Anda di halaman 1dari 13

PANDUAN BUDAYA KESELAMATAN

RUMAH INDONESIA SEHAT HOSPITAL

BAB 1

DEFINISI

a. Budaya keselamatan diartikan sebagai “budaya keselamatan di rumah sakit” adalah sebuah
lingkungan yang kolaboratif karena staf klinisnya memperlakukan satu sama lain secara hormat
dengan melibatkan serta memberdayakan pasien dan keluarga. Pimpinan mendorong staf klinis
pemberi asuhan bekerja sama dalam tim yang efisien dan mendukung proses kolaborasi
interprofesional dalam asuhan yang berfokus pada pasien.
b. Budaya keselamatan merupakan hasil dari nilai-nilai, sikap, persepsi, kompetensi dan pola
perilaku individu maupun kelompok yang menentukan komitmen terhadap serta kemampuan
manajemen pelayanan kesehatan dengan komunikasi yang berdasar atas rasa saling percaya
dengan persepsi yang sama tentang pentingnya keselamatan dan dengan keyakinan akan
manfaat langkah-langkah pencegahan.
c. Budaya keselamatan (safety culture) di pelayanan kesehatan didefinisikan sebagai keyakinan,
nilai, perilaku yang dikaitkan dengan keselamatan pasien yang secara tidak sadar dianut
bersama oleh anggota organosasi. Budaya keselamatan merupakan istilah yang merujuk pada
komitmen keselamatan yang dimiliki oleh semua level dalam suatu organisasi / seluruh civitas
hospitalia.
d. Rumah Indonesia Sehat Hospital telah memilai gerakan budaya keselamatan rumah sakit namun
belum tampak serius dalam pelaksanaannya. Perilaku staf klinis masih ada yang tidak
mendukung budaya keselamatan pasien. Egoisme dan merasa lebih dari staf lain masih
terdengar sehingga membuat staf lain menjadi tidak nyaman. Oleh sebab itu dibutuhkan suatu
upaya untuk membangun budaya keselamatan rumah sakit di RIS Hospital.
BAB II

RUANG LINGKUP

A. Prinsip terbuka dan adil


B. Budaya Keselamatan Rumah Sakit
C. Sistem Pelaporan Insiden Budaya Keselamatan
D. Prinsip kerahasiaan
E. Penanganan Laporan Insiden Budaya Keselamatan Rumah Sakit
F. Perilaku yang Tidak Mendukung Budaya Keselamatan Rumah Sakit
G. Just Culture
H. Tahap-tahap Membangun Budaya Keselamatan Rumah Sakit
BAB III

TATA LAKSANA

A. Prinsip Terbuka dan Adil

Menurut NPSA (National Patient Safety Agency) (2006), bagian yang fundamental dari organisasi
dengan budaya keselamatan adalah menjamin adanya keterbukaan dan adil. Keterbukaan dan adil
berarti semua pegawai/staff berbagi informasi secara bebas dan terbuka mengenai insiden yang
terjadi.

Bagian yang paling mendasar dari organisasi dengan budaya keselamatan (culture of safety)
adalah meyakinkan bahwa organisasi memiliki keterbukaan dan adil (being open and fair), berarti
bahwa (NPSA, 2006) :

a. Staf yang terlibat dalam insiden merasa bebas untuk menceritakan insiden tersebut atau
terbuka terhadap insiden tersebut
b. Staf dan organisasi bertanggung jawab untuk tindakan yang diambil
c. Staf merasa bisa membicarakan semua insiden yang terjadi kepada teman sejawat atau
atasannya
d. Organisasi kesehatan lebih terbuka dengan pasien. Jika terjadi insiden staf dan masyarakat
dapat mengambil pelajaran dari insiden tersebut.
e. Perlakuan yang adil terhadap staf jika insiden terjadi.

Untuk menciptakan lingkungan yang terbuka dan adil kita harus menyingkirkan dua mitos uratma :

a. Mitos kesempurnaan, jika seseorang berusaha cukup keras, mereka tidak akan melakukan
kesalahan.
b. Mitos hukuman, jika kita menghukum seseorang yang melakukan kesalahan, kesalahan yang
terjadi akan berkurang, tindakan remedial dan disipliner akan membawa perbaikan dengan
meningkatnya motivasi.

