Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PRATIKUM KULTUR JARINGAN

STERILISASI ALAT, BAHAN DAN MEDIA

Disusun Oleh:

1. Nida Masyidatul Madya Al-Adhari (061117011)


2. Dwiyan Falah. (061117017)
3. Nadila Ayu R. (061117022)

Dosen Pengampu :

Dra.Triastinurmiatiningsih ,M.Si

PROGRAM STUDI BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS PAKUAN

BOGOR

2020
KATA PENGANTAR

Segala puji hanya milik Allah SWT Shalawat dan salam selalu tercurahkan kepada
Rasulullah SAW berkat limpahan dan rahmat-Nya penyusun mampu menyelesaikan tugas
laporan pratikum guna memenuhi tugas mata kuliah Kultur Jaringan.

Laporan pratikum Kultur Jaringan mengenai Sterilisasi Alat, Bahan dan Media
berdasarkan pengamatan dari berbagai sumber informasi, dan referensi. Laporan ini disusun
dengan berbagai rintangan. Baik itu yang datang dari diri penyusun maupun yang datang dari
luar. Namun dengan penuh kesabaran dan terutama pertolongan dari Allah akhirnya Laporan ini
dapat terselesaikan. Semoga Laporan pratikum Kultur Jaringan yang kami
susun dapat memberikan wawasan yang lebih luas dan menjadi sumbangan pemikiran kepada
pembaca. Kami sadar bahwa Laporan pratikum Kultur Jaringan ini masih banyak kekurangan
dan jauh dari sempurna. Untuk itu kami meminta masukannya demi perbaikan pembuatan
Laporan pratikum Kultur Jaringan kami di masa yang akan datang dan mengharapkan kritik dan
saran dari para pembaca.

Bogor, 27 April 2020

Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................................................2

DAFTAR ISI................................................................................................................................3

BAB I............................................................................................................................................4

PENDAHULUAN........................................................................................................................4

1.1 Latar Belakang......................................................................................................................4

1.2 Tujuan....................................................................................................................................5

1.3 Manfaat percobaan...............................................................................................................5

BAB II...........................................................................................................................................6

TINJAUN PUSTAKA.................................................................................................................6

2.1 Klasifikasi Tanaman Kedelai...............................................................................................6

2.2 Kandungan Susu Kedelai.....................................................................................................6

2.3 Soygurt...................................................................................................................................7

BAB III.........................................................................................................................................8

3.1 Alat..........................................................................................................................................8

3.2 Bahan......................................................................................................................................8

BAB IV.........................................................................................................................................9

BAB V.........................................................................................................................................11
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar belakang

Kultur jaringan merupakan salah satu teknik dalam perbanyakan tanaman secara klonal
untuk perbanyakan masal. Keuntungan pengadaan bibit melalui kultur jaringan antara lain dapat
diperoleh bahan tanaman yang unggul dalam jumlah banyak dan seragam, selain itu dapat
diperoleh biakan steril (mother stock) sehingga dapat digunakan sebagai bahan untuk
perbanyakan selanjutnya (Lestari, 2008 dalam Lestari 2011). Untuk mendapatkan hasil yang
optimum maka penggunaan media dasar dan zat pengatur tumbuh yang tepat merupakan faktor
yang penting (Purnamaningsih dan Lestari, 1998 dalam Lestari 2011).

Kultur jaringan atau biakan jaringan merupakan teknik pemeliharaan jaringan atau bagian
dari individu secara buatan (artifisial). dalam suatu medium yang sesuai di bawah kondisi aseptis
yang dimaksud secara buatan adalah dilakukan di luar individu yang bersangkutan. Karena itu
teknik ini sering kali disebut kultur in vitro, sebagai lawan dari in vivo.

Sterilisasi adalah bahwa semua alat, bahan, kondisi laboratorium, eksplan, tempat inisiasi
dan pekerja harus dalam kondisi aseptis. Peralatan yang harus steril adalah laminar air flow, alat-
alat, tabung kultur. Pada laminar sudah dilengkapi dengan blower, lampu UV sehingga dapat
mensterilkan ruangan dalam laminar.Akan tetapi sebelum menggunakan laminar sebaiknya
disemprot menggunakan alkohol 70 %. Alat-alat diseksi juga perlu disterilisasi, apabila alat-alat
tersebut tidak disterilisasi kemungkinan terjadinya kontaminasi akan besar karena bekas-bekas
eksplan ataupun media yang tersisa pada alat-alat diseksi akan mejadi sumber kontaminan.Oleh
karena itu alat-alat diseksi juga perlu disterilisasi. Sterilisasi tabung dilakukan menggunakan
oven atau autoclave. (Basri, A.H.H 2016)

