Anda di halaman 1dari 10

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Dasar Manajemen Keperawatan

1. Manajemen keperawatan
Manajemen merupakan suatu proses di mana seseorang dapat mengatur segala sesuatu
yang dikerjakan oleh individu atau kelompok. Manajemen perlu dilakukan guna
mencapai tujuan atau target dari individu ataupun kelompok tersebut secara kooperatif
menggunakan sumber daya yang tersedia (Marquis 2010).

Menurut Mary Parker Follet dalam Marquis (2010), manajemen adalah seni dalam
menyelesaikan tugas melalui perantara. Dalam hal ini, manajemen dapat diartikan
sebagai suatu kegiatan yang dilakukan oleh seorang manager untuk mengarahkan
bawahan atau orang lain dalam menyelesaikan pekerjaan demi tercapainya sebuah
tujuan. 

Keperawatan itu sendiri dapat diartikan sebagai bentuk pelayanan berdasarkan ilmu dan
kiat keperawatan yang berbentuk pelayanan bio-psiko-sosio-spiritual yang komprehensif
ditujukan kepada individu, keluarga dan masyarakat baik sakit maupun sehat yang
mencakup seluruh proses kehidupan (Nursalam, 2014).

Praktik keperawatan adalah tindakan keperawatan professional dalam menggunakan


pengetahuan teoritis dari berbagai ilmu dasar serta ilmu keperawatan sebagai landasan
untuk melakukan pengkajian, menegakkan diagnosis, menyusun perencanaan,
melaksanakan asuhan keperawatan, dan mengevaluasi hasil tindakan keperawatan, serta
mengadakan penyesuaian rencana keperawatan untuk menentukan tindakan selanjutnya.
Selain memiliki kemampuan intelektual, interpersonal, dan teknikal, perawat juga harus
mempunyai otonomi yang berarti mandiri dan bersedia menanggung risiko, bertanggung
jawab, dan bertanggung gugat terhadap tindakan yang dilakukannya, termasuk dalam
melakukan dan mengatur dirinya sendiri (Nursalam, 2014).
Perawat adalah salah satu profesi yang menyediakan pelayanan jasa keperawatan dan
langsung berinteraksi dengan banyak orang dalam hal ini adalah klien. Profesi perawat
juga menjalin hubungan kolaboratif antar tim kesehatan, baik itu dengan dokter, laboran,
ahli gizi, apoteker, dan semua yang terlibat dalam pelayanan kesehatan (Nursalam,
2014).

2. Fungsi-Fungsi Manajemen Pelayanan Keperawatan


Fungsi-fungsi manajemen keperawatan secara garis besar antara lain: merencanakan,
mengorganisasikan, mengarahkan, dan mengendalikan. Fungsi-fungsi manajemen
menurut (Terry & Rue, 2014): dapat digambarkan sebagai berikut:
1) Perencanaan (planning)
Perencanaan (planning) merupakan suatu pendekatan yang terorganisir untuk
menghadapi problema-problema dimasa yang akan datang. Perencanaan yang efektif
didasarkan pada fakta dan informasi, bukan atas dasar emosi dan keinginan.
Perencanaan merupakan suatu dasar dari fungsi lain dalam manajemen untuk
melakukan penyusunan langkah-langkah untuk mencapai tujuan yang diinginkan
2) Pengorganisasian (organization)
Pengorganisasian (organization) merupakan kegiatan dasar dari manajemen yang
dilaksanakan untuk mengatur seluruh sumbersumber yang dibutuhkan termasuk
manusia, sehingga pekerjaan dapat diselesaikan dengan sukses. Tugas dari
pengorganisasian (organization) ialah untuk membimbing manusia-manusia untuk
bekerjasama secara efektif.
3) Pengarahan (actuating)
Pengarahan yang baik bukanlah suatu bentuk kediktatoran. Manajer mempunyai
pengaruh yang besar untuk mempengaruhi sikap anggota kelompok. Sifat,
kepercayaan, dan sikap dari manajer terhadap anggota kelompok akan dinilai oleh
bawahannya dan akan mempengaruhi efektifitas manajer dalam memberikan
pengarahan kepada mereka.
4) Pengendalian (controlling)
Sementara itu pengendalian merupakan tahap akhir dalam fungsi manajemen yaitu
mengendalikan segala tindak tanduk dari pergerakkan organisasi tersebut. Serta
memastikan apa organisasi sudah melakukan sesuai perencaan yang telah dilakukan
sebelumnya. Selain itu pengendalian juga berfungsi mengawasi segala pemakaian
sumber daya, sehingga secara tidak langsung pengendalian juga memerintahkan
untuk menggunakan sumber daya seefektif dan seefisien mungkin.

