PENDAHULUAN
PEMBAHASAN
2.1 DEFINISI
1. HIV
- Human Imunodeficiency Virus (HIV) adalah sejenis retrovirus yang
termasuk dalam family lintavirus, retrovirus memiliki kemampuan
menggunakan RNAnya dan DNA penjamu untuk membentuk virus
DNA dan dikenali selama masa inkubasi yang panjang. Seperti
retrovirus lainnya HIV menginfeksi dalam proses yang panjang (klinik
laten), dan utamanya penyebab munculnya tanda dan gejala AIDS.
HIV menyebabkan beberapa kerusakan sistem imun dan
menghancurkannya. Hal ini terjadi dengan menggunakan DNA dari
CD4+ dan limfosit untuk mereplikasikan diri. Dalam proses itu, virus
tersebut menghancurkan CD4+ dan limfosit (Nursalam 2007).
- Human immunodeficiency virus (HIV) adalah penyebab acquired
immunodeficiency syndrome (AIDS). Virus ini terdiri dari dua grup,
yaitu HIV-1 dan HIV-2. Kedua tipe HIV ini bisa menyebabkan AIDS,
tetapi HIV-1 yang paling banyak ditemukan di seluruh dunia, dan
HIV-2 banyak ditemukan di Afrika Barat. Virus HIV diklasifikasikan
ke dalam golongan lentivirus atau retroviridae. Genom virus ini adalah
RNA, yang mereplikasi dengan menggunakan enzim reverse
transcriptase untuk menginfeksi sel mamalia (Finch, Moss, Jeffries
dan Anderson, 2007 ).
2. AIDS
- AIDS adalah singkatan dari Acquired Immuno Deficiency Syndrome,
yang berarti kumpulan gejala atau sindroma akibat menurunnya
kekebalan tubuh yang disebabkan infeksi virus HIV. Tubuh manusia
mempunyai kekebalan untuk melindungi diri dari serangan luar seperti
kuman, virus, dan penyakit. AIDS melemahkan atau merusak sistem
pertahanan tubuh ini, sehingga akhirnya berdatanganlah berbagai jenis
penyakit lain (Yatim, 2006).
- AIDS adalah sindroma yang menunjukkan defisiensi imun seluler pada
seseorang tanpa adanya penyebab yang diketahui untuk dapat
menerangkan tejadinya defisiensi, tersebut seperti keganasan, obat-
obat supresi imun, penyakit infeksi yang sudah dikenal dan sebagainya
(Laurentz, 2005).
2.2 ETIOLOGI
Human Immunodeficiency Virus (HIV) dianggap sebagai virus penyebab
AIDS. Virus ini termasuk dalam retrovirus anggota subfamili lentivirinae. Ciri
khas morfologi yang unik dari HIV adalah adanya nukleoid yang berbentuk
silindris dalam virion matur. Virus ini mengandung 3 gen yang dibutuhkan
untuk replikasi retrovirus yaitu gag, pol, env. Terdapat lebih dari 6 gen
tambahan pengatur ekspresi virus yang penting dalam patogenesis penyakit.
Satu protein replikasi fase awal yaitu protein Tat, berfungsi dalam
transaktivasi dimana produk gen virus terlibat dalam aktivasi transkripsional
dari gen virus lainnya. Transaktivasi pada HIV sangat efisien untuk
menentukan virulensi dari infeksi HIV. Protein Rev dibutuhkan untuk ekspresi
protein struktural virus. Rev membantu keluarnya transkrip virus yang terlepas
dari nukleus. Protein Nef menginduksi produksi khemokin oleh makrofag,
yang dapat menginfeksi sel yang lain (Brooks, 2005).
Kelemahan
MK : Intoleransi
aktifitas
2.5 KOMPLIKASI
Infeksi yang bisa timbul akibat komplikasi HIV-AIDS:
1. Tuberculosis (TB)
2. Cytomegalovirus.
3. Candidiasis
4. Meningitis kriptokokus
5. Toksoplamosis
6. Cryptosporidiosis
Kanker juga bisa timbul sebagai komplikasi HIV-AIDS, yaitu antara lain:
sarkoma kaposi (tumor dinding pembuluh darah) dan limfoma (kanker yang
berasal dari sel darah putih). Komplikasi HIV-AIDS lainnya yang mungkin
terjadi adalah:
1. Wasting sindrom
2. Komplikasi neurologis
3. Penyakit ginjal: HIV-Associated Nephropathy (HIVAN) adalah
peradangan pada filter kecil. Filter ini memainkan peran penting dalam
ginjal yang membuang kelebihan cairan dan ampas dari aliran darah dan
diteruskan ke urine.
