

paling sering menimbulkan kekakuan bahu adalah kerusakan

yang terjadi ketika penderita diangkat secara ceroboh dengan

memgang ketiaknya-bagian sendi dapat robek dan mengalami

inflamasi akibat pengangkatan ini.

2. Pneumonia

Akibat gangguan pada gerakan menelan, mobilitas dan

pengembangan paru, serta batuk yang parah setelah serangan

stroke, maka dapat terjadi peradangan di dalam rongga dada

dan kadang-kadang pneumonia.

3. Trombosis vena provundus dan emboli pulmoner

Suatu trombus atau bekuan darah sangat sering terbentuk di

dalam pembuluh darah balik pada tungkai yang lumpuh,

khususnya di daerah betis. Keadaan ini dapat mengakibatkan

pembengkakan pada pergelangan kaki di sisi tersebut, dengan

nyeri tekan pada otot betis. Kadang-kadang seluruh tungkai

dapat membengkak dan terasa nyeri atau pagal. Karena adanya


49

tambahan cairan di dalam tungkai, gerakan kaki akan

terganggu. Kadang kala trombus dari pembuluh darah balik

terlepas dan membentuk suatu embolus yang terbawa darah ke

dalam paru dan kemudian menyumbat satu atau lebih arteri

pulmonalis yang memperdarahi paru-paru. Keadaan ini

mengakibatkan kelainan emboli pulmoner yang kadang-

kadanag dapat menimbulkan kematian setelah serangan stroke.

Gejalanya nyeri dada dan sesak napas.

4. Dekubitus

Karena penderita mengalami kelumpuhan dan kehilangan

perasaanya, dekubitus selalu menjadi ancaman khususnya di

daerah bokong, panggul, pergelangan kaki, tumit, dan bahkan

telinga. Dekubitus dapat menimbulkan rasa nyeri dan dapat

menimbulkan suatu infeksi sehingga kulit luka pada

permukaannya dan kuman dapat masuk.

5. Kejang (konvulsi)

Beberapa penderita stroke dapat mengalami serangan kejang

pada hari-hari pertama setelah serangan. Serangan ini dapat

berupa kedutan atau (twiching) atau kejang kaku (spasme) pada

otot, pernapasan yang berisik, lidah yang tergigit, mulut yang

berbuih, inkontinensia dan kehilangan kesadaran dalam waktu

yang singkat. Serangan ini lebih besar kemungkinannya terjadi

bila korteks serebri sendiri telah terkena, daripada serangan


50

stroke yang mengenai struktur otak yang lebih dalam.

Kemungkinan lain disebabkan oleh emboli serebral.

6. Problem kejiwaan

Penderita sering mengalami depresi setelah serangan stroke.

Disamping rasa rendah diri yang bisa dipahami sebagai suatu

reaksi emosional terhadap kemunduran kualitas keberadaan

mereka. Depresi merupakan penyebab utama yang

menerangkan mengapa penderita tidak mampu bereaksi dengan

kecepatan yang normal terhadap seyiap upaya remobilisasi.

(Harsono, 2015).

2.2.9 Pemeriksaan penunjang

1. Pemeriksaan radiologi

1) CT Scan

Pada kasus stroke, CT scan dapat membedakan stroke

infark dan stroke hemoragik. Pemeriksaan CT scan

kepala merupakan gold standar untuk menegakan

diagnosis stroke. (Rahmawati, 2016)

2) Magnetic Resonance Imaging (MRI)

Secara umum pemeriksaan Magnetic Resonance Imaging

(MRI) lebih sensitive dibandingkan CT scan.MRI

mempunyai kelebihan mampu melihat adanya iskemik

pada jaringan otak dalam waktu 2-3 jam setelah onset

stroke non hemoragik.MRI juga digunakan pada kelainan

medulla spinalis.Kelemahan alat ini adalah tidak dapat


51

mendeteksi adanya emboli paru, udara bebas dalam

peritoneum dan fraktur.Kelemahan lainnya adalah tidak

bisa memeriksa pasien yang menggunakan protese logam

dalam tubuhnya, preosedur pemeriksaan yang lebih rumit

dan lebih lama, serta harga pemeriksaan yang lebih mahal

(Notosiswoyo, 2014).

2. Pemeriksaan Laboratorium

Pada pasien yang diduga mengalami stroke perlu dilakukan

pemeriksaan laboratorium. Parameter yang diperiksa meliputi

kadar glukosa darah, elektrolit, analisa gas darah, hematologi

lengkap, kadar ureum, kreatinin, enzim jantung, prothrombin

time (PT) dan activated partial thromboplastin time (aPTT).

