Anda di halaman 1dari 6

TUGAS KP MIKROBIOLOGI

dr. Trimurti Parnomo, MS, Sp.MK (Selasa, 17 Maret 2020)

BAKTERI PATHOGEN (BERDASARKAN SISTEM ORGAN)


KELOMPOK 7B
SALURAN PENCERNAAN

BLOK 4

DISUSUN OLEH :
1. Tromphin Sitorus (1961050038)
2. Gaby Paskalis Sirait (1961050099)
3. Kezia Kerenhapukh Jodana Ririhena (1961050142)
4. Nabila Barkati Susanti (1961050086)
5. Adrianus Aditya (1961050124)
6. Mentaria Naibaho (1961050135)
7. Emiliana Cristisal Palumpun (1961050055)

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA
JAKARTA
2020
BAKTERI PENYEBAB INFEKSI SALURAN PENCERNAAN

1. Salmonela Typhii

Merupakan kuman patogen penyebab demam tifoid, yaitu suatu penyakit infeksi
sistemik dengan gambaran demam yang berlangsung lama, adanya bakteremia disertai
inflamasi yang dapat merusak usus dan organ-organ hati.

S. typhi merupakan kuman batang Gram negatif, yang tidak memiliki spora, bergerak
dengan flagel peritrik, bersifat intraseluler fakultatif dan anerob fakultatif. Kuman ini
tahan terhadap selenit dan natrium deoksikolat yang dapat membunuh bakteri enterik
lain, menghasilkan endotoksin, protein invasin dan MRHA (Mannosa Resistant
Haemaglutinin).

S. typhi mampu bertahan hidup selama beberapa bulan sampai setahun jika melekat
dalam, tinja, mentega, susu, keju dan air beku. S. typhi adalah parasit intraseluler
fakultatif, yang dapat hidup dalam makrofag dan menyebabkan gejala-gejala
gastrointestinal hanya pada akhir perjalanan penyakit, biasanya sesudah demam yang
lama, bakteremia dan akhirnya lokalisasi infeksi dalamjaringan limfoid submukosa usus
kecil.

S. typhi dapat menginfeksi dengan cara kuman menembus mukosa epitel usus,
berkembang biak di lamina propina kemudian masuk ke dalam kelenjar getah bening
mesenterium. Setelah itu memasuki peredaran darah sehingga terjadi bakteremia pertama
yang asimomatis, lalu kuman masuk ke organ-organ terutama hepar dan sumsum tulang
yang dilanjutkan dengan pelepasan kuman dan endotoksin ke peredaran darah sehingga
menyebabkan bakteremia kedua. Kuman yang berada di hepar akan masuk kembali ke
dalam usus kecil, sehingga terjadi infeksi seperti semula dan sebagian kuman dikeluarkan
bersama tinja

2. Vibrio Cholerae

V. cholerae adalah salah satu bakteri pathogen yang bisa didapat dari sumber
makanan laut atau yang terkontaminasi. Vibrio Cholerae merupakan kuman berbentuk
batang bengkok, gram negatif, aerob, kuman ini dapat bergerak karena mempunyai satu
flagel kutub, panjangnya kira-kira 2-4 mm, membentuk spora. Pada pembiakan yang
lama kuman ini dapat menjadi batang lurus, mirip kuman gram negatif lainnya
(Budiyanto et al., 2003). Kuman ini membentuk koloni yang konveks, halus, bulat, dan
bergranula pada sinar cahaya. Kuman ini bersifat oksidase positif. Kuman ini meragikan
sukrosa dan manosa tetapi tidak meragikan arabinosa. Bila tumbuh pada perbenihan
pepton yang mengandung triptofan dan nitrit dalam jumlah yang cukup, kuman ini
menghasilkan indol dan mereduksi nitrat (Budiyanto, 2003).

