Anda di halaman 1dari 7

REFERAT ADAPTASI, JEJAS, DAN KEMATIAN SEL

BLOK 5

DISUSUN OLEH :

Beatrix Melanie Beding ( 1961050076)

Nama dosen : dr. Marliana N. Lumban Gaol, SpPA, MH.kes

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA
JAKARTA
2020
Bab I
Pendahuluan
A. Latar Belakang
Sel merupakan peserta aktif dari lingkungan yang selalu menyesuaikan
struktur dan fungsi untuk mengakomodasi tuntutan perubahan kebutuhan dan
terhadap stres ektrasel. Sel cenderung mempertahankan lingkungannya yang disebut
homeostasis yaitu suatu keadaan dimana lingkungkan intrasel dipertahankan dalam
rentang parameter fisiologis. Ketika sel menghadapi stres fisiologis atau rangsang
patologis sel dapat beradaptasi mencapai kondisi baru dan mempertahankan
viabilitas dan fungsinya. Dalam batas tertentu cedera bersifat reversibel dan sel akan
kembali ke kondisi stabil semula; namun apabila stresnya berat atau berkepanjangan
dan terjadi secara tibatiba akan mengakibatkan cedera ireversibel dan kematian pada
sel yang terkena. Kematian sel merupakan hasil yang penting pada perjalanan
penyakit di jaringan atau di organ. Hal tersebut terjadi karena berbagai sebab,
termasuk iskemia (aliran darah yang berkurang), infeksi, toksin, dan reaksi
imunologi.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian Adaptasi sel?
2. Bagaimana Proses Adaptasi sel?
3. Apa pengertian Jejas sel?
4. Apa saja penyebab jejas sel?
5. Bagaimana proses kematian sel?
6. Bagaimana 2 jalur mekanisme Apoptosis?
7. Apa itu Ubiquitine-proteasome pathway?

