GEOLOGI TEKNIK
BATUAN METAMORF
Disusun Oleh:
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS MULAWARMAN
SAMARINDA
2013
BATUAN METAMORF
BATUAN METAMORF
Batuan beku dan sedimen dibentuk akibat interaksi dari proses kimia, fisika,
biologi dan kondisi-kondisinya di dalam bumi serta di permukaannya. Bumi merupakan
sistim yang dinamis, sehingga pada saat pembentukannya, batuan-batuan mungkin
mengalami keadaan yang baru dari kondisi-kondisi yang dapat menyebabkan perubahan
yang luas di dalam tekstur dan mineraloginya. Perubahan-perubahan tersebut terjadi pada
tekanan dan temperatur di atas diagenesa dan di bawah pelelehan, maka akan
menunjukkan sebagai proses metamorfisme.
Suatu batuan mungkin mengalami beberapa perubahan lingkungan sesuai dengan
waktu, yang dapat menghasilkan batuan polimetamorfik. Sifat-sifat yang mendasar dari
perubahan metamorfik adalah batuan tersebut terjadi selama batuan berada dalam kondisi
padat. Perubahan komposisi di dalam batuan kurang berarti pada tahap ini, perubahan
tersebut adalah isokimia yang terdiri dari distribusi ulang elemen-elemen lokal dan volatil
diantara mineral-mineral yang sangat reaktif. Pendekatan umum untuk mengambarkan
batas antara diagenesa dan metamorfisme adalah menentukan batas terbawah dari
metamorfisme sebagai kenampakan pertama dari mineral yang tidak terbentuk secara
normal di dalam sedimen-sedimen permukaan, seperti epidot dan muskovit. Walaupun
hal ini dapat dihasilkan dalam batas yang lebih basah. Sebagai contoh, metamorfisme
shale yang menyebabkan reaksi kaolinit dengan konstituen lain untuk menghasilkan
muskovit. Bagaimanapun juga, eksperimen-eksperimen telah menunjukkan bahwa reaksi
ini tidak menempati pada temperatur tertentu tetapi terjadi antara 200°C – 350°C yang
tergantung pada pH dan kandungan potasium dari material-material disekitarnya.
Mineral-mineral lain yang dipertimbangkan terbentuk pada awal metamorfisme adalah
laumonit, lawsonit, albit, paragonit atau piropilit. Masing-masing terbentuk pada
temperatur yang berbeda di bawah kondisi yang berbeda, tetapi secara umum terjadi kira-
kira pada 150°C atau dikehendaki lebih tinggi. Di bawah permukaan, temperatur di
sekitarnya 150°C disertai oleh tekanan lithostatik kira-kira 500 bar.
Batas atas metamorfisme diambil sebagai titik dimana kelihatan terjadi pelelehan
batuan. Di sini kita mempunyai satu variabel, sebagai variasi temperatur pelelehan
sebagai fungsi dari tipe batuan, tekanan lithostatik dan tekanan uap. Satu kisaran dari
650°C – 800°C menutup sebagian besar kondisi tersebut. Batas atas dari metamorfisme
dapat ditentukan oleh kejadian dari batuan yang disebut migmatit. Batuan ini
menunjukkan kombinasi dari kenampakan tekstur, beberapa darinya muncul menjadi
batuan beku dan batuan metamorf yang lain.
Berdasarkan tingkat malihannya, batuan metamorf dibagi menjadi dua yaitu (1)
metamorfisme tingkat rendah (low-grade metamorphism) dan (2) metamorfisme tingkat
tinggi (high-grade metamorphism). Pada batuan metamorf tingkat rendah jejak
kenampakan batuan asal masih bisa diamati dan penamaannya menggunakan awalan
meta (-sedimen, -beku), sedangkan pada batuan metamorf tingkat tinggi jejak batuan asal
sudah tidak nampak, malihan tertinggi membentuk migmatit (batuan yang sebagian
bertekstur malihan dan sebagian lagi bertekstur beku atau igneous).
