Anda di halaman 1dari 93

MP101

Effective Marketing in Digital Era

Transkrip
Minggu 1: Marketing 4.0 with Human Spirit Marketing 3.0

Video 1: Sesi Pertama


Video 2: Marketing
Video 3: Selling
Video 4: Brand
Video 5: Service
Video 6: Digitalisasi

Video 1: Sesi Pertama

Inilah sesi pertama dari effective marketing in digital era. Langsung saya bawakan dari Phillip
Koetler Theatre class, Markplus Main Campus, Jakarta, Indonesia. Efektivitas daripada
marketing itu memang berubah terus. Sesuai dengan perubahan landscape. Mulai dari 1.0 ke
2.0, 3.0 dan 4.0.

1.0 itu produk sentrik. Dimana kita berfokus kepada produk. Produk ini kita usahakan untuk
dijual, ya. Customer di-persuade untuk beli. Apakah dia butuh atau enggak bukan urusan kita.
2.0 itu berpusat pada membuat customer itu puas. Ini eranya customer satisfaction. Supaya
produk itu bukan hanya dibutuhkan oleh customer, tetapi bagaimana membuat dia puas.
Tapi yang 3.0 itu adalah human spirit. Jadi disitu keliatan bahwa nilai-nilai dari corporate itu
menjadi penting pada waktu dia membuat produk dan nilai-nilai dari brand menjadi sangat
signifikan bagi customer. Sedangkan 4.0 adalah marketing in digital era, digital marketing.

Nah sesi ini akan dipusatkan pada marketing with human spirit, marketing 3.0. berdasarkan
buku saya bersama professor phillip koetler dan iwan setiawan dari markplus. Yang
diterbitkan oleh John Wyllie 7 tahun yang lalu tepatnya pada tahun 2010. Dan sekarang sudah
available in twenty seven languages around the world. Coba liat, perbandingan antara

Halaman 1 dari 15
MP101

marketing antara 1.0, 2.0, dan 3.0. pada produk sentrik marketing, objektifnya adalah send
the product seperti tadi saya ceritakan tadi. Produk dibuat, karena itu key marketing
conceptnya adalah product development. Bagaimana kita mendevelop produk mendevelop
produk. Seringkali kita tidak perlu memperhatikan customer itu perlunya apa. Dan yang
terakhir adalah kita melakukan itu dengan one to many transaction. Kita sebarkan saja
message itu dari kita kepada kesemua orang. Ini adalah 3 elemen yang paling penting dalam
product sentric marketing. Tentunya masih ada yang lain, baca sendiri ya.

Customer sentric marketing, waktu marketing itu sudah berlaih ke 2.0. maka sekarang
objektifnya bukan cuma selling the product, tetapi juga satisfy the customer, retain the
customer. Satisfy sesudah dia membeli kita retain, kita pertahankan customernya supaya
loyal pada kita. Dan key marketing conceptnya adalah differentiation. Bagaimana membuat
produk itu bukan cuma di develop, tapi kita membuat supaya kita memang different. Different
didalam produk itu sendiri, different didalam cara pelayanan. Sehingga customer itu betul
betul melihat kita beda, kita unik dari orang lain. Dan interaction dengan customernya adalah
one to one relationship, bukan one to many lagi. Kalo waktu one to many kan 1 pesan untuk
semua orang sama gak perduli orangnya siapa. Tapi one to one kita membuat supaya
interaction kita one to one dan buka cuma transaction. Kalo transaction itu short term. Disini
adalah relationship. Tujuannya adalah long term.

Bagaimana dengan values driven marketing? Marketing with human spirit ini values driven
marketing. Objektifnya adalah make the world a better place, whoa. Produk ini dibuat supaya
customer itu puas dan bukan sekedar puas. Customer ini bisa merasakan dengan adanya
produk ini dengan adanya service yang diberikan oleh company itu, dunia ini terasa lebih
hebat ya, lebih bagus. Dan key marketing conceptnya adalah values. Hati hati loh bukan value
loh. Nilai-nilai yaa. Values yang dipegang oleh producernya, yang dipegang oleh
marketeernya. Nilai nilai yang dipegang yang kalo bisa permanen dan interaction with
customernya bukan cuma one to many seperti 1.0. bukan one to one, tetapi many to many.
Sekarang kita mengundang semua orang didalam platform kita untuk berinteraksi dengan
semua orang, dan bila perlu terjadi kolaborasi, bukan kolaborasi antara kita dengan customer
saja. Tetapi customer dengan customer silahkan saja. Inilah yang disebut marketing 3.0.
marketing with human spririt.

Halaman 2 dari 15
MP101

Naah kalo sudah mengerti tentang marketing 1.0 marketing 2.0 marketing 3.0. sekarang kita
berlaih kepada yang saya sebut didalam buku marketing 3.0 terbitan John Wyllie tahun 2010.
Ten credos of marketing 3.0. Disebut credos karena credo itu berat itu, credo itu apa yaa
semacam prinsip prinsip yang harus dipegang bener bener. Nah credos ini yang sebetulnya
membedakan marketing with human spirit ini dengan marketing pada umumnya. Bahkan
nanti kalo anda mau melaksanakan marketing 4.0, digital marketing, tetap harus pegang ini.
Kalo ndak gitu marketing 4.0 nanti bisa liung semua. Karena teknologi makin maju makin bisa
dipake untuk yang jelek. Tetapi marketing with human spirit adalah marketing untuk
kebaikan, Marketing for a better world. Ada 10 credo, tapi saya hanya mengambil 3 saja. Credo
nomor 1, naah ini yang paling utama. Love your customer respect your competitor. Anda
bukan orang marketing kalo anda merasa tidak punya competitor dan anda tidak punya
customer. Naah perusahaan perusahaan monopoli jaman dulu ketika tidak ada pesaing maka
orang yang beli itu kita sebut buyer saja. Dia bukan customer bukan pelanggan. Credo nomor
1 adalah love your customer and respect your competitor. Artinya apa, cintailah customer
anda. Bukan target your customer and kill your competitor. Ini salah, yaa. Marketing with
human spirit mengajarkan kita untuk mencitai customer dan menghormati pesaing-pesaing
kita. Karena dengan mencintai customer dan menghormati competitor kita, maka kita sudah
mempunyai values atau nilai-nilai yang luar biasa.

Credo ke 5, yang ditengah. Always offer a good package at a fair price. Anda tahu marketing
mix ada product, price, place, promotion. Product and price itu selalu menyatu biasanya.
Productnya seperti ini featuresnya mau ditawarkan dengan harga seperti apa. Nah didalam
marketing 3.0 credosnya, valuesnya adalah always offer a good package. Jangan offer a bad
package, gak boleh. And at a fair price. Fair price bukan berarti harus murah bukan juga harus
mahal. Tetapi fair price berarti price yang ditetapkan harus setara harus balance dengan
package yang ditawarkan. Itu baru namanya marketing 3.0.

Dan credo yang terakhir nomor 10. Gather your relevant information but use wisdom in
making your final decision. Artinya apa? Whoa ini. Anda harus mencari terus informasi
informasi yang relevan terutama pada saat ini memang informasi itu terlalu banyak berlebih
lebihan sampe bingung di era internet ini, yaa. Ketika era digital masuk, informasi itu dengan
gampangnya menghujami kita. Karena itu cari yang relevan dengan kita, jangan ambil yang
tidak relevan. Anda bisa mati, yaa. Tetapi akhirnya use wisdom in making your final decision.
Saya mempunyai beberapa tingkatan. Data kalo kita kumpulkan jadi informasi. Jadi informasi

Halaman 3 dari 15
MP101

itu data yang teratur, yang gampang dibaca gampang disimpulkan. Tetapi ketika informasi ini
dicampur dengan informasi-informasi lain, dia menjadi knowledge, yaa. Dan knowledge ini
bisa dipake untuk mengambil keputusan. Kalo anda menganut marketing 3.0 atau marketing
with human spirit. Maka anda harus mempunyai yang namanya wisdom. Marketing with
human spirit need wisdom. Data hanya permulaan. Karena itu, credo nomor 10 credo penutup
adalah Gather relevant information but use wisdom in making your final decision.

Video 2: Marketing

Kali ini saya ingin menjelaskan pengertian marketing menurut mark plus. Marketing menurut
mark plus bukan marketing mix, bukan selling, bukan communication, bukan PR. Itu yang
banyak salah ngerti tentang marketing, marketing buat kita adalah dimulai dengan
menganalisis chance. Atau harus mengetahui anatomi of chance. Coba lihat gambar ini. Ada
technology, political legal, economy, social culture, dan market. Ketika technology bergerak
dari steam engine jaman dulu ke mass production. Ke ICT pada saat ini. Dan menuju ke CPPS,
Cyber Physical Production System, Whoaw ini gawat. Akan terjadi perubahan yang dahsyat di
political legal, economy, dan social culture. Coba lihat perubahan apa yang terjadi di political
legal. Akan terjadi dari lulur kerajaan-kerajaan, penguasa-penguasa, ke trias politika,
demokrasi, ke union. Beberapa Negara mencoba menjadi satu kawasan dan akhirnya
sekarang populism loh. Sekarang banyak pemimpin terpilih karena dia populis. Apakah dia
bener apa dia salah gak tau kita. Kalo kita lewat pergeresan yang ada di ekonomi juga begitu.
Coba liat itu mulai dari receiver jaman dulu, artinya Negara mem-byar-byarkan system
perekonomian terjadi dengan sendirinya. Kemudian Negara mulai ikut campur yang namanya
social capitalism, market fundamentalism, terserah market tetapi Negara ikut intervention.
Dan terakhir sekarang kita lihat protectsianism. Tiap Negara mempertahan diri sendiri sendiri.
Didalam social culture juga terjadi shifting. Jaman dulu farmer yang berkuasa. Siapa yang bisa
bertani dia mempunyai kedudukan yang tinggi. Kemudian blue collar, orang yang bekerja
industri yang kerja di pabrik. White collar, orang yang kerja di office. Tapi terakhir nanti liat
aja, artis, seniman, orang kreatif yang akan menang.

Nah, akibat dari semua ini apa. Kalo teknologi diatas, teknologi berubah, mestinya model
perekonominya berubah, struktur perekonominya berubah, dan akhirnya marketnya juga ikut
berubah. Inilah yang disebut main street. Mestinya begitu, teknologi berubah, ekonomi
berubah, sifatnya dan akhirnya marketnya berubah. Tapi inget market itu tidak hanya

Halaman 4 dari 15
MP101

dipengaruhi ekonomi, dipengaruhi politcal legal dan social culture. Whooa. Politcal legal,
terutama dinegara yang sangat demokratis seperti di Indonesia itu long and widing road.
Katakanlah ada perusahaan berbasis teknologi, peraturannya belom ada dibuat seperti itu.
Setiap pemerintah mau membuat suatu peraturan yang mendukung itu belom tentu pihak
oposisi menerima. Jadi lama kompromi negosiasi. Sedangkan di lain pihak, di social culture
itu express way. Karena masyarakat melihat begitu ada kemudahan, waah ini taksi bisa online,
pesen hotel bisa online. Langsung diambil. Itulah yang membuat market ini jadi bingung. Nah
ini yang harus dipahami lebih dulu kalo mau melakukan yang namanya marketing.

Berikutnya kalo anda sudah memahami anatomy of chance. Coba lihat ini gambar berikutnya
ini. Chance, competitor dan customer, dan company. Inilah yang saya sebut sebagai four C
landscape. Four C, empat C. dan 4C ini harus menghasilkan apa? Menghasilkan opportunity.
Seorang entrepreneurial marketer, orang yang ngerti marketing tetapi mempunyai jiwa
entrepreneur. Dia tidak melihat threatnya, tapi dia melihat opportunitynya. Apa opportunity
yang bisa saya dapatkan ketika terjadi chance tadi di technology, politcal legal, economy,
social culture, maupun di market itu. Begitu juga, kalo dia seorang entrepreneurial marketer
dia melihat 4C ini, apalagi dia selalu terkonek dengan kompetitornya dengan customer,
dengan chance. Artinya dia mempunyai konektor, maka dia akan mengambil resiko didalam
mengambil keputusan. Inilah yang disebut risk taker, risk taking, bukan risk avoidant. Dan ciri
ketiga seorang entrepreneurial marketer, orang marketing yang berjiwa entrepreneur, itu
tidak melakukan sendirian semuanya. Bukan cuma mau mendominate, semuanya dia
lakukan sendiri, ndak. Dia bila perlu kolaborasi dengan orang lain. Karena kalo dilakukan
sendiri, whoa, ini bisa repot. Belum tentu saya bisa mengambil opportunity itu sendiri. Nah
walaupun kompetitornya bisa datang dari mana mana apalagi jaman online. Anda
mempunyai competitor bukan yang ada ditempat anda sendiri, jadi competitor bisa datang
darimana mana. Tau tau orang dulu beli dari anda sekarang beli dari orang lain lewat online
yang ada nun jauh disana. Tetapi customer anda biasanya tetep customer lokal. yaa ada
customer yang jauh. Tetapi anda harus menciptakan customer-customer lokal. Customer-
customer lokal ini, customer-customer yang harus anda utamakan. Customer global yang ada
dimana mana bisa saja. Tetapi customer global itu sebetulnya bukan primary target market
anda. Tetap anda bisa melayani dengan lebih baik customer-customer lokal karena
keterbatasan logistic dan sebagainya. Jadi company yang seperti itu kita sebutnya sebagai
entrepreneurial marketing organization.

Halaman 5 dari 15
MP101

Jadi sekali lagi sesi ini mengingatkan pada kita marketing tidak sama dengan marketing mix,
itu belakangan nanti, product, price, place, promotion. Tidak sama dengan PR, tidak sama
dengan selling. Tetapi marketing selalu dimulai dengan mengerti chance yang terjadi. Apakah
itu ditingkat technology, apakah politcal legal, economy, social culture yang akhirnya
berakibat pada market itu sendiri. Dan kenapa technology itu ada diatas, karena technology
itu biasanya merupakan primary chance driver. Yang menyebabkan perubahan di politcal
legal, economy, dan social culture biasanya dari technology. Selanjutnya saya ulangi lagi kalo
anatomy of chance sudah dipahami. Anda sudah melihat pemahaman ini, apa akibatnya?
Perubahan perubahan pada competitor dan perubahan pada customer. Sehingga anda,
company ini bisa mengambil kesimpulan, memutuskan apa yang harus dilakukan secara
entrepreneurial. Inget-inget anda bisa diserang oleh competitor global, walaupun competitor
global itu belom tentu banyak. tetapi anda musti berkonsentrasi pada customer lokal, karena
urusan logistic dan sebagainya memungkinkan anda lebih banyak harus berfokus kepada
customer lokal.

Video 3: Selling

Selling adalah bagian dari marketing. Dan sales process definition bisa dibagi menjadi 3. Find
and understand. Acquire the customer. Dua step pertama ini yang kita sebut sales pipeline.
Dan sesudah itu, ketika customer sudah beli produk kita, maka kewajiban kita belom selesai.
Harus serve and grow. Model ini dibuat memang khususnya untuk B2B, Business to Business
sales. Karena, selling sesungguhnya hanya ada pada B2B bukan pada B2C. Coba kita lihat
pada gambar ini. Pada waktu kita mempunyai big database, katakanlah 10 ribu, tidak harus
10 ribu yaa. Tetapi ini merupakan raw customer data. Kita mencoba mencari siapa saja yang
bisa jadi prospek. Tidak semua harus di approach. Umpanya yang di approach cuma seribu.
Setelah kita lihat, kita understand, gak semua kita approach. Hanya potential customer yang
kita approach. Nah itu namanya find and understand, yaa. Ini adalah tahap pertama yang
sangat penting. Kalo ini salah maka kita akan membuang tenaga mengapproach customer-
customer yang sebetulnya tidak potential, itu masih raw.

Nah sesudah itu kita baru menemukan needs. Umpamanya dari seribu, needsnya cuma
sedikit. Yaa cuma 20. Potential customer that has been given product presentation setelah
melalui proses yang yang namanya SPIN. Apa itu SPIN? SPIN itu berarti Situation, Problem,
Implication, Need pay off. Kita ngobrol dulu sama dia, sampe akhirnya customer itu ngerti

Halaman 6 dari 15
MP101

situation dia. Kadang-kadang dia gak mengerti situation dia. Kemudian dari situation itu kita
bisa mengungkapkan “sebetulnya kamu ini punya problem lho”. Wah kalo dia sudah tau
problemnya dan tau implication-nya kalo tidak dilakukan apa apa itu akan timbul need
sendiri. Nah pada waktu need itu sudah timbul karena conversation baru kita presentation.
Sesudah presentation terjadilah yang namanya negotiation. SPIN selling ini sangat penting
terutama pada B2B selling yang major product yang mahal yang susah. Kalo anda sudah
belajar SPIN untuk yang susah, maka anda akan lebih gampang menjual yang minor selling,
penjualan barang-barang yang tidak mahal. Dan terakhir kalo semua ini sudah dilewatin,
maka baru terjadi closing dengan lebih mudah.

Jadi melalui sales pipeline ini, mulai dari big database sampe approaching, sampe leads, dan
akhirnya sampe closing lewat negotiation tentunya. Itu diharapkan anda tidak terlalu
membuang tenaga. Karena ada pipeline yang jelas, yaa. Coba kita liat gambar berikutnya. Ini
lebih rinci. Didalam find and understanding, activitynya tentunya dibagi 2. Identify and
develop opportunity. Dan terakhir create customer solution. Anda coba liat dan mengertilah
customer. Baru anda kira kira tau solusi apa yang akan ditawarkan pada customer.
Milestonenya tentunya customer assessment, yaa. Dan juga value proposition yang akan
dipersembahkan kepada customer. Nah partisipannya anda bisa lihat, mulai dari market
analyst, industry specialist, account executive semuanya mesti bekerja sama. Dan nanti pada
waktu customer solution, tentunya account executive berperan lagi. Industry specialist
berperan lagi. Tapi finance mulai masuk. Karena kita harus tau untung rugi, jangan menjual
produk dengan rugi. tentunya data-data dan tools-tools yang memang diperlukan untuk
mengerti dan mendesain solution-solution yang akan dipersembahkan pada customer.

