Anda di halaman 1dari 38

BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Konsep Dasar Medik HIV/ AIDS

1. Anatomi Fisiologi Sistem Imun


Manusia diciptakan sebagai mahluk yang sempurna. Salah satu wujud

kesempuraan manusia adalah manusia memiliki anatomi dan fisiologi yang


luar biasa menamjubkan. Di dalam tubuh manusia terdapat banyak organ,

sel, dan saraf yang bekerja saling terkait. Salah satunya adalah kemampuan
tubuh dalam mempertahankan diri dari virus, bakteri, parasit, dan jamur.

Tanpa kehadiran sistem imun yang sehat, manusia akan mudah sakit dan
terkena kanker.

Sistem imun adalah sistem dalam tubuh manusia yang berperan dalam
pertahanan diri. Sementara itu, imunologi merupakan cabang ilmu yang

fokus memperlajari tentang fungsi pertahanan tubuh, antigen, antibodi. Ilmu


ini menekankan peran imunitas, baik terhadap reaksi yang terjadi dalam

tubuh kita. Mulai dari reaksi hipersensitif, penolakan jaringan ataupun alergi.
Istilah inilah yang kemudian lebih sering dikenal dengan istilah sistem imun.

Berikut adalah organ yang paling berpengaruh dalam sistem imun.

Gambar 2.1 : Sistem Imun

Sumber: https://aidsinfo.nih.gov/understanding-hiv-aids/glossary/347/immune-system

Sistem imun merupakan sistem pertahanan diri tubuh kita terhadap


infeksi. Baik itu infeksi yang sifatnya makromolekul asing sampai serangan
organisme seperti parasit, virus dan bakteri. Kekebalan imun di dalam tubuh

berfungsi untuk melawan bakteri dan virus jahat yang masuk ke dalam
tubuh. Peran imun juga mampu meminimalisir bakteri yang berkembang

menjandi tumor. Imun juga mampu melawan protein tubuh dan molekul lain
yang ada pada gangguan autoimun. Berikut organ sistem imun yang ada

daalm tubuh kita. Secara garis besar, organ dan jaringan system imun
manusia terdiri dari:

a. Adenoid
Adenoid terletak di belakang saluaran rongga hidung. Bentuknya

berupa kelenjar. Adenoid bergungsi melawan infeksi dan kuman yang


masuk melalui hidung dan mulut. Kelenjar adenoid yang tidak mampu

mengatasi virus dan bakteri yang masuk, dapat menimbulkan


pembengakakn yang disebut dengan adnoiditis.

Gambar 2.2 Adenoid


Sumber : https://www.aboutkidshealth.ca/Article?contentid=1211&language=English

b. Sumsum Tulang Belakang


Sumsum tulang belakang adalah oragan tempat memproduksi sel

darah biru. Sumsum tulang belakang termasuk kedalam jaringan limfatik,


karena mampu memproses limfosit muda menjadi Limfosit T dan Limfosit

B. Pada sumsum tulang belakang banyak di temukan sel imun yang


dihasilkan oleh sel induk tulang belakang.
Gambar 2.3 Sumsum tulang belakang

Sumber: https://www.sekolahan.co.id/pengertian-letak-fungsi-struktur-dan-bagian-struktur-
sumsum-tulang-belakang-medula-spinalis-manusia/

c. Kelenjar Limfa (Getah Bening)

Kelenjar limfe fungsinya membawa limfosit ke bagigan organ limfoid


dan aliran darah kelenjar getah bening mengalir ke kelenjar getah kapiler.

Getah kapiler memiliki lapisan yang tipis dan memiliki banyak lubang
kecil. Lubang kecil inilah yang menjadi jalan gas, nutrisi dan air lewat

masuk sekitarnya. Ada beberapa titik yang sering digunakan getah bening
berkumpul, yaitu di leher, selangkangan, para-aorta dan aksila. Tempat-

tempat jika terjadi penumpukan memunculkan tonjolan hingga ke


permukaan kulit.

Gambar 2.3 Kelenjar limfa (Getah bening)


Sumber: https://www.wajibbaca.com/2019/02/penyakit-kelenjar-getah-bening.html

d. Peyers patches
Peyers patches terletak di usus halus. Peyers patches sebenarnya
masih termasuk jaringan limfoid.
Gambar 2.4 Peyer’s Patches

Sumber: https://www.wajibbaca.com/2019/02/penyakit-kelenjar-getah-bening.html

e. Pembuluh Limpa
Limpa terletak di rongga perut. Di pembuluh limpa terdapat cairan

yang disebut cairan limpa yang berasal dari cairan ekstrasel (cairan darah
yang meresap dari kapiler darah). Sama seperti usus, cairan limpa juga

mengandung lemak. Lemak yang terdapat di usus diangakt oleh


pembuluh limpa.

Gambar 2.5 Pembuluh limpa


Sumber: http://dokterbenvie.blogspot.com/2018/01/anatomi-histologi-dan-fisiologi.html

Pembuluh limpa memiliki cabag halus yang bagian ujungnya


terbuka. Lokasinya di sela-sela otot. Bentuk pembuluh limpa mirip dengan

vena yang memiliki katup banyak. Pembuluh limpa terbagi menjadi dua
bagian, yaitu limpa kanan (dada kanan) dan limpa kiri (dada kiri). Fungsi

pembuluh limpa kanan sebagai penampung cairan limpa dari kepala,


leher, dada, paru, dan lengan sisi kanan. Sebalikbya, pembuluh limpa kiri

menampung cairan limpa dari kepala, kemudian ke leher, dada, lengan,


dan tubuh bagian bawah sisi kiri.
f. Glandula Thymus

Galandula thymus berfungsi pada proses sekresi hormon


thymopoetin dan thymosin. Dua hormon inilah yang akan memengarui

perkembangan limfosit. Lmfosit terbagi menjadi Limfosit T sitotaksisk,


Limfosit T Helper, Limfosit B, dan sel plasma. Hasil produksi Glandula

Thymus akan mematurasi (mematangkan) Limfosit T ke jaringan limfa


lainnya.

Gambar 2.6 Kelenjar timus


Sumber: https://www.pelajaran.id/2018/06/pengertian-kelenjar-timus-fungsi-struktur-bagian-

dan-mekanisme-kerja-kelenjar-timus-lengkap.html

Limfosit T Sitotoksik akan mersespons lebih aktif ketika ada antigen


permukaan yang bersifat abnormal. Sel ini akan menyerang dan

menghancurkan sel abnormal yang masuk. Sementara itu, Limfosit T


Helper akan bekerja lebih agresif ketika diserang dengan antigen

presenting sel (semacam makrofag). Di sinilah T Helper melepaskan faktor


yang mendorong prolifferasi sel Limfosit B. Ketika Limfosit B berubah

menjadi sel memori dan sel plasma, ia akan memproduksi antibody. Lain
halnya dengan limfosit, sel plasma memiliki reticulum endoplarnik kasar

yang banyak. Retikulum endoplarnik kasar inilah yang bekerja untuk


memproduksi antibodi.

g. Nodus Limfatikus
Nodus limfatikus atau lomfonodi mengandung makrofag dan

lomfosit dalam jumlah banyak. Fungsi limfatikus sebagai kekebalan


tubuh yang melawan mikroorgnisme. Lokasi limfatikus di sistem limfatik.
Gambar 2.7: Nodus limfatikus

Sumber: http://dokterbenvie.blogspot.com/2018/01/anatomi-histologi-dan-fisiologi.html

h. Tonsil (Amandel)
Tonsil adalah organ yang paling sering memperoleh paparan

benda asing dan pathogen. Tonsil atau yang sering disebut amandel,
terletak di kerongkongan sebelah kiri dan kanan belakang rongga mulut.

Tonsil merupakan bagian jaringan kekebalan taubuh dari serangan


benda asing dan pathogen berbahaya.

Benda asing dan pathogen yang masuk kemudian dimasukkan ke


sel limfoid. Oleh sebab itu, imun tonsil sangat penting, terutama pada

anak-anak. Struktur imunologis tonsil paling besar ditemukan pada


anak-anak usia 4 sampai 10 tahun. Sementara itu, pada usia 60 tahun ke

atas, tonsil mengalami penurunan dan fungsinya akan digantiakan


dengan jaringan lain.

