Anda di halaman 1dari 10

LAPORAN PENDAHULUAN

Sinusitis

A. Definisi

Sinusitis merupakan suatu proses peradangan pada mukosa atau swlaput lendir sinus
paranasal. Akibat peradangan ini dapat menyebabkan pembentukan cairan atau kerusakan tulang
dibawahnya. Sius parasanal adalah rongga-rongga yang terdapat pada tulang-tulang di wajah.
Terdiri dari sinus forntal (didahi), sinus etmoid (pangkal hidung), sinus maksila (pipi kanan dan
kiri), sinus sfenoid (dibelakang sinus etmoid). (Efiaty, 2007)

sinusitis dibagi menjadi :

1. Akut ( berlangsung kurang dari 4 minggu)

2. Sub akut ( berlangsung antara 4-12 minggu)

3. Kronis ( berlangsung lebih dari 12 minggu)

B. Etiologi

Sinus paranasala salah satu fungsinya adalah menghasilkan lendir yang dialirkan kedalam
hidung, untuk selanjut nya dialirkan kebelakang, ke arah tengglrokan untuk di telan kesaluran
pernapasan. Semua keadaan yang mengakibatkan tersumbat aliran lendir dari sinus ke rongga
hidung akan menyebabkan terjadinya sinusitia. Secara garis besar penyebab sinusitis ada 2
macam :

- faktor lokal adalah semua kelainan pada hidung yang dapat mengakibatkan terjadinya
sumbatan, antara lain infeksi, alergi, kelainan anatomi, tumor, benda asing, iritasi pplutan dan
gangguan pada mukosilia (rambut halus pada selaput lendir)

- faktor sistemik adalah Keadaan di luar hidung yang dapat menyebabkan sinusitis, anatara lain
ganggua daya tahan tubuh (diabetes, AIDS), penggunaan obat-obatan yang dapat mengakibatkan
sumbatan hidung.

C. Manifestasi klinis

a. Hidung tersumbat

b. Nyeri didaerah sinus

c. Sakit kepala

d. Hiposmia/anosmia

e. Halitosis
f. Post nasal drip yang menyebabkan batuk dan sesak pada anak

D.    TANDA DAN GEJALA
Berdasarkan manifestasi klinis sinusitis dapat dibagi dua yaitu :
1.      Sinusitis Akut
a.       Sinus Maksilaris : Gejalanya berupa demam, malaise, dan nyeri kepala yang tak jelas yang
biasanya reda dengan pemberian analgetik biasa seperti aspirin. Wajah terasa bengkak, penuh
dan gigi terasa nyeri pada gerakan kepala mendadak, dan sering kali terdapat nyeri pipi khas
yang tumpul dan menusuk juga terkadang berbau busuk.
b.      Sinusitis etmoidalis : Gejalanya berupa nyeri dan nyeri tekan di antara kedua mata dan diatas
jembatan hidung, drainase dan sumbatan hidung.
c.       Sinusitis Frontalis : Gejalanya berupa nyeri kepala yang khas berlokasi diatas alis dan biasa
pada pagi hari dan memburuk pada tengah hari kemudian perlahan-lahan sampai menjelang
malam.
d.      Sinusitis Sfenoidalis : Gejalanya berupa nyeri kepala yang mengarah ke verteks kranium.
2.      Sinusitis Kronik. Gejala sinusitis kronik tidak jelas. Selama eksaserbasi akut, gejala-gejala
mirip dengan gejala sinusitis akut namun diluar masa itu gejala berupa suatu perasaan penuh
pada wajah dan hidung, dan hipersekresi yang sering kali mukopurulen.

E. KOMPLIKASI

Komplikais sinusitis telah menurun secara nyata sejak ditemukannya antibiotic.


Komplikasi berat biasanya terjadi pada sinusitis akut atau pada sinusitis kronik dengan
eksaserbasi akut, berupa komplikasi orbita atau intracranial.
Kelainan orbita disebabkan oleh sinus paranasal yang berdekatan dengan mata (orbita).
Yang paling sering adalah sinusitis etmoid, kemudian sinusitis frontal dan maksila. Penyebaran
infeksi terjadi melalui tromboflebitis dan perkontinuitatum. Kelainan yang dapat timbul ialah
edema palpebra, selulitis orbita, asbes subperiostal, abses orbita dan selanjutnya dapat terjadi
thrombosis sinus kavernosus. Kelainan Intrakranial. Dapat berupa meningitis, abses ekstradural
atau subdural, abses otak dan thrombosis sinus kavernosus.
Komplikasi juga dapat terjadi padasinusitis kronis berupa:  Osteomielitis dan
abses suberiostal. Paling sering timbul akibat sinusitis frontal dan biasanya ditemukan pada
anak-anak. Pada osteomielitis sinus maksila dapat timbul fistula oroantral atau fistula pada pipi.
Kelainan paru, seperti bronchitis kronik dan bronkiektasis. Adanya kelainan sinus
paranasal disertai dengan kelainan paru ini disebut sinobronkitis. Selain itu dapat juga
menyebabkan kambuhnya asma bronchial yang sukar dihilangkan sebalum sinusitisnya
disembuhkan.