Media merupakan faktor penentu dalam perbanyakan dengan kultur jaringan. Komposisi
media yang digunakan tergantung dengan jenis tanaman yang akan diperbanyak. Media kultur
yang baik seharusnya menyediakan unsur hara baik makro maupun mikro, sumber vitamin dan
asam amino, sumber karbohidrat, zat pengatur tumbuh, senyawa organik sebagai tambahan
seperti air kelapa, ekstrak buah dll, bahan pemadat: agar-agar dan gelrite dan juga menyediakan
arang aktif untuk kasus tertentu untuk tanaman. (Ritonga, A.W. 2017)
Unsur hara makro dan mikro diberikan dalam bentuk garam-garam anorganik. Pada
umumnya biasa diberikan dalam komposisi tertentu seperti komposisi media MS, WPM, B5,
White, dan lain-lain tergantung dari jenis tanaman yang akan dikulturkan. Vitamin yang banyak
digunakan adalah vitamin B12 (thiamin), Nicotinic Acid, vitamin B6 (pyridoxine), dan vitamin E
atau C yang digunakan sebagai antioksidan. Asam amino dipakai sebagai sumber N organik,
yang biasa digunakan adalah glycine, asparagin, glutanin, alanin, dan threonin. (Ritonga, A.W.
2017)

1.2. Tujuan

Laporan ini dibuat dengan tujuan

 Untuk memenuhI tugas Praktikum Kultur Jaringan


 Untuk mengetahui cara Sterilisasi Alat, Bahan dan Media dalam Metode Kultur Jaringan

2.2. Media Kultur

Keberhasilan dalam penggunaan metode kultur jaringan sangat tergantung pada media
yang digunakan (Gunawan, 1987). Unsur-unsur yang penting dalam media tersebut adalah
garam-garam anorganik, vitamin, zat pengatur tumbuh, sumber energi, dan karbon. Garam-
garam anorganik terdiri dari unsur-unsur hara yang esensial. Unsur hara esensial adalah unsur
hara yang diperlukan oleh tanaman untuk menyelesaikan siklus hidupnya, fungsi unsur hara
tersebut tidak dapat digantikan oleh unsur yang lain, dan diperlukan dalam proses metabolisme
tanaman sebagai komponen molekul anorganik atau sebagai kofaktor dalam reaksi enzim (Orcutt
dan Nilsen,2000). Unsur hara esensial ada dua yaitu unsur hara makro dan unsur hara mikro.
Unsur hara makro adalah unsur hara yang dibutuhkan tanaman dalam jumlah besar (1-15 mg/bk
tanaman) seperti nitrogen (N), kalium (K), kalsium (Ca), fosfor (P), magnesium (Mg), dan sulfur
(S) (George dan Klerk, 2008). Unsur hara mikro adalah unsur hara yang dibutuhkan oleh
tanaman dalam jumlah yang sangat sedikit (0,1μg-0,1 mg/g berat kering tanaman). Menurut
Gamborg dan Shylluk (1981), yang termasuk dalam unsur hara mikro adalah Fe, Mn, Zn, B, Cu,
Co, dan Mo. George dan Klerk (2008) memasukkan khlor(Cl) ke dalam unsur hara mikro.
Media kultur jaringan tanaman tidak hanya menyediakan unsur-unsur hara makro dan
mikro, tetapi juga karbohidrat yang pada umumnya berupa gula untuk menggantikan karbon
yang biasanya diperoleh dari atmosfer melalui fosintesis (Gunawan, 1987). Gula yang digunakan
sebagai sumber karbon misalnya sukrosa atau glukosa (Santoso dan Nursandi, 2002).
Konsentrasi sukrosa dalam media biasanya 24%. Komposisi media yang digunakan tergantung
pada jenis tanaman yang akan diperbanyak, misalnya media dasar Vacin dan Went biasanya
digunakan untuk kultur jaringan anggrek, media dasar B5 untuk kultur alfafa, kedelai, dan legum
lainnya. Media Woody Plant Media (WPM) biasanya digunakan untuk tanaman kehutanan. Hasil
penelitian yang dilakukan oleh Nursyamsi dan Suhartati (2007), tanaman jati yang ditanam pada
media WPM yang mengandung BAP konsentrasi 2,5 mg/l menghasilkan jumlah tunas rata-rata
tujuh tunas. Komposisi media Murashige dan Skoog mengandung unsur-unsur yang lebih
lengkap sehingga digunakan pada hampir semua jenis kultur (Gunawan, 1987). Perbanyakan
tanaman jati pada media MS menghasilkan rata-rata tujuh tunas per sampel dan hasil ini lebih
baik dibandingkan media yang lain (Herawan dan Husnaeni, 2001). 3. ZatPengaturTumbuh
Tanaman Menurut Moore (1979), zat pengatur tumbuh (ZPT) adalah senyawa organik bukan
nutrisi yang dalam jumlah sedikit (<1 milimole (mM)) mampu memacu, menghambat atau
mengubah proses fisiologi tanaman. Menurut Torres (1989), ZPT yang penting untuk kultur
jaringan tanaman antara lain adalah auksin dan sitokinin. Zatpengatur tumbuh yang termasuk
dalam golongan auksin adalah IAA (Indole Acetic Acid), PAA (Phenyl Acetic Acid), 4-
chloroIAA (4-chloro Indole Acetic Acid), dan IBA. Beberapa lainnya merupakan auksin sintetik,
misalnya NAA (Napthalene Acetic Acid), 2,4 D (2,4 Dichloro Phenoxy Acetic Acid), dan
MCPA (2-methyl-4 chloro Phenoxy Acetic Acid, sedangkan yang termasuk dalam golongan
sitokinin antara lain BAP(Benzil Amino Purin), kinetin, dan lain-lain. Zat pengatur tumbuh
mempengaruhi pertumbuhan dan morfogenesis dalam kultur sel, jaringan, dan organ. Interaksi.

