Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN INDIVIDU

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN


PASIEN DENGAN ACUTE LUNG OEDEMA (ALO)

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Laporan Individu Praktek Profesi Keperawatan Gawat Darurat da
Di Ruang Instalasi Gawat Darurat
RS LAVALETTE MALANG

Oleh:
Nama : Muh. Ikhwan
NIM : P17212195021

PRODI PENDIDIKAN PROFESI NERS MALANG JURUSAN KEPERAWATAN


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALANG TAHUN AJARAN 2019/2020
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan Pendahuluan dan Asuhan Keperawatan Pada pasien dengan diagnosa medis

……………………………….......…………………diruang………….………………………
Rumah Sakit …………………………………………………….. Periode………………s/d

…………….. ………Tahun Akademik …………………………

Telah disetujui dan disahkan pada tanggal………Bulan………..……… Tahun 20.........


Mengetahui,

Preceptor Akademik Preceptor Klinik Ruang


……………
RS……………………..

NIK/NIP.
NIK/NIP.

Kepala Ruang ……….……


RS…………………….…..

NIK/NIP.
LAPORAN PENDAHULUAN

A. Pengertian
Edema paru akut adalah akumulasi cairan di intersisial dan alveolus paru yang terjadi se!ara
mendadak. Hal ini dapat disebabkan oleh tekanan intravaskular yang tinggi (edema paru
kardiak) atau karena peningkatan permeabilitas membran kapiler (edema paru non kardiak)
yang mengakibatkan terjadinya ekstravasasi cairan secara cepat sehingga terjadi gangguan
pertukaran udara di aleoli secara progresif & dan mengakibatkan hipoksia (Soemantri, 2011)

B. Etiologi
Edema Paru dapat terjadi oleh karena banyak mekanisme yaitu (Harun dan Sally, 2010) :
1. Ketidakseimbangan Starling Forces :
a. Peningkatan tekanan kapiler paru :
Pada keadaan ini terjadi peningkatan tekanan hidrostatik yang cepat dalam kapiler diakibatkan
oleh peningkatan tekanan vena pulmonal akibat peningkatan tekanan akhir diastolik ventrikel kiri
(LVED) dan tekanan atrium kiri. Keadaan lain yang dapat mempengaruhi tekanan kapiler paru
diantaranya :
 Peningkatan tekanan vena paru tanpa adanya gangguan fungsi ventrikel kiri (misal
pada keadaan stenosis mitral).
 Peningkatan tekanan vena paru sekunder oleh karena gangguan fungsi ventrikel kiri.
 Peningkatan tekanan kapiler paru sekunder oleh karena peningkatan tekanan arteria
pulmonalis (over perfusion pulmonary edema).
b. Penurunan tekanan onkotik plasma.
Hipoalbuminemia sekunder oleh karena penyakit ginjal, hati, proteinlosing enteropaday, penyakit
dermatologi atau penyakit nutrisi. Pada keadaan hipoalbumin rentan sekali terjadi

gangguan pada metabolisme protein, disini membran alveoli juga akan mengalami gangguan terutama
dalam permeabilitas membran kapiler yang tentu akan lemah sehingga akan banyak perpindahan
cairan yang tidak terkontrol yang pada akhirnya akan mengakibatkan edema.
c. Peningkatan tekanan negatif intersisial
 Pengambilan terlalu cepat pneumotorak atau efusi pleura (unilateral).
 Tekanan pleura yang sangat negatif oleh karena obstruksi saluran napas akut
bersamaan dengan peningkatan end-expiratory volume (asma).
2. Perubahan permeabilitas membran kapiler alveolar (Adult Respiratory Distress
Syndrome).
Etiologi perubahan permeabilitas membran kapiler alveolar disebabkan oleh banyak hal,
diantaranya :
 Pneumonia (bakteri, virus, parasit), terjadi proses perusakan secara langsung oleh bakteri.
 Bahan toksik inhalan (phosgene, ozone, chlorine, asap Teflon, NO2),
mengakibatkan kerusakan fisik pada alveoli atau paru secara langsung.
 Bahan asing dalam sirkulasi (bisa ular, endotoksin bakteri, alloxan, alpha- naphthyl
thiourea).
 Aspirasi asam lambung, asam lambung yang bersifat asam dapat langsung merusak
membran kapiler.
 Pneumonitis radiasi akut.
 Bahan vasoaktif endogen (histamin, kinin).
 Disseminated Intravascular Coagulation.
 Imunologi : pneumonitis hipersensitif, obat nitrofurantoin,
 leukoagglutinin.
 Shock Lung oleh karena trauma di luar toraks.
 Pankreatitis Perdarahan Akut.
3. Insufisiensi Limfatik :
 Post Lung Transplant.
 Lymphangitic Carcinomatosis.
 Fibrosing Lymphangitis (silicosis)
 tidak diketahui atau belum jelas mekanismenya
 High altitude pulmonary edema
 Edema paru neurogenik
 Overdosis obat narkotik
 Emboli paru
 Eklamsia
 Pasca anastesi
Post Cardiopulmonary bypass