B. Konsep Teori Permasalahan


1. Clinical Pathway
a. Pengertian Clinical pathway
Clinical pathway adalah suatu konsep perencanaan pelayanan terpadu yang
merangkum setiap langkah yang diberikan kepada pasien berdasarkan standar
pelayanan medis dan asuhan keperawatan yang berbasis bukti dengan hasil yang
terukur dan dalam jangka waktu tertentu selama di rumah sakit. Clinical pathway
menggabungkan standar asuhan setiap tenaga kesehatan secara
sistematik.Tindakan yang diberikan diseragamkan dalam suatu standar asuhan,
namun tetap memperhatikan aspek individu dari pasien (Depkes RI, 2010).
b. Prinsip Penyusunan Clinical pathway
Menurut Depkes RI (2010) prinsip dalam dalam penyusunan clinical
pathway harus memenuhi beberapa hal mendasar seperti :
1) Seluruh kegiatan pelayanan yang diberikan harus secara integrasi dan
berorientasi fokus terhadap pasien serta berkesinambungan.
2) Melibatkan seluruh profesi yang terlibat dalam pelayanan rumah sakit
terhadap pasien.
3) Dalam batasan waktu yang telah ditentukan sesuai dengan keadaan perjalanan
penyakit pasien dan dicatat dalam bentuk periode harian untuk kasus rawat
inap atau jam untuk kasus kegawatdaruratan.
4) Mencatat seluruh kegiatan pelayanan yang diberikan kepada pasien secara
terintegrasi dan berkesinambungan ke dalam dokumen rekam medis.
5) Setiap penyimpangan langkah dalam penerapan clinical pathway dicatat
sebagai varians dan dilakukan kajian analisis dalam bentuk audit.
6) Varians tersebut didapat karena kondisi perjalanan penyakit, penyakit
penyerta atau komplikasi maupun kesalahan medis. Varians tersebut
dipergunakan sebagai salah satu parameter dalam rangka mempertahankan
dan meningkatkan mutu pelayanan.
c. Komponen Clinical pathway
Feuth dan Claes (2014) mengemukakan bahwa ada 4 komponen utama clinical
pathway, yaitu meliputi:
1) Kerangka waktu menggambarkan tahapan berdasarkan pada hari perawatan
atau berdasarkan tahapan pelayanan seperti: fase pre-operasi, intraoperasi dan
pasca-operasi.
2) Kategori asuhan berisi aktivitas yang menggambarkan asuhan seluruh tim
kesehatan yang diberikan kepada pasien. Aktivitas dikelompokkan
berdasarkan jenis tindakan pada jangka waktu tertentu.
3) Kriteria hasil memuat hasil yang diharapkan dari standar asuhan yang
diberikan, meliputi kriteria jangka panjang yaitu menggambarkan kriteria
hasil dari keseluruhan asuhan dan jangka pendek, yaitu menggambarkan
kriteria hasil pada setiap tahapan pelayanan pada jangka waktu tertentu.
4) Lembaran varian mencatat dan menganalisis deviasi dari standar yang
ditetapkan dalam clinical pathway. Kondisi pasien yang tidak sesuaidengan
standar asuhan atau standar yang tidak bisa dilakukan dicatat dalam lembar
varian.
d. Langkah-langkah penyusunan format clinical pathway
Langkah-langkah penyusunan format clinical pathway memenuhi hal-hal sebagai
berikut:
1) Komponen yang mencakup definisi dari clinical pathway.
2) Memanfaatkan data yang ada di lapangan rumah sakit dan kondisi setempat
yaitu data laporan morbiditas pasien yang dibuat setiap rumah sakit