Antara ZPT yang diberikan dalam media dan yang diproduksi oleh sel secara endogen
akan menentukan arah perkembangan suatu kultur (Gunawan, 1987). Nisbah auksin-sitokinin
yang tinggi akan mendorong pembentukan akar, sedangkan nisbah sitokinin-auksin yang tinggi
akan mendorong pembentukan tunas. Tanaman-tanaman yang berbeda mempunyai respon yang
berbeda terhadap sitokinin dan auksin karena perbedaan hormon alami yang dikandungnya
(Hartmann et al., 1990).
2.3. Teknik aseptik / Sterilisasi

Pemeliharaan lingkungan yang steril selama prosedur kultur jaringan tanaman tidak perlu
dilakukan secara berlebihan. Cukup dengan mengikuti prosedur yang sederhana guna
menghindarkan kontaminasi mikroba, maka tidak akan terjadi pemborosan waktu untuk
mengulang percobaan yang telah dilakukan. Contoh terbaik bagi penerapan prosedur aseptik
dapat dilihat pada kamar bedah sejumlah rumah sakit modern, di mana diterapkan prinsip kehati-
hatian yang ketat oleh paramedisnya. Satu-satunya faktor penting yang harus diperhatikan dalam
merancang ruang laboratorium yang ideal adalah peredaran udara yang melewati bidang yang
steril. Terjadinya peredaran udara tersebut harus dihindari karena di dalam udara mungkin saja
terdapat spora-spora mikroorganisme yang dapat mengkontaminasi. Ruang yang baik untuk
mengerjakan serangkaian prosedur aseptik adalah ruang interior yang menyerupai kamar gelap
pada dunia fotografi. Oleh karena gerakan membuka dan menutup pintu dapat menimbulkan
aliran udara, maka ada baiknya pada saat mengerjakan pekerjaan aseptik ditempelkan tanda
“Dilarang Masuk” pada sisi sebelah luar pintu. Apabila seluruh rangkaian kegiatan di dalam
ruangan bebas peredaran udara dilakukan dengan sangat hati-hati, maka pekerjaan dapat
dilakukan dengan mudah di atas meja terbuka. White (1963) memasang suatu atap plastik
transparan di atas meja terbuka untuk menghalangi jatuhnya spora ke permukaan bidang steril.
Namun demikian, akan lebih baik apabila seluruh rangkaian pekerjaan aseptik dilakukan di
dalam kotak pindah tertutup, seperti ent-kas atau laminar air flow cabinet. Kotak pindah tersebut
seringkali dilengkapi dengan lampu germicidal yang memancarkan radiasi ultra violet untuk
membunuh kontaminan yang terdapat di udara dan untuk sterilisasi permukaan bagian dalam
kotak. Emisi cahaya pada panjang gelombang 253,7nm dapat membunuh mikroorganisme,
namun tidak dapat menembus permukaan benda-benda; karenanya debu dan bagian-bagian yang
terlindung dapat menghalangi pengaruh cahaya ultra violet terhadap kontaminan. Meskipun
lampu ultra violet digunakan secara luas di dalam teknik kultur jaringan, namun efektifitasnya
