Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH KEPERAWATAN ANAK 2

TENTANG SISTEMIK LUPUS ERIMATOSUS PADA ANAK

Di Susun Oleh :
Kelompok 17
1. Melinda (1701030)
2. Wiwit Putrianingsih ( 170103099 )

UNIVERSITAS HARAPAN BANGSA PURWOKERTO


FAKULTAS KESEHATAN
S1 KEPERAWATAN 5B
OKTOBER 2019

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
dengan karunianya kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul Sistemik
Lupus Erimatosus dalam tugas mata kuliah Keperawatan Anak 2 dengan tepat
waktu.
Kami menyadari, bahwa penulisan makalah ini masih jauh dari sempurna.
Oleh karena itu, kritik dan saran yang sifatnya membangun sangat di harapkan
guna penyempurnaan jika kami akan membuat makalah lagi. Dengan ini kami
mempersembahkan makalah ini dengan penuh rasa terima kasih dan semoga
Tuhan Yang Maha Esa memberkahi makalah ini sehingga dapat memberikan
manfaat.

Purwokerto, 20 Oktober 2019

Penulis

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL................................................................................i
KATA PENGANTAR...........................................................................ii
DAFTAR ISI..........................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ...........................................................................1
B. Rumusan Masalah.......................................................................2
C. Tujuan .........................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN
A. Definisi ......................................................................................3
B. Etiologi .......................................................................................3
C. Manifestasi klinis .......................................................................6
D. Patofisiologi ................................................................................8
E. Pathway ......................................................................................8
F. Klasifikasi ...................................................................................9
G. Komplikasi ...............................................................................10
H. Pemeriksaan diagnostik ............................................................11
I. Penatalaksanaan medis..............................................................12
J. Konsep Asuhan Keperawatan ..................................................14
BAB III PENUTUP
A. Simpulan ...................................................................................20
B. Saran .........................................................................................20
DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................21

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Masalah kesehatan anak merupakan salah satu masalah utama
dalam bidang kesehatan yang saat ini terjadi di negara Indonesia (Kompas,
2006 dalam (Hidayat, 2008). Pola hidup adalah hubungan antara anggota
masyarakat, komunitas, dan lingkungan sekitarnya yang bergantung pada
kebiasaan melakukan hubungan antar pribadi, melaksanakan nilai- nilai
budaya, dan menerapkan kebiasaan-kebiasaan yang dianggap telah
menjadi tradisi. Perubahan pola penyakit di negara berkembang dan maju
seperti Indonesia terjadi pergeseran pola penyakit dari penyakit menular ke
penyakit non-infeksi, tetapi hal ini tidak berarti negara maju telah terbebas
dari masalah penyakit menular (Budiarto & Anggraeni, 2003).
Penyakit non-infeksi yang dapat muncul dan berkembang pesat
salah satunya adalah penyakit autoimun Sistemik Lupus Eritematosus
(SLE). SLE adalah penyakit autoimun sistemik yang ditandai dengan
adanya autoantibodi terhadap autoantigen, pembentukan kompleks imun,
dan disregulasi sistem imun, menyebabkan kerusakan pada beberapa organ
tubuh. Perjalanan penyakitnya bersifat episodik (berulang) yang diselingi
periode sembuh. Pada setiap penderita, peradangan akan mengenai
jaringan dan organ yang berbeda (Mok & Lau, 2013).
Perjalanan penyakit SLE sulit diduga dan sering berakhir dengan
kematian. Karenanya SLE harus dipertimbangkan sebagai diagnosis
banding bila anak mengalami demam yang tidak diketahui penyebabnya,
artralgia, anemia, nefritis, psikosis, dan fatigue. Penyebab terjadinya SLE
belum diketahui secara pasti, namun berbagai faktor dianggap berperan
dalam disregulasi sistem imun, diantaranya jenis kelamin, hormonal,
faktor lingkungan, makanan dan faktor kimia (Mok & Lau, 2013). SLE
merupakan penyakit autoimun menahun yang diderita penderita seumur
hidup, oleh karena itu pentingnya penatalaksanaan medis dengan tujuan

1
mengontrol manifestasi penyakit, sehingga anak dapat memiliki kualitas
hidup yang baik tanpa eksaserbasi berat, sekaligus mencegah kerusakan
organ serius yang dapat menyebabkan kematian (Hockenberry & Wilson,
2009).

