PENDAHULUAN
dapat dilihat dari demografi, potensi sumber daya alam dan sumber daya manusia,
aksesibilitas serta kekuasaan dalam pengambilan keputusan dan aspek potensi pasar.
Kondisi tersebut memungkinkan pertumbuhan suatu wilayah sering kali tidak seimbang
besarnya peran pemerintah pusat dalam pengambilan keputusan dan peran pemerintah
daerah yang hanya sebagai perpanjangan tangan pemerintah pusat, sehinggga daerah tidak
menjadi tidak berdaya menghadapi dominasi pemerintah pusat yang sangat dominan.
menimbulkan kesenjangan perekonomian antar daerah di tanah air. Oleh karena itu, wajar
jika pergerakan ekonomi dan perputaran modal relatif lebih besar dan lebih cepat di Pulau
Jawa dibandingkan dengan di luar Pulau Jawa (Kuncoro, 2002). Gagasan melakukan
desentralisasi dengan otonomi penuh adalah alternatif yang paling cocok untuk
Indonesia sebagai negara republik dan negara kesatuan yang menganut asas
Indonesia atas daerah besar (propinsi) dan daerah propinsi akan dibagi dalam daerah yang
lebih kecil (Yudhoyono,2001). Dengan demikian UUD 1945 merupakan landasan yang
kuat untuk menyelenggarakan otonomi dengan memberikan kewenangan yang luas, nyata
Undang No 5 Tahun 1974 dengan konsep otonomi yang nyata, dinamis dan bertanggung
jawab. Sebagai konsekuensi di dalam salah satu bagian undang-undang tersebut yang
menyatakan bahwa otonomi lebih merupakan kewajiban dari pada hak, maka kontrol
pemerintah pusat terhadap daerah menjadi sangat ketat. Akibatnya muncul keresahan di
tengah kondisi tersebut pada pasca Orde Baru untuk menjawab tuntutan otonomi yang
lebih baik muncul Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 (telah direvisi dengan UU No.
Nomor 25 Tahun 1999 (telah direvisi dengan UU No. 33 Tahun 2004) tentang
tersebut masih diwarnai dengan beberapa kelemahan dan menjadi sorotan kritis dari
masyarakat, namun masih ada rasa optimisme karena makna otonomi itu sebenarnya
Pelaksanaan otonomi daerah yang dimulai Januari 2001 menimbulkan reaksi yang
berbeda-beda di berbagai daerah. Pemerintah daerah yang memiliki sumber kekayaan alam
yang besar menyambut otonomi daerah dengan penuh harapan, sebaliknya daerah yang
miskin sumber daya alamnya menanggapinya dengan sedikit rasa khawatir dan was-was.
Kekhawatiran beberapa daerah tersebut bisa dipahami, karena pelaksanaan otonomi daerah
dan desentralisasi fiskal membawa konsekuensi bagi pemerintah daerah untuk lebih
serta masyarakat, mengembangkan peran dan fungsi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
(DPRD). Oleh karena itu Undang-Undang ini menempatkan otonomi daerah secara utuh
pada daerah kabupaten dan daerah kota dengan prinsip bahwa pelaksanaan otonomi daerah
dewasa ini di seluruh dunia. Otonomi daerah yang merupakan antitesis dari ajaran
ketidakmungkinan sebuah negara yang wilayahnya luas dan penduduknya banyak untuk
mengelola manajemen pemerintah secara sentralistik. Otonomi daerah juga diminati karena
Pada perkembangannya lebih jauh, otonomi daerah lalu menjadi semangat utama
Dikalangan ilmuan, berbagai derivasi dari konsep otonomi daerah terus bermunculan
secara dinamis. Keseiringan-jalan antara otonomi daerah dan demokratisasi inilah yang
membuat sebuah pemerintahan dimasa kini tidak bisa lagi memerintah secara otokratik,
Pemerintah pusat tidak lagi mendominasi kebijakan daerah. Peran pemerintah pusat
mengevaluasi pelaksanaan otonomi daerah. Peran ini tidak ringan, tapi juga tidak
membebani daerah secara berlebihan. Karena itu dalam rangka otonomi daerah diperlukan
kombinasi yang efektif antara visi yang jelas serta kepemimpinan yang kuat dari
pemerintah pusat, dengan keleluasaan berprakarsa dan berkreasi dari pemerintah daerah
pemerintahan dan keutuhan negara, membebaskan pemerintah pusat dari beban yang tidak
Sejalan dengan pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia, Kota Binjai adalah salah
satu Daerah Tingkat II di Provinsi Sumatra Utara yang ikut serta mengimplikasikan
berjarak 22 Km dari kota Medan (Ibukota Propinsi Sumatera Utara). Kota Binjai terletak
adalah 28 meter di atas permukaan laut. Kota Binjai terbagi atas 5 kecamatan yang
kemudian dibagi lagi menjadi 37 kelurahan dan desa. Lima kecamatan tersebut masing-
masing adalah: Binjai Kota, Binjai Timur, Binjai Barat, Binjai Utara dan Binjai Selatan.