  
PENATALAKSANAAN
1.      Sinusitis akut. Tujuan pengobatan sinusitis akut adalah untuk mengontrol infeksi, memulihkan
kondisi mukosa nasal, dan menghilangkan nyeri. Antibiotik pilihan untuk kondisi ini adalah
amoksisilin dan ampisilin. Alternatif bagi pasien yang alergi terhadap penisilin adalah
trimetoprim/sulfametoksazol (kekuatan ganda) (Bactrim DS, Spetra DS). Dekongestan oral atau
topikal dapat saja diberikan. Kabut dihangatkan atau diirigasi salin juga dapat efektif untuk
membuka sumbatan saluran, sehingga memungkinkan drainase rabas purulen. Dekongestan oral
yang umum adalah Drixoral dan Dimetapp. Dekongestan topikal yang umum diberikan adalah
Afrin dan Otrivin. Dekongestan topikal harus diberikan dengan posisi kepala pasien ke belakang
untuk meningkatkan drainase maksimal. Jika pasien terus menunjukkan gejala setelah 7-10 hari,
maka sinus perlu diirigasi.
2.      Sinusitis kronis. Penatalaksanaan medis sinusitis kronik sama seperti penatalaksanaan sinusitis
akut. Pembedahan diindikasikan pada sinusitis kronis untuk memperbaiki deformitas struktural
yang menyumbat ostia (ostium) sinus. Pembedahan dapat mencakup eksisi atau kauterisasi polip,
perbaikan penyimpangan septum, dan menginsisi serta mendrainase sinus. Sebagian pasien
dengan sinusitis kronis parah mendapat kesembuhan dengan cara pindah ke daerah dengan iklim
yang kering.
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN SINUSITIS

A.    PENGKAJIAN
1.      Biodata : Nama ,umur, sex, alamat, suku, bangsa, pendidikan, pekerjaan.
2.      Riwayat Penyakit sekarang :
a.       Gejala : Riwayat bernafas melalui mulut, kapan, onset, frekwensinya, riwayat pembedahan
hidung atau trauma dan penggunaan obat tetes atau semprot hidung : jenis, jumlah, frekwensinya
, lamanya.
b.      Sekret hidung : warna, jumlah, konsistensi secret, epistaksis, ada tidaknya krusta/nyeri hidung.
c.       Riwayat  Sinusitis : nyeri kepala, lokasi dan beratnya, hubungan sinusitis dengan musim/
cuaca dan gangguan umum lainnya : kelemahan.
d.      Tanda : Demam, drainage, purulen, polip mungkin timbul dan biasanya terjadi bilateral pada
hidung dan sinus yang mengalami radang sampai Pucat, odema keluar dari hidng atau mukosa
sinus, kemerahan dan odema membran mukosa.
e.       Pemeriksaan penunjang : kultur organisme hidung dan tenggorokan, pemeriksaan rongent
sinus.
3.      Keluhan utama : biasanya penderita mengeluh nyeri kepala sinus, malaise, dan nyeri
tenggorokan.
4.      Riwayat penyakit dahulu :Pasien pernah menderita penyakit akut dan perdarahan hidung atau
trauma, Pernah mempunyai riwayat penyakit THT, Pernah menderita sakit gigi geraham.
5.      Riwayat keluarga : Adakah penyakit yang diderita oleh anggota keluarga klien yang mungkin
ada hubungannya dengan penyakit klien sekarang.
6.      Riwayat Psikososial : Intrapersonal yaitu perasaan yang dirasakan klien (cemas/sedih),
interpersonal : hubungan klien dengan orang lain sangat baik.
7.      Pola fungsi kesehatan
a.       Pola persepsi dan tatalaksanaan hidup sehat : Untuk mengurangi flu biasanya klien
menkonsumsi obat tanpa memperhatikan efek samping.
b.      Pola nutrisi dan metabolisme : biasanya nafsumakan klien berkurang karena terjadi gangguan
pada hidung.
c.       Pola istirahat dan tidur : selama di rumah sakit klien merasa tidak dapat istirahat karena klien
sering pilek.
d.      Pola Persepsi dan konsep diri : klien sering pilek terus menerus dan berbau menyebabkan
konsepdiri menurun.
e.       Pola sensorik : daya penciuman klien  terganggu karena hidung buntu akibat pilek terus
menerus (baik purulen , serous, mukopurulen).