Terbuka dan adil sangat penting diterapkan karena staf tidak akan membuar laporan insiden jika
mereka yakin kalau laporan tersebut akan menyebabkan mereka atau koleganya terkena hukuman
atau tindakan disiplin. Lingkungan yang terbuka dan adil akan membantu staf untuk yakin bahwa
membuat laporan insiden dapat menjadi pelajaran untuk perbaikan.

B. Budaya Keselamatan Rumah Sakit

Budaya keselamatan juga merupakan hasil dari nilai-nilai, sikap, persepsi, kompetensi dan
perilaku individu maupun kelompok yang menentukan komitmen terhadap, serta kemampuan
manajemen pelayanan kesehatan maupun keselamatan. Budaya keselamatan dicirikan dengan
komunikasi yang berdasarkan atas rasa saling percaya dengan persepso yang sama tentang
pentingnya keselamatan dan dengan keyakinan akan manfaat langkah-langkah pencegahan.
Direktur RIS Hospital mendorong staf klinis pemberi asuhan bekerja sama dalam tim yang efektif dan
mendukung proses kolaborasi interprofesional dalam asuhan berfokus kepada pasien. Tim atau staf
klinis harus belajar dari kejadian tidak diharapkan dan kejadian nyaris cidera. Staf klinis pemberi
asuhan harus menyadari keterbatasan kinerja manusia dalam system yang kompleks dan ada proses
yang terlihat dari belajar serta menjalankan perbaikan melalui briefing. Lingkungan RIS Hospital
harus menjamin berkembangnya keselamatan dan mutu yang mendukung kerjasama dan rasa
hormat terhadap sesame tanpa melihat jabatan mereka dalam rumah sakit. Direktur rumah sakit
menunjukkan komitmennya tentang budaya keselamatan dan mendorong budaya keselamatan
untuk seluruh staf rumah sakit.

Hal-hal penting menuju budaya keselamatan :

1. Karyawan RIS Hospital harus mengetahui bahwa kegiatan operasional rumah sakit
berisiko tinggi dan bertekad untuk melaksanakan tugas dengan konsisten serta aman.
2. Direktur menjamin bahwa regulasi serta lingkungan kerja mendorong staf tidak takut
mendapat hukuman bila membuat laporan tentang kejadian tidak diharapkan dan
kejadian nyaris cidera.
3. Direktur mendorong komite PMKP dalam hal ini penanggung jawab keselamatan pasien
melaporkan insiden keselamatan rumah sakit ke tingkat nasional sesuai dengan
peraturan perundang-undangan
4. Direktur menolong kolaborasi antara staf klinis dengan pimpinan untuk mencari
penyelesaian masalah keselamatan rumah sakit

RIS Hospital memiliki komitmen organisasi untuk menyediakan sumber daya, seperti staf,
pelatihan, metode pelaporan yang aman, dan sebagainya untuk menangani masalah keselamatan.
Budaya untuk menyalahkan suatu pihak yang akhirnya merugikan kemajuan budaya keselamatan
harus dihilangkan.

Direktur RIS melakukan evaluasi rutin dengan jadwal yang tetap, dapat dengan menggunakan
beberapa metode, survey resmi, wawancara staf, analisis data dan diskusi kelompok. DIrektur juga
mendoring agat dapat terbentuk kerjasama untuk membuat struktur, proses dan program yang
memberikan jalan bagi perkembangan budaya positif ini, Direktur RIS Hospital harus menanggapi
perilaku yang tidak terpunji dari semua individu daro semua jenjang rumah sakit, termasuk
manajemen, staf administrasi, staf klinis, dokter tamu atau dokter part tume serta anggota
representasi pemilik. Memiliki budaya keselamatan akan mendorong terciptanya lingjungan yang
mempertimbangkan semua komponen sebagai faktir yang ikut berkontribusi terhadap insiden yang
terjadi. Hal ini menghindari kecenderungan untuk menyalahkan individu dan lebih melihat kepada
system di mana individu tersebut bekerja.

