Modul Forensik PDF
Modul Forensik PDF
MODUL
KEDOKTERAN FORENSIK
DISUSUN OLEH :
Halaman
BAB I PENDAHULUAN......................................................................................... 1
A. Latar Belakang……………………………………............................ 1
B. Deskripsi Singkat ....................................................................................2
1. Definisi Eksumasi…………………………………………………………………..18
2. Tujuan Eksumasi………………………………………………...…………………18
3. Alasan Dilakukannya Eksumasi………………………………………..………...18
4. Pihak Yang Meminta Eksumasi…………………………………………………..18
5. Dasar Hukum Eksumasi Untuk Kasus Pidana…………………………….……19
6. Tata Cara Persiapan Eksumasi Dugaan Kasus Kriminal……………….……..20
7. Tata Cara Pelaksanaan Eksumasi……………………….………………………20
8. Rangkuman……………………………….………………………………………...22
1. Pengertian Perlukaan……………………………………………………43
2. Ruang Lingkup Perlukaan……………………………………………....43
3. Jenis Kekerasan………………………………………………………….44
4. Rangkuman…………………………………………………………….…46
BAB X
PENUTUP……………………………………………………………………………..….53
A. LATAR BELAKANG
1
Hasil dari bedah mayat tersebut diatas, dituangkan dalam Visum et Repertum.
Visum et Repertum adalah salah satu alat bukti yang sah di pengadilan yang
merupakan surat keterangan yang berisikan fakta dan pendapat dari dokter
forensik/dokter lainnya.
Visum et Repertum dapat dibagi berdasarkan korbannya yaitu Visum Et
Repertum Korban Mati, Visum et Tepertum Korban Hidup, yang terdiri atas Visum
et Repertum Kejahatan susila, Visum et Repertum Penganiyaan / Perlukaan, Visum
et Repertum Psikiatri.
Setiap pelaku tindak ndicato, akan dipengaruhi oleh ndica internal dan
eksternal. Faktor tersebut adalah motivasi ndicator, yang meliputi ndica
kebutuhan ekonomi yang mendesak, ndica ketenagakerjaan (penganguran atau
memiliki pekerjaan), dan ndica taraf kesejahteraan. Lalu ada motivasi ekstrinsik,
yang meliputi ndica pendidikan, dan ndica pergaulan atau pengaruh lingkungan
(Kansil, 1994).
Faktor lain yang mempengaruhi timbulnya kejahatan yaitu kepadatan
penduduk, jumlah ndica polisi, keadaan jalan dan lingkungan, frekuensi ronda
siskamling (Soekanto, 2001). Faktor-faktor ini dapat tercermin dari Indeks
Pembangunan Manusia (IPM) yang merupakan parameter utama yang digunakan
untuk mengukur perkembangan kualitas manusia di suatu wilayah. Nilai IPM ini
dihitung berdasarkan empat ndicator utama yaitu angka harapan hidup, angka
melek huruf, lama rata-rata sekolah dan pengeluaran perkapita.
B. DISKRIPSI SINGKAT
Kedokteran Kepolisian seperti yang tercantum di dalam Undang-Undang
Kepolisian Nomor 2 Tahun 2002 adalah merupakan upaya penerapan ilmu
pelaksanaan tugas kepolisian di bidang penegakkan hukum, mewujudkan keamanan
dan ketertiban masyarakat serta memberikan perlindungan, pengayoman serta
pelayanan kepada masyarakat, sehingga perlu dikembangkan secara optimal di dalam
rangka mengantisipasi kesadaran masyarakat yang semakin tinggi terhadap kepastian
hukum dan HAM.
Ilmu Kedokteran Forensik juga dikenal dengan nama Legal Medicine, adalah
salah satu cabang spesialistik Ilmu Kedokteran, yang mempelajari pemanfaatan ilmu
kedokteran untuk kepentingan penegakkan hukum dan keadilan.
2
Ilmu Kedokteran Forensik selain cabang spesialistik dari Ilmu kedokteran juga
merupakan bagian dari ilmu forensik untuk kepentingan penegakkan keadilan dan
kebenaran demi kesejahteraan manusia.
C. Tujuan Pembelajaran
Agar Peserta PPPJ memahami Kedokteran Kepolisian, sejarah dan dasar-
dasar ilmu forensik sehingga dapat diterapkan dalam melaksanakan tugas
penegakan hukum.
D. Indikator Keberhasilan
Agar Peserta PPPJ memahami dan mampu menjelaskan Kedokteran
Kepolisian, Ilmu Forensik, Ilmu Kedokteran Forensik, sejarah Ilmu kedokteran
Forensik, ruang lingkup Ilmu Kedokteran Forensik.
