Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Stroke merupakan masalah kesehatan yang utama bagi masyarakat modern
saat ini. Dewasa ini, stroke semakin menjadi masalah serius yang dihadapi hampir
diseluruh dunia. Hal tersebut dikarenakan serangan stroke yang mendadak dapat
mengakibatkan kematian, kecacatan fisik dan mental baik pada usia produktif
maupun usia lanjut (Junaidi, 2011).
Menurut WHO (World Health Organization) tahun 2012, kematian akibat
stroke sebesar 51% di seluruh dunia disebabkan oleh tekanan darah tinggi. Selain
itu, diperkirakan sebesar 16% kematian stroke disebabkan tingginya kadar
glukosa darah dalam tubuh. Tingginya kadar gula darah dalam tubuh secara
patologis berperan dalam peningkatan konsentrasi glikoprotein, yang merupakan
pencetus beberapa penyakit vaskuler. Kadar glukosa darah yang tinggi pada saat
stroke akan memperbesar kemungkinan meluasnya area infark karena
terbentuknya asam laktat akibat metabolisme glukosa secara anaerobik yang
merusak jaringan otak (Rico dkk, 2008).
Berdasarkan hasil Riskesdas tahun 2013, prevalensi penyakit stroke di
Indonesia meningkat seiring bertambahnya umur. Kasus stroke tertinggi yang
terdiagnosis tenaga kesehatan adalah usia 75 tahun keatas (43,1%) dan terendah
pada kelompok usia 15-24 tahun yaitu sebesar 0,2%. Prevalensi stroke
berdasarkan jenis kelamin lebih banyak laki-laki (7,1%) dibandingkan dengan
perempuan (6,8%). Berdasarkan tempat tinggal, prevalensi stroke di perkotaan
lebih tinggi (8,2%) dibandingkan dengan daerah pedesaan (5,7%).
Gaya hidup sering menjadi penyebab berbagai penyakit yang menyerang usia
produktif, karena generasi muda sering menerapkan pola makan yang tidak sehat
dengan seringnya mengkonsumsi makanan tinggi lemak dan kolesterol tapi
rendah serat. Selain banyak mengkonsumsi kolesterol, mereka mengkonsumsi
gula yang berlebihan sehingga akan menimbulkan kegemukan yang berakibat
terjadinya penumpukan energi dalam tubuh (Dourman, 2013).
Penyakit stroke sering dianggap sebagai penyakit monopoli orang tua. Dulu,
stroke hanya terjadi pada usia tua mulai 60 tahun, namun sekarang mulai usia 40
tahun seseorang sudah memiliki risiko stroke, meningkatnya penderita stroke usia
muda lebih disebabkan pola hidup, terutama pola makan tinggi kolesterol.
Berdasarkan pengamatan di berbagai rumah sakit, justru stroke di usia produktif
sering terjadi akibat kesibukan kerja yang menyebabkan seseorang jarang
olahraga, kurang tidur, dan stres berat yang juga jadi faktor penyebab (Dourman,
2013).

1.2 Tujuan

1.2.1 Tujuan Umum

Diharapkan mahasiswa/i Prodi Ners Tingkat IV STIKes Santa Elisabeth


Medan mampu mengetahui dan memahami Asuhan Keperawatan klien dengan
cerebro vaskular accident.

1.2.2 Tujuan Khusus


1. Mahasiswa/I mampu mengetahui definisi CVA
2. Mahasiswa/I mampu mengetahui etiologi CVA
3. Mahasiswa/I mampu mengetahui Proses Terjadi CVA
4. Mahasiswa/I mampu mengetahui manifestasi klinis CVA
5. Mahasiswa/I mampu mengetahui pengkajian CVA
6. Mahasiswa/I mampu mengetahui intervensi CVA
BAB 2

TINJAUAN TEORI

2.1 Konsep Medis

2.1.1 Defenisi

Cedera serebrovaskular (CVA) adalah hilangnya fungsi otak secara


mendadak akibat gangguan suplai darah ke bagian otak. (Brunner & Suddarth.
2013)

Stroke atau cedera cerebrovaskuler adalah  kehilangan fungsi otak yang


diakibatkan  oleh berhentinya suplai darah ke bagian otak sering ini adalah
kulminasi penyakit serebrovaskuler selama beberapa tahun (Smeltzer et al, 2002).

Stroke merupakan penyakit neurologis yang sering dijumpai dan harus


ditangani secara cepat dan tepat. Stroke merupakan kelainan fungsi otak yang
timbul mendadak yang disebabkan karena terjadinya gangguan peredaran darah
otak dan bisa terjadi pada siapa saja dan kapan saja (Muttaqin, 2008).

