Anda di halaman 1dari 109

PELAYANAN RADIOLOGI

No. Dokumen No. Revisi Halaman

01/SOP/RAD/18 00 1/105
Ditetapkan Oleh
Tanggal terbit
STANDAR
OPERASIONAL
PROSEDUR
dr Jacquelyn Anita E. Tasik
Direktur

Pelayanan radiologi adalah pemberian tindakan pemeriksaan penunjang


diagnosa terhadap pasien dengan menggunakan modalitas radiologi
PENGERTIAN sederhana, radiologi canggih, dan radiologi imaging yang dilaksanakan
sesuai alur pelayanan pasien di Instalasi Radiologi, guna menegakkan
diagnosa medis.

Sebagai informasi bagi unit tentang pelayanan radiologi dan sebagai


TUJUAN pedoman bagi petugas dan staf Instalasi Radiologi dalam memberikan
pelayanan.

1. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1333/Menkes/SK/XII/1999


tentang Standar Pelayanan Rumah Sakit
2. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1014/MENKES/SK/XI/2008
tentang Standar Pelayanan Radiologi Diagnostik di Sarana Pelayanan
Kesehatan.
KEBIJAKAN
3. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 129/Menkes/SK/II/2008 tentang
Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit.
4. Keputusan Direksi Rumah Indonesia Sehat Hospital Nomor
008/SPO/VI/2018 tentang Buku Standar Prosedur Operasional dan
Penggunaannya.
1. Pemeriksaan radiografi untuk tujuan diagnostik hanya dilakukan sesuai
dengan permintaan yang tercantum pada formulir permintaan
pemeriksaan radiologi.
2. Pemeriksaan radiografi hanya dapat/boleh dilakukan oleh radiografer
yang telah memeiliki surat izin radiografer dan surat izin bekerja yang
dikeluarkan oleh menteri kesehatan indonesia atau pejabat lain yang
PROSEDUR
ditunjuk.
3. Setiap radiografer yang melakukan pemeriksaan radiografi selalu
memakai personal monitoring ( TLD ) yang secara berkala harus diukur
untuk mengetahui besarnya paparan radiasi yang diterima dalam selang
waktu tertentu dan hasil paparan radiasi tersebut tercatat dalam lembar
catatan dosis pribadi.

1
PELAYANAN RADIOLOGI

No. Dokumen No. Revisi Halaman

01/SOP/RAD/18 00 2/105
4. Pemeriksaan dan tindakan radiografi melalui pemilihan faktor eksposi
yang optimal, posisi dan centrasi yang sesuai dengan jenis dan tujuan
pemeriksaan dengan memperhatikan limitasi dosis dengan cara
membuat luas lapangan penyinaran yang digunakan sesuai dengan
besar/luas obyek yang diperiksa.
5. Setiap hasil pemeriksaan secara radiografi selalu sesuai dengan image
kriteria yang telah ditentukan.
6. Sebelum eksposi dilakukan pastikan bahwa tidak ada seorang pun
kecuali petugas kamar radiasi berada diruang radiasi dan pintu masuk
kamar radiasi sudah terkunci sehingga tidak memungkinkan orang lain
masuk.
7. Pastikan bahwa identitas pasien yang akan dilakukan pemeriksaan
radiografi adalah benar-benar pasien yang namanya tercantum dalam
surat permintaan pemeriksaan radiologi.
8. Untuk pemeriksaan dengan bahan Kontras pastikan bahwa formulir
consent inform telah ditanda tangani oleh pasien/keluarga pasien.
9. Pastikan bahwa persiapan untuk menanggulangi keadaan darurat medik
akibat pemasukan bahan kontras telah tersedia sebelum pemeriksaan
dilakukan, termasuk tabung oksigen yang selalu terisi oksigen berikut
maskernya
1. Instalasi Rawat Jalan
2. Instalasi Gawat Darurat
UNIT TERKAIT 3. Instalasi Rawat Inap

2
IDENTIFIKASI PASIEN SEBELUM DILAKUKAN TINDAKAN
PEMERIKSAAN RADIOLOGI

No. Dokumen No. Revisi Halaman

02/SOP/RAD/18 00 3/105
Ditetapkan Oleh
Tanggal terbit
STANDAR
OPERASIONAL
PROSEDUR
dr Jacquelyn Anita E. Tasik
Direktur

Penatalaksanaan identifikasi pasien sebelum dilakukan tindakan


pemeriksaan radiologi adalah suatu proses atau cara untuk mengenali dan
PENGERTIAN menentukan dengan tepat seorang individu memang merupakan yang
seharusnya mendapatkan pelayanan pemeriksaan radiologi sesuai dengan
permintaannya

1. Sebagai acuan petugas dalam memberikan mempersiapkan pasien untuk


dilakukan pemeriksaan.
2. Agar pasien tidak lagi mengenakan asesories yang menutupi organ yang
TUJUAN
ingin dilihat.
3. Agar pasien siap dilakukan pemeriksaan radiologi sehingga
menghasilkan gambaran diagnosa yang tepat.
1. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1333/Menkes/SK/XII/1999
tentang Standar Pelayanan Rumah Sakit.
2. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1014/MENKES/SK/XI/2008
tentang Standar Pelayanan Radiologi Diagnostik di Sarana Pelayanan
Kesehatan.
KEBIJAKAN
3. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 129/Menkes/SK/II/2008 tentang
Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit.
4. Keputusan Direksi Rumah Indonesia Sehat Hospital Nomor
008/SPO/VI/2018 tentang Buku Standar Prosedur Operasional dan
Penggunaannya.
1. Identifikasi Pasien Rawat Jalan :
a. Memastikan bahwa pasien mempunyai kartu berobat pasien Rumah
Sakit.
b. Meminta pasien untuk menyebutkan nama lengkapnya. Bila hal
tersebut tidak mungkin karena umur atau kondisi pasien, maka
keluarga atau perawat yang mendampingi dapat menyebutkan nama
PROSEDUR pasien tersebut.
c. Mencocokkan nama lengkap, tanggal lahir/umur dan nomor rekam
medik di kartu pasien dengan nama lengkap, tanggal lahir/umur dan
nomor rekam medik di Surat Permintaan Pemeriksaan Radiologi
serta dengan nama yang disebutkan oleh pasien atau perawat yang
mendampingi.
d. Memastikan bahwa semua cocok sebelum melanjutkan ke
pemeriksaan radiologi.

3
IDENTIFIKASI PASIEN SEBELUM DILAKUKAN TINDAKAN
PEMERIKSAAN RADIOLOGI

No. Dokumen No. Revisi Halaman

02/SOP/RAD/18 00 4/105
2. Identifikasi Pasien Rawat Inap :
a. Memastikan bahwa pasien memakai gelang identitas pasien rawat
inap Rumah Sakit. Bila tidak ada, minta perawat ruangan yang
mendampingi untuk memberi pasien tersebut gelang identitas.
b. Mencocokkan nama lengkap, tanggal lahir/umur dan nomor rekam
medik pasien di gelang identitas pasien dengan nama lengkap,
tanggal lahir/umur dan nomor rekam medik di Surat Permintaan
Pemeriksaan Radiologi serta dengan nama yang disebutkan oleh
pasien atau perawat yang mendampingi.
c. Memastikan bahwa semua cocok sebelum melanjutkan ke
pemeriksaan radiologi.

3. Identifikasi Pasien Instalasi Gawat Darurat


a. Memastikan bahwa pasien mempunyai kartu berobat pasien Rumah
Sakit.
b. Meminta pasien untuk menyebutkan nama lengkapnya. Bila hal
tersebut tidak mungkin karena umur atau kondisi pasien, maka
keluarga atau perawat yang mendampingi dapat menyebutkan nama
pasien tersebut.
e. Mencocokkan nama lengkap, tanggal lahir/umur dan nomor rekam
medik di kartu pasien dengan nama lengkap, tanggal lahir/umur dan
nomor rekam medik di Surat Permintaan Pemeriksaan Radiologi
serta dengan nama yang disebutkan oleh pasien atau perawat yang
mendampingi.
d. Memastikan bahwa semua cocok sebelum melanjutkan ke
pemeriksaan radiologi.

1. Instalasi Rawat Jalan


2. Instalasi Gawat Darurat
UNIT TERKAIT 3. Instalasi Rawat Inap

4
URAIAN TUGAS DOKTER RADIOLOGI

No. Dokumen No. Revisi Halaman

03/SOP/RAD/18 00 5/105
Ditetapkan Oleh
Tanggal terbit
STANDAR
OPERASIONAL
PROSEDUR
dr Jacquelyn Anita E. Tasik
Direktur

PENGERTIAN Tugas-tugas yang harus dikerjakan oleh Dokter Radiologi.

Sebagai acuan penerapan langkah-langkah dalam melaksanakan tugas yang


TUJUAN
yang telah ditetapkan.

1. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1333/Menkes/SK/XII/1999


tentang Standar Pelayanan Rumah Sakit.
2. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1014/MENKES/SK/XI/2008
tentang Standar Pelayanan Radiologi Diagnostik di Sarana Pelayanan
Kesehatan.
KEBIJAKAN
3. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 129/Menkes/SK/II/2008 tentang
Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit.
4. Keputusan Direksi Rumah Indonesia Sehat Hospital Nomor
008/SPO/VI/2018 tentang Buku Standar Prosedur Operasional dan
Penggunaannya.
1. Menyusun dan mengevaluasi secara berkala SOP tindak medik
radiodiagnostik dan imejing diagnstik serta melakukan revisi bila
perlu.
2. Melaksanakan dan mengevaluasi tindak radiodiagnostik dan imejing
diagnstik sesuai yang telah ditetapkan dalam SOP.
3. Melakukan tugas sesuai dengan standar profesi.
4. Memberikan layannan konsultasi terhadap pemeriksaan yang akan
dilaksanakan.
5. Memberikan rujukan dan justifikasi pelaksanaan diagnosis dengan
mempertimbangkan informasi pemeriksaan sebelumnya.
PROSEDUR
6. Melakukan pembinaan dan bimbingan terhadap staf dalam rangka
meningkatkan dan mengembangkan mutu pelayanan.
7. Memimpin penyelenggaraan pertemuan staf dan pelaksana untuk
menyusun rencana dan evaluasi terhadap pelayanan secara periodik.
8. Melakukan koordinator dengan bagian operasional unit kerja terkait.
9. Membantu Kepala Rumah Sakit dalam membuat kebijakan,
pengelolaan dan fungsi Radiologi secara efektif dan efisien.
10. Mengikuti acara ilmiah dalam rangka meningkatkan profesionalisme
terhadap pelaksanaan dan bertanggung jawab mempertahankan kontrol
mutu.

Komite Medik
UNIT TERKAIT

5
URAIAN TUGAS RADIOGRAFER

No. Dokumen No. Revisi Halaman

04/SOP/RAD/18 00 6/105
Ditetapkan Oleh
Tanggal terbit
STANDAR
OPERASIONAL
PROSEDUR dr Jacquelyn Anita E. Tasik
Direktur

Persiapan radiografer sebelum melakukan tindakan radiologi adalah


PENGERTIAN
meliputi administrasi, persiapan teknik serta prosedur pemeriksaan.

1. Radiografer mempersiapkan untuk melakukan tindakan pemeriksaan


radiolgi sesuai dengan SOP.
2. Persiapan teknis dari peralatan yang akan digunakan.
3. Melaksanakan administrasi / membantu petugas administrasi.
TUJUAN
4. Memberikan proteksi terhadap pasien, dirinya sendiri dan masyarakat di
sekitar ruang pesawat sinar-X.
5. Mencegah agar tidak terjadi kesalahan pemeriksaan atau tuntutan
(complain) dari pasien selama atau setelah pemeriksaan.
1. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1333/Menkes/SK/XII/1999
tentang Standar Pelayanan Rumah Sakit.
2. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1014/MENKES/SK/XI/2008
tentang Standar Pelayanan Radiologi Diagnostik di Sarana Pelayanan
Kesehatan.
KEBIJAKAN
3. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 129/Menkes/SK/II/2008 tentang
Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit.
4. Keputusan Direksi Rumah Indonesia Sehat Hospital Nomor
008/SPO/VI/2018 tentang Buku Standar Prosedur Operasional dan
Penggunaannya.
1. Radiografer menerima form pengantar Radiologi dari pasien atau
perawat.
2. Radiografer mencatat data pasien pada buku register dan menginput
pemeriksaan serta alat kesehatan yang digunakan yang sesuai pada
PROSEDUR sistem untuk dilakukan pembayaran.
3. Radiografer cuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan
pemeriksaan.
4. Radiografer mengetahui dengan jelas prosedur dan instruksi yang
harus diikuti pasien saat pemeriksaan berlangsung.

6
URAIAN TUGAS RADIOGRAFER

No. Dokumen No. Revisi Halaman

04/SOP/RAD/18 00 7/105
5. Radiografer menjelaskan prosedur yang akan dilakukan dengan singkat
dan jelas, sehingga pasien mengerti dan mempersilahkan pasien
melepas assesoris logam pada daerah yang akan diperiksa.
6. Bekerja sesuai dengan norma-norma proteksi radiasi, yaitu
menggunakan luas lapangan penyinaran sesuai dengan objek yang akan
difoto.
7. Arahkan berkas sinar berlawanan dengan radiografer.
8. Pergunakan kV dan mAs yang optimum.
9. Sewaktu dilakukan eksposi pastikan tidak ada personil kecuali yang
berkepentingan di ruang pemeriksaan.

Instalasi Radiologi
UNIT TERKAIT

7
URAIAN TUGAS PETUGAS PROTEKSI RADIASI

No. Dokumen No. Revisi Halaman

05/SOP/RAD/18 00 8/105
Tanggal terbit Ditetapkan Oleh
STANDAR
OPERASIONAL
PROSEDUR dr Jacquelyn Anita E. Tasik
Direktur

PENGERTIAN Tugas-tugas yang harus dikerjakan oleh Petugas Proteksi Radiasi.

Sebagai acuan penerapan langkah-langkah dalam melaksanakan tugas yang


TUJUAN
yang telah ditetapkan

1. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1333/Menkes/SK/XII/1999


tentang Standar Pelayanan Rumah Sakit.
2. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1014/MENKES/SK/XI/2008
tentang Standar Pelayanan Radiologi Diagnostik di Sarana Pelayanan
Kesehatan.
KEBIJAKAN
3. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 129/Menkes/SK/II/2008 tentang
Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit.
4. Keputusan Direksi Rumah Indonesia Sehat Hospital Nomor
008/SPO/VI/2018 tentang Buku Standar Prosedur Operasional dan
Penggunaannya.
1. Membuat program Proteksi dan Keselamatan radiasi.
2. Memantau aspek operasional program Proteksi dan Keselamatan
Radiasi.
3. Memastikan ketersediaan dan kelayakan perlengkapan Proteksi
Radiasi, dan memantau pemakaiannnya.
PROSEDUR 4. Menyelenggarakan pelayanan TLD badge dan mencatat kartu laju
dosis.
5. Melaporkan bila ada kejadian luar biasa.
6. Melaporkan masa kalibrasi dan paparan / pengajuan kalibrasi ulang.
7. Mengawasi dan menjaga agar setiap petugas bekerja sesuai prinsip
poteksi radiasi.
1. K – 3 RS.
2. Si Jang Med
UNIT TERKAIT

8
PROSEDUR KERJA DI KAMAR SINAR X

No. Dokumen No. Revisi Halaman

06/SOP/RAD/18 00 9/105
Ditetapkan Oleh
Tanggal terbit
STANDAR
OPERASIONAL
PROSEDUR dr Jacquelyn Anita E. Tasik
Direktur

PENGERTIAN Melakukan peneriksaan rontgen sesuai dengan prosedur yang aman.

Meminimalisasi jumlah radiasi yang diterima oleh personil maupun


TUJUAN
lingkungan Radiologi dengan tetap menjaga hasil yang optimum.

1. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1333/Menkes/SK/XII/1999


tentang Standar Pelayanan Rumah Sakit.
2. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1014/MENKES/SK/XI/2008
tentang Standar Pelayanan Radiologi Diagnostik di Sarana Pelayanan
Kesehatan.
KEBIJAKAN
3. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 129/Menkes/SK/II/2008 tentang
Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit.
4. Keputusan Direksi Rumah Indonesia Sehat Hospital Nomor
008/SPO/VI/2018 tentang Buku Standar Prosedur Operasional dan
Penggunaannya.
1. Persiapan yang dilakukan di Instalasi Radiologi
a. Pesawat dalam keadaan siap dipergunakan
b. Pasien siap untuk diperiksa sesuai permintaan

2. Tata Laksana
a. Pintu–pintu kamar sinar–X harus ditutup sebelum dan
PROSEDUR
dilakukan penyinaran.
b. Jangan mengarahkan berkas sinar-X ke pintu utama radiologi
atau ke arah panel kontrol / operator
c. Selama pemeriksaan berlangsung, radiografer menjaga jarak
dari sumber radiasi (pesawat X-ray) dan berlindung di balik
shielding/ tembok.

9
PROSEDUR KERJA DI KAMAR SINAR X

No. Dokumen No. Revisi Halaman

06/SOP/RAD/18 00 10/105
d. Sarung tangan dipakai pada pemeriksaan khusus (HSG)
e. Waktu pemeriksaan harus singkat dan luas lapangan kolimasi
harus sesuai dengan objek yang difoto.
PROSEDUR
f. Bila memungkinkan pada pasien dipasang pelindung gonad.
Apabila diperlukan seseorang untuk membantu pasien atau memegang film
selama pemeriksaan rontgen, maka ia harus memakai apron.
1. Pasien dan pengantar.

UNIT TERKAIT

10
PEMAKAIAN ALAT PELINDUNG DIRI (APD) RADIASI

No. Dokumen No. Revisi Halaman

07/SOP/RAD/18 00 11/105
Tanggal terbit Ditetapkan Oleh
STANDAR
OPERASIONAL
PROSEDUR dr Jacquelyn Anita E. Tasik
Direktur
1. APD Radiasi adalah peralatan yang digunakan oleh staff, pasien dan
keluarga pasien yang berada dalam lingkungan radiasi agar dosis yang
diterima tdak melebihi Nilai Batas Dosis yang ditentukan oleh badan
yang berwenang.
2. APD radiasi yang digunakan menurut Perka Bapeten Nomer 8 tahun
2011 tentang Keselamatan Radiasi dalam Pengunaan Pesawat Sinar X
PENGERTIAN Radiologi Diagnostik dan intervensional terdiri atas ; apron, tabir pb,
kacamata pb, sarung tangan pb, pelindung tiroid pb, pelindung ovarium
pb dan/atau pelindung gonad pb.
3. Nilai Batas dosis adalah dosis terbesar yang diizinkan oleh BAPETEN
yang dapat diterima oleh pekerja radiasi dan anggota masyarakat dalam
jangka waktu tertentu, tanpa menimbulkan efek genetic dan somatic
yang berarti, akibat pemanfaatan sinar X.

Untuk melindungi organ tubuh dari efek radiasi yang membahayakan,


terutama organ tubuh yang sensitif terhadap radiasi sinar X, seperti retina,
TUJUAN
kelenjar, dan organ reproduksi. Sebagai acuan dalam menggunakan APD
Radiasi.

1. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1333/Menkes/SK/XII/1999


tentang Standar Pelayanan Rumah Sakit.
2. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1014/MENKES/SK/XI/2008
tentang Standar Pelayanan Radiologi Diagnostik di Sarana Pelayanan
Kesehatan.
KEBIJAKAN
3. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 129/Menkes/SK/II/2008 tentang
Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit.
4. Keputusan Direksi Rumah Indonesia Sehat Hospital Nomor
008/SPO/VI/2018 tentang Buku Standar Prosedur Operasional dan
Penggunaannya.
1. Peralatan APD radiasi harus selalu siap pakai dalam kondisi baik.
2. Peralatan APD Radiasi yang digunakan harus dicheck secara periodik
untuk menjamin keamanan pengunaannnya dari kebocoran radiasi sinar
X.
PROSEDUR 3. APD radiasi harus dipakai secara benar, tidak ada yang terlipat, dan
menutupi organ yg sensitif terhadap radiasi.
4. Setiap petugas yang bekerja di lingkungan radiasi harus menggunakan
monitor radiasi (TLD Badge atau Film Badge) dan diletakkan pada sisi
depan baju apron.

11
PEMAKAIAN ALAT PELINDUNG DIRI (APD) RADIASI

No. Dokumen No. Revisi Halaman

07/SOP/RAD/18 00 12/105
5. Untuk personil yang harus berada di lingkungan radiasi, namun tidak
menggunakan TLD, harus memakai monitoring radiasi baca langsung,
yang hasilnya dicatat pada kartu catatan dosis.
6. Lakukan pengecekan apron minimal satu kali dalam setahun.
7. Tentukan jenis / tipe peralatan proteksi radiasi yang sesuai dengan
kondisi ruangan penyinaran, contoh bila di ruangan penyinaran
dengan kuantitas waktu yang lama, dianjurkan menggunakan tipe yang
dapat memastikan area sensitif seperti kelenjar thyroid terlindungi.
8. Hadapkan bagian badan yang terlindungi apron for body kearah sumber
sinar. Hindari dengan membalik badan bila akan meninggalkan ruangan
sedangkan penyinaran masih berlangsung, bila terpaksa tinggalkan
ruangan dengan cara mundur.
9. Bila selesai pemakaian, letakan apron pada tempat yang telah
ditentukan dan jangan dilipat. Dan hindari menggantungkan apron,
dikarenakan dapat menyebabkan lembaran lead-strip pada apron jatuh
kebawah.
10. APD lainnya, apabila selesai dipergunakan dikembalikan ketempat
penyimpanan dengan rapi.
1. Instalasi Radiologi
2. Instalasi Rawat Jalan
UNIT TERKAIT 3. Instalasi Gawat Darurat
4. Instalasi Rawat Inap

12
KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA UNIT RADIOLOGI

No. Dokumen No. Revisi Halaman

08/SOP/RAD/18 00 13/105
Ditetapkan Oleh
Tanggal terbit Direktur
STANDAR
OPERASIONAL
PROSEDUR
dr Jacquelyn Anita E. Tasik
Direktur

Kesehatan dan keselamatan kerja unit radiologi adalah tata cara


pelaksanaan kesehatan dan keselamatan kerja di radiologi secara baik dan
PENGERTIAN
benar. Sehingga tercipta kesehatan keselamatan kerja bagi petugas, pasien
dan lingkungan.

Mencegah dan menanggulangi segala sesuatu yang berhubungan dengan


TUJUAN kesehatan dan keselamatan kerja bagi petugas maupun lingkungan kerja
sebagai akibat dari keberadaan dan beroperasionalnya unit radiologi.

1. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1333/Menkes/SK/XII/1999


tentang Standar Pelayanan Rumah Sakit.
2. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1014/MENKES/SK/XI/2008
tentang Standar Pelayanan Radiologi Diagnostik di Sarana Pelayanan
Kesehatan.
KEBIJAKAN
3. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 129/Menkes/SK/II/2008 tentang
Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit.
4. Keputusan Direksi Rumah Indonesia Sehat Hospital Nomor
008/SPO/VI/2018 tentang Buku Standar Prosedur Operasional dan
Penggunaannya.
1. Cuci Tangan
a. Tujuan
Mencegah penyebaran mikroorganisme yang dapat menyebabkan
penyakit pada seseorang.

b. Tata cara cuci tangan dengan air


1. Semua perhiasan dilepas (misalnya cincin, gelang, jam tangan).
2. Tangan dibasahi sampai batas siku, jangan menyentuh wastafel.
PROSEDUR
3. Gunakan sabun/sabun cair sampai menghasilkan busa.
4. Kotoran yang terlihat jelas dapat dihilangkan dengan
menggunakan sikat.
5. Cuci tangan selama 10-15 detik, perhatikan daerah diantara jari-
jari. Bilas, diawali dari kuku-kuku tangan mengarah ke siku.
6. Keringkan tangan secara sempurna dengan handuk kering.
7. Matikan keran air.

13
KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA UNIT RADIOLOGI

No. Dokumen No. Revisi Halaman

08/SOP/RAD/18 00 14/105
c. Tata cara dengan desinfeksi
1) Semua perhiasan dilepas (misalnya cincin, gelang, jam tangan)
2) Basahi tangan sampai dengan siku.
3) Kemudian dilumuri desinfektan sambil digosok selama 15-20
detik, mulai dari ujung kuku, sela-sela jari, telapak tangan serta
sisinya dan sampai batas siku.
4) Bilas dengan air bersih yang mengalir hingga bersih.
5) Keringkan dengan lap tangan khusus hingga bersih.
6) Matikan keran air.

d. Tata cara dengan memakai sarung tangan untuk kasus tertentu


(resiko tinggi penularan)
1) Petugas mencuci tangan.
2) Mengambil sarung tangan (hand scoon), hingga lipatan jari-jari
terlepas.
3) Memakai jari-jari tangan sampai dengan jari-jari sarung tangan.
4) Bila pemakaian sudah selesai, buka sarung tangan kemudian
dibuang langsung ke tempat sampah medik (kantong plastik
kuning)
5) Mencuci tangan.