Gambar 2.8 Tonsil


Sumber: https://newsnetwork.mayoclinic.org/discussion/tuesday-q-and-a-self-care-steps-

may-help-prevent-tonsil-stones-from-returning/

Anak di bawah usia 6 tahun, terutama anak-anak balita, sering


memasukan berbagai macam ke dalam mulutnya. Untuk menjaga
ketahanan tubuh, kelenjar tonsil pada balita memproduksi lebih banyak

sel imun. Oleh karenanya, meskipun balita sering memasukkan benda


asing kedalam mulut, si anak dapat terbebas dari penyakit. Apabila

terjadi gangguan akibat peradangan tonsil, anak jatuh demam dan sulit
menelan makanan.

i. Limfosit
Limfosit merupakan sel darah putih yang berfungsi melawan

infeksi. Sel darah ini bekerja dan merespons benda asing yang ada d
dalam darah. Limfosit memiliki dua komponen, yaitu pulpa merah dan

pulpa putih, pulpa merah terdapat di sinus dan berfungsi sebagai organ
filterasi, yaitu menghancurkan darah yang sudah tua dan rusak dengan

bantuan makrofag. Darah tua dan darah rusak jika dibiarkan memiliki
kecenderungan untuk merusak.

Gambar 2.9 Limfosit


Sumber: http://www.myrightspot.com/2016/07/sel-darah-putih-leukosit-sel-darah.html

Pada pulpa putih terdapat limfosit dan makrofag benda asing yang

masuk di pulpa putih dapat menstimulasi limfosit. Limfosit di dalam


pulpa putih berfungsi untuk mengidentifikasi antigen. Pulpa putih juga

berfungsi memproduksi antibody untuk melawan infeksi dan


mengaktifkan respons imunologi terhadap antigen di dalam darah. Pada

dasarnya, semua jenis sel darah, termasuk imun seperti limfosit di bentuk
di sumsum tulang belakang. Dari hasil proses tersebut sebagian menjadi

tipe lain, dan sebagian lagi menjadi sel imun yang disebut fagosit.
2. Mekanisme Pertahanan Tubuh Manusia

Mekanisme pertahanan di dalam tubuh manusia memiliki


kompleksitas yang rumit. Sistem, jaringan, dan sel di dalam tubuh manusia

saling bekerja sama melindungi tubuh dari infeksi virus, jamur dan bakteri.
Ketika tubuh mempertahankan sebagai serangan infeksi yang masuk

kedalam tubuh, ada dua sistem imun yang bekerja. Kedua sistem tersebut,
yaitu sistem imun nonspesifik dan sistem imun spesifik. Sistem imun

nonspesifik terdiri dari kulit dan kelenjar, termasuk juga lapisan mukosa dan
enzimnya.

a. Sistem imun nonspesifik


Sistem imun nonspesifik (innate immune system) merupakan

sistem pertahanan tubuh yang utama. Sistem ini di sebut juga sebagai
sistem imun bawaan. Imun bawaan yang memiliki peran penting dalam

melawan infeksi adalah neotrofil dan makrofag. Pertahanan imun


nonspesifik termasuk cidera jaringan (peradangan), interferon

(mempertahankan sel dari infeksi virus), natural killer cells (mencegah


infeksi dan menghancurkan sel kanker), dan sebagai sistem komplemen.

1) Peradangan
Peradangan salahsatu reaksi pertahanan tubuh yang di awali

kerusakan jaringan (infeksi) karena terjadinya trauma fisik dan


kimia. Secara umum, gejala peradangan di sertai oleh rubor, kalor,

dolor, dan function laesa (perubahan fungsi). Proses terjadinya


peradangan diatur oleh sistem komponen seperti prostaglandin E2

(PGE2), transforming grow factor ß (TGFß), interleukin 10 (IL-10),


dan glukokartikoid.

Peradangan dibagi menjadi tiga keadaan, yaitu radang


akut, radang subakut, dan radang kronis. Dalam proses

penyembuhan peradanagan, sistem imun nonspesifik membawa


fagosit dan protein plasma ke lokasi yang mengalami kerusakan

untuk mencapai tiga tujuan, yakni mengisolasi, mematikan


penyerang, dan menghancurkan; membersihkan debris; serta

proses penyembuhan dan perbaikan.


Ketika kulit mengalami peradangan dan mengalami

kerusakan di bagian eksternal, makrofag bertugas melawan


mikroba yang masuk. Makrofag bekerja dengan memakan debris

dan kontaminan yang ditemui. Saat antibody menaklukan


serangan mikroba, bagian anterior melebar untuk meningkatkan

aliran darah ke tempat cidera. Aliran darah lokal inilah yang


nantinya membawa lebih banyak leukosit fagostik dan protein

plasma untuk melawan bakteri. Ketika bakteri menang perlahan


luka mengalami vasodilatasi lokal atau mengalami penciutam

pembulu darah. Vasodilatasi dipicu oleh histamine yang


dibebaskan oleh sel jaringan yang rusak.

2) Fagositosis
Fagositosis adalah suatu mekanisme pertahanan yang

dilakukan oleh sel-sel fagosit, daengan jalan mencerna (memakan)


mikroorganisme / partikel asing yang masuk ke tubuh. Contohnya

adalah ketika sel darah putih menelan pathogen, membawanya ke


dalam vakuola yang terdapat pada sitoplasma sel tersebut, lalau

dicerna dengan enzim litik.


3) Protein Antimikroba

Ini adalah jenis protein yang berperan dalam, sistem


pertahanan nonspesifik yaitu protein komplemen dan interferon.

Protein kompelmen membunuh bakteri penginfeksi dengan cara


membentuk lubang pada dinding sel dan membrane plasma

tersebut. Interferon akan membentuk zat yang mampu mencegah


replikasi virus, sehingga serangan dapat dicegah.
b. Pertahanan Spesifik

Sistem pertahanan spesifik bekerja apabila sistem pertahanan


tubuh non spesifik gagal menahan masuknya pathogen. Sitem

pertahanan spesifik melibatkan peran limfosit dan antibody. Selain itu


sistem ini melibatkan sel dalam menyerang organism asing.

Pertahanan spesifik dilakuakn oleh sel T. Ini adalah jenis sel


yang terdiri dari tiga jenis yaitu pembunuh, pembantu, dan supresor.

Antibodi dihasilkan oleh limfosit B dan teraktivasi bila mengenali


antigen yang terdapat pada permukaan sel pathogen, dengan

bantuan sel limfosit T.


Ada tiga jenis sel limfosit B, yaitu sel B plsma, pengingat, dan

pembelah. Ketika suatu pathogen masuk dalam tubuh dan mampu


melewati pelindung lapis pertama dan kedua pada sistem pertahanan

alami, sel limfosit B dan sel limfosit T yang memiliki resptor antigen A
akan membela dan berdiferensiasi. Hasil pembelahan dan refrensi

tersebut akan membentuk dua klon. Klon pertama menghasilkan sel-


sel efektor, sedangkan klon kedua menghasilkan sel-sel memori.

Apabila kemudian antibody menang melwan antigen, maka


tubuh akan sehat dan memiliki sel memori untuk melawan antigen

yang sama di waktu yang akan datang. Oleh karena itu, jika suatu saat
orang tersebut dimasuki oleh antigen (kuman) berjenis sama, tubuh

orang tersebut akan mengaktifkan sel-sel memori yang telah


terbentuk sebelumnya. Waktu untuk menanggapi dan melawan

kuman tersebut cenderung lebih pendek, dibandingkan respons


pertahanan primer. Kondisi ini disebut respons pertahanan skunder.

Berikut ini adalah table jenis-jenis limfosit beserta fungsinya :


Tabel 2. 1 Jenis- jenis Limfosit Berserta Fungsinya

Tipe Jenis Limfosit Fungsi


Limfosit
Limfosit B 1. Sel B plasma 1. Mensekresikan antibodi ke
(sel B) 2. Sel B sistem sirkulasi tubuh. Setiap

pengingat antibodi sifatnya spesifik


3. Sel B terhadap satu antigen

pembelah patogenik.
2. Mengingat antigen yang

pernah masuk ke tubuh. Sel


yang deprogram untuk

mengingat suatu antigen


yang spesifik dan akan

merespon dengan sangat


cepat bila terjadi infeksi

kedua.
3. Berfungsi untuk

menghasilkan lebih banyak


lagi sel-sel limfosit B, yaitu

membentuk sel B plasma dan


sel pengingat.
Limfosit T 1. Sel T 1. Meyerang pathogen yang
(sel T) pembunuh masuk ke tubuh, sel tubuh

2. Sel T yang terinfeksi, serta sel


pembantu kanker secara langsung.

3. Sel T 2. Menstimulasi pembentukkan


supresor jenis sel T lainnya dan sel B

plasma serta mengaktivisi


makrofag untuk melakukan

fagositosis.
3. Menurunkan dan
menghentikan respons imun

dengan cara menurunkan


produksi antibody, serta

mengurangi aktivitas sel T


pembunuh. Mekanisme

tersebut di perlukan ketika


respons imun sudah mulai

lebih dari yang diperlukan,


atau ketika infeksi sudah

berhasil diatasi.