Bagaimana ketika tahapnya masuk acquire. Bukan cuma find and understanding, kalo find
and understanding terus kemudian gak berani acquire, ada lho assessment yang seperti itu,
maka tidak akan terjadi penjualan. Dimulai dari develop proposal dan negotiate and close,
yaa. Proposal dan terms yang mau disampaikan itu disampaikan, kemudian customer sign.
Tentunya melalui, tadi itu, SPIN tadi itu, Situation, Problem, Implication, Need pay off dan
Negotiation. Gak gampang gampang customer itu mau sign. Disini account executive, industry
specialist, finance, sales manager, account executive, sekali lagi, dan yang lain lain ikut
berperan. Kemudian ada tools-tools lain. Pricing tools, proposal generator dan lain-lain bisa
dipake disini. Jadi dengan adanya data dan tools yang relevan anda akan lebih gampang pada
waktu melaksanakan tugas. Dan terakhir, ketika serve and grow, apa ini, ketika penjualan

Halaman 7 dari 15
MP101

sudah ditutup. Bagaimana membantu customer solution and place. Bagaimana membantu
customer supaya implement the solution dan on going support processes in place. Artinya
jangan sampe customer ini dilepas. Customer beli barang, terutama kalo major selling, saya
kan tadi bilang contohnya selalu major selling, kalo major sellingnya gampang, minor
sellingnya lebih gampang. Jangan sampe beli, ngerti, tetapi kemudian tidak di-support pada
waktu dia menggunakan solution itu. Jadi pekerjaan account executive tidak berakhir pada
waktu terjadinya closing. Tapi account executive anda lihat disitu, terrruuus seorang account
executive yang bagus, mulai dari find and understanding, acquire, sampe serve and grow. Apa
artinya grow? Kita meng-grow trus supaya customer ini menjadi makin berhasil, makin
berhasil, bisnisnya makin maju. Sehingga dia mau beli lagi pada kita. Tentunya ada tools lain,
yaitu implementation support tools dan financial review data dan tools. Artinya kita
membantu customer, meyakinkan customer bahwa ini loh setelah anda pake ternyata coba
liat anda untungnya lebih banyak, anda mendapat keuntungan-keuntungan yang tadinya
tidak didapatkan tetapi sekarang didapatkan dengan lebih bagus. Inilah yang kita sebut sales
process illustration. Sekali lagi lagi kesimpulannya, sales adalah bagian dari marketing.
Kedua, ada 3 process find and understanding itu sangat penting, acquire dan akhirnya jangan
berenti sampe disini, serve and grow. Dan yang terakhir account executive tugasnya dari awal
sampe akhir.

Video 4: Brand

Kali ini saya mau membahas tentang brand. Di markplus kita percaya ada yang disebut PDB,
Positioning Differentiation Branding. Kenapa PDB ini penting? Karena kalo anda gak percaya
pada brand, anda bukan orang marketing. Yang membedakan orang marketing dengan bukan
marketing itu yaa, brand itu. Karena orang membeli produk bukan produknya akhirnya adalah
brand itu sendiri. Tapi banyak orang salah sendiri, brand itu dikira logo, brand itu dikira
slogan, brand itu dikira tema. Yang bener adalah brand itu musti diidentitaskan menjadi
positioning. Jadi brand tanpa positioning itu brand yang tidak punya identitas, yaa. Tapi
positioning itu janji-janji. Kalo positioningnya itu cuma merupakan slogan-slogan yang
beautiful yang muluk-muluk “ini loh obat kuat yang bisa menyembuhkan segala macam
penyakit” padahal nanti tidak ada integritasnya, tidak ada diferensiasinya, tidak ada
keunikannya. Dia tidak bisa betul betul menyembuhkan sebuah penyakit, brand imagenya
akan hancur. Jadi identitas, integrity, image. Image itu tidak bisa dilakukan begitu saja. Tidak
ada namanya pencitraan. Tidak ada difrensiasinyanya, cuma pake positioning, janji-janji

Halaman 8 dari 15
MP101

melulu, dengan slogan slogan yang indah, akhirnya orang gak ngerti apa keunikannya maka
diharapkan akan terjadi brand yang punyai value yang tinggi. Karena brand itu merupakan
indicator sebuah nilai. Bukan nilai-nilai yaa. Bukan values tapi value. Maka kalo itu yang
terjadi, positioningnya indah, diferensiasinya kosong, habis. Jadi brand image baru tercapai
kalo strateginya bener. Apa itu strategi? Positioning kalo didukung oleh taktik yang bagus,
yaitu diferensiasi.

Naah mulai darimana sekarang? Mulai darimana. Bisa mulai dari brand dulu siih. Aku mikir
membuat suatu produk pake sebuah brand. Saya seneng brand ini karena unik, yaa. Nanti
slogannya gimana? Slogannya saya cari yang merupakan personalitas katanya daripada
brand ini. Kayak orang brand itu. Tetapi kemudian kalo tidak didukung oleh diferensiasi sekali
lagi, maka akan jadi kosong. Imagenya nanti jadi rusak. Kalo saya ditanya dari tiga ini yang
paling penting mana, diferensiasi. Diferensiasi itu intinya marketing. Kalo anda tidak punya
diferensiasi, you will die. Anda tidak punya keunikan, tapi kalo anda sudah bertekad punya
diferensiasi punya keunikan, diferensiasi itu tinggal di stood menjadi suatu shot positioning
dan positioning itu dilekatkan pada brand yang bersangkutan. Maka otomatis terjadilah
brand image yang bener. Mark Plus sebuah brand, positioningnya adalah simplify the
marketing complexity. Jadi kita selalu men-simplify yang kompleks-kompleks itu.
Diferensiasinya unik, buku-buku kita gampang, ceramah-ceramahnya gampang dimengerti.
Sehingga terjadilah brand kita sampe 27 tahun sekarang. Kita tetep maju dengan 1.0, 2.0, 3.4,
4.0. dari yang konvensional ampe yang digital tapi tetep yang gampang cara
penyampaiannya.

Okee, sekarang kita liat pada slide kedua. Kita lihat bahwa David Aaker itu memimpin school
of thought pertama. Tentunya bukan cuma David Aaker, ada beberapa orang lain, tapi David
Acker itu terkenal. School of top pertama, brand itu musti bisa diukur berapa equity-nya.
Kayak asset. Brand awareness, brand association, perceive quality, brand loyalty, dan other
asset. Berapa yang aware akan brand kita. Semakin banyak yang menggunakan brand kita,
brand equity kita akan makin hebat. Brand association, brand kita diasosiasikan dengan apa?
Ooh satu brand diasosiasikan dengan mobil, satu brand lain diasosiasikan dengan tv. Jelas
ini. Kalo suatu brand apa ini ya? Bingung. Mark plus kalo semakin banyak yang tahu berarti
brand awarenessnya besar. Kemudian orang, mark plus ya marketing, waa ini bagus itu berarti
cocok dengan yang kita mau. Kemudian perceive quality. Bagaimana mark plus itu? Yaa
kualitasnya, ck, kampungan ini, jelek. Tapi kalo mark plus itu lhoo kontennya bagus yaa hebat.

Halaman 9 dari 15
MP101

Waah ini naik brand equitynya. Trus berapa yang loyal ama kita?. Berapa yang beli, beli lagi
beli lagi. Naah ini brand loyaltynya lebih tinggi. Dan akhirnya other asset ini apa? Bagaimana
logo kita, bagus apa enggak. Nah ini yang nomor 5 sebetulnya. Semboyannya enak ndak,
slogannya enak ndak, gampang diinget ndak. Trus dipatenkan ndak logo itu, gitu yaa. Naah
kalo semua itu ada, brand equity itu kita tinggi. Artinya brand yang equitynya tinggi, itu
menurut David Acker itu akan memberikan nilai yang lebih kepada customer. Customer itu
merasa bangga ketika dia membeli suatu produk. Produk ini mustinya nilainya delapan ribu,
saya mau membeli sepuluh ribu, karena ini brand equitinya dua ribu ini. Nah kalo customer
mau membeli sebuah produk dengan value yang lebih tinggi dari value produknya, maka
perusahaan itu yang mempunyai brand itu akan mendapatkan value yang lebih tinggi juga.
Karena itu brand equity memberikan value yang lebih tinggi kepada customer, yang akhirnya
memberikan value yang lebih tinggi untuk perusahaan kita. Ini school of top pertama.

School of thought kedua. Itu kita liat pada slide berikutnya adalah yang kita sebut 5A. saya
tidak akan berpanjang lebar disini sebab akan dijelaskan nanti. Tapi sekilas saja, kita disini
tidak mempersoalkan berapa brand equitynya, brand equity penting, ketika anda ketika mau
menilai brand anda berapa nilainya. Tetapi perjalanan customer, customer path, aware,
appeal, ask, act, dan advocate. Aware sampe ask itu berarti ketika kita meng-engage customer
untuk mem-build brand. Dia ngerti, dia ter-appeal ama kita, dia mulai tanya-tanya. Berarti
customer ini ter-engage sama kita. Dan sejak ask kemudian dia mulai membeli, dia mulai
meng-advocate kita, itu namanya fase collaborating with customer to go creation. Artinya kita
berhasil berkolaborasi dengan customer untuk meng-co-create sesuatu. Nah 5A ini, aware,
appeal, ask, act, and advocate masuk ke school of thought kedua, customer path yang kita
pake didalem buku marketing 4.0. diluncurkan Desember 2016 sampe sekarang September
2017, 21 bahasa.

Video 5: Service

Sekarang kita bicara tentang service. Sejalan dengan transformasi marketing 1.0, 2.0, 3.0, ke
4.0 maka service-pun mempunyai 4 level. Dari enjoyment, menjadi experience, menjadi
engagement, dan empowerment. Apa itu? Coba liat, ketika kita berkonsentrasi membuat
customer itu enjoy pada service kita, itu nanti akhirnya kita berkonsentrasi menjadi quality
champion. Kita melakukan quality control dan terus meningkatkan diri, besok harus lebih
bagus dari hari ini, besok lusa harus lebih bagus dari besok. Ini namanya kalo orang Jepang

Halaman 10 dari 15
MP101

bilang namanya Kaizen Improvement. Kita selalu melakukan pelan, pelan, pelan, karena
enjoyment itu katanya tidak pernah puas, yaa.

Level 2. Itu kita menganggap bahwa untuk mengalami enjoyment, enjoyment, enjoyment,
enjoyment, enjoyment, enjoyment atau titik titik yang harus dilalui, ini keseluruhan ini disebut
experience. Karena itu customer menjadi pusat dari definisi quality. Kualitas bagaimana yang
diperlukan oleh customer pada waktu dia masuk ketempat kita. Bagaimana kalo sudah
masuk, bagaimana kalo ditengah-tengah pembicaraan dengan service center, bagaimana
ketika dia dipecahkan masalahnya, bagaimana ketika dia meninggalkan service center, dan
bagaimana ketika dia mengalami service itu sendiri. Jadi experience itu dari sudut pandang
customer. Kalo enjoyment dari sudut pandang kita. Kan marketing 1.0 itu product sentric. Kita
mendevelop product. Jadi kita mendevelop service disini. Servicenya di improve, di improve,
di improve dengan harapan supaya customer makin enjoy, makin enjoy, makin enjoy.
Sedangkan level 2 itu memang daripada pandangan customer. Dicari dulu customer itu kalo
disini perlunya apa, disini perlunya apa. Kalo bisa dari start sampe finish didalem cycle of
service itu customer itu akhirnya mempunyai experience yang bagus. Walaupun tidak bisa
semuanya full enjoyment. Disini ada plus 7, disini plus 3, disini bisa 0 bisa min. tapi kalo
dijumlah bagaimana? Asal anda tahu critical-critical point, jangan sampe min, jangan sampe
0. Di critical point itu anda harus menjamin bahwa terjadinya plus.

Level 3, ini marketing human spirit, masih inget kan? Disini yang diperlukan adalah
engagement. Kita meng-engage customer itu sehingga tidak ada bedanya dia dengan kita.
Pemberi service dan penerima service harus menyatu, I feel engage, customer itu bukan king
lagi, bukan center, tapi customer itu is a friend. Kalo king itu customer diatas, kita berlutut
menyembah-nyembah dia. Tapi kalo 3.0 itu customer itu horizontal, customer is our friend.
Dan friend itu gak bisa di “mbujuk-in” loh. Kita gak tega toh membohongi customer. Kalo
membohongi king seringkali tega kita. Karena kingnya seringkali gak detail, gak tau, jadi kita
“mbujuk-in” aja. Jadi maaf loh, kalo customer service masih 2.0 itu memuaskan customer,
customernya puas sesaat bisa saja. Tapi sebetulnya akhirnya dia merasa, iya yaa sebetulnya
ini ndak worth it ini, tapi kalo friend, noo. Ini engage, saya meng-engage customer saya, saya
meng-engage customer saya seperti friend saya.

Tapi ketika digital masuk, marketing 4.0. digital itu bisa memberikan pelayanan timely, now,
real time delivery, itu yang diperlukan. Semuanya ditujukan pada time based pelayanan itu.

Halaman 11 dari 15
MP101

Sehingga customer itu bukan cuma friend kita, tapi customer itu jadi ndak repot lagi. Ini yang
namanya empowerment, sehingga customer feel more powerfull dengan service kita. Karena
itu slogannya apa? Oke, aha, wow, now!.

Coba lihat slide berikutnya. Ini model kita yang kita sebut 5S dibuat oleh tim di Mark Plus.
Ketika anda mau menciptakan awareness, ada awareness, appeal, ask, act, advocate kalo
anda mengingat pelajaran di topic lain, anda akan mengingat ini 5Anya marketing 4.0, digital
marketing. Maka anda harus memakai apa? Story telling. Karena story telling ini akan
membuat orang yang tidak aware menjadi aware. Dan yang terpenting disini harus clear, yaa.
Messagenya harus clear. Tidak boleh story itu tidak jelas. Kemudian stylenya harus bagus, yaa.
Dalam story itu musti ada stylist. Karena di era digital ini ada alat-alat untuk membuat anda
menjadi lebih stylish. Ada photoshop, ada macem-macem. Sehingga terutama perempuan
kan foto bolak-balik yaa, barusan di upload yaa. Supaya keliatan bagus, yaa. Harus ada
stylenya didalam story supaya anda appealing. Tapi inget lhoo, dijaman digital ini orang tidak
hanya terkecoh pada style. Tapi ada substansi, style with substance, yaa. Style diimbangi
substance. Ketika dia tanya substance, anda musti menjawab. Dia mempunyai hak untuk
bertanya. Disinilah terjadi sinergi antara yang tanya dan yang menjawab. Terjadilah sinergi
antara pemberi pelayanan dan yang menerima pelayanan. Accessibility of the channel of the
service. Dan ketika dia menerima service tersebut, substance itu betul-betul sekarang
terbukti. Tadi ditanyakan, sekarang terbukti. Dan akhirnya supaya dia mau advocate, musti
ada unsur surprise. Kalo ada unsur surprise artinya lebih dari pada yang dia expect, kalo anda
cuma memberikan apa yang dia expect tidak akan terjadi advocacy. Karena biasa, dia expect
seperti ini, dia terimanya seperti ini. Tapi kalo dia expectnya seperti ini, anda bisa memberikan
suatu yang tidak di expect-kan oleh dia, inilah yang disebut surprise, quality of service anda
surprisefull, maka dia akan advocate. Dan inilah yang akhirnya membuat anda akan menjadi
satu brand yang betul-betul kuat. Saya ulangi sekali lagi, service bergerak dari enjoyment ke
experience ke engagement sampe empowerment. Dan akhirnya 5S berarti story telling,
ciptakan style, synergy, substance, dan ciptakan surprise supaya anda bisa menghasilkan
aware, appeal, ask, act, and advocacy.

Video 6: Digitalisasi

Kali ini saya bicara tentang digitalisasi. Coba liat slide 1 ini. Ada the power shift from vertical
to horizontal. Teknologi sudah membuat yang vertical tadinya one to many, yaa. Message

Halaman 12 dari 15
MP101

sekarang menjadi, one to one bahkan many to many. Dari vertical menjadi horizontal. Semua
orang menjadi setara. Di politcal legal dan social culture, kita lihat dari eksklusif menjadi
inklusif. Di dunia digital itu tidak ada yang eksklusif. Karena semua mau pejabat pemerintah
ketemu rakyat biasa, mau konglomerat ketemu konsumennya, mau informal leader ketua
NGO ketemu anak buahnya, gak ada bedanya. Inilah namanya inklusifitass. Dan terakhir di
market itu sendiri, dari individual menjadi sosial. Artinya apa? Customer itu dulu individual.
Yang harus ditembak satu-satu. Namanya target market. Kalo sekarang sosial artinya
customer itu tidak berdiri sendiri, tetapi dia berinteraksi dengan orang-orang lain, sehingga
dia dipengaruhi oleh sosial komunitasnya. Coba kita ke slide 2. Kita liat ada 3 paradoks yang
kita liat.

Yang pertama online dan offline. Kelihatannya seperti berbeda. Tapi paradoksnya apa?
Keduanya sangat diperlukan. Jangan dikira online itu akan membunuh offline. Offline tidak
akan mati. Tapi offline yang diperlukan adalah offline yang beda dengan offline jaman dulu.
Online membutuhkan offline. Sedangkan offline tentunya membutuhkan online. Dua paradox
yang harus dipersatukan.

Yang kedua, apa itu? Antara informed customer dan distracted customer. Customer itu makin
punya informasi, tapi aneh kan. Kita itu bisa mencari informasi sendiri dari mana-mana. Tapi
kok kita selalu memerlukan opini orang lain, yaa. Ini yang kacau ini. Sehingga kita terpaksa
sebagai marketer itu mempengaruhi juga, supaya orang lain bicara yang bagus tentang kita.
Kalo enggak customer itu bingung mencari informasi dari sumbernya tapi juga mencari
informasi dari orang lain.

Dan yang terakhir paradox antara negative dan positif advocacy. Anda tidak bisa menjamin
bahwa advokasi dari orang itu selalu bagus terhadap kita. Orang bisa jelek, bisa bagus. Yang
penting anda tahu bagaimana memanage komunikasi anda. Sehingga ketika ada orang yang
menjelek-jelekkan anda dan itu tidak benar, mudah mudahan itu bisa dibantah oleh orang
lain. Apalagi kalo yang menjelek jelekkan anda itu tidak berdasar sama sekali. Akhirnya
nilainya habis dan anda akan tetap bagus. Tapi tiga paradox ini tetap harus kita manage
dengan baik.

Coba berikutnya kita lihat. 4A, aware, attitude, act, and act again. Ini adalah era sebelum
internet. Sebelum internet, customer path itu mulai dari bagaimana kita meng-create

Halaman 13 dari 15
MP101

awareness untuk dia. Supaya dia aware tentang kita. Dengan berbagai-bagai cara. Dengan
one to many, dengan top down. Satu message untuk semua orang. Dan diharapkan sesudah
itu customer berubah attitudenya, tadinya netral sekarang jadi seneng, yaa. Karena itu kita
harus menghabiskan duit yang sangat banyak untuk membuat orang itu menjadi seneng
kepada kita. Kemudian biasanya dengan self promotion dia akan beli dari kita, act gitu, karena
self promotion kan lebih dimaksudkan untuk supaya dia act dan akhirnya lalu dikasih kartu
loyalty dia akan act again, dia akan repeat. Jadi definisi loyalty dulu, jaman dulu sebelum
internet adalah berapa orang yang repeat beli sama kita. Kalo sekarang agak beda. Sesudah
aware diciptakan, anda punya tugas untuk meng-appeal orang lain, dan memberi
kesempatan orang itu untuk tanya kepada anda. Kalo anda tidak meng-appeal orang lain, dia
akan pindah ketempat lain. Karena di online ini terlalu banyak pilihan informasi. Dan sesudah
dia terappeal, dia terpesona akan style anda. Dia akan tanya mengenai substance anda.
Karena tidak bisa cuma stylish saja tidak ada substancenya. Nah kalo itu beres, baru mungkin
dengan berbagai macam promosi atau insentif dia akan beli dari anda, act. Dan apakah dia
akan act again, yaa lumayan kalo dia act again. Tapi sekarang yang terpenting pada era
internet ini adalah advocacy. Diharapkan sesudah dia act, dia seneng, dia akan memberikan
positif advocacy. Sehingga positif advocacy itu akan nanti mem-balance kepada negative
advocacy yang mungkin diciptakan oleh pesaing-pesaing anda, yaa.