dalam menciptakan lingkungan steril masih meragukan (Klein dan Klein, 1970; Collins dan
Lyne, 1984). Lampu ultra violet memiliki nyala yang relatif pendek, meskipun lampu tersebut
tetap terus mengeluarkan cahaya tampak setelah terhentinya emisi pada panjang gelombang
253,5nm. Cahaya ultra violet jangan digunakan terhadap bahan-bahan yang terbuat dari plastik,
dan radiasinya dapat menyebabkan terbentuknya senyawa-senyawa penghambat pada media
kultur.
Bahan yang sudah steril kemudian ditambahkan ke medium yang sudah diotoklaf.
Apabila medium akan dipadatkan dengan agar, maka hal ini dilakukan pada saat agar masih
hangat dan dalam keadaan cair. Untuk pekerjaan dengan volume bahan yang lebih besar
dibutuhkan alat penahan filter yang lebih besar pula. Alat ini dilengkapi dengan tambahan untuk
pekerjaan hampa udara maupun pekerjaan bertekanan. Meskipun terdapat berbagai jenis ultra
filter, namun kelebihan dan kekurangan dari masingmasing jenis tersebut tidak dibahas pada
bagian ini. Filter nucleopore terbuat dari selaput tipis polyethylene yang memiliki lobang
perforasi dengan diameter tertentu. Kebanyakan filter membran sekali pakai tersusun atas
berbagai serat ester selulosa yang berlapis-lapis dan membentuk suatu pembuluh. Untuk
sterilisasi melalui penyaringan terhadap larutan non-aqua, misalnya larutan yang mengandung
pelarut dimethyl sulfoxide, memerlukan jenis filter fluoropore (Millipore) yang berlapis teflon
tipis. Filter membran seringkali mengandung bahan-bahan surfaktan yang mudah larut.
Terlepasnya senyawa-senyawa ini oleh filter tersebut telah terbukti sangat mempengaruhi
pertumbuhan kultur sel (Cahn, 1976). Sebelum digunakan filter terlebih dahulu harus dicuci
dengan air hangat untuk membuang surfaktan. Kemudian lakukan ekstraksi dengan lebih-kurang
200 mL air destilasi ganda yang hangat (90 - 100oC). Filtrat yang dihasilkan selanjutnya
dibuang, kemudian wadah steril dihubungkan ke alat filtrasi, lalu alat tersebut dibekukan di
dalam lemari pendingin. Ultra filtrasi pada suhu rendah akan mengekstraksi residu surfaktan
dari filter membran dengan jumlah yang rendah. Filter membran Durapore (Millipore) terbuat
dari polimer fluorocarbon yang tidak mengandung surfaktan, karenanya sangat dianjurkan untuk
digunakan pada persiapan media kultur jaringan. Meskipun pada prosedur tertentu dapat
digunakan filter dengan diameter 0,4µm, namun agar seluruh bakteri benar-benar tersaring
sebaiknya gunakan filter berdiameter 0,22µm. Membran tersebut sangat lunak, sehingga harus
dipegang dengan pinset pipih dan tumpul. Petunjuk mengenai ultrafiltrasi dapat diperoleh dari
Millipore Corporation.