C. Sistem Pelaporan Insiden Budaya Keselamatan Rumah Sakit


1. Semua karyawan yang mengetahui, menyaksikan atau mendengar langsung adanya
karyawan yang melakukan perilaku tidak mendukung budaya keselamatan rumah sakit wajib
melaporkan kepada atasan langsung dalam waktu 1 x 24 jam, kemudian atasan langsung
mencatat dalam form pemantauan perilaku tidak mendukung budaya keselamatan Rumah
Sakit pada saat itu juga.
2. Laporan berisi tanggal dan jam kejadian, nama pelaku, nama sasaran, kategori pelaku dan
rincian perilaku
3. Atasan langsung (kepala bagian / instalasi) wajib meneruskan laporan tersebut ke SDM
dalam waktu 2x 24 jam
4. SDM mencatat dan menyampaikan kepada Direktur dalam waktu 2 x 24 jam sejak menerima
laporan dari kepala bagian / instalasi
5. Setiap bulan SDM membuat laporan rekapitulasi kejadian perilaku tidak mendukung budaya
keselamatan rumah sakit dan melaporkan kepada Direktur.

D. Prinsip Kerahasiaan
1. Pelapor, atasan pelapor dan SDM wajib menjaga rahasia pelapor maupun korban / sasaran
tindakan tidak mendukung budaya keselamatan rumah sakit tersebut.
2. Pembukaan identitas pelaku dan korban / sasaran tindakan perilaku tidak mendukung
budaya keselamatan hanya boleh dilakukan dalam rapat pimpinan dan atau rapat yang
diperuntukkan dalam proses pembinaan
3. Setiap karyawan wajib mencegah tersebarnya informasi tentang pelaku terjadinya perilaku
tidakmendukung budaya keselamatan rumah sakit di RIS Hospital.
4. Dalam rangka penilaian staf terkait budaya keselamatan rumah sakit, maka jika menyangkut
nama pelaku maka tidak diperkenankan menyebutkan perilakunya secara detail
5. Sebaliknya jika menyebutkan perilakunya secara detail maka tidak diperkenankan
menyebutkan nama pelaku, cukup menyebut (kalau harus) profesi atau tugasnya saja.

E. Penanganan Laporan Insiden Budaya Keselamatan Rumah Sakit


1. Semua laporan terkait dengan budaya keselamatan rumah sakit harus dilakukan investigasi
dalam waktu 2 minggu setelah kejadian.
2. Direktur bertanggung jawab atas pelaksanaan investigasi tersebut dengan tetap memegang
kerahasiaan terduga pelaku.
3. Direktur segera melakukan identifikasi masalah pada system yang menyebabkan tenaga
kesehatan melakukan perilaku yang berbahaya
4. Direktur menggunakan pengukuran/indicator mutu untuk mengevaluasi dan memantau
budaya keselamatan dalam rumah sakit.
5. Direktur wajib melaksanakan perbaikan berdasarkan hasil identifikasi dari pengukuran dan
evaluasi tersebut.
6. Direktur menerapkan sebuah proses untuk mencegah kerugian/dampak terhadap individu
yang melaporkan masalah terkait dengan budaya keselamatan tersebut.
7. Individu yang melaporkan wajib mendapat perlindungan dari Direktur akan kemungkinan
adanya ancaman dan atau perbuatan yang merugikan.

F. Perilaku yang Tidak Mendukung Budaya Keselamatan Rumah Sakit


Budaya keselamatan rumah sakit tidak akan terwujud jika karyawan RIS Hospiral sering
melakukan perilaku yang tidak mendukung budaya keselamatan. Sebaliknya Budaya Keselamatan
Pasien akan terwujud jika seluruh karyawan tidak melakukan perilaku yang tidak mendukung
Budaya Keselamatan Pasien. Perilaku tidak mendukung budaya keselamatan pasien bisa terjadi
antar staf di RIS Hospital maupun antara staf dengan pasien.