B. Rumusan Masalah
1. Apa definisi dari SLE ?
2. Bagaimana etiologi penyakit SLE ?
3. Bagaimana manifestasi klinis penyakit SLE ?
4. Bagaimana patofisiologi penyakit SLE ?
5. Bagaimana bagan pathway penyakit SLE ?
6. Apa saja klasifikasi penyakit SLE ?
7. Apa saja komplikasi dari penyakit SLE ?
8. Bagaimana pemeriksaan diagnostik penyakit SLE ?
9. Bagaimana penatalaksanaan medis penyakit SLE ?
10. Bagaimana konsep asuhan keperawatan penyakit SLE ?

C. Tujuan
1. Dapat mengetahui definisi dari penyakit SLE.
2. Dapat mengetahui etiologi penyakit SLE.
3. Dapat memahami manifestasi klinis penyakit SLE.
4. Dapat memahami patofisiologi penyakit SLE.
5. Dapat mengetahui bagan pathway penyakit SLE.
6. Dapat memahami kalsifikasi penyakit SLE.
7. Dapat mengetahui komplikasi penyakit SLE.
8. Dapat mengetahui pemeriksaan diagnostic penyakit SLE.
9. Dapat mengetahui penataksanaan medis penyakit SLE.
10. Dapat memahami konsep Asuhan Keperawatan penyakit SLE.

2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi
Sistemik Lupus Eritematosus (SLE) merupakan penyakit
multisistem yang kronik, penyakit autoimun dari jaringan ikat dan
pembuluh darah yang ditandai dengan adanya inflamasi pada
jaringan tubuh (Hockenberry & Wilson, 2009). Lupus eritematosus
sistemik (SLE) adalah radang kronis yang disebabkan oleh
penyakit autoimun (kekebalan tubuh) di mana sistem pertahanan
tubuh yang tidak normal melawan jaringan tubuh sendiri. Antara
jaringan tubuh dan organ yang dapat terkena adalah seperti kulit,
jantung, paru-paru, ginjal, sendi, dan sistem saraf.
SLE juga dikatakan sebagai penyakit autoimun menahun
yang menyerang daya tahan tubuh dan peradangan seperi pada kulit
dan persendian (Puskom, 2011). SLE adalah penyakit autoimun
sistemik yang ditandai dengan adanya autoantibodi terhadap
autoantigen, pembentukan kompleks imun, dan disregulasi sistem
imun, menyebabkan kerusakan pada beberapa organ tubuh.
Systemic lupus erythematosus (SLE) adalah penyakit radang yang
menyerang banyak sistem dalam tubuh, dengan perjalanan penyakit
bisa akut atau kronis, dan disertai adanya antibodi yang menyerang
tubuhnya sendiri.

B. Etiologi
Etilologi penyakit ini belum diketahui secara pasti, tetapi
diduga terdapat beberapa faktor predisposisi yang berperan
terhadap terjadinya SLE, antara lain :
1. Faktor genetic
Faktor genetic meningkatkan adanya penemuan autoimun
dibaandingkan dengan populasi lain. Kecenderungan

3
meningkatnya SLE yang terjadi pada anak kembar indentik
menggambarkan adanya kemungkinan faktor genetic yang
berperan dalam penyakit ini. Gen-gen yang memiliki resiko
tinggi terjadinya SLE terutama Human Leukocyte Antigen-
DR2 (HLA-DR2) yang menunjukkan sel-sel yang mampu
memberikan antigen zat asing ke sel darah putih, HLA-DR3
yang mengurus gen struktural yang memproduksi berbagai
jenis unsur penting pada dan jaringan sel lupus, dan biasa
terdapat linke SLE pada kromosom I.
2. Faktor imunologi
Limfosit, sel darah putih yang bertanggung jawab untuk
peradangan kronik berubah-ubah dalam lupus. Sel T helper
menjadi lebih aktif dan tubuh menjadi kurang responsif
terhadap sel T penekan. Sel T mengalami perubahan struktur
maupun fungsinya, reseptor yang telah berubah dipermukaan
sel T dapat menyalah artikan perintah dari sel T. sel B yang
memproduksi immunoglobulin dan autoantibodi untuk tubuh.
Immunoglobulin yang terlalu banyak dan imun kompleks yang
menumpuk dalam jaringan sel dapat menuumbulkan
peradangan dan kerusakan jaringan.
3. Hormonal
Mayoritas penyakit ini menyerang wanita muda dan
beberapa penelitian menunjukkan terdapat hubungan timbal
balik antara kadar hormon estrogen dengan sistem imun.
Estrogen mengaktifasi sel B poliklonal sehingga
mengakibatkan produksi autoantibodi berlebihan pada pasien
SLE. Autoantibodi pada lupus kemudian dibentuk untuk
menjadi antigen nuklear (ANA dan anti-DNA). Selain itu,
terdapat antibodi terhadap struktur sel lainnya seperti eritrosit,
trombosit dan fosfolipid. Autoantibodi terlibat dalam
pembentukan kompleks imun, yang diikuti oleh aktifasi