Selain itu, ada bebrapa antibody lain dalam tubuh yaitu IgM, IgA,
IgD, dan IgE. Berikut ini adalah tabel tipe-tipe antibdi beserta

karakteristiknya.
Tabel 2.2 Tipe- tipe Antibodi Berserta Karakteristiknya

No. Tipe Antibodi Karakteristik

1. IgM Antibodi ini dilepaskan ke aliran darah pada


saat terjadi infeksi yang pertama kali (respons

kekebalan primer).
2. IgG Antibody ini banyak terdapat didalam darah
dan diproduksi saat terjadi infeksi kedua
(respons kekebalan sekunder).

igG juga mengalir melalui plasenta dan


memberi kekebalan pasif dari ibu kepada

janin.
3. IgA Antibodi IgA dapat ditemukan dalam air

mata, air ludah, keringat, dan membrane


mukosa. IgA berfungsi untuk mencegah

infeksi pada permukaan epitelium. IgA juga


terdapat dalam kolostrum yang berfungsi

unuk mencegah kematian bayi akibat infeksi


saluaran pencernaan.
IgD Antibodi ini ditemukan pada permukaan
limfosit B sebagai resptor dan berfungsi

merangsang pembentukan antibodi oleh sel


B plasma.
5. IgE Antibodi ini ditemukan terikat pada basophil
di dalam sirkulasi darah dan mastosit di

dalam jaringan yang berfungsi memengaruhi


sel untuk melepaskan hitamine yang terlibat

dalam reaksi alergi.

3. Respons Kekebalan Tubuh


Respons kekebalan tubuh terdapat antigen dapat dibedakan menjadi

dua jenis, yaitu kekebalan humoral ( antibody-mediated immunity) dan


kekebalan seluler (cell-mediated immunity).

a. Kekebalan Humoral
Kekebalan humoral melibatkan aktivitas sel B dan atntibodi

baredar dalam cairan darah limfa. Serangakaian respons terhadap


pathogen ini disebut respons kekebalan primer. Apabila antigen yang

masuk kembali ke dalam tubuh dengan cepat, tubuh memberikan


respons kekebalan skunder.

b. Kekebalan Seluler
Kekebalan seluler melibatkan sel T yang bertugas menyerang sel-

sel asing jaringan tubuh yang terinfeksi secara langsung. Berdasarkan


cara memperolehnya, kekebalan tubuh digolongkan menjadi dua

kelompok, yaitu kekebalan aktif dan kekebalan pasif.

1) Kekebalan Aktif

Kekebalan aktif merupakan kekebalan yang dihasilkan oleh


tubuh itu sendiri. Kekebalan ini dapat diperoleh secara alami melalui
penyakit (misal penyakit cacar) dan secara buatan melalui vaksinasi.

Vaksin berprran sebagai antigen yang akan memacu tubuh


membentuk antibody guna melawan antigen tersebut. Dengan

demikian tubuh akif membentuk pertahanan yang ditimbulkan


disebut pertahanan aktif. Vaksinasi adalah pemberian paksin

kedalam tubuh seseorang untuk memberikan kekebalan terhadap


penyakit tersebut.

2) Kekebalan Pasif
Kekebalan pasif merupakan kekebalan yang diperoleh setelah

menerima antibody dari luar. Kekebalan ini dapat diperoleh secara


alami melalui pemberian ASI dan secara buatan melalaui

penyuntikan antiserum. Pertahanan pasif merupakan pertahanan


yang diberikan kepada individu dan bersifat sementara. Pertahanan

ini diberikan kepada tubuh yang sakit untuk melawan antigen yang
sudah ada. Dalam pertahanan pasif, tubuh tidak membentuk

antibody karena menerima antibody yang sudah jadi.


4. Kompleks Histokompabilitas Utama

Kompleks histokompatibilitas utama (major histocompatibility


complex atau MHC) adalah sekumpulan gen yang ditemukan pada semua
jenis verterbata. Gen tersebut terdiri dari lebih kurang 4 juta bp yang
terdapat dikromosom nomor 6 manusia dan lebih dikenal sebagai

kompleks antigen leukosit manusia (HLA). Protein MHC yang di sandikan


berperan dalam mengikat dan mempresentasikan antigen peptida ke sel

T.
Molekul permukaan sel yang bertanggung jawab terhadap rejeksi

trnsplan dinamakan molekul histokompatibilitas, dan gen yang


membentuk kodenya disebut gen histokompatibilitas.

Nama ini kemudian disebut dengan histokompatibilitas mayor


karena ternyata MHC bukan satu-satunya penentu rejeksi. Terdapat pula

molekul lain yang walaupun lebih lemah juga ikut menentukan rejeksi,
yaitu, molekul histokmopatibilitas minor. Pada saat ini telah diketahui

bahwa molekul MHC merupakan titik sentral inisiasi respons imun.


a. Molekul MHC

Gen MHC berhubungan dengan gen imuonoglobin dan gen


reseptor sel T yang tergabung dalam keluarga supergen imunoglobin.

Akan teteapi pada perkembangannya tidak mengalami penataan


kembali gen seperti halnya gen imunoglobin dan TCR.

Daerah MHC sangat luas, sekitar 3500 kb di lengan pendek


kromosom 6, meliputi region yang mengkode MHC kelas I. II, III, dan

protein lain, serta gen lain yang belum dikenal, yang mempunyai peran
penting pada fungsi sistem imun.

Gen MHC bersifat kodominan, artinya ekspresi gen orang tua


akan terlihat pada anak mereka. Selain itu, jelas terlihat beberapa gen

yang terkait erat dengan gen MHC dan mengkode berbagai molekul
MHC berbeda, karena itu gen MHC disebut sebagai gen multigenik.

Pada populasi terlihat bahwa setiap gen tersebut mempunyai banyak


macam alel sehingga MHC bersifat sangat polimorfik.

Untuk memudahkan, maka semua alal pada gen MHC yang


berada pada suatu kromosom disebut sebagai haplotip MHC. Stiap

individu mempunyai haplotip, masing-masing satu dari ayah dan ibu


yang akan terlihat ekspresinya pada individu tersebut.

b. Molekul HLA
Pada manusia terdapat tiga jenis molekul MHC kelas I polimorfik,

yaitu HLA-A, HLA-B dan HLA-C. Molekul HLA kelas I terdiri dari rantai
berat a polimorfik yang berpasangan nonkovalen denagn rantai

nonpolimorfik b2 –mikroglobulin yang bukan dikode oleh gen MHC.


Rantai a yang mengandung 338 asam amino terdiri dari 3

bagian, yaitu region hidrofilik ekstraseluler, regio hidrofobik


transmembran, dan regio hidrofilik intraseluler. Regio ektraseluler

membentuk tiga domain a1, a2, dan a3. Domain a3 dan b2-
mikroglobulin, tetapi memiliki kemampuan yang sangat terbatas untuk

mengikat antigen.
Molekul HLA kelas I terdapat pada hampir semua permukaan sel

berinti mamalia. Molekul tersebut berfungsi untuk mempresentasikan


antigen pada sel T CD8. Oleh karena itu perlu terdapat ekspresi MHC

kelas I di timus untuk maturasi CD8.


Pada manusia terdapat tiga jenis molekul MHC kelas II polimorik,

yaitu HLA-DR, HLA-DP. Molekul HLA kelas II terdiri dari 2 rantai


polimorfik a dan b yang terkait secara nonkovalen, dan dan masing-

masing terdiri dari 229 dan 237 asam amino yang membentuk 2
domain. Seperti halnya rantai a HLA kelas I, maka rantai a dan b kelas II

terdiri dari regio hidrofobik transmembran, region hidrofilik interseluler.


Selain itu, terdapat pada rantai nonpolimorik yang disebut rantai yang

disebut invarian, berfungsi untuk pembentukan dan transport molekul


MHC kelas II dengan antigen.

Molekul MHC kelas II terdapat pada sel makrofag dan monosit,


sel B, sel T aktif, sel dendrit, sel Langerhans kulit, dan sel epitel, yang

umunnya timbul setelah rangsangan sitokin. Fungsi molekul MHC kelas


II adalah untuk presentasi antigen pada CD4 (umumnya Th) yang

merupakan sentral respons imun, Karena itu sel yang mempunyai


molekul MHC kelas II umumnya disebut sel APC (antigen presenting

cells). Molekul MHC kelas II terdapat dalam timus untuk maturasi T


CD4.