2. Penanganan Linen Kotor


a. Tujuan
Untuk menempatkan linen kotor sebagaimana mestinya, sehingga
dapat mencegah terjadinya infeksi nosokomial.

b. Tata cara
1) Linen kotor adalah baju selesai dipakai pasien, selimut, sprei
sebagai alas pemeriksaan radiologi.
2) Telp bagian laundry untuk segera mengambil linen kotor.
3) Linen yang dibawa petugas laundry dihitung jumlahnya dan
dicatat pada buku linen.

3. Kebersihan Ruangan
a. Tujuan
Menjaga agar ruangan selalu dalam keadaan bersih dan terjaga
sanitasinya sehingga dapat memberikan kenyamanan dan keamanan
bagi pasien serta yang lainnya.

14
KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA UNIT RADIOLOGI

No. Dokumen No. Revisi Halaman

08/SOP/RAD/18 00 15/105
b. Tata cara
1) Kebersihan ruangan radiologi tanggungjawab radiografer.
2) Ruangan yang kotor akibat adanya pemeriksaan pasien yang
tingkat kekotorannya masih ringan dapat diatasi oleh
radiografer terutama berkaitan dengan tempat / meja
pemeriksaan dan juga penunjang lainnya.
3) Untuk tingkat kekotoran yang jauh diluar jangkauan
kemampuan dan bukan wewenang radiografer harus segera
menghubungi bagian cleaning service untuk segera dibersihkan.
4) Gunakan pengharum ruangan untuk mengurangi bau yang
kurang sedap.

4. K3 Radiasi
a. Tujuan
Meminimalisir beban radiasi terhadap pasien, pekerja, dan
lingkungan.

b. Prosedur
1. Persiapan radiografer sebelum melakukan pemeriksaan di Unit
Radiologi sesuai SOP.
2. Pemakaian alat pelindung diri sesuai SOP.

5. Kalibrasi
a. Tujuan
Memastikan keakuratan alat X-ray dan alat medis lainnya di Unit
Radiologi.

b. Prosedur
1) Membuat jadwal kalibrasi yang telah ditetapkan oleh Unit
Radiologi
2) Koordinator peralatan radiologi melakukan pemantauan
terhadap jadwal kalibrasi dan menghubungi petugas proteksi
radiasi (PPR) rumah sakit untuk pelaksanaan kalibrasi
3) Pelaksanaan kalibrasi dilakukan oleh petugas PPR.
4) Kalibrasi dilakukan oleh Badan Pengawasan Pemeliharaan
Fasilitas Kesehatan (BPFK) DEPKES RI dan Bapeten
5) Petugas IPSRS melakukan koordinasi dengan badan
pelaksanaan kalibrasi dan petugas bagian PPR mendampinginya
pada waktu pelaksanaan kalibrasi
6) Petugas PPR dan kepala Instalasi radiologi memeriksa laporan
kalibrasi. Apabila hasilnya sesuai, ditandatangani di halaman
belakang laporan kalibrasi yang diterima.
7) Dilakukan evaluasi permasalahaan yang ada dan apabila
memerlukan tindak lanjut.

15
KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA UNIT RADIOLOGI

No. Dokumen No. Revisi Halaman

08/SOP/RAD/18 00 16/105
6. Pendeteksian / pencegahan bahaya Radiasi
a. Tujuan
Memonitor jumlah paparan radiasi yang mengenai personal staf
radiologi secara periodik. Dengan peralatan Personal Monitoring
Dosis (TLD).

b. Prosedur
1) Pada awal bulan Personal Monitoring Dosis (TLD) dibagikan
kepada pelaksana radiologi sesuai dengan nomor registrasi
masing – masing.
2) Diwajibkan untuk dipakai selama berada di lingkungan
radiologi RIS Hospital, sehingga paparan radiasi yang
mengenainya akan tercatat.
3) Setiap 3 (tiga) bulan sekali Personal Monitoring Dosis akan
dikumpulkan untuk diproses.
4) Pembacaan TLD dilakukan oleh BPFK/BATAN.
5) Hasil pembacaan akan dilaporkan pada setiap periode tertentu
dan selanjutnya untuk didokumentasikan.

7. Penanggulangan kebocoran sinar X


a. Tujuan
Untuk mencegah terjadinya paparan radiasi yang berlebihan bagi
pekerja, pasien, dan lingkungan unit radiologi.

b. Prosedur
1) Matikan pesawat sinar X sesuai dengan prosedur.
2) Hindarkan pemakaian pesawat sinar X tersebut.
3) Lokalisir daerah tersebut dari orang-orang yang tidak
berkepentingan dan pasang tanda peringatan.
4) Laporkan pada bagian K3 RS untuk penanganan lebih lanjut.
1. Instalasi Radiologi
2. K3 RS
UNIT TERKAIT

16
PENGELOLAAN SAMPAH RUMAH SAKIT INSTALSI
RADIOLOGI

No. Dokumen No. Revisi Halaman

09/SOP/RAD/18 00 16/105
Ditetapkan Oleh
Tanggal terbit
STANDAR
OPERASIONAL
PROSEDUR dr Jacquelyn Anita E. Tasik
Direktur

1. Sampah rumah sakit adalah : semua benda yang sudah tidak


dipergunakan/tidak dipakai lagi oleh rumah sakit.
2. Sampah rumah sakit dibagi menjadi 2 (dua) :
a. Sampah medis (sampah infeksius) adalah : sampah dari hasil
PENGERTIAN kegiatan pelayanan kesehatan, seperti: bekas spuit, sarung tangan,
selang infus, jarum suntik, dan lain-lain.
b. Sampah non medis (sampah domestik) adalah : sampah yang
berasal dari sisa-sisa kegiatan rumah tangga yang terjadi di rumah
sakit, seperti : kertas, sisa makanan dan lain-lain.
1. Terciptanya lingkungan bersih dan sehat dan terhindar dari infeksi
nosokomial.
TUJUAN
2. Mencegah terjadinya kecelakaan kerja akibat penanganan sampah yang
buruk.
1. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1333/Menkes/SK/XII/1999
tentang Standar Pelayanan Rumah Sakit.
2. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1014/MENKES/SK/XI/2008
tentang Standar Pelayanan Radiologi Diagnostik di Sarana Pelayanan
Kesehatan.
KEBIJAKAN
3. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 129/Menkes/SK/II/2008 tentang
Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit.
4. Keputusan Direksi Rumah Indonesia Sehat Hospital Nomor
008/SPO/VI/2018 tentang Buku Standar Prosedur Operasional dan
Penggunaannya.
1. Pengelolaan sampah rumah sakit dibagi menjadi (dua), sampah medis
dan sampah non medis.

2. Untuk sampah medis yang tidak tajam harus dilakukan


PROSEDUR a. Masukan kedalam tempat sampah yang telah dilapisi kantong
plastik berwarna merah.
b. Ganti kantong plastik dengan 2 (dua) sampai 3 (tiga) kali sehari
atau apabila sudah penuh dengan sampah medis.
c. Kirim ke incenerator untuk pemusnahan.

17
PENGELOLAAN SAMPAH RUMAH SAKIT INSTALASI
RADIOLOGI

No. Dokumen No. Revisi Halaman

09/SOP/RAD/18 00 17/105
3. Untuk sampah medis yang tajam, seperti jarum suntik, ampul obat
harus dilakukan
a. Tidak perlu ditutup, dilipat, atau ditekuk jarum suntik sebelum
dibuang.
b. Tidak perlu melepaskan jarum suntik dari spuitnya.
c. Masukan/buang kedalam plastik tebal tahan pecah, sperti : jerigen,
ember tertutup, atau botol aqua.
d. Ambil sampah setiap hari sekali atau apabila sudah penuh.
e. Kirim sampah medis tajam ke incenerator untuk dimusnahkan..

4. Untuk sampah non medis harus dilakukan


a. Masukan kedalam tempat sampah yang sudah dilapisi dengan
kantong plastik berwarna hitam.
b. Ganti kantong plastik 2 (dua) sampai 3 (tiga) kali sehari atau
apabila sudah penuh.
c. Kirim sampah non medis ke tempat pembuangan sampah rumah
tangga.

5. Gunakan sarung tangan oleh petugas pengangkutan sampah selama


bekerja dan setelah selesai cuci tangan dengan sabun hingga bersih.
1. Instalasi Radiologi
2. K 3 RS
UNIT TERKAIT

18
PELATIHAN KARYAWAN

No. Dokumen No. Revisi Halaman

10/SOP/RAD/18 00 18/105
Ditetapkan Oleh
Tanggal terbit
STANDAR
OPERASIONAL
PROSEDUR dr Jacquelyn Anita E. Tasik
Direktur

Pelatihan karyawan adalah pelatihan yang diikuti oleh staf Unit Radiologi
PENGERTIAN
baik di dalam maupun di luar Rumah Sakit.

1. Agar pelatihan karyawan dapat terencana dan berlangsung dengan baik.


TUJUAN 2. Sebagai acuan dalam kegiatan pelatihan karyawan.

1. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1333/Menkes/SK/XII/1999


tentang Standar Pelayanan Rumah Sakit.
2. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1014/MENKES/SK/XI/2008
tentang Standar Pelayanan Radiologi Diagnostik di Sarana Pelayanan
Kesehatan.
KEBIJAKAN
3. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 129/Menkes/SK/II/2008 tentang
Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit.
4. Keputusan Direksi Rumah Indonesia Sehat Hospital Nomor
008/SPO/VI/2018 tentang Buku Standar Prosedur Operasional dan
Penggunaannya.
1. Ketentuan Umum
a. Program pelatihan dari Rumah Sakit wajib diikuti oleh karyawan
yang ditunjuk.
b. Program pelatihan yang diselenggarakan oleh pihak luar,
disesuaikan menurut kebutuhan.
c. Setiap tahun membuat program pelatihan/pendidikan bagi staf.

2. Tata laksana training/kursus/seminar yang diselenggarakan oleh Rumah


PROSEDUR
Sakit
a. Bagian Manajemen mengirim/menginformasikan tentang kegiatan
training/kursus/seminar yang diadakan di rumah sakit.
b. Kepala unit mengatur staf yang akan diikut sertakan pada kegiatan
tersebut.
c. Mengirim daftar nama staf yang akan mengikuti kegiatan.
d. Staff radiologi yang telah ditunjuk wajib ikut dalam kegiatan.
Terkecuali ada halangan tertentu yang tidak bisa ditinggalkan.

19
PELATIHAN KARYAWAN

No. Dokumen No. Revisi Halaman

10/SOP/RAD/18 00 19/105
3. Tata laksana training/kursus/seminar yang diselenggarakan pihak luar
a. Kepala unit pelaksana mengajukan permohonan
training/kursus/seminar.
b. Surat undangan training/kursus/seminar tersebut dikirim ke bagian
manajemen untuk disetujui.
c. Pada setiap akhir kegiatan training/kursus/seminar yang
diselenggarakan oleh pihak luar, peserta harus menyerahkan daftar
hadir dan SPPD kepada panitia pelaksana training/kursus/seminar
untuk ditandatangi dan di cap.
d. Pelaksana seminar membuat laporan pertanggung jawaban untuk
diserahkan kebagian manajemen, yang terdiri dari surat undangan
seminar, daftar hadir, surat tugas , SPPD, kwitansi, laporan
kegiatan, dan dokumentasi.
1. Instalasi Radiologi
2. Manajemen RS
UNIT TERKAIT

20
PERMINTAAN ALAT KESEHATAN INVESTASI

No. Dokumen No. Revisi Halaman

11/SOP/RAD/18 00
Ditetapkan Oleh
Tanggal terbit
STANDAR
OPERASIONAL
PROSEDUR dr Jacquelyn Anita E. Tasik
Direktur

Alat kesehatan investasi adalah : komponen alat kesehatan yang berfungsi


PENGERTIAN untuk jangka panjang dan merupakan barang tak habis pakai.

Mentertibkan administrasi dalam permintaan alat kesehatan RIS Hospital


TUJUAN

1. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1333/Menkes/SK/XII/1999


tentang Standar Pelayanan Rumah Sakit.
2. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1014/MENKES/SK/XI/2008
tentang Standar Pelayanan Radiologi Diagnostik di Sarana Pelayanan
Kesehatan.
KEBIJAKAN
3. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 129/Menkes/SK/II/2008 tentang
Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit.
4. Keputusan Direksi Rumah Indonesia Sehat Hospital Nomor
008/SPO/VI/2018 tentang Buku Standar Prosedur Operasional dan
Penggunaannya.
1. Ajukan permintaan alat kesehatan investasi ke Rumah Tangga atau
Bagian Pengadaan RIS Hospital.
2. Lengkapi permintaan tersebut dengan fotokopi bon permintaan dari
Instalasi yang membutuhkan dan telah disetujui oleh Kepala Instalasi,
Kepala Bidang Penunjang Medis dan Direktur RIS Hospital.
3. Ajukan permintaan tersebut kepada Direktur untuk mendapatkan
PROSEDUR
persetujuan lebih lanjut.
4. Setelah disetujui, minta penawaran dan lakukan negosiasi oleh Rumah
Tangga (Pengadaan).
5. Bahas hasil penawaran dan negosiasi dalam Rapat Tim Pembelian
yang melibatkan user untuk proses rekomendasi ke Direktur RIS
Hospital.
1. Bidang Penunjang Medik
2. Rumah Tangga
UNIT TERKAIT 3. Unit Pengadaan Barang
4. Instalasi Radiologi

21
PERMINTAAN BARANG LOGISTIK DAN ALAT TULIS
INSTALASI RADIOLOGI

No. Dokumen No. Revisi Halaman

12/SOP/RAD/18 00
Ditetapkan Oleh
Tanggal terbit
STANDAR
OPERASIONAL
PROSEDUR dr Jacquelyn Anita E. Tasik
Direktur

Barang logistik adalah Barang-barang termasuk di dalamnya alat tulis,


PENGERTIAN
yang digunakan oleh Instalasi Radiologi

TUJUAN Memperlancar kegiatan Instalasi Radiologi sehari-hari.

1. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1333/Menkes/SK/XII/1999


tentang Standar Pelayanan Rumah Sakit.
2. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1014/MENKES/SK/XI/2008
tentang Standar Pelayanan Radiologi Diagnostik di Sarana Pelayanan
Kesehatan.
KEBIJAKAN
3. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 129/Menkes/SK/II/2008 tentang
Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit.
4. Keputusan Direksi Rumah Indonesia Sehat Hospital Nomor
008/SPO/VI/2018 tentang Buku Standar Prosedur Operasional dan
Penggunaannya.
Membuat permintaan barang logistik dan alat tulis pada formulir
permintaan barang bila barang-barang tersebut hampir habis.
1. Bon Permintaan Barang ditandatangani oleh Radiografer dan
disetujui oleh Kepala Bidang Penunjang Medis.
2. Radiografer menyerahkan Bon Permintaan Barang ke Gudang Rumah
Tangga.
3. Petugas Gudang Rumah Tangga memberikan barang logistik dan alat
PROSEDUR tulis sesuai yang diminta oleh Radiografer.
4. Radiografer menerima arsip Bon Permintaan Barang yang sudah
ditandatangani oleh petugas Gudang Rumah Tangga.
5. Radiografer mengarsipkan Bon Permintaan Barang pada folder
Permintaan Gudang.
6. Radiografer merapihkan barang-barang tersebut pada lemari barang
Radiologi.

1. Bidang Penunjang Medik


2. Rumah Tangga
UNIT TERKAIT 3. Instalasi Radiologi

22
PERMINTAAN OBAT / ALKES KE INSTALASI FARMASI

No. Dokumen No. Revisi Halaman

13/SOP/RAD/18 00
Ditetapkan Oleh

Tanggal terbit
STANDAR
OPERASIONAL
PROSEDUR dr Jacquelyn Anita E. Tasik
Direktur

1. Alat kesehatan adalah alat/bahan yang digunakan Instalasi Radiologi


dalam melaksanakan pemeriksaan Radiologi.
PENGERTIAN
2. Obat-obatan adalah obat yang digunakan Instalasi Radiologi dalam
melaksanakan pemeriksaan Radiologi.

TUJUAN Memperlancar kegiatan pemeriksaan Radiologi sehari-hari.

1. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1333/Menkes/SK/XII/1999


tentang Standar Pelayanan Rumah Sakit.
2. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1014/MENKES/SK/XI/2008
tentang Standar Pelayanan Radiologi Diagnostik di Sarana Pelayanan
Kesehatan.
KEBIJAKAN
3. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 129/Menkes/SK/II/2008 tentang
Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit.
4. Keputusan Direksi Rumah Indonesia Sehat Hospital Nomor
008/SPO/VI/2018 tentang Buku Standar Prosedur Operasional dan
Penggunaannya.
1. Radiografer membuat permintaan alat kesehatan (alkes) dan obat-
obatan pada buku permintaan alkes dan obat-obatan ke farmasi setelah
pemaikan yang dilakukan.
2. Buku permintaan alkes dan obat-obatan ditandatangani oleh radiografer
sebagai yang meminta dan petugas farmasi sebagai pemberi bila stok
alkes dan obat-obatan yang diminta tersedia.
3. Bila alkes dan obat-obatan yang diminta tidak tersedia, petugas
PROSEDUR Instalasi Farmasi melakukan permintaan alkes ke bagian pengadaan
barang.
4. Bila alkes dan obat-obatan yang diminta telah di kirim ke Instalasi
Farmasi, petugas Instalasi Farmasi akan menginput data alkes dan
obat-obatan, kemudian menginformasikan kepada Radiografer bila
semua data barang sudah tersedia.
5. Radiografer menyimpan dan merapihkan alkes dan obat-obatan tersebut
pada lemari alkes Radiologi.
1. Instalasi Farmasi
2. Instalasi Radiologi
UNIT TERKAIT 3. Unit Pengadaan barang

23
STOCK OPNAME RADIOLOGI

No. Dokumen No. Revisi Halaman

14/SOP/RAD/18 00
Ditetapkan Oleh
Tanggal terbit
STANDAR
OPERASIONAL
PROSEDUR dr Jacquelyn Anita E. Tasik
Direktur

Pencatatan laporan kegiatan bulanan radiologi yang dilakukan secara rutin


di Unit Radiologi untuk mengetahui informasi kegiatan radiologi meliputi,
PENGERTIAN
data dan jumlah pasien, rincian harga, pemakaian film dan alkes radiologi
pada setiap pemeriksaan.

Untuk mengetahui laporan kegiatan di Unit Radiologi selama satu bulan.


TUJUAN

1. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1333/Menkes/SK/XII/1999


tentang Standar Pelayanan Rumah Sakit.
2. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1014/MENKES/SK/XI/2008
tentang Standar Pelayanan Radiologi Diagnostik di Sarana Pelayanan
Kesehatan.
KEBIJAKAN
3. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 129/Menkes/SK/II/2008 tentang
Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit.
4. Keputusan Direksi Rumah Indonesia Sehat Hospital Nomor
008/SPO/VI/2018 tentang Buku Standar Prosedur Operasional dan
Penggunaannya.
1. Petugas radiologi mencatat data pasien pemeriksaan Konvensional,
USG radiologi pada buku registrasi radiologi, dan merangkumnya
menjadi laporan hasil kegiatan.
2. Petugas Radiologi juga membantu membuat laporan hasil kegiatan
USG Rawat Jalan/Rawat Inap.
PROSEDUR
3. Data meliputi : no, tanggal, Rekam Medis, nama, jenis kelamin, umur,
asal ruangan, pemeriksaan, pemakaian film, keterangan (pembayaran),
dokter pengirim, biaya.
4. Data diberikan kepada : Jang Med, Manajemen, Rekam Medis dan
untuk arsip Unit Radiologi
1. Instalasi Radiologi
2. Instalasi Rawat Jalan
3. Instalasi Rawat Inap
UNIT TERKAIT
4. Jang Med
5. Manajemen RS
6. Rekam Medis

24
PENYUSUNAN ARSIP FILE RADIOLOGI

No. Dokumen No. Revisi Halaman

15/SOP/RAD/18 00
Ditetapkan Oleh
Tanggal terbit
STANDAR
OPERASIONAL
PROSEDUR dr Jacquelyn Anita E. Tasik
Direktur

Tata cara penataan dokumentasi Radiologi secara teratur, rapih, efisien dan
PENGERTIAN
teliti.

Sebagai acuan penerapan langkah-langkah untuk mempermudah pencarian


TUJUAN arsip pasien apabila diperlukan serta memperlancar pelayanan pasien untuk
menegakan diagnosa.

1. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1333/Menkes/SK/XII/1999


tentang Standar Pelayanan Rumah Sakit.
2. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1014/MENKES/SK/XI/2008
tentang Standar Pelayanan Radiologi Diagnostik di Sarana Pelayanan
Kesehatan.
KEBIJAKAN
3. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 129/Menkes/SK/II/2008 tentang
Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit.
4. Keputusan Direksi Rumah Indonesia Sehat Hospital Nomor
008/SPO/VI/2018 tentang Buku Standar Prosedur Operasional dan
Penggunaannya.
1. Setiap file akan disusun sesuai dengan nomor urut registrasi pasien dari
yang kecil ke yang besar
2. Setiap binder yang telah penuh akan diberikan catatan awal nomor foto
PROSEDUR
rontgen dan akhir nomor rontgen yang termuat dalam binder
3. Arsip yang telah tersimpan selama kurun waktu 3 tahun boleh
dimusnahkan

Instalasi Radiologi
UNIT TERKAIT

25
PENYIMPANAN ARSIP HASIL FOTO RADIOLOGI

No. Dokumen No. Revisi Halaman

16/SOP/RAD/18 00
Ditetapkan Oleh
Tanggal terbit
STANDAR
OPERASIONAL
PROSEDUR dr Jacquelyn Anita E. Tasik
Direktur

Hasil film x ray dan hasil ekspertise adakalanya tidak langsung diambil
PENGERTIAN oleh pasien atau ruangan perawatan, oleh karena itu dibuat tempat untuk
penyimpanan file tersebut
1. Mencegah agar file tersebut tidak hilang.
TUJUAN 2. Sebagai acuan dalam menyimpan foto – foto yang belum diambil dan
disimpan di Radiologi
1. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1333/Menkes/SK/XII/1999
tentang Standar Pelayanan Rumah Sakit.
2. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1014/MENKES/SK/XI/2008
tentang Standar Pelayanan Radiologi Diagnostik di Sarana Pelayanan
Kesehatan.
KEBIJAKAN
3. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 129/Menkes/SK/II/2008 tentang
Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit.
4. Keputusan Direksi Rumah Indonesia Sehat Hospital Nomor
008/SPO/VI/2018 tentang Buku Standar Prosedur Operasional dan
Penggunaannya.
1. Setiap foto–foto yang belum diambil setelah diekspertise oleh dokter
radiolog harus disimpan di rak penyimpanan hasil.
2. Lamanya arsip yang disimpan dalam rak penyimpanan hasil yaitu satu
PROSEDUR
tahun. Setelah itu dipindahkan ke gudang/Rekam Medik.
3. Hasil ekspertise tanpa foto disimpan selama satu bulan. Setelah itu
dipindahkan ke gudang/Rekam Medik.
1. Instalasi Radiologi
2. Rekam Medik
UNIT TERKAIT

26
PINJAM BASAH ( TANPA EXPERTISE )

No. Dokumen No. Revisi Halaman

17/SOP/RAD/18 00
Ditetapkan Oleh
Tanggal terbit
STANDAR
OPERASIONAL
PROSEDUR dr Jacquelyn Anita E. Tasik
Direktur

Peminjaman foto Rontgen konvensional tanpa hasil bacaan dokter spesialis


PENGERTIAN
Radiologi.

Sebagai acuan penerapan langkah-langkah mempercepat penegakan


TUJUAN
diagnosa dan pelaksaan tindakan medis dengan segera.

1. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1333/Menkes/SK/XII/1999


tentang Standar Pelayanan Rumah Sakit.
2. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1014/MENKES/SK/XI/2008
tentang Standar Pelayanan Radiologi Diagnostik di Sarana Pelayanan
Kesehatan.
KEBIJAKAN
3. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 129/Menkes/SK/II/2008 tentang
Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit.
4. Keputusan Direksi Rumah Indonesia Sehat Hospital Nomor
008/SPO/VI/2018 tentang Buku Standar Prosedur Operasional dan
Penggunaannya.
1. Foto yang belum diexpertise diambil dibagian Radiologi oleh petugas
rawat inap/rawat jalan/IGD/HCU.
2. Yang mengambil foto tersebut mencatat di buku peminjaman foto
(tanggal, nama pasien, nomor ID/RM, jenis foto, nama dan paraf
peminjam)/ tanda tangan pada formulir permintaan radiologi (tanggal,
nama dan paraf peminjam).
PROSEDUR
3. Setelah foto dilihat oleh dokter pengirim, foto segera dikembalikan ke
bagian Radiologi dalam waktu dari 1x24 jam untuk digabungkan
dengan hasil bacaan/ekspertise dokter spesialis radiologi.
4. Yang mengambil foto tersebut tanda tangan di buku peminjaman
radiologi (paraf pengembalian)/tanda tangan pada formulir permintaan
radiologi (tanggal, nama dan paraf pengembalian).
1. Instalasi Rawat Jalan
2. Instalasi Gawat Darurat
UNIT TERKAIT 3. Instalasi Rawat Inap
4. HCU

27
PELAYANAN ADMINISTRASI PASIEN RADIOLOGI

No. Dokumen No. Revisi Halaman

18/SOP/RAD/18 00 1/4
Ditetapkan Oleh
Tanggal terbit
STANDAR
OPERASIONAL
PROSEDUR
dr Jacquelyn Anita E. Tasik
Direktur

Kegiatan administratif yang menyertai pelayanan pemeriksaan radiologi,


meliputi sistem pembayaran, pengaturan persiapan dan penjadwalan
PENGERTIAN
pemeriksaan, pengambilan hasil foto dan expertise radiologi.

Memberikan pelayanan administratif yang terintegrasi dengan sistem


TUJUAN
administrasi Rumah Sakit yang berlaku secara mekanisme.

1. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1333/Menkes/SK/XII/1999


tentang Standar Pelayanan Rumah Sakit.
2. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1014/MENKES/SK/XI/2008
tentang Standar Pelayanan Radiologi Diagnostik di Sarana Pelayanan
Kesehatan.
KEBIJAKAN
3. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 129/Menkes/SK/II/2008 tentang
Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit.
4. Keputusan Direksi Rumah Indonesia Sehat Hospital Nomor
008/SPO/VI/2018 tentang Buku Standar Prosedur Operasional dan
Penggunaannya.
1. Rawat Jalan
a. Pasien Poliklinik
1) Pasien menunjukkan formulir pemeriksaan radiologi dari dokter
pengirim.
2) Radiografer meng-input pemeriksaan yang akan dilakukan di
sistem administrasi Rumah Sakit yang nantinya akan dilakukan
pembayaran di bagian kasir.
3) Radiografer mencatat data pasien di buku register.
4) Jika pemeriksaan yang akan dilakukan merupakan tindakan yang
memerlukan persiapan khusus, maka pasien harus melakukan
PROSEDUR
persiapan, dijadwalkan serta menandatangani inform consent
terlebih dahulu untuk pemeriksaan yang menggunakan bahan
kontras media sebelum dilakukannya pemeriksaan.
5) Radiografer melakukan pemeriksaan dan setelah itu dilakukan
proses pencetakkan film, lalu dikirim kepada radiolog untuk
diberikan hasil expertisenya.
6) Jelaskan kepada pasien mengenai waktu pengambilan hasil
pemeriksaan.
7) Bila dokter pengirim ingin hasil foto basah, maka radiografer
memberikan hasil tersebut.

28
PELAYANAN ADMINISTRASI PASIEN RADIOLOGI

No. Dokumen No. Revisi Halaman

18/SOP/RAD/18 00
b. Pasien Rujukan
1) Pasien melakukan registrasi di bagian pendaftaran, lalu diarahkan
ke bagian radiologi.
2) Pasien memberikan formulir pemeriksaan radiologi dari dokter
yang pengirim kepada radiografer.
3) Radiografer meng-input pemeriksaan yang akan dilakukan di
sistem administrasi Rumah Sakit dan dilakukan pembayaran
terlebih dahulu ke bagian kasir.
4) Setelah dilakukan pembayaran di kasir, pasien menunjukan bukti
pembayaran sebelum dilakukan pemeriksaan radiologi.
5) Jika pemeriksaan yang akan dilakukan merupakan tindakan yang
memerlukan persiapan khusus, maka pasien harus melakukan
persiapan, dijadwalkan serta menandatangani inform consent
terlebih dahulu untuk pemeriksaan yang menggunakan bahan
kontras media sebelum dilakukannya pemeriksaan.
6) Radiografer melakukan pemeriksaan dan setelah itu dilakukan
proses pencetakkan film, lalu dikirim kepada radiolog untuk
diberikan hasil expertisenya.
7) Jelaskan kepada pasien mengenai waktu pengambilan hasil
pemeriksaan.
8) Bila dokter pengirim ingin hasil foto basah, maka radiografer
memberikan hasil tersebut.

2. Instalasi Gawat Darurat


a. Perawat memberikan formulir pemeriksaan radiologi dari dokter
umum kepada radiografer.
b. Radiografer meng-input pemeriksaan yang akan dilakukan di sistem
administrasi Rumah Sakit yang nantinya akan dilakukan
pembayaran di bagian kasir.
c. Radiografer mencatat data pasien di buku register.
d. Radiografer melakukan pemeriksaan dan setelah itu dilakukan
proses pencetakkan film, lalu dikirim kepada radiolog untuk
diberikan hasil expertisenya.
e. Bila dokter umum ingin hasil foto basah, maka perawat membawa
foto tersebut.

3. Rawat Inap
a. Perawat memberikan formulir pemeriksaan radiologi dari dokter
spesialis kepada radiografer.
b. Radiografer meng-input pemeriksaan yang akan dilakukan di sistem
administrasi Rumah Sakit yang nantinya akan dilakukan
pembayaran di bagian kasir.
c. Radiografer mencatat data pasien di buku register.

29
ADMINISTRASI PELAYANAN PASIEN RADIOLOGI
No. Dokumen No. Revisi Halaman

18/SOP/RAD/18 00 2/4
d. Jika pemeriksaan yang akan dilakukan merupakan tindakan yang
memerlukan persiapan khusus, maka pasien harus melakukan
persiapan, dijadwalkan serta menandatangani inform consent
terlebih dahulu untuk pemeriksaan yang menggunakan bahan
kontras media sebelum dilakukannya pemeriksaan.
e. Radiografer melakukan pemeriksaan dan setelah itu dilakukan
proses pencetakkan film, lalu dikirim kepada radiolog untuk
diberikan hasil expertisenya.
f. Bila dokter spesialis ingin hasil foto basah, maka perawat
membawa foto tersebut.

4. HCU
a. Jika pasien memungkinkan dilakukan pemeriksaan di ruang
radiologi maka pasien dibawa ke ruang radiologi dan jika tidak
bisa maka petugas radiologi datang langsung ke ruang HCU
dengan membawa peralatan dan pesawat rontgen (mobile unit)
dengan memperhatikan proteksi radiasi.
b. Perawat memberikan formulir pemeriksaan radiologi dari dokter
spesialis kepada radiografer.
c. Radiografer meng-input pemeriksaan yang akan dilakukan di
sistem administrasi Rumah Sakit yang nantinya akan dilakukan
pembayaran di bagian kasir.
d. Radiografer mencatat data pasien di buku register.
e. Jika pemeriksaan yang akan dilakukan merupakan tindakan yang
memerlukan persiapan khusus, maka pasien harus melakukan
persiapan, dijadwalkan serta menandatangani inform consent
terlebih dahulu untuk pemeriksaan yang menggunakan bahan
kontras media sebelum dilakukannya pemeriksaan.
f. Radiografer melakukan pemeriksaan dan setelah itu dilakukan
proses pencetakkan film, lalu dikirim kepada radiolog untuk
diberikan hasil expertisenya.
g. Bila dokter spesialis ingin hasil foto basah, maka perawat
membawa foto tersebut.
1. Instalasi Radiologi
2. Instalasi Rawat Jalan
3. Instalasi Gawat Darurat
UNIT TERKAIT 4. Instalasi Rawat Inap
5. HCU
6. Pendaftaran
7. Kasir

30
PERMINTAAN FOTO RONTGEN

No. Dokumen No. Revisi Halaman

19/SOP/RAD/18 00
Ditetapkan Oleh
Tanggal terbit
STANDAR
OPERASIONAL
PROSEDUR dr Jacquelyn Anita E. Tasik
Direktur

PENGERTIAN Tahapan pelaksanaan permintaan pemeriksaan foto rontgen di Radiolgi.

Sebagai acuan penerapan langkah-langkah agar pemeriksaan sesuai dengan


TUJUAN
prosedur dan tidak ada kesalahan dalam pelaksaan pemeriksaan Radiologi.
1. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1333/Menkes/SK/XII/1999
tentang Standar Pelayanan Rumah Sakit.
2. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1014/MENKES/SK/XI/2008
tentang Standar Pelayanan Radiologi Diagnostik di Sarana Pelayanan
Kesehatan.
KEBIJAKAN
3. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 129/Menkes/SK/II/2008 tentang
Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit.
4. Keputusan Direksi Rumah Indonesia Sehat Hospital Nomor
008/SPO/VI/2018 tentang Buku Standar Prosedur Operasional dan
Penggunaannya.
1. Surat permintaan pemeriksaan Radiologi harus ada rekomendasi dari
dokter pengirim/dokter yang meminta (tanda tangan dan cap dokter)
2. Surat permintaan pemeriksaan Radiologi harus berisikan identitas
pasien yang lengkap.
3. Surat permintaan pemeriksaan Radiologi harus ada jenis pemeriksaan
PROSEDUR
yang di minta dan diagnosa/klinis
4. Melampirkan foto rontgen sebelumnya untuk perbandingan ( apabila
diperlukan untuk kasus tertentu )
5. Melampirkan hasil pemeriksaan Laboratorium apabila pemeriksaan
berhubungan dengan kontras
1. Instalasi Radiologi
2. Instalasi Rawat Jalan
3. Instalasi Gawat Darurat
UNIT TERKAIT
4. Instalasi Rawat Inap
5. HCU
6. Pendaftaran

31
PENANGANAN PASIEN ALERGI OBAT KONTRAS

No. Dokumen No. Revisi Halaman

20/SOP/RAD/18 00
Ditetapkan Oleh
Tanggal terbit
STANDAR
OPERASIONAL
PROSEDUR dr Jacquelyn Anita E. Tasik
Direktur

PENGERTIAN Penanganan pasien yang tidak tahan terhadap reaksi obat kontras

Sebagai acuan penerapan langkah-langkah agar pasien segera mendapatkan


TUJUAN
pertolongan dan tidak terjadi hal yang tidak diharapkan
1. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1333/Menkes/SK/XII/1999
tentang Standar Pelayanan Rumah Sakit.
2. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1014/MENKES/SK/XI/2008
tentang Standar Pelayanan Radiologi Diagnostik di Sarana Pelayanan
Kesehatan.
KEBIJAKAN
3. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 129/Menkes/SK/II/2008 tentang
Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit.
4. Keputusan Direksi Rumah Indonesia Sehat Hospital Nomor
008/SPO/VI/2018 tentang Buku Standar Prosedur Operasional dan
Penggunaannya.
1. Persiapan
Sebelum dilakukan pemeriksaan dengan obat kontras, pasien terlebih
dahulu dilakukan skin tes. Apabila reaksinya negatif pemeriksaan akan
dilanjutkan, dan apabila reaksinya positif akan dilaporkan ke dokter
Radiologi untuk minta petunjuk selanjutnya
2. Apabila pasien alergi/shock setelah disuntik obat kontras terjadi saat
pemeriksaan
a. Tindakan petugas Radiologi :
1) Berkoordinasi dengan perawat untuk melakukan tindakan :
PROSEDUR 2) Menghentikan suntikan
3) Memasang O2
4) Memasang infuse
5) Melakukam tensi
6) Membuat teh manis
7) Lapor kepada dokter untuk penanganan selanjutnya
b. dokter akan memberi petunjuk, seperti suntik anti alergi.
c. Apabila shocknya belum bisa diatasi pasien dirawat, kalau
shocknya bisa diatasi pemeriksaan dilanjutkan dengan pengawasan
dokter

32
1. Instalasi Radiologi
2. Intalasi Rawat Jalan
UNIT TERKAIT 3. Instalasi Gawat Darurat
4. Instalasi Rawat Inap

INFORMED CONCE NT

No. Dokumen No. Revisi Halaman

21/SOP/RAD/18 00
Ditetapkan Oleh
Tanggal terbit
STANDAR
OPERASIONAL
PROSEDUR dr Jacquelyn Anita E. Tasik
Direktur

Pernyataan persetujuan dari pasien/keluarga pasien untuk pemeriksaan


PENGERTIAN
tertentu (dengan menggunakan obat kontras).

Sebagai acuan penerapan langkah-langkah agar mendapat persetujuan dari


TUJUAN pasien/keluarga pasien sebelum pelaksanaan pemeriksaan dan agar tidak
terjadi permasalahan setelah dilakukan pemeriksaan.
1. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1333/Menkes/SK/XII/1999
tentang Standar Pelayanan Rumah Sakit.
2. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1014/MENKES/SK/XI/2008
tentang Standar Pelayanan Radiologi Diagnostik di Sarana Pelayanan
Kesehatan.
KEBIJAKAN
3. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 129/Menkes/SK/II/2008 tentang
Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit.
4. Keputusan Direksi Rumah Indonesia Sehat Hospital Nomor
008/SPO/VI/2018 tentang Buku Standar Prosedur Operasional dan
Penggunaannya.

1. Pasien/keluarga pasien diberikan penjelasan tentang jenis pemeriksaan,


prosedur pemeriksaan dari awal sampai akhir, resiko pemeriksaan dan
PROSEDUR penanganannya.

2. Setelah pasien/keluarga pasien mengerti dan setuju selanjutnya diminta


untuk mengisi data di lembar informed consent yang telah disediakan.
1. Instalasi Rawat Jalan
2. Instalasi Gawat Darurat
UNIT TERKAIT 3. Instalasi Rawat Inap

33
PENGOPERASIAN PESAWAT TOSHIBA

No. Dokumen No. Revisi Halaman

22/SOP/RAD/18 00
Ditetapkan Oleh
Tanggal terbit
STANDAR
OPERASIONAL
PROSEDUR dr Jacquelyn Anita E. Tasik
Direktur

Alat atau pesawat medik yang terpasang tetap (stasionary) yang digunakan
PENGERTIAN
untuk melakukan diagnosa medis dengan memanfaatkan radiasi sinar-X.

Untuk membantu dokter dalam menegakkan diagnosa suatu penyakit atau


TUJUAN
kelainan di dalam tubuh manusia.

1. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1333/Menkes/SK/XII/1999


tentang Standar Pelayanan Rumah Sakit.
2. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1014/MENKES/SK/XI/2008
tentang Standar Pelayanan Radiologi Diagnostik di Sarana Pelayanan
Kesehatan.
KEBIJAKAN
3. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 129/Menkes/SK/II/2008 tentang
Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit.
4. Keputusan Direksi Rumah Indonesia Sehat Hospital Nomor
008/SPO/VI/2018 tentang Buku Standar Prosedur Operasional dan
Penggunaannya.

34
1. Hidupkan pesawat X-ray dengan menekan tombol hijau saklar utama
(PLN) dan menekan tombol control panel keposisi ON (Perhatikan
lampu indikator, semua harus menyala dengan baik)
2. Pesawat X-ray dapat digunakan setelah lampu indikator ready sudah
berhenti berkedip-kedip (± 15 detik)
3. Melakukan pemeriksaan sinar-X
a. Pasien masuk ke ruang pemeriksaan
b. Memposisikan pasien sesuai permintaan form dari dokter
c. Mengatur tube dengan memencet pada bagian tube (memutar,
PROSEDUR maju, mudur, atas dan bawah) dan mengatur jarak antara tube dan
pasien
d. Mengatur kondisi di control panel dengan memencet tombol kV,
mA, dan sekon
e. Melakukan ekspose dengan cara memencet setengah tombol
ekspose, setelah lampu indikator menyala maka tekan penuh pada
tombol ekspose sampai lampu indikator yang menyala mati.
4. Mematikan pesawat X-ray
a. Posisikan tube menempel pada meja pemeriksaan.
b. Turunkan kondisi kV, mA, dan sekon
1. Instalasi Radiologi
2. IPRS/Maintenance
UNIT TERKAIT

FAKTOR EKSPOSI PESAWAT TOSHIBA

No. Dokumen No. Revisi Halaman

23/SOP/RAD/18 00
Ditetapkan Oleh
Tanggal terbit
STANDAR
OPERASIONAL
PROSEDUR dr Jacquelyn Anita E. Tasik
Direktur

PENGERTIAN Petunjuk untuk pemakaian pesawat stationary Toshiba.

Memudahkan radiografer dalam bekerja, dengan mengetahui faktor eksposi


TUJUAN
pesawat stationary Toshiba.

1. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1333/Menkes/SK/XII/1999


tentang Standar Pelayanan Rumah Sakit.
2. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1014/MENKES/SK/XI/2008
tentang Standar Pelayanan Radiologi Diagnostik di Sarana Pelayanan
Kesehatan.
KEBIJAKAN
3. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 129/Menkes/SK/II/2008 tentang
Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit.
4. Keputusan Direksi Rumah Indonesia Sehat Hospital Nomor
008/SPO/VI/2018 tentang Buku Standar Prosedur Operasional dan
Penggunaannya.

35
OBJECT kV mA s FFD Grid

HEAD/SKULL
1. Cranium AP/Lat 65 200 0,071 90 Yes
2. Water’s (SPN) 70 200 0,071 90 Yes
3. OS Nasal 45 100 0,025 90 No
4. TMJ 65 200 0,071 90 Yes
5. Mandible 65 200 0,071 90 Yes
PROSEDUR 6. Mastiod 65 200 0,071 90 Yes
Lung
1. Chest X-Ray 55/65 100 0,10/0,12 180 Yes
2. Chest Lateral 70/75 100 0,16 180 Yes
3. Infant 48 200 0,04 100 No
4. Child 55 200 0,056 100 Yes
Collumna Vertebralis
1. Cervical 65 100 0,15 100 Grid
2. Thoracal 70 100 0,16 100 Grid
3. Lumbo Sacral 70/85 200 0,18 100 Grid

36
FAKTOR EKSPOSI PESAWAT TOSHIBA

No. Dokumen No. Revisi Halaman

23/SOP/RAD/18 00

OBJECT kV mA s FFD Grid

Shoulder Girdle
1. Clavicula 50 100 0,08 100 No
2. Scapula 55/60 100 0,10 100 No
Pelvic Gridle
1. Pelvic 77 200 0,16 100 Yes
Abdominal
1. BNO/Plain Abd. 70/80 200 0,32 100 Yes
Up Extremity
1. Shoulder Joint 60 100 0,08 90 No
2. Humenus 55 100 0,08 90 No
3. Art. Cubiti 48 100 0,045 90 No
4. Antabrachi 48 100 0,045 90 No
5. Wrist Joint 45 100 0,032 90 No
6. Ossa Manus 43 100 0,03 90 No
Lower Extremity
1. Hip Joint 60 100 0,15 90 Yes
2. Femur 62 100 0,12 90 Yes
3. Knee Joint 53 100 0,05 90 No
4. Cruris 55 100 0,07 90 No
5. Ankle Joint 50 100 0,05 90 No
6. Calcaneus 50 100 0,05 90 No
7. Pedis 50 100 0,05 90 No

Instalasi Radiologi
UNIT TERKAIT

37
PENGOPERASIAN PESAWAT MOBILE UNIT SIEMENS

No. Dokumen No. Revisi Halaman

24/SOP/RAD/18 00
Ditetapkan Oleh
Tanggal terbit
STANDAR
OPERASIONAL
PROSEDUR dr Jacquelyn Anita E. Tasik
Direktur

Alat atau pesawat medik yang terpasang tidak tetap (mobile) yang
PENGERTIAN digunakan untuk melakukan diagnosa medis dengan memanfaatkan radiasi
sinar-X.

Untuk membantu dokter dalam menegakkan diagnosa suatu penyakit atau


TUJUAN
kelainan di dalam tubuh manusia.

1. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1333/Menkes/SK/XII/1999


tentang Standar Pelayanan Rumah Sakit.
2. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1014/MENKES/SK/XI/2008
tentang Standar Pelayanan Radiologi Diagnostik di Sarana Pelayanan
Kesehatan.
KEBIJAKAN
3. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 129/Menkes/SK/II/2008 tentang
Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit.
4. Keputusan Direksi Rumah Indonesia Sehat Hospital Nomor
008/SPO/VI/2018 tentang Buku Standar Prosedur Operasional dan
Penggunaannya.
1. Proses Menghidupkan Pesawat
a. Sambungkan steker ke sumber arus listrik.
b. Kemudian LV (line voltage) dinaikkan.
PROSEDUR c. Tekan tombol ON pada control table ( )
d. Tunggu beberapa saat hingga layar indikasi KV dan mAs di control
table menyala (muncul nilai KV dan mAs).
e. Pesawat siap digunakan.

38
PENGOPERASIAN PESAWAT MOBILE UNIT SIEMENS

No. Dokumen No. Revisi Halaman

24/SOP/RAD/18 00
2. Proses Pengoperasian Pesawat
a. Atur posisi tube dan jarak antara tube dengan pasien, sesuai dengan
jenis pemeriksaan yang diinginkan.
b. Atur kondisi pemotretan (KV, mAs) sesuai dengan pemeriksaan dan
ketebalan objek yang diperiksa.
c. Tekan separuh tombol exposure selama 2,5-5s, lalu tekan sampai
penuh dan terdengar bunyi khas yang menandakan sinar X sudah
PROSEDUR dihasilkan.

3. Proses mematikan pesawat


a. Tekan tombol OFF pada control table ( )
b. Kemudian LV (line voltage) diturunkan.
c. Posisi tube diatur pada tempat yang semestinya.
d. Cabut steker dari sumber listrik, rapikan kabel, pesawat
dikembalikan pada tempat penyimpananannya.
1. Instalasi Radiologi
2. IPRS/Maintenance
UNIT TERKAIT

39
FAKTOR EKSPOSI PESAWAT MOBILE UNIT SIEMENS

No. Dokumen No. Revisi Halaman

25/SOP/RAD/18 00
Ditetapkan Oleh
Tanggal terbit
STANDAR
OPERASIONAL
PROSEDUR dr Jacquelyn Anita E. Tasik
Direktur

PENGERTIAN Petunjuk untuk pemakaian pesawat mobile unit Siemens.

Memudahkan radiografer dalam bekerja, dengan mengetahui faktor eksposi


TUJUAN
pesawat mobile unit siemens.

1. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1333/Menkes/SK/XII/1999


tentang Standar Pelayanan Rumah Sakit.
2. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1014/MENKES/SK/XI/2008
tentang Standar Pelayanan Radiologi Diagnostik di Sarana Pelayanan
Kesehatan.
KEBIJAKAN
3. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 129/Menkes/SK/II/2008 tentang
Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit.
4. Keputusan Direksi Rumah Indonesia Sehat Hospital Nomor
008/SPO/VI/2018 tentang Buku Standar Prosedur Operasional dan
Penggunaannya.

Pemeriksaan KV mAs Keterangan


Thorax PA 58-63 10-12.5 Grid (+)
Thorax Lateral 66-72 32-40 Grid (+)
PROSEDUR Thorax AP (anak) 50-52 6.3-8 none
Thorax Lateral (anak) 52-55 8-12.5 none
Schedel AP 66-70 20-35 Grid (+)
Schedel Lateral 66-70 16-20 Grid (+)
SPN Waters 70-77 25-32 Grid (+)

40
FAKTOR EKSPOSI PESAWAT MOBILE UNIT SIEMENS

No. Dokumen No. Revisi Halaman

25/SOP/RAD/18 00

Pemeriksaan KV mAs Keterangan


Cervical AP 57-60 10-12.5 Grid (+)
Cervical Lateral 57-60 12.5-16 Grid (+)
Thoracal AP 63-70 12.5-16 Grid (+)
Thoracal Lateral 70-77 32-50 Grid (+)
Lumbal AP 68-70 40-64 Grid (+)
Lumbal Lateral 77-81 64-80 Grid (+)
Abdomen 63-66 40-64 Grid (+)
Pelvis 66-70 40-64 Grid (+)
Femur AP 63-66 16-25 Grid (+)
Femur Lateral 63-66 16-25 Grid (+)
Genu AP 55-57 8-12.5 none
Genu Lateral 55-57 8-12.5 none
Cruris AP 52-55 6.4-10 none
Cruris Lateral 52-55 6.4-10 none
Ankle AP 50-52 6.4-8 none
Ankle Lateral 50-52 6.4-8 none
Pedis AP 48-52 5.-8 none
Pedis Oblique 48-52 5.-8 none

Instalasi Radiologi
UNIT TERKAIT

41
PEMELIHARAAN PESAWAT RONTGEN DIAGNOSTIK

No. Dokumen No. Revisi Halaman

26/SOP/RAD/18 00
Ditetapkan Oleh
Tanggal terbit
STANDAR
OPERASIONAL
PROSEDUR dr Jacquelyn Anita E. Tasik
Direktur

PENGERTIAN Petunjuk perawatan dan perbaikan pesawat rongent diagnostik.

