Anda di halaman 1dari 75

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Program pembangunan ksehatan di Indonesia masih diprioritaskan pada
upaya peningkatan derajat kesehatan ibu dan anak. Program tersebut merujuk pada
tujuan dari Sustainanable Development Goals (SDG’s) yaitu menjamin kehidupan
yang sehat serta mendorong kesejahteraan bagi semua orang di segala usia ada 17
tujuan dengan 169 target SDGs. tujuan ke 3 merupakan sektor kesehatan terdapat 4
goals 19 target dan 31 indikator. Goals ke 3 fokus mengurangi angka kematian ibu
(AKI) hingga dibawah 70 per 100.000 kelahiran hidup (KH) dan mengakhiri angka
kematian bayi (AKB) 25 per 1.000 KH (Kemenkes RI, 2014).
Berdasarkan data kemenkes RI tahun 2013 Salah satu upaya untuk
menurunkan angka kematian bayi yaitu melalui program air susu ibu (ASI)
eksklusif. Pemerintah telah menetapkan peraturan pemerintah No 33 tahun 2012
tentang pemberian ASI eksklusif peraturan pemerintah tersebut menyatakan bahwa
setiap bayi harus mendapatkan ASI eksklusif yaitu ASI yang diberikan kepada bayi
sejak dilahirkan selama 6 (enam) bulan tanpa menambahkan dan atau mengganti
dengan makanan atau minuman lain kecuali obat, vitamin dan mineral (Pilaria &
Sopiatun, 2017).
Menurut laporan world Health Organization (WHO) tahun (2011)
menemukan bahwa pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan pertama sangat rendah
terutama di Afrika Tengah dan utara, Asia dan Amerikan Latin. Hal ini disebabkan
karena 46% ketidaklancaran ASI terjadi akibat perawatan payudara yang kurang
25% akibat frekuensi menyusui yang kurang dari 8x/hari, 14% akibat BBLR dan
5% akibat penyakit akut maupun kronis. Oleh karena itu WHO mengajukan agar
bayi diberikan ASI eksklusif selama 6 bulan pertama sebab terbukti bahwa
menyusui eksklusif selama 6 bulan menurunkan angka kematian dan kesakitan
bayi. Hal ini karena selain sebagai nutrisi yang ideal dengan komposisi yang tepat
serta disesuaikan dengan kebutuhan bayi ASI juga mengandung nutrisi khusus yang
diperlukan otak bayi agar tumbuh optimal. Data WHO (2016), cakupan ASI
eksklusif diseluruh dunia hanya sekitar 36% selama dunia hanya sekitar 36%
selama periode 2007-2014 (Wiyani & Istiqumah, 2019).

1
Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas, 2013) pemberian ASI
eksklusif pada bayi usia 0-1 bulan 48,7% pada usia 2-3 bulan menurun menjadi
42,2% dan semakin menurun seiring dengan meningkatnya usia bayi yaitu 36,6%
pada bayi berusia 4-5 bulan dan 30,2% pada bayi usia 6 bulan. Pada tahun 2009
pencapaian cekupan ASI eksklusif sebesar 34,3% dan menurun pada 2010 menjadi
33,6% BPS (Susenas, 2010). Sedangkan Hasil Riset kesehatan Dasar tahun 2013
jauh lebih rendah lagi yaitu 30,2% Angka tersebut masih jauh dari target cakupan
ASI nasional yaitu sebesar 80% (Suharti Buhari, 2018).
Cakupan ASI eksklusif di Sulawesi Selatan pada tahun 2015 sebesar 71,5%
sedangkan untuk wilayah kota Makassar cakupan pemberian ASI eksklusif pada
tahun 2012 sebesar 63,68% kemudian meningkat pada tahun 2013 sebesar 67,79%
akan tetapi mengalami penurunan sebesar 63,6% di tahun 2014. Sementara cakupan
pemberian ASI eksklusif di wilayah puskesmas mangasa pada tahun 2015 sebesar
70,05% kemudian meningkat di tahun 2016 sebesar 80% dan menurun pada tahun
2017 sebesar 76.30%. Jumlah tersebut belum memenuhi target pemberian ASI
eksklusif selama enam bulan yang ditetapkan secara nasional oleh pemerintah yaitu
80% bahkan harus mencapai 100% (Noer, 2019).
Air Susu Ibu (ASI) merupakan nutrisi alamiah terbaik bagi bayi karena
mengadung kebutuhan energi dan zat yang dibutuhkan selama enam bulan pertama
kehidupan bayi. Salah satu kandung dalam ASI yang dibutuhkan oleh bayi adalah
kolostrum dimana kolostrum mengandung banyak zat anti infeksi dan dapat
meningkatkan kekebalan tubuh sehingga bayi terlindungi dari berbagai penyakit
menyebabkan kematian bayi seperti diare, ISPA dan radang paru-paru. ASI akan
melindungi bayi terhadap infeksi dan ASI dapat merangsang pertumbuhan bayi.
Antibodi yang terkandung dalam air susu adalah imunoglobin A (Ig A). bersama
dengan berbagai sistem komplemen yang terdiri dari makrofag, limfosit, laktoferin,
laktoperisidase, lisozim, laktoglobulin dan interleukin sitokin.
Rendahnya cakupan ASI eksklusif di seluruh Indonesia tidak terlepas dari
beberapa faktor yang dapat mempengaruhi pengeluaran dan produksi kolostrum
atau ASI diantaranya dukungan psikologis perawatan payudara kondisi psikis ibu,
frekuensi bayi menyusui, status gizi. jenis alat kontrasepsi dan jenis persalinan
menurut penelitian Dian nur hadianti salah satu penyebab Penurunan produksi ASI

2
juga dialami oleh ibu yang melahirkan dengan operasi section caesaria (SC).
sehingga ibu mengalami kesulitan pada saat menyusui bayinya. Hal ini disebabkan
karena penggunaan obat-obatan yang digunakan pada saat operasi maupun setelah
operasi. Produksi ASI dan ejeksi ASI yang sedikit pada hari-hari pertama setelah
melahirkan menjadi kendala dalam pemberian ASI secara dini yang disebabkan
oleh kurangnya rangsangan hormon prolaktin dan oksitosin (Hadianti & Resmana,
2017).
Proses diproduksi ASI dimulai saat rangsangan oleh isapan mulut bayi pada
putting isapan tersebut merangsang kelenjar Pituitary Anterior untuk memproduksi
sejumlah prolaktin yaitu hormon yang membuat keluarnya air susu. Proses
pengeluaran air susu dapat merangsang kelenjar Pituitary Posterior untuk
menghasilkan hormon oksitosin yang dapat merangsang serabut otot halus di dalam
dinding saluran susu agar membiarkan susu dapat mengalir lancar selama periode
menyusui, produksi ASI sangat ditentukan oleh prinsip supplyand demand artinya
semakin sering payudara diisap dan dikosongkan maka akan semakin sering dan
semakin banyak ASI yang akan diproduksi. Namun hal ini, tidak berlaku pada 1-3
hari setelah kelahiran bayi pada saat tersebut produksi ASI lebih ditentukan oleh
kerja hormon prolaktin sehingga bayi perlu tetap sering menyusu untuk
mendapatkan kolostrum secara maksimal pada saat kolostrum berubah menjadi ASI
transisi (sekitar hari ke-2 atau ke -3) maka mulailah prinsip supply and demand
tersebut dan di masa-masa awal ini terkadang antara supply dan demand belum
selesai (Sutanto, 2012).
Hasil penelitian yang dilakukan oleh (Rusdiati, 2013) yang meneliti tentang
pengaruh pijat oksitosin pada ibu nifas terhadap pengeluaran ASI di Kabupaten
Jember mendapatkan bahwa ada pengaruh pijat oksitosin terhadap pengeluaran ASI
pada ibu nifas. Hasil penelitian menunjukkan rata-rata pengeluaran ASI pada ibu
nifas yang tidak dilakukan pijat oksitosin sebesar 4,61 menit dan rata-rata
pengeluaran ASI pada ibu nifas yang dilakukan pijat oksitosin sebesar 11,78 menit.
Hal ini juga ditunjukkan oleh hasil penelitian (Endah, 2011). Lantas pengaruh pijat
oksitosin terhadap pengeluaran kolostrum pada ibu postpartum di ruang kebidanan
rumah sakit Muhammadiyah Bandung menunjukkan waktu pengeluaran kolostrum

3
kelompok perakuan rata-rata 5,8 jam sedangkan lama waktu kelompok kontrol 5,89
jam (Mera Delima, Arni, & Rosya, 2017).
Faktor yang mempengaruhi produksi ASI pada ibu postpartum meliputi
beberapa aspek yaitu kurang atau salah informasi puting susu datar, terbenam,
putting susu nyeri, putting susu lecet, payudara bengkak, mastitis atau abses
payudara. sindrom ASI kurang dan proses persalinan section caesaria (SC) hasil
wawancara peneliti terhadap petugas kesehatan di RSIA Masyita kota Makassar
diperoleh data bahwa terdapat 30% ibu postpartum yang ASInya tidak lancar keluar
maka dianjurkan suatu terapi yaitu pijat oksitosin. Pijat oksitosin ini dilakukan
untuk merangsang refleks oksitosin atau refleks let down. Pijat oksitosin ini
dilakukan dengan cara memijat pada daerah punggung sepanjang kedua sisi tulang
belakang sehingga diharapkan dengan dilakukan pemijatan ini ibu akan merasa
rileks dan kelelahan setelah melahirkan akan hilang jika ibu rileks dan tidak
kelelahan setelah melahirkan dapat membantu merangsang pengeluaran hormon
oksitosin.
Pijat oksitosin ini dilakukan untuk merangsang refleks atau refleks let down.
Pijat oksitosin ini dilakukan dengan cara memijat pada daerah punggung tepatnya
pada tulang servikal ke-7 hingga sepanjang kedua sisi tulang belakang sehingga
akan merangsang saraf yang bertanggung jawab terhadap payudara yang berasal
dari tulang belakang bagian atas antara tulang belikat mengirimkan sinyal ke
hypofise posterior untuk melepaskan hormon oksitosin (Juliastuti & Sulastri, 2018).
Berdasarkan data Pencapaian ASI Eksklusif di Kota Makassar pada tahun
2017 adalah 76.3 Persen dengan target sebanyak 80 persen. Prasurvey yang
dilakukan di RSIA Masyita Makassar terdapat 941 persalinan normal dimana
terdapat 224 bayi yang melakukan IMD dan yang tidak melakukan IMD 717 bayi.
Jumlah ibu postpartum pada tahun 2017 sebanyak 1.288 orang pada tahun 2018
sebanyak 1.174 orang dan Januari – April 2019 jumlah ibu postpartum sebanyak
409 orang.
Berdasarkan uraian di atas peneliti tertarik melakukan penelitian pengalaman
ibu postpartum yang menjalani Pijat Oksitoksin Terhadap Kelancaran ASI Di
RSIA Masyita Makassar Tahun 2019.

4
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka penulis merumuskan masalah,
penelitian ini adalah bagaimanakah “Bagaimana pengalaman ibu postpartum yang
menjalani Pijat Oksitoksin Terhadap Kelancaran ASI Di RSIA Masyita Makassar
Tahun 2019”?

1.3 Tujuan Penelitian


Mengeksplorasi pengalaman ibu postpartum yang menjalani Pijat Oksitoksin
Terhadap Kelancaran ASI Di RSIA Masyita Makassar Tahun 2019.

1.4 Manfaat Penelitian


a. Manfaat Ilmiah
Sebagai acuan pustaka dan dapat menjadi bahan bacaan dan rujukan untuk
penelitian-penelitian selanjutnya mengenai Pengalaman Pijat Oksitoksin
Terhadap Kelancaran ASI Pada Ibu Postpartum Di RSIA Masyita Makassar
Tahun 2019.
b. Manfaat Institusional
Sebagai bahan masukan untuk perkembangan pengetahuan dalam bidang
keperawatan yang berkaitan dengan Pengalaman Pijat Oksitoksin Terhadap
Kelancaran ASI Pada Ibu Postpartum Di RSIA Masyita Makassar Tahun 2019.
c. Manfaat Bagi Peneliti
Bagi peneliti merupakan pengalaman berharga dalam memperluas
wawasan dan pengetahuan Pengalaman Pijat Oksitoksin Terhadap Kelancaran
ASI Pada Ibu Di RSIA Masyita Makassar Tahun 2019.

5
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Umum Tentang ASI Eksklusif


A. Pengertian ASI Eksklusif
Air susu ibu (ASI) adalah suatu emulsi lemak dalam larutan protein,
laktosa, dan garam-garam organik yang disekresi oleh kedua kelenjar payudara
ibu yang berguna sebagai makanan utama bagi bayi eksklusif adalah terpisah
dari yang lain atau disebut khusus (Haryono & Setianingsih, 2014).
ASI eksklusif adalah pemberian ASI saja tanpa tambahan makanan dan
minuman lain selama umur 0-6 bulan. Bayi harus diberi kesempatan menyusu
tanpa dibatasi frekuensi dan durasinya. Menyusui secara eksklusif selama 6
bulan dan meneruskan untuk menyusui hingga 2 tahun akan berkontribusi
memberikan makanan sehat dengan kualitas energi serta gizi yang baik bagi
anak sehingga membantu memerangi kelaparan dan kurangi gizi (Asih &
Risneni, 2016).
Kolostrum adalah cairan berwarna kuning kental dan mengandung zat
kekebalan tubuh (antibodi). Biasanya, kolostrum sudah diproduksi pada tahap
akhir kehamilan sehingga sudah ada segera setelah melahirkan sampai hari ke-7
kelahiran. Sebagai cairan dari ASI yang pertama kali keluar jumlah kolostrum
memang sedikit namun sesuai dengan kebutuhan bayi yang baru lahir. Karena
jumlahnya terbatas penting untuk langsung menyusui bayi dapat juga
mendorong produksi ASI sehingga kolostrum yang diserap bayi semakin banyak
(Adiningrum, 2014).
B. Anatomi Payudara
Payudara (mammae) adalah kelenjar yang terletak dibawah kulit diatas
otot dada. Fungsi dari payudara adalah memproduksi susu untuk mutrisi bayi.
Manusia mempunyai sepasang kelenjar payudara yang beratnya kurang lebih
200 gram saat hamil 600 gram dan saat menyusui 800 gram. Pada payudara
terdapat tiga bagian utama, yaitu :
1. Korpus (badan), yaitu bagian yang membesar.
2. Areola, yaitu bagian yang kehitaman di tengah.

6
3. Papilla atau putting, yaitu bagian yang menonjol di puncak payudara
(Maritalia, 2014).
C. Macam-Macam ASI
1. Kolostrum
Merupakan cairan yang pertama kali keluar, berwarna kekuning-kuningan.
Banyak mengandung protein dan antibodi (kekebalan tubuh).
2. Air susu masa peralihan
Merupakan ASI peralihan dari kolostrum menjadi ASI matur. Terjadi pada
hari 4-10 berisi karbohidrat dan lemak serta volume ASI meningkat.
3. Air susu matur
Merupakan cairan yang berwarna putih kekuningan, mengundang semua
nutrisi terjadi pada hari ke 10 sampai seterusnya (Haryono & Setianingsih,
2014).
D. Proses Laktasi
Manajemen laktasi merupakan segala daya upaya yang dilakukan untuk
membantu ibu mencapai keberhasilan dalam menyusui bayinya. Laktasi atau
menyusui mempunyai dua pengertian, yaitu produksi ASI (refleks prolaktin) dan
mengeluarkan ASI oleh oksitosin (refleks aliran atau let down reflect).
1. Produksi ASI (Refleks prolaktin)
Pembentukan payudara dimulai sejak embrio berusia 18-19 minggu
dipengaruhi oleh hormon pertumbuhan (glowth hormone). Seiring dengan
usia wanita yang mulai memasuki pubertas (usia 9 hingga 12 tahun), maka
sel-sel payudara akan dipicu untuk berproliferasi lenih pesat (contohnya:
maturasi alveolus) oleh hormon-hormon estrogen dan progesteron. Produksi
ASI dan payudara yang membesar selain disebabkan oleh hormon prolaktin
juga disebabkan oleh Human Chorionic Somatomammotropin (HCS) atau
Human Placental Lactogen (HPL), yaitu hormon peptide yang dikeluarkan
oleh plasenta.
2. Pengeluaran ASI (oksitosin) atau refleks aliran (let down refleks)
Pengeluaran ASI (oksitosin) adalah refleks aliran yang timbul akibat
perangsangan puting susu dikarenakan hisapan bayi. Pengeluaran oksotosin
selain dipengaruhi oleh hisapan bayi juga oleh reseptor yang terletak pada

7
duktus laktiferus. Bila duktus laktifelus melebar, maka secara reflektoris
oksitosin di keluarkan oleh hipofisis
a. Faktor-faktor peningkatan let down reflect :
1) Melihat bayi.
2) Mendengarkan suara bayi.
3) Mencium bayi.
4) Memikirkan untuk menyusui bayi.
b. Faktor-faktor penghambat let down reflect :
1) Stress, seperti keadaan bingun atau pikiran kacau.
2) Takut atau cemas (Sutanto, 2018).
E. Masalah dalam Pemberian ASI
Menyusui merupakan tugas seorang ibu setelah tugas melahirkan bayi
berhasil dilaluinya. Menyusui dapat merupakan pengalaman yang
menyenangkan atau dapat menjadi pengalaman yang tidak nyaman bagi ibu dan
bayi. Beberapa keadaan berikut ini dapat menjadi pengalaman yang tidak
menyenangkan bagi ibu selama masa menyusui
1. Puting susu lecet
Puting susu lecet dapat disebabkan trauma pada puting susu saat
menyusui. Selain itu dapat pula terjadi retak dan pembentukan celah-celah
retakan pada puting susu sebenarnya bisa sembuh sendiri dalam waktu 48
jam.
a. Penyebab:
1) Teknik menyusui yang tidak benar.
2) Puting susu terpapar oleh sabun, krim, alkohol ataupun zat iritan lain
saat ibu membersihkan puting susu.
3) Moniliasis pada mulut bayi yang menular pada puting susu ibu.
4) Bayi dengan tali lidah pendek (Frenulum lingue).
5) Cara menghentikan menyusui yang kurang tepat.
b. Penatalaksanaan
1) Cari penyebab puting susu lecet.
2) Bayi disusukan lebih dulu pada puting susu yang normal atau lecetnya
sedikit.