Bab II
Pembahasan
1. Pengertian Adaptasi Sel
Adaptasi adalah perubahan reversibel dari jumlah, ukuran, fenotipe, aktivitas
metabolit atau fungsi sel dalam memberikan respons terhadap perubahan
lingkungan. Adaptasi fisiologis umumnya merupakan respons sel terhadap stimulus
normal oleh hormon atau mediator kimia endogen (misal: pembesaran payudara dan
uterus selama kehamilan akibat pengaruh hormon). Adaptasi patologis merupakan
respons terhadap stres yang memungkinkan sel untuk menyesuaikan struktur dan
fungsi sehingga dapat menghindari jejas. Adaptasi tersebut dapat terjadi dalam
bentuk yang berbeda-beda.
2. Proses Adaptasi Sel
Hipertrofia
Hipertrofia adalah meningkatnya ukuran sel yang mengakibatkan organ
bertambah besar. Dengan kata lain pada hipertrofia murni tidak dibentuk sel baru,
hanya sel bertambah besar mengandungi protein dan organel struktural yang
meningkat. Hipertrofia terjadi pada set yang mempunyai kemampuan pertambahan
yang terbatas. Hipertrofia dapat terjadi secara fisiologis atau patologis dan
disebabkan oleh kebutuhan fungsional yang meningkat atau stimulasi faktor
pertumbuhan atau hormonal.
• Pembesaran fisiologis uterus selama kehamilan terjadi karena hipertrofia otot polos
dan hiperplasia otot polos akibat pengaruh estrogen. Keadaaan berlawanan dalam
respons terhadap tuntutan meningkat terjadi pada otot serat lintang di otot skeletal
dan jantung yang hanya dapat melakukan hipertrofia karena set otot dewasa
mempunyai kapasitas bertambah yang terbatas, sehingga seorang atlet angkat besi
pembesaran ototnya karena proses hipertrofia.
• Contoh hipertrofia sel patologis adalah pembesaran jantung akibat hipertensi atau
penyakit katup aorta.
Hiperplasia
Hiperplasia adalah penambahan jumlah sel yang terjadi karena proliferasi sel
yang telah mengalami diferensiasi dan penggantian sel oleh sel punca (stem cell).
Hiperplasia merupakan respons adaptasi pada sel yang dapat melakukan replikasi.
hiperplasia terjadi apabila jaringan mengandungi populasi sel yang mampu
bereplikasi. Hal tersebut dapat terjadi bersama dengan hipertrofia dan sering terjadi
karena stimulus yang sama.
Hiperplasia dapat terjadi fisiologis ataupun patologis. Pada kedua keadaan
proliferasi sel dirangsang oleh faktor pertumbuhan yang dihasilkan oleh berbagai
jenis sel.
• Dua jenis hiperplasia fisiologis ialah:
(1) hiperplasia hormonal, contoh pada proliferasi epitel kelenjar-kelenjar payudara
saat pubertas dan saat kehamilan dan (2) hiperplasia kompensatorik, keadaan
dimana jaringan sisa akan bertambah setelah pengeluaran atau hilangnya bagian dari
suatu organ. Contoh apabila sebagian organ hati direseksi, aktivitas mitosis pada sel
yang tersisa akan dimulai dalam waktu 12 jam, sampai terjadi pemulihan hati
mencapai berat normal semula. Stimulus untuk hiperplasia pada proses ini adalah
faktor pertumbuhan polipeptida yang dihasilkan oleh sel hati dan juga oleh sel non
parenkim di hati. Setelah proses restorasi jaringan hati, proliferasi sel akan
dihentikan oleh berbagai inhibitor pertumbuhan
• Umumnya hiperplasia patologis disebabkan oleh stimulus hormon dan faktor
pertumbuhan yang meningkat. Contoh setelah siklus haid normal akan terjadi
pertambahan proliferasi epitel uterus yang biasanya dipengaruhi ketat oleh hormon
hipofisis dan hormon estrogen ovarium dan dihambat oleh progesteron. Namun
apabila terjadi gangguan keseimbangan estrogen dan progesteron akan terjadi
hiperplasia endometrium, yang merupakan penyebab tersering dari gangguan siklus
haid.
Atrofia
Melisutnya ukuran sel akibat hilangnya substansi sel disebut atrofia. Apabila
mengenai jumlah sel yang cukup banyak, seluruh jaringan atau organ akan mengecil
ukurannya, menjadi atrofik. Walaupun sel-sel atrofik menurun fungsinya, sel
tersebut tidak mati. Termasuk penyebab atrofia, ialah berkurangnya beban kerja
(misal: imobilisasi tungkai untuk memungkinkan penyembuhan fraktur), hilangnya
persarafan, berkurangnya suplai darah, nutrisi yang tidak adekuat, hilangnya
stimulasi endokrin, dan penuaan (atrofia senilis). Walaupun beberapa stimulus
tersebut bersifat fisiologis (misal: berkurangnya stimulasi hormonal pada
menopause) dan lainnya patologis (misal: denervasi), kelainan dasar sel bersifat
identik. Perubahan itu menggambarkan kemunduran sel menjadi ukurannya lebih
kecil namun sel dapat bertahan hidup;suatu keseimbangan baru terwujud antara
ukuran sel dan berkurangnya suplai darah, nutrisi atau stimulasi trofik.

Metaplasia
Metaplasia adalah perubahan reversibel yaitu satu jenis sel dewasa (sel epitel
atau mesenkim) digantikan oleh sel dewasa jenis lain. Dalam adaptasi sel ini, suatu
sel yang sensitif terhadap suatu stres tertentu diganti oleh sel lain yang lebih mampu
bertahan terhadap lingkungan yang tidak menopang.