Ada pula beberapa molekul laun yang dikode oleh darah MHC,
tetapi mempunyai fungsi yang berbeda dengan molekul MHC kelas I

dan II. Suatu daerah dalam MHC kelas III memberi kode sejumlah
protein komplemen (C2, B, C4A, C4) dan enzim sitikrom p450 21-

hidroksilase. Selain itu, terdapat pula gen sitoksin TNF a dan b, atau
gen lain yang memberi kode molekul, yang berfungsi untuk

pementukan dan transport molekul MHC dan sel ß


B. Konsep Medik
1. Definisi Penyakit

HIV membahayakan sistem kekebalan tubuh dengan menghancurkan


sel darah putih yang melawan infeksi. Virus ini membuat seseorang berisiko

terkena infeksi serius dan kanker tertentu sementara itu AIDS adalah tahap
akhir dari HIV . tidak semua orang dengan HIV sampai tahap AIDS.

HIV paling sering menyebar dengan hubungan seks tanpa kondom


dengan orang yang terinfeksi. Virus ini juga bisa menyebar dengan berbagai

jarum suntik atau melalui kontak dengan darah orang yang terinfeksi. Virus
ini juga menyebar dengan berbagi jarum suntik atau melalui kontak dengan

darah orang yang terinfeksi. Wanita hamil bisa menularkan virus pada bayi
mereka selama kehamilan atau persalinan.

Tanda pertama infeksi HIV bisa berupa kalenjer bengkak dan gejala
seperti flu yang terjadi dalam 2-4 minggu, gejala parah mungkin tidak

muncul sampai berbulan bulan atau bertahun tahun kemudian hingga saat
ini penyakit HIV tidak ada obatnya tetapi ada banyak obat yang dapat

melawan infeksi HIV dan menurunkan resiko menulari orang lain. Orang yang
mendapat pengobatan dini bisa hidup dngan penyakit ini untuk waktu yang

lama menurut data WHO HIV terus menjadi isu kesehatan masyarakat global
yang telah menewaskan lebih dari 35juta orang. Pada tahun 2016 1.000.000

orang meninggal akibat sebab terkait HIV secara global.

2. Etiologi
HIV adalah infeksi virus yang dapat ditularkan melalui hubungan

seksual, melalui hubungan seksual, melalui darah atau dari ibu ke anak
selama kehamilan, persalinan, atau menyusui HIV menghancurkan sel CD4

yaitu jenis sel darah putih tertentu yang berperan besar dalam membantu
tubuh melawan penyakit. Sistem kekebalan tubuh akan melemah karena

lebih banyak sel CD4 yang terbunuh. Seseorang bisa memiliki infeksi HIV
selama bertahun-tahun sebelum berkembang menjadi AIDS. Orang yang

terinfeksi HIV mengalami AIDS saat jumlah CD4 nya turun dibawah 200 atau
mereka mengalami komplikasi dengan indikasi AIDS.

HIV dapat ditularkan melalui darah, air mani atau cairan vagina yang
terinfeksi. Namun, seseorang tidak akan terinfeksi hanya karena kontak biasa,

seperti memeluk, mencium, atau berjabat tangan dengan seseorang yang


memiliki HIV atau AIDS. HIV tidak dapat ditularkan melalui udara, air, atau

gigitan serangga. Lebih lanjut, seseorang bisa terinfeksi HIV dengan


beberapa cara, termasuk:

a. Dengan melakukan hubungan seks


Seseorang bisa terinfeksi HIV jika memiliki hubungan seks

dengan vagina, anal/oral dengan pasangan yang terinfeksi baik darah,


air mani/cairan vaginamasuk ke dalam tubuh pasangan. Virus bisa

dapat masuk ke dalam tubuh melalui luka mulut yang terkadang


berkembang di rectum atau vagina saat melakukan aktivitas seksual.

b. Transfuse darah
Dalam beberapa kasus, virus dapat ditularkan melalui transfuse

darah. Namun demikia RS dan bank darah memiliki cara


penanggulangan resiko penularan ini, jadi resiko ini sagat kecil.

c. Dengan berbagai jarum suntik.


HIV dapat ditularkan melalui jarum suntik yang terkontaminasi

dengan darah yang terinfeksi. Berbagai perlengkapan obat intravena


menempatkan seseorang pada risiko tinggi HIV dan penyakit menular

lainnya, seperti hepatitis.


d. Selama kehamilan atau persalinan/melalui menyusui.

Ibu yang terinfeksi dapat menginfeksi bayinya. Tetapi dengan


menerima pengobatan untuk infeksi HIV selama kehamilan, ibu secara

signifikan menurunkan risiko pada bayi.


3. Klasifikasi

1) Klasifikasi Menurut WHO


WHO mengklasifikasikan HIV/AIDS pada orang dewasa menjadi 4

stadium klinis sebagai berikut.


Tabel 2.3 Stadium HIV Menurut Gejala Klinis WHO

Stadium BB Gejala
Stadium 1 Tidak ada 1. Tidak ada gejala atau hanya

Asimptomati penurunan berat sedikit.


k badan 2. Persistent generalized
lymphadenopathy (PGL).
3. Kelenjar multiple berukuran

kecil tanpa rasa nyeri.


Stadium 2 Penurunan berat 1. Luka sekitar bibir (angular

sakit ringan badan 5-10% cheilitis).


(simptomatik) 2. Deematitis seboroik: lesi kulit

bersisik pada batas antara


wajah dan rambut serta sisi

hidung.
3. Herpes zoster dalam lima

tahun terakhir.
4. ISPA berulang, misalnya

sinusitis atau otitis.


5. Ulkus pada mulut berulang.

6. Pruritic popular eruption: lesi


kulit yang gatal pada lengan

dan tungkai.
Stadium 3 Penurunan >10% 1. Kandidiasi mulut: bercak

sakit sedang putih yang menutupi daerah


di dalam mulut.

2. Oral hairy leukoplakia: garis


vertical putih disamping lidah,

tidak nyeri, tidak hilang jika


dikerok.
3. TB paru.

4. Lebih dari satu bulan: diare


kadang-kadang intermiten,

deman tanpa sebab jelas.


5. Infeksi bakteri yang berat:

pneumonia, piomiositis.
6. Gingivitis/periodontitis.

7. Hb <8, leukosit <500,


trombosit <50.000
Stadium 4 HIV wasting 1. Candidiasis esophagus: nyeri
sakit berat syndrome hebat saat menelan.

(AIDS) 2. Herpes simpleks lebih dari


satu bulan: luka lebar dan

nyeri kronis digenitalia


dan/atau anus.

3. Limfoma.
4. Sarcoma Kaposi: lesi warna

gelap (ungu) di kulit dan/atau


mulut, mata, paru, usus sering

disertai edema.
5. Ca serviks.

6. PCP.
7. Renitis CMV.

8. TB ekstra paru.
9. Meningitis kriptokokal:

meningitis dengan tanpa


kaku kuduk.

10. Abses otak toksoplasma.


11. HIV wasting syndrome:

sangat kurus disertai deman


kronis dan/atau diare kronis.
12. Ensefalopati HIV:

ganguan neurologis yang


tidak disebabkan oleh factor

lain, sering kali membaik


dengan pengobatan ART.

1) Stadium pertama HIV

Infeksi dimulai dengen masuknya HIV dan diikuti terjadinya perubahan


serologis ketika antibodi terhadap virus tersebut dari negatif berubah

menjadi positif. Rentang waktu sejak HIV masuk ke dalam tubuh sampai
test antibodi terhadap HIV menjadi posotif disebut window period.

Lamanya window period antara sat sampan tiga bulan, bahkan ada yang
data berlangsung sampai enam bulan. Aktivitas normal dan dijumpai

adanya Limfadenopati generalisata.


