Pembiayaan 20091008102540 2164 1 PDF
Pembiayaan 20091008102540 2164 1 PDF
Pengantar :
Bahan tulisan ini merupakan hasil diskusi diantara rekan-rekan Bappenas. Terimakasih
atas komentar-komentar yang telah diberikan rekan-rekan, khususnya sdr. Tamtama, Syafril,
Junaidi, Yudo, Toto, Icha dan rekan-rekan lain. Namun demikian, isi tulisan ini merupakan
tanggungjawab penulis, dan tidak harus mencerminkan pandangan Biro Analisis dan Formulasi
Pembiayaan, Bappenas.
1
• Hal tersebut di atas sesuai dengan fungsi Bappenas, yang salah satu butirnya
menyatakan “bersama-sama dengan Departemen Keuangan menyusun RAPBN”.
• Kondisi di atas memberikan keuntungan dan kerugian dalam menentukan posisi
Bappenas.
• Keuntungan :
a. Bappenas mempunyai kepastian mengenai besarnya dana pembangunan yang
akan diarahkan.
b. Mempunyai posisi yang kuat dalam menentukan arah pembangunan.
c. Diajak oleh lembaga lain dalam menyusun kebijakan, khususnya apabila
kebijakan tersebut mengakibatkan dampak anggaran pemerintah. Dengan
demikian, ada kesempatan bagi Bappenas menyampaikan pandangan atau
pemikiran yang berkembang di Bappenas.
• Kerugian :
a. Bappenas terperangkap hanya mengelola anggaran pembangunan, tanpa
memikirkan berbagai sumber pembiayaan yang lain.
b. Hanya memikirkan pelaksanaan proyek pembangunan tanpa memikirkan
kinerja lembaga pelaksana pmbangunan (Departemen/Lembaga).
Padahal kinerja suatu lembaga harus dilihat dari seluruh input yang
dimasukkan kedalam lembaga tersebut. Dengan memisahkan anggaran
pembangunan dan anggaran rutin maka sulit dilakukan evaluasi terhadap
kinerja suatu lembaga.
c. Terlibat dalam pengelolaan anggaran, yang memungkinkan Bappenas secara
langsung atau tidak langsung terlibat dalam penyalah gunaan keuangan
negara.
d. Bappenas dapat dituduh sebagai “big spender” khususnya dalam kaitan
dengan penggunaan pinjaman luar negeri, karena pengusulan pinjaman luar
negeri disiapkan Bappenas.
2
Dana Perimbangan (Bagi Hasil, dana Alokasi Umum. Dana Alokasi Khusus).
Mulai RAPBN 2001, anggaran yang didaerahkan tidak lagi dikelompokkan
menjadi anggaran rutin dan anggaran pembangunan, melainkan digabungkan
dalam Dana Perimbangan.
• Dengan adanya undang-undang tersebut, membuat Bappenas menjadi
“gamang”, apakah Bapppenas masih terlibat dalam memberikan arah
penggunaan atau menyusun alokasi Dana Perimbangan tersebut.
• Kondisi ini membuat hingga saat ini, belum ada suatu lembaga-pun yang
memerinci Dana Perimbangan tersebut kedalam alokasi per-propinsi atau
kabupaten/kota.
• Undang-undang 25/1999 menyatakan alokasi Dana Perimbangan disusun oleh
Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah (DPOD). Namun perlu diketahui, bahwa
DPOD ini bersifat ad-hoc yang diketuai oleh Menteri Dalam Negeri. Oleh
sebab itu, menurut hemat kami perlu ada lembaga yang operasional
memberikan input terhadap Dewan tersebut dalam menyusun berbagai arahan
dalam alokasi dana perimbangan. Apakah Bappenas dapat memberikan
kontribusi yang positif ?
3
Anggaran. Usulan biro tersebut dikompilasi untuk dibahas dalam oleh
pimpinan Bappenas.
• Penyusunan alokasi untuk tiap sektor/sub sektor maupun Bagian Anggaran
memperhatikan prioritas yang ada dalam GBHN, Propenas, Repeta dan
arahan-arahan pemerintah dikaitkan dengan ketersediaan anggaran
pembangunan.
• Hal yang selalu menjadi perhatian adalah bagaimana menerjemahkan arahan
GBHN, Propenas, Repeta menjadi alokasi. Dalam dokemen tersebut tidak ada
arahan yang secara tegas menyatakan sektor atau program yang lebih
prioritas.
• Berbeda dengan anggaran yang bersumber dari Rupiah Murni, alokasi
pinjaman proyek dalam RAPBN adalah proyeksi penarikan pinjaman yang
direncanakan dapat dilakukan dalam tahun anggaran yang bersangkutan.
Proses penentuan proyek yang mendapat alokasi pinjaman luar negeri
melibatkan berbagai pihak diluar Bappenas, khususnya donor. Proses
penentuan proyek yang mendapat alokasi pinjaman luar negeri ini seharusnya
selalu memperhitungkan dampak pinjaman tersebut kedalam APBN.
• Alokasi anggaran menurut sektor/sub sektor tersebut di bahas bersama oleh
pimpinan Bappenas. Usulan Bappenas tersebut, kemudian dibahas dalam
sidang kabinet bidang Perekonomian (dahulu Ekuin). Hasil sidang kabinet
bidang Ekuin tersebut kemudian dibahas dalam sidang kabinet paripurna.
• Hasil sidang kabinet paripurna tersebut kemudian dicantumkan kedalam Nota
Keuangan untuk disampaikan ke DPR. Hasil pembahsan dengan DPR
menghasilkan undang-undang APBN yang berisi alokasi anggaran menurut
sektor/sub sektor.
• Hingga saat ini, bebagai biaya O&P masuk dalam alokasi anggaran
pembangunan, karena anggaran rutin hanya menampung gaji/upah dan biaya
operasi. Apabila biaya O&P dimasukkan anggaran rutin maka anggaran
pembangunan akan sangat berkurang.
• Bagaimana menilai/mengukur perencanaan ? Harus ada justifikasi yang jelas
dan dapat dipertanggungjawabkan dalam alokasi maupun dalam persetujuan
suatu rencana.
• Sasaran APBN/rencana harus makin terukur. Dalam Propenas/Repeta telah
dikembangkan berbagai indikator kinerja, namun dalam penyusunan rencana
terlihat bahwa penyampaian sasaran dalam Propenas lebih kualitatif
dibandingkam dengan Repelita dahulu. Dengan pola yang demikian, maka
pengukuran pencapaian Propenas akan sulit.
4
• Disamping itu, keterkaitan program Propenas, program Repeta dan program
APBN harus diperjelas. Keterkaitan ini akan memberikan arahan yang lebih
baik dalam penyusunan alokasi anggaran dalam APBN.
• Pelayanan : Harus dipertimbangkan unsur pelayanan dalam pembagian tugas
dan fungsi biro dalam hal penanggung jawab program vs. penanggung jawab
departemen/lembaga. Contoh : dalam penyediaan airport tax.
5
Bappenas seharusnya dapat memperkaya kemampuan biro sektoral dalam
menyusun berbagai kebijakan sektor-sektor.