4
komplemen yang mempengaruhi respon inflamasi pada banyak
jaringan, termasuk kulit dan ginjal.
4. Faktor lingkungan
a. Sinar matahari
Paparan sinar matahari langsung, merupakan salah satu
faktor yang memperburuk kondisi gejala SLE. Diperkirakan
sinar matahari dapat memancarkan sinar ultraviolet yang
dapat merangsang peningkatan hormone estrogen yang
cukup banyak sehingga mempermudah terjadinya reaksi
autoimun daan juga dapat mengubah struktur dari DNA
sehingga memicu terciptanya autoantibodi. Sinar ultraviolet
menyebabkan sel-sel kulit melepaskan substansi (sitokinin,
prostaglandin) yang memicu inflamasi. Kemudian
diserapkan ke dalam aliran darah dan terbawa ke bagian
tubuh lainnya. Akibatnya timbul inflamasi pada berbagai
organ tubuh yang terserang SLE.
b. Infeksi virus
Partikel Ribonuckeat Acid (RNA) virus telah ditemuukan
pada jaringan ikat odapus yang membuat reaksi respon
imun abnormal. Virus-virus yang terlibat dalam penyebab
SLE diantaranya myxoviruz, reoviruz, measle,
parainfluenza, mump, Epstein-Bar, dan onco atau retrovirus
jenis C. hal ini bisa diketahui dari adanya partikel-partikel
virus dalam jaringan lupus, dan dari beberapa catatan yang
menunujukkan bahwa mikroba bisa menyerupai zat-zat
asing atau antigen yang menyebabkan autoimun.
c. Obat-obatan
Obat-obatan dari jenis klorpromazin, metilpoda, isoniazid,
Dilantin, penisilamin, kuinidine, hydralazine (obat
hipertensi), jika terus dikonsumsi akan membentuk
antibody penyebab lupus.

5
C. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis SLE sangat luas.awalnya di tandai
dengan gejala klinis yang tidak spesifik antara lain: lemah, lesu,
panas mual nafsu makan turun dan berat badan menurun.
a. Manifestasi ginjal
Sebanyak 50-70% pasien SLE mengalami gangguan pada
ginjalnya. Keterlibatan ginjal merupakan penyebab utama
tingginya morbiditas dan mortalitas pada populasi ini. Secara
klinis, penyakit ginjal pada SLE berawal dari proteinuria
asimtomatik yang kemudian berkembang dengan cepat menjadi
glomerulonefritis progresif disertai dengan gagal ginjal.
Manifestasi yang terdapat pada ginjal selain itu ada juga
hematuria, silinderuria, dan sindroma nefrotik.
b. Manifestasi jantung dan paru
Arteriosclerosis dan valvular heart disease merupakan
manifestasi utama dari SLE kardiak, meliputi endocardium.
Inflamasi pada jantung / peirkardium yang dapat menyebabkan
keparahan dan rasa sakit pada dada bagian kiri dan bisa
menyebar ke leher, punggung, bahu dan lengan.
Ketika lupus mempengaruhi paru-paru, atau sistem
pulmonary bisa muncul masalah yang bisa mengganggu
pernapasan. Hal ini dapat dilihat dengan adanya gejala sesak
napas, nyeri dada, sakit saat menghirup napas panjang, batuk
kering, batuk darah, demam, dan napas terengah-engah. Selain
itu dapat juga dilakukan pemeriksaan CT Scan yang
menunjukkan kelainan struktural di rongga dada dan pleura.
c. Manifestasi hematologi
Manifestasi kelainan hematologi yang terbanyak adalah
bentuk anemia karena penyakit kronis, anemia