B.     PEMERIKSAAN FISIK
1.      Status kesehatan umum : keadaan umum , tanda-tanda vital, kesadaran.
2.      Pemeriksaan fisik data fokus hidung : nyeri tekan pada sinus, rinoskopi (mukosa merah
dan  bengkak).

C.     DIAGNOSA KEPERAWATAN
1.      Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan dengan obstruksi sekunder dari
peradangan sinus.
2.      Nyeri berhubungan dengan peradangan pada sinus.
3.      Perubahan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan nafus makan
menurun sekunder dari peradangan sinus.
4.      Gangguan istirahat tidur berhubungan dengan hidung buntu, nyeri sekunder peradangan sinus.
5.      Cemas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan klien tentang penyakit dan prosedur
tindakan medis (operasi).

D.    INTERVENSI
1.      Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan dengan obstruksi sekunder
peradangan sinus.
Tujuan : Bersihan jalan nafas kembali efektif.
Kriteria Hasil   : Jalan napas kembali normal terutama hidung dan klien bernapas tidak lagi
melalui mulut.
Intervensi        :
1).    Kaji penumpukkan sekret yang ada.
Rasional : Mengetahui tingkat keparahan dan tindakan selanjutnya.
2).    Kaji pasien untuk posisi semi fowler, misalnya : Peninggian kepala tempat tidur, duduk pada
sandaran tempat tidur.
Rasional : Peninggian kepala tempat tidur mempermudah fungsi pernapasan dengan
menggunakan gravitasi.
3).    Pertahankan posisi lingkungan minimum, misalnya debu, asap dan bulu bantal yang
berhubungan dengan kondisi individu.
Rasional : Pencetus tipe reaksi alergi pernapasan yang dapat mentriger episode akut.
4).    Dorong/bantu latihan nafas abdomen atau bibir.
Rasional : Memberikan pasien beberapa cara untuk mengatasi dan mengontrol pernapasan.
2.      Nyeri berhubungan dengan peradangan pada sinus.
Tujuan             :    Nyeri berkurang atau hilang.
Kriteria Hasil   : Klien mengungkapakan nyeri yang dirasakan berkurang atau hilang, klien tidak
menyeringai kesakitan
Intervensi        :
1).    Kaji tingkat nyeri klien dengan Provokatif, Quality, Region, Severity, Thine.
Rasional : Mengetahui tingkat nyeri klien dalam menentukan tindakan selanjutnya.
2).    Jelaskan sebab dan akibat nyeri pada klien  serta keluarganya.
Rasional : Dengan mengetahui sebab dan akibat nyeri diharapkan klien berpartisipasi dalam
perawatan untuk mengurangi nyeri.
3).    Ajarkan tehnik relaksasi dan distraksi.
Rasional : Dengan tehnik distraksi dan relaksasi klien dapat mempraktekkannya bila mengalami
nyeri sehingga nyerinya dapat berkurang.
4).    Observasi tanda tanda vital dan keluhan klien.
Rasional : Mengetahui keadaan umum dan perkembangan kondisi klien.
5).    Kolaborasi untuk penggunaan analgetik.
Rasional : Dapat mengurangi nyeri.
3.      Perubahan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan nafus makan
menurun sekunder dari peradangan sinus.
Tujuan             : Kebutuhan nutrisi terpenuhi.
Kriteria hasil    : Menunjukkan peningkatan berat badan menuju tujuan yang tepat. Menunjukkan
perilaku/perubahan pola hidup untuk meningkatkan dan/atau mempertahankan berat yang tepat.
Intervensi        :
1).    Kaji kebiasaan diet, masukan makanan saat ini, catat kesulitan makan, evaluasi berat badan dan
ukuran tubuh.
Rasional : Untuk mengetahui tingkat kesulitan klien dan tindakan yang harus dilakukan.
2).    Auskultasi bunyi usus.
Rasional : Penurunan atau hipoaktif bising usus menunjukkan penurunan mobilitas gaster dan
konstipasi (komplikasi umum) yang berhubungan dengan pembatasan pemasukkan cairan,
pilihan makanan buruk, penurunan aktivitas, dan hipoksemia.
3).    Beri perawatan oral sering, buang sekret, berikan wadah khusus untuk sekali pakai dan tisu.
Rasional : Rasa tak enak, bau dan penampilan adalah pencegah utama terhadap nafsu makan dan
dapat membuat mual muntah dengan peningkatan kesulitan nafas.
4.      Gangguan istirahat tidur berhubungan dengan hiidung buntu, nyeri sekunder peradangan sinus.
Tujuan             :   Istirahat tidur kembali normal.
Kriteria Hasil   : Menyatakan pemahaman penyebab/faktor resiko individu.
Klien dapat tidur 6 sampai 8 jam setiap hari.
Intervensi        :
1).    Kaji kebutuhan tidur klien.
Rasional : Mengetahui permasalahan klien dalam pemenuhan kebutuhan istirahat tidur.
2).    Ciptakan suasana yang nyaman.
Rasional : Agar klien dapat tidur dengan tenang
3).    Anjurkan klien bernafas lewat mulut.
Rasional : Pernafasan tidak terganggu.
4).    Kolaborasi dengan tim medis pemberian obat.
Rasional : Pernapasan dapat efektif kembali lewat hidung.
5.      Cemas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan klien tentang penyakit dan prosedur
tindakan medis (operasi).
Tujuan             : Cemas klien berkurang.
Kriteria Hasil   : Klien akan menggambarkan tingkat kecemasan dan pola kopingnya dan klien
mengetahui dan mengerti tentang penyakit yang dideritanya serta pengobatannya.
Intervensi                    :
1).    Kaji tingkat kecemasan klien.
Rasional : menentukan tindakan berikutnya
2).    Jelaskan atau kuatkan penjelasan proses penyakit individu.
Rasional : Menurunkan ansietas dan dapat menimbulkan perbaikan partisipasi pada rencana
pengobatan.
3).    Diskusikan obat pernapasan, efek samping dan reaksi yang tidak diinginkan.
Rasional : Pasien ini sering mendapat obat pernapasan banyak sekaligus yang mempunyai efek
samping hampir sama dan potensial interaksi obat.
4).    Diskusikan faktor individu yang meningkat kondisi, misalnya udara terlalu kering, angin,
lingkungan dengan suhu ekstrim, serbuk, asap, sprei aerosol, dan polusi udara.
Rasional : Faktor lingkungan ini dapat menimbulkan atau meningkatkan iritasi.