Perilaku antar staf yang tidak mendukung Budaya Keselamatan

1 Melarang perawat untuk membuat laporan “Seperti ini saja kok dilaporkan!! Ini nggak
tentang kejadian tidak diharapkan usah dicatat, ga usah dilaporkan!”
2 Memarahi staf klinis lainnya di hadapan “Kalau kamu memberikan obat ini, maka
pasien pasien bisa mati, tahu?!”
3 Kemarahan yang ditunjukkan dengan
melempar alat bedah di kamar operasi
4 Kemarahan yang ditunjukkan dengan
membuang rekam medis di ruang rawat
Perilaku yang melecehkan (harassment)
5 Terkait dengan ras, agama, dan suku Kamu / dia itu orang … (menyebut
termasuk gender suku/ras/agama/gender) Pantesan
perilakunya begitu…
Pelecehan seksual
6 Melakukan tindakan pelecehan seksual Memegang / meraba bagian tubuh yang
sensitive tanpa indikasi medis
Sengaja menyentuk bagian tubuh sensitive
tanpa indikasi medis
7 Berkata yang mengarah pada pelecehan
seksual

Perilaku staf terhadap pasien yang tidak mendukung Budaya Keselamatan

No Jenis Perilaku Contoh


Perilaku yang tidak layak (inappropriate)
1 Kata-kata yang merendahkan atau Mengumpat & memaki : “Ibu mau mati ya?!
menyinggung perasaan sesame staf Kenapa tidak minum obat ini?”
2 Bahasa tubuh yang merendahkan atau Tidak mau menjawab pertanyaan pasien /
menyinggung perasaan sesama staf keluarga pasien
Perilaku yang mengganggu (disruptive)
3 Perilaku tidak layak yang dilakukan secara
berulang
4 Tindakan verbal atau non verbal yang
membahayakan atau mengintimidasi staf
lain
5 “Celetukan maut” adalah komentar “kenapa pekerjaannya seperti ini? Lulusan
sembrono di depan pasien yang berdampak universitas mana dia?”
menurunkan kredibilitas staf klinis lain
6 Melarang perawat untuk membuat laporan
tentang kejadian tidak diharapkan
7 Memarahi staf klinis lain di hadapan pasien
8 Kemarahan yang ditunjukkan dengan
melempar alat bedah di dalam kamar
operasi
9 Kemarahan yang ditunjukkan dengan
membuang rekam medis di ruang rawat
Perilaku yang melecehkan (harassment)
10 Terkait dengan ras, agama dan suku Bapak / Ibu orang … (menyebut
termasuk gender suku/ras/agama/gender) ya.. kalau saya tidak
mau seperti itu
Pelecehan seksual
11 Melakukan tindakan pelecehan seksual Meraba / memegang bagian tubuh sensitive
tanpa indikasi medis
12 Berkata yang mengarah kepada pelecehan
seksual
Untuk mencegah dan atau mengurangi perilaku yang tidak mendukung budaya keselamatan maka
Direktur menyediakan sumber daya (seperti staf), menyelenggarakan pelatihan/sosialisasi, metode
pelaporan yang aman dan sebagainya untuk menangani masalah keselamatan.

G. Just Culture

Just culture adalah model terkini mengenai pembentukan suatu budaya yang terbuka, adil dan
pantas, menciptakan budaya belajar, merancang system-sistem yang aman, serta mengelola
perilaku yang terpilih (human error, at risk behavior dan reckless behavior). Model ini melihat
peristiwa bukan sebagai hal yang perlu diperbaiki, tetapi sebagai peluang untuk memperbaiki
pemahaman yang baik terhadap risiko dari system maupun risiko perilaku.

Manajemen RIS Hospital menyadari bahwa ada saat-saat individu seharusnya tidak disalahkan
atas suatu kekeliruan, sebagai contoh ketika ada komunikasi yang buruk antara pasien dan staf,
ketika perlu pengambilan keputusan secara cepat dan ketika ada kakurangan factor manusia dalam
pola proses pelayanan. Namin terdapat juga kesalahan tertentu yang merupakan hasil dari perilaku
yang sembrono dan hal ini membutuhkan pertanggungjawaban. Contoh dari perilaku sembrono
mencakup kegagalan dalam mengikuti pedoman kebersihan tangan, tidak melakukan time out
sebelum mulainya operasi atau tidak memberikan tanda pada lokasi pembedahan.