Pemeriksaan kadar glukosa darah untuk mendeteksi

hipoglikemi maupun hiperglikemi, karena pada kedua keadaan

ini dapat dijumpai gejala neurologis. Pemeriksaan elektrolit

ditujukan untuk mendeteksi adanya gangguan elektrolit baik

untuk natrium, kalium, kalsium, fosfat maupun magnesium

(Rahmawati, 2016).

Pemeriksaan analisa gas darah juga perlu dilakukan untuk

mendeteksi asidosis metabolik.Hipoksia dan hiperkapnia juga

menyebabkan gangguan neurologis.Prothrombin time (PT)

dan activated partial thromboplastin time (aPTT) digunakan

untuk menilai aktivasi koagulasi serta monitoring terapi. Dari

pemeriksaan hematologi lengkap dapat diperoleh data tentang


52

kadar hemoglobin, nilai hematokrit, jumlah eritrosit, leukosit,

dan trombosit serta morfologi sel darah. Polisitemia vara,

anemia sel sabit, dan trombositemia esensial adalah kelainan

sel darah yang dapat menyebabkan stroke (Rahmawati, 2016).

2.2.10 Penatalaksanaan

1. Penatalaksanaan medis

Terapi medis

1) Neuroproteksi

Neuroproteksi mengarah kepada mekanisme didalam

sistem saraf yang melindungi sel saraf (neuron) dari

apoptosis atau degenerasi, misalnya hasil dari lesi di otak

atau sebagai hasil dari penyakit neurodegenaratif kronik.

Neuroproteksi adalah mekanisme dan strategi yang

digunakan untuk melindungi dari lesi dan degenerasi sel

neuron di sistem saraf pusat (ssp/cns) yang mengikuti

gangguan akut (misal, stroke atau trauma/lesi sistem saraf)

atau sebagai hasil dari penyakit neurodegeneratif (misal,

parkinson, alzheimer, multiple sclerosis).

Pada stroke iskemik akut, dalam batas-batas waktu tertentu

sebagian besar cedera jaringan neuron dapat di pulihkan.

Mempertahankan fungsi jaringan adalah tujuan dari apa

yang disebut sebagai strategi neuruprtektif. Hipotermi

adalah terapi neuroprotektif yang sudah lama di gunakan

pada kasus trauma otak dan terus di teliti pada stroke.Cara


53

kerja metode ini adalah menurunkan aktivitas metabolisme

dan tentu saja kebutuhan oksigen sel-sel neuro.Dengan

demikian neuron terlindungi dari kerusakan lebih lanjut

akibat hipoksia berkepanjangan atau eksitotoksisitas yang

dapat terjadi akibat jenjang glutamat yang biasanya timbul

akibat sel neuron. Pendekatan lain untuk mempertahankan

jaringan adalah pemakaian obat neuroprotektif. Banyak

riset stroke yang meneliti obata yang adapat menurunkan

metabolisme neuron mencegah pelepasan zat-zat toksik dari

neuron yang rusak, atau memperkecil respon

hipereksitatorik yang merusak dari neuron-neuron di

penumbra iskemik yang mengelilingi daerah infark pada

stroke.

2) Antikoagulasi

Antikoagulan adalah golongan obat yang dipakai untuk

menghambat pembekuan darah. Obat-obat ini tidak

melarutkan bekuan darah seperti trombolotik, tetapi bekerja

sebagai pencegah pembentukan bekuan baru.Antikoagulan

digunakan pada orang yang memiliki gangguan pembuluh

arteri dan vena yang membuat orang tersebut berisiko

tinggi untuk pembentukan bekuan darah. Gangguan pada

vena mencakup trombosis vena dalam dan emboli paru, dan

gangguan arteri mencakup trombosis koronaria, (infark

miokardium), adanya katup jantung buatan, dan serangan


54

pembuluh darah otak (stroke). Untuk gangguan arteri,

antipletelet seperti aspirin, dipiridamol, dan sulfinpirazon

dianggap sebagai obat pilihan. Saat ini, antikoagulan oral

juga tersedia. Beberapa antikoagulan digunakan dalam

peralatan medis seperti tabung reaksi, kantong transfusi

darah, dan peralatan dialisis ginjal. Antikoagulan berkaitan

erat dengan antiplatelet dan obat trombolitik dengan

memanipulasi berbagai jalur pembekuan darah. Secara

khusus, antikoagulan bekerja sebagai pencegah

pembentukan bekuan baru.