2.6 PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Jika seseorang terinfeksi, semakin cepat dia tahu lebih baik. Pasien dapat
tetap sehat lebih lama dengan pengobatan awal dan dapat melindungi orang
lain dengan mencegah transmisi. Tes-tes ini mendeteksi keberadaan virus dan
protein yang menghasilkan sistem kekebalan tubuh untuk melawan virus.
Protein ini yang dikenal sebagai antibodi, biasanya tidak terdeteksi sampai
sekitar 3-6 minggu setelah infeksi awal. Maka jika melakukan tes 3 hingga 6
minggu selepas paparan akan memberi hasil tes yang negatif (Swierzewski,
2010).
Menurut University of California San Francisco (2011), ELISA (enzyme-
linked immunosorbent assay) adalah salah satu tes yang paling umum
dilakukan untuk menentukan apakah seseorang terinfeksi HIV. ELISA sensitif
pada infeksi HIV kronis, tetapi karena antibodi tidak diproduksi segera setelah
infeksi, maka hasil tes mungkin negatif selama beberapa minggu setelah
infeksi. Walaupun hasil tes negatif pada waktu jendela, seseorang itu
mempunyai risiko yang tinggi dalam menularkan infeksi. Jika hasil tes positif,
akan dilakukan tes Western blot sebagai konfirmasi. Tes Western blot adalah
diagnosa definitif dalam mendiagnosa HIV. Di mana protein virus ditampilkan
oleh acrylamide gel electrophoresis, dipindahkan ke kertas nitroselulosa, dan
ia bereaksi dengan serum pasien. Jika terdapat antibodi, maka ia akan
berikatan dengan protein virus terutama dengan protein gp41 dan p24.
Kemudian ditambahkan antibodi yang berlabel secara enzimatis terhadap IgG
manusia. Reaksi warna mengungkapkan adanya antibodi HIV dalam serum
pasien yang telah terinfeksi (Shaw dan Mahoney, 2003) Tes OraQuick adalah
tes lain yang menggunakan sampel darah untuk mendiagnosis infeksi HIV.
Hasil tes ini dapat diperoleh dalam masa 20 menit. Hasil tes positif harus
dikonfirmasi dengan tes Western blot (MacCann, 2008).
Tes ELISA dan Western blot dapat mendeteksi antibodi terhadap virus,
manakala polymerase chain reaction (PCR) mendeteksi virus HIV. Tes ini
dapat mendeteksi HIV bahkan pada orang yang saat ini tidak memproduksi
antibodi terhadap virus. Secara khusus, PCR mendeteksi “proviral DNA”.
HIV terdiri dari bahan genetik yang dikenal RNA. Proviral DNA adalah
salinan DNA dari RNA virus. PCR digunakan untuk konfirmasi kehadiran
HIV ketika ELISA dan Western blot negatif; dalam beberapa minggu pertama
setelah infeksi, sebelum antibodi dapat dideteksi; jika hasil Western blot tidak
tentu dan pada bayi baru lahir dimana antibodi ibunya merumitkan tes lain
(Swierzewski, 2010).
2.7 PENATALAKSANAAN
1. Obat–obatan Antiretroviral (ARV) bukanlah suatu pengobatan untuk
HIV/AIDS tetapi cukup memperpanjang hidup dari mereka yang
mengidap HIV. Pada tempat yang kurang baik pengaturannya permulaan
dari pengobatan ARV biasanya secara medis direkomendasikan ketika
jumlah sel CD4 dari orangyang mengidap HIV/AIDS adalah 200 atau
lebih rendah. Untuk lebih efektif, maka suatu kombinasi dari tiga atau
lebih ARV dikonsumsi, secara umum ini adalah mengenai terapi
Antiretroviral yang sangat aktif (HAART). Kombinasi dari ARV berikut
ini dapat mengunakan:
a) Nucleoside Analogue Reverse Transcriptase Inhibitors (NRTI'),
mentargetkan pencegahan protein reverse transcriptase HIV dalam
mencegah perpindahan dari viral RNA menjadi viral DNA (contohnya
AZT, ddl, ddC & 3TC).
b) Non–nucleoside Reverse Transcriptase Inhibitors (NNRTI's)
memperlambat reproduksi dari HIV dengan bercampur dengan reverse
transcriptase, suatu enzim viral yang penting. Enzim tersebut sangat
esensial untuk HIV dalam memasukan materi turunan kedalam sel–sel.