Budaya keselamatan mencakup mengenali dan menunjukkan masalah yang terkait dengan
system yang mengarah pada perilaku tidak aman. Pada saat yang sama RIS Hospital harus meminta
pertanggungjawaban dengan tidak mentolerir perilaku sembrono0. Pertanggungjawaban
membedakan kesalahan unsur manusia (seperti kekeliruan), perilaku yang berisiko (contohnya
mengambil jalan pintas) dan perilaku sembrono (seperti mengabakan langkah-langkah keselamatan
yang sudah ditetapkan).

H. Tahap-Tahap Membangun Budaya Keselamatan


1. Tahap 1
a. Pengenalan Budaya Keselamatan
b. Sosialisasi Perilaku yang tidak mendukung budaya keselaatan
c. Mendata Kejadian Perilaku yang tidak mendukung budaya keselamatan (retrospektif)
2. Tahap 2
a. Melakukan pemantauan insiden budaya keselamatan
b. Melakukan pelaporan insiden budaya keselamatan
c. Melakukan pembinaan terhadap pelaku perilaku insiden budaya keselamatan
3. Tahap 3
a. Mengupayakan agar insiden budaya keselamatan semakin berkurang akhirnya nihil
b. Mempertahankan dan memelihara kondisi budaya keselamatan dalam pelayanan di RIS
Hospital

I. Survey Budaya Keselamatan

Pengukuran budaya keselamatan dengan menggunakan instrument AHRQ (Agency for Healthcare
Research and Quality) dengan ketentuan sbb:

1. Populasi, sampel, kriteria inklusi dan eksklusi


a. Populasi
Semua karyawan pemberi pelayanan pasien yang meliputi
a. Tenaga medis (dokter umum dan dokter spesialis)
b. Tenaga keperawatan
c. Tenaga keseharan lain (farmasi, radiologi, gizi, laboratorium fisioterapi)
d. Non medis
b. Sampel
Diambil dari perwakilan masing-masing unit tergantung banyaknya jumlah kriteria
inklusi dan tidak terdapat kriteria eksklusi.
Healthcare Research anf Quality (AHRQ) merupakan kuesioner yang paling banyak
direkomendasikan untuk mengukur budaya keselamatan pasien karena telah terjamin
validitas dan reabilitasnya. Terdapat 12 elemen yang terdapat pada kuesioner tersebut,
yaitu sebagai berikut :

Instrumen

Pengukuran terhadap budaya keselamatan menggunakan kuesioner Agency Healthcare Research and
Quality (AHRQ) di mana merupakan kuesioner yang paling banyak direkomendasikan untuk mengukur
budaya keselamatan pasien karena telah terjamin validitas dan reabilitasnya. Terdapat 12 elemen yang
terdapat dalam kuesioner tersebut, yaitu sebagai berikut :