C. Patofisiologi
Aterioskalosis
Stenosis mitral

Kegagalan vebtrikel kiri untuk memompa darah


Penurunan eksekresi Na+ dan H2O
Peningkatan EDV dan EDP ventrikel kiri Penurunan stroke volumePeningkatan adrenergik simpatis
Vasokonstriksi sistemik Penurunan GFR
vasokontriksi ginjal
Penurunan curah jantung
Penurunan cardiac outputPenurunan
Peningkatan tekanan
Penurunan ejeksi di atrium
ventrikel kiri Peningkatan preload dan after load kontraktilitas
kiri otot jantung Peningkatan reabsorbsi Na+ dan H2O
Aktivasi RAA
Bendungan darah di paru-paru
Pelebaran ruang perivaskular
Pelebaran ruang peribronkial
Peningkatan getah bening
Peningkatan tek. Cairan berlebih dalam sistem vaskular
Kapiler paru Kelebihan volume Edema
cairan tubuh
kaki (pitting), muka dan tangan

Penurunan PO2 Resiko penurunan Gangguan perfusi


suplai O2 ke jar. jar. perifer
PeriferPeningkatan
sianosis tekanan
hidrostatik, tek.
Penurunan tek. Osmotik koloid Osmotik dan
permeabilitas membran
kapiler

Gangguan pertukaran gas


Cairan masuk ke interstisial Penumpukan cairan di alveoli

Peningkatan tek. Peningkatan tek. Cairan Peningkatan PCO2 hipoksemia Asidosis respiratori Gangguan keseimbangan
hidrostatik interstisial dlm paru asam basa
Penurunan curah jantung

Gangguan pertukaran
Penurunan
gas suplai O2 dan nutrisi ke jaringan
Kelelahan Intoleran
saat aktivitas aktivitas
ringan atau
istirahat
Gangguan perfusi jar. perifer
D. Tanda dan Gejala
Gejala yang timbul meliputi Maria (2010) :
1. Gejala yang ditimbulkan oleh kegagalan jantung untuk memenuhi oksigenasi pada jaringan tubuh
terutama cerebral, koroner dan ginjal.
a. Cardiac asma
Sesak terjadi secara tiba-tiba biasanya bersifat nocturnal dan orthopnoe, berkeringat
dingin, wheezing dapat terdengar pada seluruh paru, batuk-batuk dengan expectorasi disebabkan
oleh karena congestive paru.Kadang-kadang terdapat hemoptysis sehingga menyebabkan
terjadinya bloody sputum.
b. Tanda-tanda serebral timbul oleh karena penurunan cardiac output sehingga timbul stuper,
coma atau mental depresi.
c. Gejala-gejala cardiovaskuler dapat timbul suatu shock syndrome oleh karena penurunan
cardiac output dengan berbagai gejala cardiogenic shock ditandai dengan tachycardia,
auriculas flutter atau uriculas fibrilasi.
2. Berkumpulnya berbagai zat oleh karena kegagalan fungsi transportasi pembawa zat sisa.
a. Berkurangnya substrat yang dipengaruhi jaringan terutama glukosa sehingga jaringan dalam
hal ini mempergunakan cadangan energi ataupun sumber energi yang lainnya misalnya lemak
dan protein. Kekurangan substrat ini hanya terjadi bila kegagalan aliran darah.
b. Pengangkutan zat sisa yang tidak dapat dilakukan tubuh yang disebabkan oleh dua hal yaitu :
 Peranan mikro sirkulasi dan transportasi sisa-sisa bahan makanan tidak sempurna.
 Fungsi exkresi dari ginjal tidak sempurna.