Obat–obatan NNRTI termasuk: Nevirapine,
delavirdine (Rescripta), efavirenza (Sustiva).
c) Protease Inhibitors (PI) mengtargetkan protein protease HIV dan
menahannya sehingga suatu virus baru tidak dapat berkumpul pada sel
tuan rumah dan dilepaskan.
2. Pencegahan perpindahan dari ibu ke anak (PMTCT): seorang wanita yang
mengidap HIV(+) dapat menularkan HIV kepada bayinya selama masa
kehamilan, persalinan dan masa menyusui. Dalam ketidakhadiran dari
intervensi pencegahan, kemungkinan bahwa bayi dari seorang wanita yang
mengidap HIV(+) akan terinfeksi kira–kira 25%–35%. Dua pilihan
pengobatan tersedia untuk mengurangi penularan HIV/AIDS dari ibu ke
anak. Obat–obatan tersebut adalah:
a) Ziduvidine (AZT) dapat diberikan sebagai suatu rangkaian panjang
dari 14–28 minggu selama masa kehamilan. Studi menunjukkan bahwa
hal ini menurunkan angka penularan mendekati 67%. Suatu rangkaian
pendek dimulai pada kehamilan terlambat sekitar 36 minggu menjadi
50% penurunan. Suatu rangkaian pendek dimulai pada masa persalinan
sekitas 38%. Beberapa studi telah menyelidiki
pengunaan dari Ziduvidine (AZT) dalam kombinasi dengan
Lamivudine (3TC).
b) Nevirapine: diberikan dalam dosis tunggal kepada ibu dalam masa
persalinan dan satu dosis tunggal kepada bayi pada sekitar 2–3 hari.
Diperkirakan bahwa dosis tersebut dapat menurunkan penularan HIV
sekitar 47%. Nevirapine hanya digunakan pada ibu dengan membawa
satu tablet kerumah ketika masa persalinan tiba, sementara bayi
tersebut harus diberikan satu dosis dalam 3 hari.
3. Post–exposure prophylaxis (PEP) adalah sebuah program dari beberapa
obat antiviral, yang dikonsumsi beberapa kali setiap harinya, paling
kurang 30 hari, untuk mencegah seseorang menjadi terinfeksi dengan HIV
sesudah terinfeksi, baik melalui serangan seksual maupun terinfeksi
occupational. Dihubungankan dengan permulaan pengunaan dari PEP,
maka suatu pengujian HIV harus dijalani untuk menetapkan status orang
yang bersangkutan. Informasi dan bimbingan perlu diberikan untuk
memungkinkan orang tersebut mengerti obat–obatan, keperluan untuk
mentaati, kebutuhan untuk mempraktekan hubungan seks yang aman dan
memperbaharui pengujian HIV. Antiretrovirals direkomendasikan untuk
PEP termasuk AZT dan 3TC yang digunakan dalam kombinasi. CDC telah
memperingatkan mengenai pengunaan dari Nevirapine sebagai bagian dari
PEP yang berhutang pada bahaya akan kerusakan pada hati. Sesudah
terkena infeksi yang potensial ke HIV, pengobatan PEP perlu dimulai
sekurangnya selama 72 jam, sekalipun terdapat bukti untuk mengusulkan
bahwa lebih awal seseorang memulai pengobatan, maka keuntungannya
pun akan menjadi lebih besar. PEP tidak merekomendasikan proses
terinfeksi secara biasa ke HIV/AIDS sebagaimana hal ini tidak efektif
100%; hal tersebut dapat memberikan efek samping yang hebat dan
mendorong perilaku seksual yang tidak aman.
4. Vaksin terhadap HIV dapat diberikan pada individu yang tidak terinfeksi
untuk mencegah baik infeksi maupun penyakit. Dipertimbangkan pula
kemungkinan pemberian vaksin HIV terapeutik, dimana seseorang yang
terinfeksi HIV akan diberi pengobatan untuk mendorong respon imun anti
HIV, menurunkan jumlah sel-sel yang terinfeksi virus, atau menunda onset
AIDS. Namun perkembangan vaksin sulit karena HIV cepat bermutasi,
tidak diekspresi pada semua sel yang terinfeksi dan tidak tersingkirkan
secara sempurna oleh respon imun inang setelah infeksi primer (Brooks,
2005).