3. Pengertian Jejas Sel


Jejas sel akan terjadi apabila sel mengalami stres yang berat sehingga sel
tersebut tidak dapat lagi beradaptasi atau apabila sel terpapar pada agen yang
merusak atau mengalami abnormalitas intrinsik (misal: pada DNA atau protein).
Berbagai stimulus yang mencederakan akan mengakibatkan gangguan jalur
metabolisme dan organel sel. Jejas akan berkembang dari stadium reversibel dan
berakhir pada kematian sel. Berdasarkan tingkat kerusakannya, cedera atau jejas
sel dikelompokkan menjadi 2 kategori utama yaitu jejas reversible (degenerasi sel)
dan jejas irreversible (kematian sel). Jejas reversible adalah suatu keadaan ketika
sel dapat kembali ke fungsi dan morfologi semula jika rangsangan perusak
ditiadakan. Sedangkan jejas irreversible adalah suatu keadaan saat kerusakan
berlangsung secara terus-menerus, sehingga sel tidak dapat kembali ke keadaan
semula dan sel itu akan mati. Cedera menyebabkan hilangnya pengaturan volume
pada bagian-bagian sel.

4. Penyebab Jejas Sel


Jejas sel dapat terjadi mulai dari trauma fisis pada kecelakaan kendaraan
bermotor hingga defek sebuah gen yang mengakibatkan enzim tidak berfungsi
pada suatu penyakit metabolit.

a) Kekurangan Oksigen
Hipoksia, atau defisiensi oksigen, mengganggu respirasi erobik oksidatif dan
merupakan penyebab jejas dan kematian sel yang sangat penting dan
tersering.
b) Agen Kimia
Peningkatan jumlah beberapa zat kimia yang bisa mengakibatkan jejas sel
mulai dikenal; zat yang dijumpai sehari-hari pun misalnya glukosa, garam,
maupun air apabila diserap atau diberikan secara berlebihan akan
menganggu lingkungan osmotik sehingga mengakibatkan jejas sel atau
kematian sel.
c) Agen fisis
Trauma, suhu yang ekstrem, radiasi, syok listrik dan perubahan yang tiba-
tiba pada tekanan atmosfir mengakibatkan efek yang luas pada sel

d) Penuaan
Penuaan pada sel akan mengakibatkan gangguan replikasi dan kemampuan
perbaikan pada sel dan jaringan.

5. Proses Kematian Sel


Akibat  jejas yang paling ekstrim adalah kematian sel ( cellular death ).
Kematian sel dapat mengenai seluruh tubuh ( somatic death ) atau kematian
umum dan dapat pula setempat, terbatas mengenai suatu daerah jaringan
teratas atau hanya pada sel-sel tertentu saja. Ada dua jenis kematian sel
nekrosis dan apoptosis.
a. Apoptosis
Apoptosis merupakan jalur kematian sel dengan mengaktifkan enzim
yang merusak DNA inti sel itu sendiri dan protein pada inti dan
sitoplasma. Apoptosis dijumpai secara teratur selama proses
embriogenesis dan proses fisiologik (contoh hancurnya sel
endometrium pada proses menstruasi), sel-sel yang tidak diinginkan
akan dibuang. Apoptosis juga dapat ditemukan dalam keadaan
patologik dan kadang kala disertai nekrosis. Perubahan morfologi
apoptisis seperti berikut; sel mengkerut, kondesasi kromtain,
pembentukan gelembung , fagositosis sel disekitarnya.
b. Nekrosis
Nekrosis merupakan jalur utama kematian sel pada berbagai cedera
yang sering dijumpai, misalnya akibat iskemia, toksin, berbagai
infeksi, dan trauma dan selalu proses patologis