6
hemolitik autoimun hanya di dapatkan pada 10 % penderita.
Gangguan hematologi bisa terjadi dan juga menggambarkan
pembentukan autoantibodi. Gangguan meliputi anemia
hemolitik coombs-positif, leukopenia akibat antibodi
antineutrofil, dan trombositopenia yang disertai dengan
antibodi anti trombosit.
d. Manifestasi mukokutan
Ruam malar atau “butterfly” rash terjadi pada 30%-50%
pasien SLE. Hal ini biasa muncul pada pipi, hidung, terkadang
juga pada dagu dan telinga. Ruam pada kulit dihubungkan
dengan alopecia (rambut rontok), fortosensitivitas, serta
fenomena Raynaud’s yaitu jari berwarna putih atau biru.
e. Manifestasi musculoskeletal
Sistem ini melibatkan berbagai jenis jaringan, sendi, otot,
tulang, jarinagn linak dan struktur pendukung tulang sendi
seperti tendon, ligament, dan bursae. Kelainan sendi merupakan
kelainan yang paling banyak terjadi. Radang sendi atau arthritis
ini terjadi 90% pasien SLE. Pada sendi bisa memerah, panas,
dan bengkak. Gejala arthritis paling umum yang dialami adalah
kaku, dan terasa sakit. Sebagian besar terjadi pada tangan,
pergelangan tangan, dan kaki, beberapa gejala cenderung lebih
parah pada saat bangun tidur pagi hari.
f. Manifestasi sistem saraf pusat (SSP)
Manifestasi SSP terlihat dari tes positif yang abnormal pada
cairan serebro spinal. Terlibatnya SSP merupakan prognosis
yang buruk, dengan gangguan yang sering terjadi adalah
gangguan neuropsikiatrik (60%), difuse dan fokal fungsi otak,
seperti seizure, sakit kepala, depresi, dan ketakutan.
g. Manifestasi system pencernaan
Hal ini tampak pada odapus yang punya tingakat alergi
yang cukup tinggi terhadap makanan (makanan akan susah

7
untuk dimakan, akibat reaksi dari tubuh yang menyebabkan
tubuh mual, muntah). Selain itu, akan terjadi gangguan berupa
diare yang terus-menerus.

D. Patofisiologi
Penyakit SLE terjadi akibat terganggunya regulasi
kekebalan yang menyebabkan peningkatan autoimun yang
berlebihan. Gangguan imunoregulasi ini ditimbulkan oleh
kombinasi antara faktor-faktor genetik, hormonal (sebagaimana
terbukti oleh awitan penyakit yang biasanya terjadi selama usia
reproduktif) dan lingkungan (cahaya matahari, luka bakar termal).
Obat-obat tertentu seperti hidralazin, prokainamid, isoniazid,
klorpromazin dan beberapa preparat antikonvulsan di samping
makanan seperti kecambah alfalfa turut terlibat dalam penyakit
SLE- akibat senyawa kimia atau obatobatan. Pada SLE,
peningkatan produksi autoimun diperkirakan terjadi akibat fungsi
sel T-supresor yang abnormal sehingga timbul penumpukan
kompleks imun dan kerusakan jaringan. Inflamasi akan
menstimulasi antigen yang selanjutnya terangsang antibodi
tambahan dan siklus tersebut berulang kembali.

E. Pathway

Genetik Lingkungan (sinar matahari, infeksi virus) Obat-obatan

Sisitem regulasi kekebalan tubuh tergganggu

Mengaktivasi sel T dan B

Fungsi sel T-Supresor abnormal

Peningkatan produksi auto antibodi

8
Penumpukan kompleks imun Kerusakan jaringan

F. Klasifikasi
Ada tiga jenis type lupus :
a. Cutaneo Lupus
Tipe ini juga dikenal sebagai Discoid Lupus Tipe lupus ini
hanya terbatas pada kulit dan ditampilkan dalam bentuk ruam
yang muncul pada muka, leher, atau kulit kepala. Ruam ini
dapat menjadi lebih jelas terlihat pada daerah kulit yang terkena
sinar ultraviolet (seperti sinar matahari, sinar fluorescent).
Meski terdapat beberapa macam tipe ruam pada lupus, tetapi
yang umum terdapat adalah ruam yang timbul, bersisik dan
merah, tetapi tidak gatal.