Jadi sekarang 5A yang ada dibuku marketing 4.0 yang saya menulis bersama professor Phillip
Koetler dan Iwan Setiawan, CEO Mark Plus incoorporated. Yang diterbitkan oleh John Wyllie
Desember 2016, dan sekarang pada September 2017 sudah 21 bahasa, itu ada disana 5A ini.
Loyalitas tidak diukur cuma sekedar dari berapa yang ribut, tetapi dari berapa yang advocate
kita. Dan di era internet kan gampang sekali menginter, mengadvocate itu. Retweet, upload,
kemudian reload, bukan selalu berkomentar. Kalo jaman dulu yang namanya di komen ini,
advocacy ini word of mouth, mouth to mouth katanya. Kalo puas bisa nyuruh orang lain beli.
Kalo sekarang belom tentu nyuruh orang lain beli. Tapi kita bisa menyebarluaskan tentang
kebaikan-kebaikan si marketer.

Okee, slide terakhir kita lihat bahwa ada 3 komunitas yang diuntungkan oleh internet. Youth,
woman, netizen. Coba lihat itu gambarnya itu. Youth akan memojokkan senior. Man dari
senior akan terpengaruh dari youth. Kalo kita bicara marketing cuma ada 3. Win the
mindshare, win the marketshare, win the heartshare. Simple marketing itu. Bagaimana
memenangkan mindshare dengan menguasai youth. Karena youth ini sekarang yang seolah-

Halaman 14 dari 15
MP101

olah mendapat kesempatan dengan adanya internet. Dulu panggung panggung seperti ini
cuma dikuasai oleh orang orang tua seperti saya, orang senior. Sekarang dengan adanya
internet, anak muda. Woman sekarang bisa memojokkan man di internet. Dia bisa
mendapatkan marketshare secara diem-diem lewat online. Dan yang terakhir, netizen. Ini bisa
memojokkan citizen. Citizen ini orang gaptek, yang bisa repot menghadapi netizen yang bisa
meng-organize heart. Artinya heartshare itu bisa dimenangkan oleh netizen. Mendadak
netizen itu bisa membuat orang lain bisa seneng terhadap suatu brand, atau bisa benci pada
suatu brand. Aaa ini bahaya, yaa. Jadi coba liat, Youth, Women, Netizen atau yang kita sebut
YWN itu adalah komunitas masa depan sesudah adanya digitalisasi.

Halaman 15 dari 15
MP101

Effective Marketing in Digital Era

Transkrip

Minggu 2: Hermawan Kertajaya on MARKETing

Video 1: Definisi Pemasaran

Video 2: Kerangka Kerja Pemasaran

Video 3: Elemen Pemasaran

Video 4: Strategi Pemasaran

Video 5: Taktik Pemasaran

Video 6: Nilai Pemasaran

Video 1: Definisi Pemasaran

Kenapa kita butuh pemasaran?. Pada dasarnya pemasaran itu diciptakan di Negara barat, di Amerika.
Ketika Amerika baru saja menang perang di-era tahun 40-an, Amerika kaya-raya penduduknya. Semua
orang punya uang untuk membeli semua output yang dihasilkan oleh pabrikan di Amerika. Sehingga
produk apapun yang dikeluarkan oleh pabrik pasti akan diserap pasar dan laku. Karena semua orang
punya uang dan tidak perlu memikirkan harus membeli apa, semua dibeli. Ketika kemudian Amerika
mengalami depresi dan ekonominya melambat dan akhirnya banyak sekali yang mengalami
kebangkrutan di Amerika, pelanggan mulai berbelanja dengan hati-hati. Tidak semua produk yang
secara asal-asalan diciptakan di pabrik diserap oleh pasar. Maka pemasaran lahir sebagai solusi.
Pemasaran bilang “kita harus mengerti pasar dan kemudian menciptakan produk yang sesuai dengan
kebutuhan pasar”. Kita tidak bisa lagi asal-asalan menciptakan produk. Dan pasar dengan otomatis
menyerap. Ingat para siswa sekalian, marketing kata dasarnya adalah market, pasar. Pemasaran kata
dasarnya adalah pasar. Kita perlu memahami pasar untuk bisa melakukan pemasaran secara efektif.
Marketing adalah bagaimana kita memahami pasar, beradaptasi dengan pasar, menciptakan produk
yang sesuai dengan kebutuhan pasar, menciptakan merek yang relevan dengan pasar, menciptakan
pelayan yang relevan juga dengan pasar yang ingin kita layani. Itulah kenapa kita perlu marketing atau
MP101
pemasaran. Di sesi berikutnya, saya akan mulai membahas sedikit demi sedikit langkah-langkah yang
kita gunakan dalam menyusun strategi taktik dan value dari pemasaran.

Video 2: Kerangka Kerja Pemasaran

Halo siswa Indonesia X. selamat datang kembali. Di sesi yang pertama tadi kita sudah membahas apa
itu pemasaran atau marketing. Dan kita juga sudah mempelajari apa yang sebetulnya melandasi
dibutuhkannya marketing. Nah pada sesi kali ini, saya ingin menceritakan sebuah frameworks atau
sebuah kerangka dasar yang kita gunakan sebelum kita menyusun strategi pemasaran atau marketing.
Frameworks ini kita sebut sebagai 4C. karena ada 4 elemen yang berawalan dengan huruf C di
kerangka tersebut. Yang pertama adalah Company. Didalam 4C kita memposisikan diri sebagai
company atau perusahaan. Baik anda seorang wirausaha, anda bekerja di sebuah perusahaan meniti
karir disana, maupun anda seorang individu yang ingin memasarkan diri di dunia kerja. Anda
memposisikan diri sebagai company.

Company ini tentunya punya C yang ke-dua, yaitu Customer. Setiap customer punya pasar yang ingin
dituju. Nanti kita akan belajar disesi 3 tentang bagaimana melakukan pemasaran secara tepat
berlandaskan segmentasi. Tapi pada dasarnya setiap pemasar tidak mungkin bisa menyenangkan
semua orang. Jadi anda harus memilih segmen yang anda tuju, dan inilah C yang ke 2, yaitu customer.
Customer mana yang ingin anda puaskan dengan produk atau layanan yang anda miliki.

C yang ketiga adalah Competitor. Competitor ini adalah pesaing yang akan anda hadapi
memperebutkan customer yang tadi ada di C yang ke-dua. Pada dasarnya kenapa pemasaran itu
perlu? Karena kita punya pesaing. Apabila kita tidak punya pesaing, semua produk yang diciptakan
oleh company pasti akan terserap oleh customer. Tetapi karena ada competitor, maka customer punya
beberapa pilihan untuk memilih produk mana yang sebaiknya lebih tepat untuk mereka gunakan.
Karena itu kita harus mengawasi dengan baik dan dengan teliti siapa saja sebetulnya pesaing yang ada
di industri kita. Ini adalah C yang ke-tiga, Competitor.

Dan tentunya yang paling jauh adalah C yang ke 4, yaitu Change atau perubahan itu sendiri. Pada
dasarnya customer dan competitor tidak statis. Selalu dinamis dan berubah-ubah. Yang saat ini kita
anggap sebagai customer kita mungkin tidak akan jadi lagi customer kita dalam 5 tahun kedepan.
Karena mungkin mereka sudah lebih tua, mereka tidak lagi tinggal di area tempat kita beroperasi, dan
MP101
sebagainya. Sehingga customer ini harus kita awasi dari waktu ke waktu. Bagaimana perubahan
mereka, bagaimana perubahan perilaku mereka dalam menggunakan produk kita. Disisi lain change
juga mempengaruhi kompetisi. Yang kita tidak sangka-sangka sebagai competitor tiba-tiba menjadi
competitor. Di dunia industri taksi misalnya, competitor yang tradisional selalu dianggap perusahaan
taksi yang lain, yang memperebutkan penumpang yang sama. Ketika muncul kemudian aplikasi
transportasi online, semua industri taksi mengalami kebingungan. Karena mereka sebelumnya tidak
pernah melacak keberadaan dari pemain-pemain ini. Pemain-pemain yang kita sebut sebagai
competitor tidak langsung atau competitor yang tersembunyi. Karena mereka merupakan produk
subtitusi. Tidak langsung mentarget customer yang sama dengan penawaran yang sama. Tetapi
mereka mentarget customer yang sama dengan penawaran yang punya diferensiasi.

Kita perlu mengawasi seluruh 4C ini. Mulai dari Change, Competitor, Customer, dan kita sebagai
Company juga perlu melihat secara internal. Dengan lingkungan bisnis kita, dengan competitor,
dengan peta persaingan, dengan perubahan perilaku customer. Apa yang harus kita lakukan sebagai
sebuah usaha untuk menyikapi landscape atau lingkungan bisnis yang kita hadapi tersebut. Saya ingin
memberikan beberapa contoh penggunaa 4C sendiri didalam beberapa industri. Katakanlah di industri
per-Bank-an. Dulu sebuah Bank melihat customer mereka sebagai orang-orang yang ingin berinteraksi
di cabang. Sehingga ketika itu ketika Bank ingin melayani nasabah, mereka membuat cabang
sebanyak-banyaknya di berbagai pelosok Indonesia. Ketika kemudian perilaku konsumen berubah
karena ada faktor change tadi. Orang jadi semakin lama semakin malas untuk datang ke cabang untuk
naik kendaraan, parkir, masuk kedalam cabang, berinteraksi dengan teller maupun customer service.
Akhirnya mereka memilih untuk melakukan transaksi secara online saja. Baik yaa mulai dari primitif
yang sekarang kita banyak gunakan sebagai ATM, sampai yang sangat canggih menggunakan
teknologi-teknologi seperti e-payment dan lain-lain. Mereka cenderung ingin menggunakan channel-
channel elektronik. Karena itu company, sebuah Bank harus beradaptasi dengan perubahan perilaku
yang disebabkan oleh change yang mempengaruhi customer ini.

Di sisi lain, para Bank yang ada di Indonesia saat ini juga perlu mengawasi competitor yang tidak hanya
di industrinya mereka sendiri. Tentunya pesaing terbesar dalam industri per-Bank-an adalah Bank-
Bank itu sendiri. Bank besar bertarung dengan Bank besar dan juga bertarung dengan Bank yang relatif
lebih kecil. Bank besar mempunyai jangkauan yang lebih luas, Bank yang kecil jauh lebih intim dengan
nasabahnya. Mereka punya kekuatan dan kelemahan masing-masing. Tapi di sisi lain mereka juga
bersaing dengan perusahaan-perusahaan start up yang bergerak di bidang Fin-Tech atau Financial
Technology. Mereka menjadi pesaing yang tidak terlihat. Yang saat ini kecil tapi kemudian dimasa
depan mempunyai potensi untuk menjadi pesaing yang tangguh untuk industri per-Bank-an.
MP101

Kita sebagai seorang company sekali lagi, para siswa Indonesia X, saya ingatkan kita sebagai company
baik untuk perusahaan dimana kita bekerja, maupun sebagai individu, maupun sebagai usaha yang
kita miliki sendiri. Kita perlu mengawasi faktor-faktor perubahaan yang nanti akan mempengaruhi
persaingan yang kita hadapi dan juga mengubah perilaku customer kita.

Video 3: Elemen Pemasaran

Siswa Indonesia X. selamat datang kembali di sesi 3. Di sesi ini kita akan semakin mendalami apa itu
pemasaran. Ada 9 elemen pemasaran yang ingin kita bahas pada sesi ini. Nanti saya akan mendalami
masing-masing dari 9 elemen ini di sesi-sesi berikutnya. Sekarang saya hanya ingin memberikan
overview singkat saja 9 elemen yang membentuk yang kita sebut marketing.

Saya ingin memulai mungkin dengan sebuah studi kasus. Anggap saja ada sebuah koki yang ingin
menjual salah satu masakannya. Dia membuat sebuah nasi goreng yang sangat enak sekali. Kemudian
koki ini menawarkan kepada beberapa temannya sendiri. Teman yang pertama dia datangi seorang
yang sangat kaya. Punya uang banyak, gaya hidupnya sangat mewah, sehingga nasi goreng itu adalah
sebuah makanan yang menurut dia sangat murah. Dan bukan makanan yang sering dia dapati di
kesehariannya. Tapi ketika temannya yang kaya ini mencoba dan menikmati nasi goreng yang disajikan
dia bilang luar biasa. Ini makanan sederhana yang kemudian diolah secara mewah sehingga dia bilang
“kalau saya memakan nasi goreng ini saya akan berani membayar 200 ribu rupiah disebuah restoran”.
Kemudian si koki ini tidak serta merta memberikan harga 200 ribu kepada nasi gorengnya tersebut.
Dia datang ke teman satu lagi. Yang sebetulnya tidak sekaya teman yang pertama.

Dan teman yang kedua ini gaya hidupnya sangat sederhana. Biasanya kesehariannya dia makan
disebuah warung tegal. Dan nasi goreng adalah makanan yang sering dimakan ketika santap siang.
Kemudian dia bertanya “apabila nasi goreng saya rasanya seperti ini rasanya dicoba” kata si koki “kira-
kira kamu mau kasih harga berapa, dan kamu bersedia untuk membayar berapa rupiah?”. Teman yang
kedua ini bilang “saya akan bayar kamu sepuluh ribu rupiah saja, memang sangat enak. Tapi nasi
goreng ya nasi goreng. Nasi goreng tidak mungkin saya bayar lebih dari sepuluh ribu rupiah”. Sehingga
si kokipun bingung, yang tadinya dia sangat percaya diri, bahwa ada yang ingin membayar 200 ribu
rupiah untuk sebuah nasi goreng. Kemudian dia mendapati temannya satu lagi hanya bersedia untuk
membayar sebesar sepuluh ribu rupiah.
MP101
Akhirnya dia memutar kepala dan akhirnya dia melakukan sebuah studi. Dan ingin saya sampaikan
juga studi tersebut kepada para siswa Indonesia X. kalau anda jadi si koki, kira-kira nasi goreng ciptaan
anda ini, anda hargai berapa?. Didalam elemen pemasaran, salah satu kunci adalah pricing atau
pemberian harga. Kira-kira berapa banyak dari para siswa Indonesia X yang berani memberikan harga
nasi goreng ini 200 ribu rupiah. Mungkin ada dari para siswa sekalian yang mempunya nyali untuk
memberikan harga semahal itu, dengan harapan untuk mendapatkan keuntungan yang maksimal.
Dengan modal yang sangat minim, menciptakan suatu produk nasi goreng dijual dengan harga yang
sangat mahal. Tapi mungkin ada juga dari para siswa sekalian yang ingin menjangkau lebih banyak
orang dan ingin supaya yang makan itu lebih banyak. sehingga menjual seharga 10 ribu dan dijual
secara masal sehingga lebih banyak orang yang bisa menikmati nasi goreng tersebut. Anda sebagai
siswa mungkin punya pilihan masing-masing. Mungkin ada yang punya jawaban out of the box. Dan
bilang mungkin 100 ribu, 50 ribu, dan beda dengan harga-harga yang sudah kita sampaikan
sebelumnya. Pada dasarnya setiap orang mempunyai keinginan membayar yang berbeda-beda. Dan
inilah yang melandasi elemen pemasaran yang kita sebut segmentasi.

Pemasaran pada dasarnya ada 9 elemen dan elemen pertama yang merupakan landasan paling
penting adalah segmentasi. Pada dasarnya setiap orang disebuah pasar tidak homogen. Setiap orang
punya preverensi yang berbeda dan bersedia untuk membayar dengan jumlah yang berbeda padahal
produknya sama. Pada contoh nasi goreng tersebut ada segmen orang yang tidak keberatan
membayar 200 ribu untuk sebuah produk yang sederhana. Ada di sisi lain di spektrum sisi satunya lagi
yang sama sekali tidak bersedia untuk membayar lebih dari 10 ribu. Dan inilah yang kita sebut dengan
segmentasi. Diantara dua spektrum tersebut, ditengah-tengahnya masih banyak segmen lain. Jadi
andai kata saya sebuah perusahaan restoran yang ingin menjual nasi goreng, saya mempunyai pilihan
segmen yang begitu beragam. Dan pilihan segmen tersebut, kita sebut sebagai segmentasi. Memecah-
mecah pasar menjadi bagian-bagian yang tidak homogen yang berbeda satu sama lain.

Dan kemudian tugas kita berikutnya di elemen pemasaran kedua adalah untuk memilih segmen mana
yang kira-kira mampu saya layani. Andai kata anda ingin menjual nasi goreng kepada segmen yang
membayar 200 ribu, maka anda harus siap-siap punya restoran dilokasi yang sangat primer dipusat
kota dengan pelayanan yang maksimal, dengan para pelayan yang mampu selalu melayani dengan
pelayanan yang prima. Sehingga 200 ribu tidak dianggap sebagai sebuah waste oleh orang yang
membayar. Di sisi lain kalo anda ingin mentarget segmen yang hanya membayar 10 ribu, anda cuma
perlu sebuah rombong di pinggir jalan dengan sebuah kursi atau dua buah kursi atau bahkan nasi
gorengnya hanya tersedia untuk dibungkus. Anda sudah bisa menyenangkan hati segmen anda
dengan pelayan sederhana seperti itu saja. Pilihan target dari segmen yang anda lakukan itu akan
MP101
menentukan positioning anda. Apakah anda nasi goreng yang sifatnya gourmet, sebagai positioning.
Apakah anda adalah nasi goreng yang sifatnya merakyat dan dimana-mana. Ini disebut sebagai
positioning, elemen pemasaran yang ketiga.

Di elemen pemasaran yang ke-empat, anda harus punya diferensiasi. Nasi goreng anda bedanya apa
dengan yang lain. Semakin tinggi harga yang anda set, semakin besar signifikasi dari diferensiasi anda.
Anda harus mampu men-justifikasi kenapa harga nasi goreng anda sangat jauh berbeda dibandingkan
nasi goreng-nasi goreng lain yang bisa kita temukan disekitar kita. Anda harus punya diferensiasi yang
mendukung harga yang anda buat.

Setelah diferensiasi kita akan membicarakan tentang marketing mix sebagai elemen yang ke-lima. Di
elemen yang ke-lima ini kita berbicara tidak hanya produk, nasi goreng isinya apa saja. Harga, harganya
kira-kira mau di-set berapa dan ada berapa variasi harga. Kita juga berbicara tentang bagaimana
mempromosikannya. Apakah anda melakukan iklan, apakah anda datang lewat para rombong-
rombong yang dibawa oleh para penjajah nasi goreng. Apakah anda siap melakukan distribusi secara
lebih masal dengan nasi goreng kemasan misalnya. Ini semua harus anda pikirkan sebagai bagian dari
marketing mix.

Setelah itu, masuk ke elemen yang ke-enam, yaitu selling. Dengan produk yang sudah anda buat,
dengan harga yang sudah anda tetapkan. Bagaimana anda menjualnya. Apakah anda menjual
langsung direstoran, apakah anda menggunakan para partner atau yang biasa dikenal di pemasaran
sebagai distributor, atau menggunakan sistem lain misalnya seperti franchise. Anda perlu pikirkan
bagaimana agar menjualnya.