Menurut WHO stroke adalah adanya tanda-tanda klinik yang berkembang


cepat akibat gangguan fungsi otak fokal (atau global) dengan gejala-gejala yang
berlangsung selama 24 jam atau lebih yang menyebabkan kematian tanpa adanya
penyebab lain yang jelas selain vaskuler.

2.1.2 Klasifikasi

Stroke biasanya bersifat hemoragik (15%) atau iskemik /nonhemoragik


(85%). Stroke iskemik dikategorikan menurut penyebabnya:

 stroke thrombosis arteri besar (20%)


 stroke thrombosis penetrasi kecil (25%)
 stroke embolik kardiogenik (20%)
 stroke kriptogenik (30%), dan lain (5%)
2.1.3 Etiologi

A. Tidak dapat dimodifikasi


 Usia lanjut (lebih dari 55 tahun)
 Jenis kelamin (pria)
 Ras (Afro-Amerika)
B. Dapat dimodifikasi
 Hipertensi
 Fibrilasi atrial
 Hyperlipidemia
 Obesitas
 Merokok
 Diabetes
 Stenosis carotid asimtomatik dan penyakit katup jantung (mis,
endocarditis katup jantung prostesis)
 Penyakit periodontal. (Brunner & Suddarth. 2013)

2.1.4 Patofisiologi

Trombosis (penyakit trombo – oklusif, proses koagulasi dalam pembuluh


darah yang berlebihan sehingga menghambat aliran darah, atau bahkan
menghentikan aliran tersebut.) merupakan penyebab stroke yang paling sering.
Arteriosclerosis serebral dan perlambatan sirkulasi serebral adalah penyebab
utama trombosis selebral. Tanda-tanda trombosis serebral bervariasi, sakit kepala
adalah awitan yang tidak umum. Beberapa pasien mengalami pusing, perubahan
kognitif atau kejang dan beberapa awitan umum lainnya. Secara umum trombosis
serebral tidak terjadi secara tiba-tiba, dan kehilangan bicara sementara, hemiplegia
atau parestesia pada setengah tubuh dapat mendahului awitan paralysis berat pada
beberapa jam atau hari.

Proses aterosklerosis ditandai oleh plak berlemak pada pada lapisan intima
arteria besar. Bagian intima arteria sereberi menjadi tipis dan berserabut ,
sedangkan sel – sel ototnya menghilang. Lamina elastika interna robek dan
berjumbai, sehingga lumen pembuluh sebagian terisi oleh materi sklerotik
tersebut. Plak cenderung terbentuk pada percabangan atau tempat – tempat yang
melengkung. Trombi juga dikaitkan dengan tempat – tempat khusus tersebut.
Pembuluh – pembuluh darah yang mempunyai resiko dalam urutan yang makin
jarang adalah sebagai berikut : arteria karotis interna, vertebralis bagian atas dan
basilaris bawah. Hilangnya intima akan membuat jaringan ikat terpapar.
Trombosit menempel pada permukaan yang terbuka sehingga permukaan dinding
pembuluh darah menjadi kasar. Trombosit akan melepasakan enzim, adenosin
difosfat yang mengawali mekanisme koagulasi. Sumbat fibrinotrombosit dapat
terlepas dan membentuk emboli, atau dapat tetap tinggal di tempat dan akhirnya
seluruh arteria itu akan tersumbat dengan sempurna

1. Iskemik/Embolisme (emboli adalah suatu kondisi di mana aliran darah


terhambat akibat benda asing (embolus), seperti bekuan darah atau udara).
Penderita embolisme biasanya lebih muda dibanding dengan penderita
trombosis. Kebanyakan emboli serebri berasal dari suatu trombus dalam
jantung, sehingga masalah yang dihadapi sebenarnya adalah perwujudan
dari penyakit jantung.  Setiap bagian otak dapat mengalami embolisme,
tetapi embolus biasanya embolus akan menyumbat bagian – bagian yang
sempit.. tempat yang paling sering terserang embolus sereberi adalah
arteria sereberi media, terutama bagian atas.
2. Hemoregic/Perdarahan serebri : perdarahan serebri termasuk urutan ketiga
dari semua penyebab utama kasus GPDO (Gangguan Pembuluh Darah
Otak) dan merupakan sepersepuluh dari semua kasus penyakit ini.
Perdarahan intrakranial biasanya disebabkan oleh ruptura arteri serebri.
Ekstravasasi darah terjadi di daerah otak dan /atau subaraknoid, sehingga
jaringan yang terletak di dekatnya akan tergeser dan tertekan. Darah ini
mengiritasi jaringan otak, sehingga mengakibatkan vasospasme pada
arteria di sekitar perdarahan. Spasme ini dapat menyebar ke seluruh
hemisper otak dan sirkulus wilisi. Bekuan darah yang semula lunak
menyerupai selai merah akhirnya akan larut dan mengecil. Dipandang dari
sudut histologis otak yang terletak di sekitar tempat bekuan dapat
membengkak dan mengalami nekrosis.