Sterilisasi kimiawi, Area tempat bekerja biasanya disterilisasi permukaan baik


menggunakan etanol ataupun isopropanol (70% v/v). Walaupun alkohol masam (70%, pH 2,0)
lebih efektif sebagai disinfektan, namun jarang digunakan karena pengaruh korosif yang
ditimbulkannya pada peralatan yang terbuat dari logam. Etanol pada konsentrasi yang agak
tinggi (80% v/v), yang sifatnya mudah terbakar, digunakan untuk sterilisasi peralatan secara
periodik. Etanol untuk perendaman (80% v/v) dimasukkan ke dalam tabung reaksi besar
(diameter 25 mm x panjang 150 mm), lalu tabung reaksi tersebut dimasukkan ke dalam suatu
wadah kaleng yang terbuat dari logam. Setelah pencelupan di dalam alkohol, peralatan
selanjutnya dipanaskan dengan lampu metanol. Hindarkan pemanasan peralatan yang terlalu
lama setelah alkohol menguap. Apabila tidak digunakan, tabung etanol hendaknya ditutup untuk
menghindarkan terjadinya evaporasi (lihat bagian Bahaya terhadap Kesehatan). Sterilisasi
permukaan terhadap bahan tanaman dapat dilakukan menggunakan larutan natrium hipoklorit
(NaOCl) atau kalsium hipoklorit (Ca[OCl]2 ). Banyak laboratorium yang memanfaatkan bahan
peluntur yang biasa digunakan di dalam rumah tangga, seperti Clorox. Bahan-bahan yang
tersedia di pasaran ini biasanya mengandung NaOCl 5,25% sebagai bahan aktif. Bila diencerkan
dengan air (1 bagian peluntur : 9 bagian air), maka larutan sterilisasi mengandung tidak kurang
dari 0,5% NaOCl. Karena terjadi disosiasi yang menyeluruh, maka hipoklorit memiliki aktifitas
yang relatif rendah pada pH di atas 8,0, dan senyawa ini jauh akan lebih efektif apabila pH
larutan diturunkan hingga 6,0 (Behagel, 1971). Jaringan pembuluh pith atau pun umbi yang baru
dipotong apabila dicelupkan di dalam larutan hipoklorit, maka permukaannya akan steril setelah
lebih-kurang 10 menit. Setelah perlakuan hipoklorit, bahan tanaman harus dibilas beberapa kali
dengan air destilasi ganda steril guna menghilangkan semua sisa-sisa disinfektan. Potongan
jaringan umbi yang relatif besar harus dibilas berturutturut di dalam gelas piala 600 mL, yang
masing-masing berisi lebih-kurang 200 mL air destilasi ganda steril. Oleh karena hipoklorit
dapat menyebabkan timbulnya korosi pada peralatan yang terbuat dari logam, maka larutan
hipoklorit berikut air bilasannya harus segera dibuang setelah dipakai. Sejumlah bahan kimia
untuk sterilisasi permukaan pada biji telah diuji oleh Sweet dan Bolton (1979). Didapatkan hasil,
bahwa salah satu bahan yang paling efektif namun menimbulkan kerusakan paling sedikit pada
jaringan adalah kalsium hipoklorit. Ion-ion natrium (yakni yang berada di dalam natrium
hipoklorit) dapat menginduksi perkembangan bibit yang tidak normal. Sebagai tambahan
terhadap Ca(OCl)2, campuran yang digunakan oleh Sweet dan Bolton mengandung suatu
senyawa penyangga yang menghasilkan pH akhir 6,0, dan 1% (v/v) larutan Triton atau Tween-
80 sebagai bahan pembasah. Biji-biji direndam di dalam larutan disinfektan selama 10 menit,
kemudian dibilas 3 kali dengan air steril. Sejumlah peneliti lebih menyukai sterilisasi permukaan
biji secara dua tahap, walaupun keuntungan-keuntungan metoda ini belum terbukti secara ilmiah.
Pertama-tama biji direndam di dalam etanol (70% v/v) dan dikocok selama 2 menit, kemudian
secara aseptik dipindahkan ke wadah ke-dua yang berisi larutan hipoklorit selama lebih-kurang
20 - 25 menit. Alkohol sendiri telah juga digunakan sebagai bahan sterilisasi permukaan pada
sejumlah penelitian terhadap tanaman berkayu (Bonga, 1982). Sterilisasi permukaan
terhadap bagian-bagian tanaman yang mengandung kutin, suberin ataupun organ-organ
epidermal membutuhkan tambahan sejumlah kecil deterjen. (0,05% v/v) seperti Teepol atau
Tween-80 di dalam larutan hipoklorit (Street, 1973). Beberapa jaringan tanaman memiliki
masalah tersendiri jika mengandung mikroorganisme di dalamnya. Untuk hal demikian
sterilisasi permukaan saja jelas tidak efektif. Jika pada sterilisasi jaringan lunak memperlihatkan
adanya perubahan warna internal yang terjadi secara lokal, maka jaringan tersebut harus dibuang.
Tujuan dari sterilisasi permukaan adalah untuk menghilangkan semua mikroorganisme dengan
kerusakan yang sekecil mungkin pada jaringan yang akan dikulturkan. Dalam beberapa hal,
pencapaian tujuan ini bersifat empiris dan peneliti harus bersifat fleksibel dalam melakukan
pendekatan-pendekatan (de Fossard, 1976). Dalam kaitannya dengan biji, peningkatan
konsentrasi bahan sterilisasi maupun lamanya waktu perlakuan tidak meningkatkan keberhasilan
dekontaminasi tanpa menurunkan persentase perkecambahan (Sweet dan Bolton, 1979). Pada
bagian ini tidak dikemukakan daftar macam-macam bahan kimia yang dapat digunakan sebagai
sterilan, yang beberapa di antaranya tidak dianjurkan untuk digunakan pada laboratorium kultur
jaringan tanaman. Hal ini akan dibahas nanti pada bagian akhir bab ini, yakni pada bagian
Bahaya terhadap Kesehatan.