Tidak hanya itu, semakin sukses bisnis nasi goreng anda, anda harus mulai masuk kepada elemen
pemasaran yang nomor tujuh yaitu brand. Apakah anda selama ini puas dengan nasi goreng anda yang
tidak dikenal namanya. Yang hanya dikenal andai kata dengan istilah nasi goreng “Pak Iwan”. Apakah
anda tidak buat “Pak Iwan” itu sebagai sebuah merek saja sekalian. Yang kemudian anda jaga hak
ciptanya dan anda komunikasikan terus sehingga merek tersebut semakin lama semakin terbang. Dan
semakin banyak orang yang ingin men-franchise restoran anda.

Selain itu anda juga harus berpikir mulai service, ini elemen pemasaran yang ke-delapan. Ketika
sebuah produk sudah matang. Tidak hanya brand atau merek yang anda butuhkan. Anda juga butuh
pelayanan yang ekstra. Bagaimana ketika orang makan nasi goreng tidak hanya merasakan produknya
saja, tetapi juga layanan dibalik produk tersebut.

Dan terakhir tentunya, semakin besar restoran anda berkembang anda memerlukan satu lagi elemen
pemasaran yang kita sebut process. Anda sekarang sudah punya karyawan katakanlah 300 orang
MP101
dengan franchise di 20 kota besar di Indonesia. Bagaimana anda mengelola semua ini. Proses dari
mulai ketika menyiapkan materi nasi goreng sendiri, bahan-bahannya. Bagaimana anda men-supply
para franchisey. Bagaimana anda kemudian mencari koki-koki yang handal untuk memasak nasi
goreng ini. Bagaimana merekrut para pelayan yang ada disetiap restoran. Bagaimana anda kemudian
menjaga kualitas supaya terjamin diseluruh outlet restoran anda. Ini kita sebut sebagai elemen ke-
sembilan, yaitu process. Pada initinya ada 9 elemen pemasaran yang pada sesi berikut-berikutnya akan
kita bahas sebagai tiga bagian yang terpisah. Elemen satu sampai tiga, segmentation, targeting,
positioning akan kita bahas di sesi berikutnya. Ini kita sebut sebagai strategi pemasaran atau
marketing strategy. Elemen yang ke-empat, lima, dan enam, ini kita sebut sebagai marketing tactics,
differentiation, marketing mix, selling, adalah bagian dari taktik pemasaran. Dan tentunya tiga yang
terakhir kita sebut sebagai marketing value, atau nilai yang ingin kita deliver kepada pelanggan. Ini
adalah marketing value atau kelompok ketiga yang akan kita bahas pada sesi yang terakhir nanti.

Video 4: Strategi Pemasaran

Selamat datang di sesi yang ke-empat, para siswa Indonesia X. di sesi ini kita akan membahas
marketing strategy, strategi pemasaran. Dan ada 3 elemen yang saya bahas di sesi kali ini. Tadi di sesi
sebelumnya anda sudah belajar bahwa 3 elemen pertama dari marketing yang kita sebut sebagai
strategi itu adalah segmentation, targeting, dan positioning. Pernahkah bapak, ibu sekalian, rekan-
rekan, para siswa bertanya-tanya kenapa sebetulnya ada berbagai jenis sabun di dunia ini. Kenapa
tidak hanya satu jenis sabun saja digunakan oleh seluruh penduduk dunia. Kenapa ada sabun yang
fokus pada sabun kesehatan yang membuat tubuh kita menjadi segar higenis. Sedangkan ada sabun
lain yang gunanya untuk melembutkan kulit kita supaya tidak kering. Dan ada juga sabun yang katanya
bisa membuat yang menggunakan menjadi lebih cantik dan lebih ganteng. Kenapa ada berbagai jenis
sabun ini?. Dan yang sering menggelitik pemikiran kita adalah kenapa perusahaan yang sama bisa
memiliki tiga jenis sabun yang berbeda yang fungsinya lain-lain. Ada yang untuk melembabkan, ada
yang untuk kulit yang lebih higenis, ada yang untuk kecantikan. Kenapa perusahaan ini tidak membuat
sebuah produk yang bisa menggabungkan ketiga kegunaan produk ini. Jadi selain membuat jadi lebih
cantik, sabun ini juga membuat kulit lebih bersih dan higenis sekaligus melembabkan. Kenapa tidak
ada sebuah sabun yang merupakan sabun yang sempurna. Jawabannya terletak pada segmentasi itu
sendiri.

Tidak ada di dunia ini sebuah produk atau sebuah perusahaan atau sebuah merek yang bisa
menyenangkan semua orang di pasar. Karena pada dasarnya setiap orang memiliki kebutuhan yang
berbeda. Memmiliki preferensi yang berbeda terhadap sabun yang ingin mereka gunakan. Selain itu
MP101
secara teknis rasanya sulit sekali membuat sebuah sabun yang bisa melembabkan sekaligus
memberikan rasa higenis di kulit. Cenderung sabun yang gunanya untuk kesehatan akan membuat
kulit kita menjadi lebih kering. Sehingga sulit untuk sebuah produk sabun kesehatan bisa
melembabkan. Secara teknis sulit sekali untuk memiliki sebuah produk yang sempurna. Yang bisa
memiliki keunggulan meliputi segala aspek dari produk tersebut. Karena pasarnya pun berbeda-beda
keinginannya. Karena produknya pun tidak mungkin dibuatkan secara sempurna, kita perlu
segmentasi.

Segmentasi digunakan supaya kita tahu dari sekian banyak orang yang ada dipasar kita, yang mana
yang ingin kita tuju. Kalau kita sudah membagi-bagi pasar menjadi segmen-segmen yang menurut kita
berpotensi untuk membeli produk kita, tugas kita berikutnya adalah memilih segmen mana yang kira-
kira ingin kita layani, inilah targeting. Segmentation dan targeting selalu beriringan. Setelah kita bagi
pasar kedalam beberapa kotak-kotak dan bagian-bagian, kita pilih kotak mana yang ingin kita layani.
Biasanya kita pilih tentunya pasar yang cukup besar untuk memberikan kita keuntungan secara
finansial. Tidak hanya dimasa sekarang. Tidak hanya yang besar sekarang saja. Tapi yang 5 sampai 10
tahun kedepan besar yang punya potensi pertumbuhan besar. Tidak hanya dari besar tidaknya
segmen saja kita memilih yang mana yang ingin kita layani. Kita juga ingin melihat siapa saja yang
mentarget segmen yang sama, apalagi kita punya pesaing. Apakah kita punya keunggulan bersaing
menghadapi pesaing tersebut di segmen yang sama?. Ada gula ada semut kata orang. Pada dasarnya
semakin besar segmennya, potensi pertumbuhannya besar, maka semakin banyak juga orang yang
ingin merebut segmen tersebut. Pada dasarnya pesaing pun akan semakin lama semakin banyak di
segmen yang besar. Banyak perusahaan atau merek bilang kalau banyak perusahaan pesaing yang
mengincar segmen yang besar saya cukup puas dengan segmen yang kecil. Itu semua pilihan anda.
Anda tentukan sendiri apa yang memuaskan anda sebagai sebuah merek atau perusahaan atau
sebuah produk. Apakah segmen yang kecil, apakah segmen yang besar, ataukan multi segmen yang
sudah anda tetapkan sendiri.

Setelah anda menentukan segmennya, menciptakan positioning menjadi sangat sederhana. Pada
dasarnya positioning adalah janji yang ingin anda sampaikan dan kemukakan kepada target market
yang bersangkutan. Katakanlah anda ingin mentarget segmen yang menginginkan rambut yang wangi
dan harum. Anda sebuah perusahaan yang menjual shampoo. Maka yang anda bilang sebagai
positioning adalah produk saya, produk A adalah produk yang bisa, produk shampoo yang bisa
membuat rambut anda jadi lebih wangi dan harum setiap kali anda selesai keramas. Apabila target
market anda ternyata adalah orang yang sebetulnya tidak perlu rambutnya wangi dan harum, tapi dia
punya masalah ketombe. Dia mau cuma supaya bebas dari masalah ketombe, tidak perlu wangi tidak
MP101
perlu harum. Dia akan mencari produk yang punya positioning yang tepat dengan kebutuhannya. Dia
akan cari yang menjanjikan bahwa kalau pake shampoo ini maka akan terbebas dari ketombe. Maka
ada lah sebuah merek dan produk shampoo yang bilang “saya adalah produk shampoo yang
positioning-nya untuk anti ketombe”. Itu pilihan mereka. Sehingga ada segmen yang akan dituju
secara spesifik. Apabila anda ingin rambut anda hitam berkilau, anda juga bisa bikin positioning yang
serupa. Mentarget orang yang ingin rambutnya kelihatan hitam berkilau. Tidak perlu wangi, tidak
perlu bebas ketombe mungkin. Pada dasarnya anda mentarget segmen yang sangat spesifik sehingga
positioning anda menjadi sangat tajam kepada segmen tersebut.

Pertanyaan anda berikutnya pasti adalah bagaimana kalau saya ingin mendapatkan segmen yang lebih
besar. Saya ingin mendapatkan segmen orang yang menggunakan shampoo anti ketombo sekaligus
shampoo yang membuat rambut hitam berkilau. Andai kata anda bisa menciptakan produk anti
ketombe yang sekaligus bisa menciptakan kilau rambut yang indah, anda bisa membuat satu produk
kombinasi. Apabila tidak, anda cuma perlu membuat dua merek yang berbeda. Yang satu untuk
mentarget segmen yang pertama, untuk anti ketombe. Yang satu lagi untuk mentarget segmen yang
kedua, untuk rambut yang berkilau.

Segmentasi membuat kita fleksibel melayani pasar yang sangat spesifik maupun luas. Tergantung dari
target kita sendiri sebagai sebuah perusahaan. Apakah anda ingin melayani pasar secara sempit dan
mendalam, dan anda menguasai, dan anda memonopoli persaingan di industri yang sangat sempit itu.
Anda akan jadi juara, anda akan menjadi ikan besar di kolam yang kecil. Ataukah anda ingin bersaing
di kolam yang besar, meskipun sebagai ikan yang kecil. Anda bermain dengan pesaing yang banyak,
tetapi anda punya diferensiasi dan fokus pada berbagai segmen yang ada di kolam besar tadi. Itu
semua pilihan anda, dan pilihan anda ini diatas kertas disebut sebagai strategi pemasaran. Di sesi
berikutnya kita akan belajar bagaimana menterjemahkan yang sudah anda gambar-gambar dikertas
ini. Segmen-segmen yang sudah anda bagi diatas kertas, yang sudah anda kasih tanda panah “ini yang
ingin saya target”. Kemudian anda buat positioning secara sederhana dalam bentuk satu kalimat
pendek. Bagaimana menterjemahkan ini untuk menjadi sebuah produk yang real yang punya
diferensiasi dan lain-lain. Inilah tahap berikutnya yang akan kita bahas nanti di marketing tactics.
MP101
Video 5: Taktik Pemasaran

Siswa Indonesia X, sekarang kita sampai pada sesi yang ke-lima. Dimana kita akan membahas
marketing tactics atau taktik pemasaran. Kalau masih ingat di sesi sebelumnya, kita sampai pada topik
positioning. Dimana positioning kita sampaikan sebagai sebuah janji kepada target segmen kita. Kita
bilang bahwa kita adalah shampoo yang gunanya untuk anti ketombe. Maka kita harus menciptakan
produk yang memang betul-betul efektif untuk sebagai anti ketombe. Nah di elemen taktik yang sudah
kita gambar diatas kertas sebagai segmentation, targeting, positioning, sebagai sebuah janji. Itu harus
kita wujudkan kedalam elemen-elemen taktis yang kita sebut sebagai marketing tactics.

Fondasi awalanya adalah diferensiasi. Setiap positioning perlu sebuah diferensiasi atau unsur yang
memberikan keunikan kalau kita bandingkan dengan pesaing terdekat kita atau kita bandingkan
dengan produk subtitusi. Pada dasarnya dalam sebuah diferensiasi, kita selalu percaya satu
pedoman. Kita bersaing menciptakan sesuatu yang berbeda. Kita tidak bersaing menjadi yang
terbaik. Ketimbang menyampaikan sebuah janji kepada customer kita sebagai Bank yang terbaik,
maskapai penerbangan yang terbaik, perusahaan taksi yang terbaik, shampoo yang terbaik, dan lain-
lain. Kita akan mencoba menjadi maskapai penerbangan yang unik, Bank yang berbeda, shampoo
yang mempunyai diferensiasi. Lebih baik menjadi berbeda dan unik ketimbang menjadi yang terbaik
di industri. Kenapa begitu? Karena menjadi yang terbaik itu hanya bisa dilakukan oleh satu pemain
saja. Pemain yang lain harus gigit jari. Karena yang namanya terbaik hanya satu. Sehingga untuk bisa
mempertahankan status tersebut sangat sulit. Kita selalu bersaing memberikan yang terbaik, dan
terbaik, dan terbaik. Dan tentunya akan semakin lama semakin sulit. Untuk menjadi berbeda lebih
mudah. Dan tentunya kita bisa dengan mudah sekali menjadi sebuah produk atau merek yang unik
apabila kita punya diferensiasi. Pada dasarnya diferensiasi ini diterjemahkan kedalam marketing mix
yang kita kenal biasanya di pemasaran, mungkin siswa yang sudah belajar marketing sebelumnya,
tau dengan yang namanya 4P atau marketing mix, bauran pemasaran. Product, Price, Place,
Promotion. Produk, Harga, Distribusi, dan juga Promosi. Ini adalah 4 bauran pemasaran yang kita
design kita susun berdasarkan diferensiasi. Yang kemudian kita jual

melalui pendekatan selling. Ini adalah 3 elemen didalam taktik pemasaran.

Setiap elemen yang ada di marketing mix baik product, price, place, promotion, dan pendekatan kita
berjualan harus konsisten dengan diferensiasi yang sudah kita tetapkan. Apabila tidak maka kita tidak
punya kredibilitas dalam membangun positioning kita. Saya cerita tentang sebuah kisah nyata. Di
sebuah supermarket yang sangat besar di Amerika yang namanya Wall Mart. Ada sebuah kasus
dimana seorang ibu yang sedang berbelanja dengan membawa barang yang sangat banyak. Ketika
bayar dari cashier selepas dari check out barang-barangnya jatuh semua tumpah ke lantai sehingga
berantakan semua. Si Ibu dengan kesulitan memungut masing-masing barang yang terjatuh tanpa ada
satupun yang membantu. Tidak cashier, tidak juga manager toko, tidak ada yang bersedia membantu
MP101
si Ibu ini. Maka ada satu orang yang mendatangi cashier dan manager toko dan bertanya “bagaimana
dengan pelayan disini? Kenapa di supermarket ini, di hypermarket yang sebesar ini dengan reputasi
yang begitu baik, tidak ada yang membantu sama sekali Ibu yang memerlukan pelayanan tambahan”.
Jawaban si manager toko akan mengejutkan kita semua. Dia bilang bahwa “orang datang ke Wall Mart
mencari harga murah. Itulah positioning Wall Mart. Kita adalah tempat berbelanja barang-barang yang
jauh lebih murah dibandingkan pesaing kita”. “Orang tidak kesini untuk mendapatkan pelayanan
katanya. Jadi kalo ada yang butuh pelayan datang kesini, mereka bukan target segmen kita. Maka kita
tidak perlu layani orang tersebut. Saya fokus pada menciptakan harga yang murah”. Jadi yang
dilakukan Wall Mart adalah dia bekerja sama dengan supplier menekan biaya sehingga bisa menjadi
sangat murah. Selain itu cashier diajarkan supaya sangat produktif kerjanya. Tidak boleh ada momen
mereka melamun, tidak boleh ada momen dimana mereka tidak mengerjakan tugasnya, tidak ada
momen tidak ada waktu untuk mereka membantu diluar kewajiban pokok mereka sebagai cashier.
Demikian juga dengan store manager atau manager toko. Tidak ada waktu untuk membantu yang
diluar kewajibannya. Dengan demikian mereka tetap pada jalur diferensiasi yang sudah mereka
sampaikan.

Apabila kita merefleksikan ini di industri yang sedikit berbeda seperti misalnya di dunia penerbangan.
Ada yang punya penerbangan full service di Indonesia. Ada yang punya penerbangan berbiaya murah,
atau kita sebut low cost carrier. Masing-masing punya diferensiasi marketing mix dan selling approach
yang berbeda-beda. Apabila anda naik maskapai yang full service, anda akan dilayani habis-habisan,
pramugari akan tersenyum, anda akan mendapatkan boarding pass yang di-print dengan sangat baik.
Dan anda akan sampai ditempat tujuan kemungkinan besar tepat waktu. Karena setiap maskapai yang
full service sangat memperhatikan ketepatan waktu dan mereka menyiapkan semua infrastruktur
supaya bisa melayani penumpangnya dengan baik.

Disisi lain ada yang berbiaya rendah. Anda akan jarang mendapatkan senyuman. Anda mungkin tidak
akan mendapat boarding pass. Anda harus print sendiri. Kalaupun anda ingin mencetak boarding pass,
anda tidak datang ke checking counter, anda akan berhadapan dengan kios. Dan ketika dicetak
tentunya kualitas kertasnya jauh lebih rendah. Kenapa semua itu sangat berbeda seperti bumi dan
langit? Karena masing-masing maskapai penerbangan melakukan hal yang sesuai dengan positioning
mereka masing-masing, diferensiasinya dipertahankan. Ada yang diferensiasinya di service, ada yang
diferensiasinya di harga. Ketika diferensiasi di service, semua marketing mix dan pendekatan
penjualan diarahkan pada pelayan. Sedangkan untuk yang berbiaya rendah, semua fokus diarahkan
pada menekan biaya sehingga harga bisa selalu murah untuk para penumpangnya. Ini semua pilihan
MP101
anda. Tidak ada yang benar tidak ada yang salah. Ini adalah murni taktik pemasaran yang perlu anda
putuskan sendiri.

Video 6: Nilai Pemasaran

Akhirnya kita sampai pada sesi terakhir, sesi yang ke-enam. Disesi penghujung ini kita akan membahas
marketing value. Kita sudah membahas di dua sesi sebelumnya tentang bagaimana menciptakan
sebuah strategi pemasaran yang diikuti dengan taktik pemasaran yang konsisten dan sesuai dengan
strategi yang ditetapkan. Sekarang kita sampai pada penghujung dari 9 elemen pemasaran. 3 elemen
terakhir yang termasuk pada value pemasaran. 3 elemen terakhir ini akan anda gunakan ketika anda
ingin mengelola atau me-mantain merek, layanan, dan proses yang berjalan di organisasi atau
perusahaan anda sekalian. Pada dasarnya ketika sebuah merek produk sudah matang dan sudah siap
untuk dibeli oleh banyak orang, digunakan oleh banyak orang, anda mulai harus memikirkan 3 elemen
pemasaran terakhir ini. Sehingga komplit 9 elemen anda kuasai.