2.1.5 Manifestasi Klinis

kebas dan kelemahan pada wajah, lengan, atau kaki (terutama pada satu
sisi tubuh); kebingungan/konfusi atau perubahan status mental; sulit berbicara
atau memahami pembicaraan; gangguan visual; kehilangan keseimbangan,
pening, kesulitan berjalan; atau sakit kepala berat secara mendadak.

A. Kehilangan Motorik
 Hemiplegia, hemiparesis
 Paralesis kulai (lemah) dan kehilangan atau penurunan reflex
tendon dalam (manifestasi klinis awal) dilanjutkan dengan (setelah
48 jam) kemunculan kembali reflex tendon dalam dan secara
abnormal meningkatnya tonus otot (spastisitas).
B. Kehilangan Komunikasi
 Disartia (sulit berbicara)
 Disfasia ( gangguan berbicara) atau afasia (kehilangan kemampuan
berbicara)
 Apraksia (ketidakmampuan untuk melaksanakan tindakan yang
telah dipelajari sebelumnya).
C. Gangguan Persepsi dan Kehilangan Sensori
 Disfungsi persepsi-visual (hemianopia homonimus [kehilangan
setengah bagian lapang pandang].
D. Gangguan dalam hubungan spasial-visual (mempersepsikan hubungan
antara dua objek atau lebih dalam area yang renggang), sering kali terlihat
pada pasien dengan kerusakan hemisfer kanan.
E. Gangguan Efek Kognitif dan Psikologis
 Kerusakan lobus frontal : kemampuan belajar, memori atau fungsi
intelektual kortikal lain yang lebih tinggi dapat terganggu.
Disfungsi tersebut mungkin direfleksikan dalam terbatasnya
rentang perhatian, kesulitan dalam membuat kesimpulan, pelupa
dan kekurangan motivasi.
 Depresi, masalah psikologis lain : labilitas,emosional, permusuhan,
frustasi, kemarahan, dan kehilangan kerja sama.

2.1.6 Pemeriksaan Diagnostik

1. Riwayat dan pemeriksaan fisik dan neurologis lengkap


2. Pemindaian CT nonkontras
3. EKG 12 sadapan dan ultrasound carotid
4. Angiografi CT atau MRI dan angiografi
5. Pemeriksaan aliran Doopler transkranial
6. Ekokardiografi transtoraks atau transesofagus
7. Pemindaian CT yang ditingkatkan dengan Xenon
8. Pemindaian CT emisi foton tunggal (single photon emission CT, SPECT)

2.1.7 Penatalaksanaan Medis

1. Rekombinan antivator plasminogen jaringan (t-PA), kecuali


dikontraindikasikan; pantau perdarahan)
2. Terapi antikoagulasi
3. Pelaksanaan peningkatan tekanan intrakranial (TIK) : diuretic osmotik,
pertahankan PaCO2 pada 30 sampai 35 mmHg, posisi untuk mencegah
hipoksia (tinggikan kepala tempat tidur untuk meningkatkan drainase vena
dan menurunkan TIK yang meningkat)
4. Kemingkinan hemikraniektomi untuk mengatasi peningkatan TIK akibat
edema otak pada stroke yang sangat luas
5. Intubasi dengan slang endotrakeal untuk menetapkan kepatenan jalan
napas, jika pelu
6. Pantau hemodinamika secara kontinu (targettekanan darah tetap
kontroversial bagi pasien yang tidak mendapatkan terapi trombolitik;
terapi antihipertensi dapat ditunda kecuali tekanan darah sistolik melebihi
220 mmHg atau tekana darah diastolik melebihi 120 mmHg)
7. Pengkajian neurologis untuk menentukan apakah stroke berkemabang dan
apakah terdapat komplikasi akut lain yang sedang terjadi.

