BAB 1
DEFINISI
a. Budaya keselamatan diartikan sebagai “budaya keselamatan di rumah sakit” adalah sebuah
lingkungan yang kolaboratif karena staf klinisnya memperlakukan satu sama lain secara hormat
dengan melibatkan serta memberdayakan pasien dan keluarga. Pimpinan mendorong staf klinis
pemberi asuhan bekerja sama dalam tim yang efisien dan mendukung proses kolaborasi
interprofesional dalam asuhan yang berfokus pada pasien.
b. Budaya keselamatan merupakan hasil dari nilai-nilai, sikap, persepsi, kompetensi dan pola
perilaku individu maupun kelompok yang menentukan komitmen terhadap serta kemampuan
manajemen pelayanan kesehatan dengan komunikasi yang berdasar atas rasa saling percaya
dengan persepsi yang sama tentang pentingnya keselamatan dan dengan keyakinan akan
manfaat langkah-langkah pencegahan.
c. Budaya keselamatan (safety culture) di pelayanan kesehatan didefinisikan sebagai keyakinan,
nilai, perilaku yang dikaitkan dengan keselamatan pasien yang secara tidak sadar dianut
bersama oleh anggota organosasi. Budaya keselamatan merupakan istilah yang merujuk pada
komitmen keselamatan yang dimiliki oleh semua level dalam suatu organisasi / seluruh civitas
hospitalia.
d. Rumah Indonesia Sehat Hospital telah memilai gerakan budaya keselamatan rumah sakit namun
belum tampak serius dalam pelaksanaannya. Perilaku staf klinis masih ada yang tidak
mendukung budaya keselamatan pasien. Egoisme dan merasa lebih dari staf lain masih
terdengar sehingga membuat staf lain menjadi tidak nyaman. Oleh sebab itu dibutuhkan suatu
upaya untuk membangun budaya keselamatan rumah sakit di RIS Hospital.
BAB II
RUANG LINGKUP
TATA LAKSANA
Menurut NPSA (National Patient Safety Agency) (2006), bagian yang fundamental dari organisasi
dengan budaya keselamatan adalah menjamin adanya keterbukaan dan adil. Keterbukaan dan adil
berarti semua pegawai/staff berbagi informasi secara bebas dan terbuka mengenai insiden yang
terjadi.
Bagian yang paling mendasar dari organisasi dengan budaya keselamatan (culture of safety)
adalah meyakinkan bahwa organisasi memiliki keterbukaan dan adil (being open and fair), berarti
bahwa (NPSA, 2006) :
a. Staf yang terlibat dalam insiden merasa bebas untuk menceritakan insiden tersebut atau
terbuka terhadap insiden tersebut
b. Staf dan organisasi bertanggung jawab untuk tindakan yang diambil
c. Staf merasa bisa membicarakan semua insiden yang terjadi kepada teman sejawat atau
atasannya
d. Organisasi kesehatan lebih terbuka dengan pasien. Jika terjadi insiden staf dan masyarakat
dapat mengambil pelajaran dari insiden tersebut.
e. Perlakuan yang adil terhadap staf jika insiden terjadi.
Untuk menciptakan lingkungan yang terbuka dan adil kita harus menyingkirkan dua mitos uratma :
a. Mitos kesempurnaan, jika seseorang berusaha cukup keras, mereka tidak akan melakukan
kesalahan.
b. Mitos hukuman, jika kita menghukum seseorang yang melakukan kesalahan, kesalahan yang
terjadi akan berkurang, tindakan remedial dan disipliner akan membawa perbaikan dengan
meningkatnya motivasi.
Terbuka dan adil sangat penting diterapkan karena staf tidak akan membuar laporan insiden jika
mereka yakin kalau laporan tersebut akan menyebabkan mereka atau koleganya terkena hukuman
atau tindakan disiplin. Lingkungan yang terbuka dan adil akan membantu staf untuk yakin bahwa
membuat laporan insiden dapat menjadi pelajaran untuk perbaikan.