3
BAB II
4
Dengan demikian Ilmu Kedokteran Forensik merupakan perwujudan dari
dua ilmu yaitu ilmu kedokteran yang menggunakan terapan ilmu kedokteran ini
dan ilmu forensik yang mempunyai kaidah kaidah forensik dasar dengan tujuan
yang sama yaitu demi keadilan.
5
permasalahan di bidang medis seperti malpraktek dan sebagainya. Sedangkan
yang ketiga adalah Forensik Laboratorium, yang mendalami pemeriksaan
terhadap barang bukti biologis dari tubuh manusia seperti pemeriksaan racun,
keracunan, DNA, darah, sperma, rambut, juga terhadap barang bukti bologis di
benda fisik seperti bercak darah di pakaian dan lain-lain.
Seorang ahli kedokteran forensik di Indonesia harus menguasai ketiga
bidang dalam ruang lingkupnya. Hal ini memang agak berbeda dengan seorang
ahli kedokteran forensik di negara barat yang umumnya mereka hanya
menguasai pada ruang lingkup forensik patologi dan klinik saja.
5. RANGKUMAN
6
BAB III
7
1. Jenis Visum Et Repertum
a. Dasar Hukum
8
b. Beritahu Keluarga Korban Bukan Meminta Persetujuan
9
3) mengikuti pemeriksaan mayat oleh dokter. Dengan penyidik ikut
dalam mengantar mayat dan turut serta selama dalam pemeriksaan
akan memberikan keuntungan kepada penyidik oleh karena penyidik
dapat memberi keterangan terkait kasusnya dan mendapatkan
informasi yang terkini dari dokter pemeriksa. Hal tersebut juga sudah
tertuang di dalam Instruksi Kapolri No. 20/E/INS/IX/75.
10
Menurut agama Islam maka bedah mayat untuk kepentingan peradilan
hukumnya ”mubah” berdasarkan Fatwa Majelis Kesehatan dan Syara No.
4/1955.
Bila timbul keberatan dari pihak keluarga, maka harus dijelaskan kembali
tentang maksud dan tujuan diadakannya bedah mayat (Pasal 134 KUHAP).
Dan apabila keluarga tetap menolak maka penyidik dapat menerapkan sangsi
pidana sesuai Pasal 222 KUHP.
Bilamana permintaan Visum et Repertum terpaksa harus dibatalkan, maka
pelaksanaan pencabutan / penarikan kembali Visum et Repertum tersebut
hanya diberikan oleh Komandan Kesatuan paling rendah tingkat Polsek dan
untuk kota besar hanya Polrestabes. Permintaan tersebut harus diajukan
tertulis resmi dengan menggunakan formulir pencabutan dan ditandatangani
oleh pejabat / petugas yang berhak dimana pangkatnya satu tingkat di atas
peminta setelah terlebih dahulu membahasnya secara mendalam.
b. prinsipnya cara penulisan dari SPV hampir sama dengan cara penulisan
SPV terhadap korban mati. Di dalam SPV harus menyebutkan dugaan
tindak pidana yang dimaksud ;
11
5. Rangkuman
a. Visum et Repertum adalah salah satu alat bukti yang sah di pengadilan
yang merupakan surat keterangan yang berisikan fakta dan pendapat dari
dokter forensik/dokter lainnya ;
c. otopsi bersifat mutlak dan tidak dapat ditolak oleh siapapun jika sekali
diminta oleh penyidik ;
12
BAB IV
13
4. Definisi Pengolahan Tempat Kejadian Perkara ”Segitiga Pembuktian”
ALAT
KEJAHATAN/
BARANG
BUKTI
TK
P
PELAKU KORBAN
14
sesuatu yang terjadi di TKP berdasarkan laporan dari orang-orang yang terlibat
di TKP.
Seorang dokter ahli forensik dapat dimintakan untuk melakukan Olah TKP
dari aspek medik forensiknya. Keterangan yang disampaikan oleh dokter ahli
forensik tersebut setelah melakukan Olah TKP aspek Medik Forensik dapat
memberikan petunjuk yang penting seperti jenis kematiannya, perkiraan berapa
lama kematiannya, perkiraaan cara kematian dan mekanisme kematiannya dan
hal-hal lain yang terkait dengan keilmuannya.
d. darah, sperma dan liur disimpan dalam kassa kering dan diangin anginkan
sampai kering lalu disimpan dalam amplop bukan kantong plastik.
e. rambut dengan akarnya, gigi, tulang, kulit, otot dan semua yang berkaitan
dengan tubuh manusia disimpan dalam amplop.
6. THANATOLOGY
Kematian adalah berhentinya tanda-tanda kehidupan secara permanen.