3) Trombolisis intravena

Terapi trombolitik intravena menggunakan alteplase, yang

diberikan dalam 3 jam setelah onset gejala stroke,

merupakan satu-satunya terapi medis yang tersedia saat ini

untuk stroke iskemik akut.

Resiko terbesar menggunakan terapi trombolitik adalah

perdarahan intraserebrum. Dengan demikian terapi harus

digunakan hanya bagi pasien yang telah di saring secara

cerna dan yang tidak memenuhi satupun dari kriteria

eksklusi berikut :

a. Gambaran perdarahan intrakranium berupa masa yang

besar pada CT Scan.

b. Angiogram yang negativ untuk adanya bekuan


55

c. Peningkatan waktu protrombin / INR, yang

mengisyaratkan kecendrungan perdarahan

d. Adanya pembuluh dan luka yang belum sembuh dari

trauma atau pemebdaha yang baru terjadi

e. Tekanan darah diastolik yang sangat tinggi, hilangnya

auturegulasi adalah suatu resiko besar

4) Trombolisis intra arteri

Prosedur trombolisis intra-arterial untuk menangani stroke

harus dilakukan dengan sangat cepat, biasanya dalam waktu

6-12 jam setelah gejala awal stroke muncul. Pada

umumnya, trombolisis intra-arterial memerlukan studi scan

awal, seperti MRI/MRA pada otak untuk menentukan

lokasigumpalan darah. Kemudian, kateter dimasukkan ke

dalam arteri, seperti pada lengan atau pangkal paha. Kateter

berisi obat pengencer darah kuat disebut alteplase. Kateter

kemudian secara hati-hati dan progresif menyusup

sepanjang jalan menuju arteri otak yang tersumbat hingga

mencapai gumpalan darah. Seketika itu pula pengencer

darah akan melarutkan gumpalan darah yang ada.


56

2.3 Konsep Hambatan Mobilitas Fisik

2.3.1 Definisi hambatan mobilitas fisik

Hambatan mobilitas fisik merupakan suatu keadaan ketika

seseorang mengalami atau berisiko mengalami keterbatasan gerak

fisik (Riyadi & Widuri, 2016).

Hambatan mobilitas fisik merupakan keadaan ketika seseorang

tidak dapat bergerak bebas karena kondisi yang mengganggu

pergerakan (Abi sufyan, 2015).

Hambatan mobilitas fisik merupakan kelainan yang terjadi karena

berbagai hal, misalnya trauma tulang belakang, cedera otot berat,

fraktur pada ekstremitas, dan kelainan saraf (Saputra, 2016).

2.3.2 Batasan karakteristik

1. Dyspnea setelah beraktifitas

2. Gangguan sikap berjalan

3. Gerakan lambat

4. Gerakan spastik

5. Gerakan tidak terkordinasi

6. Instabilitas postur

7. Kesulitan membolak – balik posisi

8. Keterbatasan rentang gerak

9. Ketidaknyamanan

10. Melakukan aktifitas lain sebagai pengganti pergerakan


57

11. Penurunan kemampuan melakukan keterampilan motorik

halus

12. Penurunan kemampuan melakukan keterampilan motorik

kasar

(NANDA, 2017)

2.3.3 Faktor yang berhubunngan

1. Agens farmaseutikal

2. Ansietas

3. Depresi disuse

4. Fisik tidak bugar

5. Gangguan fungsi kognitif

6. Gangguan metabolism

7. Gangguan muskuloskeletal

8. Gangguan neuromuskular

9. Gangguan sensori perseptual

10. Gaya hidup kurang gerak

11. Indeks masa tubuh di atas persentiln ke 75 sesuai usia

12. Intoleransi aktifitas

13. Kaku sendi

14. Keengganan memulai pergerakan

15. Penurunan kekuatan otot

16. Penurunan kendali otot

17. Penurunan ketahanan tubuh

18. Penurunan masa otot


58

19. Program pembatasan gerak

(NANDA, 2017)

2.3.4 Etiologi hambatan mobilitas fisik

Berbagai kondisi dapat menyebabkan terjadinya hambatan

mobilitas fisik, adalah :

1. Gangguan sendi dan tulang, penyakit reumatik seperti

pengapuran tulang atau patah tulang tertentu akan

menghambat pergerakan (mobilisasi)

2. Penyakit syaraf. Adanya stroke, penyakit parkinson, dan

gangguan syaraf tepi juga menimbulkan gangguan

pergerakan dan mengakibatkan imobilisasi.