Proses pemindahan dari laut sampai ke tangan konsumen tentu saja membutuhkan
proses pengawetan tertentu Salah satu metode pengawetan hasil laut adalah dengan
menggunakan proses pendinginan. Proses pendinginan yang paling sering digunakan oleh
nelayan maupun pedagang ikan adalah dengan menggunakan es batu ataupun air es. Es
batu maupun air es yang digunakan untuk proses pendinginan ini biasanya diperoleh dari
pabrik es. Pada dasarnya es yang akan dibuat haruslah bebas dari kontaminasi (baik
biologis atau kimia) yang dapat membahayakan kesehatan manusia. Namun pada
kenyataannya sumber air yang digunakan tidaklah selalu bebas dari kontaminasi. Selain
itu para nelayan dan pedagang ikan sering menggunakan es batu dan air es yang sama
secara berulang kali untuk jenis hasil perikanan yang berbeda. Hal ini dapat memudahkan
perpindahan kontaminan terutama bakteri V. cholerae yang memiliki tempat hidup alami
di air berkadar garam tinggi.

Penyakit yang disebabkan oleh bakteri Vibrio cholerae adalah kolera. Kolera
adalah bakteri Vibrio cholerae biotipe Classical grup O1. Gejala yang ditimbulkannya
meliputi muntah, buang air besar seperti air beras dalam jumlah banyak (1 liter/jam)
sehingga mengakibatkan dehidrasi, kehilangan elektrolit dan naiknya keasaman darah.
Pada kasus yang berat, penderita kehilangan cairan serta elektrolit dengan cepat dan
banyak sehingga terjadi renjatan keasaman metabolik dan bila tidak diobati akan
menyebabkan kematian (Jawetz et al., 2008).

3. Helicobacter pylori

Helicobacter pylori merupakan salah satu penyebab infeksi yang umum terjadi pada
manusia dan berhubungan dengan beberapa penyakit penting pada saluran cerna seperti
gastritis kronis, ulkus peptikum dan kanker lambung. Infeksi H. pylori berkaitan erat
dengan kondisi sosial ekonomi sehingga prevalensi infeksi ini lebih tinggi di negara-
negara berkembang dibanding negara-negara maju (Chey et al., 2007).
Karakteristik mikrobiologis Helicobacter pylori merupakan bakteri gram negatif
berbentuk S atau melengkung. Organisme ini memiliki 2-6 flagela yang membantu
mobilisasinya untuk menyesuaikan dengan kontraksi lambung yang ritmis dan
berpenetrasi ke mukosa lambung. Ukuran panjangnya 2,4-4 µm dan lebar 0,5-1 µm.
Reservoir utamanya adalah lambung manusia, khususnya di daerah antrum. Bersifat
mikroaerofilik, tumbuh baik dalam suasana lingkungan yang mengandung O2 5%, CO2 5
– 10% pada temperatur 37ºC (Brown, 2000).
Kombinasi yang kompleks antara faktor bakteri, penjamu dan lingkungan
mempengaruhi kerentanan dan keparahan penyakit pada seorang individu terhadap
infeksi H. pylori (Delahay dan Rugge, 2012). Mukosa lambung terlindungi sangat baik
dari infeksi bakteri, namun H. pyloserangkaian langkah unik masuk ke dalam mukus,
berenang dan orientasi spasial di dalam mukus, melekat pada sel epitel lambung,
menghindar dari respon imun, dan sebagai akibatnya terjadi kolonisasi dan transmisi
persisten (Rani dan Fauzi, 2009)ri memiliki kemampuan adaptasi yang sangat baik
terhadap lingkungan ekologi lambung dengan
Infeksi H. pylori saat bayi diperkirakan merupakan penyebab pangastritis (sekresi
asam lambung yang rendah), sedangkan infeksi pada masa anak-anak merupakan faktor
penyebab gastritis antrum (sekresi asam lambung yang berlebihan) (Poddar dan Thapa,
2000).