1. Memudahkan pelaksanaan perawatan dan perbaikan pesawat apabila


TUJUAN dibutuhkan.
2. Menjaga kondisi pesawat tetap baik dan siap digunakan.

1. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1333/Menkes/SK/XII/1999


tentang Standar Pelayanan Rumah Sakit.
2. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1014/MENKES/SK/XI/2008
tentang Standar Pelayanan Radiologi Diagnostik di Sarana Pelayanan
Kesehatan.
KEBIJAKAN
3. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 129/Menkes/SK/II/2008 tentang
Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit.
4. Keputusan Direksi Rumah Indonesia Sehat Hospital Nomor
008/SPO/VI/2018 tentang Buku Standar Prosedur Operasional dan
Penggunaannya.
1. Apabila terjadi kerusakan yang harus dilakukan adalah sebagai berikut :
a. Petugas yang bertugas mencatat kerusakan yang terjadi pada pesawat
serta tanggal dan jam kerusakan terjadi pada buku komunikasi dan
laporan kerusakan pesawat.
PROSEDUR b. Petugas melaporkan kerusakan pesawat kepada kepala intalasi atau
pelaksana harian.
c. Kemudian memberikan laporan dan meminta perbaikan pada bagian
IPSRS (sarana).
d. Menghubungi petugas teknisi PT terkait.

Instalasi Radiologi
UNIT TERKAIT

42
USG RADIOLOGI

No. Dokumen No. Revisi Halaman

27/SOP/RAD/18 00
Ditetapkan Oleh
Tanggal terbit
STANDAR
OPERASIONAL
PROSEDUR dr Jacquelyn Anita E. Tasik
Direktur

1. Pemeriksaan USG menggunakan gelombang suara yang frekuensinya


1–10 MHz (1–10 juta Hz).
2. Gelombang suara frekuensi tinggi tersebut dihasilkan dari Kristal-
kristal yang terdapat dalam suatu alat yang disebut tranduser.
Perubahan bentuk akibat gaya mekanis pada Kristal, akan
PENGERTIAN
menimbulkan tegangan listrik. Fenomena ini disebut efek Piezo-
Electric. Bentuk Kristal juga akan berubah bila dipengaruhi oleh medan
listrik. Sesuai dengan polaritas medan listrik yang melaluinya, Kristal
akan mengembang dan mengkerut, maka akan dihasilkan gelombang
suara frekuensi tinggi.
Untuk membantu menegakkan diagnosis dalam berbagai kelainan organ
TUJUAN tubuh.

1. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1333/Menkes/SK/XII/1999


tentang Standar Pelayanan Rumah Sakit.
2. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1014/MENKES/SK/XI/2008
tentang Standar Pelayanan Radiologi Diagnostik di Sarana Pelayanan
Kesehatan.
KEBIJAKAN
3. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 129/Menkes/SK/II/2008 tentang
Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit.
4. Keputusan Direksi Rumah Indonesia Sehat Hospital Nomor
008/SPO/VI/2018 tentang Buku Standar Prosedur Operasional dan
Penggunaannya.
1. Persiapan Pasien
a. USG Abdomen : hepar, kandung empedu, limpa/lien, pankreas,
aorta, ginjal.
1) Puasa 8 jam sebelum pemeriksaan.
2) Setelah makan malam hanya minum air putih.
PROSEDUR 3) Tidak makan atau minum apa-apa setelah tengah malam.
4) Minum air putih 30 menit sebelum pemeriksaan atau menahan
buang air kecil (BAK) sampai pemeriksaan selesai.
5) Pada bayi jika kondisinya memungkinkan-tidak boleh
mendapatkan apapun lewat mulut Selama 2 – 4 jam sebelum
pemeriksaan dilakukan.

43
USG RADIOLOGI

No. Dokumen No. Revisi Halaman

27/SOP/RAD/18 00
b. USG payudara, thyroid, prostat, testis, hernia, scrotali
Tidak ada persiapan khusus.
c. USG Vaskular
Tidak ada persiapan khusus.

2. Pemakaian Alat
a. Memilih Transduser
Atur transduser yang akan dipakai sesuai pemeriksaan.
b. Nyalakan alat dan tunggu beberapa menit, agar alat stabil.
c. Meskipun pada transduser ada indikatornya, petugas radiologi tetap
perlu mengecek suara visual sisi transduser mana yang
menghasilkan gambar USG. Pengecekan dilakukan dengan cara
menempelkan satu jari tangan pada salah satu ujung transduser dan
PROSEDUR melihat apa yang tampak pada layar.
d. Masukan data pasien.
e. Oleskan jelly di permukaan kulit bagian tubuh pasien yang akan
diperiksa. Jelly digunakan sebagai media perantara sehingga tidak
ada udara antara transduser/probe dan permukaan kulit.
f. Lakukan skening dengan menempelkan transduser pada permukaan
tubuh yang hendak diperiksa.
g. Gambar yang diinginkan dapat di set/diberi keterangan sesuai
keterangan.
h. Cetak hasil.
i. Bersihkan transduser/probe setiap selesai pemeriksaan dengan
tissue kering.
j. Matikan alat jika sudah tidak digunakan, dengan menekan tombol
power off.

Instalasi Radiologi
UNIT TERKAIT

44
TEKNIK PEMERIKSAAN CRANIUM

No. Dokumen No. Revisi Halaman

28/SOP/RAD/18 00 1/1
Ditetapkan Oleh
Tanggal terbit
STANDAR
OPERASIONAL
PROSEDUR dr Jacquelyn Anita E. Tasik
Direktur

Teknik radiografi kepala umum merupakan pemeriksaan radiografi kepala


untuk mengetahui keadaan kepala secara umum dari aspek depan (antero
PENGERTIAN
posterior) atau aspek belakang (postero anterior), dan aspek samping
(lateral).
Untuk memperlihatkan adanya fraktur, adanya tekanan intrakranial yang
TUJUAN
meninggi dengan terbukanya sutura serta sella tursica yang melebar.
1. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1333/Menkes/SK/XII/1999
tentang Standar Pelayanan Rumah Sakit.
2. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1014/MENKES/SK/XI/2008
tentang Standar Pelayanan Radiologi Diagnostik di Sarana Pelayanan
Kesehatan.
KEBIJAKAN
3. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 129/Menkes/SK/II/2008 tentang
Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit.
4. Keputusan Direksi Rumah Indonesia Sehat Hospital Nomor
008/SPO/VI/2018 tentang Buku Standar Prosedur Operasional dan
Penggunaannya.
1. Petugas menyiapkan diri dan alat sesuai dgn SOP sebelum melakukan
tindakan terhadap pasien.

2. Pasien disiapkan sesuai dengan jenis pemeriksaan yang akan dilakukan.

3. Proyeksi Antero Posterior (AP)


a. Teknik Pengambilan Gambar
1) Pasien erect atau supine di atas meja pemeriksaan, dengan Mid
Sagital Plane (MSP) tubuh tepat pada Mid Line cassete.
2) Kepala diposisikan AP, dengan menempatkan :
3) Mid Sagital Plane (MSP) kepala tegak lurus pada bidang film.
PROSEDUR
4) Orbito Meatal Line (OML) tegak lurus dengan bidang film.
5) Pastikan tidak terjadi perputaran pada objek kepala.
Atur Central Ray tegak lurus bidang film tepat di pertengahan
film, dengan menyalakan lampu kolimator dan batasi luas
lapangan penyinaran sesuai dengan besarnya objek.
6) Atur Central Point tepat pada Glabella atau pada Nasion.
7) Jika sudah siap seluruhnya, lakukan eksposi dengan faktor
eksposi yang telah disesuaikan untuk pemotretan Cranium
proyeksi AP.
8) Pasien di instruksikan untuk tidak bergerak pada saat eksposi.
9) Selesai eksposi lanjutkan proses pencetakan film.

45
TEKNIK PEMERIKSAAN CRANIUM

No. Dokumen No. Revisi Halaman

28/SOP/RAD/18 00
b. Kriteria Gambaran
1) Seluruh kepala tampak pada proyeksi antero posterior, batas
atas Verteks, batas bawah Simphysis Menti, kedua sisi tidak
terpotong.
2) Kepala simetris : jarak batas Orbita dengan lingkar kepala
sama kiri dan kanan.
3) Tampak Sinus Frontalis, Sinus Maksilaris, Sinus Ethmoidalis,
dan Crista Galli.
4) Os Frontalis tampak jelas.
5) Marker R/L harus tervisualisasi.

4. Proyeksi Lateral
a. Teknik Pengambilan Gambar
1) Pasien erect atau tidur pada posisi semiprone di atas
meja pemeriksaan, dengan Mid Sagital Plane (MSP) tubuh tepat
pada Mid Line cassete.
PROSEDUR 2) Kepala diposisikan lateral, dengan menempatkan :
3) Mid Sagital Plane (MSP) kepala sejajar pada bidang film.
4) Infra Orbito Meatal Line (IOML) sejajar dengan bidang film.
5) Inter Pupillary Line (IPL) tegak lurus dengan bidang film.
6) Atur Central Ray tegak lurus bidang film tepat di pertengahan
film, dengan menyalakan lampu kolimator dan batasi luas
lapangan penyinaran sesuai dengan besarnya objek.
7) Atur Central Point tepat pada daerah 5 cm di
atas Meatus Acusticus Externa (MAE), dengan
memposisikan daerah tersebut tepat di pertengahan bidang film.
8) Jika sudah siap seluruhnya, lakukan eksposi dengan
faktor eksposi yang telah disesuaikan untuk pemotretan
kepala proyeksi lateral.
9) Pasien di instruksikan untuk tidak bergerak pada saat eksposi.
10) Selesai eksposi lanjutkan proses pencetakan film.

46
TEKNIK PEMERIKSAAN CRANIUM

No. Dokumen No. Revisi Halaman

28/SOP/RAD/18 00
b. Kriteria Gambaran
1) Seluruh Cranium lateral batas atas Vertex, batas belakang Os
Occipital, batas depan soft tissue hidung.
2) Sella Tursica tidak berotasi.
3) PCP & PCA , Dorsum Sellae.
4) Ramus Mandibula superposisi.
5) Mastoid superposisi.
6) Meatus Acusticus Externa (MAE) superposisi.
7) Marker R/L tervisualisasi.

5. Proyeksi Postero Anterior (PA)


a. Teknik Pengambilan Gambar
1) Posisi pasien erect atau prone di atas meja pemeriksaan,
dengan Mid Sagital Plane (MSP) tubuh tepat
pada Mid Line cassete.
2) Kepala diposisikan PA, dengan menempatkan :
3) Dahi dan hidung menempel sejajar pada bidang film.
4) Meatus Acusticus Externa (MSP) kepala tegak lurus pada
bidang film.
PROSEDUR 5) Orbito Meatal Line (OML) tegak lurus dengan bidang film.
6) Atur Central Ray tegak lurus bidang film tepat di pertengahan
film, dengan menyalakan lampu kolimator dan batasi luas
lapangan penyinaran sesuai dengan besarnya objek.
7) Atur Central Point pada Parieto Occipital menembus
Glabella atau Nasion.
8) Jika sudah siap seluruhnya, lakukan eksposi dengan faktor
eksposi yang telah di sesuaikan untuk pemotretan Cranium
proyeksi PA.
9) Pasien disesuaikan untuk tidak bergerak pada saat eksposi.
10) Selesai eksposi lanjutkan proses pencetakan film.

b. Kriteria Gambaran
1) Keseluruhan Cranium dengan batas atas Vertex, batas bawah
Simphysis Menti, bagian samping kanan dan kiri kepala
tidak terpotong.
2) Tampak Sinus Frontalis, Sinus Maksilaris, Sinus Ethmoidalis.
3) Tampak Dorsum sellae, PCA, Crista Galli, lingkar Orbita.
4) Jarak batas lateral kepala simetris.
5) Marker R/L tervisualisasi.

47
Instalasi Radiologi
UNIT TERKAIT

TEKNIK PEMERIKSAAN SINUS PARANASAL

No. Dokumen No. Revisi Halaman

29/SOP/RAD/18 00
Ditetapkan Oleh
Tanggal terbit
STANDAR
OPERASIONAL
PROSEDUR dr Jacquelyn Anita E. Tasik
Direktur

Pemeriksaan radiografi sinus paranasal (SPN) adalah pemeriksaan rongga


yang berisi udara yang terdapat di tulang kepala (cranium) terdapat empat
jenis sinus yang disebut dengan sinus paranasal. Adapun nama-nama dari
PENGERTIAN sinus itu adalah sinus maksilaris yang terdapat di tulang maksila, sinus
frontalis yang terdapat pada tulang frontal, sinus ethmoidalis yang terdapat
pada tulang ethmoidal, sinus sphenoidalis terdapat di bawah tulang sella
tursica di bagian tengah cranium.

Untuk memperlihatkan struktur sinus paranasal, septumnasi, konka nasalis


TUJUAN
dan adenoid.

1. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1333/Menkes/SK/XII/1999


tentang Standar Pelayanan Rumah Sakit.
2. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1014/MENKES/SK/XI/2008
tentang Standar Pelayanan Radiologi Diagnostik di Sarana Pelayanan
Kesehatan.
KEBIJAKAN
3. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 129/Menkes/SK/II/2008 tentang
Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit.
4. Keputusan Direksi Rumah Indonesia Sehat Hospital Nomor
008/SPO/VI/2018 tentang Buku Standar Prosedur Operasional dan
Penggunaannya.

48
TEKNIK PEMERIKSAAN SINUS PARANASAL

No. Dokumen No. Revisi Halaman

29/SOP/RAD/ 00

1. Petugas menyiapkan diri dan alat sesuai dgn SOP sebelum melakukan
tindakan terhadap pasien.

2. Pasien disiapkan sesuai dengan jenis pemeriksaan yang akan dilakukan.

3. Proyeksi Postero Anterior (PA)/(Water’s Method)


a. Teknik Pengambilan Gambar
PROSEDUR
1) Pasien diminta untuk berdiri menghadap stand cassete dengan
Mid Sagital Plane (MSP) tubuh tepat pada Mid Line cassete.
2) Ekstensikan kepala pada posisi yang benar.
3) Atur kepala dan dagu sehingga Mid Sagital Plane (MSP) tegak
lurus pada bidang film.
4) Atur kepala sehingga Orbito Meatal Line (OML) membentuk
sudut 37° dari bidang film.

49
5) Atur Central Ray horizontal tegak lurus bidang film tepat di
pertengahan film, dengan menyalakan lampu kolimator dan
batasi luas lapangan penyinaran sesuai dengan besarnya objek.
6) Atur Central Point tepat Parieto Occipital menembus
Acanthion.
7) Jika sudah siap seluruhnya, lakukan eksposi dengan faktor
eksposi yang telah disesuaikan untuk pemotretan Sinus
Paranasal proyeksi PA (water’s).
8) Pasien diinstruksikan untuk tidak bergerak pada saat eksposi.
9) Selesai eksposi lanjutkan proses pencetakan film.

b. Kriteria Gambaran
1) Tampak Sinus Maxillaris.
2) Tampak Fossa Nasalis.
3) Sinus Frontalis dan Sinus Ethmoidalis distorsi.
4) Jarak batas lateral Orbita dengan batas lateral kepala kiri dan
kanan sama simetris.
5) Petrus Ridge terproyeksi di bawah Maxillaris.
6) Batas kolimasi sesuai dengan besarnya objek.
7) Marker R / L tervisualisasi.

4. Proyeksi Lateral
a. Teknik Pengambilan Gambar
1) Pasien diminta untuk berdiri menghadap stand cassete,
posisikan oblique.
2) Kepala diposisikan lateral, dengan menempatkan :
3) Mid Sagital Plane (MSP) kepala sejajar pada bidang film.
4) Infra Orbita Meatal Line (IOML), sejajar dengan bidang film.
5) Inter Papillary Line (IPL) tegak lurus dengan bidang film.
6) Atur Central Ray horizontal tegak lurus bidang film tepat di
pertengahan film, dengan menyalakan lampu kolimator dan
batasi luas lapangan penyinaran sesuai dengan besarnya objek.
7) Atur Central Point 2,5 cm posterior dari Outer Chantus,
dengan memposisikan daerah tersebut tepat di pertengahan
bidang film.
8) Jika sudah siap seluruhnya, lakukan eksposi dengan faktor
eksposi yang telah disesuaikan untuk pemotretan Sinus
Paranasal proyeksi lateral.
9) Pasien diinstruksikan untuk tidak bergerak pada saat eksposi.
10) Selesai eksposi lanjutkan proses pencetakan film.

b. Kriteria Gambaran
1) Sinus Frontalis, Sinus Maxillaris, Sinus Sphenoidalis tercakup.
2) Sella Tursica terproyeksi tanpa rotasi.
3) Cekungan Orbita dan Ramus Mandibula superposisi.
4) Batas kolimasi sesuai dengan besar objek.
5) Marker R / L harus tervisualisasi.

50
TEKNIK PEMERIKSAAN SINUS PARANASAL

No. Dokumen No. Revisi Halaman

29/SOP/RAD/18 00
5. Proyeksi Postero Anterior (PA)/(Caldwell)
a. Teknik Pengambilan Gambar :
1) Pasien diminta untuk berdiri menghadap stand cassete dengan
Mid Sagital Plane (MSP) tubuh tepat pada Mid Line cassete.
2) Letakkan hidung dan dahi pasien menempel pada cassete.
3) Atur hidung dan dahi sehingga Mid Sagital Plane (MSP) tegak
lurus pada bidang film.
4) Atur Central Ray horizontal tegak lurus bidang film tepat di
pertengahan film, dengan menyalakan lampu kolimator dan
batasi luas lapangan penyinaran sesuai dengan besarnya objek.
5) Atur Central Point tepat Parieto Occipital menembus
Acanthion.
6) Jika sudah siap seluruhnya, lakukan eksposi dengan faktor
eksposi yang telah disesuaikan untuk pemotretan Sinus
Paranasal proyeksi PA (Caldwell).
PROSEDUR
7) Pasien diinstruksikan untuk tidak bergerak pada saat eksposi.
8) Selesai eksposi lanjutkan proses pencetakan film.

b. Kriteria Gambaran
1) Sinus Frontalis tampak jelas terproyeksi di atas
Sutura Frontonasal.
2) Sinus Ethmoidalis dan Sinus Sphenoidalis tampak jelas,
Ethmoidal Air Cells terproyeksi di atas Petrous Ridge.
3) Petrous Ridge kiri dan kanan simetris terproyeksi di
Quadrant ke 3.
4) Jarak batas lateral Orbita dengan batas lateral kepala kiri
dan kanan sama (simetris).
5) Batas kolimasi sesuai dengan besar objek.
6) Marker R / L harus tervisualisasi.

Instalasi Radiologi
UNIT TERKAIT

51
TEKNIK PEMERIKSAAN VERTEBRAE CERVICAL

No. Dokumen No. Revisi Halaman

30/SOP/RAD/18 00
Ditetapkan Oleh
Tanggal terbit
STANDAR
OPERASIONAL
PROSEDUR dr Jacquelyn Anita E. Tasik
Direktur

Vertebrae Cervical adalah bagian dari tulang belakang yang berada diposisi
PENGERTIAN
proximal dari Vertebrae Thoracal.

Untuk mengetahui kelainan anatomi organ tulang belakang Vertebrae


TUJUAN
Cervical.

1. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1333/Menkes/SK/XII/1999


tentang Standar Pelayanan Rumah Sakit.
2. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1014/MENKES/SK/XI/2008
tentang Standar Pelayanan Radiologi Diagnostik di Sarana Pelayanan
Kesehatan.
KEBIJAKAN
3. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 129/Menkes/SK/II/2008 tentang
Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit.
4. Keputusan Direksi Rumah Indonesia Sehat Hospital Nomor
008/SPO/VI/2018 tentang Buku Standar Prosedur Operasional dan
Penggunaannya.
1. Petugas menyiapkan diri dan alat sesuai dgn SOP sebelum melakukan
tindakan terhadap pasien.

2. Pasien disiapkan sesuai dengan jenis pemeriksaan yang akan dilakukan.

3. Proyeksi Antero Posterior (AP) Axial


a. Teknik Pengambilan Gambar
1) Pasien diminta untuk berdiri membelakangi stand
cassete dengan Mid Sagital Plane (MSP) tubuh tepat pada
Mid Line cassete.
2) Ekstensikan dagu pasien sehingga Occlusal Plane tegak lurus
PROSEDUR
terhadap stand cassete.
3) Atur Central Ray 15° - 20° Cranial, dengan menyalakan
lampu kolimator dan batasi luas lapangan penyinaran sesuai
dengan besarnya objek.
4) Atur Central Point pada Cervical ke-4 (Cartilage Tyroid).
5) Jika sudah siap seluruhnya, lakukan eksposi dengan faktor
eksposi yang telah disesuaikan untuk pemotretan Cervical
proyeksi AP Axial.
6) Pasien diinstruksikan untuk tidak bergerak pada saat eksposi.
7) Selesai eksposi lanjutkan proses pencetakan film.

52
TEKNIK PEMERIKSAAN VERTEBRAE CERVICAL

No. Dokumen No. Revisi Halaman

30/SOP/RAD/18 00
b. Kriteria Gambaran
1) Area terlihat dari Cevical III sampai Thoracal II dan tampak soft
tissue di sekitarnya.
2) Bayangan Mandibula, Occiput superimposisi di atas Atlas dan
sebagian besar dari Axis.
3) Diskus Intervertebralis nya terbuka.
4) Jarak Prosesus Spinosus sama jauhnya dari kedua pedikel dan
berada pada pertengahan Corpus Cervical.
5) Jarak Angulus Mandibula dan Prosesus Mastoid sama jauhnya
dari Vertebrae.
6) Marker R / L harus tervisualisasi.

4. Proyeksi Lateral
a. Teknik Pengambilan Gambar
1) Atur pertengahan Mid Coronal Plane (MCP) tubuh tepat pada
Mid Line cassete.
2) Atur kedua tangan pasien dibelakang tubuh dan ditarik kebawah
agar kedua bahu dalam satu garis horizontal.
3) Ekstensikan dagu agar Ramus Mandibula dan tulang Cervical
tidak superimposisi.
4) Atur Central Ray horizontal tegak lurus bidang film, dengan
menyalakan lampu kolimator dan batasi luas lapangan
penyinaran sesuai dengan besarnya objek.
5) Atur Central Point pada Cervical ke-4 (Cartilage Tyroid).
6) Jika sudah siap seluruhnya, lakukan eksposi dengan faktor
eksposi yang telah disesuaikan untuk pemotretan Cervical
proyeksi lateral.
7) Pasien diinstruksikan untuk tidak bergerak pada saat eksposi.
8) Selesai eksposi lanjutkan proses pencetakan film.

b. Kriteria Gambaran
1) Ketujuh Cervical terlihat.
2) Leher ekstensi sehingga Ramus Mandibula tidak overlapping
dengan Atlas atau Axis.
3) Tidak ada rotasi atau tilting dari Cervical yang mencakup
terbukanya Zygapophysial Joint dan Diskus Intervertebralis.
4) Tampak bentuk Prosesus Spinosus.
5) Cervical IV berada di pertengahan cassete.
6) Terlihat tulang dan soft tissue secara detail.
7) Marker R / L harus tervisualisasi.

53
TEKNIK PEMERIKSAAN VERTEBRAE CERVICAL
No. Dokumen No. Revisi Halaman

30/SOP/RAD/18 00 3/3
5. Right Posterior Oblique (RPO) dan Left Posterior Oblique (LPO)
a. Teknik Pengambilan Gambar
1) Pasien diminta untuk berdiri membelakangi stand casete.
2) Atur tubuh pasien dalam posisi RPO atau LPO sehingga
membentuk sudut 45° terhadap stand casete.
3) Ekstensikan dagu pasien sehingga Mandibula tidak superimposisi
dengan Cervical.
4) Atur Central Ray 15° - 20° Cranial, dengan menyalakan lampu
kolimator dan batasi luas lapangan penyinaran sesuai dengan
besarnya objek.
5) Atur Central Point pada Cervical ke-4 (Cartilage Tyroid).
6) Jika sudah siap seluruhnya, lakukan eksposi dengan faktor
eksposi yang telah disesuaikan untuk pemotretan Cervical
proyeksi AP Axial Oblique (RPO dan LPO).
7) Pasien diinstruksikan untuk tidak bergerak pada saat eksposi.
8) Selesai eksposi lanjutkan proses pencetakan film.

b. Kriteria Gambaran
1) Terbukanya Intervertebral Foramina yang terjauh dari cassete,
dari Cervical II-III sampai Cervical VII-Thoracal I.
2) Terbukanya Diskus Intervertebralis.
3) Diekstensikannya dagu sehingga tidak overlaping Atlas dan Axis.
4) Tulang Occipital tidak overlapping dengan Axis.
5) Marker R / L harus tervisualisasi.