Pada dasarnya yang pertama adalah anda butuh membentuk merek atau brand. Brand adalah
semacam ember, saya ibaratkan sebagai tempat penampungan. Dimana semua aktivitas pemasaran
anda kalau konsisten akan mengisi ember tersebut dengan air sampai penuh. Ketika ember anda
penuh maka merek anda sudah jadi. Kalau istilah di marketing dibilang sebagai brand equity yang
sudah besar. Brand-brand seperti Coca-Cola, Apple, Google yang merupakan brand besar diseluruh
dunia, secara konsisten mengkomunikasikan positioning dan menjalankan taktik pemasaran secara
terus menerus. Sehingga brand-nya secara konsisten terbentuk. Embernya penuh dengan air. Setiap
kali anda melakukan kesalahan tidak membentuk merek sesuai dengan postioning, maka airnya tidak
masuk kedalam ember tapi tumpah keluar. Artinya anda mengeluarkan uang untuk berkomunikasi
tetapi tidak terbentuk menjadi bagian dari merek anda.

Saya ambil contoh, pada satu ketika di UK, di Inggris sana ada sebuah produk klasik yang kita kenal
mungkin di Indonesia, di era tahun 80-an 90-an yaitu Ovaltine. Ovaltine adalah yang kita kenal sebagai
minuman susu coklat. Ketika itu, Ovaltine di UK, di Inggris sana dikenal sebagai bed time drink atau
minuman supaya kita bisa nyenyak tidur. Akan tetapi sayangnya mereka melakukan sebuah kesalahan.
Ketika menjalankan taktik pemasaran, mereka mensponsori olimpiade. Sehingga buyarlah positioning
tersebut. Olimpiade adalah sebuah aktivitas yang memerlukan ketajaman fisik dan mental seseorang.
Yang tentunya tidak konsisten dengan positioning minuman sebelum tidur. Bahkan bertolak belakang.
Sehingga pasarpun menjadi bingung. “kalau saya minum Ovaltine sebenarnya saya akan segar dan
bisa berolahraga dan kompetitif dalam acara seperti olimpiade, apakah saya akan malah tertidur?”.
MP101
Tidak ada kejelasan, karena itu pasar menjadi bingung. Brand-nya kemudian menjadi limbung. Dan
sampai sekarang memang masih dikenal sebagai salah satu merek yang besar. Tapi saat ini Ovaltine
yang kita tahu berubah positioning menjadi energy drink. Kita minum susu coklat karena kita ingin
mendapatkan energi, bukan karena kita ingin tidur nyenyak.

Semua ini berdasarkan sebuah kesalahan dalam taktik. Sehingga merek kemudian ganti haluan. Kita
tidak ingin melakukan kesalahan yang sama. Merek akan terbentuk ketika kita secara konsisten
menjalankan strategi dan taktik dari waktu ke waktu tanpa tergoda untuk pindah haluan. Setelah kita
bisa membentuk merek, kita perlu juga melingkupi merek tersebut dengan pelayanan atau service
yang merupakan elemen ke-delapan dari pemasaran. Didalam prinsip pemasaran setiap produk
maupun jasa itu adalah business service. Produk tidak bisa berdiri sendri. Produk perlu pelayanan.
Ketika delivery dari produk itulah bentuk pelayanan. Ketika produk digunakan kita sebut sebagai
bagian dari pelayanan. Kita tidak bisa memisahkan produk dan pelayanan. Tentunya untuk perusahaan
jasa pelayanan itu sudah menjadi aktivitas sehari-hari. Sehingga baik anda bergerak dibidang produk
maupun jasa di industri manapun anda tetap memerlukan pelayanan atau service.

Setelah anda membentuk merek, menyusun sebuah pelayanan yang prima anda perlu juga
memikirkan proses. Proses disini artinya business process apa yang diperlukan untuk mendukung
brand dan service yang anda miliki tadi. Bagaimana anda menciptakan bisnis yang secara konsisten
memanfaatkan merek dan pelayanan anda secara maksimal. Proses tersebut di era sekarang tidak
perlu anda lakukan semua sendiri. Banyak perusahaan yang melibatkan customer atau pelanggan
dalam aktivitas proses mereka. Misalnya Bank tidak ingin kita semua datang ke cabang karena akan
mengganggu operasional cabang kalau terlalu banyak nasabah yang datang ke cabang. Karena itu Bank
bilang “silahkan ke ATM saja”. Di ATM anda melayani diri sendiri. Anda pencet tombol yang anda perlu
tekan, dan uang akan disampaikan kepada anda. Anda perlu transfer anda lakukan sendiri. Tidak ada
yang melayani kita. Ini artinya Bank dalam melakukan proses pelayanan melibatkan customer dan
tidak punya peran yang signifikan seperti ketika melayani kita di cabang.

Selain itu proses ini juga bisa bekerjasama dengan partner. Anda tidak perlu aset, anda tidak perlu
orang-orang yang milik anda sendiri untuk melakukan beberapa aktivitas bisnis. Seperti aplikasi
transportasi online misalnya. Produknya bekerjasama dengan partner. Mereka tidak punya mobil.
Mobil dimiliki partner-partner mereka. Yang mereka lakukan adalah mengkonek antara yang punya
mobil dan yang membutuhkan mobil. Jadi bagian dari proses bisnis yang menjadi keunggulan dalam
pembentukan merek dan pelayanan di industri aplikasi transportasi online.
MP101
Jadi pada dasarnya marketing terdiri pada 3 bagian besar, strategy, tactic, dan value. Strategi diatas
kertas kita menyusun segmentasi membagi market menjadi segmen-segmen, kita pilih mana yang
ingin kita target, kita buat positioning di segmen tersebut. Setelah itu kita masuk ke taktik. Positioning-
nya harus punya diferensiasi, supaya kredibel. Harus punya keunikan yang kemudian kita terjemahkan
kedalam produk, kedalam harga, kedalam distribusi kita, dan juga kepada promosi kita. Kemudian kita
jual. Dan setelah anda lakukan semua aktivitas strategi dan taktik ini secara konsisten, merek anda
akan terbentuk, ini bagian pertama dari value. Service anda harus berjalan dengan baik, dan proses
anda harus anda kelola dengan baik pula. Inilah 9 elemen pemasaran yang menjadi landasan dalam
kita melakukan aktivitas pemasaran atau marketing. Terimakasih sudah bergabung dengan kelas
marketing. Ini adalah salah satu bagian dari course yang sangat besar, yang bertopik “Effective
Marketing in Digital Era”. Semoga memberikan fondasi buat para siswa sekalian untuk bisa mengikuti
sesi-sesi berikutnya yang tentunya lebih mendalam dan tentunya akan memberikan gambaran kepada
siswa sekalian bagaimana di era digital ini kita bisa melakukan aktivitas pemasaran secara lebih tepat.
Terima kasih.

Akhirnya kita sampai pada sesi terakhir, sesi yang ke-enam. Disesi penghujung ini kita akan membahas
marketing value. Kita sudah membahas di dua sesi sebelumnya tentang bagaimana menciptakan
sebuah strategi pemasaran yang diikuti dengan taktik pemasaran yang konsisten dan sesuai dengan
strategi yang ditetapkan. Sekarang kita sampai pada penghujung dari 9 elemen pemasaran. 3 elemen
terakhir yang termasuk pada value pemasaran. 3 elemen terakhir ini akan anda gunakan ketika anda
ingin mengelola atau me-mantain merek, layanan, dan proses yang berjalan di organisasi atau
perusahaan anda sekalian. Pada dasarnya ketika sebuah merek produk sudah matang dan sudah siap
untuk dibeli oleh banyak orang, digunakan oleh banyak orang, anda mulai harus memikirkan 3 elemen
pemasaran terakhir ini. Sehingga komplit 9 elemen anda kuasai.

Pada dasarnya yang pertama adalah anda butuh membentuk merek atau brand. Brand adalah
semacam ember, saya ibaratkan sebagai tempat penampungan. Dimana semua aktivitas pemasaran
anda kalau konsisten akan mengisi ember tersebut dengan air sampai penuh. Ketika ember anda
penuh maka merek anda sudah jadi. Kalau istilah di marketing dibilang sebagai brand equity yang
sudah besar. Brand-brand seperti Coca-Cola, Apple, Google yang merupakan brand besar diseluruh
dunia, secara konsisten mengkomunikasikan positioning dan menjalankan taktik pemasaran secara
terus menerus. Sehingga brand-nya secara konsisten terbentuk. Embernya penuh dengan air. Setiap
kali anda melakukan kesalahan tidak membentuk merek sesuai dengan postioning, maka airnya tidak
masuk kedalam ember tapi tumpah keluar. Artinya anda mengeluarkan uang untuk berkomunikasi
tetapi tidak terbentuk menjadi bagian dari merek anda.
MP101
Saya ambil contoh, pada satu ketika di UK, di Inggris sana ada sebuah produk klasik yang kita kenal
mungkin di Indonesia, di era tahun 80-an 90-an yaitu Ovaltine. Ovaltine adalah yang kita kenal sebagai
minuman susu coklat. Ketika itu, Ovaltine di UK, di Inggris sana dikenal sebagai bed time drink atau
minuman supaya kita bisa nyenyak tidur. Akan tetapi sayangnya mereka melakukan sebuah kesalahan.
Ketika menjalankan taktik pemasaran, mereka mensponsori olimpiade. Sehingga buyarlah positioning
tersebut. Olimpiade adalah sebuah aktivitas yang memerlukan ketajaman fisik dan mental seseorang.
Yang tentunya tidak konsisten dengan positioning minuman sebelum tidur. Bahkan bertolak belakang.
Sehingga pasarpun menjadi bingung. “kalau saya minum Ovaltine sebenarnya saya akan segar dan
bisa berolahraga dan kompetitif dalam acara seperti olimpiade, apakah saya akan malah tertidur?”.
Tidak ada kejelasan, karena itu pasar menjadi bingung. Brand-nya kemudian menjadi limbung. Dan
sampai sekarang memang masih dikenal sebagai salah satu merek yang besar. Tapi saat ini Ovaltine
yang kita tahu berubah positioning menjadi energy drink. Kita minum susu coklat karena kita ingin
mendapatkan energi, bukan karena kita ingin tidur nyenyak.

Semua ini berdasarkan sebuah kesalahan dalam taktik. Sehingga merek kemudian ganti haluan. Kita
tidak ingin melakukan kesalahan yang sama. Merek akan terbentuk ketika kita secara konsisten
menjalankan strategi dan taktik dari waktu ke waktu tanpa tergoda untuk pindah haluan. Setelah kita
bisa membentuk merek, kita perlu juga melingkupi merek tersebut dengan pelayanan atau service
yang merupakan elemen ke-delapan dari pemasaran. Didalam prinsip pemasaran setiap produk
maupun jasa itu adalah business service. Produk tidak bisa berdiri sendri. Produk perlu pelayanan.
Ketika delivery dari produk itulah bentuk pelayanan. Ketika produk digunakan kita sebut sebagai
bagian dari pelayanan. Kita tidak bisa memisahkan produk dan pelayanan. Tentunya untuk perusahaan
jasa pelayanan itu sudah menjadi aktivitas sehari-hari. Sehingga baik anda bergerak dibidang produk
maupun jasa di industri manapun anda tetap memerlukan pelayanan atau service.

Setelah anda membentuk merek, menyusun sebuah pelayanan yang prima anda perlu juga
memikirkan proses. Proses disini artinya business process apa yang diperlukan untuk mendukung
brand dan service yang anda miliki tadi. Bagaimana anda menciptakan bisnis yang secara konsisten
memanfaatkan merek dan pelayanan anda secara maksimal. Proses tersebut di era sekarang tidak
perlu anda lakukan semua sendiri. Banyak perusahaan yang melibatkan customer atau pelanggan
dalam aktivitas proses mereka. Misalnya Bank tidak ingin kita semua datang ke cabang karena akan
mengganggu operasional cabang kalau terlalu banyak nasabah yang datang ke cabang. Karena itu Bank
bilang “silahkan ke ATM saja”. Di ATM anda melayani diri sendiri. Anda pencet tombol yang anda perlu
tekan, dan uang akan disampaikan kepada anda. Anda perlu transfer anda lakukan sendiri. Tidak ada
MP101
yang melayani kita. Ini artinya Bank dalam melakukan proses pelayanan melibatkan customer dan
tidak punya peran yang signifikan seperti ketika melayani kita di cabang.

Selain itu proses ini juga bisa bekerjasama dengan partner. Anda tidak perlu aset, anda tidak perlu
orang-orang yang milik anda sendiri untuk melakukan beberapa aktivitas bisnis. Seperti aplikasi
transportasi online misalnya. Produknya bekerjasama dengan partner. Mereka tidak punya mobil.
Mobil dimiliki partner-partner mereka. Yang mereka lakukan adalah mengkonek antara yang punya
mobil dan yang membutuhkan mobil. Jadi bagian dari proses bisnis yang menjadi keunggulan dalam
pembentukan merek dan pelayanan di industri aplikasi transportasi online.

Jadi pada dasarnya marketing terdiri pada 3 bagian besar, strategy, tactic, dan value. Strategi diatas
kertas kita menyusun segmentasi membagi market menjadi segmen-segmen, kita pilih mana yang
ingin kita target, kita buat positioning di segmen tersebut. Setelah itu kita masuk ke taktik. Positioning-
nya harus punya diferensiasi, supaya kredibel. Harus punya keunikan yang kemudian kita terjemahkan
kedalam produk, kedalam harga, kedalam distribusi kita, dan juga kepada promosi kita. Kemudian kita
jual. Dan setelah anda lakukan semua aktivitas strategi dan taktik ini secara konsisten, merek anda
akan terbentuk, ini bagian pertama dari value. Service anda harus berjalan dengan baik, dan proses
anda harus anda kelola dengan baik pula. Inilah 9 elemen pemasaran yang menjadi landasan dalam
kita melakukan aktivitas pemasaran atau marketing. Terimakasih sudah bergabung dengan kelas
marketing. Ini adalah salah satu bagian dari course yang sangat besar, yang bertopik “Effective
Marketing in Digital Era”. Semoga memberikan fondasi buat para siswa sekalian untuk bisa mengikuti
sesi-sesi berikutnya yang tentunya lebih mendalam dan tentunya akan memberikan gambaran kepada
siswa sekalian bagaimana di era digital ini kita bisa melakukan aktivitas pemasaran secara lebih tepat.
Terima kasih.
MP101

Effective Marketing in Digital Era

Transkrip

Minggu 3: Hermawan Kertajaya on Sales

Video 1: Basic Selling Skill

Video 2: Selling Process

Video 3: Prospecting & Approaching

Video 4: Spin Technique

Video 5: Customer Objection Handling

Video 6: After Sales Service

Video 7: Summary

Video 1: Basic Selling Skill

Selamat datang di Effective Marketing in Digital Era

Hari ini saya perkenalkan nama saya Dimas Soeroejo

Kemudian pada saat hari ini pun kita akan memasuki materi untuk minggu ke-3 dimana kita
akan mempelajari cara berjualan yang baik atau mungkin dikalangan bisnis orang bicara
tentang basic selling skill. Kita tahu bahwa didalam sebuah industri, hal yang terpenting
adalah bagaimana caranya sebuah perusahaan bias menjual, karena kita tahu bahwa kinerja
sebuha perusahaan tergantung dari penjualan. Oleh sebab itu sangat perlu bagi kita
mengetahui bagaimana caranya berjualan yang baik. Untuk itu kita akan mulai dari hal
penting pertama supaya kita berhasil mencapai suatu target penjualan.
MP101
Ada tiga hal yang sangat penting. Yang pertama kita harus memiliki pola pikir penjualan yang
baik. Pola pikir seperti apa? Kita harus memiliki pikiran kalau berjualan, kita memiliki tujuan
yang baik. Mungkin banyak orang-orang yang bicara bahwa banyak penjual hanya mengajak

kita atau membujuk kita tanpa bertujuan baik. Tapi kalau kita mau berhasil, hal pertama yang
harus kita miliki adalah bahwa kita memiliki tujuan baik dalam melakukan penjualan. Selain
itu, pola pikir apa yang harus kita tempatkan pada diri kita hingga kita dapat berhasil? Ada
tiga juga, yah. Pertama kita harus berusaha dalam berjualan itu, produktif. Artinya kita harus
efektif dan efisien. Kemudian hal kedua yang kita perlu lakukan adalah bahwa kita harus
kreatif. Seringkali pada saat kita berjualan terjadi penolakan. Apa yang terjadi jika kita ditolak
saat penjualan? Disini sangat diperlukan bahwa kita memiliki suatu kreatifitas sehingga kita
mencari jalan lain untuk kita dapat menjual apa yang kita jual itu. Dan yang terakhir, yang
ketiga, kita harus memiliki sifat intrapreneurship karena kita menganggap bahwa kita didalam
sebuah perusahaan maka kita harus memiliki satu sifat dimana kita berani untuk mengambil
resiko. Itu hal pertama yang perlu kita bangun supaya kita menjual lebih berhasil, yaitu pola
pikir penjualan.

Yang kedua, tidak kalah penting kita harus mengerti proses penjualan itu sendiri. Karena kalau
kita lihat seringkali orang ingin hasilnya, ya. Seringkali kita ingin langsung hasilnya,
penjualannya gagal. Makanya kita harus tahu proses mulai dari awal, pertama kali, sebelum
kita berjualan, kemudian saat kita berjualan sampai dengan setelah kita mengakhiri
penjualan, ya. Proses pre selling atau sebelum penjualan itu kita harus memiliki data yang
cukup baik supaya kita penjualannya jadi lebih baik. Kemudian setelah itu masuk kita ke
proses penjualan, mulai dari kita mendekati calon pelanggan, calon pembeli kemudian kita
menggali kebutuhan, kemudian kita melakukan/menjelaskan produk yang kita jual itu sampai
dengan yang orang bilang sales closing atau penutupan penjualan. Apakah cukup sampai
disitu? Tidak.

Karena setelah penutupan penjualan sebetulnya ada satu tahapan berikutnya yang perlu juga
kita lakukan, yaitu bagaimana caranya kita melakukan pengelolaan setelah penjualan.
Dampaknya sangat besar karena kalau kita dapat melakukan after sales service dengan baik
maka manfaat apa yang kita dapatkan? Satu, nasabah tersebut akan loyal pada produknya
kita, ya. Selain itu jika mereka merasa puas terhadap kita, apa yang mereka lakukan? Mereka
MP101
akan bercerita kepada orang lain bahwa produk yang kita jual atau tenaga penjual yang telah
menjual produk kepadanya sangat baik sehingga mereka merasakan puas. Dampaknya apa?
Harapannya penjualan kitapun meningkat, selain kita dapat penjualan dari nasabah tersebut
atau pelanggan tersebut, kita juga akan mendapatkan penjualan dari calon pelanggan
berikutnya, ya. Jadi yang pertama tadi: pola pikir penjualan, kemudian yang kedua adalah
proses penjualan. Apakah cukup dua ini saja. Tidak! Perlu hal yang ketiga, yaitu pengelolaan
penjualan. Kalau seeorang penjual pola pikirnya sudah baik, prosesnya pun dia tahu dengan
baik, hal apa berikutnya yang paling penting untuk mereka lakukan. Mereka harus tahu bahwa
dalam satu hari kegiatan mereka, kegiatan mereka, aktifitas mereka itu seberapa banyak, ya.
Kemudian setelah itu mereka tahu bahwa calon pelanggan yang A, yang B sudah sampai
ditahap mana.