Antibiotik. Meskipun antibiotik secara rutin digunakan pada kultur sel hewan, namun
pemakaiannya di dalam kultur jaringan tanaman tidak begitu luas (Lihat Eicholtz, Hasegawa dan
Robitaille, 1982). Para ahli botani masa lalu berpendapat, bahwa antibiotik dapat menyebabkan
timbulnya perubahan pada pertumbuhan dan perkembangan jaringan yang dikulturkan secara in
vitro (Gautheret, 1959; Butenko, 1964). Menurut hemat kami, pemakaian antibiotik hendaknya
dihindarkan karena bahan ini tidak dapat menggantikan teknik sterilisasi yang sempurna.
Kenyataannya tidak ada satu antibiotik pun yang diketahui efektif terhadap seluruh organisme
yang mengkontaminasi. Antibiotik ataupun produk-produk degradasinya dapat dimetabolis oleh
jaringan tanaman dengan akibat yang tidak dapat diduga. Xylogenesis pada eksplan jaringan
pith selada dan umbi Jerusalem artichoke sangat terhambat oleh adanya antibiotik gentamycin
sulfat, namun pengaruh ini hanya timbul pada kisaran konsentrasi yang dianjurkan oleh
produsennya untuk penggunaan pada kultur jaringan, yakni 50-100 g/L (Dodds dan Roberts,
1981). Antibiotik ini juga diketahui menghambat pertumbuhan kalus tembakau dan inisiasi
pucuk dari kalus tembakau dan potongan daun Salpiglossis (Eicholtz et al., 1982).

Kerusakan komponen media pada suhu tinggi. Sejumlah bahan kimia yang digunakan
dalam media kultur jaringan mengalami degradasi pada sterilisasi panas basah. Zat pengatur
tumbuh Giberelin mengalami degradasi dengan cepat sejalan dengan naiknya suhu, dan aktifitas
biologis larutan GA3 yang baru dibuat akan berkurang lebih dari 90% sebagai akibat sterilisasi
otoklaf (Bragt dan Pierik, 1971). Auksin jenis NAA, IAA dan 2,4-D bersifat tahan panas.
Meskipun IAA tidak terpengaruhi oleh sterilisasi otoklaf pada keadaan normal, senyawa ini akan
mengalami dekomposisi akibat faktorfaktor lain pada keadaan in vitro (Posthumus, 1971;
Yamakawa et al., 1979). Larutan kinetin, zeatin dan IPA telah diuji secara kromatografi pada
kromatogram silica-gel tipis sebelum dan sesudah diotoklaf, dan tidak ada kerusakan dari
senyawa kimia ini yang terdeteksi (Dekhuijzen, 1971). Sebaliknya, molekul-molekul 1,3- atau
9-substitusi purin yang secara biologis tidak aktif justru dikonversikan menjadi N6-substitusi
purin dengan adanya perlakuan otoklaf. Ekstrak mentah tanaman yang kemungkinan
mengandung molekul-molekul purin yang non-aktif harus disterilkan dengan filtrasi. Meskipun
perlakuan sterilisasi panas tidak berpengaruh terhadap sistem isomer asam absisat, homon ini
peka terhadap cahaya (Wilmar dan Doornbos, 1971). Berbagai senyawa vitamin memiliki daya
tahan yang berbeda terhadap suhu tinggi. Pada umumnya penambahan vitamin pada media
kultur sebelum diotoklaf tidak dianjurkan; lebih baik vitamin tersebut disterilkan dengan
penyaringan pada suhu kamar. Tiamin-HCl dapat dipanaskan hingga suhu 110oC dalam bentuk
larutan tanpa mengalami dekomposisi, namun jika pH larutan di atas 5,5 senyawa ini mengalami
kerusakan dengan cepat (Windholz, 1983). Kerusakan pada kalsium pantetonat tidak dapat
dihindari pada sterilisasi otoklaf, sedangkan piridoksin-HCl bersifat stabil pada pemanasan.
Salah satu karbohidrat yang paling banyak digunakan di dalam media kultur jaringan adalah
sukrosa. Dalam keadaan tertentu sukrosa mengalami dekomposisi selama sterilisasi otoklaf dan
melepaskan campuran D-glukosa dan D-fruktosa (Ball, 1953), di mana monosakarida ini
merupakan penghambat bagi pertumbuhan sejumlah jaringan yang dikulturkan (Stehsel dan
Caplin, 1969; Wright dan Northcote, 1972). Pembahasan mengenai pemakaian gula yang
diotoklaf di dalam media kultur diberikan oleh Roberts (1976). Sterilisasi uap juga dapat
mengkatalisis reaksi-reaksi di dalam media antara karbohidrat dan asamasam amino (Peer,
1971).
Bahaya terhadap kesehatan. Larutan hipoklorit hendaknya digunakan dengan hati-hati.
Apabila terhisap, senyawa ini dapat mengakibatkan iritasi yang parah pada saluran pernafasan,
selain itu kontak dengan kulit juga harus dihindarkan (Windholz, 1983). Jangan sekali-kali
menggunakan mulut untuk menghisap larutan hipoklorit. Sebaiknya gunakan pengisi pipet yang
terbuat dari karet yang aman dan relatif murah. Jangan menggunakan hipoklorit atau senyawa-
senyawa klorida anorganik lainnya di bawah lampu ultra violet. Klor yang dibebaskan dapat
menimbulkan ancaman serius pada kesehatan (Hamilton, 1973).