15
2) Kematian tidak wajar meliputi pembunuhan, bunuh diri, kecelakaan,
dan lain-lain.
b. Tanda-tanda kematian
Tanda kematian ada 2 jenis :
1) Tanda kematian dini (awal) :
a) Pergerakan terhenti.
b) Denyut nadi dan pernafasan terhenti
c) Kulit pucat dan tonus otot menurun
Jika di TKP ditemukan korban dengan tanda-tanda tersebut maka
korban masih mungkin untuk dilakukan pertolongan, segera lekukan
PPGD (Resusitasi).
d) Pembusukan
Pembusukan mulai terjadi setelah 24 jam kematian.
Pembusukan dimulai di daerah perut sebelah kanan bawah
berwarna kehijauan yang kemudian menjalar keseluruh perut
16
dan sela-sela iga. Setelah 2X24 jam terjadi penggembungan
akibat pembentukan gas hasil penguraian oleh kuman.
7. Rangkuman
b. TKP merupakan tempat dimana terjadi tindak pidana dan terdapat barang
bukti yang sangat penting untuk penyidikan sehingga TKP harus STERIL
dan tidak ada kontaminasi dari luar serta tidak ada perubahan di TKP ;
17
BAB V
1. Definisi Eksumasi
Exhumation (ex: keluar, humus: bumi) dari bahasa Latin artinya keluar dari
tanah atau pengangkatan jenazah dari dalam tanah setelah penguburan.
Arti kata eksumasi yang lain adalah melakukan penggalian peti mati atau
orang mati dan makamnya untuk mengetahui sebab kematian atau mencari
bukti lain seperti identitas korban.
2. Tujuan Eksumasi
a. memindahkan jenazah ;
b. identifikasi ulang jenazah yang sudah dikuburkan ;
c. menentukan sebab kematian pada kasus asuransi dengan dua identitas
maupun penentuan atas harta warisan, Penentuan penyebab kematian
pada kasus pengadilan sipil seperti penyebab kematian yang salah duga,
penelantaran, kelalaian dalam malpraktek ;
d. penyelidikan kasus keracunan dengan tingkat kecurigaan yang tinggi,
kasus kriminal seperti pembunuhan, kecurigaan terhadap pembunuhan
yang disamarkan sebagai bunuh diri atau tipe jenis kematian lainnya.
18
permohonan eksumasi atas nama pihak keluarga. Pada kasus ini pihak
patologi forensik tidak selalu diminta hadir kecuali bila dibutuhkan ;
c. Pada Kasus Kriminal
Pada penyelidikan yang didasarkan oleh investigasi kriminal, pihak negara
maupun penyidik mempunyai wewenang yang semu pada saat sebelum
pemakaman dan dapat membuat surat permintaan eksumasi dan otopsi
yang diatur dalam undang-undang.
19
berkepentingan.
2) Dalam hal timbul keberatan yang beralasan dan terdakwa atau
penasehat hukum terhadap hasil keterangan ahli sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) hakim memerintahkan agar hal itu
dilakukan penelitian ulang.
4) Penelitian ulang sebagimana tersebut pada ayat (2) dan ayat (3)
dilakukan oleh instansi semula dengan komposisi personil yang
berbeda dan instansi lain yang mempunyai wewenang untuk itu.
a. Waktu
Biasanya dilaksanakan pada pagi hari, kecuali untuk menghindari massa
dan publisitas. Sebaiknya makam digali sehari sebelumnya sehingga pada
20
pagi hari, polisi, petugas patologi forensik dan yang lainnya dapat tiba
untuk melihat penggalian untuk menghindari rusaknya barang bukti,
namun apabila hal tersebut sulit dilakukan maka proses penggalian
dilakukan kira-kira 2-3 jam sebelum pemeriksaan ;
b. siapa saja yang terlibat dan hadir pada pelaksanaan eksumasi, antara
lain:
1) dokter forensik yang ditunjuk oleh penyidik ;
2) teknisi dokter forensik ;
3) dokter gigi atau ahli forensik odontologi ;
4) penyidik yang meminta dilaksanakannya eksumasi;
5) Jaksa ;
6) pencatat ;
7) fotografer forensik ;
8) ahli sidik jari ;
9) pihak keluarga atau ahli waris, jika pihak keluarga merupakan pihak
yang meminta dilaksanakannya eksumasi ;
10) pemuka masyarakat setempat ;
11) penggali makam.
c. Identifikasi Makam
Harus diidentifikasi secara tepat sesuai prosedur dengan bantuan kerabat
keluarga dekatnya dan atau pegawai yang bertanggung jawab pada
pemakaman tersebut.
f. Pemeriksaan In Situ
Pemeriksaan di tempat sangat membantu, karena pada saat peti matinya
dibuka dapat langsung diperiksa keadaan mayatnya, dokumentasi juga
perlu dilakukan pada saat peti matinya dibuka. Sebelumnya dilakukan
pengukuran terhadap panjang, lebar dan kedalaman liang kubur, batas-
batas makam, arah makam, kondisi tanah dan lain-lain.