3. Penyakit jantung atau pernapasan. Penyakit jantung

ataupernapasan akan menimbulkan kelelahan dan sesak

napas ketgika beraktivitas. Akibatnya, pasien dengan

gangguan pada organ-organ tersebut akan mengurangi

mobilitasnya. Ia cenderung lebih banyak duduk atau

berbaring.

4. Gangguan penglihatan. Rasa percaya diri untuk bergerak

akan terganggu bila ada gangguan penglihatan karena ada

kekhawatiran terpeleset,terbentur, atau tersandung.

2.3.5 Manifestasi klinis hambatan mobilitas fisik

1. Respon fisiologik dari perubahan mobilisasi, adalah

perubahan pada:
59

1) Muskuloskeletal seperti kehilangan daya tahan,

penurunan massa otot, atropi dan abnormalnya

sendi dan gangguan metebolisme kalsium.

2) Kardiovaskuler seperti hipotensi orthostastik,

peningkatan beban kerja jantung dan pembentukan

thrombus.

3) Pernafasan seperti atelektasis dan pneumonia

hipostatik, dispnea setelah beraktivitas.

4) Metabolisme dan nutrisi antara lain laju metabolik,

metabolik karbohidrat, lemak dan protein,

ketidakseimbangan cairan dan elektrolit,

ketidakseimbangan kalsium dan gangguan

pencernaan.

5) Eliminasi urin seperti stasis urin

meningkatkanresiko infeksi saluran perkemihan

dan batu ginjal.

6) Integument seperti ulkus dekubitus adalah akibat

iskhemia dan anoksia jaringan.

7) Neurosensori : sensori deprivation.

2. Respon psikososial antara lain meningkatkan respon

emosional, intelektual, sensori dan sosiokultural.

3. Keterbatasan rentan pergerakan sendi.

4. Pergerakan tidak terkoordinasi.


60

5. Penurunan waktu reaksi (lambat).

(Yuliana, 2017)

2.3.6 Penatalaksanaan

1. Pengaturan posisi tubuh sesuai dengan kebutuhan pasien

1) Memiringkan pasien

2) Posisi fowler

3) Posisi sims

4) Posisi Trendelenburg

5) Posisi genupectoral

6) Posisi dorsal recumbent

7) Posisi litotomi

2. Ambulasi dini

Cara ini adalah salah satu tindakan yang dapat

meningkatkan kekuatan dan ketahanan otot serta

meningkatkan fungsi kardiovaskular. Tindakan ini bisa

dilakukan dengan cara melatih posisi duduk di tempat tidur,

turun dari tempat tidur, bergerak ke kursi roda, dan lain-lain

3. Melakukan aktivitas sehari-hari secara mandiri juga

dilakukan untuk melatih kekuatan, ketahanan, kemampuan

sendi agar mudah bergerak, serta mingkatkan fungsi

kardiovaskular.

4. Latihan ROM aktif

Gerakan yang dilakukan oleh seseorang (pasien) dengan

menggunakan energi sendiri. Perawat memberikan


61

motivasi, dan membimbing klien dalam melaksanakan

pergerakan sendi secara mandiri sesuai dengan rentang

gerak sendi normal (klien aktif). Keuatan otot 75 %. Hal ini

untuk melatih kelenturan dan kekuatan otot serta sendi

dengan cara menggunakan otot-ototnya secara aktif .

5. Latihan ROM pasif

Yaitu energi yang dikeluarkan untuk latihan berasal dari

orang lain (perawat) atau alat mekanik. Perawat melakukan

gerakan persendian klien sesuai dengan rentang gerak yang

normal (klien pasif). Kekuatan otot 50 %. Indikasi latihan

pasif adalah pasien semikoma dan tidak sadar, pasien

dengan keterbatasan mobilisasi tidak mampu melakukan

beberapa atau semua latihan rentang gerak dengan mandiri,

pasien tirah baring total atau pasien dengan paralisis

ekstermitas total. Rentang gerak pasif ini berguna untuk

menjaga kelenturan otot-otot dan persendian dengan

menggerakkan otot orang lain secara pasif misalnya

perawat mengangkat dan menggerakkan kaki pasien.