8
3) Tidak menggunakan sabun, krim, alkohol ataupun zat iritasi lain saat
membersihkan payudara.
4) Menyusui lebih sering (8-12 kali dalam 24 jam).
5) Posisi menyusui harus benar, bayi menyusui sampai ke kalang payudara
dan susukan secara bergantian diantaranya kedua payudara.
2. Payudara bengkak
Payudara bengkak disebabkan karena menyusui yang tidak kontinyu,
sehingga sisa ASI terkumpul pada daerah duktus hal ini dapat terjadi pada
hari ke tiga setelah melahirkan. Selain itu, penggunaan bra yang ketat serta
keadaan puting susu yang tidak bersih dapat menyebabkan sumbatan pada
dustuk.
a. Gejala:
Perlu dibedakan antara payudara bengkak dengan payudara penuh
Pada payudara bengkak: payudara edema, sakit, puting susu kencang, kulit
mengkilat walau tidak merah dan ASI tidak keluar kemudian badan
menjadi demam setelah 24 jam. Sedangkan pada payudara penuh:
payudara terasa berat, panas dan keras. Bila ASI dikeluarkan tidak terjadi
demam pada ibu.
b. Pencegahan:
1) Menyusui bayi segera setelah lahir dengan posisi dan perlekatan yang
benar.
2) Menyusui bayi tanpa jadwal (on demand).
3) Keluarkan ASI dengan tangan/pompa bila produksi melebihi kebutuhan
bayi.
c. Penatalaksanaan:
1) Keluarkan sedikit ASI sebelum agar payudara lebih lembek, sehingga
lebih mudah memasukkannya ke dalam mulut bayi.
2) Bila bayi belum dapat menyusu, ASI dikeluarkan dengan tangan atau
pompa dan diberikan pada bayi dengan canfjir/sendek tetap
mengeluarkan ASI sesering yang diperlukan sampai bendungan teratasi.

9
3. Saluran susu tersumbat
Penyebab tersumbatnya saluran susu pada payudara adalah:
a. Air susu mengental hingga menyumbat lemen saluran. Hal ini terjadi
sebagai akibat air susu jarang dikeluarkan.
b. Adanya penekanan saluran air susu dari luar.
c. Pemakaian bra yang terlalu ketat.
Gejala yang timbul pada ibu yang mengalami tersumbatnya saluran
susu pada payudara adalah: pada payudara terlihat jelas dan lunak pada
perabaan (pada wanita kurus) pada payudara tersumbat terasa nyeri dan
bengkak.
a. Penanganan:
1) Payudara dikompres dengan air hangat dan air dingin secara bergantian,
setelah itu bayi disusui.
2) Lakukan masase pada payudara untuk mengurangi nyeri dan bengkak.
3) Susu bayi sesering mungkin.
4) Bayi disusui mulai dengan payudara yang salurannya tersumbat.
4. Mastitis
Mastitis adalah peradangan pada payudara. Mastitis ini dapat terjadi
kapan saja sepanjang periode menyusui tapi paling sering terjadi antara hari
ke-10 dan hari ke-28 setelah kelahiran.
a. Penyebab:
1) Payudara bengkak karena menyusui yang jarang/tidak adekuat.
2) Bra yang terlalu ketat.
3) Puting susu lecet yang menyebabkan infeksi.
4) Asupan gizi kurang, istirahat tidak cukup dan terjadi anemia.
b. Gejala:
1) Bengkak dan nyeri.
2) Payudara tampak merah pada keseluruhan atau di tempat tertentu.
3) Payudara terasa keras dan berbenjol-benjol.
4) Ada demam dan rasa sakit umum.
c. Penanganan:
1) Payudara dikompres dengan air hangat.

10
2) Untuk mengurangi rasa sakit dapat diberikan pengobatan analgetika.
3) Untuk mengatasi infeksi diberikan antibiotika.
5. Abses payudara
Abses payudara berbeda dengan mastitis. Abses payudara terjadi
apabila mastits tidak tertangani dengan baik, sehingga memperberat infeksi.
a. Gejala:
1) Sakit pada payudara ibu tampak lebih parah.
2) Payudara lebih mengkilap dan berwarna merah.
3) Benjolan terasa lunak karena berisi nanah.
b. Penanganan:
1) Teknik menyusui yang benar.
2) Kompres payudara dengan air hangat dan air dingin secara bergantian.
3) Mulailah menyusui pada payudara yang sehat (Maritalia, 2014).
F. Pengaruh Hormonal
Mulai dari bulan ketiga kehamilan, tubuh wanita memproduksi hormon
yang menstimulasi munculnya ASI dalam sistem payudara:
1. Progesterone : mempengaruhi pertumbuhan dan ukuran alveoli.
2. Estrogen : menstimulasi sistem saluran ASI untuk membesar.
3. Prolaktin : berpelan dalam membesarkan alveoli dalam kehamilan.
4. Oksitosin : mengencangkan otot halus dalam rahim pada saat melahirkan dan
setelahnya, seperti halnya juga dalam orgasme (Mansyur & Dahlan, 2014).
G. Manfaat Pemberian ASI
Berikut ini adalah manfaat yang di dapatkan dengan menyusui bagi bayi,
ibu, keluarga dan Negara.
1. Manfaat bagi bayi
a. Komposisi sesuai kebutuhan.
b. Kalori dari ASI memenuhi kebutuhan bayi sampai usia 6 bulan.
c. ASI mengandung zat pelindung.
d. Perkembangan psikomotorik lebih cepat.
e. Menunjang perkembangan kognitif.
f. Menunjang perkembangan pengelihatan.
g. Memperkuat ikatan batin antara ibu dan anak.

11
h. Dasar untuk perkembangan emosi yang hangat.
i. Dasar untuk perkembangan kepribadian yang percaya diri.
2. Manfaat bagi ibu
a. Mencegah perdarahan paska persalinan dan mempercepat kembalinya
rahim ke bentuk semula.
b. Mencegah anemia defisiensi zat besi.
c. Mempercepat ibu kembali ke berat badan sebelum hamil.
d. Menunda kesuburan.
e. Menimbulkan persalinan dibutuhkan.
f. Mengurangi kemungkinan kanker payudara dan ovarium.
3. Manfaat bagi keluarga
a. Mudah dalam proses pemberiannya.
b. Mengurangi biaya rumah tangga.
c. Bayi yang mendapat ASI jarang sakit, sehingga dapat menghemat biaya
untuk berobat.
4. Manfaat bagi Negara
1) Penghematan untuk subsidi anak sakit dan pemakaian obat-obatan.
2) Penghematan devisa dalam hal pembelian susu formula dan perlengkapan
menyusui.
3) Mengurangi polusi.
4) Mendapatkan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas (Asih &
Risneni, 2016).
H. Kandungan ASI
ASI merupakan cairan nutrisi yang unik, spesifik dan kompleks dengan
komponen imunologis dan komponen pemacu pertumbuhan. Komponen yang
terkandung dalam ASI antara lain:
1. Protein
Protein adalah bahan baku untuk tumbuh, kualitas protein sangat
penting selama tahun pertama kehidupan bayi, karena pada saat ini
pertumbuhan bayi paling cepat.

12
2. Lemak
Lemak ASI adalah komponen yang dapat berubah-ubah kadarnya.
Kadar lemak bervariasi disesuaikan dengan kebutuhan kalori untuk bayi yang
sedang tumbuh.
3. Karbohidrat
Laktosa merupakan komponen utama karbohidrat dalam ASI.
kandungan laktosa dalam ASI lebih banyak dibandingkan dengan susu sapi.
4. Mineral
ASI mengandung mineral yang lengkap walaupun kadarnya relatif
rendah tetapi cukup untuk bayi sampai umur 6 buan.
5. Vitamin
Vitamin dalam ASI dapat dikatakan lengkap vitamin A,D dan C cukup
sedangkan golongan vitamin B kurang.
6. Berat badan lahir
Ada hubungan berat lahir bayi dengan volume ASI. Hal ini berkaitan
dengan kekuatan untuk mengisap, frekuensi, dan lama penyusun dibanding
bayi yang lebih besar.
7. Perawatan payudara
Perawatan payudara yang dimulai dari kehamilan bulan ke 7-8
memegang peranan penting dalam menyusui bayi.
8. Jenis persalinan
Pada persalinan normal proses menyusui dapat segera dilakukan setelah
bayi lahir (Haryono & Setianingsih, 2014).
b.2 Tinjauan Pustaka Tentang Ibu Postpartum
A. Pengertian Ibu Postpartum
Perawatan payudara postpartum adalah perawatan payudara setelah
melahirkan (Maryunani, 2015).
Pengertian Masa nifas adalah masa pulih kembali mulai dari persalinan
selesai sampai alat-alat kandungan kembali seperti sebelum hamil. Nifas
(peurperium) berasal dari bahasa latin. Peurperium berasal dari dua suku kata
yakni peur dan parous, peur berarti bayi dan parous berarti melahirkan. Jadi
dapat disimpulkan bahwa peurperium merupakan masa setelah melahirkan.

13
Peurperium atau nifas juga dapat diartikan sebagai masa postpartum atau masa
sejak bayi dilahirkan dan plasenta keluar lepas dari rahim sampai 6 minggu
berikutnya disertai pulihnya kembali organ-organ yang berkaitan dengan
kandungan yang mengalami perubahan seperti perlukaan dan lain sebagainya
yang berkaitan saat melahirkan (Asih & Risneni, 2016).
Masa postpartum merupakan masa yang cukup penting bagi tenaga
kesehatan untuk selalu melakukan pemantauan karena pelaksanaan yang kurang
maksimal dapat menyebabkan ibu mengalami berbagai masalah, bahkan dapat
berlanjut pada komplikasi masa nifas (Sulistywati, 2015).
Pada masa postpartum, terjadi banyak perubahan pada tubuh sang ibu,
misalnya rahim yang tadinya membesar karena pertumbuhan janin, mulai
kembali ke ukuran sebelum hamil. Selain itu, janin lahir yang tadinya melebar
karena dilewati oleh bayi pada proses persalinan kini mulai mengecil dan
kembali seperti sebelum hamil dinding perut yang tadinya longgar kini
mengencang kembali dan payudara semakin membesar karena adanya produksi
ASI.
B. Tujuan asuhan masa nifas
1. Menjaga kesehatan ibu dan bayinya baik fisik maupun psikologi.
2. Melaksanakan skrining yang komprehensif mendeteksi masalah secara dini.
Mengobati atau merujuk bila terjadi komplikasi baik pada ibu maupun
bayinya.
3. Memberikan pendidikan kesehatan pada ibu yang berkaitan dengan
perawatan, kesehatan diri, nutrisi, KB, menyusui pemberian imunisasi pada
bayi, dan perawatan bayi sehat.
4. Memberikan pelayanan KB.
5. Memberikan kesehatan emosional pada ibu (Lockhart & Saputra, 2014).
C. Dukungan bidan dalam pemberian ASI
1. Biarkan bayi bersama ibunya segera sesudah dilahirkan selama beberapa jam
pertama.
a. Membina hubungan/ikatan disamping bagi pemberian ASI.
b. Memberikan rasa hangat dengan membaringkan dan menempelkan pada
kulit ibunya dan menyelimutinya.

14
2. Ajarkan cara merawat payudara yang sehat pada ibu untuk mencegah masalah
umum yang timbul.
3. Bantu ibu pada waktu pertama kali menyusui segera susui bayi maksimal
setelah jam pertama setelah persalinan.
a. Berbaring miring, ini merupakan posisi yang amat baik untuk pemberian
ASI yang pertama kali atau nila ibu merasa lelah atau nyeri.
b. Duduk, penting untuk memberikan topangan atau sandaran pada punggung
ibu dalam posisinya tegak lurus (90 derajat) terhadap pangkuannya.
4. Bayi harus ditempatkan dekat dengan ibunya dikamar yang sama (rawat
gabung/roming ini)
a. Agar ibu dapat menyusui bayinya sedini mungkin, kapan saja dan dimana
saja dan dapat menunjukkan tanda-tanda yang menunjukkan bayi lapar.
b. Ibu dapat melihat dan memahami cara perawatan bayi secara benar yang
dilakukan oleh bidan, serta mempunyai bekal keterampilan merawat bayi
setelah ibu pulang kerumahnya.
c. Dapat melibatkan suami/keluarga klien secara aktif untuk membantu ibu
dalam menyusui dan merawat bayinya.
5. Memberikan ASI pada bayi sesering mungkin, menyusui bayi secara tidak
dijadwalkan (on demand), karena bayi akan menentukan sendiri
kebutuhannya bagi ibu menyusui yang bekerja
a. Susui bayi sesering mungkin selama ibu cuti bekerja, minimal 2 jam
sekali.
b. Susuilah bayi sebelum berangkat kerja dan segera setelah ibu tiba dirumah
terutama pada malam hari dan selama libur dirumah.
c. Selama ditempat kerja, ASI harus dikeluarkan lalu dimasukkan kedalam
tempat (wadah) yang bersih dan tertutup kemudian disimpan dalam lemari
es atau termos es.
d. Ibu harus cukup istirahat dan banyak minum dan makan-makanan yang
bergizi agar ASI lancar.
e. Hanya berikan kolostrum dan ASI saja, ASI dan kolostrum adalah
makanan terbaik bagi bayi.

15
f. Hindari susu botol dan “dot empeng” secara psikologis bayi yang disusui
oleh ibunya sejak dini sudah terlatih bahwa untuk mendapatkan sesuatu
harus ada usaha yang dilakukan semakin kuat usaha yang dilaksanakan
maka semakin banyak yang diperoleh (Ambarwati & Wulandari, 2010)
D. Cara Pijat Payudara
1. Bersihkan payudara dengan air hangat.
2. Pijat payudara dengan menggunakan minyak (Virgin Coconutoil-VCO,
minyak zaitun atau baby oil).
3. Pijat payudara selama beberapa menit dari arah pangkal (atas) payudara
menuju puting (bawah) dengan gerakan memutar pada satu area payudara,.
Lakukan hal yang sama pada area payudara yang lain.
4. Pijat bagian atas dan bawah payudara dari arah pangkal kearah puting
kemudian lanjutkan gerakan yang sama pada bagian samping payudara dari
dada kearah puting (Adiningrum, 2014)
b.3 Tinjauan Pustaka Tentang Pijat Oksitosin
A. Pengertian Pijat Oksitosin
Pijat oksitosin merupakan salah satu solusi untuk mengatasi
ketidaklancaran produksi ASI. Pijat oksitosin dilakukan dengan cara memijat
pada daerah punggung sepanjang kedua sisi tulang belakang sehingga
diharapkan dengan pemijatan ini ibu akan merasa rileks dan kelelahan setelah
melahirkan akan hilang. Jika ibu merasa nyaman, santai, dan tidak kelelahan
dapat membantu merangsang pengeluaran hormon oksitosin dan ASI pun cepat
keluar (Pilaria, 2018).
B. Hal-hal yang mempengaruhi produksi ASI
Pada ibu yang normal dapat menghasilkan ASI kira-kira 550-1000 ml
setiap hari jumlah ASI tersebut dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor sebagai
berikut.
1. Makanan
Produksi ASI sangat dipengaruhi oleh makanan yang dimakan ibu
apabila makanan ibu secara teratur dan cukup mengandung gizi yang
diperlukan akan mempengaruhi produksi ASI karena kelenjar pembuat ASI
tidak dapat bekerja dengan sempurna tanpa makanan yang cukup.

16
2. Ketenangan jiwa dan fikiran
Produksi ASI sangat dipengaruhi oleh faktor kejiwaan ibu yang selalu
dalam keadaan tertekan, sedih, kurang percaya diri dan berbagai bentuk
ketegangan emosional akan menurunkan volume ASI bahkan tidak akan
terjadi produksi ASI. Untuk memproduksi ASI yang baik harus dalam
keadaan tenang.
3. Penggunaan alat kontrasepsi
Pada ibu yang menyusui bayinya penggunaan alat kontrasepsi
hendaknya diperhatikan karena pemakaian kontrasepsi yang tidak tepat dapat
mempengaruhi produksi ASI.
4. Perawatan payudara
Dengan merangsang buah dada akan mempengaruhi hyposise untuk
mengeluarkan hormon progesterone dan estrogen lebih banyak lagi dan
hormon oksitosin.
5. Fisiologi
Terbentuknya ASI dipengaruhi hormon terutama prolaktin ini
merupakan hormon laktogenik yang menentukan dalam hal pengadaan dan
mempertahankan sekresi air susu.
6. Faktor istirahat
Bila kurang istirahat akan mengalami kelemahan dalam menjalankan
fungsinya dengan demikian pembentukan dan pengeluaran ASI berkurang.
7. Faktor isapan anak
Bila ibu menyusui anak segera jarang dan berlangsung sebentar maka
hisapan anak berkurang dengan demikian pengeluaran ASI berkurang.
8. Faktor obat-obatan
Diperkirakan obat-obatan yang mengandung hormon mempengaruhi
hormon prolaktin dan oksitosin yang berfungsi dalam pembentukan dan
pengeluaran ASI (Ambarwati & Wulandari, 2010).

17
b.4 Kerangka Teori

Asuhan masa nipas


Ibu Postpartum
Dukungan keluarga dengan
pemberian ASI

Faktor yang mempengaruhi


ketidaklancaran ASI
Anastesi (Persalinan SC)
Saluran susu tersumbat Ketidaklancaran produksi ASI
Mastitis
Payudara bengkak
Pengaruh hormonal

Faktor yang mempengaruhi


pelaksanaan pijat oksitoksin
(WBW,2007,hlm.39): Pijat Oksitoksin
Produksi ASI (hormon
prolaktin)
Pengeluaran ASI (Hormon
oksitosin)

Faktor yang mempengaruhi


Pengeluaran ASI
jumlah (Dewi,2011 hlm.41)
Makanan
Umur
Ketenangan jiwa dan pikiran
Penggunaan alat kontrasepsi
Perawatan payudara Lancar (ASI Cukup lancar (ASI Kurang lancar
Faktor aktivitas/istirahat memancarkantanpt keluar memancar (ASI keluar
Pekerjaan anpa memencet saat areola kurng lancar
Faktor isapan bayi payudara) dipencet) meski areola)

Kebutuhan bayi tidak


Kebutuhan gizi bayi terpenuhi terpenuhi
Bayi puas Kenaikan BB bayi tidak
Kenaikan BB bayi normal normal
Bayi tertidur/tenang 3-4 jam Bayi tidak tidur dengan
tenang.