2) Stadium kedua: asimptomatik (tanpa gejala)

Asimtomatik berarti bahwa dalam organ tubuh terdapat HIV tetapi


tubuh tidak menunjukkan gejala-gejala. Keadaan ini dapat berlangsung

rata-rata 5-10 tahun. Cairan tubuh pasien HIV/AIDS yang tampak sehat ini
sudah dapat menularkan HIV kepada orang lain. Aktivitas normal, berat

badan menurun <10%, terdapat kelainan kulit dan mukosa yang ringan,
seperti dermatitis seroboik, prorigo, onikomikosis, ulkus yang berulang

dan khelitis angularis, herpes zoster dalam 5 tahun terakhir,serta adanya


infeksi saluran naps bagian atas, seperti sinusitis bakterialis

3) Stadium ketiga
Pada umumnya kondisi tubuh lemah, aktivitas di tempat tidur <50%,

berat badan menurun >10%, terjadi diare kronis yang berlangsung lebih
dari 1 bulan, deman berkepanjangan lebih dari 1 bulan, terdapat

kandidiasis orofaringeal, TB paru dalam 1 tahun terakhir infeksi bacterial


yang berat seperti pneumonia dan piomiositis.Pembesaran kelenjar limfe

secara menetap dan merata (PGL), tidak hanya muncul pada satu tempat
saja, dan berlangsung lebih satu bulan.
4) Stadium keempat; AIDS

Pada umumnya kondisi tubuh lemah, aktivitas di tempat tidur >50%,


terjadi HIV wasting syndrome, semakin bertambahnya infeksi

oportunistik, seperti pneumonia pneumocystis carinii,


toksoplasmosis.Keadaan ini disertsi adanya bermacam-macam penyakit,

antara lain penyakit konstitusional, penyakit saraf, dan penyakit infeksi


sekunder.

Gambar 2.10 Stadium HIV/AIDS


Sumber: http://kspansmpn3singaraja.blogspot.com/2017/07/1.html

2) Klasifikasi menurut CDC

Mengklasifikasi HIV/AIDS pada remaja (> 13 tahun dan dewasa)


berdasarkan dua sistem, yaitu dengan melihat jumlah supresi kekebalan

tubuh yang dialami pasien serta stadium klinis. Jumlah supresi kekebalan
tubuh ditunjukkan limfosit CD4+. CD4+ adalah jenis sel darah putih atau

limfosit. Sel tersebut adalah bagian yang terpenting dari sistem kekebalan
tubuh kita. Sel CD4+ kadang kala disebut sebagai sel T. Ada 2 macam sel T

yaitu sel T-4, yang juga disebut CD4 dan kadang kala sel CD4 +, adalah sel
‘pembantu’. Sel T-8 (CD8) adalah sel penekan, yang mengakhiri

tanggapan kekebalan. Sel CD8 juga disebut sebagai sel pembunuh, karena
sel tersebut membunuh sel kanker atau sel yang terinfeksi virus.

Sel CD4 dapat dibedakan dari sel CD8 berdasarkan protein


tertentu yang ada di permukaan sel. Sel CD4 adalah sel-T yang
mempunyai protein CD4 pada permukaannya. Protein itu bekerja sebagai

reseptor untuk HIV. HIV mengikat pada reseptor pada CD4 itu seperti
kunci dengan gembok.

HIV umunya menulari sel CD4. Kode genetik HIV menjadi bagian
dari sel itu. Waktu sel CD4 menggandakan diri (bereplikasi) untuk

melawan infeksi apapun, sel tersebut juga membuat tiruan HIV. Setelah
kita terinfeksi HIV dan belum mulai terapi antiretroviral (ART), jumlah sel

CD4 kita semakin menurun. Ini tanda bawah sistem kekebalan tubuh kita
semakin rusak. Semakin rendah jumlah CD4 semakin mungkin kita akan

jatuh sakit.
Ada jutaan keluarga sel CD4. Setiap keluarga dirancang khusus

untuk melawan kuman tertentu. Waktu HIV mengurangi jumlah sel CD4,
beberapa keluarga dapat diberantas, kalau itu terjadi, kita kehilangan

kemampuan untuk melawan kuman yang seharusnya dihadapi oleh


keluarga tersebut. Jika ini terjadi mungkin mengalami infeksi oportunistik.

Jumlah CD4 adalah ukuran kunci kesehatan sistem imun kekebalan


tubuh. Semakin rendah jumlahnya, semakin kerusakan yang diakibatkan

HIV. Jika kita mempunyai jumlah CD4 dibawah 200/presentase CD4


dibawah 14% kita dianggap AIDS, berdasarkan definisi kemenkes. Jumlah

CD4 dipakai bersama dengan viral load untuk meramalkan berapa lama
kita akan tetap sehat. Jumlah CD4 juga dipakai untuk menunjukkan kapan

beberapa macam pengobatan termasuk ART sebaiknya dimulai. Hasil tes


CD4 biasanya dilaporkan sebagai jumlah sel CD4 yang ada dalam suatu

millimeter kubik darah (biasanya ditulis mm 3). Jumlah CD4 yang normal
berkisar antara 500 dan 1.600. Infeksi lain dapat sangat berpengaruh pada

jumlah CD4. Jika tubuh kita menyerang infeksi, maka jumlah sel darah
putih (limfosit) naik dan jumlah CD4 juga naik. Sistem terdiri dari tiga

kategori, sebagai berikut.


1) Kategori klinis A: CD4+> 500 sel/ml
Meliputi infeksi tanpa gejala (asimptomatik), limfa denopati,

generalisata yang menetap. Infeksi akut primer dengan penyakit


penyerta atau adanya riwayat infeksi akut.

2) Kategori klinis B: CD4+ 200-499 sel/ml


Yang termasuk kategori ini antara lain angiomatosis basilari,

kandidiasis orofaringeal, kandidiasus vulvo vaginal, dysplasia leher


Rahim, herpes zoster, neuropati perifer, penyakit radang panggul.

3) Kategori Klinis C: CD4+<200 sel / ml


Meliputi gejala yang ditemukan pada penderita AIDS dan pada tahap

ini orang yang terinfeksi HIV menunjukkan perkembangan infeksi dan


keganansan yang mengancam kehidupannya, meliputi Ensefalopati

HIV, Pneumonia Pnumocystis carinii, Toksoplasmosis otak, Diare


Kritosporidosis ekstrapulmonal, Retinitas virus sitomegalo, herpes

simpleks mukomutan, Leukoen selopati multivocal progresif, Mikosis


disminata, Kandidiasis di atas esophagus, trakea, bronkus, dan paru,

Tuburkulosis di paru, limfoma, sakroma Kaposi.

4. Faktor Resiko
Perilaku dan kondisi yang menempatkan individu pada resiko tertular

HIV yang lebih besar antara lain:


a. Melakukan hubungan seksual anal atau vaginal tanpa kondom.

b. Memiliki infeksi menular seksual lain, seperti sifilis dan herpes,


Chlamydia, gonore, dan bakteri vaginosis.

c. Berbagi jarum suntik yang terkontaminasi, jarum suntik dan peralatan


suntik lainnya dan obat saat menyuntikkan narkoba.

d. Menerima suntikan yang tidak aman, transfusi darah, transplantasi


jaringan, prosedur medis yang melibatkan pemotongan atau pendidikan

yang di sterilkan.
e. Mengalami luka tembak jarum suntik, termasuk diantara petugas

kesehatan.
5. Patofisiologi
HIV adalah virus RNA yang dilapaisi struktur dasar dengan lapisan luar

terdiri dari lemek dan glikoprotein sedangkan bagian dalam inti terdiri dari 2
untai RNA tunggal yang mengikat bersama-sama berasal dari protein 24

(p24). Bagian membrane luar HIV terdiri dari elemen struktur spesifik yang
berperan penting dalam menginfeksi dan perkembangan proses penyakit.

Yang palinga penting dari HIV yaitu virus yang dilapisi glikoprotein 120
(gp120), yang digunakan untuk interaksi virus dengan sel reseptor tubuh

termasuk limfosit CD4++ makrofag, dan monosit. Virus HIV menginfeksi tubuh
melalui 8 tahapan yaitu :

a. Pengikatan oleh virus.


Pada permukaan membrane sel tubuh manusia terdiri dari sturktur

protein yang kompleks yabg berfungsi sebegi resptor. Virus mengikat 2


jenis reseptor sel tubuh yaitu resptor CD4 ++ dan komkin reseptor seperti

CXCR4 (CXC rmembantu virus memasuki sel targetnya. Kemudian, viru HIV
akan menginfeksi sebuah sel limfosit dimulai dengan melmapirkan virus

melalui gp120 dengan membrane sel sehingga virus dapat masuk


kedalam sel.

b. Memasuki sel.
Setelah virus masuk ke dalam sel tubuh, inti virus dan RNA ( ribonucleic

acid) masuk ke dalam sel, dengan tujuan unuk membuat kembali material
genetic virus, melapisi RNA atau melarutkan nukleokapisid sehingga RNA

virus masuk ke dalam sitoplasma sel tubuh.

c. Reverse transcription.

Perubahan matrial genetic virus RNA menjadi DNA ( deoxyribpnucleic acid)


terjadi melalui dikelurkan. Enzym Reverse transcription yang oleh virus.