C. PENGENALAN BATUAN METAMORF
Pengenalan batuan metamorf dapat dilakukan melalui kenampakan-kenampakan
yang jelas pada singkapan dari batuan metamorf yang merupakan akibat dari tekanan-
tekanan yang tidak sama. Batuan-batuan tersebut mungkin mengalami aliran plastis,
peretakan dan pembutiran atau rekristalisasi. Beberapa tekstur dan struktur di dalam
batuan metamorf mungkin diturunkan dari batuan pre-metamorfik (seperti: cross
bedding), tetapi kebanyakan hal ini terhapus selama metamorfisme. Penerapan dari
tekanan yang tidak sama, khususnya jika disertai oleh pembentukan mineral baru, sering
menyebabkan kenampakan penjajaran dari tekstur dan struktur. Jika planar disebut
foliasi. Seandainya struktur planar tersebut disusun oleh lapisan-lapisan yang menyebar
atau melensa dari mineral-mineral yang berbeda tekstur, misal: lapisan yang kaya akan
mineral granular (seperti: felspar dan kuarsa) berselang-seling dengan lapisan-lapisan
kaya mineral-mineral tabular atau prismatik (seperti: feromagnesium), tekstur tersebut
menunjukkan sebagai gneis. Seandainya foliasi tersebut disebabkan oleh penyusunan
yang sejajar dari mineral-mineral pipih berbutir sedang-kasar (umumnya mika atau klorit)
disebut skistosity. Pecahan batuan ini biasanya sejajar dengan skistosity menghasilkan
belahan batuan yang berkembang kurang baik.
Pengenalan batuan metamorf tidak jauh berbeda dengan jenis batuan lain yaitu
didasarkan pada warna, tekstur, struktur dan komposisinya. Namun untuk batuan
metamorf ini mempunyai kekhasan dalam penentuannya yaitu pertama-tama dilakukan
tinjauan apakah termasuk dalam struktur foliasi (ada penjajaran mineral) atau non foliasi
(tanpa penjajaran mineral). Pada metamorfisme tingkat tinggi akan berkembang struktur
migmatit. Setelah penentuan struktur diketahui, maka penamaan batuan metamorf baik
yang berstruktur foliasi maupun berstruktur non foliasi dapat dilakukan. Misal: struktur
skistose nama batuannya sekis; gneisik untuk genis; slatycleavage untuk slate/ sabak.
Sedangkan non foliasi, misal: struktur hornfelsik nama batuannya hornfels; liniasi untuk
asbes.
Variasi yang luas dari tekstur, struktur dan komposisi dalam batuan metamorf,
membuatnya sulit untuk mendaftar satu atau lebih dari beberapa kenampakkan yang
diduga hasil dari proses metamorfisme. Oleh sebab itu hal terbaik untuk
mempertimbangkan secara menerus seperti kemungkinan banyaknya perbedaan
kenampakan-kenampakan yang ada.
D. TIPE-TIPE METAMORFISME
Berdasarkan proses dan cara pembentukannya, secara umum batuan metamorf
terbagi menjadi tiga, yaitu:
1. Metamorf Kontak atau Termal
Metamorfosa kontak terjadi pada kontak sebuah intrusi magma atau lava melalui
celah-celah atau lorong-lorong magma, sehingga terjadi kenaikan suhu pada jalur
tersebut. Dan panas akan diteruskan ke batuan sekitarnya, hal ini terjadi pada tekanan
rendah dan temperatur tinggi. Proses yang terjadi adalah rekristalisasi dan reaksi
antara mineral dan larutan magmatik serta penggantian dan penambahan mineral.
2. Metamorf Dinamik
Metamorf dinamik terjadi pada dislokasi atau deformasi lokal yang intensif,
dimulai dengan breksipatahan, kemudian milonit; dan terjadi pada temperatur rendah
dan tekanan rendah. Proses yang terjadi adalah perubahan mekanis pada batuan, tidak
terjadi rekristalisasi kecuali pada tingkat lonitik.
3. Metamorf Regional
Selain itu, ada beberapa penyebab lain yang ikut membentuk tipe batuan metamorf, yaitu:
1. Metamorf burial
Metamorf burial terjadi karena tekanan lithostatik pada timbunan sedimen dan
batuan vulkanik, tekanan berpengaruh besar pada proses ini.