9
b. Discoid Lupus
Tipe lupus ini dapat menyebabkan inflamasi pada beberapa
macam organ. Untuk beberapa orang mungkin saja hal ini
hanya terbatas pada gangguan kulit dan sendi. Tetapi pada
orang yang lain, sendi, paru-paru, ginjal, darah ataupun organ
dan/atau jaringan lain yang mungkin terkena. SLE pada
sebagian orang dapat memasuki masa dimana gejalanya tidak
muncul (remisi) dan pada saat yang lain penyakit ini dapat
menjadi aktif (flare).
c. Drug-induced lupus
Tipe lupus ini sangat jarang menyerang ginjal atau sistem
syaraf. Obat yang umumnya dapat menyebabkan druginduced
lupus adalah jenis hidralazin (untuk penanganan tekanan darah
tinggi) dan pro-kainamid (untuk penanganan detak jantung
yang tidak teratur/tidak normal). Tidak semua orang yang
memakan obat ini akan terkena drug-induced lupus. Hanya 4
persen dari orang yang mengkonsumsi obat itu yang bakal
membentuk antibodi penyebab lupus. Dari 4 persen itu, sedikit
sekali yang kemudian menderita lupus. Bila pengobatan
dihentikan, maka gejala lupus ini biasanya akan hilang dengan
sendirinya.

G. Komplikasi
Lupus mungkin terlihat sebagai penyakit yang biasa terjadi pada
kulit. Namun jika tidak segera ditangani, lupus bisa menjadi momok bagi
kehidupan Anda. Berikut ini adalah beberapa komplikasi yang bisa terjadi
jika penyakit lupus tidak ditangani dengan cepat dan tepat:
a. Penyakit ginjal

10
Jika terjadi pembengkakan pada kaki atau pergelangan kaki setelah
Anda divonis mengidap lupus, maka itu adalah tanda bahwa eksresi
cairan pada tubuh Anda sudah tidak normal. Ada yang salah pada
ginjal Anda. Pada kasus yang lebih parah, gejalanya sampai urin
bercampur darah hingga pasien mengalami gagal ginjal.
b. Penyakit jantung
Komplikasi jantung yang paling umum terjadi pada penderita lupus
adalah terjadinya infeksi pada selaput pembungkus jantung, penebalan
pembuluh darah, dan melemahnya otot-otot jantung. 
c. Penyakit paru-paru
1 dari 3 orang penderita lupus akan mengalami infeksi pada selaput
pembungkus paru-paru. Jika ini terjadi maka pasien akan merasakan
sakit saat bernapas hingga batuk berdarah.
d. Gangguan peredaran darah
Untuk penyakit yang satu ini pada penderita lupus, biasanya tidak
ditemukan gejala yang dapat dideteksi secara langsung. Gangguannya
antara lain seperti terganggunya distribusi oksigen dalam darah atau
berkurangnya produksi sel darah putih, dan anemia. 
e. Gangguan saraf dan mental
Banyak dari penderita lupus yang mengalami susah konsentrasi, cepat
lupa, sakit kepala yang sangat parah, khawatir berlebihan, dan selalu
gelisah. Hal ini dikarenakan penyakit lupus lama-kelamaan akan
melemahkan kerja saraf dan menyebabkan stres pada pasien.

H. Pemeriksaan Diagnostik
1. Pemeriksaan lab :
a. Pemeriksaan darah
Pemeriksaan darah bisa menunjukkan adanya antibodi
antinuklear, yang terdapat pada hampir semua penderita
lupus. Tetapi antibodi ini juga bisa ditemukan pada
penyakit lain. Karena itu jika menemukan antibodi