4. Staphylococcus Aureus
Staphylococcus aureus merupakan bakteri Gram positif berbentuk bulat
berdiameter 0,7-1,2 μm, tersusun dalam kelompok-kelompok yang tidak teratur seperti
buah anggur, fakultatif anaerob, tidak membentuk spora, dan tidak bergerak. Bakteri ini
tumbuh pada suhu optimum 37 oC, tetapi membentuk pigmen paling baik pada suhu
kamar (20-25 oC).
Staphylococcus aureus adalah patogen utama pada manusia. Hampir semua orang
pernah mengalami infeksi S. aureus selama hidupnya, dengan derajat keparahan yang
beragam, dari keracunan makanan atau infeksi kulit ringan hingga infeksi berat yang
mengancam jiwa.
Sebagian bakteri Stafilokokus merupakan flora normal pada kulit, saluran
pernafasan, dan saluran pencernaan makanan pada manusia. Bakteri ini juga ditemukan
di udara dan lingkungan sekitar. S. aureus yang patogen bersifat invasif, menyebabkan
hemolisis, membentuk koagulase, dan mampu meragikan manitol.

Beberapa penyakit infeksi yang disebabkan oleh S. aureus adalah bisul, jerawat,
impetigo, dan infeksi luka. Infeksi yang lebih berat diantaranya pneumonia, mastitis,
plebitis, meningitis, infeksi saluran kemih, osteomielitis, dan endokarditis. S. aureus juga
merupakan penyebab utama infeksi nosokomial, keracunan makanan, dan sindroma syok
toksik (Kusuma, 2009).

Staphylococcus aureus membuat tiga macam metabolit, yaitu yang bersifat


nontoksin, eksotoksin, dan enterotoksin. Metabolit nontoksin antara lain adalah antigen
permukaan, koagulase, hialuronidase, fibrinolisin, gelatinosa, protease, lipase,
tributirinase, fosfatase, dan katalase.
Staphylococcus aureus dapat menimbulkan penyakit melalui kemampuannya
tersebar luas dalam jaringan dan melalui pembentukan berbagai zat ekstraseluler.
5. Clostridium botulinum 
adalah bakteri anaerobik yang menyebabkan botulisme. Ini organisme Gram-positif
berbentuk batang, motil, dan memiliki spora yang sangat tahan terhadap sejumlah
tekanan lingkungan seperti panas, asam tinggi dan dapat menjadi aktif dalam asam
rendah.
Clostridium botulinum adalah bakteri anaerobik yang menyebabkan botulisme. Ini
organisme Gram-positif berbentuk batang, motil, dan memiliki spora yang sangat tahan
terhadap sejumlah tekanan lingkungan seperti panas, asam tinggi dan dapat menjadi aktif
dalam asam rendah (pH lebih dari 4,6) serta kelembaban lingkungan tinggi dengan suhu
berkisar antara 3 ° C untuk 43 ° C (38 ° F sampai 110 ° F).

Ciri – Ciri Umum Clostridium Botulinum


Clostridium botulinum membentuk spora untuk bertahan hidup dalam kondisi iklim yang
merugikan. Emile van Ermengem yang pertama kali diindentifikasi dan diisolasi bakteri pada
tahun 1895. Clostridium botulinum bertanggung jawab untuk menyebabkan botulisme.

Pada botulisme, sistem saraf lumpuh oleh neurotoksin yang dihasilkan oleh bakteri. Gejala
botulisme dapat diamati hanya dalam waktu 12 hingga 36 jam setelah seseorang mengkonsumsi
makanan yang terkontaminasi dengan neurotoksin.