Enzym Reverse transcription urutan rantai RNA virus yang masuk kedalam
sel dan mentrnskripsi urutan menjadi pelengkap urutan DNA yang

berguna untuk membuat protein virus dan menyalin RNA virus oleh sebab
itu, virus dapat bereplikasi.

d. Mengintegrasikan ke dalam kromosom DNA tubuuh.

Selama tahap ini, DNA virus secara acak masuk ke dalam DNA sel manusia
dengan menggunakan enzim integrase yang terdapat dalam virus. Setelah

DNA yang diintegrasikan ke dalam material genetic menjadi fas laten


sampai beberapa tahun.

e. Sintesis DNA virus.


Pada saat aktivasi sel yang terinfeksi, DNA virus ditranskip bersama

dengan DNA ke dalam messenger RNA (mRNA). Kode mRNA berfungsi


memproduksi protein dan enzim virus. RNA virus yang baru juga

menyediakan material genetic untuk generasi virus berikutnya. Setelah


diproduksi, mRNA virus ditransportasikan ke luar nukleus dan dimasukkan

ke dalam sitoplasma sel manusia.


f. Translasi dan produksi dari protein virus.

Menerjemahkan atau translasi mRNA virus dari hasil produksi urutan


polipeptida. Masing-masing dari mRNA sesuai dengan protein atau enzim

yang disiapkan untuk membangun partikel virus HIV baru.


g. Pertumbuhan virus dalam sel tubuh.

Dalam tahap ini virus membantuk partikel virus baru yang dibuat dari
protein virus (gp120 dan gp41) dan enzim. Polipeptida dipecah menjadi

partikel kecil oleh enzim protease dan mengambil protein membran sel
tubuh yang mengandung virus untuk membentuk virus baru sehingga

CD4++ limfosit menjadi rusak dan fungsinya menurun sehingga terjadi


penurunan kekealan tubuh dan virus semakin banyak diproduksi.

h. Maturasi.
Tahap terakhir dari siklus hidup virus HIV adalah maturasi. Maturasi

dibutuhkan agar virus menjadi menular. Setelah tumbuh dari sel tubuh
manusia, enzim protease dalam partikel virus baru menjadi aktif dan

memecahan polipeptida ke dalam subunit fungsional yang sesuai atau


protein dan enzim. Proses tahapan ini menghasilkan generasi virus yang

matur dan menular.


6. Perjalanan Penyakit

Perjalanan klinis pasien dari tahap terinfeksi HIV sampai tahap AIDS,
sejalan dengan penurunan derajat omunitas pasien, terutama imunitas

seluler dan menunjukkan gambaran penyakit yang kronis. Penurunan


imunitas biasanya diikuti adanya peningkatan resiko dan derajat

keparahan infeksi oportunistik serta penyakit keganasan. Dari semua


orang yangterinfeksi HIV, sebagian berkembang menjadi AIDS pada tiga

tahin pertama, 50% menjadi AID setelah 10 tahun, dan hampir 100%
pasien HIV menjadi AIDS setelah 13 tahun.

Dalam tubuh ODHA, partikel virus akan bergabung dengan DNA sel
pasien. Degan demikian, orang yang terinfeksi HIV seumur hidup tetap

terinfeksi. Sebagian pasien memperlihatkan gejala tidak khas infeksi


seperti demam, nyeri menelan, pembengkakan kelenjar getah bening,

ruam, diare, atau batuk pada 3-6 minggu setelah infeksi. Kondisi ini
dikenal dengan infeksi primer.

Infeksi primer berkaitan dengan periode waktu, yakni HIV pertama


kali masuk ke dalam tubuh. Pada fase awal proses infekai

(imunokompeten) akan terjadi respons imun berupa peningkatan aktivasi


imun, yaitu pada tingkat seluler (HLA-DR, sel T, IL-2R), serum atau humoral

(beta-2 mikroglobulin, neopretin, CD-8, IL-R) dan antibodi upregulation


(gp 120, anti p24, IgA). Induksi sel-T helper sistem imun agar tetap

berfungsi baik. Infeksi HIV akan mengahncurkan sel-sel T, sehingga T-


helper tidak dapat memberikan induksi kepada sel sel efektor sistem

imun. Dengan tidak adanya T-helper, sel-sel efektor sistem imun seperti
T8 sitotosik, sel NK, monosit, dan sel B tidak dapt berfungsi secra baik.

Daya tahan tubuh menurun sehingga pasien jatuh ke stadium lebih lanjut.
Saat ini darah pasien menunjukkan jumlah virus yang sangat tinggi,

yang berarti banyak virus lain didalam darah. Sejumlah virus dalam darah
atau plasma per mililiter mencapai satu juta. Orang dewasa yang baru

terinfeksi sering menunjjukan sindrom retroviral akut. Tanda dan gejala


meliputi panas, nyeri otot, sakit kepala, mual, muntah, diare, berkeringat

dimalam hari, kehilangan berat badan dan timbul ruam. Biasanya terjadi
2-4 minggu setelah infeksi, dan hilang timbul.

Selama indeksi primer jumlah limfosit CD4+ dalam darah menurun


dengan cepat. Targer virus ini adalah limfosit CD4+ pada nodus limfa dan

timus selama waktu tersebut, yang membuat individu yang terinfeksi HIV
akan mungkin terkena infeksi oportunistik dan membatasi kemampuan

timus untuk memproduksi limfosit.


Setelah indeksi akut, dimulailah indeksi HIV asimtomatik (tanpa

gejala). Masa tanpa gejala ini bisa berlangsung selama 5-10 tahun. Akan
tetapi ada sekelompok orang yang perjalanan penyakitnya sangat cepat,

hanya sekitar dua tahun, dan ada pula yang perjlanannya sangat lambat.
Seiring dengan makin memnuruknya kekebalan tubuh, ODHA mulai

menampakkan gejala akibat infeksi oportunistik (penurunan BB, demam


lama, pembesaran kelenjar getah bening, diare, TB paru, infeksi jamur,

herpes, dll).
Perjalanan penyakit lebih progresif pada pengguna narkoba. Lamanya

penggunaan jarum suntik berbanding lurus dengan infeksi pneumonia


dan TB paru. Infeksi oleh kuman lain akan membuat HIV membelah lebih

cepat. Selain itu, dapat mengakibatkan reaktivitas virus di dalam limfosit T


sehingga perjalanan penyakit bisa lebih progresif.

7. Manifestasi Klinis
Keganasan AIDS adalah bentuk dari manifestasi klinis akibat infeksi

oportunistik yang khas. Bentuk manifestasi klinis ini pulalah yang


mendorong penderita HIV/AIDS berujung pada kematian.

a. Keganasan
Keganasan virus HIV/AIDS menyebabkan banyak dampak kanker

dan penyakit lain. Bahkan, dampak infeksi HIV memunculkan penyakit


ganas dan kronik. Berikut beberapa bentuk dari manifestasi klinis

HIV/AIDS.
1) Sarcoma Kaposi (SK)

Kemunculan keganasan gangguan ini berasal dari manifestasi


proliferasi sel gelondong yang berlebihan. Sel gelondong diperkirakan

muncul dari system vascular. SK salah satu mikroorganisme menular


secara seksual, yang disebabkan oleh dua virus, yaitu virus herpes

manusia tipe 8 (HHV8) dan virus herpes terkait-sarkoma Kaposi. Jadi,


penyebarannya bukan HIV. Hamper penderita yang terjangkit vierus

HHV8 rentan terhadap kanker serviks pada orang yang terinfeksi


akibat vierus papilloma.

Kemunculan SK secara multisentrik berupa nodus asimtomatik


atau suatu angiosarkoma. Sementara itu, untuk klien yang mengalami

kanker serviks lesi ditandai dengan bercak kemerahan campur


keunguan di kulit. Ada juga yang warnanya ungu tua, merah

kecoklatan, dan merah mudah. Lesi yang muncul pada SK juga


ditemukan di saluran cerna (GI). Paru, dan kelenjar getah bening. Jika

terjadi kerusakan di titk tersebut, manifestasi lebh lanjut dapat


menyebabkan kerusakan fungsional dan struktual, seperti gangguan

malabsorpsi dan limfedema.


Apabila SK terlokasisasi di kulit maka penangan dapat dilakukan

dengan melakukan bedah laser, beku, dan eksisi bedah. Hanya saja,
banyak penderita yang lebih memilih radioterapi untuk penyakit local

dan kemoterapi. Sedangkan untuk penanganan jalur obat kemoterapi


yang sering digunakan adalah jenis doksurubisin, vinblastine,

bleomisin, dan vinkristin.