11
antinuklear, harus dilakukan juga pemeriksaan untuk
antibodi terhadap DNA rantai ganda. Kadar yang tinggi dari
kedua antibodi ini hampir spesifik untuk lupus, tapi tidak
semua penderita lupus memiliki antibodi ini. Pemeriksaan
darah untuk mengukur kadar komplemen (protein yang
berperan dalam sistem kekebalan) dan untuk menemukan
antibodi lainnya, mungkin perlu dilakukan untuk
memperkirakan aktivitas dan lamanya penyakit.
b. Analisa air kemih menunjukkan adanya darah atau protein.
c. Hitung jenis darah menunjukkan adanya penurunan
beberapa jenis sel darah
2. Serologi
Pemeriksaan serologi adalah pemeriksaan yang menggunakan serum.
Pemeriksaan serologi mempunyai hasil yang sangat bervariasi
tergantung pada respon imun saat pemeriksaan laboratorium dilakukan
dan lamanya kelainan yang dialami penderita. Pada pemeriksaan ini,
penderita SLE sering menunjukkan hasil berupa:
- ANA positif
- Anti double strand DNA antibodies
- Anti-Sm antibodies dan rRNP antibodies specific
- Anti-kardiolipin auto anti-bodi.
3. Radiology : Rontgen dada menunjukkan pleuritis atau
perikarditis.
4. Pemeriksaan dada dengan bantuan stetoskop menunjukkan
adanya gesekan pleura atau jantung.
5. Biopsi ginjal.
6. MRI dan uji neuropsikologik

I. Penatalaksanaan Medis
Lupus adalah penyakit seumur hidup, karenanya
pemantauan harus dilakukan selamanya. Tujuan pengobatan SLE

12
adalah mengontrol manifestasi penyakit, sehingga anak dapat
memiliki kualitas hidup yang baik tanpa eksaserbasi berat,
sekaligus mencegah kerusakan organ serius yang dapat
menyebabkan kematian (Hockenberry & Wilson, 2009).
Tatalaksana primer pada SLE meliputi:
1. Mengurangi inflamasi dan meminimalisir komplikasi
Adapun obat-obatan yang dibutuhkan seperti:
a. Antiinflamasi non steroid (NSAIDs), untuk mengobati
simptomatik artralgia nyeri sendi.
b. Antimalaria, Diberikan untuk lupus diskoid. Pemakaian
jangka panjang memerlukan evaluasi retina setiap 6 bulan.
c. Kortikosteroid, Dosis rendah, untuk mengatasi gejala klinis
seperti demam, dermatitis, efusi pleura. Diberikan selama 4
minggu minimal sebelum dilakukan penyapihan. Dosis
tinggi, untuk mengatasi krisis lupus, gejala nefritis, SSP,
dan anemi hemolitik.
d. Obat imunosupresan/sitostatika, Imunosupresan diberikan
pada SLE dengan keterlibatan SSP, nefritis difus dan
membranosa, anemia hemolitik akut, dan kasus yang
resisten terhadap pemberian kortikosteroid.
e. Obat antihipertensi, Atasi hipertensi pada nefritis lupus
dengan agresif.
f. Kalsium, Semua pasien SLE yang mengalami artritis serta
mendapat terapi prednison berisiko untuk mengalami
mosteopenia, karenanya memerlukan suplementasi kalsium.
2. Dialisis atau transplantasi ginjal
Pasien dengan stadium akhir lupus nefropati, dapat dilakukan
dialisis atau transplantasi ginjal.
3. Diet
Restriksi diet ditentukan oleh terapi yang diberikan. Sebagian
besar pasien memerlukan kortikosteroid, dan saat itu diet yang

13
diperbolehkan adalah yang mengandung cukup kalsium, rendah
lemak, dan rendah garam. Pasien disarankan berhati-hati
dengan suplemen makanan dan obat tradisional.
4. Aktivitas
Pasien lupus sebaiknya tetap beraktivitas normal. Olah raga
diperlukan untuk mempertahankan densitas tulang dan berat
badan normal. Tetapi tidak boleh berlebihan karena lelah dan
stress sering dihubungkan dengan kekambuhan. Pasien
disarankan untuk menghindari sinar matahari, bila terpaksa
harus
terpapar matahari harus menggunakan krim pelindung matahari
(waterproof sunblock) setiap 2 jam. Lampu fluorescence juga
dapat meningkatkan timbulnya lesi kulit pada pasien SLE.