Budaya keselamatan juga merupakan hasil dari nilai-nilai, sikap, persepsi, kompetensi dan
perilaku individu maupun kelompok yang menentukan komitmen terhadap, serta kemampuan
manajemen pelayanan kesehatan maupun keselamatan. Budaya keselamatan dicirikan dengan
komunikasi yang berdasarkan atas rasa saling percaya dengan persepso yang sama tentang
pentingnya keselamatan dan dengan keyakinan akan manfaat langkah-langkah pencegahan.
Direktur RIS Hospital mendorong staf klinis pemberi asuhan bekerja sama dalam tim yang efektif dan
mendukung proses kolaborasi interprofesional dalam asuhan berfokus kepada pasien. Tim atau staf
klinis harus belajar dari kejadian tidak diharapkan dan kejadian nyaris cidera. Staf klinis pemberi
asuhan harus menyadari keterbatasan kinerja manusia dalam system yang kompleks dan ada proses
yang terlihat dari belajar serta menjalankan perbaikan melalui briefing. Lingkungan RIS Hospital
harus menjamin berkembangnya keselamatan dan mutu yang mendukung kerjasama dan rasa
hormat terhadap sesame tanpa melihat jabatan mereka dalam rumah sakit. Direktur rumah sakit
menunjukkan komitmennya tentang budaya keselamatan dan mendorong budaya keselamatan
untuk seluruh staf rumah sakit.
1. Karyawan RIS Hospital harus mengetahui bahwa kegiatan operasional rumah sakit
berisiko tinggi dan bertekad untuk melaksanakan tugas dengan konsisten serta aman.
2. Direktur menjamin bahwa regulasi serta lingkungan kerja mendorong staf tidak takut
mendapat hukuman bila membuat laporan tentang kejadian tidak diharapkan dan
kejadian nyaris cidera.
3. Direktur mendorong komite PMKP dalam hal ini penanggung jawab keselamatan pasien
melaporkan insiden keselamatan rumah sakit ke tingkat nasional sesuai dengan
peraturan perundang-undangan
4. Direktur menolong kolaborasi antara staf klinis dengan pimpinan untuk mencari
penyelesaian masalah keselamatan rumah sakit
RIS Hospital memiliki komitmen organisasi untuk menyediakan sumber daya, seperti staf,
pelatihan, metode pelaporan yang aman, dan sebagainya untuk menangani masalah keselamatan.
Budaya untuk menyalahkan suatu pihak yang akhirnya merugikan kemajuan budaya keselamatan
harus dihilangkan.
Direktur RIS melakukan evaluasi rutin dengan jadwal yang tetap, dapat dengan menggunakan
beberapa metode, survey resmi, wawancara staf, analisis data dan diskusi kelompok. DIrektur juga
mendoring agat dapat terbentuk kerjasama untuk membuat struktur, proses dan program yang
memberikan jalan bagi perkembangan budaya positif ini, Direktur RIS Hospital harus menanggapi
perilaku yang tidak terpunji dari semua individu daro semua jenjang rumah sakit, termasuk
manajemen, staf administrasi, staf klinis, dokter tamu atau dokter part tume serta anggota
representasi pemilik. Memiliki budaya keselamatan akan mendorong terciptanya lingjungan yang
mempertimbangkan semua komponen sebagai faktir yang ikut berkontribusi terhadap insiden yang
terjadi. Hal ini menghindari kecenderungan untuk menyalahkan individu dan lebih melihat kepada
system di mana individu tersebut bekerja.
D. Prinsip Kerahasiaan
1. Pelapor, atasan pelapor dan SDM wajib menjaga rahasia pelapor maupun korban / sasaran
tindakan tidak mendukung budaya keselamatan rumah sakit tersebut.
2. Pembukaan identitas pelaku dan korban / sasaran tindakan perilaku tidak mendukung
budaya keselamatan hanya boleh dilakukan dalam rapat pimpinan dan atau rapat yang
diperuntukkan dalam proses pembinaan
3. Setiap karyawan wajib mencegah tersebarnya informasi tentang pelaku terjadinya perilaku
tidakmendukung budaya keselamatan rumah sakit di RIS Hospital.