(Saputra, 2016)

2.4 Konsep Dasar Asuhan Keperawatan Stroke Pada Lansia

2.4.1 Pengkajian keperawatan

1. Identitas klien meliputi:

1) Nama

2) Jenis kelamin
62

a. Laki – Laki

b. Perempuan

3) Umur

a. Middle

b. Eldery

c. Old

d. Very old

4) Alamat

5) Status

a. Menikah

b. Tidak menikah

c. Janda

d. Duda

6) Agama

7) Suku

8) Tingkat pendidikan :

a. Tidak tamat SD

b. Tamat SD

c. SMP

d. SMU

e. PT

9) Sumber pendapatan :

a. Ada, Jelaskan

b. Tidak, Jelaskan
63

10) Keluarga yang dapat dihubungi :

a. Ada

b. Tidak

11) Riwayat pekerjaan

2. Riwayat kesehatan

1) Keluhan utama : biasanya kelemahan anggota gerak

sebelah badan, bicara pelo, dan tidak dapat berkomunikasi.

2) Riwayat penyakit sekarang : serangan stroke hemoragik

seringkali berlangsung sangat mendadak, pada saat klien

sedang melakukan aktivitas. Biasanya terjadi nyeri kepala,

mual, muntah bahkan kejang sampai tidak sadar, disamping

gejala kelumpuhan separoh badan atau gangguan fungsi

otak yang lain. Sedangkan stroke infark tidak terlalu

mendadak, saat istirahat atau bangun pagi, kadang nyeri

copula, tidak kejang dan tidak muntah, kesadaran masih

baik (Siti Rochani, 2010)

3) Riwayat penyakit keluarga : biasanya ada riwayat keluarga

yang menderita hipertensi ataupun diabetes militus

4) Riwayat penyakit dahulu : biasanya ada riwayat stroke

sebelumnya, riwayat hipertensi, hipertensi ataupun diabetes

militus

3. Status Fisiologis

1. Bagaimana postur tulang belakang lansia?

1) Tegap
64

2) Membungkuk

3) Kifosis

4) Skoliosis

5) Lordosis

2. Bagaimana kecepatan berjalan lansia dan kekuatan tonus

otot?

1) Cepat

2) Perlahan-lahan

3) Menggunakan alat bantu

3. Tanda-tanda vital dan status gizi

1) Suhu

2) Tekanan Darah

3) Nadi

4) Respirasi

5) Berat Badan

6) Tinggi Badan

4. Pemeriksaan fisik

1) Keadaan umum

Kesadaran: umumnya mengelami penurunan kesadaran,

Suara bicara: kadang mengalami gangguan yaitu sukar

dimengerti, kadang tidak bisa bicara, Tanda-tanda vital:

tekanan darah meningkat, denyut nadi bervariasi


65

2) Pemeriksaan integument

Kulit: jika klien kekurangan O2 kulit akan tampak pucat

dan jika kekurangan cairan maka turgor kulit kan jelek. Di

samping itu perlu juga dikaji tanda-tanda dekubitus

terutama pada daerah yang menonjol karena klien stroke

hemoragik harus bed rest 2-3 minggu.

3) Pemeriksaan kepala dan leher

Kepala bentuk normocephalik. muka umumnya tidak

simetris yaitu mencong ke salah satu sisi. Leher kaku kuduk

jarang terjadi.

4) Pemeriksaan dada

Pada pernafasan kadang didapatkan suara nafas terdengar

ronchi, wheezing ataupun suara nafas tambahan, pernafasan

tidak teratur akibat penurunan refleks batuk dan menelan,

adanya hambatan jalan nafas. Merokok merupakan faktor

resiko.

5) Pemeriksaan abdomen

Didapatkan penurunan peristaltik usus akibat bed rest yang

lama, dan kadang terdapat kembung.

6) Pemeriksaan inguinal, genetalia, anus

Kadang terdapat inkontinensia atau retensio urine

7) Pemeriksaan ekstremitas

Sering didapatkan kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh.


66

Kekuatan otot : sedang, biasanya pasien hanya mampu

melawan gaya gravitasi

8) Pemeriksaan neurologi

Pemeriksaan nervus cranialis umumnya terdapat gangguan

nervus cranialis VII dan XII central. Penglihatan menurun,

diplopia, gangguan rasa pengecapan dan penciuman,

paralisis atau parese wajah.

Pemeriksaan motoric hampir selalu terjadi kelumpuhan/

kelemahan pada salah satu sisi tubuh, kelemahan,

kesemutan, kebas, genggaman tidak sama, refleks tendon

melemah secara kontralateral, apraksia

Pemeriksaan sensorik dapat terjadi hemihipestesi,

hilangnya rangsang sensorik kontralteral.

9) Pemeriksaan reflek

Pada fase akut reflek fisiologis sisi yang lumpuh akan

menghilang. Setelah beberapa hari refleks fisiologis akan

muncul kembali didahuli dengan refleks patologis.