J. Konsep Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian :
a. Anamnesis riwayat kesehatan sekarang dan pemeriksaan fisik
difokuskan pada gejala sekarang dan gejala yang pernah dialami
seperti keluhan mudah lelah, lemah, nyeri, kaku, demam/panas,
anoreksia dan efek gejala tersebut terhadap gaya hidup serta citra
diri pasien.
b. Keluhan utama
Pada SLE ( sistemik lupus eritematosus ) kelainan kulit meliputi
eritema malar ( pipi ) ras seperti kupu-kupu, yang dapat mengenai
seluruh tubuh, sebelumnya pasien mengeluh demam dan kelelahan.
c. Riwayat penyakit sekarang
Pada penderita SLE, di duga adanya riwayat penyakit anemia
hemolitik, trombositopeni, abortus spontan yang unik. Kelainan
pada proses pembekuan darah ( kemungkinan sindroma, antibody,
antikardiolipin ).
d. Riwayat penyakit keluarga

14
Faktor genetik keluarga yang mempunyai kepekaan genetik
sehingga cenderung memproduksi auto antibody tertentu sehingga
keluarga mempunyai resiko tinggi terjadinya lupus eritematosus.
e. Pola – pola fungsi kesehatan
o Pola nutrisi
Penderita SLE banyak yang kehilangan berat badannya sampai
beberapa kg, penyakit ini disertai adanya rasa mual dan muntah
sehingga mengakibatkan penderita nafsu makannya menurun.
o Pola aktivitas
Penderita SLE sering mengeluhkan kelelahan yang luar biasa.
o Pola eliminasi
Tidak semua dari penderita SLE mengalami nefritis proliferatif
mesangial, namun, secara klinis penderita ini juga mengalami
diare.
o Pola sensori dan kognitif
Pada penderita SLE, daya perabaannya akan sedikit terganggu
bila pada jari – jari tangannya terdapat lesi vaskulitik atau lesi
semi vaskulitik.
o Pola persepsi dan konsep diri
Dengan adanya lesi kulit yang bersifat irreversibel yang
menimbulkan bekas seperti luka dan warna yang buruk pada
kulit penderita SLE akan membuat penderita merasa malu
dengan adanya lesi kulit yang ada.
f. Pemeriksaan fisik
 Kulit
Ruam eritematous, plak eritematous pada kulit kepala, muka
atau leher.
 Kardiovaskuler
Friction rub perikardium yang menyertai miokarditis dan efusi
pleura. Lesi eritematous papuler dan purpura yang menjadi

15
nekrosis menunjukkan gangguan vaskuler terjadi di ujung jari
tangan, siku, jari kaki dan permukaan ekstensor lengan bawah
atau sisi lateral tanga.
 Sistem Muskuloskeletal
Pembengkakan sendi, nyeri tekan dan rasa nyeri ketika
bergerak, rasa kaku pada pagi hari.
 Sistem integument
Lesi akut pada kulit yang terdiri atas ruam berbentuk kupu-
kupu yang melintang pangkal hidung serta pipi. Ulkus oral
dapat mengenai mukosa pipi atau palatum durum.
 Sistem pernafasan
Pleuritis atau efusi pleura.
 Sistem vaskuler
Inflamasi pada arteriole terminalis yang menimbulkan lesi
papuler, eritematous dan purpura di ujung jari kaki, tangan,
siku serta permukaan ekstensor lengan bawah atau sisi lateral
tangan dan berlanjut nekrosis.
 Sistem Renal
Edema dan hematuria.
 Sistem saraf
Sering terjadi depresi dan psikosis, juga serangan kejang-
kejang, korea ataupun manifestasi SSP lainnya.
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada pasien dengan SLE
adalah:
a. Nyeri akut berhubungan dengan inflamasi dan peningkatan
aktivitas penyakit, kerusakan jaringan, keterbatasan mobolitas atau
tingkat toleransi yang rendah.
b. Keletihan berhubungan dengan peningkatan aktivitas penyakit,
rasa nyeri, tidur/aktivitas yang tidak memadai, nutrisi yang tidak
memadai dan depresi/stres emosional.