2) Limfoma maligna
Manifestasi klinis AIDS juga dapat menyebabkan tumor sel B,

yang termasuk bagian dari bagian limfoma maligna. Sebagian besar,


penderita yang mengalami limfoma maligna adalah klain yang

mengidap limfadenopati genelirasata persisten (PGL). Sementara,


tumor sel B stadium patologik tinggi disebut dengan small noncleaved

iymphoma. Gejala yang ditimbulkan antara lain demam, keringat


berlebihan di malam hari, dan penurunan berat badan secara ekstrem.

3) Tumor sistem saraf pusat


Tumor limfoma sistem saraf pusat primer (SSP). SSP gangguan

yang disebabkan oleh tata letak tumor dan edema. Gejala awal yang
ditunjukan penderita SSP disertai sakit kepala memori jangka pendek

berkurang, terjadi kelumpuhan saraf kranialis, perubahan kepribadian,


dan hemiparesis.

4) Kanker serviks invasif


Kanker serviks invasif disebabkan dari keganasan ginekologik

yang berkaitan dengan HIV kronik. Menurut Fauci, Lane (1998)


displasiaserviks menyerang perempuan sebanyak 40%. Jenis displasia

desebabkan karena virus papiloma yang bermanifastasi. Tindakan


penyembuhan dapat dilakukan dengan pemeriksaan apusan

papanicolaou atau disebut juga pemeriksaan kolposkopik yang


dilakukan selama 6 bulan sekali. Pemeriksaan secara dini sangat

dianjurkan untuk meminimalisasi terjadi serangan yang lebih ganas.


5) AIDS Pediatrik

Penularan HIV pada anak terjadi saat bayi dilahirkan, saat dalam
kandunga, atau ketika bayi meminum ASI ibu yang positif HIV.

Sebagian besar bayi baru akan memperlihatkan antibodi yan terinfeksi


HIV ketika berusia 10-18 bulan setelah lahir. Hal ini sebabkan karena

penyaluran IgG anti HIV masuk melewati plasma.


Stringer dan Vermund dalam Prevention of mother to Child

transmission (2000) menyatakan bahwa mekanisme penularan HIV dari


ibu ke janin bervariasi. Di Negara industry populasi yang tidak

menyusui dan tidak menyusui dan tidak diobati mencapai 40%.


Sementara itu, ibu yang tidak memyusui sekitar 20% dari infeksi HIV,

sisanya hamper 80% bayi yang terinfeksi HIV terjadi selama kehamilan.
Penularan virus terjadi pacsapartus menimbulkan risiko lebih besr 15%

penularan perinatal melalui kolostrum dan ASI.


Berbagai upaya untuk mengurangi kemungkinan penularan

virus HIV pada bayi. Conner (2003) menyatakan ibu hamil yang diberi
zidovidun dapat mengurangi infeksi HIV pada janin sebesar 2/3. Jika

kemungkinan awal janin terkena virus HIV sebesar 25% menurun


menjadi 8%. Cara ini pernah dicoba di Amerika Serikat pada tahun

1992 sampai 1997,hasil juga mampu menurunkan kemungkinan


penularan. Selain pemberian zidovudin, ada beberapa cara mengurangi

risiko penularan antara lain:


a) Seksio sesaria, cara ini diberikan sebelum ketuban pecah. Cara ini

mampu meminimalisir penularan sebesar 50%.


b) Pemberian zidovudin intravena selama persalinan dan melahirkan.

c) Pemberian sirup zidovudin kepada bayi yang baru dilahirkan.


d) Tidak memberikan ASI.

Anak yang positif virus HIV akibat penyebaran secara vertical


memiliki kemiripan dan perbedaan pada HIV/AIDS pada orag dewasa.

Penderita anak sering mengalami disfungsi sel B sebelum terjadi


perubahan jumlah limfosit CD4+. Disfungsi sel B ini menyebabkan

terjadinya disfungsi system sel imun. Dampak secara fisik yang


dirasakan adalah anak rentan terinfeksi bakteri rekuren. Infeksi ini

menyebabkan pathogen bakteri yang masuk akan bermanifestasi


menjadi sindrom klinis menjadi otitis media, infeksi saluran kemih,

infeksi pernapasan, sinusitis, meningitis penyakit IG.


Anak-anak dan bayi positif AIDS berisiko mengalami infeksi

oportunistik. Infeksi lain yang ditemukan mencakup infeksi herpes,


toskoplasmosis, infeksi sitomegalovirus diseminata, infeksi kriptokokus,

kandidiasis, dan histoplasmosis. Dampak infeksi ini dapat memburuk


ketika terdapat patongen lain.

Anak-anak remaja dengan AIDS berisiko infeksi EBC yang terkait


dengan pneumonitis interstisium limfoid-hiperplasia limfoid paru (LIP-

PLH) yang tinggi. Gejala klinis yang terlihat adalah terjadi


pembengkakan parotis, terjadi keterlambatan perkembangan, anak

juga sering mengalami diare, deman, dan limfadenopati. Sementara itu,


pada bayi yang terkait dengan disfungsi sel B dan sel T berisiko

terkenak ensefalopati progresif yang dianggap sebagai masalah palin


parah terkait infeksi HIV (brouwerset, 1994).

b. Infeksi

Penderita AIDS dapat mengalami destruktif secara progresif fungsi


imun. Penderita jug mengalami morbiditas dan mortalitas akibat infeksi

oportunistik yang menyebabkan terjadinya kegagalan surveilans dalam


proses system imun. Kekebalan tubuh AIDS sangat rentan terhadap

antigen dan mudah terinfeksi oleh bakteri, virus, protozoa, dan jamur.
Infeksi mikroorganisme yang langka dan mengalami infeksi menetap,

parah dan sering kambuh karena terinfeksi lebih dari satu, misalnya
cryptosporidium dan mycobacterium avium-intracellulare (MAI).
Infeksi serius yang dialami penderita AIDS adalah klien didiagnosis
pneumonia pneumocystis carinii (PPC). Infeksi ini sebagai penanda klien

mengalami beberapa gejala. Mulai dari demam, intoleransi olahraga,


merasakan sesaknapas yang berkembang secara bertahap dan batuk

kering nonproduktif. Sering juga disertai badan terasa lemas. Pengobatan


dapat dilakukan dengan cara terapi, seperti profilaktit atau supresif. Jika

menggunakan obat, dapat menggunakan trimetoprim-sulfametokszol.


Bisa juga menggunakan obat alternative seperti pentamidin yang

diberikan secara parental.


Penderita AIDS memiliki risiko 30% lebih besar terkena

toksoplasmosis dalam kurun waktu 2 tahun. Sementara itu, penderita AIDS


dan mengalami penyakit system saraf pusat (SSP) gejala yang ditimbulkan

adalah terjadinya lesi tunggal dan jamak, yang hanya bisa dipantau
menggunakan CT San. Penderita HIV/AIDS yang terinfeksi di saluran

pencernaan akan mengalami gejala diare swasirna dan intermiten di tahap


ringan hingga berat. Protozoa yang menyerang saluran pencernaan ini

umumnya adalah cryptosporidium, isispora belli dan microsporidium.


Kasus lain penderita AIDS yang mengalami infeksi fungus, meliputi

kriptkokosis, kandiasis, dan histoplasmosis. Infeksi fungus umumnya


disertai dengan kekeringan dan iritasi mulut. Sementara itu klien yang

mengalami infeksi Cryptococcus neoformans terjadi pada klien AIDS


kurang lebih 7% yang mengalami meningitis. Biasanya klien diberikan

terapi flukonazol, terapi ini menghasilkan profilaksis terbatas untukinfeksi.


Penderita AIDS yang terinfeksi khusus di histoplasma capsulatum

nonspesifik dan variasi menunjukkan gejala, seperti pneumonitis,


menggigil, demam, penurunan BB, diare, depresi sumsum tulang dan

mengalami lesi kulit. Adapun penanganan yang digunakan adalah terapi


induksi dan menggunakan dosis yang rendah.

Bentuk virus lain yang terinfeksi oleh HIV/AIDS adalah virus


sitomegalo virus (CMV). Umumnya virus ini disertai dengan herpes zoster

(shingles) sebagai indikator perkembangan penyakit. CMV juga salah satu


virus yang menyebabkan kemunculan diseminata dengan 4 penyakit,

seperti korioretintis, elektrokolitis, pneumonia, dan adrenalitis. Sementara


itu klien yang mengalami pneumoni datang secara simultan dengan

pathogen pneumocystis carinii. Ada juga infeksi yang sampai dapat


mengubah kepribadian klien dan menyebabkan beberapa gejala seperti

tremor, gangguan koordinasi, nyeri kepala, mengalami disfungsi


serebulum dan secara klinis klien mengalami defisit motorik dan

sensoriknya adalah jenis penyakit leukoensofalopati multifokus progresif.