54
TEKNIK PEMERIKSAAN VERTEBRAE THORACAL

No. Dokumen No. Revisi Halaman

31/SOP/RAD/18 00
Ditetapkan Oleh
Tanggal terbit
STANDAR
OPERASIONAL
PROSEDUR dr Jacquelyn Anita E. Tasik
Direktur

Vertebrae Thoracal adalah bagian dari tulang belakang yang dibatasi oleh
PENGERTIAN Vertebrae Cervical di bagian proximal dan Vertebrae Lumbal di bagian
distal.

Untuk mengetahui kelainan anatomi organ tulang belakang Vertebrae


TUJUAN
Thoracal.

1. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1333/Menkes/SK/XII/1999


tentang Standar Pelayanan Rumah Sakit.
2. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1014/MENKES/SK/XI/2008
tentang Standar Pelayanan Radiologi Diagnostik di Sarana Pelayanan
Kesehatan.
KEBIJAKAN
3. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 129/Menkes/SK/II/2008 tentang
Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit.
4. Keputusan Direksi Rumah Indonesia Sehat Hospital Nomor
008/SPO/VI/2018 tentang Buku Standar Prosedur Operasional dan
Penggunaannya.
1. Petugas menyiapkan diri dan alat sesuai dgn SOP sebelum melakukan
tindakan terhadap pasien.

2. Pasien disiapkan sesuai dengan jenis pemeriksaan yang akan dilakukan.

3. Proyeksi Antero Posterior (AP)


a. Teknik Pengambilan Gambar
1) Pasien dalam keadaan supine di atas meja pemeriksaan atau
pasien dalam kondisi erect dengan tubuh menempel pada stand
cassete.
PROSEDUR 2) Jika pasien supine maka letakkan kepala di atas meja
pemeriksaan atau di atas bantal tipis untuk mencegah
penambahan dorsal kyphosis.
3) Pertengahan Mid Sagital Plane (MSP) tubuh pada Mid Line
cassete.
4) Letakkan kedua tangan pasien disamping tubuh dan atur kedua
Shoulder dalam bidang horizontal yang sama.
5) Fleksikan Hips dan Kness secukupnya sehingga bagian
belakang kontak dengan meja dan juga untuk mengurangi
dorsal kyphosis.

55
TEKNIK PEMERIKSAAN VERTEBRAE THORACAL

No. Dokumen No. Revisi Halaman

31/SOP/RAD/18 00
6) Atur Central Ray tegak lurus bidang film, dengan menyalakan
lampu kolimator dan batasi luas lapangan penyinaran sesuai
dengan besarnya objek.
7) Atur Central Point pada Vertebrae Thoracal ke 7 sekitar 3 - 4
inchi distal dari Jugular.
8) Gunakan selalu heel effect untuk menambah densitas yang
merata dengan posisi katoda mengarah ke kaki sehingga
persentase radiasi yang besar menembus sisi yang tebal.
9) Jika sudah siap seluruhnya, lakukan eksposi dengan faktor
eksposi yang telah disesuaikan untuk pemotretan Thoracal
proyeksi AP.
10) Pasien diinstruksikan untuk tidak bergerak pada saat eksposi.
11) Selesai eksposi lanjutkan proses pencetakan film.

b. Kriteria Gambaran
1) Tampak jelas ke 12 Vertebrae Thoracal.
2) Tampak adanya kolimasi (pembatasan luas lapangan
penyinaran) sesuai dengan objek yang diperiksa.
3) Processus Spinosus dalam satu garis pada Vertebrae.
4) Marker R / L harus tervisualisasi.

4. Proyeksi Lateral
a. Teknik Pengambilan Gambar
1) Pasien diposisikan true lateral ke arah yang di periksa, dengan
kepala di atas bantal tipis dan knee difleksikan.
2) Atur Mid Coronal Plane (MCP) tubuh tegak lurus dengan meja
pemeriksaan.
3) Atur kedua arm, taruh di belakang kepala.
4) Atur Central Ray tegak lurus bidang film, dengan menyalakan
lampu kolimator dan batasi luas lapangan penyinaran sesuai
dengan besarnya objek.
5) Atur Central Point pada Vertebrae Thoracal ke 7 sekitar 3 - 4
inchs distal dari Jugular.
6) Gunakan selalu heel effect untuk menambah densitas yang
merata dengan posisi katoda mengarah ke kaki sehingga
persentase radiasi yang besar menembus sisi yang tebal.
7) Jika sudah siap seluruhnya, lakukan eksposi dengan faktor
eksposi yang telah disesuaikan untuk pemotretan Thoracal
proyeksi lateral.
8) Pasien diinstruksikan untuk tidak bergerak pada saat eksposi.
9) Selesai eksposi lanjutkan proses pencetakan film.

56
TEKNIK PEMERIKSAAN VERTEBRAE THORACAL

No. Dokumen No. Revisi Halaman

31/SOP/RAD/18 00
b. Kriteria Gambaran
1) Tampak jelas gambaran Thoracal lateral yang menembus Ribs
dan paru-paru.
2) Tampak ke 12 Vertebrae Thoracal, karena bagian atas Vertebrae
PROSEDUR Thoracal biasanya tergambar kurang jelas maka film bisa di
geser ke bawah sehingga L 1 dan L 2 tergambar.
3) Tampak adanya kolimasi (pembatasan luas lapangan
penyinaran) sesuai dengan objek yang diperiksa.
4) Marker R / L harus tervisualisasi.

Instalasi Radiologi
UNIT TERKAIT

57
TEKNIK PEMERIKSAAN VERTEBRAE LUMBAL

No. Dokumen No. Revisi Halaman

32/SOP/RAD/18 00
Ditetapkan Oleh
Tanggal terbit
STANDAR
OPERASIONAL
PROSEDUR dr Jacquelyn Anita E. Tasik
Direktur

Vertebrae Lumbal adalah bagian dari tulang belakang yang dibatasi oleh
PENGERTIAN
Vertebrae Thoracal di bagian proximal dan Sacrum di bagian distal.

Untuk mengetahui kelainan anatomi organ tulang belakang Vertebrae


TUJUAN
Lumbal.

1. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1333/Menkes/SK/XII/1999


tentang Standar Pelayanan Rumah Sakit.
2. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1014/MENKES/SK/XI/2008
tentang Standar Pelayanan Radiologi Diagnostik di Sarana Pelayanan
Kesehatan.
KEBIJAKAN
3. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 129/Menkes/SK/II/2008 tentang
Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit.
4. Keputusan Direksi Rumah Indonesia Sehat Hospital Nomor
008/SPO/VI/2018 tentang Buku Standar Prosedur Operasional dan
Penggunaannya.
1. Petugas menyiapkan diri dan alat sesuai dgn SOP sebelum melakukan
tindakan terhadap pasien.

2. Pasien disiapkan sesuai dengan jenis pemeriksaan yang akan dilakukan.

3. Proyeksi Antero Posterior (AP)


a. Teknik Pengambilan Gambar
1) Pasien dalam keadaan supine di atas meja pemeriksaan atau
pasien dalam kondisi erect dengan tubuh menempel pada stand
cassete.
2) Jika pasien supine maka letakkan kepala di atas meja
PROSEDUR
pemeriksaan atau di atas bantal tipis untuk mencegah
penambahan dorsal kyphosis.
3) Pertengahan Mid Sagital Plane (MSP) tubuh pada Mid Line
cassete.
4) Letakkan kedua tangan pasien disamping tubuh dan atur kedua
Shoulder dalam bidang horizontal yang sama.
5) Fleksikan Hips dan Kness secukupnya sehingga bagian
belakang kontak dengan meja dan juga untuk mengurangi
dorsal kyphosis.

58
TEKNIK PEMERIKSAAN VERTEBRAE LUMBAL

No. Dokumen No. Revisi Halaman

32/SOP/RAD/18 00
6) Atur Central Ray tegak lurus bidang film, dengan menyalakan
lampu kolimator dan batasi luas lapangan penyinaran sesuai
dengan besarnya objek.
7) Atur Central Point diantara Lumbal 4 – 5 atau setinggi Crista
Illiaca.
8) Atur Central Point diantara Lumbal 4 – 5 atau setinggi Crista
Illiaca.
9) Batas atas processus xyphoideus dan batas bawah symphisis
pubis.
10) Jika sudah siap seluruhnya, lakukan eksposi dengan faktor
eksposi yang telah disesuaikan untuk pemotretan Lumbo-sacral
proyeksi AP.
11) Pasien diinstruksikan untuk tidak bergerak pada saat eksposi.
12) Selesai eksposi lanjutkan proses pencetakan film.

b. Kriteria Gambaran
1) Tampak Vertebrae Lumbal sampai Sacrum.
2) Processus Transversus kanan dan kiri berjarak sama.
3) Processus Spinosus dalam satu garis pada Vertebrae.
4) Tampak adanya kolimasi (pembatasan luas lapangan
penyinaran) sesuai dengan objek yang diperiksa.
5) Marker R / L harus tervisualisasi.

4. Proyeksi Lateral
a. Teknik Pengambilan Gambar
1) Pasien diposisikan true lateral ke arah yang di periksa, dengan
kepala di atas bantal tipis dan knee difleksikan.
2) Atur Mid Coronal Plane (MCP) tubuh tegak lurus dengan meja
pemeriksaan.
3) Atur kedua arm, taruh di belakang kepala.
4) Atur Central Ray vertikal tegak lurus bidang film, dengan
menyalakan lampu kolimator dan batasi luas lapangan
penyinaran sesuai dengan besarnya objek.
5) Atur Central Point di antara Lumbal 4 – 5 atau setinggi Crista
Illiaca.
6) Batas atas processus xyphoideus dan batas bawah symphisis
pubis.
7) Jika sudah siap seluruhnya, lakukan eksposi dengan faktor
eksposi yang telah disesuaikan untuk pemotretan Lumbosacral
proyeksi lateral.
8) Pasien diinstruksikan untuk tidak bergerak pada saat eksposi.
9) Selesai eksposi lanjutkan proses pencetakan film.

59
TEKNIK PEMERIKSAAN VERTEBRAE LUMBAL

No. Dokumen No. Revisi Halaman

32/SOP/RAD/18 00
b. Kriteria Gambaran
1) Tampak Foramen Intervertebralis Lumbal 1 – Lumbal 4.
2) Tampak Corpus Vertebrae.
3) Tampak Space Intervertebrae.
4) Tampak Processus Spinosus dan Lumbal 5 – Sacrum 1.
5) Tampak adanya kolimasi (pembatasan luas lapangan
penyinaran) sesuai dengan objek yang diperiksa.
6) Marker R / L harus tervisualisasi.

Instalasi Radiologi
UNIT TERKAIT

60
TEKNIK PEMERIKSAAN THORAX

No. Dokumen No. Revisi Halaman

34/SOP/RAD/18 00
Ditetapkan Oleh
Tanggal terbit
STANDAR
OPERASIONAL
PROSEDUR dr Jacquelyn Anita E. Tasik
Direktur

Teknik pengambilan gambaran radiografi Thorax dengan proyeksi


PENGERTIAN
AP/PA, Lateral dan Top Lordotik.

Untuk memperlihatkan struktur morfologi organ-organ dalam rongga


TUJUAN thorax seperti, jantung dan pembuluh darah besar, paru-paru, rongga pleura
dan struktur organ lain dalam rongga mediastinum dan paru.

1. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1333/Menkes/SK/XII/1999


tentang Standar Pelayanan Rumah Sakit.
2. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1014/MENKES/SK/XI/2008
tentang Standar Pelayanan Radiologi Diagnostik di Sarana Pelayanan
Kesehatan.
KEBIJAKAN
3. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 129/Menkes/SK/II/2008 tentang
Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit.
4. Keputusan Direksi Rumah Indonesia Sehat Hospital Nomor
008/SPO/VI/2018 tentang Buku Standar Prosedur Operasional dan
Penggunaannya.
1. Petugas menyiapkan diri dan alat sesuai dgn SOP sebelum melakukan
tindakan terhadap pasien.

2. Pasien disiapkan sesuai dengan jenis pemeriksaan yang akan dilakukan.

3. Proyeksi Postero Anterior (PA)


a. Teknik Pengambilan Gambar
1) Pasien erect mengahadap stand cassete dengan Mid Sagital
Plane (MSP) tubuh tepat pada Mid Line cassete.
2) Leher diekstensikan dan dagu diletakkan di atas standar cassete.
PROSEDUR 3) Sesuaikan tinggi cassete sehingga bagian atas kaset kira-kira 1,5
inch di atas bahu.
4) Bagian belakang tangan di atas panggul (telapak tangan
menghadap keluar).
5) Tekan bahu dan lengan atas ke depan menghadap cassete, agar
tidak ada jarak.
6) Atur Central Ray horizontal tegak lurus bidang film, dengan
menyalakan lampu kolimator dan batasi luas lapangan
penyinaran sesuai dengan besarnya objek.
7) Atur Central Point pada Mid Sagital Line (MSL) atau setinggi
Columna Vertebrae Thoracal VI.

61
TEKNIK PEMERIKSAAN THORAX

No. Dokumen No. Revisi Halaman

01/SOP/RAD/18 00
8) Jika sudah siap seluruhnya, lakukan eksposi dengan faktor
eksposi yang telah disesuaikan untuk pemotretan Thorax
proyeksi PA.
9) Pasien diinstruksikan untuk tahan napas pada saat eksposi,
yang diambil pada waktu pasien dalam keadaan inspirasi
penuh.
10) Selesai eksposi lanjutkan proses pencetakan film.

b. Kriteria Gambaran
1) Foto mencakup keseluruhan Thorax, bagian atas: apeks paru
tidak terpotong, bagian bawah: kedua Sinus Costophrenicus
tidak terpotong.
2) Diafragma mencapai iga ke- 9 belakang.
3) Kedua Os Scapula terlempar ke arah lateral.
4) C.V. Thoracalis tampak s/d ruas keempat.
5) Tampak bayangan Bronchus.
6) Kedua Sterno Clavicular Joint tampak simetris kanan dan
kiri.
7) Tampak kolimasi untuk mengurangi radiasi hambur
terhadap pasien.
8) Marker R / L harus tervisualisasi.
PROSEDUR
4. Proyeksi Lateral
a. Teknik Pengambilan Gambar
1) Pasien erect pada posisi true lateral.
2) Buatlah proyeksi lateral kiri kecuali semua tanda dan gejala
klinis terdapat di sebelah kanan, maka dibuat proyeksi
lateral kanan.
3) Sesuaikan tinggi cassete sehingga bagian atas kaset kira-kira
1,5 inch di atas bahu.
4) Tangan diangkat lurus ke atas kemudian lipat siku dan
lengan di atas kepala.
5) Atur Mid Coronal Plane (MCP) tubuh tegak lurus dengan
Mid Line cassete.
6) Atur Central Ray horizontal tegak lurus bidang film, dengan
menyalakan lampu kolimator dan batasi luas lapangan
penyinaran sesuai dengan besarnya objek.
7) Atur Central Point kira-kira satu inchi ke depan dari Mid
Coronal Line (MCL) atau setinggi Columna Vertebrae
Thoracal VI.
8) Jika sudah siap seluruhnya, lakukan eksposi dengan faktor
eksposi yang telah disesuaikan untuk pemotretan Thorax
proyeksi lateral.

62
TEKNIK PEMERIKSAAN THORAX

No. Dokumen No. Revisi Halaman

01/SOP/RAD/18 00
9) Pasien diinstruksikan untuk tahan napas pada saat eksposi,
yang diambil pada waktu penderita dalam keadaan inspirasi
penuh.
10) Selesai eksposi lanjutkan proses pencetakan film.

b. Kriteria Gambaran
1) Tampak gambaranThorax proyeksi lateral.
2) Bagian anterior mencakup gambaran Sternum.Bagian
posterior mencakup Columna Vertebrae Thoracalis.
3) Batas atas apeks paru.Batas bawah Sinus Costophrenicus
dan paru posterior.
4) Gambaran Costae kiri dan kanan superposisi.
5) Tampak kolimasi untuk mengurangi radiasi hambur
terhadap pasien.
6) Marker R / L harus tervisualisasi.

5. Proyeksi Top Lordotik


a. Teknik Pengambilan Gambar
1) Pasien diposisikan berdiri, dengan punggung menempel
PROSEDUR
pada bucky stand.
2) Sesuaikan tinggi cassete sehingga bagian atas kaset kira-kira
1,5 inch di atas bahu.
3) Kaki maju dua langkah kedepan sehingga badan condong ke
belakang. Kemudian dada sedikit di busungkan dengan jarak
30 cm dari bucky stand.
4) Ekstensikan dagu.
5) Atur Central Ray horizontal tegak lurus bidang film, dengan
menyalakan lampu kolimator dan batasi luas lapangan
penyinaran sesuai dengan besarnya objek.
6) Atur Central Point pada Mid Sagital Line (MSL) atau
setinggi Columna Vertebrae Thoracal VI.
7) Jika sudah siap seluruhnya, lakukan eksposi dengan faktor
eksposi yang telah disesuaikan untuk pemotretan Thorax
proyeksi lateral.
8) Pasien diinstruksikan untuk tahan napas pada saat eksposi,
yang diambil pada waktu penderita dalam keadaan inspirasi
penuh.
9) Selesai eksposi lanjutkan proses pencetakan film.

63
TEKNIK PEMERIKSAAN THORAX

No. Dokumen No. Revisi Halaman

01/SOP/RAD/18 00
b. Kriteria gambaran
1) Kedua apex paru terproyeksi di bawah clavicular.
2) Clavicula terproyeksi horizontal dan kedua ujung medialnya
superposisi dengan iga satu atau iga dua.
3) Iga-iga tampak distorsi, iga-iga depan dan belakang tampak
PROSEDUR
superposisi.
4) Foto simetris
5) Tampak kolimasi untuk mengurangi radiasi hambur
terhadap pasien.
6) Marker R / L harus tervisualisasi.

Instalasi Radiologi
UNIT TERKAIT

64
TEKNIK PEMERIKSAAN ABDOMEN

No. Dokumen No. Revisi Halaman

01/SOP/RAD/18 00
Ditetapkan Oleh
Tanggal terbit
STANDAR
OPERASIONAL
PROSEDUR dr Jacquelyn Anita E. Tasik
Direktur

Pemeriksaan radiografi abdomen disebut juga Kidney Ureter Bladder


PENGERTIAN (KUB) yaitu pemeriksaan pada organ perut yang mencakup dari diafragma
sampai symphysis pubis.

Untuk mengetahui kelainan secara radiologis pada anatomi organ saluran


TUJUAN
kencing ( ginjal, Ureter, kandung kemih maupun uretra ) dan pencernaan.

1. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1333/Menkes/SK/XII/1999


tentang Standar Pelayanan Rumah Sakit.
2. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1014/MENKES/SK/XI/2008
tentang Standar Pelayanan Radiologi Diagnostik di Sarana Pelayanan
Kesehatan.
KEBIJAKAN
3. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 129/Menkes/SK/II/2008 tentang
Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit.
4. Keputusan Direksi Rumah Indonesia Sehat Hospital Nomor
008/SPO/VI/2018 tentang Buku Standar Prosedur Operasional dan
Penggunaannya.
1. Petugas menyiapkan diri dan alat sesuai dgn SOP sebelum melakukan
tindakan terhadap pasien.

2. Pasien disiapkan sesuai dengan jenis pemeriksaan yang akan dilakukan.

3. Proyeksi Antero Posterior (AP)


a. Teknik Pengambilan Gambar
1) Pasien supine di atas meja pemeriksaan, dengan posisi tangan
disamping tubuh.
PROSEDUR 2) Pusatkan Mid Sagital plane (MSP) tubuh pada garis tengah
meja pemeriksaan.
3) Atur Central Ray vertikal tegak lurus bidang film, dengan
menyalakan lampu kolimator dan batasi luas lapangan
penyinaran sesuai dengan besarnya objek.
4) Atur Central Point diantara Lumbal 4 – 5 atau setinggi Crista
Illiaca.
5) Batas atas Processus Xyphoideus dan batas bawah Symphisis
Pubis.

65
TEKNIK PEMERIKSAAN ABDOMEN

No. Dokumen No. Revisi Halaman

01/SOP/RAD/18 00
6) Jika sudah siap seluruhnya, lakukan eksposi dengan faktor
eksposi yang telah disesuaikan untuk pemotretan Abdomen
proyeksi AP.
7) Pasien diinstruksikan untuk tahan napas pada saat eksposi, yang
diambil pada waktu penderita dalam keadaan ekspirasi penuh.
8) Selesai eksposi lanjutkan proses pencetakan film.

b. Kriteria Gambaran
1) Foto mencakup keseluruhan Abdomen, dengan batas atas :
Processus Xyphoideus, dan batas bawah : Symphsis Pubis.
2) Tampak ukuran bayangan liver hati, ginjal, dan keadaan dalam
Abdomen.
3) Tulang rusuk dan Processus Spinosus, Columna Vertebrae pada
satu garis lurus.
4) Penderita tidak pada posisi rotasi, dapat dilihat dari letak
Processus Spinosus yang berada pada pertengahan Vertebrae
Lumbalis, kedua Spina Illiaca Anterior Superior (SIAS) terlihat
simetris, Os. Illiaca simetris.
5) Marker R / L harus tervisualisasi.
PROSEDUR
4. Proyeksi Antero Posterior (AP) Setengah Duduk
a. Teknik Pengambilan Gambar
1) Pasien berada pada posisi AP duduk, kondisi tubuh tegak
90° dengan posisi tangan disamping tubuh.
2) Perhatikan posisi paha, atur pada posisi abduksi,
sehingga soft tissue pada paha tidak menutupi seluruh
bagian Cavum Pelvis.
3) Pusatkan Mid Sagital plane (MSP) tubuh tepat pada Mid
Line cassete.
4) Atur Central Ray horizontal tegak lurus bidang film, dengan
menyalakan lampu kolimator dan batasi luas lapangan
penyinaran sesuai dengan besarnya objek.
5) Atur Central Point diantara Lumbal 4 – 5 atau setinggi
Crista Illiaca.Batas atas Processus Xyphoideus dan batas
bawah Symphisis Pubis.
6) Jika sudah siap seluruhnya, lakukan eksposi dengan faktor
eksposi yang telah disesuaikan untuk pemotretan Abdomen
proyeksi AP setengah duduk.

66
TEKNIK PEMERIKSAAN ABDOMEN

No. Dokumen No. Revisi Halaman

01/SOP/RAD/18 00
7) Pasien diinstruksikan untuk tahan napas pada saat eksposi,
yang diambil pada waktu penderita dalam keadaan ekspirasi
penuh.
8) Selesai eksposi lanjutkan proses pencetakan film.

b. Kriteria Gambaran
1) Foto mencakup keseluruhan Abdomen, dengan batas atas :
Processus Xyphoideus, dan batas bawah : Symphsis Pubis.
2) Tampak ukuran bayangan liver hati, ginjal, dan keadaan
dalam Abdomen.
3) Tulang rusuk dan Processus Spinosus, Columna Vertebrae
pada satu garis lurus.
4) Penderita tidak pada posisi rotasi, dapat dilihat dari letak
Processus Spinosus yang berada pada pertengahan Vertebrae
Lumbalis, kedua Spina Illiaca Anterior Superior (SIAS)
terlihat simetris, Os. Illiaca simetris.
5) Marker R / L harus tervisualisasi.

5. Proyeksi Left Lateral Decubitus (LLD)


a. Teknik Pengambilan Gambar
PROSEDUR 1) Pasien tidur miring pada sisi kiri dengan siku, lengan dan
kedua lutut fleksi. Sehingga tangan dapat diletakkan
dibelakang kepala.
2) Menggunakan grid dan cassete yang dipasang secara
vertikal di belakang pasien dengan bagian atas cassete cukup
untuk menunjukkan bagian atas dari Right Lateral
Abdominal dan dinding Thoracic.
3) Sedikit bagian dari paru-paru yang berada di atas diafragma
harus masuk pada gambaran.
4) Posisi pasien diatur, agar Mid Sagital plane (MSP) tubuh
pasien benar-benar paralael terhadap cassete dan grid (tidak
ada rotasi pada bahu maupun Pelvis).
5) Atur Central Ray horizontal tegak lurus bidang film, dengan
menyalakan lampu kolimator dan batasi luas lapangan
penyinaran sesuai dengan besarnya objek.
6) Atur Central Point diantara Lumbal 4 – 5 atau setinggi
Crista Illiaca.Batas atas Processus Xyphoideus dan batas
bawah Symphisis Pubis.
7) Jika sudah siap seluruhnya, lakukan eksposi dengan faktor
eksposi yang telah disesuaikan untuk pemotretan Abdomen
proyeksi Left Lateral Decubitus (LLD).

67
TEKNIK PEMERIKSAAN ABDOMEN

No. Dokumen No. Revisi Halaman

01/SOP/RAD/18 00
8) Pasien diinstruksikan untuk tahan napas pada saat
eksposi, yang diambil pada waktu penderita dalam
keadaan ekspirasi penuh.
9) Selesai eksposi lanjutkan proses pencetakan film.

b. Kriteria Gambaran
PROSEDUR 1) Foto mencakup keseluruhan Abdomen, dengan batas atas :
Processus Xyphoideus, dan batas bawah : Symphsis Pubis.
2) Tampak ukuran bayangan liver hati, ginjal, dan air fluid
level.
3) Tampak diafragma.
4) Tampak udara bebas pada Abdomen.
5) Marker R / L harus tervisualisasi.

