Anda di halaman 1dari 6

Nama : Audy Alfathan Nisa

NPM : 71190811118

Abortus menurut pandangan Islam


A. Pengertian Abortus

Dalam bahasa arab, aborsi disebut dengan al-ijhadh dan isqath alalham. Adapun
aborsi (isqath al-haml) dalam pengertian terminologis adalah pengguguran janin yang
dikandung perempuan dengan tindakan tertentu sebelum sempurna masa kehamilannya,
baik dalam keadaan hidup atau mati sebelum si janin bisa hidup di luar kandungan namun
telah terbentuk sebagian anggota tubuhnya.18 Dalam ensiklopedi hukum Islam, aborsi
adalah pengakhiran kehamilan sebelum masa gestasi (kehamilan) 28 minggu atau
sebelum janin mencapai berat 1.000 gram.19 Aborsi secara umum adalah berakhirnya
suatu kehamilan (oleh akibatakibat tertentu) sebelum buah kehamilan tersebut mampu
untuk hidup di luar kandungan.
Dalam dunia kedokteran dikenal tiga macam aborsi, yaitu: 1) Aborsi
Spontan/Alamiah atau Abortus Spontaneus, 2) Aborsi Buatan/ Sengaja atau Abortus
Provocatus Criminalis, 3) Aborsi Terapeutik/Medis atau Abortus Provocatus
Therapeuticum. Aborsi spontan/alamiah berlangsung tanpa tindakan apapun. Kebanyakan
disebabkan karena kurang baiknya kualitas sel telur dan sel sperma. Aborsi
buatan/sengaja (Abortus Provocatus Criminalis) adalah pengakhiran kehamilan sebelum
usia kandungan 20 minggu atau berat janin kurang dari 500 gram sebagai suatu akibat
tindakan yang disengaja dan disadari oleh calon ibu maupun si pelaksana aborsi (dalam
hal ini dokter, bidan atau dukun beranak). Aborsi terapeutik (Abortus Provocatus
therapeuticum) adalah pengguguran kandungan buatan yang dilakukan atas indikasi
medik. Sebagai contoh, calon ibu yang sedang hamil tetapi mempunyai penyakit darah
tinggi menahun atau penyakit jantung yang parah yang dapat membahayakan calon ibu
maupun janin yang dikandungnya. Tetapi ini semua atas pertimbangan medis yang
matang dan tidak tergesa-gesa.
B. Cara pelaksanaan Abortus
Cara-cara yang dilakukan di kilnik-klinik aborsi itu bermacammacam, biasanya
tergantung dari besar kecilnya janin :
1. Aborsi untuk kehamilan sampai 12 minggu biasanya dilakukan dengan MR
(Menstrual Regulation) yaitu dengan penyedotan (semacam alat penghisap debu yang
biasa, tetapi 2 kali lebih kuat)
2. Pada janin yang lebih besar (sampai 16 minggu) dengan cara Dilatasi & Curetage
3. Sampai 24 minggu, Di sini bayi sudah besar sekali. Karena itu, bayi biasanya harus
dibunuh lebih dahulu dengan meracuninya. Misalnya dengan cairan garam yang pekat
seperti saline. Dengan jarum khusus, obat itu langsung disuntikkan ke dalam rahim,
ke dalam air ketuban, sehingga anaknya keracunan, kulitnya terbakar, lalu mati
4. Di atas 28 minggu biasanya dilakukan dengan suntikan prostaglandin sehingga terjadi
proses kelahiran buatan dan anak itu dipaksakan untuk keluar dari tempat
pemeliharaan dan perlindungannya.
5. Dipakai cara operasi Sesaria seperti pada kehamilan yang biasa