Bahaya kebakaran akan terjadi apabila peralatan yang masih ada nyala apinya
dimasukkan ke dalam alkohol. Etanol sangat mudah terbakar, oleh karenanya penggunaan zat
ini harus hati-hati dan harus dijaga jangan sampai etanol ataupun alkohol lainnya tumpah di
sekitar nyala api. Wadah alkohol hendaknya dimasukkan ke dalam kaleng logam untuk
menghindari tumpahnya alkohol tersebut sekiranya wadah gelasnya pecah. Radiasi ultra violet
dapat mengakibatkan resiko gangguan kesehatan yang serius. Jangan sekali-kali memandang
tabung lampu yang tengah menyala dengan mata telanjang. Akibat pengaruh cahaya ultra violet
mata dapat menjadi sangat sakit (terjadi actinic keratitis), walaupun biasanya tidak berlangsung
lama (Scherberger, 1977). Suatu tirai kaca yang terdapat di antara sumber cahaya dan mata
dapat menjadi pelindung yang sangat baik terhadap radiasi ultra violet. Di samping itu, radiasi
ultra violet dapat pula menyebabkan iritasi pada kulit telanjang; jadi, memasukkan tangan ke
dalam kotak pindah pada saat lampu ultra violet sedang menyala hendaknya dihindarkan.
Masalah lain dalam kaitannya dengan cahaya ultra violet adalah terbentuknya ozon (O3) sebagai
akibat reaksi fotokimia antara sinar ultra violet dengan oksigen atmosfer. Gas yang bersifat
eksplosif ini merupakan pengoksidasi yang potensial, dalam jumlahnya dalam konsentrasi tinggi
dapat menyebabkan iritasi yang parah pada saluran pernafasan dan mata. Gejala-gejala
keracunan ozon biasa dialami oleh awak dan penumpang pesawat terbang selama penerbangan
tinggi (Science 205, 767, 1979). Lampu UV hendaknya jangan dinyalakan untuk jangka waktu
yang lama dengan kotak pindah dalam keadaan tertutup rapat. Meskipun merkuri klorida
(HgCl2) merupakan racun yang sangat berbahaya, namun dapat digunakan sebagai bahan
disinfektan. Larutan merkuri klorida agak mudah menguap pada suhu kamar, dan hal ini dapat
mengakibatkan terjadinya keracunan merkuri pada orang yang tengah bekerja di laboratorium.
Lysol (3,5% v/v) dapat memusnahkan sel-sel vegetatif, namun senyawa ini tidak efektif untuk
mengatasi kontaminasi spora. Lysol tersusun atas kreosol dan fenol, dan karenanya
menimbulkan lapisan tipis berminyak pada setiap permukaan. Di samping itu, senyawa ini dapat
menyebabkan luka bakar yang parah pada kulit. Jika sisa-sisa Lysol diotoklaf, dapat
mengakibatkan kontaminasi kimiawi pada isi otoklaf termasuk otoklaf itu sendiri (Hamilton,
1973). Sterilisasi gas hendaknya tidak digunakan di dalam kelas praktikum di laboratorium tanpa
pengawasan yang ketat. Benda-benda plastik kecil dapat disterilkan dengan menempatkannya
pada lingkungan yang jenuh dengan oksida etilen selama beberapa jam di dalam wadah tertutup
pada suhu kamar. Hampir semua campuran yang mengandung udara bersifat sangat eksplosif,
dan dapat bersifat racun pada konsentrasi yang tidak terdeteksi oleh penciuman (Sykes, 1969).
Senyawa-senyawa berbentuk gas dapat menyebabkan iritasi pada mata dan selaput lendir, dan
pada konsentrasi tinggi dapat menyebabkan sesak nafas. Prosedur-prosedur dasar penggunaan
senyawa-senyawa gas dapat dijumpai pada bahasan oleh Hamilton (1973). Selanjutnya,
sterilisasi terhadap tabung-tabung polikarbonat menggunakan oksida etilen dapat berakibat pada
terbentuknya sejumlah senyawa yang bersifat mutagenik terhadap kultur sel hewan (Krell,
Jacobson dan Selby, 1979).