Kedua hal ini disebabkan oleh karena gangguan dalam hubungan hemodinamik dimana
transportasi zat dipengaruhi oleh hukum Vick dan hipotesa Starling. Gejala-gejala retensi dari zat sisa
yang terjadi ialah tingginya kadar ureum darah yang dapat diklarifikasikan sebagai prerenal failure.

Manifestasi klinis lain yang dapat terjadi dapat dicari dari keluhan, tanda fisik dan perubahan
radiografi (foto toraks). Gambaran dapat dibagi 3 stadium, meskipun kenyataannya secara klinik
sukar dideteksi dini.

Stadium 1. Adanya distensi dari pembuluh darah kecil paru yang prominen akan memperbaiki
pertukaran gas di paru dan sedikit meningkatkan kapasitas difusi gas CO. Keluhan pada stadium ini
mungkin hanya berupa adanya sesak napas saat bekerja. Pemeriksaan fisik juga tak jelas menemukan
kelainan, kecuali mungkin adanya ronkhi pada saat inspirasi karena terbukanya saluran napas yang
tertutup pada saat inspirasi.

Stadium 2. Pada stadium ini terjadi edema paru intersisial. Batas pembuluh darah paru menjadi
kabur, demikian pula hilus juga menjadi kabur dan septa interlobularis menebal (garis Kerley B).
Adanya penumpukan cairan di jaringan kendor intersisial, akan lebih memperkecil saluran napas
kecil, terutama di daerah basal oleh karena pengaruh gravitasi. Mungkin pula terjadi refleks
bronkhokonstriksi. Sering terdapat takhipnea. Meskipun hal ini merupakan tanda gangguan fungsi
ventrikel kiri, tetapi takhipnea juga membantu memompa aliran limfe sehingga penumpukan cairan
intersisial diperlambat. Pada pemeriksaan spirometri hanya terdapat sedikit perubahan saja.

Stadium 3. Pada stadium ini terjadi edema alveolar. Pertukaran gas sangat terganggu, terjadi
hipoksemia dan hipokapnia. Penderita nampak sesak sekali dengan batuk berbuih kemerahan.
Kapasitas vital dan volume paru yang lain turun dengan nyata. Terjadi right-to- left intrapulmonary
shunt.Penderita biasanya menderita hipokapnia, tetapi pada kasus yang berat dapat terjadi hiperkapnia
dan acute respiratory acidemia. Pada keadaan ini morphin hams digunakan dengan hati-hati.

Edema Paru yang terjadi setelah Infark Miokard Akut biasanya akibat hipertensi kapiler paru.
Namun percobaan pada anjing yang dilakukan ligasi arteria koronaria, terjadi edema paru walaupun
tekanan kapiler paru normal, yang dapat dicegah dengan pemberian indomethacin sebelumnya.
Diperkirakan bahwa dengan menghambat cyclooxygenase atau cyclic nucleotide phosphodiesterase
akan mengurangi edema paru sekunder akibat peningkatan permeabilitas alveolar-kapiler; pada
manusia masih memerlukan penelitian lebih lanjut. Kadang-kadang penderita dengan Infark Miokard
Akut dan edema paru, tekanan kapiler pasak parunya normal; hal ini mungkin disebabkan lambatnya
pembersihan cairan edema secara radiografi meskipun tekanan kapiler paru sudah turun atau
kemungkinan lain pada beberapa penderita terjadi peningkatan permeabilitas alveolar- kapiler paru
sekunder oleh karena adanya isi sekuncup yang rendah seperti pada cardiogenic shock lung.