Tabel 2.4 Infeksi Oportunistik pada AIDS

Penyebab Infeksi Infeksi Oportunistik

Protozoa dan 1. Kriptosporidiosis atau isosporiasis (enteritis)

cacing 2. Pneumositosis (pneumonia)


3. Taksoplasmosis (penumonia atau infeksi SPP)

Jamur 1. Kandidiasis (mulut, esofagus, trakea,

pulmoner)
2. Kriptokokosis

3. Hiptoplasmsis

Bakteri 1. Mikrobateriosis (M. Avium, M.TB)


2. Nocardis (pneumonia, meningitis)

3. Salmonela

Virus 1. Citomegalovirus; indeksi paru, usus, retina,


CNS

2. Herpes virus simpleks (lokal atau desiminata)


3. Progressive multifocal leukoencephalopati

Tabel 2.5 Keganasan pada AIDS

Jenis Keganasan

Sirkoma Kaposi

Limfoma non-Hodkin
Limfoma primer

Kanker invasif di
uterus
8. Komplikasi

Infeksi HIV memperlemah sistem kekebalan tubuh, membuatnya


sangat rentang terhadap banyak infeksi dan jenis kanker tertentu. Infeksi

umum terjadi pada HIV atau AIDS antara lain:


A. Tuberculosis (TB)
Di negara berkembang, TB adalah infeksi ovortunistik paling umum yang

terkait dengan HIV dan penyebab utama kematian antara orang orang
dengan AIDS.

B. Sitomegalovirus.
Virus herpes umum ini ditularkan ke cairan seperti air liur, darah, air seni,

air mani, dan ASI, sistem kekebalan tubuh yang sehat menonaktifkan virus
jika sistem kekebalan tubuh melemah maka virus akan muncul kembali,

menyebabkan kerusakan pada mata saluran pencernaan, paru paru, atau


organ tubuh lainnya.

C. Kandiasis.
Infeksi yang berhubungan dengan HIV. Ia menyebabkan radang dan

lapisan putih tebal di selaput lender mulut, lidah, kerongkongan atau


vagina.

D. Meningitis kriptokal.
Meningitis adalah pembengkakan selaput dan ciran yang mengelilingi

otak dan sumsadaum tulang belakang (meninges). Meningitis kriptokokus


adalah infeksi sistem saraf pusat yang umum yang terkait dengan HIV

disebabkan oleh jamur.


E. Toksoplasma.

Infeksi berpotensi mematikan ini disebabkan oleh Toksoplasma gondii,


parasit yang menyebar terutama dari kucing. Kucing yang terinfeksi

melewati parasit ditinja mereka dan parasit kemudian menyebar ke hewan


dan manusia lainnya.

F. Kristosporidiosis.
Infeksi ini disebebkan oleh parasit usus yang biasa ditemukan pada

hewan. Kristosporidiosis bisa masuk kedalam tubuh ketika seseorang


menelan maknan atau air yang terkontaminasi. Pararasit itu tumbuh

diusus dan saluran empedu, yang meneyebabkan diare kronis yang parah
pada orang dengan AIDS

G. Kanker yang umun terjadi pada HIV atau AIDS


a. Tumor sarcoma Kaposi dinding pembuluh darah, kanker ini jarang

terjadi pada orang yang tidak terinfeksi HIV, namuan umun pada
orang HIV positif.

b. Sakroma Kaposi biasanya muncul sebagai lesi merah muda, merah,


ungu pada kulit atau mulut. Pada orang dengan kulit gelap lesi

terlihat coklat tua atau hitam. Sarcoma Kaposi dapat


mempengahruhi organ dalam termasuk saluran pencernaan dan

paru-paru.
c. Limfoma. Jenis kanker ini berasal dari sel darah putih dan biasnya

pertama kali muncul di kelenjar getah bening. Tanda awal paling


umum adalah pembengakakn kelenjar getah bening yang tidak

menyakitkan leher, ketiak, atau pangkal paha.


H. Sindroma wasting. Regimen pengobatan agresif telah mengurangi

jumlah kahsus sindrom wasting, namuan masih mempengahruhi


banyak orang penderita AIDS. Sindroma ini didefinisikan sebagai

kehilangan setidakya 10% berat badan, sering disertai diare,


kelemahan kronis dan demam.

I. Komplikasi neurologis meskipun AIDS tampak tidak menginfeksi sel-


sel saraf, hal itu dapat menyebabkan gejala neurologis seperti

kebinggungan, kelupaan, depresi, kegelisahan dan sulit berjalan.


Salah satu komplikasi neuorologis yang paling umun adalah kompleks

demensia AIDS, yang menyebabkan perubahan prilaku dan


berkurangnya fungsi mental.

J. Penyakit ginjal. HIV terkait nefropati (HIVAN) adalah radang filter kecil
di ginjal yang menghilangkan kelebihan cairan dan limbah dari aliran

darah, serta meneruskannya ke urin. Akibat predisposisi genetic,


resiko pengembangan HIVAN jauh lebih tinggi pada orang kulit

hitam.
9. Pemeriksaan Diagnostik
Uji pemeriksaan laboratirum untuk mengetahui antibody yang

terinfeksi HIV dilakukan dengan pemeriksaan antibodi. Pemeriksaan


antibody dimaksudkan untuk mengetahui imunopatogenesis yang dapat

dijadikan sebagai penanda penyakit. Pemeriksaan antibodi juga dapat


dijadikan sebagai deteksi dini infeksi. Pemeriksaan antibodi juga dapat

dilakukan untuk pemeriksaan pada bayi yang lahir dari ibu yang terkena
HIV. Prosedur pemeriksaan antibodi dilakukan dengan cara membiakan

virus, dan dilakukan serangkaian pemeriksaan lain, seperti pengukuran


antigen p24 dan pengukuran DNA dan RNA HIV yang menggunakan

reaksi berantai polymerase (PCR) dan RNA HIV-1 plasma.


Pemeriksa laboratium yang lain ada pemeriksaan enzyme linked

immunosorbent assay (ELISA) dan uji Western blot. Pada pemeriksaan ini
dapat dilihat apakah terdeteksi virus dalam jumlah besar. Jika hasilnya

positif, klien akan melakukan pemeriksaan lebih lanjut, yaitu western blot.
Uji laboratorium western blot dilakukan sebanyak dua kali, jika dihasilnya

menujukkan positif-palsu dapat terjadi hasil uji yang tidak konklusif.


Pemeriksaan positif-palsu umumnya terjadi pada penderita yang masih

tahao awal infeksi HIV.

10. Penatalaksanaan
Tidak ada obat untuk HIV/AIDS, namun berbagai obat dapat

digunakan dalam kombinasi untuk mengendalikan virus. Setiap kelas anti-


HIV memblokir virus dengan cara yang berbeda. Sebaiknya kombinasikan

setidaknya tiga obat dari dua kelas untuk menghindari terciptanya stran
HIV yang kebal terhadap obat tunggal. Kelas obat anti-HIV meliputi;

A. Inhibitor reverse transcriptase non-nukleosida (NNRTI). NNRTI


menonaktifkan protein yang dibutuhkan oleh HIV untuk membuat

salinan dirinya sendiri. Contohnya efavirenz (Sustiva), etravirine


(intelence) dan nevirapine (nevirapine).
B. Nukleosida atau nucleotide reverse transcriptase inhibitor (NRTI).

NRTI adalah versi yang salah dari blok bangunan yang HIV perlu
membuat salinan dirinya sendiri. Contohnya abacavir (Ziagen), dan

kombinasi obat emtricitabine-tenofovir (Truvada), dan lamivudine-


zidovudine (Combivir).

C. Protease inhibitor (PI). PI menonaktifkan protease, protein lain yang


HIV perlu membuat salinan dirinya sendiri. Contohnya atazanavir

(Reyataz), darunavir, (Prezista), fosamprenavir (Lexiva) dan indinavir


(Crixivan)>

D. Penghambatan fusi. Obat-obatan ini menghambat masuknya HIV ke


dala CD4. Contohnya enfuvirtide (Fuzeon) dan maraviroc (Selzentry).

E. Integrase inhibitor. Obat-obatan ini bekerja dengan menonaktifkan


integrase, protein yang digunakan HIV untuk memasukksan bahan

genetiknya ke dalam sel CD4. Contohnya raltegravir (Isentress),


elvitegravir (Vitekta), dan dolutegravir.

Anda mungkin juga menyukai