Pemeriksaan dan otopsi mayat idealnya langsung dilaksanakan di sekitar
makam. Namun dapat juga dilakukan di kamar jenazah untuk dilakukan
21
pemeriksaan post mortem.
Sampel dari organ umumnya diambil dan sampel tanah sekitar kuburan
juga turut diambil.
Setelah pemeriksaan dokter akan melakukan penjahitan kembali dan
selanjutnya petugas makam akan melakukan pembungkusan dengan kain
kafan/ pakaian, pemandian, pemetian dan penguburan kembali.
8. Rangkuman
22
BAB VI
a. Pendahuluan
23
lain mereka tidak tahu hendak melapor kemana, rasa takut untuk melapor
polisi, rasa malu apabila melapor maka semua orang akan tahu, takut
diancam pelaku bila akan melapor dan lain sebagainya. Terlebih lagi
korban kekerasan terhadap anak tidak mungkin dapat atau berani
melapor kepada pihak yang berwajib, karena pelakunya adalah biasanya
orang tuanya atau walinya sendiri.
Untuk itu dalam menangani kasus korban kekerasan terhadap
perempuan dan anak memerlukan perhatian yang serius dari pemerintah
sehingga untuk kedepan kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak
dapat ditekan.
Dalam penanganan korban kekerasan terhadap perempuan dan
anak hendaknya dilakukan dengan sistem penatalaksaan terpadu. Yang
dimaksud dengan sistem penatalaksanaan terpadu adalah penanganan
korban kekerasan yang komprehensif dan holistik serta sesegera mungkin
dengan pendekatan kerjasama multi disiplin yang profesional dan
berspektif jender dan anak serta dapat bekerja sebagai tim sehingga
bermanfaat bagi korban.
Pelayanan terpadu diperlukan agar korban kekerasan memperoleh
kemudahan dalam menerima seluruh layanan yang diperlukan dari
petugas dengan berbagai keahlian dengan hanya mendatangi satu
tempat, sehingga korban tidak mendapatkan pertanyaan yang berulang-
ulang, efisiensi waktu dan korban terlindungi dari ancaman pelaku.
Polri sebagai salah satu institusi yang bertanggung jawab terhadap
penanganan masalah ini telah membentuk Pusat Pelayanan Terpadu
(PPT) disetiap Rumah Sakit Bhayangkara Kewilayahan dan Rumkit
Bhayangkara Tingkat I R Said Soekanto, dimana apabila ada korban
kekerasan terhadap perempuan dan anak cukup datang ke Rumah Sakit
dan mendapatkan seluruh pelayanan baik pelayanan medis, mediko
legal, psikososial maupun bantuan hukum.
1) Pengertian Jender
24
menimbulkan diskriminatif dan tidak timbul persoalan. Persoalan
timbul apabila terjadi sikap diskriminatif dan itulah pangkal terjadinya
kekerasan terhadap perempuan.
Untuk lebih jelasnya perbedaan seks dan jender dapat dilihat
pada tabel berikut :
SEKS JENDER
1. Tidak bisa berubah 1. Bisa berubah
2. Tidak bisa dipertukarkan 2. Bisa dipertukarkan
3. Berlaku sepanjang masa 3. Tergantung budayanya
4. Berlaku dimana saja 4. Tegantung perkembangan jaman
5. Ditentukan oleh Tuhan 5. Buatan manusia
6. Dialami oleh manusia suku 6. Berbeda antara satu suku
apa saja dengan suku lainnya
7. Dialami manusia agama apa 7. Berbeda antara satu kelas
saja dengan kelas lainnya
2) Pengertian Kekerasan
a) Kekerasan Terhadap Perempuan
Adalah setiap perbuatan berdasarkan pembedaan jenis kelamin
yang berakibat kesengsaraan dan penderitaan perempuan
secara fisik, seksual, psikologis termasuk ancaman tindakan
tertentu, pemaksaan atau perampasan kemerdekaan secara
sewenang-wenang baik yang terjadi di depan umum atau dalam
kehidupan pribadi ( Pasal 1 Deklarasi PBB tentang
Penghapusan Kekerasan terhadap Perempuan ) ;
25
ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau
perampasan kemerdekan secara melawan hukum dalam
lingkup rumah tangga ( pasal 1 Undang-undang Republik
Indonesia Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan
Kekerasan Dalam Rumah tangga) ;
26
berjenis kelamin yang sama dengan korban, yaitu seorang perempuan.
Penggunaan tenaga ahli yang berjenis kelamin perempuan bukan
dimaksudkan untuk memberlakukan diskriminasi, melainkan guna
mengantisipasi kenyataan bahwa perempuan dan anak korban kekerasan
lebih mudah berkomunikasi dan mudah terbuka kepada petugas yang
berjenis kelamin sama.