4. Dalam rangka penilaian staf terkait budaya keselamatan rumah sakit, maka jika menyangkut
nama pelaku maka tidak diperkenankan menyebutkan perilakunya secara detail
5. Sebaliknya jika menyebutkan perilakunya secara detail maka tidak diperkenankan
menyebutkan nama pelaku, cukup menyebut (kalau harus) profesi atau tugasnya saja.
1 Melarang perawat untuk membuat laporan “Seperti ini saja kok dilaporkan!! Ini nggak
tentang kejadian tidak diharapkan usah dicatat, ga usah dilaporkan!”
2 Memarahi staf klinis lainnya di hadapan “Kalau kamu memberikan obat ini, maka
pasien pasien bisa mati, tahu?!”
3 Kemarahan yang ditunjukkan dengan
melempar alat bedah di kamar operasi
4 Kemarahan yang ditunjukkan dengan
membuang rekam medis di ruang rawat
Perilaku yang melecehkan (harassment)
5 Terkait dengan ras, agama, dan suku Kamu / dia itu orang … (menyebut
termasuk gender suku/ras/agama/gender) Pantesan
perilakunya begitu…
Pelecehan seksual
6 Melakukan tindakan pelecehan seksual Memegang / meraba bagian tubuh yang
sensitive tanpa indikasi medis
Sengaja menyentuk bagian tubuh sensitive
tanpa indikasi medis
7 Berkata yang mengarah pada pelecehan
seksual
G. Just Culture
Just culture adalah model terkini mengenai pembentukan suatu budaya yang terbuka, adil dan
pantas, menciptakan budaya belajar, merancang system-sistem yang aman, serta mengelola
perilaku yang terpilih (human error, at risk behavior dan reckless behavior). Model ini melihat
peristiwa bukan sebagai hal yang perlu diperbaiki, tetapi sebagai peluang untuk memperbaiki
pemahaman yang baik terhadap risiko dari system maupun risiko perilaku.
Manajemen RIS Hospital menyadari bahwa ada saat-saat individu seharusnya tidak disalahkan
atas suatu kekeliruan, sebagai contoh ketika ada komunikasi yang buruk antara pasien dan staf,
ketika perlu pengambilan keputusan secara cepat dan ketika ada kakurangan factor manusia dalam
pola proses pelayanan. Namin terdapat juga kesalahan tertentu yang merupakan hasil dari perilaku
yang sembrono dan hal ini membutuhkan pertanggungjawaban. Contoh dari perilaku sembrono
mencakup kegagalan dalam mengikuti pedoman kebersihan tangan, tidak melakukan time out
sebelum mulainya operasi atau tidak memberikan tanda pada lokasi pembedahan.
Budaya keselamatan mencakup mengenali dan menunjukkan masalah yang terkait dengan
system yang mengarah pada perilaku tidak aman. Pada saat yang sama RIS Hospital harus meminta
pertanggungjawaban dengan tidak mentolerir perilaku sembrono0. Pertanggungjawaban
membedakan kesalahan unsur manusia (seperti kekeliruan), perilaku yang berisiko (contohnya
mengambil jalan pintas) dan perilaku sembrono (seperti mengabakan langkah-langkah keselamatan
yang sudah ditetapkan).
Pengukuran budaya keselamatan dengan menggunakan instrument AHRQ (Agency for Healthcare
Research and Quality) dengan ketentuan sbb:
Instrumen
Pengukuran terhadap budaya keselamatan menggunakan kuesioner Agency Healthcare Research and
Quality (AHRQ) di mana merupakan kuesioner yang paling banyak direkomendasikan untuk mengukur
budaya keselamatan pasien karena telah terjamin validitas dan reabilitasnya. Terdapat 12 elemen yang
terdapat dalam kuesioner tersebut, yaitu sebagai berikut :
Dalam kuesioner AHRQ, kedua belas elemen tersebut diurai menjadi kuesioner yang terdiri atas 50
pertanyaan, yang mencakup 29 pertanyaan untuk dimensi tingkat unit, 11 pertanyaan untuk dimensi
tingkat rumah sakit, 4 pertanyaan untuk dimensi output dan 6 pertanyaan untuk variable latar belakang
response. Kuesioner ini menggunakan skala Likert untuk 5 pilihan jawaban mulai dari “sangat tidak
setuju” sampai dengan “sangat setuju” atrau mulai dari “tidak pernah” sampai “ selalu”.