Maka perlu kita lakukan yang kita sebut pengelolaan penjualan atau sales management. Sales
management dari mana? Dari mulai perencanaan, implementasi sampai dengan monitoring
atau evaluasi. Nah, kalau kita lihat bagaimana caranya seorang tenaga penjual harus bisa
berhasil, ya tadi, tiga hal tadi. Pertama, pastikan bahwa seorang tenaga penjual memiliki
mindset yang baik, bahwa tujuan penjualan adalah untuk memberikan solusi kepada calon
pelanggan atau pelanggan, yah. Jadi tujuannya baik. Kemudian yang kedua, mengerti selling
process-nya atau proses penjualannya dari mulai sebelum, pada saat dan sesudah, ya.
Kemudian yang terakhir yang tidak kalah penting bagaimana pengelolaan penjualannya.
Pengelolaan penjualan apa? Mulai dari rencana aktifitas kita, kemudian kita melakukan
aktifitas, harapannya jika apa yang kita rencanakan dan kita berhasil melakukan, harapannya
target yang kita miliki dapat kita capai.

Video 2: Selling Process

Para peserta Indonesia X, mari kita lanjutkan dengan materi berikutnya yang masih
berhubungan dengan dasar-dasar penjualan atau teknik penjualan yang baik, atau yang kita
sering sebut basic selling skill. Tadi disampaikan ada tiga hal. Pertama bicara mindset, kedua
bicara tahapan penjualan, dan yang ketiga bicara tentang pengelolaan penjualan. Saya akan
berbicara secara spesifik betapa pentingnya tahapan penjualan. Dalam melakukan penjualan
seringkali kita gagal. Mengapa kita gagal? Karena kita ingin instan. Proses penjualan itu tidak
MP101
semata-mata hanya baru kenal lalu baru kita bisa berjualan, ya. Proses yang panjang mungkin
saya jelaskan perlahan-lahan. Pertama, kalau kita ingin berjualan dengan baik. Kita harus
mengetahui, pertama adalah, apakah kita memiliki database atau sumber data yang cukup
untuk kita menjadikan data tersebut calon pelanggan kita. Seringkali orang tanpa database
kemudian ingin berjualan.

Akibatnya apa? Asal tembak, ya. Jadi kalau kita lihat proses ini adalah satu rangkaian,
sebaiknya dilakukan berturut-turut. Tapi kalaupun tidak, kan ada-ada saja kemudian ada
orang yang datang kemudian tanpa kita menawarkan atau tanpa kita berkenalan mereka
langsung yang beli. Itu bisa terjadi. Tapi prosesnya biasanya kita harus mengetahui dan kita
harus ahli dimasing-masing proses ini. Tujuannya apa? Tujuannya jika kita masuk dengan
proses yang baik, harapannya proses penjualannya pun baik, ya. Pertama, tadi yang sudah
saya sampaikan kita punya database. Database ini harus kita dapatkan selengkap-
lengkapnya. Jangan hanya nama dan nomor telepon saja. Sebaiknya kita harus dapat juga
data dari pekerjaannya, status keluarganya, atau bahkan lebih dari itu kalau bisa mengetahui
hobinya maka itu akan lebih baik, ya. Setelah mendapatkan data, hal berikutnya adalah kita
akan melakukan pendekatan. Makanya daritadi pada saat mendapatkan data, kita harus
datanya lengkap. Kenapa? Supaya nanti melakukan pendekatannya pun bisa dengan mudah ,
ya.

Terbayang kalau kita dapat nama calon pelanggan kita tapi kita tidak punya nomor telponnya,
susah kita menghubunginya. Tapai kalau kita sudah dapat nomor kontaknya, kita bisa telepon,
ya. Setelah kita melakukan pendekatan, tahapan berikutnya, ya, ingat pendekatan ini
biasanya kita hanya telepon untuk janji temu. Hanya untuk bertemu, ya. Tahapan berikutnya
setelah pendekatan ini maka kita menggali kebutuhan. Ini satu hal yang menurut saya sangat-
sangat penting. Banyak kegagalan penjualan karena orang tidak mau melakukan penggalian
dulu atas kebutuhan pelanggan. Kalau kita lihat mungkin kalau para peserta datang ke food
court, pujasera, kalau kita jalan sering ada yang menawarkan pak, mari pak, makan nasi
goreng/pak, mari pak, i dan lain-lain. Kemudian tidak terjadi penjualan. Kenapa? Karena
mereka lupa seharusnya mereka bertanya dulu: bapak mau makan apa/bapak mau minum
apa? Jadi proses penggalian kebutuhan sangat penting, ya.
MP101
Kalau kita lihat dari datanya bagus, pendekatannya bagus, kemudian kalau data bagus dan
pendekatan bagus harapannya kita juga melakukan penggalian kebutuhan dengan baik.
Harapannya apa? Kalau kita tahu kebutuhan dari calon pelanggan tersebut, maka berikutnya
ketika kita menawarkan produk, ketika kita menjelaskan produk kita seperti apa, harapannya
kita tahu apa sebetulnya yang dibutuhkan oleh si calon pelanggan. Kalau kita datanya kurang
baik, pendekatannya kurang baik, penggalian kebutuhannya kurang baik, pada saat kita
menjelaskan produk apa yang akan terjadi? Kemungkinan besar calon pelanggan itu pasti
akan menolak kita. Maka dari itu penting proses ini tujuannya adalah harapan kita adalah
pada saat kita menawarkan produk itu, produk itu diterima oleh calon pelanggan dan, ya,
disitulah yang kita katakan kita berhasil menjual, atau yang orang katakan sales closing, ya.
Itu tahapannya, setelah sales closing selesai jangan seperti petinju, hit and run, setelah jualan
ya sudah selanjutnya terserah Anda. Tidak bisa begitu.

Apa yang harus kita lakukan adalah setelah itu kita mengelola after sales service. Tujuannya
apa? Tadi sudah saya sampaikan disesi sebelumnya bahwa kalau kita berhasil melakukan ini
kemudian mereka puas maka ada pembelian kembali atau ada advokasi dari pelanggan yang
baru kita rekrut tersebut. Jadi kalau kita lihat ini adalah satu tahapan, sebisa mungkin tahapan
ini dilalui mulai dari tadi awal kemudian tahapan kedua, ketiga, keempat kemudian akhirnya
closing. Dan setelah closing tetap masih ada satu tahap lagi yaitu pengelolaan setelah
penjualan. Dengan melakukan ini harapannya bahwa Anda sudah dapat mengerti proses
penjualan yang baik sehingga mendapatkan pelanggan.

Video 3: Prospecting & Approaching

Baik, peserta Indonesia X, sekarang kita lanjutkan. Sebelum ini, disesi sebelumnya saya sudah
menjelaskan proses dari penjualan. Dari mulai sebelum penjualan, kita sebut proses
pengumpulan data atau sering disebut dengan kata prospecting. Kemudian, lanjutan
keduanya adalah kita melakukan pendekatan atau biasa kita sebut approaching. Kemudian
selanjutnya kita probing, atau menggali kebutuhan sampai dengan kita presenting the
solution atau kita mempresentasikan produk apa yang kita tawarkan, kemudian proses
berikutnya adalah sales closing dan terakhir kita masuk kepada pengelolaan pelanggan
setelah penjualan atau after sales service. Nah, sekarang kita mau masuk di bagian awal, dua
MP101
bagian awal yaitu prospecting dan approaching. Prospecting adalah proses pengumpulan
data. Bapak/Ibu mungkin pernah dengar kata garbage in-garbage out, ya. Jadi sesuatu masuk

yang tidak baik, output-nya pun buruk. Begitupula dalam proses penjualan. Untuk
mendapatkan penjualan maka yang harus pertama didapatkan adalah mendapatkan
database yang berkualitas. Database yang berkualitas itu apa? Database yang benar-benar
betul, valid, dan dapat diverifikasi. Tidak cukup hanya nama saja, harus ada nama, kontak
yang dapat dihubungi: mungkin telepon, alamat email, atau mungkin layanan social media
lainnya yang dapat kita bisa bergubungan dengan calon customer, calon pelanggan tersebut,
ya. Pertanyaannya: bagaimana cara untuk kita dapat memenuhi hal tersebut, atau bagaimana
caranya kita mendapatkan prospek yang berkualitas, ya.

Pertama, secara sederhana kita hidup selalu punya teman, kawan, saudara. Yang pertama
yang harus jadi customer kita atau calon pelanggan kita yaitu orang-orang yang disekitar kita.
Kita sesuaikan apakah produk kita sesuai dengan mereka, kemudian kita cari database-nya.
Coba Bapak/Ibu buka handphone kemudian lihat di address nomor telepon teman-teman,
mungkin di situ ada calon pelanggan kita. Jadi pertama dari orang-orang yang dekat. Orang-
orang dekat itu apa? Pengertiannya paling tidak ada di phonebook kita, ya. Kemudian kalau
misalnya sudah sampai disana, mungkin kita pikir, kalau kita punya teman. Makanya
sebagaimana kita ketahui manfaat Facebook adalah supaya kita berhasil melakukan apa yang
namanya reuni, ya. Reuni itu merupakan salah satu sumber database yang sangat bagus,
karena mungkin kita sudah kenal pada masa yang lampau kemudian sekarang kita ketemu
lagi dan kita bisa dengan lengkap menerima nomor telepon, alamat, pekerjaan, status
sosialnya, dan lain-lain.

Dari situ pun kita bisa bertanya ke mereka: punya kelurga, tidak? Satu hal yang paling penting:
cocokkan dengan profil produk kita, ya. Jangan jauh-jauh, kalau produk kita bisa dipakai
semua orang, semua orang bisa jadi calon pelanggan kita. Tapi kalau terbatas, kita harus
sesuaikan dengan profil kita. Jadi pertama kita harus mencari yang namanya prospek yang
baik, mulai dari teman dekat, kemudian teman yang lebih jauh, yaitu tadi dari masa-masa lalu.
Kemudian juga kalau kita mau bisa mendapatkan sekaligus banyak itu kita harus datang ke
orang yang berpengaruh di suatu daerah atau komunitas. Itupun akan bermanfaat buat kita.
MP101
Harapannya apa? Kalau prospecting atau pengumpulan database nasabah ini baik, bisa
dilakukan dengan baik, maka tahapan berikutnya yang kita ingat proses lebih gampang.

Kita melakukan pendekatan. Apa yang akan kita lakukan? Secara sederhana kalau kita
melakukan pendekatan kita harus menghubungi calon pendekatan tersebut. Mungkin
menggunakan telepon, mungkin datang langsung. Tapi hati-hati datang langsung bisa ditolak.
Atau mungkin sekarang ada satu hal yang membuat sekarang lebih kaya yaitu pendapatan
yaitu media social: email, Facebook, Twitter.

Dari sini sumber database yang saya bilang sangat kaya. Karena dari situ kita bisa melakukan
follow up untuk kegiatan berikutnya. Untuk pendekatan, ada tiga hal penting yang harus kita
kenali. Saya sebut 3M. Yang pertama bicara tentang media, kedua bicara tentang moment,
ketiga bicara tentang mood. Ini bisa kita penuhi, kita lakukan dengan baik kalau kita tahu
datanya. Contoh, bicara tentang media: media apa yang kita akan pergunakan untuk
menghubungi calon pelanggan? Mungkin sederhanya begini: kita lihat dari umur. Kalau
umurnya anak muda mungkin pakai media sosial lebih cepat, atau pakai WhatsApp, atau pakai
texting lebih cepat. Tapi kalau orangnya lebih senior, mungkin, lebih baik langsung ditelepon.
Itupun kalau ditelepon bisa gagal. Apa yang kita lakukan? Ya kita texting dulu. Itu dari media.
Kedua kita bicara moment.

Setiap orang punya waktu-waktu tertentu yang kosong. Tapi kalau orang itu sibuk Anda
hubungi menggunakan telepon kemungkinan besar Anda akan ditolak. Jadi Anda harus tahu.
Kembali lagi, database-nya harus bagus. Kita tahu petugas bank, misalnya, orang yang kerja
di bank, datang langsung meeting. Ada waktu kosong mungkin kurang lebih sebelum waktu
istirahat, itupun kalau tidak dilanjutkan meeting. Atau sore hari bisa dihubungi. Atau saya
ambil contoh: orang yang memiliki toko emas. Mereka punya perilaku pagi-pagi buka toko,
lalu menunggu pengunjung datang. Antara jam buka toko dengan pengunjung datang itu bisa
kita hubungi mereka. Kemudian juga kita lihat apakah orang ini sudah berkeluarga. Hati-hati,
orang yang sudah berkeluarga jangan dihubungi Sabtu-Minggu. Kalau mereka sangat dekat
dengan keluarganya kemungkinan Anda ditolak. Jadi yang pertama tadi media, moment, dan
yang ketiga tidak kalah penting: mood. Mood bisa diketahui darimana? Kalau Anda punya
MP101
nomor telepon, atau kontaknya, atau Facebook-nya bisa ketahuan mood orang tersebut.
Kalau mood-nya tidak baik saat Anda hubungi, pasti ditolak.

Video 4: Spin Technique

Baik kita kembali lagi, peserta Indonesia X. Tadi kita sudah tahu proses yang awal. Pertama
kita mengumpulkan database. Kedua, kita melakukan pendekatan. Kembali ini adalah sebuah
rangkaian proses. Makin baik proses diawal, masuk ke proses berikutnya harapannya
pendekatan juga dapat lebih baik. Setelah pendekatan apa yang kita lakukan? Tadi di
pendekatan biasanya kita menghubungi mereka untuk membuat janji temu atau untuk
meeting dengan yang bersangkutan, dengan calon pelanggan tersebut. Kemudian saat
bertemu, apa yang kita lakukan? Kita mencoba untuk mengetahui apa kebutuhan dari calon
pelanggan tersebut. Jika kita pendekatannya sudah baik, maka harapannya calon pelanggan
tersebut menerima kita dengan baik. Coba Anda bayangkan, kita memaksa untuk bertemu
dan dengan terpaksa dia menerima untuk bertemu dengan kita. Apa yang terjadi? Pada saat
pertemuan yang terjadi terpaksa proses penjualan berhenti disitu.

Tapi kalau proses di awalnya dilakukan dengan baik, maka dengan mudah atau dengan
berhasil kita dapat melakukan pendekatan dengan calon pelanggan tersebut. Dalam
melakukan pendekatan, seringkali kesalahan kita adalah terlalu banyak menjelaskan. Padahal
tujuan kita datang adalah untuk menggali kebutuhan. Bagaimana cara kita menggali
kebutuhan? Caranya adalah dengan bertanya. Memang database yang di awal sangat
mendukung. Karena kalau kita sudah tahu database-nya cukup banyak, cukup kenal sebelum
berkenalan, maka paling tidak kita bisa memperkirakan kira-kira apa yang dibutuhkan oleh si
calon pelanggan tadi. Tapi ingat jangan selalu berusaha menebak, langsung menyodorkan
produk. Lebih baik apa yang kita lakukan kita tanya kebutuhannya apa.

Namun dalam kenyataannya seringkali pelanggan itu atau calon pelanggan itu tidak mau
bercerita kepada kita secara langsung. Oleh karena itu mungkin saat ini kita bekali dengan
satu teknik yang kita sebut dengan SPIN teknik. Atau satu teknik menggali kebutuhan dengan
cara bertanya. SPIN itu adalah singkatan, S: Situation question, P: Problem question, I:
Implication question, dan yang terakhir adalah N: Need pay-off question. Jadi apa yang kita
lakukan, kita harus memastikan dulu bahwa calon pelanggan kita punya masalah. Kenapa
MP101
begitu? Karena kalau punya masalah, pasti butuh solusi. Karena itu kita pertama tanyakan
dulu dengan Situation question dengan tujuan untuk menetralisir keadaan, jadi tidak ada
tujuan, lebih kepada ‘Halo, Pak. Bagaimana kabarnya/bisnisnya/usaha Bapak?’ Kemudian
setelah itu kita masuk ke tahap yang kedua yang kita sebut Problem question. Kita harus
membuat pertanyaan yang kira-kira kita tahu Bapak itu punya masalah, atau lebih sederhana
kita tanya: apakah Bapak mempunyai masalah dalam melakukan/penggunaan produk?.
Harapannya apa? Kalau mereka melakukan curahan hati kalau produknya begini dan begini,
disitu kita dapat poin. Kenapa? Dari situ kita tahu bahwa calon pelanggan tersebut memiliki
apa yang namanya kebutuhan. Setelah problem question, berikutnya adalah Implication
question.

Kalau tadi ada masalah dan masalah itu tidak dikelola, apa yang terjadi? Dampaknya akan
lebih buruk. Itu yang kita sampaikan ke mereka bahwa kalau itu tidak diperbaiki maka
kejadiannya akan lebih buruk. Dari situ, terakhir kita mengajukan Need pay-off question. Kita
harus tahu kebutuhannya dia apa sehingga kita bisa menawarkan manfaat apa yang bisa kita
tawarkan. Karena kita seorang calon pelanggan punya masalah maka kita harus menawarkan
yang namanya manfaat. Harapannya produk kita punya manfaat seperti itu. Kalau produk kita
tidak punya manfaat seperti itu, mungkin kita belum bisa melakukan penjualan. Setelah kita
tahu kebutuhannya apa dan manfaat apa yang dia butuhkan, proses selanjutnya adalah kita
coba memberikan solusi. Dengan apa kita memberikan solusi? Kita tahu apa produk kita,
kemudian kita jelaskan produk kita. Secara sederhana ada tiga hal yang kita tahu dari produk.
Yang pertama adalah feature, jadi identitas dari produk tersebut, kurang lebih seperti apa
feature-nya. Kemudian yang kedua, advantage dari produk tersebut. Advantage berbicara
keunggulan dari produk tersebut, dan yang ketiga adalah benefit dari produk tersebut.
Kebanyakan tenaga penjual fokus di feature dan advantage. Apalagi kalau bicara tentang
advantage, kita bisa bilang produk kita lebih bagus, produk kita bisa ini, produk kita lebih
murah dan lain-lain.

Tapi pada kenyataannya kembali pada saat kita menggali kebutuhan, yang kita cari apa? Yang
kita cari benefit/manfaat dari sebuah produk. Oleh karena itu seharusnya ketika kita menggali
kebutuhan dengan baik dan benar, ini kembali saya bilang satu rangkaian, maka tahapan
MP101
berikutnya adalah kita memberikan jawaban atas kebutuhan tersebut. Jadi yang kita jawab
apa? Manfaatnya, bukan feature dan advantage-nya. Tapi seringkali orang ingin selalu
menjelaskan produk kita itu sangat bagus, tapi ingat bahwa setiap pelanggan yang punya
masalah butuh solusi. Tujuan penjualan yang baik adalah kita memberikan solusi. Oleh karena
itu kita harus cermat saat menggali kebutuhan supaya pada saat kita memberikan solusi dapat
sesuai dengan apa yang dibutuhkan dan selanjutnya terjadilah proses penjualan.