Para ahli atau petugas tidak perlu harus berjaga disana setiap saat,
tetapi yang penting adalah bahwa pada saat ada kasus mereka dapat
dihadirkan dalam waktu relatif cepat. Model ini disebut One Stop Crisis
Centre yang memberikan kemudahan bagi korban untuk hanya datang
kesatu tempat guna menerima seluruh layanan yang diperlukan.
27
KEKUATAN TANTANGAN
1. Korban
Layanan 1. Tidak selalu mudah
memperoleh
Korban terjangkau oleh korban yang
layanan terpadu
jauh dari tempat layanan
dalam waktu relatif
terpadu
singkat
2. In efisiensi layanan karena
2. Penanganan
Layanan terbentur birokrasi dalam
korban gawat
Korban penanganan korban
darurat lebih cepat
28
Bhayangkara dikewilayahan didasari oleh Surat Keputusan Kapolri No.
Pol. : Skep / 730 / X / 2003 tanggal 7 Oktober 2003.
2) Struktur Organisasi
Di dalam Rumah Sakit Bhayangkara sebagai pengendali
adalah Kepala Rumah Sakit, sedangkan di luar Rumah Sakit sebagai
pengendali adalah :
a) Kabiddokkes Polda ;
b) Dir Reskrim Polda.
29
(2) mengawasi pelaksanaan perawatan korban selama dalam
PPT ;
(3) membantu merencanakan dan menyusun kebutuhan
operasional PPT;
(4) mengevaluasi kegiatan PPT dan mengajukan saran pada
pimpinan.
b) Paur Medis:
melakukan koordinasi pelaksanaan pelayanan medis dan
medikolegal.
c) Paur Perawatan :
(1) melakukan koordinasi perawatan PPT ;
(2) melakukan pembagian tugas / jadwal perawat PPT.
d) Paur Administrasi:
(1) melakukan surat-menyurat dalam intern rumah sakit ;
(2) melakukan tata laksana dokumen, persiapan dan
penomoran surat ;
(3) melakukan tatalaksana rekam medis di PPT.
e) Paur Visum :
melakukan tatalaksana dokumen pengarsipan dan
penomoran Visum Et Repertum.
f) Dokter PPT:
(1) melakukan pemeriksaan, pengobatan dan perawatan
lanjutan terhadap korban ;
(2) melakukan pemeriksaan medikolegal meliputi
pengumpulan barang bukti pada korban dan pembuatan
VER ;
(3) melakukan pemeriksaan penunjang dan laboratorium
terhadap barang bukti ;
(4) membuat laporan kasus ;
(5) melakukan konsultasi kepada dokter ahli.
g) Dokter Konsulen:
(1) menjawab konsul yang diminta dokter PPT ;
(2) melakukan pemeriksaan / tindakan sesuai kondisi korban
di ruang pemeriksaan PPT.
30
h) Paramedik PPT:
(1) melakukan asuhan keperawatan dengan berwawasan
jender ;
(2) mendampingi dokter PPT / IGD pada saat melakukan
pemeriksaan korban ;
(3) melakukan pendampingan awal ;
(4) melakukan konseling awal.
4) Network / jejaring
Dalam melaksanakan tugasnya PPT bekerja sama dengan:
31
5) Tatalaksana prosedur umum
a) korban kekerasan perempuan dan anak datang ke RS
Bhayangkara dengan cara datang sendiri, diantar oleh
keluarga, atau UPPA atau LSM ;
32
i) bila kondisi psikologis/psikis korban sudah membaik petugas
serse dapat memberi penyuluhan tentang proses hukum yang
akan di jalani, permintaan VER bagi korban, pembuatan BAP
selama korban mendapat pendampingan hukum.
KORBAN
DENGAN/TANPA
PENGANTAR
IGD
PENANGANAN LUKA
DAN KEDARURATAN
RUANG
LAB PELAKSANAAN DOKTER
FORENSIK MEDIKOLEGAL PPT
PSIKIATER/ ICU
PSIKOLOGI/ RAWAT
RUANG PSIKOSOSIAL INAP
RUMAH
PERLIN PERAWATAN
DUNGAN PPT
RUANG
PENYIDIKAN
PULANG
33
praktisi hukum, klien (termasuk Polisi) apabila ada unsur dugaan tindakan
pidana dan pengadilan ;
34
BAB VII
35
2. Ruang Lingkup Odontologi Forensik
a. Non pengadilan
1) Identifikasi dari sisa/fragmen tubuh manusia yang ditemukan ;
2) Identifikasi orang hidup karena hilang ingatan ;
3) Identifikasi kecelakaan/bencana massal (mass disaster) untuk
kepentingan keluarga dan asuransi.
