Anda di halaman 1dari 10

EDEMA PARU

Edema paru adalah akumulasi cairan di interstisial dan alveoulus paru yang terjadi
secara mendadak. Hal ini dapat disebabkan oleh tekanan intravaskular yang tinggi (edem
paru kardiak) atau karena peningkatan permeabilitas membran kapiler (edem paru non
kardiogenik) yang mengakibatkan terjadinya ekstravasasi cairan secara cepat sehingga terjadi
gangguan pertukaran udara di alveoli secara progresif dan mengakibatkan hipoksia (Harun S,
2009). Tingkat oksigen darah yang rendah (hipoksia) dapat terdeteksi pada pasien-pasien
dengan edema paru. Lebih jauh, atas pemeriksaan paru-paru dengan stethoscope, didapatkan
suara-suara paru yang abnormal, seperti rales atau crakles (suara-suara mendidih pendek
yang terputus-putus) yang berkoresponden pada muncratan cairan dalam alveoli selama
bernafas (Alasdair et al, 2008; Lorraine et al, 2005).
Gejala paling umum dari edema paru adalah sesak nafas. Ini mungkin adalah
penimbulan yang berangsur-angsur jika prosesnya berkembang secara perlahan, atau dapat
mempunyai penimbulan yang tiba-tiba pada kasus dari edema paru akut. Gejala-gejala umum
lain mungkin termasuk mudah lelah, lebih cepat mengembangkan sesak nafas daripada
normal dengan aktivitas yang biasa (dyspnea on exertion), nafas yang cepat (takipnea),
kepeningan atau kelemahan (Alasdair et al, 2008; Lorraine et al, 2005; Maria I, 2010).
Pada tahap awal terjadinya edema paru terdapat peningkatan kandungan cairan di
jaringan interstisial antara kapiler dan alveoli. Pada edema paru akibat peningkatan
permeabilitas kapiler paru dipikirkan bahwa kaskade inflamasi timbul beberapa jam
kemudian yang berasal dari suatu fokus kerusakan jaringan tubuh. Neutrofil yang teraktivasi
akan beragregasi dan melekat pada sel endotel yang kemudian menyebabkan pelepasan
berbagai toksin, radikal bebas, dan mediator inflamasi seperti asam arakidonat, kinin, dan
histamin. Proses kompleks ini dapat diinisiasi oleh berbagai macam keadaan atau penyakit
dan hasilnya adalah kerusakan endotel yang berakibat peningkatan permeabilitas kapiler
alveolar. Alveoli menjadi terisi penuh dengan eksudat yang kaya protein dan banyak
mengandung neutrofil dan sel inflamasi sehingga terbentuk membran hialin. (Gomersall C,
2000).
Klasifikasi edema paru berdasarkan mekanisme pencetus (Harun S, 2009):
1) Ketidakseimbangan “Starling Force”
a) Peningkatan tekanan vena pulmonalis
Edema paru akan terjadi hanya apabila tekanan kapiler pulmonal meningkat
sampai melebihi tekanan osmotik koloid plasma, yang biasanya berkisar 28
mmHg pada manusia. Sedangkan nilai normal dari tekanan vena pulmonalis
adalah antara 8-12 mmHg, yang merupakan batas aman dari mulai terjadinya
edema paru tersebut. Etiologi dari keadaan ini antara lain: (1) tanpa gagal
ventrikel kiri (mis: stenosis mitral), (2) sekunder akibat gagal ventrikel kiri, (3)
peningkatan tekanan kapiler paru sekunder akibat peningkatan tekanan arterial
paru (sehingga disebut edema paru overperfusi).
b) Penurunan tekanan onkotik plasma
Hipoalbuminemia saja tidak menimbulkan edema paru, diperlukan juga
peningkatan tekanan kapiler paru. Peningkatan tekanan yang sedikit saja pada
hipoalbuminemia akan menimbulkan edema paru. Hipoalbuminemia dapat
menyebabkan perubahan konduktivitas cairan rongga interstitial sehingga cairan
dapat berpindah lebih mudah diantara sistem kapiler dan limfatik.
c) Peningkatan negativitas dari tekanan interstitial
Edema paru dapat terjadi akibat perpindahan yang cepat dari udara pleural.
Kedaaan yang sering menjadi etiologi adalah: (1) perpindahan yang cepat pada
pengobatan pneumothoraks dengan tekanan negatif yang besar. Keadaan ini
disebut edema paru re-ekspansi. Edema biasanya terjadi unilateral dan seringkali
ditemukan dari gambaran radiologis dengan penemuan klinis yang minimal.
Jarang sekali kasus yang menjadikan edema paru re-ekspansi ini berat dan
membutuhkan tatalaksana yang cepat dan ekstensif, (2) tekanan negatif pleura
yang besar akibat obstruksi jalan nafas akut dan peningkatan volume ekspirasi
akhir (misalnya pada asma bronkhial).
2) Gangguan permeabilitas membran kapiler alveoli: (ARDS = Adult Respiratory
Distress Syndrome)
Keadaan ini merupakan akibat langsung dari kerusakan pembatas antara kapiler dan
alveolar. Cukup banyak kondisi medis maupun surgikal tertentu yang berhubungan
dengan edema paru akibat kerusakan pembatas ini daripada akibat ketidakseimbangan
“Starling Force”.
a) Pneumonia (bakteri, virus, parasit)
b) Terisap toksin (NO, asap)
c) Bisa ular, endotoksin dalam sirkulasi
d) Aspirasi asam lambung
e) Pneumonitis akut akibat radiasi
f) Zat vasoaktif endogen (histamin, kinin)
g) Dissemiated Intravascular Coagulation
h) Immunologi: pneumonitis hipersensitif
i) Shock-lung pada trauma non thoraks
j) Pankreatitis hemoragik akut
3) Insuffisiensi sistem limfe
a) Pasca transplantasi paru
b) Karsinomatosis, limfangitis
c) Limfangitis fibrotik (siilikosis)
4) Tidak diketahui atau belum jelas mekanismenya
a) “High altitude pulmonary edema”
b) Edema paru neurogenik
c) Overdosis obat narkotik
d) Emboli paru
e) Eklamsia
f) Pasca anastesi
g) Post cardiopulmonary bypass