Video 5: Customer Objection Handling

Selanjutnya kita akan masuk sesi berikutnya. Proses berikutnuya setelah kita melakukan
penjelasan atau kita melakukan presentasi terhadap produk tersebut yang kita tawarkan
kepada nasabah atau calon pelanggan. Seharusnya yang dapat kita lakukan adalah
harapannya selesai penjualan. Tapi pada kenyataannya setiap calon pembeli pasti ada dari
sekian banyak yang kita tawarkan pasti ada yang tidak sesuai. Apakah harganyakah, apakah
produknya sendirikah, atau hal-hal lain. Oleh karena itu proses selanjutnya yang seharusnya
dari penjelasan produk itu adalah penutupan penjualan atau sales closing maka ada satu, atau
bahkan dua. Yaitu pertama kita harus menangani keberatan yang diajukan calon pelanggan.
Seringkali mereka meminta “harganya terlalu mahal, waktunya terlalu panjang, produknya
tidak terlalu bagus’” atau apapun dan lain-lain. Yang terpenting bagi kita tenaga penjual yang
baik adalah tujuan kita kembali kita ingin memberikan solusi. Oleh karena itu kita harus
berusaha memahami apa yang menjadi keberatan dari calon pelanggan tersebut. Setelah
memahami kita harus mencoba mendiskusikannya. Seringkali karena ketidaksabaran kita
pada saat kita mau menjual, pada saat kita mau closing karena tinggal sedikit lagi ada
keberatan maka kita emosi, itu akan menggagalkan penjualan kita. Satu, aturannya bahwa
kita memberikan solusi, bukan mau membangkitkan kemarahan dari calon pelanggan. Jadi
pastikan Anda tahu masalahnya apa, setelah itu coba berikan pandangan. Misalnya berikan
contoh kalau produk ini pernah dipakai, atau produk ini harganya mungkin mahal tapi apa
kelebihannya. Kembali ingat bahwa penjelasan produk harus sesuai dengan manfaat yang
dibutuhkan. Setelah itu biasanya ada saja, apalagi kalau kita berjualan di Indonesia, begitu
ada keberatan ada timbul yang namanya tawar-menawar, ada yang namanya negosiasi. Apa
yang kita lakukan? Seringkali ketika kita melakukan negosiasi kita terjebak. Terjebak apa? Kita
negosiasi kencang, akhirnya kita merasa kalah atau saya menang. Padahal tujuan negosiasi
MP101

bukan untuk itu. Kembali ke awal bahwa tujuan kita adalah untuk memberikan solusi kepada
calon pelanggan kita. Maka kita harus simpan dalam pola pikir kita bahwa kita mau menjual
bagaimana caranya supaya pelanggan itu mendapatkan solusi yang mereka harapkan.
Negosiasi kita hanya seringkali fokus pada satu titik. Negosiasi kadang kita harus lihat
konteksnya secara besar. Mungkin harganya turun sedikit tidak apa-apa dengan catatan
mungkin dia beli dalam jumlah banyak, atau jangka waktunya lebih pendek atau lebih
panjang. Ataupun mungkin lebih pendek dia mau melakukan pembelian berulang. Itu yang
harus kita pikirkan sebelum kita mengambil keputusan lainnya. Jadi setelah kita melakukan
presentasi, berikutnya adalah kita menangani keluhan, jika ada. Harapan kita adalah kalau
dari awal kita melakukan prosesnya dengan baik maka mudah-mudahan tidak ada
penanganan keluhan tersebut ataupun negosiasi. Artinya selama kita melakukan dengan
benar, harapannya setelah kita melakukan sales presentation maka terjadi penutupan
penjualan. Ingat yang pasti kita tidak berdebat dengan calon pelanggan kita. Apa yang harus
kita lakukan adalah kita harus memahami apa keberatannya kemudian kita tangani. Kita
tawarkan, mudah-mudahan ada yang sesuai. Biasanyapun setelah ini ada yang namanya
negosiasi yang harus kita lakukan negosiasi dengan baik. Banyak taktik negosiasi, apakah kita
memberikan penawaran yang lebih baik tapi dibalik itu kita mendapatkan hal yang baik dari
customer. Intinya usahakan kita mendapat win-win negotiation. Setelah itu, banyak
kegagalan tenaga penjual. Kenapa? Penjelasannya bagus, kebutuhannya bagus, handling
objection-nya bagus, sampai dengan negosiasi bagus tapi lupa bahawa suatu penjualan ada
satu proses akhir yang kita sebut sales closing, atau yang kita sebut penutupan penjualan.
Bagaimana caranya? Kita harus lihat kalau mereka mulai bertanya-tanya pada kita sepertinya
mereka suka pada produk kita maka dari situ kita harus ambil inisiatif, tanya apakah
Bapak/Ibu, apakah sudah cocok dengan produk yang kami tawarkan. Atau mereka sudah
mulai merasakan bahwa itu yang diharapkan dari produk yang dia butuhkan. Jadi kita bisa
melihat dari gesture-nya, dari posisi tubuhnya kelihatan tertarik. Kalau orang itu sudah tidak
tertarik: lihat jam, seperti waktunya sangat terbatas. Maka kita harus cari lagi kesalahan kita
dimana. Apakah pada saat gali kebutuhannya belum sesuai dengan apa yang diharapkan. Tapi
kalau mereka mulai senyum, merasakan bahwa mereka terlihat dengan cara mungkin kalau
gerakan tubuh mulai mencondongkan dan mulai bertanya untuk hal yang baik: oh, produknya
MP101
bisa seperti ini, seperti itu, ya. Itu menunjukkan bahwa mereka sudah mulai tertarik. Apa yang
harus kita lakukan? Inga tidak ada artinya seluruh proses itu tanpa penjualan. Perusahaan
menghasilkan keuntungan mulainya darimana? Mulai dari penutupan penjualan, atau sales
closing. Jadi penting buat kita membaca dari gerakan tubuhnya, dari apa yang dia katakan
verbal dan nonverbal bahwa dia tertarik dengan produk kita. Dan pastikan kalau kita lihat dari
proses tadi menggali kebutuhan sampai kita melakukan penjualan produk, terlihat bahwa ini
memang sesuai. Kembali harus kita ingat bahwa tujuan kita adalah memberikan solusi kepada
calon pelanggan kita. Jadi setelah selesai, setelah kita melakukan penanganan keluhan,
melakukan negosiasi, pastikan kita melakukan penutupan penjualan.

Video 6: After Sales Service

Para peserta Indonesia X, saya akan menjelaskan proses berikutnya setelah kita berhasil
melakukan penjualan. Banyak kegagalan penjualan akhirnya hanya jangka pendek. Karena
setelah penjualan dianggap proses selesai. Ketika proses selesai mereka jika ingin membeli
kembali atau memberi rekomendasi, mereka tidak merasa itu perlu karena tenaga penjualnya
meninggalkan. Beberapa perusahaan, kebanyakan otomotif, setelah selesai baru selesai
diservis mobilnya besok ditelepon, ditanya, bagaimana mobilnya. Walaupun menurut saya
baru satu hari belum tahu bagaimana buruknya. Itu yang kita sebut yang namanya after sales
service. Penting? Sangat penting! Lalu apa yang harus kita lakukan? Bahwa penjualan dapat
dilakukan lebih baik jika kita memiliki relationship atau hubungan. Artinya tahapan berikutnya
adalah kita harus memiliki hubungan dengan calon pelanggan kita. Tadi kita sebutnya calon
pelanggan, sekarang sudah jadi pelanggan karena sudah ada pembelian diawal. Lalu apa yang
kita lakukan? Ingat kalau kita mendekati orang, maka kita akan mengambil keputusan apakah
kita mau percaya sama orang itu atau tidak. Tapi kalau sudah jadi teman kita makin percaya.
Dan kalau kita sudah bergaul terus menerus maka kita jadi teman akrab. Ini yang sebetulnya
harus dibangun oleh kita dalam rangka mengelola hubungan dengan pelanggan. Kalau saya
bagi mungkin tadi pertama kita tahu, kemudian naik menjadi kita kenal lebih dalam:
keluarganya, pekerjaannya dll. Dan yang terakhir kita sampai pada tahapan berikutnya yang
kita sebut akrab. Kalau sudah sampai pada titik akrab ketika mereka butuh apapun mereka
langsung cari kita. Untuk membangun ini butuh proses awal. Kalau proses awalnya baik dan
akhirnya dia percaya kepada kita, maka kirta bisa membangun hubungan supaya kita menjadi
MP101
lebih akrab dengan mereka. Kalau tahu kita harus tanya dahulu pakai SPIN teknik, bertanya-
bertanya baru tahu apa kebutuhannya. Tapi kalau kita sudah mulai kenal ada kemungkinan
tanpa kita bertanya dia beri tahu apa kebutuhannya. Penting bagi kita untuk menjadi
dipercaya oleh pelanggan kita. Untuk dapat dipercaya kita sebut, kita sebagai tenaga penjual,
kita menjadi trusted advisor, ialah orang yang dapat dipercaya sebagai advisor. Syaratnya
bagaimana? Kalau saya beri rumus matematika bahwa seorang yang dipercaya bahwa dia
harus memiliki kredibilitas, handal, dan yang ketiga adalah intim dengan pelanggan.
Kemudian yang perlu kita perhatikan setelah tiga hal ini dijumlah, berikutnya akan dibagi
dengan self-orientation (SO) atau orientasi terhadap diri sendiri. Atau kalau kita tahu secara
matematis, penjumlahan yang di atas tadi dibagi dengan SO. Syaratnya menjadi trusted
advisor adalah SO yang rendah. Kalau SO kita tinggi maka kita tidak dapat menjadi trusted
advisor. Selain tiga hal tadi, kita harus dapat dipercaya pelanggan. Biar apa yang dia ceritakan
untuk kita saja. Mungkin suka ingin kita akrab dengan orang lain cerita-cerita, jangan Anda
lakukan. Reliable, dihubungi dapat diandalkan, ada perlu apa mereka datang kepada kita, kita
bisa bantu. Seringkali kegagalan orang menjadi trusted advisor adalah tidak bisa diandalkan.
Begitu ada pelanggan yang membutuhkan, mereka susah dihubungi. Oleh karena itu kita
harus pastikan bahwa alat komunikasi kita harus selalu bagaimana ada tenaganya, ada
dayanya. Jangan selalu lowbatt sehingga susah dihubungi. Itu hal kecil supaya kita reliable.
Dan kemudian yang terakhir tadi saya sampaikan kita intim. Jangan berpikir yang aneh, tapi
intim itu artinya dekat. Ada orang membangun hubungan hanya berdasarkan hal yang tidak
tulus. Jadi kalau bertemu karena terpaksa. Kita membangun intimacy itu adalah bahwa kita
betul-betul memperhatikan pelanggan kita, bukan memperhatikan apa yang kita jual,
seringkali kita terjebak karena kita memperhatikan jualan kita seperti apa. Kalau masing-
masing kita dinilai positif dan besar, maka ini adalah modal yang baik buat kita karena faktor
berikutnya, faktor pembaginya harus kita perkecil yaitu SO yang harus kita perkecil. Ingat SO
jangan mementingkan diri sendiri. Dalam melakukan, meningkatkan, menjalin hubungan kita
harus tahu bahwa ini adalah calon pelanggan dan mindset kita adalah memberikan solusi yang
terbaik. Jadi tujuan kita baik untuk supaya didapatkan hal tersebut oleh pelanggan kita.
MP101

Video 7: Summary

Baik, peserta Indonesia X. Setelah kita mendapatkan penjelasan, mungkin saya rangkum dari
awal bahwa proses penjualan yang kita lakukan pertama kita melakukan prospecting atau kita
mengumpulkan data untuk calon pelanggan kita kemudian kita masuk ke tahap berikutnya
yaitu kita melakukan pendekatan. Ingat, untuk melakukan pendekatan ada 3 M, yaitu
moment, media dan mood. Bagaimana harus kita lakukan, kalau kita berhasil harapannya kita
masuk ke tahapan berikutnya bagaimana caranya kita menggali kebutuhan dengan cara
bertanya. Kita ingat yang namanya SPIN teknik. Setelah kita dapatkan kebutuhannya atau
manfaat yang dibutuhkannya baru kita memberikan usulan, solusi apa yang kita berikan.
Disitu ada feature, advantage, dan benefit. Kembali hasil dari SPIN teknik adalah benefit.
Artinya pada saat kita menjelaskan solusinya kita juga harus menyampaikan benefit apa yang
diterima oleh calon pelanggan tersebut untuk mereka menggunakan atau mengkonsumsi
produk kita. Kalau ini sudah berhasil sampai disini, harapn kita terjadi yang namanya proses
penutupan penjualan atau sales closing. Tapi kembali tadi saya juga sampaikan ada kalanya
ada keberatan dari calon pelanggan. Lalu kita tangani, kita pahami. Lalu seringkali setelah itu
ada proses negosiasi. Ingat kuncinya: win-win negotiation. Setelah itu kita baca kira-kira
Bahasa tubuhnya calon pelanggan kita untuk kemudian kita lakukan sales closing. Jadi itu satu
tahapan dari sebelum sampai proses penutupan penjualan. Selanjutnya yang sebelum sesi ini
kita jelaskan bagaimana caranya kita melakukan pengelolaan hubungan. Kita menjadi seorang
yang dapat dipercaya atau trusted advisor. Pertama kita membangun apa yang namanya
suatu kredibilitas kita, kepercayaan orang itu kepada kita. Kemudian kita membangun
reliabilities kita supaya kita dapat dihubungi, dapat diandalkan, kita ini handal di mata
mereka. Danyang ketiga kita menjadlin hubungan kita dapat membangun kedekatan dengan
customer dan ingat kita harus mengurangi (self-orientation SO) setelah itu kita akan menjadi
seorang yang dapat dipercaya. Harapannya apa kalau sudah dapat dipercaya? Maka mereka
dengan kita dekat. Hubungan dekat ini memeprmudah penjualan. Baik untuk produk
berikutnya kemungkinan mereka memberikan referensi untuk menjadikan customer atau
pelanggan baru untuk kita. Itu kurang lebih prosesnya, dan yang terakhir saya sudah
sampaikan juga bahwa hal berikutnya kita harus mengelola penjualan. Seringkali kita sudah
tahu mindset-nya membangun hal yang baik kemudian prosesnya kita juga sudah dapat baik
MP101

melakukannya tapi kita tidak mengelola apa yang namanya penjualan. Artinya dalam
melakukan penjualan kita harus mempunyai perencanaan, Kita harus tahu yang kita sebut
apa yang namanya coversion rate (CR), atau angka konversi. Contohnya kita punya 100 data
penjualannya hanya 10 orang, artinya CR-nya 10%. Kita harus tahu CR dari setiap tahapan
yang tadi tujuannya untuk tahu kelemahan kita dimana. Siapa tahu data nama kita ada 1000,
penutupan penjualannya hanya satu. Jadi 1/1000. Kita tidak bisa melihat akar
permasalahannya. Kita lihat, kita telusuri ternyata dari data tersebut ke pendekatannya tetap
jumlahnya banyak, yaitu 500. Waktu gali kebutuhannya 250, tapi dari gali kebutuhan ke
presentasi merosot jauh ke 10. Sepuluh akhirnya satu, sehingga akhirnya tahu persoalannya
adalah saat memberi penjelasan atau memberi solusi. Jadi kita juga harus tahu bahwa dalam
melakukan ini kita harus ada yang namanya perencanaan, kemudian implementasi dan
monitoring. Jadi kita tahu kalau target kita satu bulan harus dapat 10 pelanggan baru, maka
kita harus tarik mundur. Biasa dari data yang banyak ini CR kita berapa? Kalau misalnya 1
banding 10. Artinya kalau mau meiliki 10 pelanggan baru kita harus memiliki 100 data baru.
Dan selanjutnya kita bisa lihat apa yang kita lakukan kita bsia berhasil bukan berdasarkan
proses dan mindset saja tapi juga ditambah dengan pengelolaan penjualan. Seringkali ketika
kita diberi target, apa yang terjadi dengan diri kita? Kita merasa susah tercapai. Ingat bahwa
target itu adalah kepercayaan perusahaan kepada kita. Maka dari itu setelah kita dapat target
kita harus hitung kemampuan penjualan kita seperti apa. Sehingga kita tahu target
sedemikian banyak itu didapat dari berapa orang, utnuk mendapat berapa orang tersebut kita
tahu standar kita. Kita diberi data 20 hasil penjualan misalnya 10. Artinya 50% dari data baru
itu bisa kita hasilkan penjualan. Lalu apa yang harus kita lakukan? Kita hitung kita harus jual
untuk berapa orang? 100 orang. Artinya kita harus menyiapkan 200 data. Atau kalau bisa kita
lebihkan sedikit, tujuannya supaya kalau ada yang missing, kita masih dapat memenuhi apa
yang kita targetkan. Jadi kalau kita lihat seluruh proses penjualan, satu kita harus memiliki
mindset yang baik, kedua kita mengerti proses penjualan itu seperti apa bahwa mereka
berturut-turut. Kemudian setelah itu beikutnya kita harus dapat mengelola penjualan.
Dengan demikian makan harapannya kita dapat melakukan proses penjualan sesuai dengan
apa yang diharapkan oleh perusahaan kita.
MP101

Effective Marketing in Digital Era

Transkrip

Minggu 4 : Hermawan Kertajaya on Brand

Video 1: Overview From Brand Equity

Video 2: Leveraging The Brand

Video 3: Monitor And Evaluate From Brand

Video 4: Guiding Successfull Brand Positioning

Video 5: ATL And BTL Integration

Video 6: Offline And Online Integration

Video 1: Overview From Brand Equity

Hai, Siswa Indonesia X, selamat datang di kursus Effective Marketing in Digital Era. Kalau di
minggu-minggu sebelumnya kita memabahas tentang Marketing 4.0, Market, dan Sales, di
minggu ini kita akan membahasa lebih dalam tentang brand. Kurang lebih akan ada enam sesi
yang aku bawakan tentang enam hal yang memperkuat bagaimana sebuah brand yang baik
itu dilaksanakan. Yang pertama disesi awal kita akan membahas tentang overview bran equity
itu seperti apa. Yang kedua kita akan bahas lebih lanjut sebenarnya bagaimana cara kta
memaksimalkan brand equity yang sudah kita punya ke tahap yang lebih tinggi lagi. yang
ketiga kita akan bahas bagaimana cara memonitor dan evaluasi dari sebuah brand. Yang ke-
empat bagaimana kita mengintegrasikan antara ATL dan BTL. Makhluk apa sebenarnya ATL
dan BTL itu. Lalu yang berikutnya kita akan bahas integrasi offline dan online.

Terakhir, kita akan bahas lebih jauh bagaimana cara kita reposisi sebuah brand. Untuk di sesi
pertama, saya Yosanova Savitry akan menjelaskan tentang overview brand equity. Brand
MP101
Equity atau teman-teman bisa bayangkan banyak sekali fungsinya. Brand yang benar adalah
yang bisa memperkuat positioning dari sebuah strategi yang lebih besar. Menciptakan image,
identity yang benar bagi sebuah brand. Brand Identity sendiri dan yang lainnya itu adalah
equity dari sebuah brand. Kurang lebih ada lima elemen yang menyusun brand equity. Yang
pertama kita bahas adalah brand awareness. Brand awareness itu adalah seberapa kuat
brand kita dikenal oleh customer. Semakin banyak yang kenal kita semakin dia menyebutkan
kita pertama kali, maka artinya brand awareness kita semakin tinggi di mata customer.