2. Metamorf metasomatik
Terjadi akibat adanya perkolasi fluida atau gas yang panas pada jaringan antar
butir atau pada retakan-retakan batuan sehingga menyebabkan perubahan komposisi
mineral dan kimia. Perubahan juga dipengaruhi oleh adanya confining pressure.
3. Metamorf Benturan
Terjadi akibat adanya tabrakan dengan sebuah meteorit. Kisaran waktunya hanya
beberapa mikrodetik dan umumnya ditandai dengan terbentuknya mineral coesite dan
stishovite. Metamorf ini erat kaitannya dengan panas bumi (geothermal).
4. Metamorf Orogenik
Metamorf ini terjadi pada daerah sabuk orogenik dimana terjadi proses deformasi
yang menyebabkan rekristalisasi. Umumnya batuan metamorf yang dihasilkan
mempunyai butiran mineral yang terorientasi dan membentuk sabuk yang melampar
dari ratusan sampai ribuan kilometer. Proses metamorfosa ini memerlukan waktu
yang sangat lama berkisar antara puluhan juta tahun yang lalu.
5. Metamorf Dasar dan Samudera
Metamorf ini terjadi akibat adanya perubahan pada kerak samudera di sekitar
punggungan tengah samudera (mid oceanic ridges). Batuan metamorf yang dihasilkan
umumnya berkomposisi basa dan ultrabasa. Adanya pemanasan air laut menyebabkan
mudah terjadinya reaksi kimia antara batuan dan air laut tersebut.
6. Pirometamorfosa/Metamorfosa Optalic/Kaustik/Thermal
Adalah jenis khusus metamorfosa kontak yang menunjukkan efek hasil
temperatur yang tinggi pada kontak batuan dengan magma pada kondisi vulkanik atau
quasi vulkanik. Contoh pada xenolit atau dike zone.
XENOLITH
7. Metamorf Retrogade/Diaropteris
Terjadi akibat adanya penurunan temperatur sehingga kumpulan mineral
metamorfosa tingkat tinggi berubah menjadi kumpulan mineral stabil pada temperatur
yang lebih rendah (Combs. 1961).
1. Tekstur Kristaloblastik
Tekstur batuan metamorf yang dicirikan dengan tekstur batuan asal sudah tidak
kelihatan lagi atau memperlihatkan kenampakan yang sama sekali baru. Dalam
penamaannya menggunakan akhiran kata –blastik.
a. Tekstur Porfiroblastik: sama dengan tekstur porfiritik (batuan beku), hanya kristal
besarnya disebut porfiroblast.
b. Tekstur Granoblastik: tekstur yang memperlihatkan butir-butir mineral seragam.
c. Tekstur Lepidoblastik: tekstur yang memperlihatkan susunan mineral saling
sejajar dan berarah dengan bentuk mineral pipih.
d. Tekstur Nematoblastik: tekstur yang memperlihatkan adanya mineral-mineral
prismatik yang sejajar dan terarah.
e. Tekstur Idioblastik: tekstur yang memperlihatkan mineral-mineral berbentuk
euhedral.
f. Tekstur Xenoblastik: sama dengan tekstur idoblastik, namun mineralnya
berbentuk anhedral.
2. Tekstur Palimpset
Tekstur batuan metamorf yang dicirikan dengan tekstur sisa dari batuan asal
masih bisa diamati. Dalam penamaannya menggunakan awalan kata –blasto.
a. Tekstur Blastoporfiritik: tekstur yang memperlihatkan batuan asal yang porfiritik.
b. Tekstur Blastopsefit: tekstur yang memperlihatkan batuan asal sedimen yang
ukuran butirnya lebih besar dari pasir.
c. Tekstur Blastopsamit: sama dengan tekstur blastopsefit, hanya ukuran butirnya
sama dengan pasir.
d. Tekstur Blastopellit: tekstur yang memperlihatkan batuan asal sedimen yang
ukuran butirnya lempung.
STRUKTUR SKISTOSE
STRUKTUR GNEISIK
c. Struktur Slatycleavage: sama dengan struktur skistose, kesan kesejajaran
mineraloginya sangat halus (dalam mineral lempung).