6. 2 Jalur Mekanisme Apoptosis


Diawali melalui 2 jalur utama : Jalur mitokondria (intrinsik) dipicu oleh
hilangnya sinyal ketahanan hidup (survival), kerusakan DNA dan akumulasi dari
protein salah bentuk (stres ER); dihubungkan dengan bocornya protein pro
apoptotik dari membran mitokondria ke dalam sitoplasma, dimana terjadi
pemicuan aktivasi kaspase; dihambat oleh unsur anti apoptotik dari kelompok Bcl,
yang diinduksi dengan sinyal ketahanan hidup termasuk faktor pertumbuhan. Jalur
reseptor kematian (ekstrinsik) berperan pada eliminasi limfosit reaktif badan
sendiri dan kerusakan limfosit sitotoksik; dipicu oleh ikut sertanya reseptor
kematian (termasuk dalam kelompok reseptor TNF) melalui ikatan sel yang
berdekatan.
Jalur Mitokondria (Intrinsik) pada Apoptosis
Mitokondria mengandungi beberapa protein yang mampu menginduksi
apoptosis; yang termasuk protein ini ialah sitokrom C dan protein lain yang akan
menetralkan penghambat apoptosis endogen. Pilihan antara kehidupan dan
kematian sel ditentukan oleh permeabilitas mitokondria, yang diatur oleh keluarga
yang terdiri atas lebih dari 20 protein, dengan prototip Bcl-2. Apabila sel tidak
mengandungi faktor pertumbuhan dan sinyal ketahanan hidup ("survival")
lainnya, atau disampaikan pada agen yang merusak DNA, atau mengakumulasi
protein salah bentuk yang jumlahnya tidak bisa diterima, maka, sejumlah sensor
akan diaktifkan.
Sensor ini merupakan bagian dari kelompok Bcl-2 disebut "protein BH3" (sebab
hanya mengandungi sepertiga dari daerah konservasi multipel ("multiple
conserved domains") dari kelompok Bcl-2. Sebaliknya mereka akan mengaktifkan
dua jenis dari kelompok pro apoptotik yang disebut Bax dan Bak, yang
mengalami dimerisasi, masuk ke dalam membran mitokondria, dan membentuk
terowongan tempat sitokrom c dan protein mitokondria lain keluar menuju sitosol.
Sensor ini akan menghambat molekul anti apoptopik Bcl-2 dan Bcl-xL (lihat
lanjut), sehingga memudahkan bocornya protein mitokondria. Sitokrom c,dengan
beberapa kofaktor, mengaktifkan kaspase-9. Protein lain yang keluar dari
mitokondria akan menghalangi aktivitas antagonis kaspase yang berfungsi sebagai
inhibitor apoptosis fisiologis. Hasil akhir ialahaktivasi kaskade kaspase, dengan
akibat terjadinya fragmentasi inti. Sebaliknya apabila sel terpapar pada faktor
pertumbuhan dan sinyal ketahanan hidup ("survival") lain, akan terjadi sintesa anti
apoptotik dari kelompok Bcl-2, dan ada dua jenis terpenting adalah Bcl-2 sendiri
dan Bcl-xL. Protein ini melawan Bax dan Bak, dan menghambat keluarnya
protein pro apoptotik mitokondria. Sel yang kekurangan faktor pertumbuhan tidak
saja mengaktifkan Bax dan Bak yang proapoptotik tetapi juga menunjukkan kadar
Bcl-2 dan Bcl-xL yang menurun, sehingga menggiring sel menuju kematian.

Jalur Reseptor Kematian (Ekstrinsik) Apoptosis


Reseptor kematian prototipik adalah reseptor TNF tipe 1 dan Fas (CD95).
Ligan Fas (FasL) merupakan protein membran yang berekspresi terutama pada
limfosit T yang aktif. Apabila sel T ini mengenali target yang mengekspresikan
Fas, maka molekul Fas akan diikat silang oleh FasL dan mengikat protein adaptor
melalui daerah kematian. Kemudian terjadi pengumpulan dan aktivasi kaspase-8.
Pada banyak jenis sel kaspase-8 akan terbelah dan mengaktifkan pro-apoptotik
kelompok Bcl-2 yang disebut Bid, dan mengisi jalur mitokondria. Kombinasi
aktivasi kedua jalur akan merupakan pukulan telak yang mematikan pada sel.
Protein sel, khususnya antagonis kaspase yang disebut FLIP, akan menghambat
aktivitas kaspase pada bagian hilir dari reseptor kematian. Menarik adalah bahwa
beberapa virus membentuk homolog dari FLIP, dan diperkirakan hal ini
merupakan mekanisme virus agar sel yang terinfeksi tetap hidup. Jalur reseptor
kematian terlibat dalam eliminasi limfosit reaktif dan dalam mematikan sel target
oleh limfosit T sitotoksik.