b. Pengadilan
1) identifikasi dengan sarana gigi geligi di dalam menentukan korban
atau pelaku tindak pidana pada orang yang hidup/mati ;
2) identifikasi bekas gigitan pada makanan tersangka atau korban
(Analisa bekas gigitan).
c. Penelitian
1) menentukan golongan darah korban ;
2) menentukan umur korban ;
3) menentukan ras korban ;
4) perkiraan jenis kelamin ;
5) kebiasaan-kebiasaan tertentu.
a. Manfaat
36
1) bentuk anatomi tiap gigi manusia yang khas menyebabkan ia mudah
dibedakan dari gigi makhluk lain dan letaknya di dalam mulut dapat
diketahui dengan pasti ;
6) pada gigi ada 5 permukaan klinis yang tampak ini berarti dari 32 gigi
ada 160 permukaan dengan variasi letak, tambalan dan sebagainya.
37
Dengan membandingkan data-data sisa tubuh korban dengan data-
data dari dokter gigi yang merawat korban semasa hidupnya kita dapat
mencari kepastian tentang identifikasi dari masing-masing sisa tubuh korban
yang masih ada. Dalam hal ini catatan-catatan yang dibuat oleh para dokter gigi
tentang pasiennya akan sangat membantu di dalam odontologi forensik.
Suatu keberuntungan yang diperoleh dari data-data gigi dibandingkan
sidik jari adalah setiap dokter gigi pada umumnya selalu membuat catatan
tentang perawatan gigi yang dilakukan terhadap pasiennya untuk kepentingan
perawatan. Data-data tersebut selalu dapat dicari kembali meskipun pasien
telah meninggal. Kendala yang dihadapi saat ini adalah bahwa belum adanya
suatu pusat yang terpadu untuk mengumpulkan data-data gigi penduduk,
kecuali Pusdokkes Polri dan kesehatan TNI yang telah menyimpan data-data
gigi anggotanya.
Data-data gigi korban semasa hidup dari dokter gigi yang merawatnya
berupa keterangan tertulis, catatan atau gambar dalam kartu perawatan gigi
atau keterangan dari pihak keluarga atau orang yang terdekat korban disebut
dengan data gigi Ante Mortem.
38
5. Peranan Odontologi Forensik Pada Olah TKP
a. Penanganan di TKP
39
Selain itu dapat pula diketahui jenis golongan darah pelaku yang
menggigit melalui pemeriksaan sisa air liur yang terdapat disekeliling
bekas gigitan dengan bantuan pemeriksaan serologis/pemeriksaan
DNA ;
3) Penemuan jenazah/kerangka
40
a) buat foto close up dengan menggunakan ukuran-ukuran dari
bekas gigitan pada sisa makanan tersebut ;
b) masukkan sisa makanan tersebut ke dalam kantung plastik
yang bersih dan kering, perhatikan agar tidak merusak bekas
gigitannya. Agar sisa makanan / buah-buahan tersebut tidak
tercemar saat dimasukkan ke dalam kantung plastik, maka
petugas harus menggunakan sarung tangan yang bersih.
Jangan membersihkan / mencuci makanan / buah-buahan
tersebut karena diperlukan untuk mencari sisa-sisa air liur yang
mungkin ada ;
c) kirimkan segera untuk dilakukan pemeriksaan kedokteran gigi
forensik.
2) Penemuan jenazah
a) Melakukan pemotretan
lakukan pemotretan letak korban di TKP. Pemotretan harus
dapat memberi gambaran yang jelas hubungan antara posisi
korban dengan benda-benda disekitarnya, meliputi:
41
bukti yang ditemukan harus dimasukkan ke dalam kantung
plastik yang bersih dan kering, kemudian ditutup dan diberi
label dan nomor sesuai dengan sketsa TKP ;
3) Penemuan kerangka
6. Rangkuman
42
BAB VIII
PERLUKAAN
1. Pengertian Perlukaan
a. Jenis kekerasan
Wujud luka menggambarkan persesuaian antara alat dengan
penyebabnya, misalnya benda tajam, runcing, permukaan kasar.
b. Arah kekerasan
Lokasi dan distribusi perlukaan di bagian belakang tubuh menunjukkan
bahwa arah kekerasan lebih mungkin dari belakang. Bentuk luka dan
saluran luka terutama pada luka tembak menunjukkan arah kekerasan
yang telah terjadi.
c. Jarak
Pada luka tembak, luka kelim yang terdapat pada tubuh korban
menunjukkan perkiraan dekat atau jauhnya jarak tembak.
d. Kebiasaan pelaku
Distribusi perlukaan yang lebih banyak didapatkan pada bagian kanan
korban dapat dicurigai bahwa pelakunya kidal.