Pengolahan Data
Pengelolaan data dilakukan dengan cara memeriksa kelengkapan isi kuesioner (editing) dan apabila
dijumpai adanya ketidaklengkapan maka akan dikembalikan kepada responden untuk dilengkapi,
kemudian dilakukan pembuatan kode (coding) dari setiap nilai jawaban responden pada setiap variable.
Hasil skala likert dalam kuesioner dibagi atas pernyataan positif (“setuju” dan “sangat setuju” atau
“selalu” dan “ sering”) serta pernyataan negative (“sangat tidak setuju” dan “tidak setuju” atau “tidak
pernah” dan “jarang”). Data dimasukkan ke dalam computer dan dilakukan pengecekan kembali
kebenaran data yang sudah dientry dan kemudian dilakukan analisis data dan hasilnya dilaporkan untuk
dilakukan tindakan selanjutnya.
Evaluasi
Hasil pengolahan data budaya keselamatan pasien akan menjadi dasar untuk dilakukannya evaluasi dan
perbaikan selalu terhadap budaya keselamatan pasien yang ada di RIS Hospital.
BAB IV
DOKUMENTASI
Dokumentasi adalah mengumpulkan data dengan cara mengambil data dari catatan, dokumentasi,
administrasi yang sesuai dengan masalah yang diteliti. Dalam hal ini dokumentasi diperoleh melalui
dokumen
1. Mohon kesadaran saudara untuk mengikuti survey ini. Kuesioner ini dilakukan untuk
mengetahui persepsi saudara tentang isu kesalahan medis dan pelaporan kejadian di RIS
Hospital.
2. Jawaban saudara diperlukan hanya untuk kepentingan Rumah Sakit dan tidak akan
mempengaruhi kondote saudara. Oleh karena itu kami mengharapkan saudara dapat mengisi
kuesioner ini dengan jujur sesuai dengan keadaan / suasana tempat saudara bekerja
Daftar Istilah
“Keselamatan Pasien” didefinisikan sebagai penghindaran dan pencegahan cedera pada pasien dan
pencegahan kejadian yang tidak diharapkan yang merupakan hasil dari suatu proses dalam pelayanan
kesehatan.
“Keselamatan Pasien Rumah Sakit” adalah suatu system di mana RS membuat asuhan pasien menjadi
lebih aman. Yang meliputi *asesmen risiko, * identifikasi dan pengelolaan hal yang berhubungan dengan
risiko pasien, *pelaporan & analisis insiden, *kemampuan belajar dari insiden dan tindak lanjutnya serta
*implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya risiko
“Insiden Keselamatan Pasien (IKP” adalah setiap kejadian atau situasi yang dapat
mengakibatkan/berpotensi mengakibatkan harm (penyakit, cidera, cacat, kematian, dll.) yang tidak
seharusnya terjadi.
“Kondisi Potensial Cidera – KPC” (situasi atau kondisi yang perlu dilaporkan) : suati situasi / kondisi yang
sangat berpotensi untuk menimbulkan cidera tetapi belum terjadi cidera, contoh : IGD yang sangat sibuk
tetapi jumlah personil selalu kurang / understaffed, penempatan defibrillator di UGD ternyata diketahui
bahwa alat tersebut rusak, walaupun belum diperlukan.
“Kejadian Nyaris Cidera – KNC” : terjadinya insiden yang belum sampai terpapar / terkena pasien contoh
: unit transfuse darah sudah terpasang pada pasien yang salah, tetapi kesalahan tersebut segera
diketahui sebelum transfusi dimulai
“Kejadian Tidak Cidera ‘ KTC” : suatu insiden yang sudah terpapar ke pasien tetapi tidak timbul cidera,
contoh : darah transfusi yang salah sudah dialirkan tetapi tidak timbul gejala inkompatibilitas.
Dalam kuesioner ini, yang dimaksud dengan “unit” adalah tempat kerja di mana anda menggunakan
sebagian besar waktu anda atau melakukan sebagian besar pelayanan klinis di tempat tersebut.