Instalasi Radiologi
UNIT TERKAIT

68
TEKNIK PEMERIKSAAN SCAPULA

No. Dokumen No. Revisi Halaman

01/SOP/RAD/18 00
Ditetapkan Oleh
Tanggal terbit
STANDAR
OPERASIONAL
PROSEDUR dr Jacquelyn Anita E. Tasik
Direktur

Teknik pengambilan gambaran radiografi Scapula dengan proyeksi AP


PENGERTIAN
dan Lateral.

Untuk memperlihatkan anatomi ataupun kelainan-kelainan pada Scapula


TUJUAN
proyeksi Antero Posterior (AP) dan Lateral.

1. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1333/Menkes/SK/XII/1999


tentang Standar Pelayanan Rumah Sakit.
2. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1014/MENKES/SK/XI/2008
tentang Standar Pelayanan Radiologi Diagnostik di Sarana Pelayanan
Kesehatan.
KEBIJAKAN
3. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 129/Menkes/SK/II/2008 tentang
Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit.
4. Keputusan Direksi Rumah Indonesia Sehat Hospital Nomor
008/SPO/VI/2018 tentang Buku Standar Prosedur Operasional dan
Penggunaannya.
1. Petugas menyiapkan diri dan alat sesuai dgn SOP sebelum melakukan
tindakan terhadap pasien.

2. Pasien disiapkan sesuai dengan jenis pemeriksaan yang akan dilakukan.

3. Proyeksi Antero Posterior (AP)


a. Teknik Pengambilan Gambar
1) Pasien erect, dengan posisi tangan diangkat di atas kepala
sehingga gambaran radiografi Scapula akan terlempar dan tidak
PROSEDUR
superposisi dengan Costae.
2) Tubuh dirotasikan 30° ke arah yang sakit, sehingga Scapula sisi
yang yang diperiksa paralel dengan film, pada posisi supine sisi
yang sehat diganjal dengan sandbag.
3) Atur Central Ray horizontal tegak lurus bidang film, dengan
menyalakan lampu kolimator dan batasi luas lapangan
penyinaran sesuai dengan besarnya objek.
4) Atur Central Point pada Mid Scapula menuju pertengahan
cassete.

69
TEKNIK PEMERIKSAAN SCAPULA

No. Dokumen No. Revisi Halaman

01/SOP/RAD/18 00
5) Jika sudah siap seluruhnya, lakukan eksposi dengan faktor
eksposi yang telah disesuaikan untuk pemotretan Scapula
proyeksi AP.
6) Pasien diinstruksikan untuk tidak bergerak pada saat
eksposi.Selesai eksposi lanjutkan proses pencetakan film.

b. Kriteria Gambaran
1) Bagian lateral dari Scapula harus bebas superposisi dari Costae.
2) Scapula terlihat horizontal dan tidak oblique.
3) Detail dari Scapula dapat dilihat pada bagian yang superposisi
dengan paru-paru dan Costae.
4) Processus Acromion harus masuk dalam foto.
5) Marker R / L harus tervisualisasi.

4. Proyeksi Lateral
a. Teknik Pengambilan Gambar
PROSEDUR 1) Pasien erect membelakangi arah sinar.
2) Siku pada sisi yang diperiksa dalam keadaan fleksi, lengan
sedikit abduksi dan diletakkan dibelakang tubuh dan tubuh
dirotasikan 60-70° sehingga sisi yang diperiksa dekat
dengan film dan bidang Scapula tegak lurus terhadap
cassete.
3) Atur Central Ray horizontal tegak lurus bidang film, dengan
menyalakan lampu kolimator dan batasi luas lapangan
penyinaran sesuai dengan besarnya objek.
4) Atur Central Point pada Mid Scapula menuju pertengahan
cassete.
5) Jika sudah siap seluruhnya, lakukan eksposi dengan faktor
eksposi yang telah disesuaikan untuk pemotretan Scapula
proyeksi lateral.
6) Pasien diinstruksikan untuk tidak bergerak pada saat
eksposi.
7) Selesai eksposi lanjutkan proses pencetakan film.

70
TEKNIK PEMERIKSAAN SCAPULA

No. Dokumen No. Revisi Halaman

01/SOP/RAD/18 00
b. Kriteria gambaran
1) Bagian Vertebrae pada daerah Axila terlihat superposisi.
2) Scapula terbebas dari superposisi dengan Humerus.
3) Proses Acromion dan Angulus Inferior harus masuk dalam
PROSEDUR
gambaran.
4) Bagian yang tebal dari lateral Scapula harus terlihat dengan
densitas yang jelas.
5) Marker R / L harus tervisualisasi.

Instalasi Radiologi
UNIT TERKAIT

71
TEKNIK PEMERIKSAAN CLAVICULA

No. Dokumen No. Revisi Halaman

01/SOP/RAD/18 00
Ditetapkan Oleh
Tanggal terbit
STANDAR
OPERASIONAL
PROSEDUR dr Jacquelyn Anita E. Tasik
Direktur

PENGERTIAN Teknik pengambilan gambaran radiografi Clavicula dengan proyeksi AP.

Untuk memperlihatkan anatomi ataupun kelainan-kelainan pada Clavicula


TUJUAN
proyeksi Antero Posterior (AP).

1. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1333/Menkes/SK/XII/1999


tentang Standar Pelayanan Rumah Sakit.
2. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1014/MENKES/SK/XI/2008
tentang Standar Pelayanan Radiologi Diagnostik di Sarana Pelayanan
Kesehatan.
KEBIJAKAN
3. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 129/Menkes/SK/II/2008 tentang
Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit.
4. Keputusan Direksi Rumah Indonesia Sehat Hospital Nomor
008/SPO/VI/2018 tentang Buku Standar Prosedur Operasional dan
Penggunaannya.
1. Petugas menyiapkan diri dan alat sesuai dgn SOP sebelum melakukan
tindakan terhadap pasien.

2. Pasien disiapkan sesuai dengan jenis pemeriksaan yang akan dilakukan.

3. Proyeksi Antero Posterior (AP)


a. Teknik Pengambilan Gambar
1) Pasien erect atau supine dengan punggung menempel pada meja
pemeriksaan atau stand cassete, dengan posisi tangan disamping
tubuh.
PROSEDUR 2) Posisikan bahu dan tulang Clavicula berada dipertengahan
cassete.
3) Atur Central Ray tegak lurus bidang film, dengan menyalakan
lampu kolimator dan batasi luas lapangan penyinaran sesuai
dengan besarnya objek.
4) Atur Central Point pada Mid Clavicula.
5) Jika sudah siap seluruhnya, lakukan eksposi dengan faktor
eksposi yang telah disesuaikan untuk pemotretan Clavicula
proyeksi AP.
6) Pasien diinstruksikan untuk tidak bergerak pada saat
eksposi.Selesai eksposi lanjutkan proses pencetakan film.

72
TEKNIK PEMERIKSAAN CLAVICULA

No. Dokumen No. Revisi Halaman

01/SOP/RAD/18 00
b. Kriteria Gambaran
1) Tampak gambaran radiografi Os Clavicula secara keseluruhan.
2) Tidak ada rotasi dalam gambaran Os Clavicula.
3) Tampak persendian antara Scapula dengan Humerus (Shoulder
Joint).
PROSEDUR
4) Tampak persendian antara Acromion dengan Os Clavicula
(Acromionclavicula Joint).
5) Tampak persendian antara Sternum dan Os Clavicula
(Sternoclavicular Joint).
6) Marker R / L harus tervisualisasi.

Instalasi Radiologi
UNIT TERKAIT

73
TEKNIK PEMERIKSAAN SHOULDER JOINT

No. Dokumen No. Revisi Halaman

01/SOP/RAD/18 00
Ditetapkan Oleh
Tanggal terbit
STANDAR
OPERASIONAL
PROSEDUR dr Jacquelyn Anita E. Tasik
Direktur

Teknik pengambilan gambaran radiografi Shoulder Joint dengan proyeksi


PENGERTIAN
Antero Posterior (AP), Eksorotasi dan Endorotasi.

Untuk memperlihatkan anatomi ataupun kelainan-kelainan pada Shoulder


TUJUAN
Joint proyeksi Antero Posterior (AP), Eksorotasi dan Endorotasi.

1. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1333/Menkes/SK/XII/1999


tentang Standar Pelayanan Rumah Sakit.
2. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1014/MENKES/SK/XI/2008
tentang Standar Pelayanan Radiologi Diagnostik di Sarana Pelayanan
Kesehatan.
KEBIJAKAN
3. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 129/Menkes/SK/II/2008 tentang
Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit.
4. Keputusan Direksi Rumah Indonesia Sehat Hospital Nomor
008/SPO/VI/2018 tentang Buku Standar Prosedur Operasional dan
Penggunaannya.
1. Petugas menyiapkan diri dan alat sesuai dgn SOP sebelum melakukan
tindakan terhadap pasien.

2. Pasien disiapkan sesuai dengan jenis pemeriksaan yang akan dilakukan.

3. Proyeksi Antero Posterior (AP)


a. Teknik Pengambilan Gambar
1) Posisikan pasien erect di depan bucky stand atau supine di atas
bucky table.
2) Posisikan seluruh lengan pasien sehingga Epicondylus sejajar
PROSEDUR
dalam bidang cassete dengan telapak tangan terbuka mengarah
ke depan.
3) Atur Central Ray tegak lurus bidang film, dengan menyalakan
lampu kolimator dan batasi luas lapangan penyinaran sesuai
dengan besarnya objek.
4) Atur Central Point di antara Glenoid Fossa dan Caput Humerus
(ScapuloHumeral Joint).
5) Jika sudah siap seluruhnya, lakukan eksposi dengan faktor
eksposi yang telah disesuaikan untuk pemotretan Shoulder Joint
proyeksi AP.

74
TEKNIK PEMERIKSAAN SHOULDER JOINT

No. Dokumen No. Revisi Halaman

01/SOP/RAD/18 00
6) Pasien diinstruksikan untuk tidak bergerak pada saat
eksposi.Selesai eksposi lanjutkan proses pencetakan film.

b. Kriteria Gambaran
1) Tampak gambaran Caput Humeri, bagian distal Humerus.
2) Tuberculum Mayor tergambar pada aspek lateral Humerus.
3) Scapulohumeral Joint tervisualisasi sedikit overlapping dari
Caput Humeri pada Cavitas Glenoidalis.
4) Marker R / L harus tervisualisasi.

4. Proyeksi Eksorotasi
a. Teknik Pengambilan Gambar
1) Posisikan pasien erect di depan bucky stand atau supine di atas
bucky table.
2) Eksorotasikan (diputar kearah luar) seluruh lengan pasien
sehingga Epicondylus sejajar dalam bidang cassete.
PROSEDUR 3) Atur Central Ray tegak lurus bidang film, dengan menyalakan
lampu kolimator dan batasi luas lapangan penyinaran sesuai
dengan besarnya objek.
4) Atur Central Point di antara Glenoid Fossa dan Caput Humerus
(ScapuloHumeral Joint).
5) Jika sudah siap seluruhnya, lakukan eksposi dengan faktor
eksposi yang telah disesuaikan untuk pemotretan Shoulder Joint
proyeksi Eksorotasi.
6) Pasien diinstruksikan untuk tidak bergerak pada saat eksposi.
7) Selesai eksposi lanjutkan proses pencetakan film.

b. Kriteria Gambaran
1) Tampak gambaran Caput Humeri, bagian distal Humerus.
2) Tuberculum Mayor tergambar pada aspek lateral Humerus.
3) Scapulohumeral Joint tervisualisasi sedikit overlapping dari
Caput Humeri pada Cavitas Glenoidalis.
4) Marker R / L harus tervisualisasi.

75
TEKNIK PEMERIKSAAN SHOULDER JOINT

No. Dokumen No. Revisi Halaman

01/SOP/RAD/18 00
5. Proyeksi Endorotasi
a. Teknik Pengambilan Gambar
1) Posisikan pasien erect di depan bucky stand atau supine di atas
bucky table.
2) Endorotasikan (diputar kearah dalam) seluruh lengan pasien
sehingga Epicondylus sejajar dalam bidang cassete.
3) Atur Central Ray tegak lurus bidang film, dengan menyalakan
lampu kolimator dan batasi luas lapangan penyinaran sesuai
dengan besarnya objek.
4) Atur Central Point diantara Glenoid Fossa dan Caput Humerus
(ScapuloHumeral Joint).
5) Jika sudah siap seluruhnya, lakukan eksposi dengan faktor
PROSEDUR eksposi yang telah disesuaikan untuk pemotretan Shoulder Joint
proyeksi Endorotasi.
6) Pasien diinstruksikan untuk tidak bergerak pada saat eksposi.
7) Selesai eksposi lanjutkan proses pencetakan film.

b. Kriteria Gambaran
1) Tuberculum Minor tampak pada gambaran dan pada ujung
medial.
2) Garis luar dari Tuberculum Mayor superposisi dengan
Caput Humeri.
3) Humerus yang overlapping dengan Cavitas Glenoidalis
lebih besar daripada pada posisi eksorotasi dan netral rotasi.
4) Marker R / L harus tervisualisasi.

Instalasi Radiologi
UNIT TERKAIT

76
TEKNIK PEMERIKSAAN HUMERUS

No. Dokumen No. Revisi Halaman

01/SOP/RAD/18 00
Ditetapkan Oleh
Tanggal terbit
STANDAR
OPERASIONAL
PROSEDUR dr Jacquelyn Anita E. Tasik
Direktur

Teknik pengambilan gambaran radiografi Humerus dengan proyeksi


PENGERTIAN
Antero Posterior (AP) dan Lateral.

Untuk memperlihatkan anatomi ataupun kelainan-kelainan pada Humerus


TUJUAN
proyeksi Antero Posterior (AP) dan Lateral.

1. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1333/Menkes/SK/XII/1999


tentang Standar Pelayanan Rumah Sakit.
2. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1014/MENKES/SK/XI/2008
tentang Standar Pelayanan Radiologi Diagnostik di Sarana Pelayanan
Kesehatan.
KEBIJAKAN
3. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 129/Menkes/SK/II/2008 tentang
Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit.
4. Keputusan Direksi Rumah Indonesia Sehat Hospital Nomor
008/SPO/VI/2018 tentang Buku Standar Prosedur Operasional dan
Penggunaannya.
1. Petugas menyiapkan diri dan alat sesuai dgn SOP sebelum melakukan
tindakan terhadap pasien.

2. Pasien disiapkan sesuai dengan jenis pemeriksaan yang akan dilakukan.

3. Proyeksi Antero Posterior (AP)


a. Teknik Pengambilan Gambar
1) Posisikan pasien erect di depan bucky stand atau supine di atas
bucky table.
2) Humerus diatur lurus sejajar dengan Mid Line cassete dalam
PROSEDUR
posisi anatomi.
3) Atur Central Ray tegak lurus bidang film, dengan menyalakan
lampu kolimator dan batasi luas lapangan penyinaran sesuai
dengan besarnya objek.
4) Atur Central Point pada pertengahan Humerus.
5) Jika sudah siap seluruhnya, lakukan eksposi dengan faktor
eksposi yang telah disesuaikan untuk pemotretan Humerus
proyeksi AP.
6) Pasien diinstruksikan untuk tidak bergerak pada saat eksposi.
7) Selesai eksposi lanjutkan proses pencetakan film.

77
TEKNIK PEMERIKSAAN HUMERUS

No. Dokumen No. Revisi Halaman

01/SOP/RAD/18 00
b. Kriteria Gambaran
1) Elbow dan Shoulder Joint masuk kedalam lapangan penyinaran.
2) Humerus dalam posisi true AP: Epicondylus terlihat maksimal
dan tidak mengalami rotasi.
3) Tuberositas Mayor dan Minor terlihat jelas.
4) Tuberositas Minor terletak diantara Caput Humerus dan
Tuberositas Mayor.
5) Marker R / L harus tervisualisasi.

4. Proyeksi Lateral
a. Teknik Pengambilan Gambar
1) Posisikan pasien erect di depan bucky stand atau supine di atas
bucky table.
2) Humerus diatur lurus sejajar dengan Mid Line cassete dalam
posisi endorotasi.
PROSEDUR 3) Atur Central Ray tegak lurus bidang film, dengan menyalakan
lampu kolimator dan batasi luas lapangan penyinaran sesuai
dengan besarnya objek.
4) Atur Central Point pada pertengahan Humerus.
5) Jika sudah siap seluruhnya, lakukan eksposi dengan faktor
eksposi yang telah disesuaikan untuk pemotretan Humerus
proyeksi lateral.
6) Pasien diinstruksikan untuk tidak bergerak pada saat eksposi.
7) Selesai eksposi lanjutkan proses pencetakan film.

b. Kriteria Gambaran
1) Elbow dan Shoulder Joint masuk kedalam lapangan penyinaran.
2) Humerus dalam posisi true lateral.
3) Epicondylus dan Tuberositas Mayor superposisi.
4) Tuberositas Minor terlihat jelas.
5) Marker R / L harus tervisualisasi.

Instalasi Radiologi
UNIT TERKAIT

78
TEKNIK PEMERIKSAAN ELBOW JOINT

No. Dokumen No. Revisi Halaman

01/SOP/RAD/18 00
Ditetapkan Oleh
Tanggal terbit
STANDAR
OPERASIONAL
PROSEDUR dr Jacquelyn Anita E. Tasik
Direktur

Teknik pengambilan gambaran radiografi Elbow Joint dengan proyeksi


PENGERTIAN
Antero Posterior (AP) dan Lateral.

Untuk memperlihatkan anatomi ataupun kelainan-kelainan pada Elbow


TUJUAN
Joint proyeksi Antero Posterior (AP) dan Lateral.

1. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1333/Menkes/SK/XII/1999


tentang Standar Pelayanan Rumah Sakit.
2. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1014/MENKES/SK/XI/2008
tentang Standar Pelayanan Radiologi Diagnostik di Sarana Pelayanan
Kesehatan.
KEBIJAKAN
3. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 129/Menkes/SK/II/2008 tentang
Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit.
4. Keputusan Direksi Rumah Indonesia Sehat Hospital Nomor
008/SPO/VI/2018 tentang Buku Standar Prosedur Operasional dan
Penggunaannya.
1. Petugas menyiapkan diri dan alat sesuai dgn SOP sebelum melakukan
tindakan terhadap pasien.

2. Pasien disiapkan sesuai dengan jenis pemeriksaan yang akan dilakukan.

3. Proyeksi Antero Posterior (AP)


a. Teknik Pengambilan Gambar
1) Posisikan pasien erect di depan bucky stand atau pasien duduk
pada kursi, di samping meja pemeriksaan.
2) Elbow Joint diatur lurus sejajar dengan Mid Line cassete dalam
PROSEDUR
posisi anatomi.
3) Atur Central Ray tegak lurus bidang film, dengan menyalakan
lampu kolimator dan batasi luas lapangan penyinaran sesuai
dengan besarnya objek.
4) Atur Central Point pada pertengahan siku (Elbow Joint).
5) Jika sudah siap seluruhnya, lakukan eksposi dengan faktor
eksposi yang telah disesuaikan untuk pemotretan Elbow Joint
proyeksi AP.
6) Pasien diinstruksikan untuk tidak bergerak pada saat eksposi.
7) Selesai eksposi lanjutkan proses pencetakan film.

79
TEKNIK PEMERIKSAAN ELBOW JOINT

No. Dokumen No. Revisi Halaman

01/SOP/RAD/18 00
b. Kriteria Gambaran
1) Tampak Caput, Colum, dan Tuberositas Radial sedikit
superimposisi diatas proksimal Ulna.
2) Tampak gambaran Elbow Joint yang terbuka.
3) Tidak ada rotasi dari Epicondylus Humerus.
4) Tampak gambaran jaringan lunak dan Trabeculation tulang
yang jelas.
5) Tampak soft tissue dan Bony Trabeculatio.
6) Marker R / L harus tervisualisasi.

4. Proyeksi Lateral
a. Teknik Pengambilan Gambar
1) Posisikan pasien erect di depan bucky stand atau pasien duduk
pada kursi, di samping meja pemeriksaan.
2) Tekuk siku 90° kemudian tempatkan Humerus dan Antebrachi
kontak dengan bucky stand atau meja pemeriksaan.
3) Sesuaikan tangan dalam posisi lateral dan pastikanlah bahwa
Epicondyles Humerus tegak lurus terhadap bidang cassete, serta
PROSEDUR pusatkan pada Mid Line cassete.
4) Atur Central Ray tegak lurus bidang film, dengan menyalakan
lampu kolimator dan batasi luas lapangan penyinaran sesuai
dengan besarnya objek.
5) Atur Central Point pada pertengahan siku (Elbow Joint).
6) Jika sudah siap seluruhnya, lakukan eksposi dengan faktor
eksposi yang telah disesuaikan untuk pemotretan Elbow Joint
proyeksi lateral.
7) Pasien diinstruksikan untuk tidak bergerak pada saat eksposi.
8) Selesai eksposi lanjutkan proses pencetakan film.

b. Kriteria Gambaran
1) Tampak gambaran Elbow Joint yang terbuka.
2) Epicondylus Humerus saling superposisi.
3) Tampak Tuberositas Radial menghadap ke anterior dengan
Caput Radii sebagian superimposisi dengan Processus
Coronoideus.
4) Tampak gambaran Processus Olecranon.
5) Marker R / L harus tervisualisasi.

Instalasi Radiologi
UNIT TERKAIT

80
TEKNIK PEMERIKSAAN ANTEBRACHI

No. Dokumen No. Revisi Halaman

01/SOP/RAD/18 00
Ditetapkan Oleh
Tanggal terbit
STANDAR
OPERASIONAL
PROSEDUR dr Jacquelyn Anita E. Tasik
Direktur

Teknik pengambilan gambaran radiografi Antebrachi dengan proyeksi


PENGERTIAN
Antero Posterior (AP) dan Lateral.

Untuk memperlihatkan anatomi ataupun kelainan-kelainan pada


TUJUAN
Antebrachi proyeksi Antero Posterior (AP) dan Lateral.

1. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1333/Menkes/SK/XII/1999


tentang Standar Pelayanan Rumah Sakit.
2. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1014/MENKES/SK/XI/2008
tentang Standar Pelayanan Radiologi Diagnostik di Sarana Pelayanan
Kesehatan.
KEBIJAKAN
3. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 129/Menkes/SK/II/2008 tentang
Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit.
4. Keputusan Direksi Rumah Indonesia Sehat Hospital Nomor
008/SPO/VI/2018 tentang Buku Standar Prosedur Operasional dan
Penggunaannya.
1. Petugas menyiapkan diri dan alat sesuai dgn SOP sebelum melakukan
tindakan terhadap pasien.

2. Pasien disiapkan sesuai dengan jenis pemeriksaan yang akan dilakukan.

3. Proyeksi Antero Posterior (AP)


a. Teknik Pengambilan Gambar
1) Posisikan pasien erect di depan bucky stand atau supine di atas
bucky table.
2) Antebrachi diatur lurus sejajar dengan Mid Line cassete dalam
PROSEDUR
posisi anatomi.
3) Atur Central Ray tegak lurus bidang film, dengan menyalakan
lampu kolimator dan batasi luas lapangan penyinaran sesuai
dengan besarnya objek.
4) Atur Central Point pada pertengahan Antebrachi.
5) Jika sudah siap seluruhnya, lakukan eksposi dengan faktor
eksposi yang telah disesuaikan untuk pemotretan Antebrachi
proyeksi AP.
6) Pasien diinstruksikan untuk tidak bergerak pada saat eksposi.
7) Selesai eksposi lanjutkan proses pencetakan film.

81
TEKNIK PEMERIKSAAN ANTEBRACHI

No. Dokumen No. Revisi Halaman

01/SOP/RAD/18 00
b. Kriteria Gambaran
1) Tampak jelas bagian Wrist dan distal Humerus.
2) Tidak tampak elongasi atau foreshortening pada Epicondylus
Humeri.
3) Terbukanya Radioulnar Space.
4) Tampak sedikit overlapping pada Caput, Collum Radii dan
Tuberositas Ulnae.
5) Tidak tampak rotasi pada lengan pasien.
6) Marker R / L harus tervisualisasi.