5. Pengendalian Infeksi Opurtunistik
Bertujuan menghilangkan, mengendalikan, dan pemulihan infeksi
opurtunistik, nasokomial, atau sepsis. Tindakan pengendalian infeksi yang
aman untuk mencegah kontaminasi bakteri dan komplikasi penyebab
sepsis harus dipertahankan bagi pasien di lingkungan perawatan kritis.
2.8 DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG MUNCUL
1. Gangguan rasa nyaman nyeri b.d infeksi.
2. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d anoreksia, mual dan muntah,
pembatasan diet, dan perubahan membrane mukosa mulut.
3. Resiko infeksi b.d imunodefisiensi.
4. Intoleransi aktivitas b.d keadaan mudah letih, kelemahan, malnutrisi,
gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit.
5. Kerusakan integritas kulit b.d lesi dan reaksi inflamasi.
6. Kecemasan b.d proses perkembangan penyakit
2.9 INTERVENSI
3.1 ASKEP HIV-AIDS DENGAN KOMPLIKASI PENYAKIT GINJAL
A. Pengkajian
1. Data Demografi
Nama : Tn. A
Umur : 39 tahun
Diagnosa Medik : HIV-AIDS
Tanggal masuk : 17 Maret 2019
Alamat : Bono , Tulungagung
Suku : Jawa
Agama : Islam
Pekerjaan : Wiraswasta
Status Perkawinan: Duda
Pendidikan : SMA
2. Riwayat Kesehatan Klien
a. Alasan Masuk Rumah Sakit:
Px mengeluh demam, merasa capek, mudah lelah, letih, lesu, flue,
pusing, diare, dan nyeri pinggang. Px juga mengalami BB yang
menurun drastis dari 62 kg menjadi 56 kg.
b. Keluhan Utama:
Nyeri pinggang.
c. Riwayat Penyakit Sekarang:
Px mengeluh nyeri seperti ditusuk-tusuk di pinggang sebelah kiri,
skala nyeri 5 dan nyeri hilang timbul agak mereda apa bila
diistirahatkan.
d. Riwayat Kesehatan yang Lalu:
Px mengatakan tidak pernah mengalami penyakit yang dialaminya
saat ini.
e. Riwayat Kesehatan Keluarga:
Keluarga Px tidak ada yang mengalami penyakit yang sedang
diderita Px saat ini.
3. Pemeriksaan Fisik
a. Aktivitas/ Istirahat
1) Gejala : mudah lelah, berkurangnya toleransi terhadap
aktivitas biasanya, progresi kelelahan/ malaise. Perubahan pola
tidur.
2) Tanda : kelelahan otot, menurunnya masa otot. Respon
fisiologi terhadap aktivitas seperti perubahan dalam TD,
frekuensi jantung, pernafasan, dan nadi.
b. Integritas Ego
1) Gejala : faktor stress yang berhubungan dengan kehilangan
(keluarga, pekerjaan, gaya hidup, dll), mengkuatirkan
penampilan (menurunnya BB), mengingkari diagnosa, merasa
tidak berdaya, putus asa, tidak berguna, rasa bersalah, dan
depresi.
2) Tanda : mengingkari, cemas, depresi, takut, menarik diri,
perilaku marah, menangis, kontak mata yang kurang.
c. Eliminasi
1) Gejala : diare yang intermiten, terus menerus, sering atau
tanpa disertai kram abdominal. Nyeri pinggang, rasa terbakar
saat miksi.
2) Tanda : fases encer atau tanpa disertai mucus atau darah.
Diare pekat yang sering, nyeri tekan abdominal, lesi atau abses
rectal, perianal. Perubahan dalam jumlah, warna, dan
karakteristik urine.
d. Makanan/ Cairan
1) Gejala : tidak nafsu makan, perubahan dalam mengenali
makanan, mual/ muntah. Disfagia, nyeri retrosternal saat
menelan, penurunan BB yang progresif.
2) Tanda : penurunan BB, dapat menunjukkan adanya bising
usus yang hiperaktif, turgor kulit buruk, lesi pada rongga
mulut, adanya selaput putih dan perubahan warna, edema.
e. Hygiene
1) Tanda : menunjukkan penampilan yang tidak rapi.