Sumber: (WBW 2007 hlm 39), (Dewi, 2011 hlm.41), (Maritalia, 2014), (Lockhart &
saputra, 2014), (Ambarwati & Wulandari, 2010).

18
BAB III
METODE PENELITIAN

4.1 Desain Penelitian


Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kualitatif yang bermaksud untuk
mengkaji perspektif dengan strategi-strategi yang bersifat interaktif dan fleksibel
(Rahmat, 2012). Penelitian ini menggunakan pendekatan Fenomenologi untuk
memahami makna dari suatu peristiwa dan saling pengaruhnya dengan manusia
dalam situasi tertentu, berdasarkan pengalaman subyektif atau pengalaman
fenomenologikal (Afiyanti & Rachmawati, 2014). Dalam penelitian ini peneliti
ingin menggali atau mengeksplorasi tentang pengalaman ibu postpartum khususnya
ibu yang melakukan pijat oksitosin.
4.2 Tempat dan Waktu Penelitian
a. Tempat peneliti
Penelitian dilakukan di RSIA Masyita Makassar.
b. Waktu peneliti
Peneliti ini dilakukan pada bulan juni-juli 2019.
4.3 Populasi dan Sampel penelitian
a. Populasi dalam penelitian ini adalah ibu yang menjalani pijat oksitosin. Jumlah
populasi pada bulan April 103 orang.
b. Sampel dalam
Teknik sampling yang digunakan pada penelitian ini adalah purposive sampling
merupakan teknik pengambilan sampel yang berdasarkan dengan pertimbangan
tertenti (Sugiono, 2014). Sampel pada penelitian ini berjumlah 11 partisipan
dengan memenuhi kriteria inklusi sebagai berikut:
1. Kriteria Inklusi
Kriteria inklusi adalah karasteristik umum subjek penelitian dari suatu
populasi target yang terjangkau dan akan diteliti (Nursalam, 2017). Adapun
kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
a) Ibu postpartum yang mengalami hambatan dalam kelancaran ASI dan
menjalani pijat oksitoksin.
b) Ibu postpartum yang menjalani pijat oksitoksin dan bersedia menjadi
responden.

19
c) Ibu postpartum yang menjalani pijat oksitoksin dan mampu
berkomunikasi.
2. Kriteria Eklusi
Kriteria ekslusi adalah menghilangkan/mengeluarkan subjek yang memenuhi kriteria
inklusi dari studi karena berbagai sebab (Nursalam, 2017). Adapun kriteria ekslusi
dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
a) Ibu postpartum yang tidak hadir dalam penelitian .
b) Ibu postpartum yang tidak bersedia menjadi responden.
c) Ibu postpartum yang tidak menjalani pijat oksitosin.
d) Ibu postpartum yang tidak mengalami ketidaklancaran ASI selama 1-3 hari.
4.4 Keabsahan Data
Konsep validitas pada penelitian kualitatif temuan atau data dapat dinyatakan
valid atau reliable apabila tidak ada perbedaan antara yang dilaporkan peneliti
dengan apa yang sesungguhnya terjadi pada obyek yang diteliti (Afiyanti &
Rachmawati, 2014).
a. Derajat Kepercayaan (Kredibilitas)
Pada tahap ini peneliti pemeriksaan data dilakukan dengan membina
hubungan baik dengan ibu yang melakukan perawatan pijat oksitosin yang
menjadi partisipan penelitian, melakukan secara langsung proses pengambilan
data sampai dengan pengolahan hasil penelitian, melakukan pencatatan lapangan
serta konsultasi dengan pembimbing. Di akhir proses pengumpulan data peneliti
datang kembali untuk melakukan proses validasi (member cheking) dalam
penelitian ini peneliti melakukan triangulasi sumber dengan mewawancarai
orang tua dan mertua.
b. Kriteria derajat ketergantungan (Dependabilitas)
Pencapaian kriteria derajat ketergantungan (dependabilitas), peneliti
melakukan auditing terhadap keseluruhan proses penelitian serta konsultasi pada
pakar yang berkompetensi dalam bidang penelitian kualitatif dan melakukan
bimbingan dengan pakar kualitatif. Dimulai dengan menentukan masalah
melakukan peninjauan lokasi penelitian, memilih sumber data, melaksanakan
analisis data, melakukan uji keabsahan data, sampai pada pembuatan laporan
hasil pengamatan.
c. Kriteria derajat teralihkan (Transferability)

20
Pada tahap ini peneliti membuat laporan hasil penelitian dengan
menguraikan secara rinci, jelas sistematis dan dapat dipercaya. Sehingga
pembaca menjadi jelas atas hasil penelitian tersebut sehingga dapat memutuskan
atau tidaknya untuk mengaplikasikan hasil penelitian tersebut. Sehingga
pembaca laporan penelitian memperoleh gambaran yang sedemikian jelasnya.
Dengan kata lain hasil penelitian yang ditemukan oleh peneliti di sepakati oleh
ibu-ibu lain yang bukan partisipan penelitian. Sehingga Transferability pada
penelitian ini tercapai.
Dalam teknik pengumpulan data, triangulasi diartikan sebagai teknik
pengumpulan data yang bersifat menggabungkan dari berbagai teknik
pengumpulan data dan sumber data yang telah ada. Bila peneliti melakukan
pengumpulan data dengan triangulasi, maka sebenarnya peneliti menumpulkan
data yang sekaligus menguji kredibilitas data, yaitu mengecek kredibilitas data
dengan berbagai teknik pengumpulan data dan berbagai sumber data.
Triangulasi teknik, berarti peneliti menggunakan teknik pengumpulan data yang
berbeda-beda untuk mendapatkan data dari sumber yang sama. Peneliti
menggunakan observasi partisifatif, wawancara mendalam, dan dokumentasi
untuk sumber data yang sama secara serempak. Triangulasi sumber berarti,
untuk mendapatkan data dari sumber yang berbeda-beda dengan teknik yang
sama. Hal ini dapat digambarkan seperti gambar sebagai berikut.

Observasi
Partisipatif

Wawancara Sumber data


mendalam sama

Dokumentasi

Sumber : (Sugiyono, 2016)


Gambar : Triangulasi “teknik” pengumpulan data (bermacam-macam
cara pada sumber yang sama).

21
A

Wawancara
B
mendalam

Sumber : (Sugiyono, 2016)


Gambar : Triangulasi “sumber” pengumpulan data. (satu teknik
pengumpulan data pada bermacam-macam sumber data
A,B,C)
4.5 Jalan Peneliti
Peneliti ini terbagi dalam 3 tahap bagian yaitu tahap persiapan, tahap
pelaksanaan dan tahap penyelesaian.
a. Tahap persiapan
Pada tahap persiapan peneliti konsultasi judul penelitian kepada
pembimbing, setelah disetujui peneliti melakukan pencarian literatur yang
sesuai dengan masalah penelitian, selanjutnya peneliti melakukan studi
pendahuluan pada penelitian. Kemudian peneliti melanjutkan penyusunan
proposal penelitian dan panduan wawancara penelitian dan konsultasikan
dengan pembimbing.
Setelah proposal selesai disusun dan disetujui oleh pembimbing, peneliti
melanjutkan dengan ujian seminar proposal. Kemudian peneliti melakukan
perbaikan proposal sesuai dengan saran yang diberikan oleh penguji dan
pembimbing, kemudian peneliti melakukan pengajuan proposal.
b. Tahap pelaksanaan penelitian
1. Mengidentifikasi partisipan
Peneliti berdiskusi dan menjelaskan proses penelitian yang akan
dilakukan serta bantuan yang diharapkan oleh peneliti untuk mendapatkan
informasi terkait ibu postpartum yang sesuai dengan kriteria inklusi dari

22
penelitian. Peneliti memiliki partisipan dengan menelusuri data ibu
postpartum yang sesuai dengan kriteria inklusi.
2. Menjelaskan tentang penelitian yang dilakukan
Peneliti menemui calon partisipan yang memenuhi kriteria inklusi.
Peneliti kemudian berdiskusi dengan calon partisipan serta menjelaskan
prosedur penelitian serta bantuan yang diharapkan oleh peneliti untuk
menjadi key informan serta membantu peneliti untuk memperoleh data awal
partisipan. Kemudian peneliti menjelaskan secara umum tujuan penelitian
yang dilakukan kepada calon partisipan serta menyampaikan bahwa peneliti
yang dilakukan dengan wawancara kepada partisipan yang direkam
menggunakan handphone. Sebelum melakukan wawancara kepada partisipan
peneliti melakukan uji coba panduan wawancara kepada ibu postpartum yang
merupakan kriteria inklusi dari penelitian.
3. Menandatangani informend consent
Setelah dijelaskan prosedur penelitian dan calon partisipan bersedia ikut
serta dalam penelitian, kemudian peneliti meminta kepada calon partisipan
menandatangani informend consent yang telah disediakan oleh peneliti
sebagai persetujuan partisipan untuk menjadi dalam penelitian.
4. Melakukan kontrak waktu dan tempat untuk melakukan wawancara
Penelitian melakukan kontrak waktu dan tempat untuk melakukan
wawancara dengan partisipan dan semua partisipan menghendaki tempat
wawancara di RSIA Masyita partisipan sendiri dengan alasan lebih nyaman
dan masih ada anak bayi.
5. Melakukan wawancara
Sebelum melakukan wawancara, peneliti meminta partisipan untuk
mengisi lembar identitas lebih dahulu, wawancara dilakukan di RSIA Masyita
partisipan sesuai dengan kesepakatan bersama di awal. Alat bantu yang
digunakan dalam melakukan wawancara mendalam yaitu voice rocerder
Peneliti meminta izin kepada partisipan terlebih dahulu untuk merekam
wawancara yang dilakukan dengan menggunakan voice rocerder. Wawancara
dilakukan kepada partisipan oleh peneliti sendiri dengan
melihat panduan wawancara yang dilakukan face to face.

23
Selama proses wawancara, partisipan menggunakan bahasa
daerah Makassar.
Durasi wawancara setiap partisipan dalam penelitian
adalah 90-10 menit. Jika wawancara dilakukan kemudian
partisipan ingin melakukan kegiatan lain, seperti anak
menangis atau menyusui bayi. Maka partisipan menghentikan
wawancara dan dilanjutkan lagi setelah partisipan tidak
melakukan kegiatan atau dilakukan dipertemuan berikutnya.
Setiap wawancara dilakukan peneliti menulis dicatatan
lapangan (feld note) yang berisi tentang suasana saat
wawancara serta ekspresi non verbal yang dilakukan oleh
partisipan selama wawancara berlangsung. Setelah proses
wawancara pertama selesai peneliti melakukan kontrak
waktu kembali dengan partisipan untuk melakukan
wawancara tambahan jika masih ada informasi yang kurang
serta melakukan member cheking. Wawancara dihentikan
apabila data yang disampaikan oleh partisipan sudah dapat
menjawab tujuan penelitian. Hasil wawancara yang didapat
dari partisipan ditulis dalam bentuk transkrip dan
digabungkan dengan hasil dari field note.
Peneliti melakukan wawancara pada partisipan
berikutnya berdasarkan hasil wawancara pertama dengan
menambahkan probing yang diperoleh dari partisipan
pertama untuk ditanyakan ke partisipan berikutnya.
Pengambilan data di hentikan pada partisipan ke 12 dengan
alasan bahwa partisipan sesuai dengan kriteria yang sudah
ditetapkan terlebih dulu oleh peneliti.
6. Melakukan transkrip wawancara dan member checking
Setelah dilakukan wawancara pada partisipan pertama,
peneliti membuat transkrip dari hasil wawancara dan
mencatat kata-kata kunci dari informasi yang diperoleh
kemudian membuat ringkasan hasil wawancara yang

24
digunakan sebagai bahan untuk melakukan member
checking.
7. Melakukan triangulasi
Peneliti melakukan triangulasi kepada partisipan
pendukung yaitu 1. ibu kandung 2. mertua. Pemilihan
triangulasi pada ibu dan mertua dengan pertimbangan bahwa
ibu atau mertua merupakan orang yang penting pada setiap
perawatan pijat oksitosin triagulasi dilakukan pada orang
yang membantu persalinan sampai perawatan pijat oksitosin,
sedangkan triagulasi dilakukan orang yang sangat mengerti
tentang perawatan pijat oksitosin seperti bidan.
Melakukan wawancara. Proses wawancara pada
partisipan pendukung dilakukan di RSIA Masyit. Hal yang
ditanyakan kepada partisipan pendukung adalah perawatan
pijat oksitosin yang dijalani ibu setelah melahirkan, proses
wawancara pada partisipan pendukung dilakukan 1 kali
pertemuan dengan durasi 60 menit, kondisi lingkungan cukup
kondusif saat melakukan wawancara mendalam.
c. Tahap akhir
Tahap akhir dilakukan analisi data secara manual dengan
menggunakan model pendekatan cresswell, kemudian peneliti
menyusun laporan hasil penelitian dan pembahasan peneliti.
Selanjutnya peneliti melakukan seminar hasil penelitian dan
membuat naska publikasi

25
Pelaksanaa
Akhir
Persiapan

Mengidentifikasi Analisa data


partisipan
Pembuaran proposal
peneliti

Menjelaskan
n
Penulisan laporan
Pengurusan ethical penelitian
penelitian
clearance

Menandatangani
Pengurusan izin informed consent Seminar hasil
penelitian penelitian

Outcome: Kontrak waktu dan Outcome :


tempat
laporan tesisi
1. Ethical
clearance
2. Izin perhatian
Melaksanakan
wawancara

26 Member checking
Melakukan triangulasi

Outcome : transkrip
wawancara partisipan
utama dan panduang

Gambar : Mapping jalannya penelitian

4.6 Analisis Data


Tahapan proses analisis yang dilakukan dalam penelitian ini
adalah dengan menggunakan model pendekatan cresswell (2015).
Adapun langkah-langkah analisis dan penyajian fenomenologis
dari cresswell adalah sebagai berikut:
a. Mengorganisasikan data
Pada tahap ini peneliti menyusun file untuk mengawasi
proses analisis dan secara manual. Kemudian peneliti
mengubah data yang dapat menjadi satuan-satuan teks.
b. Pembacaan memoing
Pada tahap ini peneliti melanjutkan proses analisis
dengan membaca transkrip-transkrip tersebut secara
keseluruhan dan berulang kali. Peneliti memaknai hasil dari
wawancara peneliti menulis catatan kecil atau memo di
bagian catatan lapangan atau transkrip dalam proses awal
mengekplorasi data. Memo tersebut berisi sebuah frase
pendek, tentang ide, atau konsep penting yang muncul
dalam pikiran peneliti. Peneliti memeriksa semua data untuk
mengidentifikasi ide-ide utama ketika memeriksa semua
catatan lapangan yang dimulai dari pengamatan transkrip
wawancara peneliti mengesampingkan pertanyaan yang

27
diajukan terlebih dahulu sehingga peneliti dapat memahami
apa yang dikatakan oleh partisipasi yang di wawancarai.
Peneliti membahas ide besar yang terdapat dalam data
tersebut dan membentuk kategori awal. Setelah itu, peneliti
mencari bukti yang menggambarkan beragam perspektif
tentang masing-masing kategori tersebut.
c. Mendeskripsikan data menjadi kode dan tema
Pada tahap ini peneliti mendeskripsikan pengalaman
personal peneliti dengan fenomena yang diteliti yakni
pengalaman partisipan terhadap perawatan postpartum. Hal
ini merupakan usaha untuk pengalaman pribadi peneliti
sehingga memperoleh perspektif yang baru mengenai
proses perawatan pijat oksitosin. Selain itu, tujuannya agar
peneliti mendapatkan informasi yang benar-banar alamiah
dari cerita partisipan mengenai pengalaman yang
dialaminya.
Pada tahap ini pula proses coding dimulai dengan
mengelompokkan data teks menjadi kategori informasi yang
lebih kecil mencari bukti untuk kode kemudian memberi
label pada kode tersebut. Peneliti membuat daftar pendek
untuk kode tentatif yang selanjutnya mengembangkan
daftar kode yang terperinci ketika menelaah data.
d. Menafsir data
Pada tahap ini peneliti menulis dekripsi tentang apakah
yang dialami oleh partisipan mengenai pengalaman pijat
oksitosin. Hal ini disebut sebagai “deskripsi tekstural” atau
pernyataan penting yang digunakan untuk menuliskan
pengalaman atau fenomena seperti apa yang dialami
partisipan dari proses perawatan pijat oksitosin. Selain itu,
peneliti membuat deskripsi struktural mengenai bagaimana
partisipan menjalani dan menghadapi berbagai pengalaman
terkait proses perawatan pijat oksitosin. Setelah itu peneliti

28
menulis deskripsi gabungan tentang pengalaman deskripsi
tekstur dan deskripsi struktural. Bagian ini merupakan
sebuah esensi dari pengalaman perawatan pijat oksitosin
dan menampilkan aspek puncak dari penelitian
fenomenologi. Bagian ini merupakan paragraf panjang yang
menjelaskan pada pembaca apa yang dialami partisipan
dengan pengalaman tentang perawatan pijat oksitosin dan
bagaimana partisipan mengalaminya.
e. Menyajikan, memvisualisasikan data
Peneliti menyajikan data dalam bentuk narasi yang berisi
tentang esensi dari perawatan pijat oksitosin berupa
deskripsi yang lengkap dan mendalam tentang perawatan
pijat oksitosin dan sajikan dengan menggunakan kuotasi,
yaitu menyajikan data sesuai dengan pernyataan asli
partisipan.
Dalam menganalisis data yang diperoleh dari data, baik
primer maupun skunder. Metode penelitian yang
dipergunakan adalah metode analisa deskriptif kualitatif
dengan metode perbandingan tetap atau constant
comparative method, karena dalam analisa data secara
tetap membandingkan kategori dengan kategori lainnya.