berdasarkan buku petunjuk pengisian, pengolahan dan penyajian data rumah
sakit dan sensus harian untuk penetapan topik clinical pathway yang akan
dibuat dan lama hari rawat.
3) Variabel tindakan dan obat-obatan mengacu kepada standar pelayanan medis,
standar prosedur operasional dan daftar standar formularium yang telah ada di
rumah sakit.
2. Bed Management
a. Sistem Manajemen Informasi Kesehatan
Teknologi Informasi Kesehatan (TIK) Berkaitan dengan mutu serta peningkatan dari
penggunaan Teknologi Informasi Kesehatan. Adapun manfaat sistem teknologi
kesehatan menurut KemenKes (2017) sebaga berikut:
1) Perspektif Finansial
Para pelaku usaha di bidang aplikasi perangkat lunak maupun perangkat keras
berlomba-lomba untuk menciptakan inovasi-inovasi baru dengan memperhatikan
berbagai hal kecil yang merupakan kebutuhan pengguna maupun pemberi jasa
pelayanan kesehatan (Buletin SIK, 2016:11). Inovasi yang dikembangkan dari
hasil pengamatan terhadap kebutuhan masyarakat dengan sendirinya akan
menghasilkan berbagai produk teknologi dan aplikasi yang variasinya makin
beraneka ragam. Pemerintah perlu memiliki kejelian atas regulasi apa yang perlu
diterbitkan agar masyarakat dapat terlindung dari informasi yang salah ataupun
pemakaian sarana teknologi yang tidak memiliki standar keamanan.
2) Perspektif Teknologi
Tren TIK mendatang antara lain makin baiknya komunikasi nir-kabel untuk akses
ke internet, kemampuan telpon mobile makin bervariasi, teknologi video digital
yangdapat menjadi sarana komunikasi dengan bahasa lokal, serta makin luasnya
kemampuan kombinasi berbagai teknologi. Pemanfaatan TIK di bidang
kedokteran / kesehatan dapat berupa:
a) Teknologi Diagnostik, antara lain eletrokardiografi, elektroensefalografi,
fiberoptic endoscopy, computerized tomography, magnetic resonance
imaging, dsb.
b) Teknologi Terapi, antara lain teknik laparoskopi dan bedah laser, radiasi
dengan sumber dari luar, gene theraphy, dsb.
c) Teknologi Informasi: antara lain sistem data digital, rekam medis,
dokumentasi klinik, smart card, dsb. Teknologi ini dapat digunakan untuk
memperbaiki fungsi-fungsi dalam sistem pelayanan kesehatan, maupun
kualitas pelayanan sendiri, serta memperbaiki komunikasi terkait kesehatan.
Tren dan pengaruh perkembangan di bidang teknologi dengan sendirinya
dapat selalu digunakan untuk meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan.
b. Managed care
Managed care adalah sistem pelayanan kesehatan yang mengintegrasikan
penyediaan dan pembiayaan pelayanan kesehatan. Penyediaan dan pembiayaan
pelayanan kesehatan yang disiapkan oleh provider kemembers tidak
membatasi platfon keuangan (unlimitted) dan tidak mengurangi kualitas pelayanan
yang diberikan tetapi semata-mata untuk meningkatkan kualitas pelayanan lebih
bermutu, selain itu dokter sebagai pemberi pelayanan diberi kesempatan seluas-
luasnya untuk meminta jasa medis sesuai kinerja tanpa intervensi dari direktur atau
manajer dan pasien dibayar pengobatannya secara menyeluruh tentunya mengacu
pada standar pelayanan medis yang ditentukan (KemenKes, 2017).