Sinkop/pusing, sakitkepala, gangguan status mental/tingkat

kesadaran, gangguan fungsi kognitif seperti penurunan

memori, pemecahan masalah, afasia, kekakuan nukhal,

kejang, dll.
67

5. Status keseimbangan dan koordinasi

Tabel 2.1 Status keseimbangan dan koordinasi.

No Test Koordinasi Keterangan Nilai


1 Berdiri dengan postur normal
Kijfkdmfc 2 Berdiri dengan postur normal,
menutup mata
3 Berdiri dengan satu kaki Kiri
Kanan
4 Berdiri, fleksi trunk dan berdiri
keposisi netral
5 Berdiri, lateral dan fleksi trunk
6 Berjalan, tempatkan tumit salah
satu kaki didepan jari kaki yang
lain
7 Berjalan sepanjang garis lurus
8 Berjalan mengikuti tanda
gambar pada lantai
9 Berjalan mundur
10 Berjalan mengikuti lingkaran
11 Berjalan pada tumit
12 Berjalan dengan ujung kaki
JUMLAH

Kriteria penilaian :

4 : Bila mampu melakukan aktivitas dengan tanpa bantuan

3 : Bila mampu melakukan aktivitas dengan sedikit bantuan

untuk mempertahankan keseimbangan

2 : Bila mampu melakukan aktivitas dengan bantuan sedang

sampai maksimal untuk mempertahankan keseimbangan

1 : Bila tidak mampu melakukan aktivitas


68

6. Tingkat kerusakan intelektual

Tabel 2.2SPMSQ (short portable mental status Quesioner).

No Pertanyaan Benar Salah


1 Tanggal berapa hari ini ?
2 Hari apa sekarang ?
3 Apa nama tempat ini
4 Dimana alamat anda ?
5 Berapa alamat anda ?
6 Kapan anda lahir?
7 Siapa presiden
Indonesia?
8 Siapa presiden indonesia
sebelumnya?
9 Siapa nama ibu anda ?
10 Kurangi 3 sampai dari 20
dan tetap pengurangan 3
dari setiap angka baru,
semua secara menurun.
Jumla
h
Interpretasi:

Salah 0 – 3 : Fungsi intelektual utuh

Salah 4 – 5 : Fungsi intelektual kerusakan ringan

Salah 6 – 8 : Fungsi intelektual kerusakan sedang

Salah 9 – 10 : Fungsi intelektual kerusakan berat


69

7. Identifikasi aspek kognitif

Tabel 2.3 Identifikasi aspek kognitif

Aspek Nilai Nilai


No Kriteria
Kognitif Maksimal Klien

orientasi 5 Menyebutkan dengan benar


a. Tahun
b. Musim
c. Tanggal
d. Hari
e. Bulan
Orientasi 5 Dimana sekarang kita berada ?
a. Negara
b. Propinsi
c. Kabupaten
d. Panti
e. Wisma

Registrasi 3 Sebutkan 3 nama obyek (kursi,


meja, kertas) kemudian ditanyakan
kepada klien, menjawab:
a. Kursi
b. Meja
c. Kertas

Perhatian 5 Meminta klien berhitung mulai dari


dan 100 kemudian kurangi 7 sampai 5
kalkulasi tingkat.
a. 93
b. 86
c. 79
d. 72
e. 65

Mengingat 3 Minta klien untuk mengulangi


ketiga obyek pada point ke 2
70

Bahasa 9 Menanyakan pada klien tentang


benda (sambil menunjuk benda
tersebut)
a. Kursi
b. Meja
minta klien untuk mengulangi kata
berikut “ tak ada, jika, dan, atau,
tetapi”.

Klien menjawab……….

Minta klien untuk mengikuti


perintah berikut yang terdiri dari 3
langkah. Ambil kertas ditangan
anda, lipat dua dan taruh dilantai.

a. Ambil kertas
b. Lipat jadi 2
c. Taruh dilantai
perintahkan pada klien untuk hal
berikut (bila aktifitas sesuai perintah
nilai 1 point) “tutup mata anda”
perintahkan pada klien untuk
menulis satu kalimat dan menyalin
gambar

Total nilai 30

Interpretasi hasil

24 – 30 : Tidak ada gangguan koqnitif

18 – 23 : Gangguan koqnitif sedang

0 – 17 : Gangguan koqnitif berat


71

8. Tingkat Kemandirian Dalam Kehidupan Sehari-Hari (Indeks

Barthel)