a. Reduksi data
1) Identifikasi satuan (unit). Pada mulanya di identifikasikan
adanya ibu postpartum bagian pijat oksitosin.
2) Sesudah satuan diperoleh, langkah berikutnya adalah
membuat coding. Membuat coding berarti memberikan
kode pada setiap ibu postpartum agar tetap dapat
ditelusuri berasal dari sumber mana, perlu diketahui

29
bahwa dalam pijat oksitosin untuk analisis data computer
cara coding lain.
b. Kategorisasi
Kategorisasi tidak lain adalah satu tumpukan dari
seperangkat tumpukan yang disusun atas dasar pikiran,
intuisi, pendapat, kreteria tertentu.
1) Mengelompokkan ibu postpartum yang telah pijat
oksitosin yang secara jelas.
2) Aturan yang menetapkan inklusi setiap ibu postpartum
pada kategori juga sebagai untuk pemeriksaan keabsahan
data pada pijat oksitosin.
c. Menjaga agar setiap kategori yang telah disusun pada ibu
postpartum satu dengan lainnya
d. Sintesisasi
1) Mensintesiskan berarti mencari kaitan antara satu
kategori dengan kategori lainnya pada ibu postpartum.
2) Kaitan satu kategori dengan kategori lainnya
e. Menyusun hipotesis kerja
Hal ini dilakukan dengan bidan yang proporsional.
Hipotesis kerja ini sudah merupakan teori sustantif (yaitu)
teori yang berasal dan masih terkait dengan data) dan perlu
diingat bahwa hipotesis kerja itu hendaknya terkait dan
sekaligus menjawab pertanyaan ibu postpartum pada
penelitiannya (Moleong, 2011).
Desain penelitian ini pada tahap pembahasan penelitian
akan berisi uraian-uraian tentang objek yang menjadi pijat
oksitosin yang ditinjau dari sisi-sisi teori yang relevan
dengannya dan tidak menutup kemungkinan bahwa desain
penelitian ini akan berubah sesuai dengan kondisi atau
realita yang terjadi di lapangan pada ibu postpartum.
4.7 Etika penelitian

30
Etika dalam penelitian merupakan hal yang sangat penting
dalam pelaksanaan sebuah penelitian mengingat penelitian akan
berhubungan langsung dengan manusia maka segi etika
penelitian harus diperhatikan karena manusia mempunyai hak
asasi dalam kegiatan penelitian. Hal yang perlu diperhatikan
dalam etika penelitian meliputi; izin dan persetujuan partisipan,
kerahasian, manfaat dan keadilan bagi responden masyarakat.
a. Kelayakan etika (ethical clearance)
Kelayakan etika dalam penelitian merupakan langkah peneliti
untuk mengantisipasi agar hasil dari temuan penelitian dapat
dilindungi oleh institusi peneliti dan hasil penelitian tidak
merugikan responden penelitian. Sebelum peneliti melanjutkan
ke tahap penelitian.
b. Lembar persetujuan (informend consent)
Sebelum melakukan pengambilan data dengan wawancara
peneliti menjelaskan tujuan dan manfaat dari penelitian serta
proses wawancara pada partisipan meminta partisipan untuk
menandatangani lembar persetujuan/informend consent
sebagai partisipan penelitian serta partisipan bersedia untuk
direkam dan jika partisipan tidak bersedia maka peneliti harus
menghormati hak partisipan.
c. Identitas partisipan (anoninity)
Peneliti tidak mencantumkan nama partisipan penelitian namun
hanya inisial guna menjaga privasi partisipan.
d. Kerahasiaan (confidentiality)
Data yang di dapat peneliti dari partisipan penelitian dijamin
oleh peneliti. Adapun pada keadaan khusus seperti forum ilmiah
atau pengembangan ilmu, baru mengungkapkan data yang
didapatkan tanpa nama asli partisipan.
e. Azaz manfaat (benefit)
Peneliti menjelaskan kepada partisipan bahwa pengambilan
data yang dilakukan tidak merugikan partisipan tetapi data

31
yang diberikan oleh partisipan sangat bermanfaat bagi
peningkatan pelayanan kesehatan terutama pada kesehatan
ibu setelah melahirkan peneliti memberikan umpan balik
kepada pihak yang bertanggung jawab terhadap peningkatan
kesehatan ibu dalam hal ini yaitu peneliti di RSIA Masyita
Makassar untuk memastikan bahwa hasil penelitian bermanfaat
bagi ibu kandung dan mertua.
f. Keadilan (justice)
Peneliti memberikan kesempatan yang sama pada partisipan
tidak ada perbedaan sosial ekonomi, pendidikan dan pekerjaan.

32
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. HASIL PENELITIAN
1. Deskripsi daerah dan latar penelitian
a. Gambaran umum karakteristik informan
Sebanyak 7 orang yang diwawancarai, terlibat dalam penelitian ini.
Terdiri dari 7 informan biasa.
Tabel 1 karakteristik informan di RSIA Masyita Makassar

Inisial Jenis Usia Tingkat pendidikan pekerjaan Status Penolong Masa Orang yang suku
kelamin paritas persalinan Nifas tinggal
bersama

R P 35 SMP IRT P1 Bidan 30 hari Suami dan Bugis


mertua

N P 39 SD IRT P2 Bidan 38 hari Suami dan Bigis


mertua

R P 33 SD IRT P3 Bidan 18 hari Suami dan ibu Bugis

A P 32 SD IRT P4 Bidan 40 hari Suami dan Bugis


mertua

N P 36 SD IRT P5 Bidan 40 hari Suami dan ibu Bugis

S P 40 SMP IRT P6 Bidan 38 hari Suami dan Bugis


mertua

N P 21 SMA IRT P7 Bidan 28 hari Suami dan ibu Bugis


Sumber data primer, tahun 2019

Berdasarkan karakteristik informan menunjukkan bahwa umur informan


dalam penelitian ini mayoritas usia produktif yaitu usia 20-40 tahun, 5
diantaranya merupakan ibu yang berusia 30 ke atas. Tingkat pendidikan
informan mayoritas dasar pendidikan mengambarkan bahwa tingkat
pengetahuan ibu postpartum masih rendah dalam mengetahui faktor
penyebab ketidaklancaran ASI, ada 4 orang informan hanya menyelesaikan

33
tingkat pendidikannya dan 2 orang informan lainnya telah menyelesaikan
pendidikan tingakat menengah pertama. Informan mayoritas ibu rumah
tangga dengan pekerjaan suami petani. di usia tersebut besar kemungkinan
mengalami gangguan hormon sehingga dapat mempengaruhi kelancaran
ASI. Tidak bekerja walaupun ibu yang tidak bekerja mempunyai waktu yang
banyak dan kesempatan yang cukup baik untuk menyusui, namun hal
tersebut tidak menjamin kelancaran ASI ibu postpartum karena aktivitas
pekerjaan rumah tangga yang banyak menyebabkan ibu postpartum stress
dan dapat mempengaruhi kelancaran ASI. Rata-rata partisipan memiliki
tingkat ekonomi menengah bawah, informan masih tinggal bersama dengan
orang tua kandung atau mertua.
Karakteristik usia, pendidikan dan pekerjaan sangat mempengaruhi
produksi ASI pada ibu postpartum dengan seksio sesarea, umur, pendidikan
dan pkerjaan merupakan faktor tidak langsung yang mempengaruhi kadar
hormon prolaktin dan volume ASI pada ibu postpartum. Faktor langsung
yang mempengaruhi peningkatan kadar hormon prolaktin dan volume ASI
pada ibu postpartum adalah perilaku menyusui faktor fisikologis dan
fisiologis ibu postpartum.
P1 merupakan informan dengan usia 38 tahun, dan suami informan
berusia 40 tahun, informan merupakan anak kedua dalam keluarganya.
Informan tinggal bersama suami, anak dan mertuanya. Alasan informan
masih tinggal bersama mertua karena mertua tinggal sendiri. Berprofesi
sebagai ibu rumah tangga, informan melahirkan secara seksio sesarea,
ASInya keluar dan belum terlalu banyak, informan mengatakan ASInya
tidak terlalu lancar dan hanya menetes-menetes dan sudah tiga hari semenjak
dirawat di RSIA Masyita, pada hari kedua bayi baru diberikan ASI.
P2 merupakan informan yang berusia 39 tahun, suami berusia 42 tahun,
berprofesi sebagai ibu rumah tangga dan suami bekerja sebagai wiraswasta
informan tinggal bersama suami, anak dan mertua. Alasan informan tinggal
bersama mertua dikarenakan informan tidak bisa tinggal jauh dari orang tua
dari suaminya informan melahirkan anak kelima, pertolongan persalinan dan
perawatan setelah melahirkan dilakukan oleh dokter. Informan melahirkan

34
secara seksio sesarea, informan mengatakan ASInya belum keluar dan
bayinya belum menyusui karna belum ada yang menetes bayi tetap diberikan
ASI pada hari pertama karena informan mengatakan payudaranya bengkak
dan memakai alat pompa untuk mengeluarkan ASI
P3 merupakan informan yang berusia 33 tahun, dan suami informan
berusia 36 tahun, informan tidak terlalu jauh beda dari usia suaminya.
Informan berprofesi sebagai ibu rumah tangga dan suami bekerja
wiraswasta, informan melahirkan anak keempat, informan tinggal bersama
suami, anak dan ibu dan ayah kandung. Alasan informan tinggal bersama
orang tua karena informan tidak bisa jauh dari orang tua kandungnya.
Melahirkan secara normal, informan mengatakan ASInya belum terlalu
lancar keluar masih menetes-menetes informan mengatakan hal ini berbeda
dengan kelahiran anak pertama, anak ketiganya, informan mengatakan
bayinya belum puas menyusui, dan tidak ada gangguan pada payudara.
Informan tidak melakukan pijat oksitosin dikarenakan informan tidak
mengetahui cara pemijatan oksitosin.
P4 merupakan informan yang berusia 32 tahun dan suami berusia 36
tahun, pendidikan terakhir informan SD. Informan berprofesi sebagai ibu
rumah tangga dan suami bekerja petani dikebun, penghasilan suami
informan tidak menentu tergantung hasil panen kebun. Informan tinggal
bersama suami dan mertua. Alasan informan tinggal bersama mertua
dikarenakan mertua sudah tua. Perawatan postpartum dilakukan oleh bidan.
Melahirkan anak pertama secara normal, informan mengatakan bahwa
payudaranya bengkak dan ASInya tidak terlalu lancar informan mengatakan
selama tiga hari ASInya belum keluar. Informan tidak melakukan perawatan
pijat oksitosin setelah melahirkan dikarenakan informan tidak mengetahui
cara pemijatan oksitosin.
P5 merupakan informan yang berusia 36 tahun dan suami berusia 42
tahun, pendidikan terakhir SD. Informan berprofesi sebagai ibu rumah
tangga dan suami bekerja sebagai ojek online, pendidikan terakhir suami
SMP, informan tinggal bersama suami, anak dan ibu kandung dan 1 adik
kandung dari suami informan. Penghasilan suami setiap hari tidak menentu

35
biasa banyak dan biasa sedikit tergantung dari penumpang yang memesan
ojek online. Memiliki tiga orang anak, melahirkan secara normal. Informan
mengaku pada hari ketiga ASInya baru sedikit keluar, Pada saat payudara
sakit bayi harus mengisap ASI ibu, ada gangguan pada payudara mengeras
dan terasa sakit. Informan tidak melakukan pijat oksitosin setelah melahirkan
dikarenakan informan tidak mengetahui cara pemijatan oksitosin. Pada hari
kedua setelah dilakukan pemijatan oksitosin informan mengatakan terasa
rileks dan nyaman.
P6 merupakan informan berusia 40 tahun dan usia suami 45 tahun,
pendidikan terakhir informan SMP. Pekerjaan suami sebagai wiraswasta,
informan tinggal bersama suami, anak dan mertua. Penghasilan suami tidak
menentu, alasan informan tinggal bersama mertua karena orang tua dari
suami tinggal sendiri. Informan berprofesi sebagai ibu rumah tangga,
informan memiliki tiga orang anak, melahirkan secara normal, setelah
melahirkan ASInya keluar sedikit-sedikit, ASInya diberikan pada hari
pertama, payudara mengeras dan terasa sakit. Setelah melahirkan informan
mengalami payudara mengeras dan terasa sakit sehingga disarankan oleh ibu
mertua untuk menyusui anaknya sehingga payudara terasa mengempes untuk
mengurangi rasa sakit dan bengkak pada payudara.
P7 merupakan informan berusia 21 tahun dan usia suami 25 tahun,
pendidikan terakhir suami SMA. Pekerjaan suami wiraswasta. Informan
tinggal bersama suami, anak dan orang tua kandung informan. dan 2 adik
kandung informan. Alasan informan tinggal bersama orang tua dikarenakan
suami hanya wiraswasta dan informan tidak biasa jauh daro orang tua
kandungnya. informan berprofesi sebagai ibu rumah tangga, memiliki anak
pertama, melahirkan secara normal, informan mengaku pada hari pertama
ASInya keluar sedikit, bayi diberikan ASI setelah pemijatan, tidak ada
gangguan pada payudara. Perawatan setelah melahirkan yang dilakukan
informan merupakan pengalaman pertama untuk pemijatan oksitosin.
Informan pendukung dalam penelitian ini adalah suami, sepupu, bidan.
Karakteristik informan pendukung atau triangulasi sumber dapat dilihat pada
tabel 2.

36
Inisial Usia Pendidikan Pekerjaan
S 24 S2 Bidan
MM 23 S2 Bidan
A 36 SD Wiraswasta
N 20 Pelajar Mahasiswa
Sumber data : primer
Informasi pendukung berjumlah 4 orang antara lain 1 orang suami, 1
orang sepupu dan 2 orang bidan. Usia informan pendukung mayoritas 20-36
tahun. Usia bidan lebih mudah dibandingkan dengan suami informan. Jika
dilihat dari tingkat pendidikan sepupu pendukung lebih besar tingkat
pendidikannya dibandingkan mencapai sekolah dasar. Perawatan pijat
oksitosin yang dilakukan pada peneliti.
2. Hasil Analisis Tematik
Terdapat empat tema pokok ditemukan dari penelitian perawatan pijat
oksitosin di RSIA Masyita Makassar. (a) pijat oksitosin, (b) perasaan ibu
setelah dilakukan pemijatan oksitosin, (c) Hambatan internal (pemijatan
oksitosin), (d) hambatan eksternal (pemijatan oksitosin). Berikut ini adalah
penjelasan dari proses analisis data dari setiap tema. Penjelasan diuraikan
dari setiap tema yang memuat kategori yang dilengkapi dengan beberapa
kutipan pernyataan informan.
a. Pemijatan oksitosin
Pijat oksitosin adalah pemijatan pada sepanjang tulang belakang
(vertebra) sampai tulang costae kelima-keenam dan merupakan usaha
untuk merangsang hormon prolaktin dan oksitosin setelah melahirkan,
pijatan ini berfungsi untuk meningkatkan hormon oksitosin yang dapat
menenangkan ibu sehingga otomatis ASI keluar. (Buhari, 2018)
Tabel : 3 pemijatan oksitosin

Koding Kategori Tema


Ibu berada dalam Perawatan pemijatan Pijat oksitosin
posisi duduk oksitosin

37
bersandar ke depan
sambil memeluk
bantal agar lebih
nyaman.taruh meja di
depan anda sebagai
tempat untuk
bersandar. Pijat
kedua sisi tulang
belakang
menggunakan
kepalan tangan
dengan ibu jari
menunjuk ke depan.
Pijat kuat dengan
gerakan melingkar.
Pijat sisi tulang kea
rah bawah sampai
sebatas dada, dari
leher sampai ke
tulang belikat.
Lakukan pijatan ini
selama 2-3 menit.
Dari hasil wawancara mendalam dilakukan terhadap 7 orang
informan mengenai riwayat faktor penyebab ASI tidak lancar di RSIA
Masyita Makassar di peroleh informasi bahwa ada 7 orang informan
yang mengalami ketidaklancaran ASI diantaranya karena prosedur
tindakan persalinan secara SC, mengalami gangguan pada payudara
seperti payudara bengkak, mengeras dan terasa sakit.

Berikut :

Tidak terlalu dek kan baru toh, apalagi baru ka kemarin melahirkan makanya
belum pi lancar mungkin juga karena sudah ka operasi jadi sakit dan terganggu

38
mi juga ASI ku keluar. Dari kemarin ku susui tapi masih sedikit yang keluar.
Bagus ji juga payudara ku tidak bengkak ji dek.
(Ny. R 35 thn 25/07/2019)

Dari 7 informan di dapatkan informasi bahwa ada 2 informan


melahirkan secara SC mengalami ketidaklancaran pada produksi ASI dan
3 informan lain mengungkapkan hal yang berbeda mengenai faktor
penyebab ASI tidak lancar yaitu payudara bengkak, payudara mengeras
dan terasa sakit. Berikut kutipan wawancaranya sebagai berikut :

Belumpi lancar ASI ku dek, sudah beberapa hari mi disini masih belum lancar,
tiga hari mi di rawat ka. Hari ke dua pi baru saya susui, biasanya toh kalau
menyusui sedikit sekali menetes-menetes ji biasa dan kalau satu di susu satu
tidak yang satu itu yang menetes, mungkin karna tidak terlalu banyak kan biasa
itu seumpama satu di susu toh yang satunya terangsang jadi itumi yang menetes-
menetes, padahal bagus ji juga payudara ku, tidak bengkak ji. Itu ji biasa
bengkak kalau pertama kali datang.
(Ny. N 39 thn 25/ 07/2019)

Dari hasil wawancara diperoleh informasi bahwa ternyata


informan melahirkan secara SC. Informan mengatakan ASInya hanya
menetes-menetes dan belum terlalu banyak keluar, informan baru
memberikan ASI ke bayinya pada hari ke dua dan tidak ada gangguan
pada payudara. Salah satu tindakan yang dilakukan informan
merangsang produksi ASI yaitu dengan cara mengompa.