e. Profesi / pekerjaan
Korban kekerasan asam keras dapat diduga bahwa pelaku mungkin
pekerjaannya adalah pedagang aki mobil.
f. Keadaan kejiwaan
Pelaku pada kasus dimana tubuh korban terpotong-potong mencerminkan
keadaan kejiwaan pelakunya, contoh kasus mayat terpotong menjadi 13
menunjukkan bermacam-macam kekerasan sering merupakan
perwujudan dendam, kejiwaan yang sadis pada pelaku.
g. Cara kematian
Pembunuhan, kecelakaan dan bunuh diri kadang-kadang dapat
diperkirakan dari pola perlukaan tubuh, mialnya luka iris pada pergelangan
tangan atau leher yang sejajar lebih berorientasi pada suatu bunuh diri.
Adanya beberapa luka sejajar dengan sebuah luka yang fatal disebut luka
43
percobaan (Tentative wounds). Dari informasi tersebut diatas dapat
dilakukan rekonstruksi yang mendekati kejadian sesungguhnya.
3. Jenis Kekerasan
Sesuai dengan jenis kekerasan penyebabnya perlukaan dapat dibagi
menjadi luka akibat :
a. Kekerasan mekanis
1) Kekerasan tumpul
a) Luka Memar : Pada tempat luka terlihat pembengkakan
berwarna kebiru-biruan, hal ini disebabkan karena pengumpulan
darah di bawah kulit akibat pecahnya pembuluh darah halus.
b) Luka Lecet : Hilangnya sebagian atau seluruh lapisan kulit ari
yang disebabkan karena terjadinya pergeseran dengan benda
tumpul pada permukaan tubuh, banyak pada kasus lalu lintas.
c) Luka Robek : Robekan pada kulit meliputi seluruh lapisan kulit,
dapat sampai ke otot bahkan sampai tulang, Merupakan luka
terbuka dengan tepi tidak rata, dinding dalam yang tidak teratur
dan kadang-kadang dijumpai jembatan jaringan yaitu serat-serat
jaringan yang masih utuh.
2) Kekerasan tajam
a) Luka Tusuk : Luka ini disebabkan benda tajam atau benda
runcing, yang mengenai tubuh dengan arah tegak lurus atau
kurang lebih tegak lurus. Luka tusuk merupakan luka terbuka
dengan dalam luka yang lebih besar daripada lebar luka, tepi
luka biasanya rata dengan sudut luka yang runcing pada sisi
tajam benda penyebab luka tusuk.
Luka tusuk memnpunyai sifat bahwa dalam luka menunjukan
ukuran minimal panjang senjata dan lebar luka menunjukan
ukuran maksimal lebar senjata.
b) Luka Iris : Diakibatkan benda tajam yang mengenai tubuh
dengan arah kurang lebih sejajarj dengan permukaan tubuh.
Panjang luka biasanya lebih besar daripada dalamnya luka. Akar
rambut pada tepi luka biasanya ikut terpotong dan tidak dijumpai
jembatan jaringan.
c) Luka Bacok : Semacam luka iris yang terjadi akibat benda tajam
yang lebih besar dengan mengerahkan tenaga yang lebih besar
pula.
44
c) Luka tembak jarang sangat dekat.
d) Luka tembak masuk tempel
e) Luka tembak keluar.
45
b) Pada perabaan luka akan teraba basah dan licin seperti kena
sabun.
Jarang menyebabkan kematian, biasanya karena kecelakaan
4. Rangkuman
a. Perlukaan terjadi bila kekuatan kekerasan melebihi ambang ketahanan
jaringan tubuh.
46
BAB IX
Adalah suatu kejahatan tanpa saksi, korbannya wanita dan anak – anak
bila korban hidup, dialah satu-satunya yang dapat memberikan keterangan
tentang apa yang telah terjadi terhadap dirinya, atau suatu perbuatan tanpa
persetujuan korban.
47
4) Pasal 287 KUHP
a) Barang siapa melakukan persetubuhan di luar perkawinan
dengan seorang perempuan yang diketahuinya atau patut
disangkanya bahwa umur orang perempuan itu belum cukup 15
tahun atau jika tidak nyata berapa umurnya bahwa orang
perempuan itu belum pantas untuk dikawinkan, dihukum
dengan hukuman penjara selama-lamanya 9 tahun
b) Penuntutan tidak dilakukan melainkan atas pengaduan kecuali
jika umur orang perempuan itu belum cukup 12 tahun atau jika
ada salah satu hal yang tersebut dalam pasal 291 dan pasal
294.