4. Proyeksi Lateral
a. Teknik Pengambilan Gambar
1) Posisikan pasien erect di depan bucky stand atau supine di atas
bucky table.
2) Antebrachi diatur lurus sejajar dengan Mid Line cassete dalam
posisi endorotasi.
PROSEDUR
3) Atur Central Ray tegak lurus bidang film, dengan menyalakan
lampu kolimator dan batasi luas lapangan penyinaran sesuai
dengan besarnya objek.
4) Atur Central Point pada pertengahan Antebrachi.
5) Jika sudah siap seluruhnya, lakukan eksposi dengan faktor
eksposi yang telah disesuaikan untuk pemotretan Antebrachi
proyeksi lateral.
6) Pasien diinstruksikan untuk tidak bergerak pada saat eksposi.
7) Selesai eksposi lanjutkan proses pencetakan film.

b. Kriteria Gambaran
1) Tampak jelas bagian Elbow Joint dan Wrist Joint.
2) Tampak overlapping bagian distal dari Os Ulna dan Os Radius.
3) Tampak Tuberositas Radii menghadap ke arah anterior.
4) Tidak tampak rotasi pada lengan pasien.
5) Marker R / L harus tervisualisasi.

Instalasi Radiologi
UNIT TERKAIT

82
TEKNIK PEMERIKSAAN WRIST JOINT

No. Dokumen No. Revisi Halaman

01/SOP/RAD/18 00
Ditetapkan Oleh
Tanggal terbit
STANDAR
OPERASIONAL
PROSEDUR dr Jacquelyn Anita E. Tasik
Direktur

Teknik pengambilan gambaran radiografi Wrist Joint dengan proyeksi


PENGERTIAN
Antero Posterior (AP) dan Lateral.

Untuk memperlihatkan anatomi ataupun kelainan-kelainan pada Wrist Joint


TUJUAN
proyeksi Antero Posterior (AP) dan Lateral.

1. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1333/Menkes/SK/XII/1999


tentang Standar Pelayanan Rumah Sakit.
2. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1014/MENKES/SK/XI/2008
tentang Standar Pelayanan Radiologi Diagnostik di Sarana Pelayanan
Kesehatan.
KEBIJAKAN
3. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 129/Menkes/SK/II/2008 tentang
Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit.
4. Keputusan Direksi Rumah Indonesia Sehat Hospital Nomor
008/SPO/VI/2018 tentang Buku Standar Prosedur Operasional dan
Penggunaannya.
1. Petugas menyiapkan diri dan alat sesuai dgn SOP sebelum melakukan
tindakan terhadap pasien.

2. Pasien disiapkan sesuai dengan jenis pemeriksaan yang akan dilakukan.

3. Proyeksi Antero Posterior (AP)


a. Teknik Pengambilan gambar
1) Posisikan pasien erect di depan bucky stand atau supine di atas
bucky table.
PROSEDUR 2) Wrist Joint diatur lurus sejajar dengan Mid Line cassete dalam
posisi anatomi
3) Atur Central Ray tegak lurus bidang film, dengan menyalakan
lampu kolimator dan batasi luas lapangan penyinaran sesuai
dengan besarnya objek.
4) Atur Central Point pada pertengahan pertengahan antara
Processus Styloideus Ulnae dan Radii.
5) Jika sudah siap seluruhnya, lakukan eksposi dengan faktor
eksposi yang telah disesuaikan untuk pemotretan Wrist Joint
proyeksi AP.

83
TEKNIK PEMERIKSAAN WRIST JOINT

No. Dokumen No. Revisi Halaman

01/SOP/RAD/18 00
6) Pasien diinstruksikan untuk tidak bergerak pada saat eksposi.
7) Selesai eksposi lanjutkan proses pencetakan film.

b. Kriteria Gambaran
1) Tidak ada rotasi.
2) Tampak dua pertiga proksimal dari Metacarpal, Ossa Carpalia,
dan sepertiga distal dari Os Ulna dan Os Radius.
3) Marker R/L harus tervisualisasi.

4. Proyeksi Lateral
a. Teknik Pengambilan Gambar
1) Posisikan pasien erect di depan bucky stand atau supine di atas
bucky table.
2) Wrist Joint diatur lurus sejajar dengan Mid Line cassete dalam
posisi endorotasi.
PROSEDUR 3) Atur Central Ray tegak lurus bidang film, dengan menyalakan
lampu kolimator dan batasi luas lapangan penyinaran sesuai
dengan besarnya objek.
4) Atur Central Point pada pertengahan Processus Styloideus
Radii.
5) Jika sudah siap seluruhnya, lakukan eksposi dengan faktor
eksposi yang telah disesuaikan untuk pemotretan Wrist Joint
proyeksi lateral.
6) Pasien diinstruksikan untuk tidak bergerak pada saat eksposi.
7) Selesai eksposi lanjutkan proses pencetakan film.

b. Kriteria Gambaran
1) Processus Styloideus Ulna dan Radii superposisi.
2) Tampak dua pertiga proksimal dari Metacarpal, Ossa Carpalia,
dan sepertiga distal dari Os Ulna dan Os Radius.
3) Marker R / L harus tervisualisasi.

Instalasi Radiologi
UNIT TERKAIT

84
TEKNIK PEMERIKSAAN MANUS

No. Dokumen No. Revisi Halaman

01/SOP/RAD/18 00
Ditetapkan Oleh
Tanggal terbit
STANDAR
OPERASIONAL
PROSEDUR dr Jacquelyn Anita E. Tasik
Direktur

Teknik pengambilan gambaran radiografi Manus dengan proyeksi Postero


PENGERTIAN
Anterior (PA), Lateral dan Oblique.

Untuk memperlihatkan anatomi ataupun kelainan-kelainan pada Manus


TUJUAN
proyeksi Postero Anterior (PA), Lateral dan Oblique.

1. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1333/Menkes/SK/XII/1999


tentang Standar Pelayanan Rumah Sakit.
2. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1014/MENKES/SK/XI/2008
tentang Standar Pelayanan Radiologi Diagnostik di Sarana Pelayanan
Kesehatan.
KEBIJAKAN
3. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 129/Menkes/SK/II/2008 tentang
Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit.
4. Keputusan Direksi Rumah Indonesia Sehat Hospital Nomor
008/SPO/VI/2018 tentang Buku Standar Prosedur Operasional dan
Penggunaannya.
1. Petugas menyiapkan diri dan alat sesuai dgn SOP sebelum melakukan
tindakan terhadap pasien.

2. Pasien disiapkan sesuai dengan jenis pemeriksaan yang akan dilakukan.

3. Proyeksi Postero Anterior (PA)


a. Teknik Pengambilan Gambar
1) Pasien duduk disamping meja pemeriksaan atau menghadap
meja pemeriksaan.
2) Letakkan Antebrachi pada meja pemeriksaan dan tempatkan
PROSEDUR
Manus dengan bagian palmar di bawah menempel pada cassete.
3) Letakan Metacarpo Phalangeal Joint pada pertengahan cassete,
dan atur cassete sejajar Antebrachi dan Manus.
4) Atur Central Ray vertikal tegak lurus bidang film, dengan
menyalakan lampu kolimator dan batasi luas lapangan
penyinaran sesuai dengan besarnya objek.
5) Atur Central Point Metacarpo Phalangeal Joint, digiti III.
6) Jika sudah siap seluruhnya, lakukan eksposi dengan faktor
eksposi yang telah disesuaikan untuk pemotretan Manus
proyeksi PA.

85
TEKNIK PEMERIKSAAN MANUS

No. Dokumen No. Revisi Halaman

01/SOP/RAD/18 00
7) Pasien diinstruksikan untuk tidak bergerak pada saat eksposi.
8) Selesai eksposi lanjutkan proses pencetakan film.

b. Kriteria Gambaran
1) Tidak ada rotasi pada Manus ditandai dengan :
a) Lekuk pada Metacarpal dan Phalang sama pada kedua sisi.
b) Soft tissue pada kedua sisi phalang sama besar.
2) Metacarpo Phalangeal Joint dan Interphalangeal Joint
membuka, menandakan Manus diletakkan rata pada bidang
cassete.
3) Jari sedikit memisah ditandai dengan tidak adanya soft tissue
yang overlapping.
4) Terlihat anatomi distal Radius dan Ulna.
5) Tampak soft tissue dan Trabecula tulang.
6) Marker R / L harus tervisualisasi.

4. Proyeksi Lateral
a. Teknik Pengambilan Gambar
1) Pasien duduk disamping meja pemeriksaan atau menghadap
meja pemeriksaan.
PROSEDUR 2) Letakkan Antebrachi menempel dengan meja pemeriksaan dan
Manus pada posisi lateral dengan aspek Ulnaris di bawah.
3) Alternatif, tepat sisi Radial dari pergelangan tangan menempel
cassete. Namun, posisi ini lebih sulit bagi pasien.
4) Ekstensikan digiti pasien dan atur digiti pertama di sudut kanan
palmar, dan atur phalang digiti 2-5 superposisi.
5) Atur Central Ray vertikal tegak lurus bidang film, dengan
menyalakan lampu kolimator dan batasi luas lapangan
penyinaran sesuai dengan besarnya objek.
6) Atur Central Point Metacarpo Phalangeal Joint, digiti II.
7) Jika sudah siap seluruhnya, lakukan eksposi dengan faktor
eksposi yang telah disesuaikan untuk pemotretan Manus
proyeksi lateral.
8) Pasien diinstruksikan untuk tidak bergerak pada saat eksposi.
9) Selesai eksposi lanjutkan proses pencetakan film.

b. Kriteria Gambaran
1) Ossa Manus dalam posisi true lateral ditunjukan dengan :
a) Phalang superposisi kecuali ibu jari.
b) Superposisi Metacarpal.
c) Superposisi distal Radius dan Ulna.

86
TEKNIK PEMERIKSAAN MANUS

No. Dokumen No. Revisi Halaman

01/SOP/RAD/18 00
2) Ibu jari bebas dari gerakan dan superimposisi.
3) Terlihat anatomi distal Radius dan Ulna.
4) Setiap garis tepi tulang superimposisi bayangan dengan
Metacarpal lain.
5) Marker R / L harus tervisualisasi.

5. Proyeksi Oblique
a. Teknik Pengambilan Gambar
1) Pasien duduk disamping meja pemeriksaan atau menghadap
meja pemeriksaan.
2) Letakkan Antebrachi pada meja dengan tangan yang pronated
dan telapak tangan yang beristirahat pada cassete.
3) Atur tangan oblique sehingga Metacarpo Phalangeal Joint
membentuk suatu penjuru atau sudut kira-kira 45° seperti
sedang menggenggam bola kasti.
4) Atur Central Ray vertikal tegak lurus bidang film, dengan
menyalakan lampu kolimator dan batasi luas lapangan
penyinaran sesuai dengan besarnya objek.
PROSEDUR 5) Atur Central Point Metacarpo Phalangeal Joint, digiti III.
6) Jika sudah siap seluruhnya, lakukan eksposi dengan faktor
eksposi yang telah disesuaikan untuk pemotretan Manus
proyeksi Oblique.
7) Pasien diinstruksikan untuk tidak bergerak pada saat eksposi.
8) Selesai eksposi lanjutkan proses pencetakan film.

b. Kriteria Gambaran
1) Terjadi sedikit overlapping dari Metacarpal tiga dan empat
serta empat dan lima.
2) Sedikit overlapping base dan caput Metacarpal.
3) Metacarpal kedua dan ketiga memisah.
4) Interphalangeal Joint dan Metacarpo Phalangeal Joint
membuka.
5) Digiti sedikit terpisah dengan tidak overlapping atas
jaringan lunak.
6) Tampak semua anatomi distal Radius dan distal Ulna.
7) Tampak soft tissue dan Trabecula tulang.
8) Marker R / L harus tervisualisasi.

Instalasi Radiologi
UNIT TERKAIT

87
TEKNIK PEMERIKSAAN PELVIS

No. Dokumen No. Revisi Halaman

33/SOP/RAD/18 00
Ditetapkan Oleh
Tanggal terbit
STANDAR
OPERASIONAL
PROSEDUR dr Jacquelyn Anita E. Tasik
Direktur

Pemeriksaan radiografi untuk mendapatkan gambaran tulang Pelvis,


PENGERTIAN
Sacrum, Cocygeus pada proyeksi Antero Posterior (AP), Outlet, Inlet.

Untuk mengetahui kelainan anatomi organ tulang Pelvis, Sacrum,


TUJUAN
Cocygeus.

1. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1333/Menkes/SK/XII/1999


tentang Standar Pelayanan Rumah Sakit.
2. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1014/MENKES/SK/XI/2008
tentang Standar Pelayanan Radiologi Diagnostik di Sarana Pelayanan
Kesehatan.
KEBIJAKAN
3. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 129/Menkes/SK/II/2008 tentang
Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit.
4. Keputusan Direksi Rumah Indonesia Sehat Hospital Nomor
008/SPO/VI/2018 tentang Buku Standar Prosedur Operasional dan
Penggunaannya.
1. Petugas menyiapkan diri dan alat sesuai dgn SOP sebelum melakukan
tindakan terhadap pasien.

2. Pasien disiapkan sesuai dengan jenis pemeriksaan yang akan dilakukan.

3. Proyeksi Antero Posterior (AP)


a. Teknik Pengambilan Gambar
1) Pasien tiduran supine di atas meja pemeriksaan, dengan tangan
di atas dada.
2) Pusatkan Mid Sagital plane (MSP) tubuh pada garis tengah
meja pemeriksaan.
PROSEDUR 3) Pastikan Pelvis tidak berotasi, jarak kiri dan kanan harus sama
rata terhadap Spina Illiaca Anterior Superior (SIAS).
4) Atur Central Ray vertikal tegak lurus bidang film, dengan
menyalakan lampu kolimator dan batasi luas lapangan
penyinaran sesuai dengan besarnya objek.
5) Atur Central Point tepat di tengah garis yang menghubungkan
kedua Spina Illiaca Anterior Superior (SIAS).
6) Jika sudah siap seluruhnya, lakukan eksposi dengan faktor
eksposi yang telah disesuaikan untuk pemotretan Pelvis
proyeksi AP.
7) Pasien diinstruksikan untuk tidak bergerak pada saat eksposi.
8) Selesai eksposi lanjutkan proses pencetakan film.

88
TEKNIK PEMERIKSAAN PELVIS

No. Dokumen No. Revisi Halaman

01/SOP/RAD/18 00
b. Kriteria Gambaran
1) Tampak tulang Pelvis.
2) Tampak L 5, Sacrum, dan Cocygeus.
3) Tampak Caput Femur dan Trochanter Mayor.
4) Tampak adanya kolimasi (pembatasan luas lapangan
penyinaran) sesuai dengan objek yang diperiksa.
5) Marker R / L harus tervisualisasi.

4. Proyeksi Outlet
a. Teknik Pengambilan Gambar
1) Pasien tiduran supine di atas meja pemeriksaan, dengan tangan
di atas dada.
2) Pusatkan Mid Sagital plane (MSP) tubuh pada garis tengah
meja pemeriksaan.
3) Pastikan Pelvis tidak berotasi, jarak kiri dan kanan harus sama
rata terhadap Spina Illiaca Anterior Superior (SIAS).
4) Central Ray 20 – 35° untuk laki-laki, dan 30 - 45° untuk wanita
kearah cephalad. (Perbedaan sudut ini oleh karena perbedaan
ketajaman antara pelvis laki – laki dan perempuan). Dengan
menyalakan lampu kolimator dan batasi luas lapangan
penyinaran sesuai dengan besarnya objek.
5) Atur Central Point tepat di tengah garis yang menghubungkan
PROSEDUR kedua Spina Illiaca Anterior Superior (SIAS).
6) Jika sudah siap seluruhnya, lakukan eksposi dengan faktor
eksposi yang telah disesuaikan untuk pemotretan Pelvis
proyeksi Outlet.
7) Pasien diinstruksikan untuk tidak bergerak pada saat eksposi.
8) Selesai eksposi lanjutkan proses pencetakan film.

b. Kriteria Gambaran
1) Tampak Superior dan Inferior ramus pubis , body pubis, ramus
ischium.
2) Tidak terjadi pergerakan objek, ditandai dengan ketajaman dari
trabecula dan tepi tulang dari pubis dan tulang ischial.
3) Marker R / L harus tervisualisasi.

5. Proyeksi Inlet
a. Teknik Pengambilan Gambar
1) Pasien tiduran supine di atas meja pemeriksaan, dengan tangan
di atas dada.
2) Pusatkan Mid Sagital plane (MSP) tubuh pada garis tengah
meja pemeriksaan.
3) Pastikan Pelvis tidak berotasi, jarak kiri dan kanan harus sama
rata terhadap Spina Illiaca Anterior Superior (SIAS).
4) Pasien tiduran supine di atas meja pemeriksaan, dengan tangan
di atas dada.

89
TEKNIK PEMERIKSAAN PELVIS

No. Dokumen No. Revisi Halaman

01/SOP/RAD/18 00
5) Central Ray 40° kearah caudad, dengan menyalakan lampu
kolimator dan batasi luas lapangan penyinaran sesuai dengan
besarnya objek.
6) Atur Central Point tepat di tengah garis yang menghubungkan
kedua Spina Illiaca Anterior Superior (SIAS).
7) Jika sudah siap seluruhnya, lakukan eksposi dengan faktor
eksposi yang telah disesuaikan untuk pemotretan Pelvis
PROSEDUR proyeksi Inlet.
8) Pasien diinstruksikan untuk tidak bergerak pada saat eksposi.
9) Selesai eksposi lanjutkan proses pencetakan film.

b. Kriteria Gambaran
1) Tampak lingkaran Pelvis.
2) Tampak Sekitar pelvis inlet.
3) Marker R / L harus tervisualisasi.

Instalasi Radiologi
UNIT TERKAIT

90
TEKNIK PEMERIKSAAN HIP JOINT

No. Dokumen No. Revisi Halaman

01/SOP/RAD/18 00
Ditetapkan Oleh
Tanggal terbit
STANDAR
OPERASIONAL
PROSEDUR dr Jacquelyn Anita E. Tasik
Direktur

Teknik pengambilan gambaran radiografi Hip Joint dengan proyeksi


PENGERTIAN
Antero Posterior (AP) dan Lateral.

Untuk memperlihatkan anatomi ataupun kelainan-kelainan pada Hip Joint


TUJUAN
proyeksi Antero Posterior (AP), Lateral.

1. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1333/Menkes/SK/XII/1999


tentang Standar Pelayanan Rumah Sakit.
2. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1014/MENKES/SK/XI/2008
tentang Standar Pelayanan Radiologi Diagnostik di Sarana Pelayanan
Kesehatan.
KEBIJAKAN
3. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 129/Menkes/SK/II/2008 tentang
Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit.
4. Keputusan Direksi Rumah Indonesia Sehat Hospital Nomor
008/SPO/VI/2018 tentang Buku Standar Prosedur Operasional dan
Penggunaannya.
1. Petugas menyiapkan diri dan alat sesuai dgn SOP sebelum melakukan
tindakan terhadap pasien.

2. Pasien disiapkan sesuai dengan jenis pemeriksaan yang akan dilakukan.

3. Proyeksi Antero Posterior (AP)


a. Teknik Pengambilan Gambar
1) Pasien tiduran supine di atas meja pemeriksaan, dengan tangan
di atas dada.
2) Posisikan Hip Joint menempel rata pada Mid Line cassete dan
pastikan sudah true AP.
PROSEDUR 3) Pastikan Hip Joint tidak berotasi, jarak kiri dan kanan harus
sama rata terhadap Spina Illiaca Anterior Superior (SIAS).
4) Atur Central Ray vertikal tegak lurus bidang film, dengan
menyalakan lampu kolimator dan batasi luas lapangan
penyinaran sesuai dengan besarnya objek.
5) Atur Central Point tepat di Spina Illiaca Anterior Superior
(SIAS).
6) Jika sudah siap seluruhnya, lakukan eksposi dengan faktor
eksposi yang telah disesuaikan untuk pemotretan Hip Joint
proyeksi AP.
7) Pasien diinstruksikan untuk tidak bergerak pada saat eksposi.
8) Selesai eksposi lanjutkan proses pencetakan film.

91
TEKNIK PEMERIKSAAN HIP JOINT

No. Dokumen No. Revisi Halaman

01/SOP/RAD/18 00
b. Kriteria Gambaran
1) Tampak Tulang Pubis dan Ischi superposisi diatas sacrum dan
coccygeus.
2) Kedua Foramen obturatum harus simetris.
3) Tampak 1/3 proximal femur.
4) Marker R / L harus tervisualisasi.

4. Proyeksi Lateral
a. Teknik Pengambilan Gambar
1) Pasien tiduran supine di atas meja pemeriksaan, dengan tubuh
dan lengan diatur senyaman mungkin, dengan tidak
mengganggu area yang akan di foto.
2) Hip Joint yang akan diperiksa dirotasikan true lateral sesuai
dengan bagian mana yang terasa sakit, dengan lutut sedikit
fleksi.
3) Atur Central Ray vertikal tegak lurus bidang film, dengan
PROSEDUR
menyalakan lampu kolimator dan batasi luas lapangan
penyinaran sesuai dengan besarnya objek.
4) Atur Central Point tepat di Spina Illiaca Anterior Superior
(SIAS).
5) Jika sudah siap seluruhnya, lakukan eksposi dengan faktor
eksposi yang telah disesuaikan untuk pemotretan Hip Joint
proyeksi lateral.
6) Pasien diinstruksikan untuk tidak bergerak pada saat eksposi.
7) Selesai eksposi lanjutkan proses pencetakan film.

b. Kriteria Gambaran
1) Tampak Acetabulum dan head femoral.
2) Femoral Neck superposisi dengan trochanter mayor.
3) Tampak 1/3 proximal femur.
4) Marker R / L harus tervisualisasi.

Instalasi Radiologi
UNIT TERKAIT

92
TEKNIK PEMERIKSAAN FEMUR

No. Dokumen No. Revisi Halaman

01/SOP/RAD/18 00
Ditetapkan Oleh
Tanggal terbit
STANDAR
OPERASIONAL
PROSEDUR dr Jacquelyn Anita E. Tasik
Direktur

Teknik pengambilan gambaran radiografi Femur dengan proyeksi Antero


PENGERTIAN
Posterior (AP) dan Lateral.

Untuk memperlihatkan anatomi ataupun kelainan-kelainan pada Femur


TUJUAN
proyeksi Antero Posterior (AP), Lateral.

1. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1333/Menkes/SK/XII/1999


tentang Standar Pelayanan Rumah Sakit.
2. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1014/MENKES/SK/XI/2008
tentang Standar Pelayanan Radiologi Diagnostik di Sarana Pelayanan
Kesehatan.
KEBIJAKAN
3. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 129/Menkes/SK/II/2008 tentang
Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit.
4. Keputusan Direksi Rumah Indonesia Sehat Hospital Nomor
008/SPO/VI/2018 tentang Buku Standar Prosedur Operasional dan
Penggunaannya.
1. Petugas menyiapkan diri dan alat sesuai dgn SOP sebelum melakukan
tindakan terhadap pasien.

2. Pasien disiapkan sesuai dengan jenis pemeriksaan yang akan dilakukan.

3. Proyeksi Antero Posterior (AP)


a. Teknik Pengambilan Gambar
1) Pasien tiduran supine di atas meja pemeriksaan, dengan tangan
di atas dada.
2) Posisikan Femur menempel rata pada Mid Line cassete dan
PROSEDUR
pastikan sudah true AP.
3) Atur Central Ray vertikal tegak lurus bidang film, dengan
menyalakan lampu kolimator dan batasi luas lapangan
penyinaran sesuai dengan besarnya objek.
4) Atur Central Point Pada pertengahan Os Femur.
5) Jika sudah siap seluruhnya, lakukan eksposi dengan faktor
eksposi yang telah disesuaikan untuk pemotretan Femur
proyeksi AP.
6) Pasien diinstruksikan untuk tidak bergerak pada saat eksposi.
7) Selesai eksposi lanjutkan proses pencetakan film.

93
TEKNIK PEMERIKSAAN FEMUR

No. Dokumen No. Revisi Halaman

01/SOP/RAD/18 00
b. Kriteria Gambaran
1) Tampak gambaran Os Femur secara keseluruhan, dengan batas
atas Hip Joint dan batas bawah Knee Joint.
2) Pada umumnya kontras antara jaringan dan tulang pada bagian
proksimal dan distal berbeda, oleh karena ketebalan antara ke
dua bagian tersebut tidak sama.
3) Marker R / L harus tervisualisasi.

4. Proyeksi Lateral
a. Teknik Pengambilan Gambar
1) Pasien tiduran supine di atas meja pemeriksaan, dengan tubuh
dan lengan diatur senyaman mungkin, dengan tidak
mengganggu area yang akan di foto.
2) Femur yang akan diperiksa dirotasikan true lateral sesuai
dengan bagian mana yang terasa sakit, dengan lutut sedikit
fleksi.
PROSEDUR 3) Atur Central Ray vertikal tegak lurus bidang film, dengan
menyalakan lampu kolimator dan batasi luas lapangan
penyinaran sesuai dengan besarnya objek.
4) Atur Central Point pada pertengahan Os Femur.
5) Jika sudah siap seluruhnya, lakukan eksposi dengan faktor
eksposi yang telah disesuaikan untuk pemotretan Femur
proyeksi lateral.
6) Pasien diinstruksikan untuk tidak bergerak pada saat eksposi.
7) Selesai eksposi lanjutkan proses pencetakan film.

b. Kriteria Gambaran
1) Tampak gambaran Os Femur secara keseluruhan, dengan batas
atas Hip Joint dan batas bawah Knee Joint.
2) Pada umumnya kontras antara jaringan dan tulang pada bagian
proksimal dan distal berbeda, oleh karena ketebalan antara
kedua bagian tersebut tidak sama.
3) Marker R / L harus tervisualisasi.