Tabel 2.4 Tingkat Kemandirian Dalam Kehidupan Sehari-Hari

Nilai
No Jenis aktifitas Penilaian
Bantuan Total
1 Makan 5 10
2 Minum 5 10
3 Berpindah dari kursi roda ke 5 - 10 15
tempat tidur & sebaliknya
4 Kebersihan diri: Cuci muka, 0 5
menyisir, mencukur
5 Aktivitas dikamar mandi 5 10
6 (toileting) 5 15
7 Mandi 0 5
8 Berjalan dijalan yang datar (jika 5 10
9 tidak mampu berjalan, lakukan 5 10
10 dengan kursi roda) 5 10
11 Naik turun tangga 5 10
12 Berpakaian termasuk 5 10
13 mengenakan sepatu 5 10
Mengontrol defekasi
Mengontrol berkemih
Olah raga/`latihan
Rekreasi/pemanfaatan waktu
luang
JUMLAH
72

2.4.2 Diagnosa keperawatan

1. Gangguan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan

interupsi aliran darah, vasospasme serebral, edema serebral

2. Tidak efektifnya bersihan jalan napas berhubungan

denganakumulasi sputum akibat penurunantingkat kesadaran,

penurunan kemampuan batuk, ketidakmampuanmengeluarkan

sekret.

3. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan keterlibatan

neuromuskuler kelemahan, parestesia, kerusakan

perseptual/kognitif

4. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kerusakan

neuromuskuler, penurunan kekuatan dan ketahanan,

kehilangan kontrol, nyeri, depresi

5. Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengankerusakan

sirkulasi serebral, kehilanga tonus ototfasial ketidakmampuan

berbicara

6. Berduka dan kehilangan berhubungan dengan duka cita

2.4.3 Intervensi keperawatan

No Batasan Karakteristik Tujuan Dan Kriteria Intervensi

Dx Hasil
1 1. Masa tromboplastin NOC : Intervensi
parsial abnormal 1. Circulation status NIC :
2. Masa protombin 2. Neurologic status 1. Monitor TTV
abnormal 3. Tissue prefusion : 2. Monitor AGD,
3. Sekmen ventrikel kiri cerebral ukuran pupil,
73

akinetik Tujuan : ketajaman,


4. Ateroklerosis aerotik Setelah di lakukan kesimetrisan dan
5. Diseksi arteri asuhan keperawatan 2 x reaksi
6. Fibrilasi atrium 24 jam ketidakefeketifan 3. Monitor adanya
7. Miksoma atrium perfusi jaringan cerebral diplopia,
8. Tumor otak teratasi dengan kriteria pandangan kabur,
9. Stenosis carotid hasil : nyeri kepala
10. Aneurisme serebri 1. Tekanan sistol dan 4. Monitor level
11. Koagulopati diastole dalam kebingungan dan
12. Kardiomiopati dilatasi rentang yang di orientasi
harapkan
13. Embolisme 5. Monitor tonus
2. Tidak ada ortostatik
14. Trauma kepala hipertensi otot pergerakan
15. Hierkolesterolemia 3. Komunikasi jelas 6. Monitor tekanan
16. Hipertensi 4. Menunjukkan intracranial dan
17. Endocarditis infeksi konsentrasi dan respon neurologis
18. Stenosis mitral orientasi 7. Catat perubahan
19. Neoplasma otak 5. Pupil seimbang dan pasien dalam
reaktif
20. Sindrom sick sinus merespon
6. Bebas dari aktifitas
21. Penyalahgunaan zat kejang stimulus
22. Terapi trombolitik 7. Tidak mengalami 8. Monitor status
nyeri kepala cairan
9. Pertahanakan
parameter
hemodinamik.
10. Tinggikan kepala
0 – 45 derajat
pada kondisi
pasien dan order
medis.