C. Tahap Pertumbuhan Janin Dalam Rahim


1. Tahap al-nuthfah ( setetes sperma)
Bukankah ia dulu setetes mani yang ditumpahkan (QS.Al-Qiyamat;37) Sperma yang
berasal dari laki-laki bertemu dengan ovum perempuan sehingga terjadi pembuahan.
Kemudian turun bersarang di dalam rahim (uterus), dalam al-qur’an (qararin makin).
Di dalam rahim telur mengisap zat yang perlu dari dinding rahim. Pertumbuhan
seperti itu mengokohkan telur dalam rahim.
2. Tahap al-’Alaqah ( segumpal darah, sayid quthb; sesuatu yang melekat).
Perkembangan janin selanjutnya adalah pertumbuhan pembuahan antara sperma
dan ovum menjadi zat yang melekat pada dinding rahim.
3. Tahap al-Mudhghah (segumpal daging)
Sayid Quthb, bahwa perpindahan dari tahap ‘Alaqat ke mudhghat terjadi di saat
sesuatu yang melekat (al-mudhghat) berubah menjadi darah beku yang bercampur.
Berikutnya tampaklah tulang (al-’idham), lalu tulang itu diselubungi oleh daging.
Tulang-tulang itu lalu kami bungkus dengan daging (QS. Al-mukminun;14).
4. Tahap Pemberian Nyawa (Nafkh Al-ruh)
Setelah melalui tiga tahapan, pertumbuhan janin semakin sempurna dengan
ditiupkannya ruh ke dalamnya.HR. Al-Bukhari dari Ibn Mas’ud; setiap kamu
dikumpulkan dalam rahim ibumu selama empat puluh hari, kemudian berubah
menjadi sesuatu yang melekat juga dalam masa empat puluh hari, kemudian berubah
menjadi gumpalan daging juga dalam masa empat puluh hari. Setelah itu Allah
mengutus Malaikat untuk melengkapi empat hal, yaitu rezeki, ajal, sengsara dan
bahagia. Barulah setelah itu ditiupkan ruh ke dalamnya.
D. Pandangan hukum Islam trhadap Abortus
Pendapat yang disepakati fuqoha, bahwa haram hukumnya melakukan aborsi
setelah ditiupkannya ruh (empat bulan), didasarkan pada kenyataan bahwa peniupan ruh
terjadi setelah 4 (empat) bulan masa kehamilan. Abdullah bin Mas’ud berkata bahwa
Rasulullah SAW telah bersabda: “Sesungguhnya setiap kamu terkumpul kejadiannya
dalam perut ibumu selama 40 hari dalam bentuk ˜nuthfah, kemudian dalam bentuk â
alaqah selama itu pula, kemudian dalam bentuk mudghah selama itu pula, kemudian
ditiupkan ruh kepadanya. (HR. Bukhari, Muslim, Abu Dawud, Ahmad, dan Tirmidzi)
Oleh sebab itu, aborsi setelah kandungan berumur 4 bulan adalah haram, karena berarti
membunuh makhluk yang sudah bernyawa. Ini termasuk dalam kategori pembunuhan
yang keharamannya antara lain didasarkan pada dalil-dalil syar’i, seperti Firman Allah
SWT : “Dan janganlah kamu membunuh anak-anak kamu karena kemiskinan. Allah akan
memberikan rizki kepada mereka dan kepadamu (QS Al An’am: 151) “Dan janganlah
kamu membunuh anak-anak kamu karena takut miskin. Kami akan memberikan rizki
kepada mereka dan kepadamu. (QS Al Isra`: 31 ) Dan janganlah kamu membunuh jiwa
yang diharamkan Allah (membunuhnya) melainkan dengan (alasan) yang benar (menurut
syara’i). (QS Al Isra`: 33) “Dan apabila bayi-bayi yang dikubur hidup-hidup itu ditanya
karena dosa apakah ia dibunuh…” (QS At Takwir: 8-9) Berdasarkan dalil-dalil ini maka
aborsi adalah haram pada kandungan yang bernyawa atau telah berumur 4 bulan, sebab
dalam keadaan demikian berarti aborsi itu adalah suatu tindak kejahatan pembunuhan
yang diharamkan Islam. Adapun aborsi sebelum kandungan berumur 4 bulan, seperti
telah diuraikan di atas, para fuqoha berbeda pendapat dalam masalah ini. Akan tetapi
menurut pendapat Abdul Qadim Zallum dan Abdurrahman Al Baghdadi, hukum syar’i
yang lebih rajih adalah sebagai berikut; Jika aborsi dilakukan setelah 40 hari atau 42 hari
dari usia kehamilan dan pada saat permulaan pembentukan janin, maka hukumnya haram.
Dalam hal ini, hukumnya sama dengan hukum keharaman aborsi setelah peniupan ruh ke
dalam janin. Pengguguran kandungan yang usianya belum mencapai 40 hari hukumnya
boleh (ja'iz) dan tidak apa-apa.31 Dalil syar’i yang menunjukkan bahwa aborsi haram
bila usia janin 40 hari atau 40 malam adalah hadits Nabi SAW berikut: Jika " nutfah
(gumpalan darah) telah lewat empat puluh dua malam, maka Allah mengutus seorang
malaikat padanya, lalu dia membentuk nutfah tersebut; dia membuat pendengarannya,
penglihatannya, kulitnya, dagingnya, dan tulang belulangnya. Lalu malaikat itu bertanya
(kepada Allah), “Ya Tuhanku, apakah dia (akan Engkau tetapkan) menjadi laki-laki atau