Patofisiologi

Kesehatan sinus dipengaruhi oleh patensi ostium-ostium sinus dan kelancaran klirens dari
mukosiliar didalam komplek osteo meatal (KOM). Disamping itu mukus juga mengandung
substansi antimikrobial dan zat-zat yang berfungsi sebagai pertahanan terhadap kuman yang
masuk bersama udara pernafasan.

Bila terinfeksi organ yang membentuk KOM mengalami oedem, sehingga mukosa yang
berhadapan akan saling bertemu. Hal ini menyebabkan silia tidak dapat bergerak dan juga
menyebabkan tersumbatnya ostium. Hal ini menimbulkan tekanan negatif didalam rongga sinus
yang menyebabkan terjadinya transudasi atau penghambatan drainase sinus. Efek awal yang
ditimbulkan adalah keluarnya cairan serous yang dianggap sebagai sinusitis non bakterial yang
dapat sembuh tanpa pengobatan. Bila tidak sembuh maka sekret yang tertumpuk dalam sinus ini
akan menjadi media yang poten untuk tumbuh dan multiplikasi bakteri, dan sekret akan berubah
menjadi purulen yang disebut sinusitis akut bakterialis yang membutuhkan terapi antibiotik. Jika
terapi inadekuat maka keadaan ini bisa berlanjut, akan terjadi hipoksia dan bakteri anaerob akan
semakin berkembang. Keadaan ini menyebabkan perubahan kronik dari mukosa yaitu hipertrofi,
polipoid atau pembentukan polip dan kista.1
DAFTAR PUSTAKA

Broek, Van Den. 2010. Ilmu Kesehatan Tenggorok Hidung dan Telinga edisi 12, Jakarta : EGC
Lucente, Frank E. 2011.  Ilmu THT, Buku kedokteran, Jakarta : EGC

Efiaty,Nurbaiti,Ratna. 2007.Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga dan Hidung Tenggorokan


Kepala dan Leher edisi 6 . Jakarta : FK UI

Nurarif,A.H & Kusuma, H (2015). Asuhan Keperawatan Bedasarkan Diagnosa Medis 7


NANDANIC-NOC.jogjakarta, indonesia: Media Acton, h. 76

Soepardi, Efiaty Arsyad, Dkk. 2010. Buku Ajar Kesehatan Telinga Hidung tenggorok edisi VI,
Jakarta : Balai penerbit FK-UI

Anda mungkin juga menyukai