Sasaran penatalaksanaan medikal adalah untuk mengurangi volume total yang


bersirkuasi dan untuk memperbaiki pertukaran pernapasan.
1) Oksigenasi
a) diberikan dalam konsentrasi yang adekuat untuk menghilangkan hipoksia dan
dispnea
b) oksigen dengan tekanan intermiten atau tekan positif kontinu, jika tanda-tanda
hipoksia menetap
c) intubasi endotrakeal dan ventilasi mekanik, jika terjadi gagal napas.
d) Tekanan ekspirasi akhir positif (PEEP)
e) Gas darah arteri (GDA)
2) Farmakoterapi
a) Morvin: IV dalam dosis kecil untuk mengurangi ansietas dan dispnea; merupakan
kontraindikasi pada cedera vaskular serebral, penyakit pulmonal kronis, atau syok
kardiogenik. Siapkan selalu nalokson hidroklorida (Narcan) untuk depresi
pernapasan luas.
b) Diuretik: furosemid (Lasix) IV untuk membuat efek diuretik cepat
c) Digitalis: untuk memperbaiki kekuatan kontraksi jantung; diberikan dnegan
kewaspadaan tinggi pada pasien dengan MI akut
d) Aminofilin: untuk mengi dan bronkospasme, drip IV kontinu dalam dosis sesuai
berat badan
3) Perawatan Suportif
a) Baringkan pasien tegak, dengan tungkai dan kaki bawah, lebih baik bila kaki
terjuntai disamping tempat tidur untuk membantu arus balik vena ke jantung.
b) Yakinkan pasien, gunakan sentuhan untuk memberikan kesan realitas yang
konkret
c) Maksimalkan waktu kegiatan di tempat tidur
d) Berikan informasi yang sering, sederhana, jelas tentang apa yang sedang
dilakukan untuk mengatasi kondisi dan apa makna respon terhadap pengobatan
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
1) Identitas : nama klien, tempat tinggal
2) Umur     : Klien dewasa dan bayi cenderung mengalami dibandingkan
remaja/dewasa muda
3) Riwayat Masuk
Klien  biasanya dibawa ke rumah sakit setelah sesak nafas, cyanosis atau batuk-
batuk disertai dengan demam tinggi/tidak. Kesadaran kadang sudah menurun dan
dapat terjadi dengan tiba-tiba pada trauma. Berbagai etiologi yang mendasar
dengan masing-masik tanda klinik mungkin menyertai klien
4) Riwayat Penyakit Dahulu
Predileksi penyakit sistemik atau berdampak sistemik seperti sepsis, pancreatitis,
Penyakit paru, jantung serta kelainan organ vital bawaan serta penyakit ginjal
mungkin ditemui pada klien
5) Pemeriksaan fisik
a) Sistem Integumen
Subyektif         : -
Obyektif          : kulit pucat, cyanosis, turgor menurun (akibat dehidrasi
sekunder), banyak keringat , suhu kulit meningkat, kemerahan
b) Sistem Pulmonal
Subyektif         : sesak nafas, dada tertekan
Obyektif          : Pernafasan cuping hidung, hiperventilasi, batuk
(produktif/nonproduktif), sputum banyak, penggunaan otot bantu pernafasan,
pernafasan diafragma dan perut meningkat, Laju pernafasan meningkat,
terdengar stridor, ronchii pada lapang paru,
c) Sistem Cardiovaskuler
Subyektif         : sakit dada
Obyektif          : Denyut nadi meningkat, pembuluh darah vasokontriksi,
kualitas darah menurun, Denyut jantung tidak teratur, suara jantung tambahan
d) Sistem Neurosensori
Subyektif         : gelisah, penurunan kesadaran, kejang