Upaya-upaya menghindari kontaminasi. Salah satu faktor yang paling penting dalam
menghindari kontaminasi adalah dengan menjaga agar mikroorganisme yang hidup di udara
tidak jatuh pada bidang yang steril. Pintu dan jendela harus dalam keadaan tertutup guna
menghindarkan timbulnya gerakan udara. Jumlah orang-orang yang berada di sekitar kotak
pindah diusahakan seminimal mungkin. Hindari menghembuskan nafas ke dalam kotak pindah.
Sering kali orang-orang yang bekerja di depan kotak pindah mengenakan masker. Jaga
kebersihan tangan, pergelangan tangan dan lengan, dan jangan sekali-kali melewatkan tangan
ataupun lengan di atas permukaan bidang steril yang terbuka (misalnya air pembilas ataupun
piringan agar terbuka). Semua benda-benda yang sudah steril diletakkan di bagian belakang
kotak pindah agar tidak menghalangi keleluasaan gerak. Ketika menuangkan cairan steril,
pegang bagian bawah wadah dan upayakan agar tangan sejauh mungkin dari permukaan tabung
ataupun cawan Petri yang menampung cairan tersebut. Ketika membuka cawan Petri, pegang
tutupnya dengan jempol dan jari tengah pada sisi yang berlawanan, dan secara perlahan-lahan
dorong tutup tersebut ke belakang. Jangan menggerakkan ujung-ujung jari melewati permukaan
cawan. Suatu tindakan yang umum dilakukan di dalam mikrobiologi adalah membakar bibir
tabung dan wadah-wadah selama prosedur aseptik. Tindakan ini memungkinkan timbulnya
akumulasi etilen dalam konsentrasi yang tinggi di dalam tabung ataupun wadah. Gas etilen ini,
yang merupakan suatu produk dari proses pembakaran, adalah suatu hormon tanaman dan dapat
memberikan pengaruh yang menguntungkan bagi pertumbuhan dan morfogenesis pada kultur
jaringan tanaman (Beasley dan Eaks, 1979). Sebagai langkah akhir dari setiap prosedur aseptik,
singkirkan semua perangkat gelas, alat-alat tanam, aluminium foil dan benda-benda lain yang
selesai digunakan dan tidak diperlukan lagi. Akhirnya, sangat penting untuk mengeluarkan
semua kultur yang mengalami kontaminasi dari inkubator atau dari ruang kultur. Kulturkultur
yang tidak diperlukan lagi jangan sampai menumpuk di dalam laboratorium. Hal ini dikarenakan
sisa-sisa kultur tersebut dapat menghasilkan spora dan mengakibatkan seluruh rangkaian
kegiatan aseptik menjadi terganggu.
BAB III

Alat dan bahan

3.1 Alat
- Pinset
- Spatula
- Timbangan Analytical 0,1 mg
- Gelas ukur
- Bunsen
- Pengaduk kaca
- Corong kaca
- Botol kultur
- Rak kultur
- Autoclave electric
- Laminar air flow
- Incubator
- Oven
3.2 Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam metode kultur jaringan adalah media MS
(Murashige dan Skoog)
- Makronutrien
- Mikronutrien
- Vitamin
- Zat pengatur tumbuh (ZPT)
- Myoinositol
- Sukrosa
- Agar
Daftar pustaka

Basri, A.H.H. 2016. KAJIAN PEMANFAATAN KULTUR JARINGAN DALAM


PERBANYAKAN TANAMAN BEBAS VIRUS. Sekolah Tinggi Penyuluhan
Pertanian Medan

Dodds, John H. 1993 . Experiments in plant tissue culture. Includes bibliographies and indexes.
1.Plant tissue culture – Experiments. I.Roberts Lorin Watson. II.Title QK725.D63 1985
581’.07’24 84-28549

Lestari, E.G. 2011. Peranan Zat Pengatur Tumbuh dalam Perbanyakan Tanaman melalui Kultur
Jaringan. Jurnal AgroBiogen

Nursyamsi . 2010. Teknik Kultur Jaringan Sebagai Alternatif Perbanyakan Tanaman Untuk
Mendukung Rehabilitasi Lahan1

Ritonga, A.W. 2017. Pembuatan Media Kultur jaringan. IPB

Anda mungkin juga menyukai