Pathogenesis
Botulisme adalah suatu keracunan akibat memakan makanan dimana Clostridium botulinum
tumbuh dan menghasilkan toksin. Spora Clostridium botulinum tumbuh dalam keadaan anaerob,
bentuk vegetative  tumbuh dan menghasilkan toksin. Ada beberapa cara bakteri Clostridium
botulinum masuk kedalam tubuh antara lain adalah sebagai berikut :

1. Menelan makanan yang mengandung toksin Clostridium botulinum. Toksin botulinum


dapat ditemukan dalam makanan yang belum ditangani dengan benar atau kaleng dan
sering hadir dalam sayuran kaleng, daging, dan produk makanan laut. Penyebab paling
sering adalah makanan kaleng yang bersifat basa, dikemas kedap udara, diasap, diberi
rempah-rempah, yang dimakan tanpa dimasak lagi.
2. Botulisme pada bayi terjadi ketika bayi menelan C. Botulinum spora yang berkecambah
dan memproduksi toksin dalam intestine.
3. Clostridium botulinum menginfeksi luka dan menghasilkan racun. Toksin dapat dibawa
ke seluruh tubuh melalui aliran darah.
4. Toksemia usus dewasa / kolonisasi terjadi dengan cara yang sama dengan botulisme pada
bayi.
5. Botulisme iatrogenik adalah kecelakaan overdosis racun, yang telah disebabkan oleh
inhalasi disengaja oleh pekerja laboratorium.
Gejala Pathogenesis
Gejala klinis botulisme mulai 18-36 jam setelah konsumsi toksin dengan kelemahan, pusing dan
kekeringan mulut. Mual dan muntah dapat terjadi. Neurologis segera mengembangkan fitur,
termasuk penglihatan kabur, ketidakmampuan untuk menelan, kesulitan dalam berbicara, turun
dari kelemahan otot rangka dan kelumpuhan pernapasan.

Toksin yang terdapat dalam makanan yang terkontaminasi oleh bakteri Clostridium


botulinum dalam bentuk vegetatif maupun spora akan terserap oleh bagian atas dari saluran
pencernaan di duodenum dan jejunum lalu melewati aliran darah hingga mencapai sinapsis
neuromuskuler perifer.

 Racun tersebut melakukan blokade terhadap penghantaran serabut saraf kolinergik tanpa
mengganggu saraf adrenegik. Karena blokade itu, pelepasan asetilkolin terhalang. Efek ini
berbeda dengan efek kurare yang menghalang-halangi efek asetil kolin terhadap serabut otot
lurik. Maka dari itu efek racun botulisme menyerupai khasiat atropin, sehingga manifetasi
klinisnya terdiri dari kelumpuhan flacid yang menyeluruh dengan pupil yang lebar (tidak
bereaksi terhadapt cahaya), lidah kering, takikardi dan perut yang mengembung.

Kemudian otot penelan dan okular ikut terkena juga, sehingga kesukaran untuk menelan dan
diplopia menjadi keluhan penderita. Akhirnya otot pernafasan dan penghantaran impuls jantung
sangat terganggu, hingga penderita meninggal karena apnoe dan cardiac arrest.

Daftar Pustaka :
Cita, Y. P. (2011). Bakteri Salmonella typhi dan demam tifoid. Jurnal Kesehatan Masyarakat
Andalas, 6(1), 42-46.
Amelia S. Vibrio Cholerae. Departemen Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatra
Utara Medan. In press 2005.
Mims C, dkk. Pathogen Parade, Genus Vibrio. Dalam: Mims, C dkk. Medical Microbiology.
Edisi ke-3. Spain: Elsevier, 2004; h. 603
Sembiring, Juwita, and Herlina Maria Sitorus. "Infeksi Helicobacter Pylori." (2016).
Yulida, Erna, Ika Kustiyah Oktaviyanti, and Lena Rosida. "Gambaran derajat infiltrasi sel radang
dan infeksi Helicobacter pylori pada biopsi lambung pasien gastritis: di RSUD Ulin Banjarmasin
tahun 2009-2011." Berkala Kedokteran 9.1 (2016): 51-65.

Anda mungkin juga menyukai