Ciri Rumah sakit yang menerapkan "managed care" antara lain ada insentif untuk
dokter dan juga pasien yang menggunakan provider, menyesuaikan kebutuhan
pelayanan kesehatan pada kasus-kasus spesifik, meningkatkan pembagian keuangan
atau mengendalikan biaya tetapi tetap menjaga mutu pelayanan, mengontrol serta
memberikan hak-hak pasien misalnya lama menginap di RSUD serta menyeleksi
kontrak yang dilakukan dengan provider sesuai dengan perhitungan yang
matang.Mengukur baik buruknya sistem managed care dalam penerapannya di
rumah sakit biasanya memakai acuan garis-garis besar pelayanan yang
disebut managed care tools. 
1) Kelemahan metode manage care
Berikut ini merupakan hal yang paling sering dikomplein dari sistem managed
care, menurut (KemenKes, 2017)yaitu:
a) Cost savings (penghematan biaya)
Penghematan biaya yang diklaim oleh managed care dianggap tidak benar
atau tidak berkelanjutan.
b) Provider reimbursement
Reimbursement rumah sakit dan kompensasi untuk dokter terlalu rendah untuk
memberikan pelayanan kesehatan yang baik
c) Quality of care (kualitas pelayanan)
Kualitas pelayanan yang diberikan oleh organisasi managed care di bawah
standar, termasuk penolakan pelayanan, akses yang sulit untuk konsultasi
dengan dokter spesialis dan batas waktu untuk rawat inap.
2) Keuntungan menggunakan metode manage care
Secara keseluruhan manage care menimbulkan reaksi positif dalam mengontrol
pertumbuhan biaya pelayanan kesehatan tanpa menimbulkan efek negatif
terhadap kualitas pelayanan rumah sakit. Berikut keuntungan dari sistem
managed care, yaitu:
a) Manajemen penyakit
Dengan sistem manage care, sistem pembiayaan fee for service dimana
provider membayar untuk suatu penyakit, berubah ke sistem kapitasi dimana
keuntungan dapat diperoleh jika penduduk dalam keadaan sehat. Pengobatan
juga semakin efektif dengan melibatkan pasien dan keluarga pasien dalam
menangani penyakit kronik dan melakukan promosi manfaat dari regimen
obat yang digunakan. Selain itu, target utama lainnya adalah program
manajemen penyakit seperti asma pada anak, diabetes, cedera tulang
belakang, nyeri tulang belakang, penyakit ginjal kronik dan kesehatan mental
dengan biaya yang masuk akal.
b) Pengukuran kualitas
Beberapa teknik digunakan dalam managed care, salah satunya adalah
guideline yang berdasarkan praktik klinik terbaik, buku laporan yang
berkualitas yang berisikan informasi mengenai provider dan kinerja rencana
kesehatan dan evidence-based-medicines yang berhubungan dengan
penemuan kedokteran mutakhir serta data efektivitas biaya. Protokol klinis
yang dikembangkan oleh HMOs memiliki efek positif untuk memperpaiki
kualitas. Evidence-based-medicines memerlukan hal tersebut untuk
mempromosikan kualitas pelayanan, baik dokter dan pasien dapat melakukan
diskusi untuk meningkatkan kualitas dalam menentukan pengobatan yang
akan dilakukan.
c) Penyelarasan insentif
Managed care melakukan beberapa cara untuk membayar provider dengan
harga terbaik dan membuat kerangka agar pembiayaan kesehatan menjadi
efektif, produktif dan berkualitas. Biaya juga dibatasi dengan cara
mengeliminasi hal-hal yang tidak sesuai dan tidak penting dalam sistem
pelayanan kesehatan.
3. Kedisiplinan waktu operan shift
a. Definisi Disiplin
Disiplin merupakan perasaan taat dan patuh terhadap nilai-nilai yang dipercaya
termasuk melakukan pekerjaan tertentu yang menjadi tanggung jawabnya
(Wahjono, 2015). Ketaatan (kepatuhan) kepada peraturan (tata tertib),
mengusahakan supaya menaati (mematuhi), tata tertib. Disiplin merupakan
perasaan taat dan patuh terhadap nilai. Manajemen waktu dalam keperawatan
adalah bagaimana seorang perawat bisa menggunakan waktu seefektif dan
seefisien mungkin dalam melaksanakan tugas yang telah diberikan untuk
merencanakan, mengorganisir, mengarahkan. Dalam buku nursalam, 2013
menyatakan bahwa semakin banyak dilaporkan maka semakin lama waktu yang
dibutuhkan saat operan.
Menurut Simamora (2012) disiplin definisikan sebagai suatu pelatihan atau
pembentukan pikiran atau karakter untuk memperoleh perilaku yang diinginkan.