Wih belum lancar ASI ku dek, tapi waktu sudah melahirkan saya susui ji
langsung, meskipun tidak ada pi keluar, tapi biasanya saya memang hari ketiga
pi baru keluar apalagi mengeraski juga payudaraku, sakit kalau mau keluar ASI
ku haruspi pertama kali diisap, jadi langsung saya kasih saja dek anakku ASI.
(Ny. N 36 thn 24/07/2019)

Dari hasil wawancara mendalam diperoleh informasi bahwa


informan mengalami ketidaklancaran ASI, ASI informan keluar pada
hari ketiga, payudara mengeras dan terasa sakit dan ketika payudara
informan sakit pertama kali informan lakukan adalah bayi mengisap

39
payudara ibu, Selain itu informan lain. Berikut kutipan wawancaranya
sebagai

Berikut :

Baru ini bisa proses ASInya keluar sudah melahirkan ahahah, dua hari mi
dirawat ka, mungkin karena kayak beku ki baru kayak sakit ki dan biasanya
supaya keluar ASI ku di putar-putar di bagian putting susu.
(Ny. S 40 thn 01/08/2019)

Dari hasil wawancara mendalam diperoleh informasi bahwa


informan ASInya keluar setelah melahirkan payudara informan
membeku dan terasa sakit, informan mengatakan putting susu di putar-
putar sehingga ASI nya bisa keluar, informasi tersebut didapatkan dari
pendamping lain informan, informan lain mengungkapkan. Berikut
kutipan wawancaranya sebagai berikut :

Sementara hasil wawancara dengan informan pendukung


menyatakan bahwa proses melahirkan dan gangguan pada payudara bisa
menyebabkan ketidaklancaran ASI pada ibu postpartum seperti stress
pada ibu pasca persalinan. Pernyataan informan diuraikan sebagai
berikut :

Iye adaji keluar sedikit karna baru melahirkan, menyusui ji tadi anaknya kulihat
mungkin pengaruh hormonya atau kah karena stres, tapi kurang tau juga
penyebab pastinya, saya lihat payudaranya sakit ki baru kayak membeku,
mungkin itu mi na sebabkan ASI belum lancar.
(Nn. N 20 thn 01/08/2019)

Informan mengungkapkan seseorang dapat mengalami


ketidaklancaran ASI pada ibu postpartum disebabkan karena adanya
gangguan pada payudara yaitu payudara bengkak dan terasa sakit, stress
pasca persalinan sehingga mempengaruhi produksi hormone yang baik
untuk melancarkan ASI, sama halnya yang diungkapkan oleh informan
pendukung yang lainnya yaitu :

Belum keluar ASI nya sampai sekarang, tiga hari mi sudahnya melahirkan.
Mungkin ibunya dipisah sama bayinya hari pertama, begini sebenarnya waktu

40
pembukaan 6 dia berhenti mengedan mungkin gara-gara itu mi bengkak lubang
rahimnya.
(Tn. A 36 thn 04/08/2019)

Informan A mengungkapkan saat di wawancarai faktor penyebab


ASI tidak lancar pada saat melahirkan. Berdasarkan informan kunci
mengungkapkan bahwa ibu postpartum mengalami ketidaklancaran ASI
dapat terjadi pada semua orang. Pernyataan informan diuraikan sebagai
berikut :

Belum dilakukan di sini pemijatan oksitosin dek, biasanya kita melihat dasar
dulu, yang daerah belakangnya dipijat, apalagi jarang ji ada indikasinya, biasa
ada rencana untuk dilakukan pemijatan payudara tapi keluarmi ASI nya, kecuali
tidak berhasil mungkin baru di terapkan.
(Nn. S 24 thn 01/08/2019)

Informan mengungkapkan bahwa pemijatan oksitosin betul tidak


diterapkan, kalau ASInya tidak berhasil keluar baru bisa diterapkan
pemijatan oksitosin. Hal ini didukung oleh informan kunci yang
menjelaskan cara pemijatan oksitosin dan kenapa tidak diterapkan
pemijatan oksitosin di RSIA Masyita, faktor lain menyebabkan pada
kelancaran ASI. berikut kutipan pernyataannya :

Di Rs kami belum melakukan pemijatan oksitosin dek, karna yang pertama itu,
eemm … kurangnya pengetahuan petugas tentang pemijatan oksitosin yang
kedua, standar operasional prosedur pemijatan oksitosin belum ada kemudian,
eemmm … petugas yang terlatih dan belum melakukan pemijatan oksitosin juga
belum ada di rs ini iye, maksudnya tidak menyusui hal-hal apa saja, ohh jadi
masalah yang terjadi pada ibu yang menyusui, yang pertama payudara ibu akan
bengkak bisa terjadi mastitis kemudian, eemm bendungan ASI paling sering
bendungan ASI jika tidak menyusui bayinya.
(Nn. MM 23 thn 03/08/2019)

Informasi yang didapatkan dari informan kunci mengungkapkan


bahwa faktor penyebab ASI tidak lancar yaitu terjadi masalah pada
payudara ibu biasa bengkak dan terjadi mastitis dan bendungan ASI.
Setelah dilakukan pemijatan oksitosin memberikan rangsangan rileks

41
pada ibu dan memperlancar proses pengeluaran ASI melalui pemijatan
saraf-saraf pada ibu yang mengontrol pengeluaran ASI menjadi rileks,
dapat bekerja dengan maksimal dan dapat membantu mempercepat
proses pemulihan ibu.

b. Perasaan ibu setelah dilakukan pemijatan oksitosin


Penelitian ini dilakukan (Wiulin, 2017) dengan dilakukan pijatan
pada tulang belakang ibu akan merasa tenang, rileks, meningkatkan
ambang rasa nyeri dan mencintai bayinya, sehingga dengan begitu
hormon oksitosin keluar dan ASI pun cepat keluar.
Tabel : 4 Perasaan ibu setelah dilakukan pemijatan oksitosin

Koding Kategori Tema


Menanyakan kepada Tahapan prosedur Perasaan ibu setelah
ibu tentang seberapa pelaksanaan pemijatan dilakukan pemijatan
ibu paham dan oksitosin oksitosin
mengerti teknik
refleks oksitosin
(perawatan
pemijatan oksitosin).
Evaluasi perasaan
ibu.
Terapi pemijatan oksitosin pada ibu postpartum adalah untuk
mengetahui bagaimana pemijatan oksitosin berpengaruh kepada
pengeluaran ASI setelah dilakukan pada ibu menyusui. Apakah ada
perubahan atau tidak. Dapat dilihat pada pernyataan informan diuraikan
sebagai berikut :

Iye enak rasanya dek, kalau bisa diulang lagi hahahha dan selama sudah
dilakukan pemijatan tidak ada ji masalah justru lebih rileks kurasa dek . sudah
ada mi juga peningkatan dari hari kemarin. Menurut ku bermanfaat sekali itu
pijat oksitosin karna bagus untuk melancarkan ASI dek.
(Ny. R 33 thn 26/07/2019)

Yang dilakukan oleh informan yaitu dengan melakukan pemijatan


oksitosin untuk melancarkan ASInya meskipun belum lancar dan terasa

42
rileks saat dilakukan pemijatan oksitosin. Selain itu informan juga
mengatakan sudah ada perubahan, ASI informan lumayan banyak keluar,
informan lain yang sama mengalami gangguan pada kelancaran ASI
dapat dilihat pada pernyataan informan diuraikan sebagai berikut :

Enak sekali setelah dilakukan pemijatan. Meskipun ASInya belum keluar


banyak karna memang saya kalau satu-tiga hari itu baru banyak keluar, mungkin
bisa dipijat sendiri nanti dan di praktekkan di rumah ahahah karena tidak pernah
pi saya lakukan pemijatan begini sebelumnya. Dan ini saya lihat sudah ada mi
perubahan karna sampai di rumah langsung banyak mi juga ASI keluar, jadi
menyusui terus anakku pulang dari rumah sakit. Sudah banyakmi keluar kalau
saya tampung setengah air aqua gelas.
(Ny. N 36 thn 24 & 21/07 & 08/2019)

Informan N sangat senang dilakukan pemijatan oksitosin untuk


kelancaran ASInya setelah dilakukan pemijatan ada perubahan meskipun
belum keluar terlalu banyak, setelah informan pulang dari rumah sakit
informan ingin mempraktekkan cara pemijatan oksitosin ke suaminya.
Beberapa hari di rumah ASInya berhasil keluar banyak sekitar
pertengahan botol aqua. Hal berbeda dialami informan lain yang tidak
mengalami gangguan pada kesuburannya. Berikut pernyataannya :

Setelah dilakukan pemijatan oksitosin adaji keluar tapi baru sedikit-sedikit kalau
ku kasih menete anakku tidak puaski jadi saya bantu dengan susu permula eemm
… baru saya pake ka pompa untuk melancarkan ASI tapi dehh … baru
sedikitnya keluar ahhh … ihhh … tadi itu toh kususui anakku tapi sedikit sekali
keluar berapa tetesji eee … kalau cukup pertengahan itu syukur mi ini dehh
sedikit sekali ada ji sepuluh tetes kayaknya yang keluar, tidak pernah dek saya
lakukan pemijatan karena tidak na tau suami ku.
(Ny. A 32 thn 21/08/2019)

Informan A mengatakan setelah dilakukan pemijatan oksitosin


ASInya keluar tapi sedikit hanya sepuluh tetes dan mengatakan masih
belum memuaskan jadi dibantu dengan susu formula. Kemudian
disamping itu informan memakai pompa tapi hasilnya belum juga bagus
dan tidak memuaskan. Informan bersyukur kalau sudah ada pertengahan
air aqua gelas ASInya yang keluar. Meskipun informan tersebut

43
mengalami gangguan pada ASI namun informan lain memiliki anggapan.
Berikut pernyataan informan lain :

Enakki na rasa di pijit kalau saya lihat eemm … tapi masih sedikit ji keluar
masih mau dipijit supaya lancar i, mungkin pengaruh makanan atau stress
karena sedikit ji na makan sayur.
(Nn. N 20 thn 26/07/2019)

Informan N mengatakan bahwa selama dia menjadi seorang


pendamping ia melihat keluarganya dilakukan pemijatan oksitosin
ASInya keluar tapi tidak lancar dan jika informan perhatikan lagi Ny. N
masih ingin dilakukan pemijatan supaya ASInya bisa keluar lancar sesuai
dengan harapan. Informan beranggapan bahwa mungkin karena
makanannya masih kurang, seperti makan sayur-sayuran dan penyebab
lain karena pengaruh stres. Informan lain mendukung hal tersebut berikut
kutipannya :

Tidak pernah keluar ASInya selama melahirkan dek, mungkin karena dipisah
sama bayinya hari pertama. Jadi begini sebenarnya waktu pembukaan enam dia
berhenti mengedan jadi lubang rahimnya itu bengkak. Dia tidak melahirkan
normal karena di pembukaan enam bayinya tiba-tiba keluar mi, jadi bayinya di
simpan di ruang perawatan patologis. Tapi setelah dilakukan pemijatan tadi dek,
mulai mi kulihat ada yang keluar meskipun baru menetes dek.
(Tn. A 36 thn 04/08/2019)

Informan pendukung secara tidak langsung mengungkapkan bahwa


ada beberapa faktor yang pertama melahirkan di pembukaan enam
mengedan sebelum waktunya pembukaan dan di ruangan operasi bayinya
tiba-tiba keluar, sehingga mulut rahim membengkak. Dari situ Tn. A
mengatakan ASI istrinya tidak pernah keluar dan merasa stress karna
berapa hari anaknya tidak menyusui. Hal yang sama diungkapkan oleh
informan kunci namun maknanya hampir sama :

Sebenarnya dilakukan ji yang dasar dek tapi bukan di daerah punggung ibunya
langsung di payudaranya, apalagi kan jarang ji ada indikasinya, biasa mau di
lakukan pemijatan payudara toh tapi keluarmi kecuali tidak berhasil mungkin
baru di terapkan.

44
(Nn. S 24 thn 01/08/2019)

Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan pada informan kunci


di peroleh informasi bahwa informan sebenarnya melakukan pemijatan
tapi hanya dasar langsung pada payudara ibu. Informan beranggapan
pemijatan terapi. Hal yang berbeda diungkapkan oleh informan kunci
sebagai berikut :

Menurut saya pemijatan oksitosin itu dek adalah pemijatan yang dilakukan pada
ibu postpartum dimana ibu mengalami eemm … terhambatnya pengeluaran ASI
sehingga terapi yang diberikan adalah pemijatan oksitosin untuk memberikan
rasa tenang aman dan nyaman pada ibu sehingga proses pengeluaran ASI dapat
lancar, manfaat pemijatan oksitosin adalah yang pertama memberikan
rangsangan rileks kepada ibu kemudian yang kedua, memperlancar proses
pengeluaran ASI karna dengan melalui pemijatan saraf-saraf pada ibu yang
mengontrol pengeluaran ASI menjadi rileks dan dapat bekerja dengan maksimal
kemudian yang ketiga, membantu mempercepat proses pemulihan ibu
khususnya,ee inklusif interinya dengan baik.
(Nn. MM 23 thn 03/08/2019)

Untuk pemijatan oksitosin terhadap kelancaran ASI pada ibu


postpartum yang mengalami ketidaklancaran ASI informan pendukung dan
informan kunci beranggapan bahwa yang menyebabkan terjadinya gangguan
produksi ASI tidak lancar adalah salah satunya gangguan pada payudara .
Namun tidak semua informan yang menjalani pemijatan mengalami hal terebut.
Tergantung dari kondisi tubuh informan. Secara tidak langsung yang
menyebabkan gangguan pada payudara yang dapat mempengaruhi gangguan
hormone pada tubuh dan gangguan keseimbangan nutrisi gaya hidup dan
tingkat stress.

c. Hambatan Internal (pemijatan oksitosin)


Menurut penelitian ini (Hadianti & Resmana, 2017) mengatakan
bahwa kegagalan dalam proses menyusui sering disebabkan karena
timbulnya masalah, baik pada ibu maupun pada bayinya, salah satunya
yaitu produksi ASI yang kurang untuk memperlancar pengeluaran
produksi ASI dapat dilakukan dengan merangsang refleks oksitosin yaitu

45
dengan pijat oksitosin. Distribusi frekuensi ibu post seksio sesarea yang
melakukan pijat oksitosin.
Tabel : 5 Hambatan internal (pemijatan oksitosin)

Koding Kategori Tema


Timbul rasa tidak Proses Hambatan internal
nyaman pada saat (pemijatan oksitosin)
dilakukan pemijatan
oksitosin. Terjadi
pembengkakan pada
payudara.

Hambatan atau masalah pada saat dilakukan pemijatan oksitosin


dimaksud disini adalah penurunan produksi ASI pada ibu melahirkan.
Yang disebabkan dari gangguan payudara itu sendiri.
Sedikit sekali keluar ASI ku dek mungkin ada ji seuluh tetes terus pake ka
pompa dan minum ka juga obat pelancar ASI eemm .. tapi ku suka sekali ji itu
pemijatan yang sudah dilakukan tadi dek.
(Ny. A 32 thn 21/08/2019)
Untuk kelancaran ASI belum ada perubahan yang dialami informan
selama meminum obat pelancar ASI. Selain itu informan mengaku
bahwa sangat suka dilakukan pemijatan oksitosin. Hal yang sama
diungkapkan oleh informan lain mengenai hambatan atau masalah saat
dilakukan pemijatan yang terjadi :
Masalahnya tidak adaji dek, bisa di ulang lagi ya ku suka pemijatan oksitosinnya
dek eemm … sangat bermanfaat.
(Ny. N 39 thn 24/07/2019)
Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan kepada informan N
di peroleh informasi bahwa informan tidak mengalami hambatan atau
masalah pada saat dilakukan pemijatan oksitosin dan informan
mengungkapkan bahwa pemijatan oksitosin sangat bermanfaat. Hal yang
sama di ungkapkan oleh informan lain sebagai berikut :
Tidak adaji masalahnya dek, justru senang ka dilakukan pemijatan oksitosin, dan
bermanfaat sekali ini pemijatan menurut ku.
(Ny. N 21 thn 18/08/2019)

46
Informan merasa tidak ada hambatan atau masalah pada saat
dilakukan pemijatan oksitosin baik itu meminum obat-obatan untuk
melancarkan ASI ataupun tidak. Informan pendukung yang lain
mengungkapkan hambatan atau masalah pemijatan oksitosin. Pernyataan
informan diuraikan sebagai berikut :
Tidak adaji saya lihat pantangannya ini selama sudah dilakukan pemijatan.
(Nn. N 20 thn 26/07/2019)
Informan mengungkapkan bahwa selama melakukan pemijatan
oksitosin, pendamping belum pernah ada hambatan atau masalah yang
terjadi. Hal yang sama di ungkapkan oleh informan lain :
Sebenarnya dek orang bilang kasusnya lain dari yang lain karna persiapan
melahirkan operasi tapi tiba-tiba melahirkan mi jadi saya tidak tau apakah ada
efek sama air susunya karna harusnya pembukaan sepuluh yah. Tapi kalau
tentang pemijatan yang tadi na suka ji.
(Tn. A 36 thn 04/08/2019)
Informan mengungkapkan bahwa selama mendampingi istrinya
kasusnya lain dari yang lain karna mungkin ada efek dengan ASInya.
Berdasarkan hasil wawancara informan pendukung hal tersebut di
dukung oleh informan kunci sebagai berikut :
Ohhh masalahnya yang pertama dek payudara ibu akan bengkak dan bisa terjadi
mastitis kemudian bendungan ASInya jika tidak menyusui bayinya.
(Nn. MM 23 thn 03/08/2019)
Informan MM selama bertugas di RSIA Masyita di ruangan nifas
seringkali mendapatkan payudara bengkak atau terjadi mastitis pada
bendungan ASI ibu menyusui. Hal yang sama diungkapkan oleh petugas
kesehatan yang bertanggung jawab, berikut kutipannya :
Tidak dilakukan pemijatan oksitosin di daerah belakangnya dek karna disini
biasanya kalau sudah mi dilakukan perawatan payudara toh adaji ASI nya keluar.
(Nn. S 24 thn 01/08/2019)
Informan mengungkapkan bahwa perawatan payudara tidak ada
hambatan atau masalah pada ASI biasanya setelah dilakukan pemijatan
ASInya keluar.
d. Hambatan eksternal (pemijatan oksitosin)