16
c. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan rentang
gerak, kelemahan otot, rasa nyeri pada saat bergerak, keterbatasan
daya tahan fisik, kurangnya atau tidak tepatnya pemakaian alat-alat
ambulasi.
d. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan dan
ketergantungan fisik serta psikologis yang diakibatkan oleh
penyakit kronik.
3. Intervensi

No. Diagnose Perencanaan


Tujuan dan kriteria Intervensi
keperawatan
hasil
1. Nyeri akut Setelah dilakukan 1. Kolaborasi
berhubungan tindakkan pemberian
dengan inflamasi keperawatan selama analgetik dan kaji
dan peningkatan 3 x 24 jam skala nyeri
aktivitas penyakit, diharapkan nyeri 2. Ukur TTV pasien
kerusakan berkurang dengan 3. Observasi respon
jaringan, kriteria hasil: nonverbal dari
keterbatasan • Skala nyeri ketidaknyamanan
mobolitas atau berkurang
tingkat toleransi • TTV dalam batas
yang rendah. normal
• Kegelisahan
berkurang

2. Keletihan Setelah dilakukan 1. Monitor nutrisi


berhubungan tindakkan dan sumber energi
dengan keperawatan selama yang adekuat
peningkatan 3 x 24 jam 2. Kaji tingkat
aktivitas penyakit, diharapkan keletihan kecemasan pasien
rasa nyeri, teratasi dengan 3. Monitoring pola

17
tidur/aktivitas kriteria hasil: tidur dan lamanya
yang tidak • Glukosa darah tidur/ istirahat
memadai, nutrisi adekuat pasien
yang tidak • Kecemasan
memadai dan menurun
depresi/stres • Istirahat cukup
emosional.
3. Hambatan Setelah dilakukan 1. Latih pasien
mobilitas fisik tindakkan berpindah dari
berhubungan keperawatan selama tempat tidur ke
dengan penurunan 3 x 24 jam kursi
rentang gerak, diharapkan pasien 2. Ukur TTV pasien
kelemahan otot, menunjukkan saat dan setelah
rasa nyeri pada mobilitas fisik beraktivitas
saat bergerak, dengan kriteria hasil: 3. Latih pasien
keterbatasan daya • Mampu dalam pemenuhan
tahan fisik, berpindah dari kebutuhan ADL
kurangnya atau tempat duduk ke secara mandiri
tidak tepatnya kursi
pemakaian alat- • TTV normal saat
alat ambulasi. dan setelah
beraktivitas
• Mampu
melakukan
kebutuhan ADL
secara mandiri

4. Gangguan citra Setelah dilakukan 1. Kaji secara verbal


tubuh tindakkan dan nonverbal
berhubungan keperawatan selama respon klien
dengan perubahan 3 x 24 jam terhadap tubuhnya

18
dan diharapkan pasien 2. Fasilitasi kontak
ketergantungan dapat menerima dengan individu
fisik serta keadaan tubuhnya lain dalam
psikologis yang dengan kriteria hasil: kelompok kecil
diakibatkan oleh • Body image 3. Dorong klien
penyakit kronik. positif mengungkapkan
• Mempertahanka perasaannya
n interaksi sosial
• Mendeskripsikan
secara faktual
perubahan fungsi
tubuh

19
BAB III
PENUTUP

A. Simpulan
Sistemik Lupus Eritematosus (SLE) merupakan penyakit
multisistem yang kronik, penyakit autoimun dari jaringan ikat dan
pembuluh darah yang ditandai dengan adanya inflamasi pada jaringan
tubuh (Hockenberry & Wilson, 2009). Penyebab terjadinya SLE belum
diketahui secara pasti, namun berbagai faktor dianggap berperan dalam
disregulasi sistem imun, diantaranya jenis kelamin, hormonal, faktor
lingkungan (infeksi virus dan sinar matahari). Manifestasi klinis SLE
sangat luas.awalnya di tandai dengan gejala klinis yang tidak spesifik
antara lain: lemah, lesu, panas mual nafsu makan turun dan berat badan
menurun.

B. Saran
Setelah membaca makalah ini diharapkan para pembaca dapat
memahami tentang etiologi, manifestasi klinis, patofisiologi dan lain
sebagainya dari penyakit SLE (Sistemik Lupus Erimatosus).

20
DAFTAR PUSTAKA

Behram,Richard E.2010.The edition of Nelson Essentials of Pediatrics


4e.jakarta:EGC
http://lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351600-PR-Yuni%20Azizah.pdf
https://leonipawitria.blogspot.com/2015/05/asuhan-keperawatan-anak-
dengan-sle_18.html

21

Anda mungkin juga menyukai