Disiplin diri mungkin ada jika setiap anggotanya mengetahui aturan, memahami
manfaatnya, menyetujui bahwa mereka memiliki keterbatasan. Manajer perawat
harus mendiskusikan dengan jelas aturan dan kebijakan tertulis dengan
bawahannya, menjelaskan manfaat keberadaannya dan mendorong pertanyaan-
pertanyaan yang berkaitan dengannya. Atmosfir rasa saling percaya juga harus
terbentuk. Manajer harus mempercayai bahwa bawahannya mampu dan secara
aktif membentuk disiplin diri. Menurut Sutrisno (2009), disiplin yang baik adalah
disiplin diri. Organisasi atau Rumah Sakit yang baik harus berupaya menciptakan
peraturan atau tata tertib yang akan menjadi rambu-rambu yang harus dipenuhi
oleh seluruh karyawan maupun perawat yang bekerja di Rumah Sakit tersebut.
Peraturan-peraturan yang akan berkaitan dengan disiplin itu antara lain:
1) Peraturan jam masuk, pulang, dan jam istirahat.
2) Peraturan dasar tentang berpakaian, dan bertingkah laku dalam pekerjaan.
3) Peraturan cara-cara melakukan pekerjaan dan berhubungan dengan unit
kerja lain.
4) Peraturan tentang apa yang boleh dan apa yang tidak boleh dilakukan oleh
para pegawai selama dalam organisasi dan sebagainya.
b. Jenis disiplin
Mangkunegara dalam Mulyadi (2015) mengemukakan bahwa ada 2 bentuk
disiplin kerja yaitu:
1) Disiplin preventif
Disiplin preventif adalah suatu upaya untuk menggerakkan pegawai
mengikuti dan mematuhi pedoman kerja, aturan-aturan yang telah
digariskan oleh Rumah Sakit. Tujuan dasarnya adalah untuk menggerakkan
pegawai atau perawat berdisiplin diri dengan cara preventif pegawai dapat
memelihara dirinya terhadap peraturan-peraturan Rumah Sakit. Pemimpin
Rumah Sakit mempunyai tanggung jawab dalam membangun iklim
organisasi dengan dsiplin preventif. Perawat wajib mengetahui, memahami
semua pedoman kerja serta peraturan-peraturan yang ada dalam Rumah
Sakit.
Disiplin preventif merupakan suatu sistem yang berhubungan dengan
kebutuhan kerja untuk semua bagian sistem yang ada dalam organisasi.
Sistem organisasi yang baik, maka diharapkan akan lebih mudah
menegakkan disiplin kerja.
2) Disiplin korektif
Disiplin korektif adalah suatu upaya untuk menggerakkan perawat dalam
menyatukan suatu peraturan dan mengarahkan untuk tetap mematuhi
peraturan sesuai dengan pedoman yang berlaku pada Rumah Sakit. Disipin
korektif pada pegawai atau perawat yang melanggar perlu diberi sanksi
sesuai dengan peraturan yang berlaku. Tujuan pemberian sanksi adalah
untuk memperbaiki perawat yang melanggar peraturan, memelihara
peraturan yang berlaku dan memberikan pelajaran kepada pelanggar.
3) Disiplin progresif
Disiplin progresif merupakan suatu pendisiplinan formal berupa pemberian
hukuman-hukuman yang lbih seriu terhadap pelanggaran yang berulang.
Tujuan dari disiplin progresif unu agar perawat segera memperbaiki diri dan
tidak mengulangi kesalahan serupa sebelum mendapat hukuman yang lebih
tegas dan berat (Wahjono, 2015).
c. Indikator sikap disiplin perawat
Menurut Setiawan (2013), sikap disiplin perawat dapat diukur melalui indikator
sebagai berikut :
1) Kehadiran
Kehadiran merupakan indikator yang mendasar untuk mengukur sikap
kedisiplinan dan biasanya perawat yang tidak disiplin terbiasa untuk
terlambat saat bekerja.
2) Ketaatan pada peraturan kerja
Perawat yang taat pada peraturan kerja tidak akan melalaikan prosedur kerja
prosedur kerja dan akan selalu mengikuti pedoman kerja yang ditetapkan
oleh Rumah Sakit.
3) Ketaatan pada standar kerja
Ketaatan pada standar kerja dapat dilihat melalui besarnya tanggung jawab
perawat terhadap tugas yang diberikan.
4) Tingkat kewaspadaan tinggi
Perawat memiliki kewaspadaan tinggi akan selalu berhati-hati, penuh
perhitungan dan ketelitian dalam bekerja, dan selalu menggunakan sesuatu
secara efektif dan efisien.
5) Etos Kerja
Etos kerja merupakan salah satu wujud dari sikap disiplin kerja. Etos kerja
diperlukn oleh setiap perawat dalam melaksanakan pekerjaannya agar
tercipta suasana harmonis, saling menghargai antar sesama perawat.

Anda mungkin juga menyukai