No Elemen Budaya Definisi Alat Ukur Hasil Ukur *


1 Keterbukaan Staf bebas berbicara bila Kuesioner - Baik : jika persepsi positif
komunikasi melihat sesuatu yang dapat AHRQ 75%
berdampak negative pada - Sedang : jika persepso
pasien dan merasa bebas positif 50% < x < 75%
bertanya kepada mereka yang - Kurang : Jika persepsi
memiliki otoritas lebih tinggi positif < 50%
2 Umpan balik dan Staf diinformasikan tentang Kuesioner - Baik : jika persepsi positif
komunikasi kesalahan yang terjadi, AHRQ 75%
tentang insidendiberikan umpan balik tentang - Sedang : jika persepso
keselamatan implementasi perubahan dan positif 50% < x < 75%
pasien mendiskusikan cara untuk - Kurang : Jika persepsi
mencegah kesalahan positif < 50%
3 Dukungan Manajemen RS menyediakan Kuesioner - Baik : jika persepsi positif
manajemen iklim kerja yang AHRQ 75%
terhadap mempromosikan keselamatan - Sedang : jika persepso
keselamatan pasien dan menunjukkan positif 50% < x < 75%
pasien bahwa keselamatan pasien - Kurang : Jika persepsi
adalah prioritas utama positif < 50%
4 Respons non Staf merasa bahwa kesalahan Kuesioner - Baik : jika persepsi positif
punitive terhadap dan laporan kejadian tidak AHRQ 75%
kesalahan dipakai untuk menyalahkan - Sedang : jika persepso
mereka dan tidak dicatat dalam positif 50% < x < 75%
dokumen pribadi mereka - Kurang : Jika persepsi
positif < 50%
5 Pembelajaran Terdapat budaya belajar di Kuesioner - Baik : jika persepsi positif
organisasi dan mana kesalahan membawa AHRQ 75%
perbaikan perubahan posited dan - Sedang : jika persepso
berkelanjutan dilakukan evaluasi terhadap positif 50% < x < 75%
efektivitas perubahan - Kurang : Jika persepsi
positif < 50%
6 Staffing Terdapat staf dalam jumlah Kuesioner - Baik : jika persepsi positif
yang cukup untuk menangani AHRQ 75%
beban kerja dan jumlah jam - Sedang : jika persepso
kerja yang sesuai untuk positif 50% < x < 75%
menyediakan pelayanan - Kurang : Jika persepsi
terbaik bagi pasien positif < 50%
7 Harapan staf Sikap positif dari Kuesioner - Baik : jika persepsi positif
terhadap sikap dan supervisor/manajer terhadap AHRQ 75%
tindakan upaya keselamatan pasien - Sedang : jika persepso
supervisor/manajer positif 50% < x < 75%
dalam mendorong - Kurang : Jika persepsi
KP positif < 50%
8 Kerjasama dalam Staf saling mendukung, saling Kuesioner - Baik : jika persepsi positif
unit menghargai dan bekerja AHRQ 75%
sebagai sebuah tim - Sedang : jika persepso
positif 50% < x < 75%
- Kurang : Jika persepsi
positif < 50%
9 Frekuensi Tipe keluhan yang dilaporkan: Kuesioner - Baik : jika persepsi positif
pelaporan kejadian 1.Kesalahan ditemukan dan AHRQ 75%
dikoreksi sebelum - Sedang : jika persepso
mempengaruhi pasien positif 50% < x < 75%
2.Kesalahan tanpa potensi - Kurang : Jika persepsi
mencederai pasien positif < 50%
3.Kesalahan yang dapat
mencederai pasien namun
tidak terjadi cedera
10 Persepsi Persepsi staf terhadap Kuesioner - Baik : jika persepsi positif
keseluruhan prosedur dan system dalam AHRQ 75%
tentang mencegah terjadinya kesalahan - Sedang : jika persepso
keselamatan dan mengurangi masalah positif 50% < x < 75%
keselamatan pasien - Kurang : Jika persepsi
positif < 50%
11 Serah terima dan Informasi penting tentang Kuesioner - Baik : jika persepsi positif
transisi asuhan pasien disampaikan AHRQ 75%
pada saat transfer pasien antar - Sedang : jika persepso
satu unit ke unit lain dan atau positif 50% < x < 75%
selama pergantian shift - Kurang : Jika persepsi
positif < 50%
12 Kerjasama antar Unit-unit di RS bekerjasama Kuesioner - Baik : jika persepsi positif
unit dan berkoordinasi satu sama AHRQ 75%
lain untuk menghasilkan - Sedang : jika persepso
pelayanan yang terbaik bagi positif 50% < x < 75%
pasien - Kurang : Jika persepsi
positif < 50%

Dalam kuesioner AHRQ, kedua belas elemen tersebut diurai menjadi kuesioner yang terdiri atas 50
pertanyaan, yang mencakup 29 pertanyaan untuk dimensi tingkat unit, 11 pertanyaan untuk dimensi
tingkat rumah sakit, 4 pertanyaan untuk dimensi output dan 6 pertanyaan untuk variable latar belakang
response. Kuesioner ini menggunakan skala Likert untuk 5 pilihan jawaban mulai dari “sangat tidak
setuju” sampai dengan “sangat setuju” atrau mulai dari “tidak pernah” sampai “ selalu”.