E. Pemeriksaan diagnostik
a. Pemeriksaan Fisik
 Sianosis sentral. Sesak napas dengan bunyi napas seperti mukus berbuih.
 Ronchi basah nyaring di basal paru kemudian memenuhi hampir seluruh lapangan paru,
kadang disertai ronchi kering dan ekspirasi yang memanjang akibat bronkospasme sehingga
disebut sebagai asma kardiale.
 Takikardia dengan S3 gallop.
 Murmur bila ada kelainan katup.

b. Elektrokardiografi.
Pada gambaran elektrokardiografi bisa muncul sinus takikardia dengan hipertrofi atrium kiri atau
fibrilasi atrium, tergantung penyebab gagal jantung. Gambaran infark, hipertrofi ventrikel kiri atau
aritmia bisa ditemukan.

c. Laboratorium
 Analisa gas darah pO2 rendah, pCO2 mula-mula rendah dan kemudian hiperkapnia.
 Enzim kardiospesifik meningkat jika penyebabnya infark miokard.
 Darah rutin, ureum, kreatinin, , elektrolit, urinalisis, foto thoraks, EKG,enzim jantung (CK-
MB, Troponin T), angiografi koroner.
 Foto thoraks Pulmonary edema secara khas didiagnosa dengan X-ray dada. Radiograph (X-
ray) dada yang normal terdiri dari area putih terpusat yang menyinggung jantung dan
pembuluh-pembuluh darah utamanya plus tulang- tulang dari vertebral column, dengan
bidangbidang paru yang menunjukan sebagai bidang-bidang yang lebih gelap pada setiap
sisi, yang dilingkungi oleh struktur-struktur tulang dari dinding dada.
 X-ray dada yang khas dengan pulmonary edema mungkin menunjukan lebih banyak
tampakan putih pada kedua bidang-bidang paru daripada biasanya. Kasus-kasus yang lebih
parah dari pulmonary edema dapat menunjukan opacification (pemutihan) yang signifikan
pada paru-paru dengan visualisasi yang minimal dari bidang-bidang paru yang normal.
 Pemutihan ini mewakili pengisian dari alveoli sebagai akibat dari pulmonary edema, namun
ia mungkin memberikan informasi yang minimal tentang penyebab yang mungkin
mendasarinya.

d. Gambaran Radiologi yang ditemukan :


 Pelebaran atau penebalan hilus (dilatasi vaskular di hilus)

 Corakan paru meningkat (lebih dari 1/3 lateral)


 Kranialisasi vaskuler
 Hilus suram (batas tidak jelas)
 Interstitial fibrosis (gambaran seperti granuloma-granuloma kecil atau nodul milier)
e. Ekokardiografi Gambaran penyebab gagal jantung: kelainan katup, hipertrofi ventrikel
(hipertensi), Segmental wall motion abnormally (Penyakit Jantung Koroner), dan umumnya
ditemukan dilatasi ventrikel kiri dan atrium kiri.