Kekurangan dalam banyak atau semua perawatan diri, aktivitas
perawatan diri.
f. Neurosensori
1) Gejala : pusing/ pening, sakit kepala. Perubahan status
mental, kehilangan ketajaman/ kemampuan diri untuk
mengawasi masalah, tidak mampu mengingat/ konsentrasi
menurun, kelemahan otot, tremor, dan perubahan ketajaman
penglihatan. Kebas, kesemutan pada ekstremitas (kaki
menunjukkan perubahan paling awal).
2) Tanda : perubahan status mental, dengan rentang antara
kacau mental sampai dimensia, lupa konsentrasi buruk, tingkat
kesadaran menurun, apatis, retardasi psikomotor/ respon
lambat. Ide paranoid, ansietas yang berkembang bebas, harapan
yang tidak realistis. Timbul reflek tidak normal, menurunnya
kekuatan otot, dan gaya berjalan ataksia, tremor pada motorik
kasar/ halus, menurunyya motorik fokalis. Hemoragi retina dan
eksudat.
g. Nyeri/ Kenyamanan
1) Gejala : nyeri umum/ local, nyeri bagian pinggang, sakit,
rasa terbakar pada kaki. Sakit kepala, nyeri dada pleuritis.
2) Tanda : pembengkakan pada sendi, nyeri pada kelenjar,
nyeri tekan. Penurunan rentang gerak, perubahan gaya berjalan/
pincang, gerak otot melindungi yang sakit.
h. Pernafasan
1) Gejala : ISK sering, menetap, nafas pendek yang progresif.
Batuk (mulai dari sedang sampai parah), produktif/ non-
produktif sputum. Bendungan atau sesak pada dada.
2) Tanda : takipneu, disters pernafasan. Perubhan bunyi
nafas/ bunyi nafas adventius. Sputum: kuning.
i. Interaksi Sosial
1) Gejala : masalah yang ditimbulkan oleh diagnosis
misalnya: kehilangan kerabat/ orang terdekat, teman
pendukung. Rasa takut untuk mengungkapkannya pada orang
lain, takut akan penolakan/ kehilangan pendapat. Isolasi,
kesepian, teman dekat atau pasangan yang meninggal karena
AIDS. Mempertanyakan kemampuan untuk tetap mandiri, tidak
mampu membuat rencana.
2) Tanda : perubahan pada interaksi keluarga/ orang terdekat,
aktivitas yang tidak terirganisasi.
4. Hasil Laboratorium
a. Jumlah limfosit CD4 100, yang normal berkisar antara 500 dan
1.600.
b. LISA (+).
c. Western Blot (+).
B. Analisa Data
C. Diagnosa
1. Gangguan rasa nyaman nyeri b.d infeksi.
2. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d anoreksia, mual dan muntah,
pembatasan diet, dan perubahan membrane mukosa mulut.
3. Resiko infeksi b.d imunodefisiensi.
D. Rencana Asuhan Keperawatan
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Human Imunodeficiency Virus (HIV) adalah sejenis retrovirus yang
termasuk dalam family lintavirus, retrovirus memiliki kemampuan
menggunakan RNAnya dan DNA penjamu untuk membentuk virus DNA dan
dikenali selama masa inkubasi yang panjang. Seperti retrovirus lainnya HIV
menginfeksi dalam proses yang panjang (klinik laten), dan utamanya
penyebab munculnya tanda dan gejala AIDS. HIV menyebabkan beberapa
kerusakan sistem imun dan menghancurkannya. Hal ini terjadi dengan
menggunakan DNA dari CD4+ dan limfosit untuk mereplikasikan diri. Dalam
proses itu, virus tersebut menghancurkan CD4+ dan limfosit (Nursalam 2007).
HIV-AIDS dapat menyebabkan beberapa komplikasi salah satunya yaitu
penyakit ginjal: HIV-Associated Nephropathy (HIVAN) adalah peradangan
pada filter kecil. Filter ini memainkan peran penting dalam ginjal yang
membuang kelebihan cairan dan ampas dari aliran darah dan diteruskan ke
urine.
3.2 SARAN
Adapun saran kami kepada pembaca agar pembaca dapat mengetahui dan
memahami tentang “ HIV-AIDS dengan Komplikasi Penyakit Ginjal”. Selain
dari pada itu, kami memohon maaf apabila terdapat kesalahan karena kami
masih dalam proses belajar. Saya berharap dengan adanya makalah ini, dapat
menjadi wacana yang membuka pola pikir pembaca.