2.2 Konsep Keperawatan


A. Pengkajian
Riwayat kesehatan dan Pemeriksaan Fisik
Diagnosa stroke tergantung pada pemeriksaan fisik dan riwayat
kesehatan. Usia pasien sangat penting karena stroke kebanyakan terjadi
pada pasien tua. Jika gejalanya timbul mendadak dan menghebat dalam
bebrapa jam diagnosa yang paling pasti adalah infark otak embolik
iskemik atau hemoragi intrakranial. Penyakit- penyakit non vascular
seperti tumor, abses, hematomasubdural, dan ensefalitis jarang
berkembang demikian cepat.
Riwayat kesehatan sangat membantu dalam menentukan apa yang
sedang terjadi pada pasien. Adalah penting untuk mengumpulkan deskripsi
peristiwa neurologi, berapa lama berlangsung, dan apakah gejala-gejala
menurun atau hilang sama sekali, atau sama seperti saat awitan. Tipe
gejala-gejala dapat membantu menentukan dan menemukan kemungkinan
etiologi vaskular. Penentuan faktor-faktor stroke, seperti riwayat tentang
stroke keluarga, hipertensi, atrial fibrilasi kronis, meningkatkan serum
kolestrol, penggunaan merokok atau konrasepsi oral juga dapat membantu
mendiagnosa masalah.
Jika atrial fibrilasi atau desiran karotis ditemukan saat pemeriksaan
fisik, maka hal tersebut dapat menunjukkan adanya diagnosa stroke.
Penting untuk mencatat tingkat kesadaran ketika pasien datang. Iskemik
CVD biasanya tidak menyebabkan depresi tingkat kesadaran. Proses non
vaskular dan hemoragi intrakranial harus dipertimbangkan jika individu
mengalami penurunan tingkat kesadaran.
B. Diagnosa keperawatan
1. Hamabatan mobilitas fisik (00085) b/d gangguan neoromuskuler d/d
gerakan nyan lamabat , keterbatasan rentang berat, punurunan kemampuan
melakukan keterampilan motoric.
NOC : Dalam melakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam
diharapkan hambatan mobilitasi fisik dapat teratasi dengan kriteria hasil :

Pergerakan sendi (0206)

 Pergelangan tangan (020607)


 Siku (020609)
 Pergelangan kaki (020613)
 Lutut (020615)
 Panggul (020617)

NIC : terapi latihan pergerakan sendi (0224)

 Tentukan batasan pergerakan sendi dan efeknya terhadap fungsi


sendi
 Kolaborasi dengan ahli terapi fisik dalam mengembangkan latihan
 Lakukan latihan rom pasif sesuai indikasi
 Dukung pasien untuk melihat melakukan pergerakan sendi yang
ritmis dan teratur
 Tentukan perkembangan terhadap pencapaian tujuan
2. Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak (00201) d/d gangguan
serebrof vascular
NOC : Dalam melakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam
diharapkan perfusi jaringan di otak dapat teratasi dengan kriteria hasil :
Perfusi jaringan : serebral (0406)
 Tekan intracranial (040602)
 Sakit kepala (040603)
 Reflex saraf terganggu (040620)

NIC : monitor tekana intrakranial (2590)


 Bantu penyiapan alat pemantauan TIK
 Berikan informasi pada pasien dan keluarga
 Kalibrasi transudate
 Rekam pembacaan tekanan intracranial
 Monitor status neorologis
 Sesuaikan kepala tempat tidur untuk mengoptimalkan perfusi
jaringan serebral
 Berikan agen farmakologis untuk mempertahankan TIK dalam
jangka tertentu
3. Hamabatan komunikasi verbal (00051) b/d gangguan system saraf pusat
d/d bicara pelo, sulit mengungkapkan kata-kata
NOC : dalam melakukan tindakana keperawatan selama 2x24 jam
diharapkan hambatan komunukasi verbal dapat teratasi dengan kriteria
hasil:
Komunukasi (0902)
 Menggunakan bahsa non verbal (090205)
 Mengenali pesan yang diterima (090206)
 Menggunakan bahsa isyarat (090204)

NIC : peningkatan komunikasi : kurang bicara (4976)

 Monitor pasien terkaitdengan perasaan prustasi, kemarahan dan


depresi
 Menarik emosi dan prilaku fisik sebagai bentuk komunikasi
 Kolaborasi bersama keluarga dan ahli terapi patologis untuk
mengembangakan rencana agar bias berkomunukasi dengan efektif
BAB 3
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Stroke atau cedera cerebrovaskuler adalah  kehilangan fungsi otak
yang diakibatkan  oleh berhentinya suplai darah ke bagian otak sering
ini adalah kulminasi penyakit serebrovaskuler selama beberapa tahun
(Smeltzer et al, 2002).
Faktor penyebab dari Cerebrovaskuler Accident ialah factor usia,
jenis kelamin dan berbagai jenis penyakit diantaranya hipertensi,
obesitas, diabetes, dll.
DAFTAR PUSTAKA

Herdman,T.Heather.2015.NANDA INTERNATIONAL Nursing Diagnosa :


Defenition & Classification 2015 – 2017.Oxford : Wiley – blackwell.

Moorhead,dkk.2013.Nursing Outcomes Classification (NOC), Fifth Edition.USA :


Elsevier.

Moorhead,dkk.2013.Nursing Intervention Classification (NIC), Fifth Edition.USA


: Elsevier.

hudak dan gallo. 1996. Keperawatan kritis pendekatan holistik volume II edisi VI.
Jakarta : EGC.
Brunner and Suddarth. 2013. Keperawatan medikal bedah edisi 12. Jakarta :
EGC.

Anda mungkin juga menyukai