Dengan pemberian otonomi diharapkan pada pemerintah daerah (Kota Binjai) untuk
memanfaatkan dan mengelola peluang dan potensi yang dimiliki daerah tersebut demi
wujud dari pembangunan nasional daerah. Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu
proses dimana pemerintah daerah dan masyarakat mengelola sumber daya yang ada dan
membentuk suatu pola kemitaraan antara pemerintah daerah dan sektor swasta untuk
menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang perkembangan kegiatan ekonomi
daerah maka tekanan utama pembanguan akan lebih banyak diarahkan pada peningkatan
manusia (IPM) merupakan salah satu indikator yang dijadikan alat ukur pembangunan
manusia, terutama dalam mengukur kualitas fisik penduduk disuatu wilayah. Karena itu,
memadai yang dijadikan tolak ukur kemajuan pembangunan. IPM adalah suatu indeks
komposisi yang didasarkan pada tiga indikator, yakni kesehatan, pendidikan, dan standar
kehidupan. Jadi jelas bahwa 3 unsur ini sangat penting dalam menentukan tingkat
unsur tersebut tidak berdiri sendiri, melainkan saling mempengaruhi satu dengan yang
lainnya, selain juga dipengaruhi oleh faktor-faktor lain seperti ketersediaan kesempatan
kerja, yang pada gilirannya ditentukan oleh pertumbuhan ekonomi, infrastruktur dan
kebijakan pemerintah. Jadi, IPM akan meningkat apabila ketiga unsur tersebut dapat
ditingkatkan, dan nilai IPM yang tinggi menandakan keberhasilan pembangunan ekonomi.
Bila diperhatikan dari tabel diatas, terlihat bahwa terus membaiknya angka Indeks
Pembangunan Manusia di Kota Binjai sejalan dengan adanya peningkatan dari tahun
ketahun dari setiap komponen IPM. Angka harapan hidup dari tahun 1999 hingga tahun
2008 terus mengalami kenaikan, dimana pada tahun 1999 sebesar 65.6 tahun naik pada
Tahun 2008 menjadi 71.54 tahun. Angka melek huruf pada tahun 1999 (95.9 persen)
mengalami kenaikan bila dibandingkan dengan tahun 2002 (97.3 persen), Pada tahun 1999
rata-rata lama sekolah (5.7 tahun) mengalami kenaikan pada tahun 2002 (9.6 tahun).
Pengeluaran Riil perkapita dari tahun 1999 yang sebesar Rp.529.2 ribu naik menjadi
oleh semakin membaiknya kondisi ekonomi penduduk sehingga dengan adanya kenaikan
semakin baik.
kesejahteraan masyarakat.
Berdasarkan uraian diatas maka penulis tertarik untuk melakukan penulisan skripsi
Kota Binjai “.
Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas, maka perumusan masalah yang
dapat diajukan dalam penelitian ini adalah : Bagaimana dampak otonomi daerah terhadap
1.3 Hipotesis
objek penelitian yang masih perlu diuji dan dibuktikan secara empiris tingkat kebenaranya
diatas, maka penulis membuat hipotesis sebagai berikut : Kesejahteraan masyarakat Kota
2. Sebagai bahan masukan bagi pengambilan keputusan dimasa yang akan datang.
terkait.
4. Bahan acuan penelitian lain yang berminat meneliti masalah hubungan Otonomi