Pengolahan Data

Pengelolaan data dilakukan dengan cara memeriksa kelengkapan isi kuesioner (editing) dan apabila
dijumpai adanya ketidaklengkapan maka akan dikembalikan kepada responden untuk dilengkapi,
kemudian dilakukan pembuatan kode (coding) dari setiap nilai jawaban responden pada setiap variable.
Hasil skala likert dalam kuesioner dibagi atas pernyataan positif (“setuju” dan “sangat setuju” atau
“selalu” dan “ sering”) serta pernyataan negative (“sangat tidak setuju” dan “tidak setuju” atau “tidak
pernah” dan “jarang”). Data dimasukkan ke dalam computer dan dilakukan pengecekan kembali
kebenaran data yang sudah dientry dan kemudian dilakukan analisis data dan hasilnya dilaporkan untuk
dilakukan tindakan selanjutnya.

Evaluasi

Hasil pengolahan data budaya keselamatan pasien akan menjadi dasar untuk dilakukannya evaluasi dan
perbaikan selalu terhadap budaya keselamatan pasien yang ada di RIS Hospital.
BAB IV

DOKUMENTASI

Dokumentasi adalah mengumpulkan data dengan cara mengambil data dari catatan, dokumentasi,
administrasi yang sesuai dengan masalah yang diteliti. Dalam hal ini dokumentasi diperoleh melalui
dokumen

a. Kuesioner yang telah diisi oleh personil RIS Hospital


b. Laporan hasil pengolahan data budaya keselamatan
c. Laporan evaluasi budaya keselamatan
Lampiran

Kuesioner Budaya Keselamatan Rumah Sakit

Petunjuk pengisian kuisioner

1. Mohon kesadaran saudara untuk mengikuti survey ini. Kuesioner ini dilakukan untuk
mengetahui persepsi saudara tentang isu kesalahan medis dan pelaporan kejadian di RIS
Hospital.
2. Jawaban saudara diperlukan hanya untuk kepentingan Rumah Sakit dan tidak akan
mempengaruhi kondote saudara. Oleh karena itu kami mengharapkan saudara dapat mengisi
kuesioner ini dengan jujur sesuai dengan keadaan / suasana tempat saudara bekerja
Daftar Istilah

“Keselamatan Pasien” didefinisikan sebagai penghindaran dan pencegahan cedera pada pasien dan
pencegahan kejadian yang tidak diharapkan yang merupakan hasil dari suatu proses dalam pelayanan
kesehatan.

“Keselamatan Pasien Rumah Sakit” adalah suatu system di mana RS membuat asuhan pasien menjadi
lebih aman. Yang meliputi *asesmen risiko, * identifikasi dan pengelolaan hal yang berhubungan dengan
risiko pasien, *pelaporan & analisis insiden, *kemampuan belajar dari insiden dan tindak lanjutnya serta
*implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya risiko

“Insiden Keselamatan Pasien (IKP” adalah setiap kejadian atau situasi yang dapat
mengakibatkan/berpotensi mengakibatkan harm (penyakit, cidera, cacat, kematian, dll.) yang tidak
seharusnya terjadi.

“Kondisi Potensial Cidera – KPC” (situasi atau kondisi yang perlu dilaporkan) : suati situasi / kondisi yang
sangat berpotensi untuk menimbulkan cidera tetapi belum terjadi cidera, contoh : IGD yang sangat sibuk
tetapi jumlah personil selalu kurang / understaffed, penempatan defibrillator di UGD ternyata diketahui
bahwa alat tersebut rusak, walaupun belum diperlukan.

“Kejadian Nyaris Cidera – KNC” : terjadinya insiden yang belum sampai terpapar / terkena pasien contoh
: unit transfuse darah sudah terpasang pada pasien yang salah, tetapi kesalahan tersebut segera
diketahui sebelum transfusi dimulai

“Kejadian Tidak Cidera ‘ KTC” : suatu insiden yang sudah terpapar ke pasien tetapi tidak timbul cidera,
contoh : darah transfusi yang salah sudah dialirkan tetapi tidak timbul gejala inkompatibilitas.

Bagian A : Area / Unit Kerja Anda

Dalam kuesioner ini, yang dimaksud dengan “unit” adalah tempat kerja di mana anda menggunakan
sebagian besar waktu anda atau melakukan sebagian besar pelayanan klinis di tempat tersebut.

Di mana unit kerja utama Anda di rumah sakit ini?

Anda mungkin juga menyukai