perempuan?” Maka Allah kemudian memberi keputusan...' (HR. Muslim dari Ibnu
Mas’ud RA). Hadits di atas menunjukkan bahwa permulaan penciptaan janin dan
penampakan anggota-anggota tubuhnya adalah setelah melewati 40 hari atau 42 malam.
Dengan demikian, penganiayaan terhadapnya adalah suatu penganiayaan terhadap janin
yang sudah mempunyai tanda-tanda sebagai manusia yang terpelihara darahnya.
Tindakan penganiayaan tersebut merupakan pembunuhan terhadapnya. Berdasarkan
uraian di atas maka pihak ibu si janin, bapaknya, ataupun dokter, diharamkan
menggugurkan kandungan ibu tersebut bila kandungannya telah berumur 40 hari. Siapa
saja dari mereka yang melakukan pengguguran kandungan, berarti telah berbuat dosa dan
telah melakukan tindak kriminal yang mewajibkan pembayaran diyat bagi janin yang
gugur, yaitu seorang budak laki-laki atau perempuan, atau sepersepuluh diyat manusia
sempurna (10 ekor onta), sebagaimana telah diterangkan dalam hadits shahih dalam
masalah tersebut. Dalam salah satu hadis yang diriwayatkan dari Abu Hurairah RA
disebutkan: “Rasulullah SAW memberi keputusan dalam masalah janin dari seorang
perempuan Bani Lihyan yang gugur dalam keadaan mati, dengan satu ghurrah, yaitu
seorang budak lakilaki atau perempuan...” (HR. Bukhari dan Muslim). 32 Aborsi pada
janin yang usianya belum mencapai 40 hari hukumnya boleh (ja'iz) dan tidak apa-apa. Ini
disebabkan bahwa apa yang ada dalam rahim belum menjadi janin karena dia masih
berada dalam tahapan sebagai nutfah (gumpalan darah), belum sampai pada fase
penciptaan yang menunjukkan ciri-ciri minimal sebagai manusia. Di samping itu,
pengguguran nutfah sebelum menjadi janin, dari segi hukum dapat disamakan dengan 'azl
(coitus interruptus) yang dimaksudkan untuk mencegah terjadinya kehamilan. 'Azl
dilakukan oleh seorang laki-laki yang tidak menghendaki kehamilan perempuan yang
digaulinya, sebab cara ini merupakan tindakan mengeluarkan sperma di luar vagina
perempuan. Tindakan ini akan mengakibatkan kematian sel sperma, sebagaimana akan
mengakibatkan matinya sel telur, sehingga akan mengakibatkan tiadanya pertemuan sel
sperma dengan sel telur yang tentunya tidak akan menimbulkan kehamilan. Rasulullah
SAW telah membolehkan 'azl kepada seorang laki-laki yang bertanya kepada beliau
mengenai tindakannya menggauli budak perempuannya, sementara dia tidak
menginginkan budak perempuannya hamil. Rasulullah SAW bersabda kepadanya:
“Lakukanlah 'azl padanya jika kamu suka.” (HR. Ahmad, Muslim, dan Abu Dawud).
Persoalan lain yang terus menerus menyertai perdebatan ulama berkaitan dengan aborsi
adalah mengenai batasan darurat, meskipun secara agama (syari’i) sangat jelas, yaitu
apapun yang dapat mengancam kebinasaan terhadap agama, jiwa, akal, dan keturunan
dan harta (addlruurati al-Khamsah) disebut darurat. Artinya, segala situasi dan kondisi
apapun yang dapat mengantarkan dan mengakibatkan pada rusaknya lima tersebut dapat
dilakukan, meskipun harus bertentangan dengan halhal yang dalam situasi normal
dilarang, misalnya memakan sesuatu yang dilarang untuk obat diperbolehkan.
Bila janin dibiarkan dalam rahim, ia akan tumbuh sampai diberi nyawa. Merusak
janin sebelum diberi nyawa berarti menghentikan pertumbuhannya tanpa alasan hukum,
dan ini dianggap berdosa. Dengan demikian pengguguran adalah perbuatan keji dan suatu
tindak pidana yang kejam ( abortus provocatus criminalis). Namun demikian jika timbul
keadaan darurat, mis. Jika keberadaan janin dipertahankan maka jiwa si ibu akan
terancam. Jumhur Ulama madzhab al-Hanafiyah, al-Malikiyah, al-Syafi’iyah, al-
Hanabilah dan Ulama-Ulama Kontemporer (di antaranya Mahmoud Syaltout dan Yusuf
al-Qardhawi) lebih mengutamakan keselamatan jiwa si ibu. Jumhur Ulama membolehkan
al-isqath al-dharuri guna keselamatan jiwa si ibu.

KAEDAH FIQHIYAH

‫اذا تعارض مفسدتان رعي اعظمهما ضررا بارتكاب اخفهما‬

Apabila bertemu dua mafsadah, maka yang lebih besar kemudharatannya harus diutamakan
dengan mengorbankan yang lebih ringan kemudharatannya. HARAM MENGGUGURKAN
KANDUNGAN YANG TERJADI DI LUAR NIKAH, DALAM KEADAAN APA PUN TAHAP
PERTUMBUHAN JANIN. (Dr. Muhammad Sa’id Ramadhan al-Buthi). Dan seseorang tidak akan
memikul dosa orang lain (QS.AL-ISRA’:15)

Anda mungkin juga menyukai