Instalasi Radiologi
UNIT TERKAIT

94
TEKNIK PEMERIKSAAN KNEE JOINT (GENU)

No. Dokumen No. Revisi Halaman

01/SOP/RAD/18 00
Ditetapkan Oleh
Tanggal terbit
STANDAR
OPERASIONAL
PROSEDUR dr Jacquelyn Anita E. Tasik
Direktur

Teknik pengambilan gambaran radiografi Knee Joint dengan proyeksi


PENGERTIAN
Antero Posterior (AP) dan Lateral.

Untuk memperlihatkan anatomi ataupun kelainan-kelainan pada Knee Joint


TUJUAN
proyeksi Antero Posterior (AP), Lateral.

1. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1333/Menkes/SK/XII/1999


tentang Standar Pelayanan Rumah Sakit.
2. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1014/MENKES/SK/XI/2008
tentang Standar Pelayanan Radiologi Diagnostik di Sarana Pelayanan
Kesehatan.
KEBIJAKAN
3. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 129/Menkes/SK/II/2008 tentang
Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit.
4. Keputusan Direksi Rumah Indonesia Sehat Hospital Nomor
008/SPO/VI/2018 tentang Buku Standar Prosedur Operasional dan
Penggunaannya.

95
1. Petugas menyiapkan diri dan alat sesuai dgn SOP sebelum melakukan
tindakan terhadap pasien.

2. Pasien disiapkan sesuai dengan jenis pemeriksaan yang akan dilakukan.

3. Proyeksi Antero Posterior (AP)


a. Teknik Pengambilan Gambar
1) Pasien tiduran supine di atas meja pemeriksaan, dengan tangan
di atas dada atau berdiri di depan bucky stand.
2) Posisikan Knee Joint menempel rata pada Mid Line cassete dan
PROSEDUR pastikan sudah true AP.
3) Atur Central Ray vertikal tegak lurus bidang film, dengan
menyalakan lampu kolimator dan batasi luas lapangan
penyinaran sesuai dengan besarnya objek.
4) Atur Central Point pada titik ½ inchi (1,3 cm) inferior dari
Apex Patella.
5) Jika sudah siap seluruhnya, lakukan eksposi dengan faktor
eksposi yang telah disesuaikan untuk pemotretan Knee Joint
proyeksi AP.
6) Pasien diinstruksikan untuk tidak bergerak pada saat eksposi.
7) Selesai eksposi lanjutkan proses pencetakan film.

96
TEKNIK PEMERIKSAAN KNEE JOINT (GENU)

No. Dokumen No. Revisi Halaman

01/SOP/RAD/18 00
b. Kriteria Gambaran
1) Terbukanya persendian Femorotibial.
2) Tidak ada rotasi.
3) Tampak Patella terproyeksi pada pertengahan cassete.
4) Marker R / L harus tervisualisasi.

4. Proyeksi Lateral
a. Teknik Pengambilan Gambar
1) Pasien tiduran supine di atas meja pemeriksaan, dengan tubuh
dan lengan diatur senyaman mungkin, atau berdiri di depan
bucky stand.
2) Knee Joint yang akan diperiksa dirotasikan true lateral sesuai
dengan bagian mana yang terasa sakit, dengan sedikit fleksi.
3) Atur Central Ray vertikal tegak lurus bidang film, dengan
PROSEDUR menyalakan lampu kolimator dan batasi luas lapangan
penyinaran sesuai dengan besarnya objek.
4) Atur Central Point pada titik ½ inchi (1,3 cm) inferior dari
Apex Patella.
5) Jika sudah siap seluruhnya, lakukan eksposi dengan faktor
eksposi yang telah disesuaikan untuk pemotretan Knee Joint
proyeksi lateral.
6) Pasien diinstruksikan untuk tidak bergerak pada saat eksposi.
7) Selesai eksposi lanjutkan proses pencetakan film.

b. Kriteria Gambaran
1) Tampak Patella pada posisi true lateral.
2) Terbukanya Articulatio Patello Femoralis.
3) Caput Os Fibula dan Os Tibia tampak superposisi.
4) Marker R / L harus tervisualisasi.

Instalasi Radiologi
UNIT TERKAIT

97
TEKNIK PEMERIKSAAN CRURIS

No. Dokumen No. Revisi Halaman

01/SOP/RAD/18 00
Ditetapkan Oleh
Tanggal terbit
STANDAR
OPERASIONAL
PROSEDUR dr Jacquelyn Anita E. Tasik
Direktur

Teknik pengambilan gambaran radiografi Cruris dengan proyeksi Antero


PENGERTIAN
Posterior (AP) dan Lateral.

Untuk memperlihatkan anatomi ataupun kelainan-kelainan pada Cruris


TUJUAN
proyeksi Antero Posterior (AP), Lateral.

1. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1333/Menkes/SK/XII/1999


tentang Standar Pelayanan Rumah Sakit.
2. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1014/MENKES/SK/XI/2008
tentang Standar Pelayanan Radiologi Diagnostik di Sarana Pelayanan
Kesehatan.
KEBIJAKAN
3. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 129/Menkes/SK/II/2008 tentang
Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit.
4. Keputusan Direksi Rumah Indonesia Sehat Hospital Nomor
008/SPO/VI/2018 tentang Buku Standar Prosedur Operasional dan
Penggunaannya.
1. Petugas menyiapkan diri dan alat sesuai dgn SOP sebelum melakukan
tindakan terhadap pasien.

2. Pasien disiapkan sesuai dengan jenis pemeriksaan yang akan dilakukan.

3. Proyeksi Antero Posterior (AP)


a. Teknik Pengambilan Gambar
1) Pasien tiduran supine di atas meja pemeriksaan, dengan tangan
di atas dada.
2) Posisikan Cruris menempel rata pada Mid Line cassete dan
PROSEDUR
pastikan sudah true AP.
3) Atur Central Ray vertikal tegak lurus bidang film, dengan
menyalakan lampu kolimator dan batasi luas lapangan
penyinaran sesuai dengan besarnya objek.
4) Atur Central Point pada pertengahan Os Cruris.
5) Jika sudah siap seluruhnya, lakukan eksposi dengan faktor
eksposi yang telah disesuaikan untuk pemotretan Cruris
proyeksi AP.
6) Pasien diinstruksikan untuk tidak bergerak pada saat eksposi.
7) Selesai eksposi lanjutkan proses pencetakan film.

98
99
TEKNIK PEMERIKSAAN CRURIS

No. Dokumen No. Revisi Halaman

01/SOP/RAD/18 00
b. Kriteria Gambaran
1) Gambaran memperlihatkan kedua persendian dalam satu film
(batas atas Knee Joint dan batas bawah Angkle Joint).
2) Kedua persendian tidak mengalami rotasi (Knee Joint dan
Angkle Joint).
3) Articulatio Tibia dan Fibula tampak overlapping sedang.
4) Detail soft tissue baik.
5) Marker R / L harus tervisualisasi.

4. Proyeksi Lateral
a. Teknik Pengambilan Gambar
1) Pasien tiduran supine di atas meja pemeriksaan, dengan tubuh
dan lengan diatur senyaman mungkin.
2) Cruris yang akan diperiksa dirotasikan true lateral sesuai dengan
bagian mana yang terasa sakit, dengan lutut sedikit fleksi.
3) Atur Central Ray vertikal tegak lurus bidang film, dengan
PROSEDUR
menyalakan lampu kolimator dan batasi luas lapangan
penyinaran sesuai dengan besarnya objek.
4) Atur Central Point pada pertengahan Os Cruris
5) Jika sudah siap seluruhnya, lakukan eksposi dengan faktor
eksposi yang telah disesuaikan untuk pemotretan Cruris
proyeksi lateral.
6) Pasien diinstruksikan untuk tidak bergerak pada saat eksposi.
7) Selesai eksposi lanjutkan proses pencetakan film.

b. Kriteria Gambaran
1) Gambaran memperlihatkan kedua persendian dalam satu film
(batas atas Knee Joint dan batas bawah Angkle Joint).
2) Tampak Articulatio Tibia dan Fibula pada posisi lateral dan
sedikit overlapping.
3) Detail soft tissue baik.
4) Marker R / L harus tervisualisasi.

Instalasi Radiologi
UNIT TERKAIT

100
TEKNIK PEMERIKSAAN ANKLE JOINT

No. Dokumen No. Revisi Halaman

01/SOP/RAD/18 00
Ditetapkan Oleh
Tanggal terbit
STANDAR
OPERASIONAL
PROSEDUR dr Jacquelyn Anita E. Tasik
Direktur

Teknik pengambilan gambaran radiografi Ankle Joint dengan proyeksi


PENGERTIAN
Antero Posterior (AP) dan Lateral.

Untuk memperlihatkan anatomi ataupun kelainan-kelainan pada Ankle


TUJUAN
Joint proyeksi Antero Posterior (AP), Lateral.

1. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1333/Menkes/SK/XII/1999


tentang Standar Pelayanan Rumah Sakit.
2. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1014/MENKES/SK/XI/2008
tentang Standar Pelayanan Radiologi Diagnostik di Sarana Pelayanan
Kesehatan.
KEBIJAKAN
3. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 129/Menkes/SK/II/2008 tentang
Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit.
4. Keputusan Direksi Rumah Indonesia Sehat Hospital Nomor
008/SPO/VI/2018 tentang Buku Standar Prosedur Operasional dan
Penggunaannya.
1. Petugas menyiapkan diri dan alat sesuai dgn SOP sebelum melakukan
tindakan terhadap pasien.

2. Pasien disiapkan sesuai dengan jenis pemeriksaan yang akan dilakukan.

3. Proyeksi Antero Posterior (AP)


a. Teknik Pengambilan Gambar
1) Pasien tiduran supine di atas meja pemeriksaan, dengan tangan
di atas dada.
2) Posisikan Ankle Joint menempel rata pada Mid Line cassete dan
pastikan sudah true AP.
PROSEDUR 3) Pedis diletakkan vertikal di atas cassete horizontal, dengan jari-
jari kaki full ekstensi.
4) Atur Central Ray vertikal tegak lurus bidang film, dengan
menyalakan lampu kolimator dan batasi luas lapangan
penyinaran sesuai dengan besarnya objek.
5) Atur Central Point pada pertengahan dari kedua Malleolus
(medial dan lateral malleolus).
6) Jika sudah siap seluruhnya, lakukan eksposi dengan faktor
eksposi yang telah disesuaikan untuk pemotretan Ankle Joint
proyeksi AP.
7) Pasien diinstruksikan untuk tidak bergerak pada saat eksposi.
8) Selesai eksposi lanjutkan proses pencetakan film.

101
TEKNIK PEMERIKSAAN ANKLE JOINT

No. Dokumen No. Revisi Halaman

01/SOP/RAD/18 00
b. Kriteria Gambaran
1) Tampak Ankle Joint pada proyeksi AP, tanpa mengalami rotasi.
2) Tampak kira-kira 1/3 distal dari Os Tibia dan Fibula.
3) Tampak Os Tibia bagian lateral overlapping dengan Os Fibula.
4) Pedis tidak begitu jelas terlihat, hanya Talus yang jelas terlihat.
5) Marker R / L harus tervisualisasi.

4. Proyeksi Lateral
a. Teknik Pengambilan Gambar
1) Pasien tiduran supine di atas meja pemeriksaan, dengan tubuh
dan lengan diatur senyaman mungkin.
2) Ankle Joint yang akan diperiksa dirotasikan true lateral sesuai
dengan bagian mana yang terasa sakit, dengan lutut sedikit
fleksi.
3) Atur Central Ray vertikal tegak lurus bidang film, dengan
menyalakan lampu kolimator dan batasi luas lapangan
PROSEDUR
penyinaran sesuai dengan besarnya objek.
4) Atur Central Point pada lateral Malleolus.
5) Jika sudah siap seluruhnya, lakukan eksposi dengan faktor
eksposi yang telah disesuaikan untuk pemotretan Ankle Joint
proyeksi lateral.
6) Pasien diinstruksikan untuk tidak bergerak pada saat eksposi.
7) Selesai eksposi lanjutkan proses pencetakan film.

b. Kriteria Gambaran
1) Tampak Ankle Joint pada proyeksi lateral.
2) Tampak Os Tibia dan Fibula overlapping pada bagian distalnya.
3) Tampak Calcaneus pada proyeksi lateral.
4) Tampak space antara Talus dengan Tibia dan Fibula (Talo-
Tibiafibular Joint).
5) Pedis tidak begitu jelas terlihat, hanya Talus yang jelas terlihat.
6) Marker R / L harus tervisualisasi.

Instalasi Radiologi
UNIT TERKAIT

102
TEKNIK PEMERIKSAAN CALCANEUS

No. Dokumen No. Revisi Halaman

01/SOP/RAD/18 00
Ditetapkan Oleh
Tanggal terbit
STANDAR
OPERASIONAL
PROSEDUR dr Jacquelyn Anita E. Tasik
Direktur

Teknik pengambilan gambaran radiografi Calcaneus dengan proyeksi


PENGERTIAN
Antero Posterior (AP) dan Lateral.

Untuk memperlihatkan anatomi ataupun kelainan-kelainan pada Calcaneus


TUJUAN
proyeksi Antero Posterior (AP), Lateral.

1. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1333/Menkes/SK/XII/1999


tentang Standar Pelayanan Rumah Sakit.
2. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1014/MENKES/SK/XI/2008
tentang Standar Pelayanan Radiologi Diagnostik di Sarana Pelayanan
Kesehatan.
KEBIJAKAN
3. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 129/Menkes/SK/II/2008 tentang
Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit.
4. Keputusan Direksi Rumah Indonesia Sehat Hospital Nomor
008/SPO/VI/2018 tentang Buku Standar Prosedur Operasional dan
Penggunaannya.
1. Petugas menyiapkan diri dan alat sesuai dgn SOP sebelum melakukan
tindakan terhadap pasien.

2. Pasien disiapkan sesuai dengan jenis pemeriksaan yang akan dilakukan.

3. Proyeksi Antero Posterior (AP)


a. Teknik Pengambilan Gambar
1) Pasien tiduran supine di atas meja pemeriksaan, dengan tangan
di atas dada.
2) Letakkan Calcaneus di tengah cassete dalam keadaan true AP.
3) Pedis diletakkan vertikal di atas cassete horizontal, dengan jari-
PROSEDUR
jari kaki full ekstensi.
4) Atur Central Ray 40° Cranially, dengan menyalakan lampu
kolimator dan batasi luas lapangan penyinaran sesuai dengan
besarnya objek.
5) Atur Central Point Pada Metatarsal III.
6) Jika sudah siap seluruhnya, lakukan eksposi dengan faktor
eksposi yang telah disesuaikan untuk pemotretan Calcaneus
proyeksi AP.
7) Pasien diinstruksikan untuk tidak bergerak pada saat eksposi.
8) Selesai eksposi lanjutkan proses pencetakan film.

103
TEKNIK PEMERIKSAAN CALCANEUS

No. Dokumen No. Revisi Halaman

01/SOP/RAD/18 00
b. Kriteria Gambaran
1) Tampak gambaran axial Os Calcaneus terutama daerah
Tuberositas, Sustentaculum Tali dan Processus Trochlear.
2) Marker R / L harus tervisualisasi.

4. Proyeksi Lateral
a. Teknik Pengambilan Gambar
1) Pasien tiduran supine di atas meja pemeriksaan, dengan tubuh
dan lengan diatur senyaman mungkin.
2) Calcaneus yang akan diperiksa dirotasikan true lateral sesuai
dengan bagian mana yang terasa sakit, dengan lutut sedikit
fleksi.
3) Atur Central Ray vertikal tegak lurus bidang film, dengan
PROSEDUR
menyalakan lampu kolimator dan batasi luas lapangan
penyinaran sesuai dengan besarnya objek.
4) Atur Central Point pada 2,5 cm distal Malleolus Medialis.
5) Jika sudah siap seluruhnya, lakukan eksposi dengan faktor
eksposi yang telah disesuaikan untuk pemotretan Calcaneus
proyeksi lateral.
6) Pasien diinstruksikan untuk tidak bergerak pada saat eksposi.
7) Selesai eksposi lanjutkan proses pencetakan film.

b. Kriteria Gambaran
1) Tampak gambaran lateral Os Calcaneus.
2) Marker R / L harus tervisualisasi.

Instalasi Radiologi
UNIT TERKAIT

104
TEKNIK PEMERIKSAAN PEDIS

No. Dokumen No. Revisi Halaman


01/SOP/RAD/18
00
Ditetapkan Oleh
STANDAR Tanggal terbit

OPERASIONAL
PROSEDUR dr Jacquelyn Anita E. Tasik
Direktur

Teknik pengambilan gambaran radiografi Pedis dengan proyeksi Antero Posterior


PENGERTIAN (AP), Lateral dan Oblique.

Untuk memperlihatkan anatomi ataupun kelainan-kelainan pada Pedis proyeksi


TUJUAN Antero Posterior (AP), Lateral dan Oblique.

1. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1333/Menkes/SK/XII/1999


tentang Standar Pelayanan Rumah Sakit.
2. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1014/MENKES/SK/XI/2008
tentang Standar Pelayanan Radiologi Diagnostik di Sarana Pelayanan
KEBIJAKAN Kesehatan.
3. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 129/Menkes/SK/II/2008 tentang
Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit.
4. Keputusan Direksi Rumah Indonesia Sehat Hospital Nomor
008/SPO/VI/2018 tentang Buku Standar Prosedur Operasional dan
Penggunaannya.
1. Petugas menyiapkan diri dan alat sesuai dgn SOP sebelum melakukan
tindakan terhadap pasien.

2. Pasien disiapkan sesuai dengan jenis pemeriksaan yang akan dilakukan.

3. Proyeksi Antero Posterior (AP)


a. Teknik Pengambilan Gambar
1) Pasien diposisikan duduk atau supine di atas meja pemeriksaan,
kaki difleksikan dan telapak kaki menempel diatas kaset
horizontal. Cassete diatur sejajar dengan long axis cassete.
PROSEDUR 2) Kedua lengan tangan diposisikan senyaman mungkin dengan
tidak mengganggu area yang akan di foto.
3) Atur Central Ray vertikal tegak lurus bidang film, dengan
menyalakan lampu kolimator dan batasi luas lapangan
penyinaran sesuai dengan besarnya objek.
4) Atur Central Point Pada Metatarsal III.
5) Jika sudah siap seluruhnya, lakukan eksposi dengan faktor
eksposi yang telah disesuaikan untuk pemotretan Pedis proyeksi
AP.
6) Pasien diinstruksikan untuk tidak bergerak pada saat eksposi.
7) Selesai eksposi lanjutkan proses pencetakan film.

105
TEKNIK PEMERIKSAAN PEDIS

No. Dokumen No. Revisi Halaman

01/SOP/RAD/18 00
a. Kriteria Gambaran
Tampak gambaran AP dari Ossa Metatarsal, Ossa Phalanx, Ossa
Tarsal.Marker R / L harus tervisualisasi.

4. Proyeksi Lateral
a. Teknik Pengambilan Gambar
1) Pasien diposisikan supine di atas meja pemeriksaan.
2) Kedua lengan tangan diposisikan senyaman mungkin dengan
tidak mengganggu area yang akan difoto.
3) Pedis yang akan diperiksa dirotasikan true lateral sesuai dengan
bagian mana yang terasa sakit, (Pedis menempel rata pada
cassete).
4) Bagian kaki yang tidak diperiksa, difleksikan sehingga
menjauhi Pedis yang akan diperiksa.
PROSEDUR 5) Atur Central Ray vertikal tegak lurus bidang film, dengan
menyalakan lampu kolimator dan batasi luas lapangan
penyinaran sesuai dengan besarnya objek.
6) Atur Central Point Pada The base of Metatarsal III.
7) Jika sudah siap seluruhnya, lakukan eksposi dengan faktor
eksposi yang telah disesuaikan untuk pemotretan Pedis proyeksi
lateral.
8) Pasien diinstruksikan untuk tidak bergerak pada saat eksposi.
9) Selesai eksposi lanjutkan proses pencetakan film.

b. Kriteria Gambaran
1) Tampak gambaran lateral Os Pedis dan daerah distal Os Tibia
dan Fibula.
2) Marker R / L harus tervisualisasi.

106
TEKNIK PEMERIKSAAN PEDIS

No. Dokumen No. Revisi Halaman

01/SOP/RAD/18 00
5. Proyeksi Oblique
a. Teknik Pengambilan Gambar
1) Pasien diposisikan duduk atau supine di atas meja pemeriksaan,
lutut difleksikan dan telapak kaki menempel di atas cassete
horizontal. Cassete diatur sejajar dengan long axis.
2) Kaki diendorotasikan membentuk sudut 30º terhadap cassete
pada sisi medial.
3) Kedua lengan tangan diposisikan senyaman mungkin dengan
tidak mengganggu area yang akan di foto.
4) Atur Central Ray vertikal tegak lurus bidang film, dengan
menyalakan lampu kolimator dan batasi luas lapangan
PROSEDUR penyinaran sesuai dengan besarnya objek.
5) Atur Central Point Pada Metatarsal III.
6) Jika sudah siap seluruhnya, lakukan eksposi dengan faktor
eksposi yang telah disesuaikan untuk pemotretan Pedis proyeksi
Oblique.
7) Pasien diinstruksikan untuk tidak bergerak pada saat eksposi.
8) Selesai eksposi lanjutkan proses pencetakan film.

b. Kriteria Gambaran
1) Tampak gambaran AP dari Ossa Metatarsal, Ossa Phalanx,
Ossa Tarsal.
2) Marker R / L harus tervisualisasi.

UNIT TERKAIT Instalasi Radiologi

107
TEKNIK PEMERIKSAAN KONTRAS BNO-IVP

No. Dokumen No. Revisi Halaman

01/SOP/RAD/18 00
Ditetapkan Oleh
Tanggal terbit
STANDAR
OPERASIONAL
PROSEDUR dr Jacquelyn Anita E. Tasik
Direktur

Suatu pemeriksaaan radiografi dengan menggunakan kontras media yang


PENGERTIAN disuntikan melalui vena mediana cubiti untuk melihat kelainan pada traktus
urinarius(saluran kencing).

Memperlihatkan kaliks minor, kaliks mayor, pelvis renalis, ureter, dan


vesica urinaria setelah injeksi zat kontras secara intravena. Dan menilai
TUJUAN
fungsi ginjal dalam menyaring dan mengekskresikan zat kontras dari
sirkulasi darah.

1. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1333/Menkes/SK/XII/1999


tentang Standar Pelayanan Rumah Sakit.
2. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1014/MENKES/SK/XI/2008
tentang Standar Pelayanan Radiologi Diagnostik di Sarana Pelayanan
Kesehatan.
KEBIJAKAN
3. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 129/Menkes/SK/II/2008 tentang
Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit.
4. Keputusan Direksi Rumah Indonesia Sehat Hospital Nomor
008/SPO/VI/2018 tentang Buku Standar Prosedur Operasional dan
Penggunaannya.
1. Petugas menyiapkan diri dan alat sesuai dgn SOP sebelum melakukan
tindakan terhadap pasien.

2. Pasien disiapkan sesuai dengan jenis pemeriksaan yang akan dilakukan.

3. Foto Pendahuluan
a. Teknik Pengambilan Gambar
1) Pasien supine diatas meja pemeriksaan dengan kedua lengan
disamping tubuh pasien.
PROSEDUR 2) MSP tubuh tepat pada garis tengah meja pemeriksaan.
3) Batas atas processus xyphoideus, batas bawah tepi atas
symphysis pubis.
4) Central ray vertikal tegak lurus kaset.
5) Central point pada garis tengah tubuh pasien dengan garis yang
ditarik dari spina illiaca anterior superior kanan dan kiri kearah
anterior abdomen atau setinggi Vertebrae Lumbalis III.
6) Jika sudah siap seluruhnya, lakukan eksposi dengan faktor
eksposi yang telah disesuaikan untuk pemotretan Abdomen.

108
9) Jika sudah siap seluruhnya, lakukan eksposi dengan faktor eksposi yang telah
disesuaikan untuk pemotretan Pedis proyeksi Oblique.
10) Pasien diinstruksikan untuk tidak bergerak pada saat eksposi.
Selesai eksposi lanjutkan proses pencetakan film.

No. Dokumen No. Revisi Halaman

01/SOP/RAD/ 00

PROSEDUR

Instalasi Radiologi
UNIT TERKAIT

109

Anda mungkin juga menyukai