Obyektif          : GCS menurun, refleks menurun/normal, letargi
e) Sistem Musculoskeletal
Subyektif         : lemah, cepat lelah
Obyektif          : tonus otot menurun, nyeri otot/normal, retraksi paru dan
penggunaan otot aksesoris pernafasan
f) Sistem genitourinaria
Subyektif         : -
Obyektif          : produksi urine menurun/normal,
g) Sistem digestif
Subyektif         : mual, kadang muntah
Obyektif          : konsistensi feses normal/diare
h) Studi Laboratorik  :
Hb                                : menurun/normal
Analisa Gas Darah      : acidosis respiratorik, penurunan kadar oksigen darah,
kadar karbon darah meningkat/normal
Elektrolit                     : Natrium/kalsium menurun/normal
 Diagnosa yang mungkin muncul
1. Ketidakefektifan pola nafas  berhubungan dengan kelelahan dan pemasangan alat
bantu nafas
2. Gangguan pertukaran Gas berhubungan dengan distensi kapiler pulmonar
3. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan area invasi mikroorganisme sekunder
terhadap pemasangan selang endotrakeal
4. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan kontraktilitas otot jantung
5. Disfungsi respon penyapihan ventilator berhubungan dengan kurangnya pengetahuan
terhadapprosedur medis
6. Resiko terjadi trauma berhubungan dengan kegelisahan sekunder terhadap 
pemasangan alat  bantu nafas
7. Ansietas berhubungan dengan ancaman integritas biologis aktual sekunder terhadap
pemasangan alat bantu nafas
8. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan pemasangan selang endotrakeal
Rencana Tindakan:
Intervensi
N Diagnosa Tujuan & KH Intervensi Rasional
o
1 Ketidakefektifa Pola nafas 1. Berikan HE 1. Informasi yang
n pola nafas kembali efektif pada pasien tentang adekuat dapat
berhubungan setelah penyakitnya membawa pasien
dengan keadaan dilakukan lebih kooperatif dalam
tubuh yang tindakan memberikan terapi
lemah keperawatan 2. Atur posisi semi 2. Jalan nafas yang
selama 3 × 24 fowler longgar dan tidak ada
jam, dengan sumbatan proses
kriteria hasil: respirasi dapat
- Tidak terjadi berjalan dengan
hipoksia atau lancar.
hipoksemia 3. Observasi tanda 3. Sianosis
- Tidak sesak dan gejala sianosis merupakan salah satu
- RR normal tanda manifestasi
(16-20 × / ketidakadekuatan
menit) suply O2 pada
- Tidak terdapat jaringan tubuh
kontraksi otot perifer .
bantu nafas 4. Berikan terapi 4. Pemberian
- Tidak terdapat oksigenasi oksigen secara
sianosis adequat dapat
mensuplai dan
memberikan cadangan
oksigen, sehingga
mencegah terjadinya
5. Observasi tanda- hipoksia.
tanda vital 5. Dyspneu,
sianosis merupakan
tanda terjadinya
gangguan nafas
disertai dengan kerja
jantung yang menurun
timbul takikardia dan
capilary refill time
yang
6. Observasi memanjang/lama.
timbulnya gagal 6. Ketidakmampua
nafas. n tubuh dalam proses
respirasi diperlukan
intervensi yang kritis
dengan menggunakan
alat bantu pernafasan
(mekanical
ventilation).
7. Kolaborasi 7. Pengobatan
dengan tim medis yang diberikan
dalam memberikan berdasar indikasi
pengobatan sangat membantu
dalam proses terapi
keperawatan