2 1. Tidak ada batuk  NOC : Intervensi


2. Tidak ada suara nafas 1. Respiratory status : NIC :
tambahan ventilation 1. Pastikan kebutuhan
3. Perubahan frekuensi 2. Respiratory status : oral / tracheal
nafas airway patency suctioning
4. Perubahan irama nafas 3. Aspiration control 2. Auskultasi suara
5. Sianosis Tujuan : nafas sebelum dan
6. Kesulitan berbicara Setelah dilakukan sesudah suctioning
atau mengeluarkan tindakan keperawatan 3. Informasikan pada
suara selama 1 x 24 jam klien klien dan keluarga
7. Penurunan bunyi nafas menunjukkan keefektifan tentangsuctioning
74

8. Dispneu jalan nafasdengan 4. Minta klien nafas


9. Sputum dalam jumlah kriteria hasil : dalam sebelum
yang berlebihan 1. Mendemonstrasikan suction dilakukan
10. Batuk yang tidak batuk efektif dan 5. Berikan O2 dengan
efektif  suara nafas yang menggunakan nasal
11. Orthopneu bersih, tidak ada untuk memfasilitasi
12. Gelisah sianosisdan dyspneu suksion nasotrakeal
13. Mata terbuka lebar  mampu 6. Gunakan alat yang
mengeluarkan steril sitiap
sputum, bernafas melakukan
dengan mudah, tidak tindakan
ada pursed lips. 7. Anjurkan pasien
2. Menunjukkan jalan untuk istirahat dan
nafas yang paten- napas dalam
klien tidak merasa setelahkateter
tercekik, irama dikeluarkan dari
nafas, frekuensi nasotrakeal
pernafasan dalam 8. Monitor status
rentang normal, tidak oksigen pasien
ada suara nafas 9. Ajarkan keluarga
abnormal. bagaimana cara
3. Mampu melakukan suksion
mengidentifikasi dan 10.Hentikan suksion
mencegah faktor dan berikan
penyebab
oksigen apabila
pasienmenunjukan
bradikardi,
peningkatan
saturasi

3 1. Dyspnea setelah NOC Intervensi


beraktfitas 1. Joint movement : NIC
2. Gangguan sikap Active 1. Monitor TTV
berjalan 2. Mobility level sebelum dan
3. Gerakan lambat 3. Self care : ADLs sesudah latihan
4. Gerakan spastik transfer performance dan lihat respon
5. Gerakan tidak Tujuan : klien saat latihan
terkoordinasi Setelah dilakukan 2. Konsultasikan
6. Instabilitas postur tindakan keperawatan dengan terapi fisik
selama 3 x 24 jam
7. Kesulitan membolak – tentang rencana
gangguan mobilitas fisik
balik posisi teratasi dengan kriteria ambulasi sesuai
8. Keterbatasan rentang hasil : dengan kebutuhan
75

gerak Klien meningkat dalam 3. Bantu klien untuk


9. Ketidaknyamanan aktifitas fisik menggunakan alat
10. Melakukan aktifitas 1. Mengerti tujuan dari bantu berjalan
lain sebagai pengganti peningkatan 4. Kaji kemampuan
pergerakan mobilitas klien dalam
11. Penurunan 2. Memvarbilisasikan mobilisasi
kemampuan perasaan dalam 5. Latih klien dalam
melakukan meningktakan pemenuhan
keterampilan motorik kekuatan dan kebutuhan ADLs
halus kemampuan secara mandiri
12. Penurunan berpindah sesuai
kemampuan 3. Memperagakan kemampuan
melakukan penggunaan alat 6. Berikan alat bantu
keterampilan motorik bantu untuk jika klien
kasar mobilisasi (walker) memerlukan

2.4.4 Implementasi keperawatan

Oleh tindakan untuk tujuan yang spesifik.Pelaksanaan

implementasi merupakan aplikasi dari perencanaan keperawatan

oleh perawat dan lien (Nursallam, 2017).

Ada beberapa tahap dalam tindakan keperawatan yaitu :

1. Tahap persiapan menurut perawatan mempersiapkan segala

sesuatu yang diperlukan dalam tindakan.

2. Tahap intervensi adalah kegiatan pelaksanaan dari rencana

yang meliputi kegiatan independent, dependent, dan

interdependent.

3. Tahap implementasi adalah pencatatan yang lengkap dan

akurat terhadap suatu kegiatan dalam proses keperawatan.

(Nursallam, 2017).
76

2.4.5 Evaluasi keperawatan

Evaluasi adalah suatu yang direncanakan dan perbandingan yang

sistematis pada system kesehatan klien, tipe pernyataan evaluasi

ada dua yaitu formatif dan surmatif.Pernyataan formatif merefleksi

observasi perawatan dan analisa terhadap klien terhadap respon

langsung dari intervensi keperawatan.Pernyataan surmatif adalah

merefleksi rekapitulasi dan synopsis observasi dan analisa

mengenai status kesehatan klien terhadap waktu.Pernyataan ini

menguraikan kemajuan terhadap pencapaian kondisi yang

dijelaskan dalam hasil yang diharapkan (Nursallam, 2017).

Anda mungkin juga menyukai