47
ASI adalah makanan bernutrisi dan berenergi tinggi, yang mudah
untuk dicerna. ASI memiliki kandungan yang dapat membantu
menyerapan nutrisi. Pada bulan-bulan awal, saat bayi dalam kondisi yang
paling rentang, ASI eksklusif membantu melindungi bayi dari diare,
sudden infant death syndrome/SIDS (sindrom kematian tiba-tiba pada
bayi), infeksi telinga dan penyakit infeksi lain yang biasa terjadi
(Haryono & Setianingsih, 2014).
Tabel : 6 Hambatan eksternal (pemijatan oksitosin)
Koding Kategori Tema
Makanan Proses Hambatan eksternal
pantangan pada (pemijatan oksitosin)
saat dilakukan
pemijatan
oksitosin seperti
makanan pedas-
pedas dan
minuman dingin.
Hambatan yang dilakukan saat ASI tidak lancar yaitu perbanyak
makan sayur-sayuran dan kacang-kacanagan dan makanan yang tidak
dibolehkan saat sudah melahirkan yaitu makan makanan pedis dan
minuman dingin. Informan mengalami hambatan pada saat ASI tidak
lancar seperti terungkap dari pernyataan informan berikut :

Eemm … kebanyakan orang biasa suruh makan sayur kacang-kacangan yang


dilarang itu yang pedis-pedis dan yang dingin-dingin, karena kalau pedis itu
biasanya ASI juga ikut pedis, makanya anak ikut kepedisan dan katanya kalau es
biasa influenza, begitu katanya orang tua jaman dulu dek.
(Ny. R 33 thn 27/07/2019)
Informan mengungkapkan pada saat ASInya ada hambatan dan
tidak lancar biasa yang ia dilakukan makan sayur dan kacang-kacangan
dan pada saat ibu menyusu dilarang makan pedis-pedis dan air es karna
bisa menyebabkan bayi influenza. Hal yang sama diungkapkan oleh
informan yang lain berikut kutipannya :

48
Sayur-sayuran eemm … bagus memang katanya kacang-kacangan tapi tidak
bisaka makan kacang-kacangan karna kolesterol. Makanya saya dilarang makan
kacang.
(Ny. N 39 thn 25/ 07/2019)
Untuk hambatan ASI yang tidak dibolehkan makan kacang-
kacangan karna kondisi kesehatannya tidak memungkinkan karena
penyakit yang dialaminya informan beranggapan bahwa kalau ia makan
kacang akan beresiko pada dirinya karena informan mengalami
kolesterol. Hal yang berbeda yang diungkapkan oleh informan lain :
Sayur sayur yang bening, sama itu juga kacang-kacangan dek.
(Ny. R 35 thn 25/ 07/2019)
Informan merasa tidak ada hambatan pada payudara. Informan
memakan sayur-sayur yang bening dan kacang-kacangan pada saat ASI
tidak lancar. Hal yang sama diungkapkan oleh informan lain, pernyataan
informan diuraikan sebagai berikut :
Di suruh makan kacang-kacangan dek, kalau sayur biasanya itu daun kelor
eemm … kalau pantangan-pantangannya dek tidak tau mi juga .. oh mungkin
yang pedas-pedas dek, air es juga di larang karena berpengaruh katanya sama
ASI, biasa mencret-mencret kalau air es.
(Ny. N 21 thn 18/08/2019)
Informan mengalami hambatan pada ASI setelah melahirkan dari
awal informan tau hambatannya pada saat ASInya tidak lancar. Hal yang
sama diungkapkan informan pendukung berikut pertanyaannya :
Sayur-sayuran, kacang-kacangan yah kulihat dari keluarga ku, kalau yang di
larang makan makanan kayak pedis, air es yang ku lihat juga tidak boleh
diminum kalau ibu menyusui.
(Nn. N 20 thn 26/07/2019)
Informan mengungkapkan bahwa selama menjadi pendamping
informan mengatakan keluargannya mengalami ketidaklancaran ASI
pada ibu setelah melahirkan. Adapun makanan yang tidak boleh dimakan
pedis dan air es karna menyebabkan faktor hormon prolaktin Nn. N
mengungkapkan bahwa makan sayur dan kacang-kacangan bisa
melancarkan ASI pada ibu. Berikut pernyataan informan pendukung
lain :

49
Tidak ada ji pantangannya karena dokter belum na kasih tau tentang pantangan-
pantangan apa biasa, tapi mungkin ada ji dari saudaranya apa-apa yang dilarang
makan, dan juga istriku melahirkan pas pembukaan enam.
(Tn. A 36 thn 04/08/2019)
Informan mengatan bahwa mungkin penyebabnuya ASI tidak
lancar karna dia melahirkan di pembukaan enam. Sehingga hal tersebut
dapat menyebabkan ASI ibu tidak lancar. Hal yang berbeda diungkapkan
informan kunci berikut pertanyaannya :
Disuruh ibunya makan sayur, begitu ji dek.
(Nn. S 24 thn 01/08/2019)
Informan S menjelaskan bahwa ibu yang sudah melahirkan dan
ASInya tidak lancar harus makan sayur.
Masalah yang terjadi pada ibu yang menyusui, yang pertama payudara bengkak
dan bisa terjadi mastitis kemudian bendungan ASI jika tidak menyusui bayinya
dek.
(Nn. MM 23 thn 03/08/2019)
Informan MM menjelaskan bahwa masalah yang terjadi yaitu payudara
bengkak, mastitis kemudian bendungan ASI jika tidak menyusui bayinya.

B. PEMBAHASAN
Hasil analisis pengalaman pijat oksitosin terhadap kelancara ASI pada ibu
postpartum di RSIA Masyita Makassar. Hasil analisis kualitatif keempat tema
tersebut yaitu : (a) pijat oksitosin, (b) Perasaan ibu setelah dilakukan pemijatan
oksitosin, (c) Hambatan internal (pemijatan oksitosin), (d) Hambatan eksternal
(pemijatan oksitosin).
a. Pijat oksitosin
Pada penelitian ini terdapat 7 orang ibu menyusui yang satu diantaranya
tidak mengalami kelancaran ASI, dan 6 lainnya mengalami kelancaran ASI
setelah dilakukan pemijatan oksitosin selama 3 hari. Pada persalinan secara
normal terdapat 5 orang, dan 2 orang yang melakukan persalinan SC.
Berdasarkan hasil wawancara yang didapatkan bahwa ada ibu postpartum yang
mengalami gangguan pada payudara seperti payudara bengkak, mengeras dan
terasa sakit. setelah dilakukan pemijatan oksitosin sebagian besar ibu postpartum
mengatakan perasaannya nyaman dan rileks dibandingkan sebelum dilakukan

50
pemijatan oksitosin. Ny. R mengatakan rileks dan merasa nyaman dan rileks
setelah dilakukanpemijatan. Ny. N mengatakan merasa nyaman dan akan
mempraktekkan sendiri dirumahnya. Ny. A mengatakan merasa nyaman dan
lancar ASInya setelah dilakukan pemijatan oksitosin. Dari hasil wawancara
mengenai riwayat informasi hambatan yang dilakukan saat ASI tidak lancar
yaitu ibu postpartum memperbanyak makan sayur-sayuran dan kacang-
kacangan. Adapun hambatannya yang tidak dibolehkan saat setelah melahirkan
yaitu mengkomsumsi makanan pedas dan minuman dingin. Karena di budaya
masing-masing beranggapan bahwa makanan pedis dapat menyebabkan anak
mencret sedangkan minuman dingin dapat menyebabkan anak terkena influenza.
Pernyataan ini diperkuat oleh pernyataan Delima, (2016) terdapat 4
orang ibu menyusui yang tidak mengalami peningkatan produksi ASI. ini bisa
disebabkan oleh faktor yaitu umur, nutrisi dan psikologis ibu. Pada penelitian ini
didapatkan ibu berusia 40 tahun dan 39 tahun. Umur merupakan salah satu
faktor yang dapat mempengaruhi produksi ASI, ibu yang usianya lebih mudah
(35-36 tahun) akan lebih banyak memproduksi ASI dibandingkan dengan ibu
yang usianya lebih tua. Namun tidak semua ibu berusia diatas 35 tahun tidak
terjadi peningkatan ASI hal ini bisa disebabkan oleh nutrisi yang baik serta
psikologis ibu yang baik. Menurut Albertina, Melly & Shoufiah, (2017) dengan
judul hubungan pijat oksitosin dengan kelancaran produksi ASI pada ibu
postpartum fisiologis hari ke 2-3. Menunjukkan bahwa dengan diberikan pijat
oksitosin akan lebih memperlancar produksi ASI pada ibu postpartum. Dengan
dilakukan pijat oksitosin pada punggung ibu memberikan kenyamanan pada ibu.
Secara fisiologis hal tersebut merangsang refleks oksitosin atau refleks let down
untuk mengsecresi hormon oksitosin kedalam darah. Oksitosin ini menyebabkan
sel-sel miopitelium disekitar alpeoli berkontraksi dan membuat ASI mengalir
dari alpeoli ke duktuli menuju sinus dan putting kemudian di isap oleh bayi.
Semakin lancar pengeluaran ASI semakin pula produksi ASI.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa setelah 3 hari dilakukan pemijatan
oksitosin dari 7 informan satu informan yang tidak mengalami ketidaklancaran
ASI, karena adanya gangguan pada payudara, yaitu payudara bengkak dan terasa
sakit.

51
Penelitian yang dilakukan oleh Amalia, (2016) menunjukkan bahwa ibu
yang ASInya tidak lancar (13 responden) disebabkan oleh beberapa faktor
diantaranya ibu yang kelelahan pasca melahirkan baik Secsio Cesarea maupun
spontan pervaginam, ibu takut untuk mobilisasi, sehingga ibu malas untuk
menyusui dan pada akhirnya ibu memilih memberikan susu formula pada
bayinya. menurut Abdul, Putri & Lubis, (2017) keadaan ini dapat disebabkan
karena pengetahuan ibu merupakan faktor tidak langsung yang mempengaruhi
status gizi karena itu mengenai gizi ibu nifas tetapi jika ibu mengkomsumsi
makanan yang bergizi seimbang maka ibu nifas akan memiliki penyembuhan
luka perineum yang baik.
Menurut penelitian Susanti Prasetya Ningrum, (2017) faktor psikologis
pada wanita yang hamil dan akan melahirkan perlu memiliki kondisi-kondisi
psikologis yang stabil untuk membantunya dalam persalinan. Sebaliknya
perasaan cemas, takut, tegang, dan khawatir akan menyebabkan stress pada ibu
yang akan melahirkan sehingga proses persalinan tidak berjalan lancar. Kondisi-
kondisi psikologis seperti cemas dan stress ini bisa berlanjut pada ibu setelah
melahirkan, pengembangan reaksi-reaksi ketakutan yang dirasakan sejak hamil
sampai masa persalinan, stress pasca melahirkan cenderung dialami oleh
sebagian besar ibu yang baru pertama kali melahirkan. Kondisi stress ini
menunjukkan bahwa sebagian ibu baru mengalami perubahan emosional yaitu
terkadang merasa bahagia dan di waktu yang hampir bersamaan merasakan
emosional ini ditandai oleh adanya kekhawatiran akan perhatian dari suami atau
keluarga dekat yang teralihkan karena kehadiran bayi, ketakutan tubuhnya tidak
lagi ideal, kekhawatiran tidak bisa memberikan ASI kepada buah hati, gelisa dan
hilangnya minat untuk melakukan aktivitas sehari-hari yang sebelumnya disukai
dan dilakukan, merasa terabaikan oleh suami dan keluarga dekat, merasa lelah
dan kehilangan energy, kemampuan berfikir dan konsentrasi menurun merasa
bersalah dan tidak berguna serta sulit tidur.
Menurut penelitian Endang & Rohmawati, (2017) bahwa kadar hormon
prolaktin ibu postpartum yang diberikan lebih besar nilainya dibandingkan pada
ibu postpartum pada kelompok kontrol dan disimpulkan ada perbedaan antara
kadar hormon prolaktin pada ibu postpartum primipara setelah diberikan

52
hombinasi metode pijat woolwich dan endorphine dengan p value0,034 pada
pengukuran hari ke-4. Bahwa semakin lancar produksi ASI semakin banyak pula
produksi ASI maka peningkatan berat badan bayi semakin baik. Sehingga ibu
nifas yang belum diberi perlakuan produksi ASI kemungkinan mengalami
ketidaklancaran.
Oksitosin diproduksi oleh kelenjar pituitary posterior
(neurophipofisis),saat bayi menghisap areola akan mengirimkan stimulasi ke
neurohipofisis untuk memproduksi dan melepaskan oksitosin secara intermiten.
Oksitosin akan masuk ke aliran darah ibu dan merangsang sel otot disekeliling
alveoli berkontraksi membuat ASI yang telah terkumpul di dalamnya mengalir
ke saluran-saluran duktus. Oksitosin akan bekerja memacu refleks pengeluaran
ASI atau refleks oksitosin yang juga “milk let down/milk ejection refleks (MER)
let down refleks (LDR)”. Saat terjadi LDR banyak ibu merasakan gejala sensasi
menggelenyar, geli, gatal ada yang merasa sensasi sedikit nyeri juga ada yang
merasa rileks namun ada juga yang tidak merasakan apa-apa sama sekali
Rukiyah & Yulianti, (2018).
Berdasarkan hasil diatas peneliti menyimpulkan bahwa selain faktor
payudara bengkak, mengeras dan terasa sakit ada faktor lain yang ditemukan
dari penelitian sebelumnya. Seperti kelelahan pasca melahirkan baik SC maupun
spontan pervaginam. Ibu takut untuk mobilisasi sehingga ibu malas untuk
menyusui dan pada akhirnya ibu memilih memberikan susu formula pada
bayinya. Dari hasil penelitian sebelumnya terdapat perbedaan peningkatan
produksi ASI pada ibu postpartum. Hal ini dipengaruhi oleh umur, nutrisi dan
psikologis. Dari hasil wawancara diperoleh informasi baahwa ada beberapa
pantangan pada ibu postpartum diantarannya mengkomsumsi makanan pedas
dan minuman dingin. Adapun makanan yang disarankan untuk meningkatkan
kelancaran ASI pada ibu postpartum yaitu sayur-sayuran dan kacang-kacangan.
b. Perasaan ibu setelah dilakukan pemijatan oksitosin
Menurut penelitian menunjukkan bahwa perasaan ibu setelah dilakukan
tindakan pemijatan oksitosin, 4 dari 7 informan mengatakan merasa nyaman
setelah dilakukan tindakan pemijatan oksitosin. Ny. R mengatakan tidak ada
masalah dan merasa nyaman setelah dilakukan pemijatan dan, justru lebih

53
rileks dan ada peningkatan dari sebelumnya. Ny. N mengatakan terasa nyaman
sekali setelah dilakukan pemijatan oksitosin. Ny. A mengatakan tidak ada
perubahan setelah dilakukan pemijatan oksitosin. Ny. S mengatakan ada
manfaat setelah dilakukan pemijatan oksitosin dan informan meminta nanti
diulang tindakan pemijatan. Sedangkan 3 responden mengatakan merasa geli
dan mengatakan tidak nyaman apabila disentuh bagian tubuhnya oleh orang
lain. Ny. N mengatakan saat dilakukan pemijatan oksitosin baru pertama kali di
sentuh sama orang lain dan merasa geli saat dipegang. Ny. R mengatakan saat
dilakukan pemijatan oksitosin merasa tidak biasa apabila bukan suaminya yang
pijat. Sedangkan Ny. N mengatakan pada saat disentuh terasa geli punggung
belakangnya.
Pemacu munculnya oksitosin saat ibu merasa puas, bahagia, percaya diri
bisa memberikan ASI pada bayinya, memikirkan bayinya dengan penuh
kasih dan perasaan positiflainnya akan membuat refleks oksitosin bekerja.
Begitu juga dengan sensasi mengendong, menyentuh, mencium, menatap
atau mendengar bayinya menangis juga dapat membantu refleks oksitosin.
Oksitosin akan mulai bekerja saat ibu berharap bisa memberikan ASI bagi
bayinya saat bayi mulai menghisap payudaranya. Penghambat munculnya
oksitosin, perasaan negative, kesakitan, khawatir, ragu-ragu, kecewa dan
stres dalam keadaan darurat akan menghambat refleks oksitosin juga
mengakibatkan pancaran ASInya berhenti. Opiate dan endorphin B yang
dilepaskan saat seseorang dalam tekanan (stress) akan menghambat peepasan
oksitosin. Jika oksitosin sedikit, maka LDR akan terhambat sehingga ASI
tidak bisa keluar dari payudara, meski payudara terasa kencang dan penuh.
Payudara seperti tidak bisa membuat ASI, namun tidak dapat mengalir
keluar sehingga bayi susah mendapatkannya. Efek ini hanyalah sementara
dan dapat kembali seperti semula. Oleh sebab itu, ibu menyusui perlu
mendapatkan dukungan dan kenyamanan untuk membuatnya tenang juga
terus menyusui bayinya. Apabila bayinya menyusu, ASI dapat keluar
kembali Asih & Risneni, (2016).
Setelah partum berhubung lepasnya plasenta dan kurang berfungsinya
korpus leteum maka estrogen dan progesterone sangat berkurang, ditambah