F. Penatalaksanaan Medis
1. Posisi setengah duduk
Posisi setengah duduk dapat menurunkan tahanan abdomen terhadap ekspansi diafragma dan paru-
paru sehingga dapat menambah volume inspirasi paru-paru.
2. Oksigen (40%-50%) sampai 8 liter/menit bila perlu dengan masker. Jika memburuk (pasien
makin sesak, takipneu, ronkhi bertambah, PaO2 tidak bisadipertahankan > 60 mmHg dengan O2
konssentrasi dan aliran tinggi, retensi CO2, hipoventilasi atau tidak mampu mengurangi cairan
edema secara adekuat), maka dilakukan intubasi endotrakeal, suction dan ventilator.
3. Infus emergensi. Monitor tekanan darah, monitor EKG, oksimetri bila perlu.
4. Nitrogliserin sublingual atau intravena. Nitrogliserin per oral 0,4-0,6 mg tiap 5-10 menit. Jika
tekanan darah sistolik >95 mmHg bisa diberikan Nitrogliserin intravena mulai dosis 3-5
ug/kgBB. Jika tidak memberikan hasil memuaskan maka dapat diberikan Nitrogliserin IV
dimulai dosis 0,1 ug/kgBB/menit bila tidak memberi respon dengan nitrat, dosis dinaikkan
sampai didapatkan perbaikan klinis atau sampai tekanan sistolik 85-90 mmHg pada pasien yang
tadinya mempunyai tekanan darah normal atau selama dapat dipertahankan perfusi yang adekuat
ke organ-organ vital.
5. Morfin sulfat 3-5 mg IV, dapat diulang tiap 25 menit, total dosis 15 mg (sebaiknya dihindari).
6. Diuretik Furosemid 40-80 mg IV bolus dapat diulangi atau dosis ditingkatkan tiap 4 jam atau
dilanjutkan drip ontinue sampai dicapai produksi urine 1 ml/kgBB/jam.
7. Bila perlu (tekanan darah turun /tanda hipoperfusi): Dopamin 2-5 ug/kgBB/menit atau doputamin
2-10 ug/kgBB/menit untuk menstabilkan hemodinamik. Dosis dapat ditingkatkan sesuai respon
klinis atau keduanya.

8. Trombolitik atau revaskularisasi pada pasien infark miokard.


9. Intubasi dan ventilator pada pasien dengan hipoksia berat, asidosis/tidak berhasil dengan oksigen.
10. Atasi aritmia atau gangguan konduksi.
11. Operasi pada komplikasi akut infark miokard seperti regurgitasi, VSD dan ruptur dinding
ventrikel/corda tendinae (Sudiyatmo, 2012)

G. Konsep Asuhan Keperawatan


Pengkajian
Identitas :
Umur : Klien dewasa dan bayi cenderung mengalami dibandingkan remaja /dewasa muda

Riwayat Masuk
Klien biasanya dibawa ke rumah sakit setelah sesak napas, cyanosis atau batuk disertai dengan demam
tinggi/tidak. Kesadaran kadang sudah menurun dan dapat terjadi dengan tiba-tiba pada trauma.
Berbagai etiologi yang mendasar dengan masing-masing tanda klinik mungkin menyertai klien.

Riwayat Penyakit Dahulu


Predileksi penyakit sistemik atau berdampak sistemik seperti sepsis, pancreatitis, Penyakit paru,
jantung serta kelainan organ vital bawaan serta penyakit ginjal mungkin ditemui pada klien

Pemeriksaan Fisik
- Sistem Integumen
Subyekti : -
Obyektif : kulit pucat, cyanosis, turgor menurun (akibat dehidrasi sekunder),banyak keringat, suhu
kulit meningkat, kemerahan
- Sistem Pernafasan
Subyektif : sesak napas, dada tertekan
Obyekti : Pernafasan cuping hidung, hiperventilasi, batuk
(produktif dan nonproduktif), sputum banyak, penggunaan otot bantu perna&asan, perna&asan
diafragma dan perut meningkat, Laju pernafasan meningkat, terdengar stridor, ronchi pada lapang paru

-Sistem Kardiovaskuler
subyektif : sakit dada
Obyekti& : Denyut nadi meningkat, pembuluh darah vasokontriksi, kualitas
darah menurun, denyut jantung tidak teratur, suara jantung tambahan

- Sistem Neurosensori
Subyekti : gelisah, penurunan kesadaran, kejang
Obyekti : Otot menurun, refleks menurun/normal, letargi

- Sistem Muskuloskeletal
subyektif : lemah, cepat lelah
Obyekti : tonus otot menurun, nyeri otot/normal, retraksi paru dan penggunaan otot aksesoris
pernafasan

- Sistem Perkemihan
Subyekti :-
Obyektif : produksi urine menurun/normal

- Sistem Digestif
Subyektif : mual, kadang muntah
Obyekti& : konsistensi feses normal/diare

Hasil Laboratorium Darah :


- Hb : menurun/normal
- Analisa Gas Darah : asidosis respiratorik, penurunan kadar oksigen darah, kadar karbon darah
meningkat/normal
- Elektrolit : Natrium/kalsium menurun/normal