7. Ubiquitine Proteasome Pathway


Sistem ubiquitin proteasome (UPS) merupakan sistem yang sangat penting
dimana protein, terutama protein yang short lived di degradasi pada sel eukariotik.
UPS dapat mendegradasi protein yang misfold atau misassemble sebagai akibat dari
mutasi, stress lingkungan,inefisiensi folding intrinsik. UPS juga mengatur berbagai
macam proses biologic seperti diferensiasi, neurotransmisi dan apoptosis.
UPS diawali dengan aktivasi ubiquitin, sebuah asam amino peptide kecil, oleh
enzim ubiquitin activating(E1)dengan bantuan ATP. Ubiquitin yang teraktivasi
(ubiquinated) kemudian ditransfer ke enzim kedua bernama enzim ubiquitin-
conjugating(E2),yang berperan sebagai pembawa ubiquitin ke enzim ubiquitin-protein
ligase(E3). E3 kemudian mengenal substras, dimana ubiquitin akan melekat di protein
target (lisin) membentuk rantai polyubiquitin(minimum berjumlah 4). Rantai
polyubiquitin ini akan didegradasi oleh 26s proteasome.
Proteosome merupakan sebuah kompleks berukuran 26s yang terdiri dari inti
katalik 20S berbentuk barrel-shaped, dapat ditutup pada kedua sisi dengan partikel
regulator 19S.
Kompleks 19S ini yang mempunyai peran penting pada langkah awal protelisis
substrat, termasuk mengenal substrat polyubiquitin dan membantu membuka ikatan
(infloding), membuka lubang protesasome 26S, dan translokasi substrat ke ruang proteolitik
dari inti 20S untuk degradasi menajdi peptide-peptida kecil. Rantai poliubquitin disingkirkan
dari substrat sebelum memasuki inti
proteolitik dan didaur ulang menjadi
ubiquitin bebas dengan menggunakan
enzim deubiquitinating
enzyme(DUB). Tutup 19S terdiri dari
tutup bagian atas dan bagian dasar.
Bagian dasar terdiri dari 6 buah
subunit ATPase dan 3 buah subunit
nonATPase. Bagian subunit ATPase
akan berikatan dengan bagian luar protesome 20S dan berperan membuka ikatab protein
substras yang akan didegradasi di inti proteasome, sehinga fungsi pembukaan kanal ini dan
pembukaanikatan substrat tergantung sepenuhnya dari energi yang dihasilkan dari subunit
ATPase yang teradpat di partikel 19S. bagian nonATPase yang terdiri dari ubiquitin
intercating motif akan berkaitan dengan ubiquitin.

Bab III
Penutup
Kesimpulan
Adaptasi adalah perubahan reversibel dari jumlah, ukuran, fenotipe, aktivitas
metabolit atau fungsi sel dalam memberikan respons terhadap perubahan lingkungan.
Proses adaptasi sel terdiri dari Atrofi,Hipertrofi, Hiperplasia, dan Metaplasia. Jejas sel
disebabkan oleh trauma ataupun juga bisa disebabkan oleh agen fisis. Kematian sel
dibedakan menjadi dua macam yaitu apoptosis dan neokrosis

DAFTAR PUSTAKA

1. Abbas,A.K.,Aster,J.C., dan Kumar, V.2015. Buku Ajar Patologi Robbins.


Edisi 9
2. Akbar M. Ubiquitin Proteosome dan Penyakit Parkinson.2010

Anda mungkin juga menyukai