STRUKTUR SLATYCLEAVAGE
STRUKTUR PHYLITIC
STRUKTUR MILONITIK
d. Struktur Pilonitik: struktur yang memperlihatkan liniasi dari belahan permukaan
yang berbentuk paralel dan butiran mineralnya lebih kasar dibanding struktur
milonitik, malah mendekati tipe struktur filit.
e. Struktur Flaser: sama struktur kataklastik, namun struktur batuan asal berbentuk
lensa yang tertanam pada masa dasar milonit.
f. Struktur Augen: sama struktur flaser, hanya lensa-lensanya terdiri dari butir-butir
felspar dalam masa dasar yang lebih halus.
g. Struktur Granulose: sama dengan hornfelsik, hanya butirannya mempunyai
ukuran beragam.
h. Struktur Liniasi: struktur yang memperlihatkan adanya mineral yang berbentuk
jarus atau fibrous.
G. KOMPOSISI MINERAL
Pertumbuhan dari mineral-mineral baru atau rekristalisasi dari mineral yang ada
sebelumnya sebagai akibat perubahan tekanan dan atau temperatur menghasilkan
pembentukan kristal lain yang baik, sedang atau perkembangan sisi muka yang jelek;
kristal ini dinamakan idioblastik, hypidioblastik, atau xenoblastik. Secara umum batuan
metamorf disusun oleh mineral-mineral tertentu (Tabel 3.13), namun secara khusus
mineral penyusun batuan metamorf dikelompokkan menjadi dua yaitu (1) mineral stress
dan (2) mineral anti stress.
1. Mineral Stress
Suatu mineral yang terbentuk dan stabil dalam kondisi tekanan (P) dan temperatur
(T), dimana mineral ini dapat berbentuk pipih/tabular, prismatik. Contoh: mika,
kyanit, termolit, aktinolit, zeolit, silimanit, hornblende, klorit, straulit, serpentin, dan
epidot.
MIKA
KYANIT
STRAULITE
EPIDOT
2. Mineral Anti-Stress
Suatu mineral yang terbentuk bukan dalam kondisi tekanan (P) dimana biasanya
berbentuk equidimensional. Contoh: kuarsa, kalsit, feldspar, kordierit, dan granit.
QUARTZ
KORDIERIT
b. Batuan metamorf kuarsa-felspatik, berasal dari batupasir atau batuan beku felsik
(misalnya granit, riolit), dicirikan kandungan SiO2 tinggi dan MgO serta FeO
rendah, hasilnya batuannya bertekstur bukan skistosa.
c. Batuan metamorf karbonatan, berasal dari batuan yang berkomposisi CaCO3
(batugamping, dolomit), hasil metamorfosa berupa marmer, bila batuan asal
(batugamping) mengandung MgO dan SiO2 diharapkan terbentuk mineral
tremolit, diopsid, wolastonit dan mineral karbonatan yang lain, bila batuan asal
mengandung cukup Al2O3 diharapkan terbentuk mineral plagioklas, epidot,
hornblenda yang hampir mirip dengan mineralogi batuan metamorf yang berasal
dari batuan beku basa.
MARMER
d. Batuan metamorf basa, berasal dari batuan beku basa (SiO2 sekitar 50%), batuan
metamorfnya disebut metabasite, batuan asal banyak mengandung MgO, FeO,
CaO dan Al2O3 maka mineral metamorfosanya berupa klorit, aktinolit, epidot
(fasies sekis hijau) dan hornblenda (fasies amfibolit), untuk T lebih tinggi akan
muncul klino dan ortopiroksen dan plagioklas.
e. Batuan metamorf ultra basa, berasal dari batuan beku ultra basa, batuan hasil
metamorfosa berupa serpentinit, sering dijumpai pada daerah metamorf yang
mengandung glaukofan.
SERPENTINIT
http://alifahmi.wordpress.com/2007/12/13/tipe-tipe-metamorfisme/
http://basdargeophysics.wordpress.com/2012/04/20/batuan-metamorf/
http://ptbudie.wordpress.com/2012/04/02/proses-pembentukan-batuan-metamorf-serta-tipe-tipe-
mitamorfisme/
http://ptbudie.wordpress.com/2012/04/11/struktur-dan-tekstur-batuan-metamorf/
http://wingmanarrows.wordpress.com/geological/petrologi/batuan-metamorf/