H. Diagnosa Keperawatan Yang Muncul


1. Diagnosa Keperawatan I
Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan kontakilitas miokardial (penurunan).
Tujuan : Curah jantung tercukupi untuk kebutuhan individual
Kriteria hasil : Menunjukkan tanda vital dalam batas normal dan bebas gejala gagal jantung.
Rencana tindakan :
a) Catat suara jantung
Rasional : S1 dan S2 mungkin lemah karena terdapat kelemahan dalam memompa. Irama
gallop sering ada (S2 dan S3). Murmur merupakan gambaran adanya ketidaknormalan/
stenosis dari katup.
b) Monitor tekanan darah
Rasional : pada awal tekanan darah meningkat karena peningkatan SVR, lama kelamaan
badan/body jantung tidak bisa bertambah panjang agar bisa untuk kompensasi dan bisa terjadi
hipotensi berat.
c) Palpasi denyut perifer.
Rasional : Penurunan CO akan menyebabkan kelemhn denyut pada arteri radialis,
poplitea,dorsalis pedis dan posttibial. Denyut dapat yang cepat atau reguler dan mungkin juga
terdapat pulsus alternans (denyut yang kuat di selingi denyut yang lemah)
d) Lihat warna kulit, pucat, cyanosis.
Rasional : Pucat menunjukkan berkurangnya perfusi perifer sebagai akibat sekunder dari
ketidakadekuatnya CO.
e) Nilai perubahan tanggapan panca indera seperti : lethargy, kebingungan, disoientasi cemas
dan depresi.
Rasional : Menunjukkan tidak adekuatnya perfusi cerebralsebagai akibat sekunder dari
penurunan CO.
f) Kolaborasi pemberian O2 lewat canul nasal/masker sesuai indikasi.
Rasional : meningkatnya persediaanya O2 untuk kebutuhan miokard untuk menanggulangi
efek hypoxia/ iskemia.

g) Kolaborasi pemberian diuretik.


Rasional : Pengurangan preload penting dalam pengobatan pada pasien cardiac out put yang
relative normal yang di sertai oleh gejala-gejala bendungan. Pemberian loup diuretics akan
mengurangi reabsorbsi dari sodium dan air.

2. Diagnosa Keperawatan II
Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran kapiler alveolus
(perpindahan cairan ke dalam area interstisial/alveoli)
Tujuan : Pertukaran gas efektif
Kriteria hasil : menunjukkan ventilasi dan oksigenasi jaringan yang adekuat pada jringan di
tunjukkan oleh GDA/oksimetri dalam rentang normal dan bebas gejala distress pernafasan
Rencana tindakan :
a) Auskultasi suara nafas, catat adanya krekels.
Rasional : Menunjukkan adanya bendungan pulmonal/ penumpukan secret yang membutuhkan
penanganan lebih lanjut.
b) Atur posisi fowler dan bed rest.
Rasional : merangsang pengembangan paru secara maksimal.
c) Pantau/gambarkan seri GDA, nadi oksimetri
Rasional : hipoksemia

dapat menjadi berat selama edema paru.


d) Pemberian oksigen sesuai indikasi.
Rasional : meningkatkan konsenterasi O2 alveolar yang akan mengurangi hypoxemia jaringan.
e) Kolaborasi pemberian obat diuretik
Rasional : Mengurangi bendungan alveolar sehingga meningkatkan pertukaran gas
f) Kolaborasi pemberian obat diuretik
Rasional : Meningkatkan pemasukan O2 dengan jalan dilatasi saluran nafas.