54
lagi dengan adanya isapan bayi yang merangsang putting susu dan kalang
payudara akan merangsang ujung-ujung saraf sensoris yang berfungsi
sebagai reseptor mekanik. Rangsangan ini dilanjutkan ke hipotalamus
melalui medulla spinalis dan mesensephalon. Hipotalamus akan menekan
pengeluaran faktor-faktor yang menghambat sekresi prolaktin dan
sebaliknya merangsang pengeluaran faktor-faktor yang memacu sekresi
prolaktin. Hormone ini merangsang sel-sel alveoli yang berfungsi untuk
membuat air susu. Kadar prolaktin pada ibu yang menyusui akan menjadi
normal 3 bulan setelah melahirkan sampai penyampihan anak dan pada saat
tersebut tidak aka nada peningkatan prolaktin walaupun ada isapan bayi.
Pada ibu yang menyusui, prolaktin akan meningkat dalam keadaan-keadaan
seperti stress atau pengaruh psikis, anastesi, operasi, rangsangan putting susu
dan hubungan kelamin. Bagi ibu yang bekerja menyusui tidak perlu
dihentikan. Ibu tetap dapat memberikan ASI kepada bayinya. Dengan cara
ibu mengeluarkan ASI sebelum bekerja dan dititipkan kepada pengasuh bayi
untuk diberikan kepada bayi melalui cangkir atau sendok dilatih 1 minggu
sebelum bekerja. ASI dikeluarkan sebanyak mungkin dan ditampung
dicangkir atau gelas yang berisi. Walaupun jumlah ASI hanya sedikit tetap
sangat berguna bagi bayi. Tinggalkan sekitar setengah gelas cangkir penuh
(100 ml) untuk sekali minum bayi saat ibu keluar rumah. Tutup cangkir yang
berisi ASI dengan kain bersih, simpan ditempat yang sejuk dirumah,
dilemari es (Mansyur & Dahlan 2014).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa setelah dilakukan pemijatan
oksitosin dari 7 informasi, sebanyak 6 informan mengalami kelancaran ASI
karena pengeluaran air susu ibu (ASI) eksklusif apabila bayi disusui maka
gerakan mengisap yang berirama akan menghasilkan rangsangan saraf yang
terdapat di dalam. Menurut Delima, (2016) manfaat pijat oksitosin adalah
memberikan kenyamanan pada ibu, mengurangi bengkak, (engorgement),
mengurangi sumbatan ASI, merangsang pelepasan hormone oksitosin,
mempertahankan produksi ASI ketika ibu dan bayi sakit. Oksitosin
mempengaruhi sel-sel mioepitel yang mengelilingi alveoli mammae sehingga
alveoli berkontraksi dan mengeluarkan air susu yang sudah disekresikan oleh

55
kelenjar mamma, refleks oksitosin ini dipengaruhi oleh jiwa ibu. Jika ada
rasa cemas, stress dan ragu yang terjadi, maka pengeluaran ASI bisa
terhambat.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa setelah dilakukan pemijatan
oksitosin dari 7 informasi, sebanyak 1 informan yang tidak mengalami
peningkatan produksi ASI karena disebabkan oleh berbagai faktor seperti
umur, nutrisi dan psikologis. Menurut Febriyanti, Yohanna & Nurida, (2018)
analisis peneliti, kurangnya produksi ASI dapat disebabkan oleh kurangnya
rangsangan hormon prolaktin dan oksitosin yang sangat berperan dalam
kelancaran produksi ASI. Faktor lain yang mempengaruhi produksi ASI
seperti isapan bayi yang tidak sempurna atau putting susu ibu yang sangat
kecil akan membuat produksi hormon oksitosin dan hormon prolaktin terus
menurun dan ASI akan terhenti. ketidaklancaran ASI sangat di pengaruhi
oleh faktor kejiwaan, ibu yang selalu dalam keadaan tertekan, sedih, kurang
percaya diri dan berbagai bentuk ketegangan emosional akan menurunkan
volume ASI bahkan tidak akan terjadi produksi ASI. Untuk memproduksi
ASI yang baik harus dalam keadaan tenang. Faktor umur juga akan
mempengaruhi produksi ASI karena semakin tua umur seseorang akan
mempengaruhi produksi hormon prolaktin dan oksitosin ibu menyusui. Salah
satunya terapi komplementer yang dapat dilakukan untuk meningkatkan
produksi ASI ibu adalah pijat oksitosin.
Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh
Endang & Rohmawati, (2017) bahwa semakin lancar produksi ASI semakin
banyak pula produksi ASI dan semakin banyak produksi ASI maka
peningkatan berat badan bayi semakin baik. Sehingga ibu nifas yang belum
diberi perlakuan produksi ASI kemungkinan mengalami ketidaklancaran.
Hasil penelitian yang dilakukan Albertina, (2017) mengatakan bahwa
kelancaran produksi ASI sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor
diantaranya umur, gizi, emosional psikis, fisiologis ibu dan lain-lain. Hal ini
terbukti dari pijat oksitosin yang dilakukan sesuai prosedur tetapi produksi
ASI tetap tidak lancar dan sebaliknya ada beberapa responden yang
dilakukan pijat oksitosin tidak sesuai prosedur tetapi prosedur ASI lancar.

56
Hasil penelitian menunjukkan dari 7 informasi, sebanyak 7 informan
mengalami produksi kelancaran ASI, setelah dilakukan pemijatan oksitosin.
Informan mengatakan merasa nyaman dan rileks. Menurut Albertina et al,
(2017) Pijat oksitosin merupakan salah satu alternative yang dapat
membantu merangsang proses pengeluaran ASI karena efeknya yang
membuat ibu merasa nyaman sehingga akan membantu untuk pengeluaran
oksitosin. Terbukti dari hasil penelitian ibu yang produksi ASInya tidak
lancar, setelah dilakukan pemijatan yang sesuai produksi perlahan-lahan ASI
akan keluar. Sehingga diharapkan bayi tidak beri susu formula pada hari
pertama kelahiran.
Manfaat oksitosin tidak hanya untuk efek aliran ASI, namun juga bagi
psikologis ibu dan bayi. Oksitosin ini juga disebut sebagai “hormone cinta”
karena membantu ibu mencintai bayinya dan tenang. Oksitosin juga
memiliki efek psikologis yang penting dan telah terbukti mempengaruhi
perilaku keibuan pada hewan coba. Sementara pada manusia, oksitosin akan
menginduksi ketenangan dan mengurangi stress. Dalam keadaan nyaman,
tenang dan jauh dari stress akan meningkatkan perasaan kasih sayang antara
ibu dan anak, menciptakan ikatan ibu dan anak yang erat (bounding). Rasa
senang bisa bersentuhan dengan bayi yang dilahirkannya akan menstimulasi
pelepasan oksitosin dan prolaktin, sehingga kontak kulit ibu dan bayi segera
setelah melahirkan akan membantu memantapkan proses menyusui dan
ikatan emosional ibu anak. Oleh sebab itu sebaiknya ibu melakukan
pemancingan oksitosin supaya ASI mengalir lancar. Pengeluaran air susu ibu
(oksitosin) apabila bayi disusui, maka gerakan mengisap yang berirama
akan menghasilkan rangsangan saraf yang terdapat di dalam glandula
pituitary posterior. Akibat langsung refleks ini adalah dikeluarkannya
oksitosin dari pituitary posterior. Hal hal ini aan menyebabkan sel-sel
miopitel (sel “keranjang” atau sel “lab-laba”) disekitar alveoli akan
berkontraksi dan mendorong air susu masuk ke dalam pembuluh ampulae.
Pengeluaran oksitosin ternyata disamping dipengaruhi oleh isapan bayi juga
oleh suatu reseptor yang terletak pada sistem duktus Asih & Risneni, (2016).

57
Pernyataan ini di perkuat oleh pernyataan bidan dan suami yang
menyatakan bahwa setelah melahirkan dilakukan perawatan pemijatan
oksitosin, sehingga informan merasa nyaman dan rileks. Menurut penelitian
Wiulin, (2017) dengan dilakukan pijatan pada tulang belakang ibu akan
merasa tenang, rileks, meningkatkan ambang rasa nyeri dan mencintai
bayinya, sehingga dengan begitu hormon oksitosin keluar dan ASI pun cepat
keluar.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Febriyanti et al, (2018) faktor yang
mempengaruhi isapan bayi yang dapat menyebabkan produksi ASI
berkurang diantaranya putting susu lecet dapat disebabkan oleh trauma saat
menyusui, selain itu dapat pula terjadi retak dan pembentukan celah-celah
retakan pada putting susu dapat sembuh sendiri dalam waktu 48 jam, pada
bayi prematur, bayi dengan lidah pendek, putting meleset (masuk kedalam),
labioschisis atau cleft tip atau bibir sumbing. Selain itu, pentingnya bagi ibu
postpartum seksio sesarea untuk meningkatkan asupan nutrisi dan
mendapatkan dukungan dari keluarga terdekat, sehingga dapat membantu
dalam melancarkan produksi ASI.
c. Hambatan internal (pemijatan oksitosin)
Hasil penelitian yang dilakukan pemijatan oksitosin. 1 dari 7 responden
mengatakan kurangnya produksi ASI pada hari pertama setelah melahirkan.
Ny A mengatakan ASInya keluar sedikit dan jika menggunakan pompa ASI
tetap yang keluar sedikit. Menurut Hadianti & Resmana, (2017) mengatakan
bahwa kegagalan dalam proses menyusui sering disebabkan karena
timbulnya masalah, baik pada ibu maupun pada bayinya, salah satunya yaitu
produksi ASI yang kurang untuk memperlancar pengeluaran produksi ASI
dapat dilakukan dengan merangsang refleks oksitosin yaitu dengan pijat
oksitosin. Distribusi frekuensi ibu post seksio sesarea yang melakukan pijat
oksitosin.
Hasil penelitian yang dilakukan pemijatan oksitosin. 1 dari 7 responden
mengatakan kurangnya produksi ASI pada hari pertama setelah melahirkan.
Sedangkan 6 informan mengatakan tidak ada hambatan pada saat dilakukan
pemijatan oksitosin. Ny. N mengatakan tidak ada masalah setelah dilakukan

58
pemijatan oksitosin dan saya merasa sangat senang kalau bisa pemijatan
oksitosin diulang. Ny. N mengatakan merasa senang karena tidak ada
masalah setelah dilakukan pemijatan oksitosin dan sangat bermanfaat. Ny. N
mengatakan tidak ada pantangan setelah dilakukan pemijatan oksitosin. Ny.
R mengatakan pada saat dilakukan pemijatan oksitosin tidak ada pantangan.
sedangkan Ny. S mengatakan setelah dilakukan pemijatan oksitosin tidak
ada hambatan dan sangat bermanfaat. Kegunaan pijat oksitosin adalah untuk
memperlancar pengeluaran produksi ASI yang dapat dilakukan dengan cara
merangsang refleks oksitosin, agar ibu tidak memutuskan memberi ASI pada
bayinya sehingga dapat meningkatkan angka cakupan pemberian ASI
eksklusif. Menurut Grasiana, Nursanti, & Giri, (2019) pijat oksitosin dan
pijat punggung hipotesis peneliti terbukti, pijat punggung hipotesis peneliti
terbukti. Jika teknik ini dapat di lakukan oleh ibu post section caesarea maka
masalah menyusui yang muncul pada hari-hari pertama kelahiran seperti ASI
tidak lancar, ASI belum keluar yang menyebabkan ibu memutuskan untuk
memberikan susu formula kepada bayinya dapat diatasi sehingga dapat
meningkatkan angka cakupan pemberian ASI pada satu jam pertama
kelahiran bahkan pemberian ASI eksklusif.
Ketika seorang bayi mulai menyusu pada putting seorang wanita, hasil
perangsangan fisik menyebabkan implus. Implus pada ujung saraf ini
dikirim ke kelenjar hipotalamus di otak, dimana secara bergantian kelenjar
ini memberitahu kelenjar pituitary yang juga berada di otak untuk
menghasilkan dua hormon yang disebut prolaktin dan oksitosin. Kedua
hormon ini memiliki peranan penting untuk mengatur produksi dan sekresi
ASI. hormone prolaktin dalam proses menyusui, payudara mengirimkan
rangsangan ke otak. Otak kemudian bereaksi mengeluarkan hormon
prolaktin yang masuk ke dalam aliran darah menuju kembali ke payudara.
Hormone prolaktin merangsang sel-sel pembuat susu untuk bekerja
memproduksi susu. Sel-sel pembuat susu sesungguhnya tidak langsung
bekerja ketika bayi menyusu. Hormone oksitosin setelah rangsangan dari
payudara, otak juga mengeluarkan hormon oksitosin selain hormone
prolaktin. Hormone oksitosin diproduksi lebih cepat dari pada prolaktin.

59
Hormone ini juga masuk ke dalam aliran darah menuju payudara. Di
payudara, hormone oksitosin merangsang sel-sel otot untuk berkontraksi
(Rianti, 2014).
Masalah menyusui masa antenatal (kehamilan) putting susu datar atau
terbenam, sejak kehamilan trimester terakhir (III) ibu yang tidak memiliki
resiko atau riwayat resiko kelahiran premature, dapat dengan segera
diusahakan mengeluarkan putting susu datar atau terbenam dengan dibantu
jarum suntik yang dipotong ujungnya atau dengan pompa ASI. Setelah bayi
lahir putting susu datar atau terbenam dapat dikeluarkan dengan cara, susui
bayi secepatnya segera setelah lahir saat bayi aktif adanya menyusui, susui
bayi sesering mungkin (misalnya tiap 2-3 jam), ini akan menghindari
payudara terisi terlalu penuh dan memudahkan bayi untuk menyusu,
massage payudara dan mengeluarkan ASI secara manual sebelum menyusui
dapat membantu bila terdapat bendungan payudara dan putting susu tertarik
kedalam, pompa ASI yang efektif bukan yang berbentuk (trompet) atau
bentuk squeeze danbild dapat dipakai untuk mengeluarkan putting susu pada
waktu menyusu. Masalah menyusui pada masa nifas dini, putting susu nyeri/
lecet. Masalah yang tersering dalam menyusui adalah putting susu
nyeri/lecet, sekitar 57% darui ibu yang menyusui dilaporkan pernah
menderita kelecetan pada puttingnya. Penyebab kebanyakan putting
nyeri/lecet disebabkan oleh kesalahan dalam teknik menyusui, yaitu bayi
tidak menyusu sampai kekalang payudara. Bila bayi menyusu hanya pada
putting susu, maka bayi akan mendapat ASI sedikit karena gusi bayi tidak
menekan pada daerah sinus laktiferus, sedangkan pada ibu akan terjadi
nyeri/kelecetan pada putting susunya (Mansyur, Dahlan 2014).
Kegagalan dalam perkembangan payudara secara fisiologis untuk
menampung air susu sangat jarang terjadi. Payudara secara fisiologis
merupakan tenunan aktif yang tersusun seperti pohon tumbuh di dalam
putting dengan cabang yang menjadi ranting semakin mengecil. Susu
diproduksi pada akhir ranting dan mengalir ke dalam cabang-cabang besar
menuju saluran ke dalam putting. Secara visual payudara dapat di
gambarkan sebagai setangkai buah anggur, mewakili tenunan kelenjar yang

60
mengsekresi dimana setiap selnya mampu memproduksi susu. Bila sel-sel
myoepithelial di dalam dinding alveoli berkontraksi anggur tersebut
terpencet dan mengeluarkan susu ke dalam ranting yang mengalir ke cabang-
cabang lebih besar, yang secara perlahan-lahan bertemu di dalam aerola dan
membantu sinus lactiterous. Pusat dari areda (badan yang berpigmen) adalah
puttingnya, yang tidak kaku letaknya dan dengan mudah dihisap (masuk ke
dalam) mulut bayi. Kadang-kadang payudara terasa membengkak atau
penuh. Hal ini terjadi karena edema ringan oleh hambatan vena atau saluran
limfe akibat ASI yang menumpuk di dalam payudara. Kejadian seperti ini
jarang terjadi kalau pemberian ASI sesuai dengan kemauan bayi, faktor-
faktor lain yang menyebabkan payudara bengkak adalah bayi tidak menyusu
dengan kuat, posisi bayi pada payudara salah sehingga proses menyusui
tidak benar, serta terdapat putting susu yang datar atau terbenam (Walyani,
2015).
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Kusumayanti, (2017)
menunjukkan bahwa ibu yang persalinannya normal maupun dengan
tindakan operasi cenderung tidak memberikan ASI eksklusif. Pada
persalinan normaltetap dilakukan pemberian makanan prelakteal masih
diberikan pada bayi. Ibu merasa ASInya belum keluar ataupun produksi
ASInya kurang, sehingga penggunaan susu formula dan makanan prelakteal
masih diberikan. Rendahnya praktek menyusui pada ibu post section
caesarea berhubungan dengan dukungan tenaga kesehatan. Hal ini dapat
disebabkan oleh penolongpersalinan yang kurang memberikan informasi
tentang praktek inisiasi menyusui dini dan pemberian ASI eksklusif sehingga
ibu kurang memahami manfaat dan keuntungan ASI eksklusif.
d. Hambatan eksternal (pemijatan oksitosin)
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 7 informan yaitu Ny. R
mengatakan pada saat ASI tidak lancar keluarganya menganjurkan untuk
mengkonsumsi sayur-sayuran agar ASInya lancar dan hindari makanan
seperti kacang-kacangan, pedas dan dingin-dingin karena informan
menderita penyakit kolesterol. Ny. N mengatakan sering mengkonsumsi
sayur-sayuran dan kacang-kacangan saat ASI tidak lancar. Ny. N

61
mengatakan pada saat ASI tidak lancar dia dianjurkan untuk mengkonsumsi
sayur kelor, kacang-kacangan dan bayi mencret-mencret ketika makan
makanan pedas-pedas dan minum yang dingin-dingin. Ny. N mengatakan
pada saat ASI tidak lancar makanan yang dimakan, makanan sayur dan
kacang-kacangan. Ny. R mengatakan saat ASI tidak lancar dia dianjurkan
makan makanan seperti sayur-sayur bening dan kacang-kacangan. Ny. S
mengatakan saat ASI tidak lancar selalu mengkonsumsi sayur-sayuran dan
kacang-kacangan. Sedangkan Ny. A mengatakan makanan yang sering dia
konsumsi untuk melancarkan ASI yaitu makan sayur-sayuran dan kacanga-
kacangan. Menurut Wiyani, (2019) yang mengatakan bahwa untuk
memperlancar pengeluaran ASI ibu dapat mengkonsumsi makanan bergizi
seperti sayuran, minum air putij dan mengkonsumsi obat pelancar ASI.
Selain itu mengkonsumsi sayuran, ibu nifas juga bisa perawatan payudara
sering disebut Breast Carebert. Tujuan untuk memelihara kebersihan
payudara, memperbanyak atau memperlancar pengeluaran ASI sehingga
terjadi kesukaran dalam menyusui bayinya. Perawatan payudara dilakukan
dengan cara pengurutan serbuk daun papaya yang memiliki banyak vitamin
dapat merangsang hormon oksitosin untuk meningkatkan hormon prolaktin
agar merangsang kelenjar susu untuk memproduksi ASI.
Nutrisi dan cairan yang diperlukan bagi ibu nifas tidak lepas dari
pedoman nutrisi yang berfokus pada penyembuhan fisik dan stabilitas
setelah kelahiran serta persiapan laktasi. Gizi yang terpenuhi pada ibu
menyusui akan sangat berpengaruh pada produksi air susu yang sangat
dibutuhkan untuk pertumbuhan dan perkembangan bayi. Bila pemberian ASI
berhasil baik maka berat badan bayi meningkat, kebiasaan makan anak
memuaskan, integritas kulit dan tonus otot baik. Umumnya, selama
menyusui seorang ibu yang menyusui akan merasakan lapar yang meningkat
jika dibandingkan sebelum ibu menjalankan perannya sebagai seorang ibu
hamil. Menyusui akibat nutrisi yang ibu miliki juga akan diolah menjadi
nutrisi ASI untuk kebutuhan makann bayi. Nutrisi yang diperlukan oleh ibu
berikut ini adalah nutrisi yang diperlukan oleh ibu menyusui untuk
menjamin pembentukan air susu yang berkualitas dengan jumlah yang cukup