2 Gangguan Fungsi 1. Berikan HE pada 1. Informasi yang


pertukaran Gas pertukaran gas pasien tentang adekuat dapat
berhubungan dapat maksimal penyakitnya membawa pasien
dengan distensi setelah lebih kooperatif dalam
kapiler dilakukan memberikan terapi
pulmonar tindakan 2. Atur posisi pasien 2. Jalan nafas yang
keperawatan semi fowler longgar dan tidak ada
selama 3 × 24 sumbatan proses
jam dengan respirasi dapat
kriteria hasil: 3. Bantu pasien untuk berjalan dengan lancer
- Tidak terjadi melakukan reposisi 3. Posisi yang
sianosis secara sering berbeda menurunkan
- Tidak sesak 4. Berikan terapi resiko perlukaan
- RR normal oksigenasi akibat imobilisasi
(16-20 × / 4. Pemberian
menit) oksigen secara
- BGA normal: adequat dapat
 partial mensuplai dan
pressure of 5. Observasi tanda – memberikan cadangan
oxygen tanda vital oksigen, sehingga
(PaO2): 75- mencegah terjadinya
100 mm Hg hipoksia
 partial 5. Dyspneu,
pressure of sianosis merupakan
carbon 6. Kolaborasi dengan tanda terjadinya
dioxide tim medis dalam gangguan nafas
(PaCO2): memberikan disertai dengan kerja
35-45 mm pengobatan jantung yang menurun
Hg timbul takikardia dan
 oxygen capilary refill time
content yang
(O2CT): 15- memanjang/lama.
23% 6. Pengobatan
 oxygen yang diberikan
saturation berdasar indikasi
(SaO2): 94- sangat membantu
100% dalam proses terapi
 bicarbonate keperawatan
(HCO3): 22-
26 mEq/liter
 pH: 7.35-
7.45
3 Resiko tinggi Infeksi tidak 1. Berikan HE 1. Informasi yang
infeksi terjadi setelah pada pasien tentang adekuat dapat
berhubungan dilakukan kondisi yang membawa pasien
dengan area tindakan dialaminya lebih kooperatif dalam
invasi keperawatan memberikan terapi
mikroorganism selama 3 × 24 2. Observasi tanda- 2. Meningkatnya suhu
e sekunder jam, dengan tanda vital. tubuh dpat dijadikan
terhadap kriteria hasil: sebagai indicator
pemasangan - Pasien mampu terjadinya infeksi
selang mengurangi 3. Observasi 3. Kebersihan area
endotrakeal kontak dengan daerah pemasangan pemasangan selang
area selang endotrakheal menjadi factor resiko
pemasangan masuknya
selang 4. Lakukan tehnik mikroorganisme
endotrakeal perawatan secara 4. Meminimalkan
- Suhu normal aseptik organisme yang
(36,5oC) kontak dengan pasien
dapat menurunkan
5. Kolaborasi resiko terjadinya
dengan tim medis infeksi
dalam memberikan 5. Pengobatan yang
pengobatan diberikan berdasar
indikasi sangat
membantu dalam
proses terapi
keperawatan

DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, Lynda Juall. 2006. Diagnosis Keperawatan. Jakarta: EGC


Simon, G. 1981. Diagnostik Rontgen untuk Mahasiswa Klinik dan Dokter Umum. Edisi
kedua. Jakarta: Penerbit Erlangga
Harrison. 1995. Prinsip-prinsip Ilmu Penyakit Dalam. Volume3. Yogyakarta : Penerbit Buku
Kedokteran EGC

Anda mungkin juga menyukai