3. Diagnosa Keperawatan III


Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan menurunnya ekspansi paru sekunder terhadap
penumpukan cairan dalam rongga pleura.
Tujuan : Pasien mampu mempertahankan fungsi paru secara normal
Kriteria hasil : Irama, frekuensi dan kedalaman pernafasan dalam batas normal, pada
pemeriksaan sinar X dada tidak ditemukan adanya akumulasi cairan, bunyi nafas terdengar jelas.
Rencana tindakan :
a) Identifikasi faktor penyebab.
Rasional : Dengan mengidentifikasikan penyebab, kita dapat mengambil tindakan yang
tepat.
b) Kaji kualitas, frekuensi dan kedalaman pernafasan, laporkan setiap perubahan yang terjadi.
Rasional : Dengan mengkaji kualitas, frekuensi dan kedalaman pernafasan, kita dapat
mengetahui sejauh mana perubahan kondisi pasien.
c) Baringkan pasien dalam posisi yang nyaman, dalam posisi duduk, dengan kepala tempat tidur
ditinggikan 60 – 90 derajat.
Rasional : Penurunan diafragma memperluas daerah dada sehingga ekspansi paru bisa
maksimal.
d) Observasi tanda-tanda vital (suhu, nadi, tekanan darah, RR dan respon pasien).
Rasional : Peningkatan RR dan tachicardi merupakan indikasi adanya penurunan fungsi paru.
e) Lakukan auskultasi suara nafas tiap 2-4 jam.
Rasional : Auskultasi dapat menentukan kelainan suara nafas pada bagian paru-paru.
f) Bantu dan ajarkan pasien untuk batuk dan nafas dalam yang efektif.
Rasional : Menekan daerah yang nyeri ketika batuk atau nafas dalam. Penekanan otot-otot
dada serta abdomen membuat batuk lebih efektif.
g) Kolaborasi dengan tim medis lain untuk pemberian O2 dan obat-obatan serta foto thorax.
Rasional : Pemberian oksigen dapat menurunkan beban pernafasan dan mencegah terjadinya
sianosis akibat hiponia. Dengan foto thorax dapat dimonitor kemajuan dari berkurangnya
cairan dan kembalinya daya kembang paru.

4. Diagnosa keperawatan IV
Anxiety berhubungan dengan adanya ancaman kematian yang dibayangkan (ketidakmampuan
untuk bernafas).
Tujuan : Pasien mampu memahami dan menerima keadaannya sehingga tidak terjadi kecemasan.
Kriteria hasil: Pasien mampu bernafas secara normal, pasien mampu beradaptasi dengan
keadaannya. Respon non verbal klien tampak lebih rileks dan santai, nafas teratur dengan
frekuensi 16-24 kali permenit, nadi 80-90 kali permenit.
Rencana tindakan :
a) Berikan posisi yang menyenangkan bagi pasien. Biasanya dengan semi fowler.
Rasional : memberikan kenyamanan pada pasien dan menghindari mood pencetus cemas
b) Jelaskan mengenai penyakit dan diagnosanya.
Rasional : pasien mampu menerima keadaan dan mengerti sehingga dapat diajak kerjasama
dalam perawatan.
c) Ajarkan teknik relaksasi
Rasional : Mengurangi ketegangan otot dan kecemasan
d) Bantu dalam menggala sumber koping yang ada.
Rasional : Pemanfaatan sumber koping yang ada secara konstruktif sangat bermanfaat
dalam mengatasi stress.
e) Pertahankan hubungan saling percaya antara perawat dan pasien.
Rasional : Hubungan saling percaya membantu proses terapeutik
f) Kaji faktor yang menyebabkan timbulnya rasa cemas.
Rasional : Tindakan yang tepat diperlukan dalam mengatasi masalah yang dihadapi klien dan
membangun kepercayaan dalam mengurangi kecemasan.
g) Bantu pasien mengenali dan mengakui rasa cemasnya.
Rasional : Rasa cemas merupakan efek emosi sehingga apabila sudah teridentifikasi dengan
baik, perasaan yang mengganggu dapat diketahui.

5. Diagnosa keperawatan V
Gnagguan mobilitas fisik sehubungan dengan keletihan (keadaan fisik yang lemah).
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam Pasien mampu melaksanakan
aktivitas seoptimal mungkin.