62
dalam memenuhi kebutuhan bayinya yang diolah dari berbagai seperti
makanan yang bergizi untuk ibu ikan, sayuran dan kacangan Susanto,
(2018).
ASI adalah suatu emulsi lemak dalam larutan protein, laktose dan gram
organik yang disekresi oleh kedua belah kelenjar payudara ibu, sebagai
makanan utama bagi bayi. Komposisi ASI tidak sama dari waktu ke waktu,
hal ini berdasarkan stadium laktasi. Komposisi ASI dibedakan menjadi 3
macam. Kolostrum ASI yang dihasilkan pada hari pertama sampai hari
ketiga setelah bayi lahir. Kolostrum merupakan cairan yang agak kental
berwarna kekuning-kuningan, lebih kuning disbanding dengan ASI mature,
bentuknya agar kasar karena mengandung butiran lemak dan sel-sel epitel
dengan kasiat kolostrum. Pada ibu yang normal dapat menghasilkan ASI
kira-kira 550-1000 ml setiap hari, jumlah ASI tersebut dapat dipengaruhi
oleh beberapa faktor sebagai berikut, makanan produksi ASI sangat
dipengaruhimakanan yang dimakan ibu, apabila makanan ibu secara teratur
dan cukup mengandung gizi yang diperlukan akan mempengaruhi produksi
ASI, karena kelenjar pembuat ASI tidak dapat bekerja dengan sempurna
tanpa makanan yang cukup. Untuk membentuk produksi ASI yang baik,
makanan ibu harus memenuhi jumlah kalori, protein, lemak dan vitamin
serta mineral yang cukup selain itu ibu dianjurkan minum lebih banyak
kurang lebih 8-12 gelas/hari. Bahan makanan yang dibatasi untuk ibu
menyusui, yang merangsang seperti cabe, merica, jahe, kopi, alcohol. Yang
membuat kembung seperti ubi, singkong, kool, sawi dan daun bawang.
Bahan makanan yang banyak mengandung gula dan lemak beras, daging,
tempe, sayuran, buah papaya, susu, gula pasir dan minyak Ambarwati &
Wulandari, (2010).
ASI adalah makanan bernutrisi dan berenergi tinggi, yang mudah untuk
dicerna. ASI memiliki kandungan yang dapat membantu menyerapan nutrisi.
Pada bulan-bulan awal, saat bayi dalam kondisi yang paling rentang, ASI
eksklusif membantu melindungi bayi dari diare, sudden infant death
syndrome/SIDS (sindrom kematian tiba-tiba pada bayi), infeksi telinga dan
penyakit infeksi lain yang biasa terjadi. ASI eksklusif membuat bayi

63
berkembang dengan baik pada 6 bulan pertama pada usia lebih dari 6 bulan.
Pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan adalah cara yang paling optimal
dalam pemberian makan kepada bayi. Menunda makanan padat membantu
memberi jarak pada kelahiran bayi pemberian ASI biasanya sangat efektif
dalam mencegah kehamilan terutama bila bayi anda mendapatkan ASI
eksklusif dan semua kebutuhan nutrisinya dapat dipenuhi melalui ASI,
menunda pemberian makanan padat pada usia yang lebih besar dapat makan
sendiri dan lebih kecil kecenderungan untuk mengalami alergi terhadap
makanan Haryono & Setianingsih, (2014).
ASI merupakan makanan terbaik bagi bayi dan siapapun mengakui hal
tersebut. Hal ini dikarenakan ASI mengandung zat-zat yang dibutuhkan oleh
bayi, baik itu berupa nutrisi ataupun zat protektif. Nutrisi (zat gizi) yang
sesuai untuk bayi, ASI merupakan sumber gizi sangat ideal dengan
komposisi yang seimbang dan disesuaikan dengan kebutuhan pertumbuhn
bayi selama 6 bulan. Lemak, sumber kalori utama dalam ASI adalah lemak,
dan sekitar 50% kalori ASI berasal dai lemak kadar lemak dalam ASI antara
3,5-4,5%. Walaupun kadar lemak dalam ASI tinggi, tetapi mudah diserap
oleh bayi karena trigliserida dalam ASI lebih dulu dipecah menjadi asam
lemak dan gliserol oleh enzim, lipase yang terdapat pada ASI. karbohidrat,
utama dalam ASI adalah laktosa, yang kadarnya paling tinggi dibandingkan
susu mamalia lain (7 g%).protein, dalam susu adalah kosein dan whey.
Kadar protein ASI sebesar 0,99% dan 60% diantaranya adalah wheyyang
lebih mudah dicerna dibandingkan kasein(protein utama susu sapi). Vitamin,
ASI cukup mengandung vitamin D,E dan K. vitamin E terdapat pada
kolostrum, vitamin K diperlukan sbagai katalisator dalam proses pembekuan
darah dan terdapat dalam ASI dalam jumlah yang cukup dan mudah diserap,
ASI cukup mengandung vitamin yang diperlukan bayi Astutik, (2015).
Menurut penelitian Kamariyah, (2014) faktor nutrisi dapat
mempengaruhi kelancaran produksi ASI. Ibu pantang terhadap makanan ada
beberapa makanan yang dianggap pantang untuk dimakan misalnya ayam
dan ikan, masyarakat yang kurang pengetahuannya menganggap ayam dan
ikan laut dapat menyebabkan ASI berbau amis sehingga anak tidak mau

64
menyusui yang akan mengakibatkan ASI tidak lancar, padahal ayam dan
ikan laut merupakan salah satu sumber protein yang dibutuhkan ibu pasca
melahirkan. Makanan yang dikomsumsi ibu menyusui sangat berpengaruh.

BAB V
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Bahwa riwayat faktor penyebab ketidaklancaran ASI dalam penelitian ini lebih
disebabkan oleh adanya melahirrkan secara Sc, dan payudara bengkak. Karena
faktor mempengaruhi produksi ASI seperti isapan bayi yang tidak sempurna atau
putting susu ibu yang sangat kecil akan membuat produksi hormon oksitosin dan
hormon prolaktin terus menurun dan ASI akan terhenti. Umur juga akan
mempengaruhi produksi ASI karena semakin tua umur seseorang akan semakin
kecil hormon prolaktin dan oksitosin ibu menyusui. Mengalami ketidaklancaran ASI
dalam 24 jam pertama. dimana paritas juga berpengaruh terhadap kelancaran
produksi ASI. Adapun dampak pijat oksitosin yang dilakukan pada ibu postpartum
dalam penelitian ini lebih di sebabkan karena faktor penyebab ASI tidak lancar
payudara bengkak, mengeras dan terasa sakit. Sehingga ASI tidak keluar.
Kemudian, setelah dilakukan pemijatan oksitosin ibu merasa tenang, rileks,
meningkatkan rasa nyaman dan mencintai bayinya, sehingga dengan begitu hormon

65
oksitosin keluar dan ASI pun cepat lancar, dan rasa cemas, stress dan ragu yang
terjadi akan hilang setelah dilakukan pemijatan oksitosin pada ibu.
B. SARAN
1. Diharapkan kepada semua ibu yang melahirkan, ASInya yang belum lancar
segera melakukan pemijatan oksitosin terutama pada saat ASInya yang belum
keluar 1-3 hari rutin untuk melakukan pemijatan.
2. Diharapkan kepada ibu yang melahirkan dan sudah di lakukan pemijatan
mungkin sebagian ibu mengatakan masih mau di ulang cara pemijatan oksitosin
karena terasa rileks dan enak.
3. Masalah saat dilakukan pemijatan oksitosin mungkin ibu yang sudah melahirkan
mengatakan tidak ada masalah pada saat dilakukan pemijatan.
4. Hambatan yang dilakukan saat ASI tidak lancar ibu sebaiknya memperbanyak
makanan yang bergizi untuk kelancaran ASInya seperti kacang-kacangan dan,
sayur-sayuran minum susu pelancar ASIfit.

DAFTAR PUSTAKA

Abdul, K., Putri, J. M., & Lubis, N. A. (2017). Hubungan Pengetahuan Ibu Nifas
Tentang Makanan Gizi Seimbang Dengan Penyembuhan Luka Perineum.

Adiningrum, H. (2014). Buku Pintar ASI Eksklusif. Jakarta Timur: Salsabila.

Albertina, M., Melly, H., & Shoufiah, R. (2017). Hubungan Pijat Oksitosin Dengan
Kelancaran Produksi ASI Pada Ibu Postpartum Fisiologis Hari Ke 2-3. 3(1), 71–
78.

Amalia, R. (2016). Hubungan Stres Dengan Kelancaran ASI Pada Ibu Menyusui Pasca
Persalinan Di RSUA Yani Surabaya. Ilmiah Kesehatan.

Ambarwati, E. retna, & Wulandari, D. (2010). Asuhan kebidanan nifas (A. Setiawan &
D. Wulandari, Eds.). jogjakarta: mitra cendikia press.

Asih, Y., & Risneni. (2016). Buku ajar asuhan kebidanan nifas dan menyusui
dilengkapi dengan evidence based practice dan daftar tilik asuhan nifas (A.
M@ftuhin, Ed.). jakarta timur: cv. trans info media.

Buhari, S. (2018). perbandingan pijat oketani dan pijat oksitosin terhadap produksi air
susu ibu pada ibu postpartum hari pertama sampai hari ketiga di Rumah sakit II Tk
pelamonia makassar. Kesehatan Delima Pelamonia, 9.

66
Delima, Mera, Arni, G., & Rosya, E. (2017). Pengaruh Pijat Oksitosin Terhadap
Peningkatan Produksi Asi Ibu Menyusui Di Puskesmas Plus Mandiangin. Jurnal
Ipteks Terapan, 9(4), 283–293. https://doi.org/10.22216/jit.2015.v9i4.1238

Delima, Mere, Arni, G. Z., & Rosya, E. (2016). Pengaruh Pijat Oksitosin Terhadap
Peningkatan Produksi ASI Ibu Menyusui Di Puskesmas Plus Mandiangin. 4, 283–
293.

Endang, W., & Rohmawati, W. (2017). Efektivitas pijat endorpin dan pijat Breastcare
Terhadap Kelancaran Produksi ASI Pada Ibu Nifas Di RSU PKU Muhammadiyah
Delanggu. 9(17), 47–60.

Febriyanti, H., Yohanna, W. S., & Nurida, E. (2018). Kelancaran Produksi ASI Pada
Ibu Postpartum Ditinjau Dari Inisiasi Menyusu Dini Dan Isapan Bayi. 3(1), 39–
46.

Grasiana, F., Nursanti, I., & Giri, W. (2019). Efektifitas Pijat Punggung, Pijat Oksitosin
Dan Kombinasi Terhadap Produksi ASI Pada Ibu Dengan Section Caesarea.
Keperawatan Dan Kesehatan Medisina Akper YPIB Majalengka.

Hadianti, D. N., & Resmana, R. (2017). Pijat oksitosin dan Frekuensi Menyusui
berhubungan dengan Waktu Pengeluaran Kolostrum pada Ibu Post Sectio Caesarea
di RS Kota Bandung. Jurnal Ners Dan Kebidanan Indonesia, 4(3), 148.
https://doi.org/10.21927/jnki.2016.4(3).148-156

Haryono, R., & Setianingsih, S. (2014). Manfaat ASI eksklusif untuk buah hati anda.
yogyakarta: Gosyen publishing.

Juliastuti, & Sulastri. (2018). Pengaruh Pemberian Massage Depan ( Breast Care ) Dan
Massage Belakang ( Pijat Oksitosin ) Terhadap Produksi Asi. Pengaruh
Pemberian Massage Depan ( Breast Care ) Dan Massage Belakang ( Pijat
Oksitosin ) Terhadap Produksi Asi Ibu Post Partum Dicrumah Sakit Zainal Abidin
Banda Aceh, 12(3), 227–231.

Kamariyah, N. (2014). Kondisi Psikologi Mempengaruhi Produksi ASI Ibu Menyusui


Di BPS Aski Pakis Sido Kumpul. Ilmiah Kesehatan, 29–36.

Lockhart, A., & Saputra, L. (2014). Asuhan kebidanan masa nifas fisiologis & patologis
(Syuul & Adam, Eds.). Tangerang selatan: Binarupa aksara.

Mansyur, N., & Dahlan, K. (2014). Asuhan kebidanan masa nifas. Malang: selaksa
media.

Maritalia, D. (2014). Asuhan kebidanan nifas dan menyusui (S. Riyadi, Ed.).
yogyakarta: pustaka pelajar.

Maryunani, A. (2015). Asuhan ibu nifas &asuhan ibu menyusui. bogor: in media.

67
Noer, N. (2019). Faktor Prediktor Pemberian ASI Eksklusif pada Ibu Menyusui
Wilayah Kerja Puskesmas Mangasa Kota Makassar Article history : Public Health
Faculty Received 23 May 2018 Universitas Muslim Indonesia Received in revised
form 12 December 2018 Address : Email : . 2(1), 12–17.

Nursalam. (2017). metodologi penelitian ilmu keperawatan pendekatan praktis edisi 4


( peni puji Lestasi, Ed.). jakarta: salemba medika.

Pilaria, E. (2018). Pengaruh Pijat Oksitosin Terhadap Produksi Asi Pada Ibu Postpartum
Di Wilayah Kerja Puskesmas Pejeruk Kota Mataram Tahun 2017. Jurnal
Kedokteran Yasri 26 (1), 26(1), 27–33.

Susanti Prasetya Ningrum. (2017). Faktor-faktor Psikologis Yang Mempengaruhi


Postpartum Blues. Ilmiah Psikologi.

Sutanto, A. vita. (2018). Asuhan kebidanan nifas dan menyusui teori dalam praktik
kebidanan profesional. yogyakarta: pustaka baru press.

Wiulin, S. (2017). Hubungan Pijat Oksitosin Dengan Kelancaran Produksi ASI Pada
Ibu Postpartum Fisiologis Hari Ke 2-3. 2, 115–125.

Wiyani, R., & Istiqumah. (2019). (The Effect Of Papaya Leaf Powder (Carica Papaya)
Provision To Smooth Breastfeeding In Posrtpartum Babies ). Pengaruh Pemberian
Serbuk Daun Pepaya (Carica Papaya) Terhadap Kelancaran Asi Ibu Nifas, 7(1),
45–53.

68
Gambar : Dokumentasi peneliti saat observasi dan melakukan wawancara
mendalam di RSIA Masyita Makassar.

(Ny. N 39 thn 25/ 07/2019)

69
(Ny. R 33 thn 26/ 07/2019

(Ny. N 21 thn 26/ 07/2019)

70
(Ny. A 32 thn 04/08/2019)

(Ny. N 36 thn 24/07/2019)

71
(Ny. S 40 thn 01/ 08/2019)

(Ny. R 35 thn 25/07/2019)

72
(Nn. S 24 thn 01/08/2019)

(Nn. N 20 thn 26/07/2019

73
LEMBAR OBSERVASI IBU POSTPARTUM

Nama (Inisial) : No. Responden :

Alamat : Tanggal :

No. Lembar Observasi Ibu Postpartum

1. Bisa ibu ceritakan setelah melahirkan ASI ibu keluar setelah hari ke berapa?
Probing
a. Bisa ibu ceritakan keluhan yang ibu rasakan sehingga ASI ibu tidak
lancar
1. Bagaimana perasaan setelah melakukan pemijatan oksitosin?
Probing
a. Bisa ibu ceritakan apa yang ibu rasakan setelah melakukan pemijatan
oksitosin
b. Bisa ibu ceritakan setelah pemijatan oksitosin ASInya keluar banyak?
c. Bisa ibu ceritakan pantangan pada saat pemijatan oksitosin
2. Ibu bisa ceritakan hambatan/masalah yang ibu rasakan saat melakukan
pemijatan oksitosin
Probing
a. Bisa yang ibu ceritakan pantangan-pantangan saat melakukan pemijatan
oksitosin
3. Bisa ibu ceritakan budaya yang ada di lingkungan ibu terhadap pemberian
ASI
Probing
a. Bisa ibu ceritakan pantangan-pantangan pada ibu menyusui
PERMOHONAN MENJADI RESPONDEN

Kepada Yth

Ibu

Dengan Hormat,

Saya yang bertanda tangan di bawah ini adalah mahasiswa program studi S1
Ilmu Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Nani Hasanuddin Makassar,

Nama : Asti Astuti

Nim : NH0115021

Akan melakukan penelitian dengan judul “Pengalaman Pijat Oksitosin Terhadap


Kelancaran ASI Pada Ibu PostPartum di RSIA Masyita Makassar”

Pada kegiatan ini diharapkan partisipasi Ibu postpartum mengikuti pijat


oksitosin selama masa penelitian. Penelitian ini tidak menimbulkan akibat yang
merugikan bagi Ibu sebagai responden, kerahasiaan semua informasi yang diberikan
akan dijaga dan hanya digunakan untuk kepentingan penelitian, jika Ibu telah menjadi
responden dan terjadi hal-hal yang merugikan, maka diperbolehkan mengundurkan diri
untuk tidak berpartisipasi pada penelitian ini.

Apabila Ibu menyetujui, maka saya mohon kesediaannya untuk menandatangani


lembar persetujuan dan menjawab pertanyaan yang saya sertakan pada surat ini. Atas
perhatian dan kesediaannya saya ucapkan terima kasih.

Peneliti

Asti Astuti

Anda mungkin juga menyukai