48
2. Abortus / Keguguran
a. Pembagian Abortus :
1) Abortus spontan : terjadi dengan sendirinya, tanpa usaha dari luar
2) Abortus Provocatus : terjadi karena diusahakan, misalnya :
a) Abortus Provocatus Medicinalis (menggunakan obat-obatan
dengan tujuan pengobatan).
b) Abortus Provocatus criminalis ( menggunakan obat-obatan /
alat-alat yang diusahakan tanpa alasan dan bertentangan
dengan Undang-Undang).
b. Dasar-dasar hukum
1) KUHP pasal 346
Perempuan dengan sengaja menyebabkan gugur atau mati
kandungannya atau menyuruh orang lain menyebabkan itu, dihukum
dengan hukuman penjara selama-lamanya 4 tahun.
49
5) KUHP pasal 299
a) Barang siapa dengan sengaja mengobati seorang perempuan
atau menyuruh seorang perempuan supaya diobati dengan
memberitahu atau menerbitkan pengharapan, bahwa oleh karena
pengobatan itu dapat gugur kandungannya, dihukum dengan
hukuman penjara selama-lamanya emapt tahun atau denda
sebanyak-banyaknya tiga ribu rupiah
b) Kalau yang bersalah berbuat karena mencari keuntungan, kalau
melakukan kejahatan itu dijadikan pekerjaan atau kebiasaan atau
kalau seorang dokter, bidan atau tukang membuat obat, hukuman
boleh ditambah sepertiganya.
b) Pasal 76
Aborsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 hanya dapat
dilakukan:
(1) sebelum kehamilan berumur 6 (enam) minggu dihitung dari hari
pertama haid terakhir, kecuali dalam hal kedaruratan medis;
(2) oleh tenaga kesehatan yang memiliki keterampilan dan
kewenangan yang memiliki sertifikat yang ditetapkan oleh
menteri;
(3) dengan persetujuan ibu hamil yang bersangkutan;
(4) dengan izin suami, kecuali korban perkosaan; dan
50
(5) penyedia layanan kesehatan yang memenuhi syarat yang
ditetapkan oleh Menteri.
c) Pasal 77
Pemerintah wajib melindungi dan mencegah perempuan dari aborsi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 ayat (2) dan ayat (3) yang
tidak bermutu, tidak aman, dan tidak bertanggung jawab serta
bertentangan dengan norma agama dan ketentuan peraturan
perundang-undangan
d) Pasal 194
Setiap orang yang dengan sengaja melakukan aborsi tidak sesuai
dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 ayat (2)
dipidana dengan pidana penjara paling lama 10
(sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp1.000.000.000,00
(satu miliar rupiah).
a. Pengertian
Adalah suatu tindak pidana pembunuhan anak dengan ketentuan :
1) Si pelaku harus ibu kandung anak tersebut
2) Alasan Psikologis (perbuatan yang tercela takut diketahui orang lain)
3) Anak tersebut dibunuh sesaat setelah dilahirkan (belum di rawat /
disusukan)
b. Dasar-dasar hukum
51
2) KUHP pasal 342
Seorang ibu yang untuk menjalankan keputusan yang diambilnya,
karena takut diketahui bahwa tidak lama lagi ia akan melahirkan anak,
pada waktu anak itu dilahirkan atau tidak berapa lama kemudian
dengan sengaja menghilangkan nyawa anak itu, karena bersalah
melakukan pembunuhan anak berencana, dihukum dengan hukuman
penjara selam-lamanya 9 tahun.
4. Rangkuman
52
BAB X
PENUTUP
Visum et Repertum adalah salah satu alat bukti yang sah di pengadilan yang
merupakan surat keterangan yang berisikan fakta dan pendapat dari dokter
forensik/dokter lainnya ;
otopsi bersifat mutlak dan tidak dapat ditolak oleh siapapun jika sekali diminta
oleh penyidik ;
Hal-hal yang harus diperhatikan di TKP, jangan melakukan perubahan,
penambahan, pengurangan, pengambilan terhadap korban mati di TKP.
Pemeriksaan di TKP hanya pemeriksaan seperlunya, pemeriksaan lebih detail
dan lengkap dilakukan di intalasi forensik RS Bhayangkara/RSUD/RS oleh
dokter forensik/dokter.
53
DAFTAR PUSTAKA
g. Buku Panduan Teknis Penatalaksanaan DVI Polri, Pusat Kedokteran dan Kesehatan Polri,
Jakarta, 2005.
h. Buku Pegangan Ilmu Kedokteran Forensik untuk Anggota Polri, revisi 5, Pusat
Kedokteran dan Kesehatan Polri, Jakarta, Juli 2009.
j. Panduan Teknis Pusat Pelayanan Terpadu (PPT), Pusat Kedokteran dan Kesehatan
Polri, Jakarta, Juli 2008.
54
m. Pedoman tentang Penatalaksanaan Disaster Victim Identification (DVI) Bagi Polri,
Edisi Revisi, Pusat Kedokteran dan Kesehatan Polri, Jakarta, Juni 2010.
55