Kriteria hasil : Terpenuhinya aktivitas secara optimal, pasien kelihatan segar dan
bersemangat, personel hygiene pasien cukup.
Rencana tindakan :
a) Evaluasi respon pasien saat beraktivitas, catat keluhan dan tingkat aktivitas serta adanya
perubahan tanda-tanda vital.
Rasional : Mengetahui sejauh mana kemampuan pasien dalam melakukan aktivitas.
b) Bantu Px memenuhi kebutuhannya.
Rasional : Memacu pasien untuk berlatih secara aktif dan mandiri.
c) Awasi Px saat melakukan aktivitas.
Rasional : Memberi pendidikan pada Px dan keluarga dalam perawatan selanjutnya.
d) Libatkan keluarga dalam perawatan pasien.
Rasional : Kelemahan suatu tanda Px belum mampu beraktivitas secara penuh.
e) Jelaskan pada pasien tentang perlunya keseimbangan antara aktivitas dan istirahat.
Rasional : Istirahat perlu untuk menurunkan kebutuhan metabolisme.
f) Motivasi dan awasi pasien untuk melakukan aktivitas secara bertahap.
Rasional : Aktivitas yang teratur dan bertahap akan membantu mengembalikan pasien pada
kondisi normal.

6. Diagnosa keperawatan VI
Kurang pengetahuan mengenai kondisi, aturan pengobatan sehubungan dengan kurang terpajan
informasi.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam Pasien dan keluarga tahu
mengenai kondisi dan aturan pengobatan.
Kriteria hasil :
- Pasien dan keluarga menyatakan pemahaman penyebab masalah.
- Pasien dan keluarga mampu mengidentifikasi tanda dan gejala yang memerlukan evaluasi
medik.
- Pasien dan keluarga mengikuti program pengobatan dan menunjukkan perubahan pola hidup
yang perlu untuk mencegah terulangnya masalah.
Rencana tindakan :
a) Kaji patologi masalah individu.
Rasional : Informasi menurunkan takut karena ketidaktahuan. Memberikan pengetahuan
dasar untuk pemahaman kondisi dinamik dan pentingnya intervensi terapeutik.
b) Kaji ulang tanda atau gejala yang memerlukan evaluasi medik cepat (contoh, nyeri dada
tiba-tiba, dispena, distress pernafasan).
Rasional : Berulangnya proses penyakit memerlukan intervensi medik untuk mencegah,
menurunkan potensial komplikasi.
c) Kaji ulang praktik kesehatan yang baik (contoh, nutrisi baik, istirahat, latihan).
Rasional : Mempertahankan kesehatan umum meningkatkan penyembuhan dan dapat
mencegah kekambuhan.
DAFTAR PUSTAKA

Choirul Indriawan, M. 2012. Catatan Kedokteran: Penyakit Edema Paru Akut


Kardiogenik.http://jantungoke.blogspot.com/2012/12/edema-paru-akut-kardiogenik-
acute.html, diakses tanggal 17 Januari 2020.

Fitriana, Nur. 2012. Laporan pendahuluan ALO. Makalah tidak diterbitkan. Program
Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat.Universitas
Sumatera Utara. Medan.\

Harun S dan Sally N. Edema Paru Akut. 2010. In: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I,
Simadibrata M, Setiati S, editor. Buku ajar ilmu penyakit dalam. 5th Ed. Jakarta:
Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. P. 1651-1653

Maria I. 2010. Penatalaksanaan Edema Paru pada Kasus VSD dan Sepsis VAP. Anastesia
& Critical Care. Vol 28 No.2 Mei 2010.52

Rohman, Abdul. 2009. Askep Acut Lung Oedem or Edema Paru Akut (ALO.) http://ns-
rohman.blogspot.com/2011/10/askep-acut-lung-oedem-or-edema-paru.html, diakses
pada tanggal 17 Januari 2020.

Soemantri. 2011. Cardiogenic Pulmonary Edema. Naskah Lengkap PKB XXVI Ilmu
Penyakit Dalam 2011. FKUNAIR-RSUD. DR.Soetomo Surabaya, hal 113-19

Utomo, Sudiyatmo. 2012. Penanganan Penyakit Edema Paru Akut (Acute Lung Oedem).
http://drsudiyatmo.blogspot.com/2012/05/penanganan-edema-paruakut.html,diakses
tanggal 17 Januari 2020.

Anda mungkin juga menyukai