Contohnya, ketika saya sebutkan kira-kira kalau kita bicara tentang air mineral, brand apa
yang teman-teman ingat pertama kali di benaknya? Katakanlah brand A, contohnya. Berarti
brand A ini adalah yang memiliki brand awareness yang tinggi dibandingkan brand yang
lainnya. Ketika sebuah brand memiliki brand awareness yang tinggi akan lebih mudah bagi
customer untuk melihat karena saya familiar maka saya akan lebih memilih brand tersebut.
Yang kedua adalah brand association. Ini adalah kalau kita definisikan sebenarnya kalau kita
bicara tentang brand A, katakanlah, apa yang terlintas di benaknya teman-teman ketika
mendengar brand A. Misalnya kita bilang asosiasinya positif, kualitasnya bagus,
direkomendasikan oleh artis dan segala macamnya. Ini adalah asosiasi. Asosiasi yang
menciptakan brand equity yang lebih tinggi adalah asosiasi yang positif. Ada feeling yang
positif tentang brand tersebut akan menciptakan asosiasi yang lebih memperkuat brand
equity. Tapi kalau asosiasi yang terbentuk adalah yang negatif, brand equity-nya akan lebih
rendah. Kita tujuannya adalah brand association itu harus menciptakan asosiasi yang
memberikan feeling positif bagi customer-nya.

Yang ketiga adalah perceived quality. Ini sangat penting, teman-teman. Ini adalah alasan
utama customer membeli memilih suatu brand. Kualitas yang dirasakan secara tangible dari
sebuah brand. Contohnya, kenapa saya pilih handphone merk X, misalnya? Karena
handphone merk X ini sangat inovatif, desainnya bagus, channel-nya dimana-mana. Itu semua
adalah perceived quality, alasan kenapa kita memilih sebuah brand. Perceived quality ini
sebagai sebuah brand equity tidak cukup. Ada yang namaya brand loyalty sebagai elemen ke-
empat. Brand loyalty ini adalah seberapa orang akan terus komit untuk pakai sebuah brand,
dan sampai rela merekomendasikan sebuah brand tersebut di hadapan customers lainnya.
MP101
Brand loyalty ini akan mendukung sebuah brand yang bukan cuma akan meningkatkan
penjualan, tetapi juga akan meningkatkan pertumbuhan dari customers yang baru.

Ada empat, teman-teman, jangan lupa. Yang pertama ada brand awareness, yang ke-dua ada
brand association, yang ke-tiga adalah perceived quality, dan yang ke-empat ada brand
loyalty. Ada elemen kelima yang sangat mendulung dari empat elemen lainnya. Yaitu, other
assets. Ini isinya ada trademark, paten, dan segala macamnya. Ketika sebuah brand memiliki
other assets yang kuat, dia akan mampu memliki supporting system untuk mendukung brand
equity-nya supaya tetap terjaga, tetap tinggi nilainya. Contohnya, dulu di tahun 1920an ada
satu minuman berkarbonasi yang sangat terkenal, yang aku yakin semua teman-teman
pernah minum. Di tahun 1920an merk itu banyak sekali yang meniru, kurang lebih 100 brand
yang meniru brand tersebut. Namanya hanya diubah-ubah, typo sedikit. Yang dilakukan oleh
brand yang asli ini adalah karena dia punya trademark dan punya paten, dia tinggal daftarkan
saja ke pengadilan bahwa brand yang lain itu meniru-niru dia. Akhirnya dengan mudah dan
waktu yang sangat cepat sekali brand tiruan itu kalah semua akhirnya tidak dilanjutkan lagi
karena kalah di pengadilan karena melanggar trademark atau paten yang brand lain, yang asli
sudah punya. Kalau misalnya banyak sekali teman-teman dengar paten dan trademark ini
tidak kalah penting dari mendukung brand equity dari customer. Pada akhirnya brand equity
ini akan percuma apabila tidak memberikan, memprovide value bagi dua stakeholder yang
utama. Yaitu, customer dan company.

Brand equity yang tinggi akan membantu customer untuk menjustifikasi dan memilih sebuah
brand. Dia akan lebih memilih brand yang dianggap lebih familiar. Kenapa saya pilih brand ini
karena saya suka brand-nya. Menurut saya brand ini bagus sekali, jadi tidak perlu ragu-ragu
bagi customer memilih brand tersebut. Itu passive value untuk customer. Begitu juga untuk
company, ketika sebuah brand dipilih dan lebih dinikmati oleh customer, tentu saja akan
memudahkan bagi company untuk memberikan value yang lebih untuk customer. Otomatis
kegiatan marketing dan media budgeting akan lebih efisien dan lebih efektif. Kurang lebih
seperti itu cara kita untuk memastikan brand equity dari sebuah brand itu tinggi.
MP101

Video 2: Leveraging The Brand

Di sesi kedua ini kita akan bahas bagaimana caranya mengoptimalkan sebuah brand untuk
semakin kuat brand equity-nya. Sesi ke-dua ini kita beri judulnya Leverage Strong Brand
Portfolio. Ada dua hal untuk bisa membayangkan bagaimana sebuah brand bisa di-leverage
lebih maksimal. Contohnya, kalau ada brand A mau masuk ke market baru yang middle-class,
misalnya, dia harus create brand baru. Aturan-aturannya seperti apa? Kapan kita harus
membuat brand baru? Kapan kita harus membuat produk baru di brand yang sama?. Kita akan
bahas lebih lanjut di sesi ini. Pertama yang harus kita pikirkan sebelum kita memutuskan
strategi apa untuk leverage brand portfolio, kita harus tentukan dua hal: Apakah brand
tersebut tetap menggunakan produk yang sama? Atau brand tersebut menggunakan produk
yang berbeda? Ketika sebuah brand hanya memakai produk yang sama, ada dua pilihan bagi
sebuah brand. Yang pertama adalah dengan memperpanjang brand yang sekarang ada,
produknya ditambah. Contohnya seperti pasta gigi yang paling popular di Indonesia,
katakanlah Pepsodent. Pepsodent dengan menyasar segmen yang sama untuk pasta gigi, dia
punya banyak sekali produknya dengan brand yang sama. Pepsoden daun sirih untuk herbal,
untuk gigi sensitif, untuk yang fluoride-nya banyak dan segala macamnya. Dengan produk
yang sama dan brand yang sama namun dipanjangkan extention-nya itu kita sebut namanya
line extention. Tapi ada juga brand yang menyasar market yang berbeda, entah lebih tinggi
ataupun lebih rendah. Kita menyebutnya brand stretching. Jadi brand-nya di-stretch bisa lebih
panjang ke kanan, bisa lebih panjang ke bawah, bisa ke atas dan segala macamnya.

Bagaimana aturannya untuk brand stretching? Ketika kita menghadapi sebuah market yang
kelasnya lebih tinggi, kita sebut namanya stretching up. Contohnya banyak macamnya, nanti
kita bahasa satu-satu. Tapi untuk market yang lebih ke bawah kita sebutnya stretching down.
Kita ambil contoh kasusnya Pertamina. Dengan brand Pertamina yang sama, ketika brand
stretching untuk yang up, di merek Pertamax, misalnya, dia akan buat Pertamax Turbo untuk
menyasar segmen yang lebih tinggi. Tapi kalau misalnya market-nya lebih rendah, dia pakai
brand Pertalite. Jadi bagaimana cara dia stretch sebuah brand tergantung market-nya, mau
lebih atas atau lebih bawah. Kalau lebih atas kita cari yang lebih premium, kalau yang lebih
bawah kita cari sesuatu yang lebih massal yang lebih bisa menyasar orang yang lebih banyak.
MP101
Yang tadi saya bahas adalah jika produknya/brand-nya sama. Bagaimana kalau produk dan
brand-nya kadang bisa beda. Yang tadi mereknya A bisa jadi mereknya B. Ada dua hal, yang
pertama brand yang membentuk suatu nama yang baru, kita sebutnya co-branding. Ini bisa
namanya tetap A, bisa namanya A+B. Contohnya, operating system untuk handphone,
misalnya Android. Android bisa saja kerjasama dengan KitKat, dia bentuk brand baru: Android
KitKat. Bisa juga Android kerjasama dengan Oreo: Android Oreo. Sama-sama dua brand
tersebut mendapatkan fungsi dan benefit yang kurang lebih sama. itu kita sebut co-branding.

Tapi Ada juga brand yang sifatnya akan membentuk brand yang baru. Jadi yang tadinya A,
jadi totally different jadinya B. Contohnya ada dua yang saya mau bahas. Yang pertama adalah
brand yang sifatnya product range. Kalau misalnya kita bahas, yang cewek biasanya pakai
sabun mandi Dove mereknya. Dove ini punya Dove untuk sabun, tapi dia juga punya Dove
untuk hair. Dengan brand yang sama produknya totally different, itu kita sebut brand range.
Jadi product range yang berbeda. Tapi kalau misalnya kita ada juga situasi dimana brand
tersebut dibentuk oleh perusahaan hanya untuk ada, tapi untuk dimatikan lagi, itu kita sebut
ad-hoc brand. Ad-hoc brand ini banyak sekali macamnya. Contoh, dulu sekali di tahun 2000an
ada satu merek mi instan yang sangat terkenal, tiba-tiba dapat pesaing mi instan lain yang
menyasar ke segmen kids. Karena si mi instan yang kuat ini katakanlah Indomie, tidak punya
merk mi instan yang kids dia buat merek baru, katakanlah merek X.

Tujuannya untuk membunuh kompetitor yang mengeluarkan merek rentang anak-anak ini.
Ketika sudah kalah mi instan untuk anak-anak ini brand X yang tadinya dibentuk oleh Indomie
dimatikan. Jadinya brand ad-hoc cuma ada untuk sementara. Perusahaan yang sukses akan
selalu menganggap brand adalah aset. Seorang manajer yang baik akan menganggap brand
itu harus di-leverage. Otomatis ketika kita punya brand yang bagus, sudah seharusnya kita
me-leverage brand itu untuk lebih optimal.

Video 3: Monitor And Evaluate From Brand

Hi Siswa Indonesia X, selanjutnya kita akan bahas lebih lanjut tentang bagaimana caranya
memonitor dan mengevaluasi sebuah brand. Kalau tadi di sesi pertama kita bahas tentang
brand equity. Brand equity itu akan membantu kita, anggaplah kita sebagai perusahaan untuk
MP101
menilai apakah brand kita sudah bagus atau belum. Tapi pertanyaan yang berikutnya adalah
brand yang sudah bagus ini mau diapakan? Apakah sudah produktif dalam emncapai tujuan
dari perusahaan? Kira-kira kalau tujuan perusahaan itu teman-teman terbayang, tidak? Ada
dua sebenarnya tujuan perusahaan ketika memakai sebuah brand tertentu. Yang pertama
adalah brand tersebut kalau bagus sebisa mungkin harus menciptakan revenue. Percuma
kalau brand-nya bagus, logonya bagus, namanya bagus, tagline-nya bagus tapi penjualannya
sedikit. Buat apa? Yang kedua adalah brand yang baik dan bagus sebisa mungkin akan
meningkatkan loyalty dari customer sehingga nantinya customer akan beli lagi, akan
merekomendasikan lagi ke teman-teman yang lain. Jadi brand tersebut bukan cuma bagus
dipenjualan tapi juga bagus dan lebih sustainable untuk menciptakan growth dari brand
tersebut. Untuk menilai itu brand equity ini yang kita bahas, kalau teman-teman masih ingat,
ada brand awareness, brand association, perceived quality, brand loyalty, other assets. Lima
hal ini harus dilengkapi dengan lima yang lainnya, yaitu customer journey. Brand yang baik
akan kuat ditiap interaksi, ditiap titik-titik dia berinteraksi dengan customer. Ada lima, yang
pertama adalah aware. Jadi brand itu ketika berinteraksi pertama kali dengan customer
adalah ketika brand tersebut dikenal oleh customer. Saya aware terhadap brand tersebut.
Titik yang kedua adalah ketika saya sudah mulai suka pada brand tersebut. Jadi saya tahu dan
saya suka sama brand-nya. Appeal, jadi tahap kedua adalah appeal. Yang ketiga adalah ketika
saya sudah tahu brand-nya, saya suka brand-nya, saya yang pasti suka saya sudah tahu
otomatis orang itu akan bertanya-tanya penasaran. Oleh karena itu tahap ketiga ini saya
mencari tahu informasi lebih lanjut. Ask. Setelah sudah tahu, sudah suka brand-nya dan sudah
cari informasi, sudah lengkap semuanya tahap berikutnya adalah saya beli brand-nya. Saya
purchase brand-nya. Kita sebut Act, action. Ke-empat setelah saya pakai brand-nya, otomatis
ketika saya puas dengan brand-nya, saya akan merekomendasikan brand-nya ke orang lain,
atau ketika itu brand-nya untuk diri sendiri, saya akan pakai lagi. Brand yang kuat ini harus
sukses dalam menciptakan persepsi yang baik di lima tahap customer touch point ini. Di
awareness harus bagus, brand-nya harus disukai, brand-nya harus dibuat jadi penasaran,
brand-nya harus dibeli banyak orang, dan brand-nya harus di-advocate banyak orang. Ketika
lima hal ini sudah bagus semua, otomatis brand equity, aset yang dimiliki oleh perusahaan,
otomatis akan menjadi lebih kuat karena dia bisa mencapai tujuannya bukan cuma brand
equity-nya bagus tapi juga produktif dalam mencapai tujuan perusahaan. Yaitu, revenue and
growth.
MP101

Untuk memperkenalkan bagaimana cara kita mengukur supaya brand tersebut bagus dalam
create revenue dan growth. Ada dua metrik yang kita mau highlight. Yang pertama adalah
PAR. Ialah Purchase Action Ratio. Apa itu PAR? PAR menghitung seberapa banyak orang yang
Act dibagi orang yang Aware. Katakanlah dari 100 orang yang aware, ada 50 orang yang
akhirnya beli brand tersebut, artinya nilai PAR-nya adalah 50/100 = 50%. Ketika PAR-nya tinggi
otomatis ketika ada awareness yang naik, misalnya katakanlah awareness-nya naiknya 1%,
kita sebagai perusahaan bisa expect, bisa mengharapkan ketika tahu PAR-nya 50% market
share kita kemungkinan akan naik berapa kira-kira? 0,5%, itu gunanya kita mengetahui PAR.
Tapi apakah PAR ini cukup? Tidak cukup karena ketika kita memiliki PAR yang baik, yang bagus
dia akan membentuk market share yang tinggi. Brand-nya bagus dalam membentuk
penjualan. Tapi pertanyaan berikutnya: sampai kapan brand ini bagus dalam membentuk
penjualan? Ada metrik yang lain yang mendukung PAR. Kita sebut BAR atau Brand Advocacy
Ration. BAR adalah seberapa banyak yang orang advocate sebuah brand dibandingkan orang
yang tahu brand tersebut. Misalnya saya tahu sebuah brand A tapi saya tidak mau
merekomendasikan, berarti sia-sia sebenarnya. BAR nilainya rendah. Tujuannya BAR ini
adalah kita mau orang yang tidak pakai pun istilahnya dia mau merekomendasikan brand
tersebut supaya awareness tidak hanya dilakukan oleh perusahaan, sehingga lebih mahal
biayanya. Tapi kalau kita mengandalkan BAR, orang mau advocate, kita bisa menggunakan
orang-orang yang mau advocate ini untuk menciptakan word of mouth sehingga brand
awareness kita bisa lebih besar lagi. Coba bayangkan untuk brand yang BAR-nya tinggi ada
brand yang sampai tidak keluar bujet marketing sedikitpun karena BAR-nya tinggi. Ketika
misalnya istilahnya kita hitung ada 100 orang yang tahu sebuah brand dan ada duapuluh yang
mau advocate brand tersebut, berarti BAR-nya nilainya 20%. Kalau kita bayangkan sebuah
brand punya PAR yang tinggi dan juga punya BAR yang tinggi betapa bahagianya perusahaan
tersebut. Dia bisa create revenue yang tinggi tapi disaat yang sama dia juga bisa tumbuh lebih
cepat dibandingkan yang lain. Ingat tidak semua brand dibeli oleh customer berulang-ulang
diperiode yang pendek. Mungkin kalau kita beli sabun, pasta gigi, sncak bisa tiga kali sehari.
Tapi bayangkan untuk brand consumer electronic, misalnya kulkas, AC, kalau misalnya dia
mengharapkan cutomer repeat, beli terus, mungkin dia harus tunggu enam bulan sekali baru
ganti AC, baru setahun sekali orang ganti kulkas, dan bahkan belum tentu. Bagaimana caranya
MP101
dia bisa tumbuh? Oleh karena itu kita manfaatkan namanya Brand Advocacy Ratio ini. PAR
dan BAR sangat penting dalam membuat brand menjadi sustainable dimasa mendatang. PAR
membuat kita sukses dalam create revenue, sementara BAR akan membuat brand itu tetap
sustainable dimasa mendatang.

Video 4: Guiding Successfull Brand Positioning

Di sesi ke-empat ini kita akan bahas lebih lanjut tentang bagaimana caranya brand itu bisa
berubah. Jadi judulnya sesi ini adalah Guiding Successful Brand Positioning. Kalau kita punya
sebuh brand, pertanyaan seringkai muncul: Apakah brand itu terus menerus harus sama atau
boleh berubah? Sebenarnya boleh tidak brand itu berubah dan sejauh apa berubahnya? Kalau
kita bahas lebih lanjut brand ini boleh sebenarnya berubah. Tapi harus diketahui sebelumnya
ada alasan-alasan, kondisi-kondisi tertentu kapan brand harus berubah. Yang pertama adalah
ketika landscape-nya berubah maka brand tersebut harus berubah. Contohnya perubahan
teknologi lebih digital mengharuskan sebuah brand itu tetap relevan ke customer-nya. Coba
kalau misalnya teman-teman lihat berapa lama dari dulu pertama Starbucks muncul logonya
sampai sekarang berubahnya luar biasa, berkali-kali berubahnya. Itu yang pertama ketika ada
teknologi yang membedakan maka harus berubah. Berikutnya adalah ketika customer yang
berubah. Kalau customer berubah, otomatis brand itu untuk tetap jadi relevan harus
mengikuti perubahan yang terjadi di customer. Kalau misalnya customer berubah tapi brand
tidak berubah otomatis customer tidak lagi menganggap brand itu tidak lagi relevan terhadap
dia. Jadi brand tersebut akan ditinggalkan. Saya punya contoh satu perubahan yang karena
teknologi brand tersebut harus berubah dan kenapa ada brand yang gagal menghadapi
perubahan tersebut. Ada satu brand namanya mungkin teman-teman pernah ingat namanya
Blockbuster dulu. Blockbuster adalah sebuah perusahaan yang menyajikan rental untuk dvd
atau vcd. Jadi dulu kita masih memakai vcd atau dvd. Dulu Blockbuster menyediakan rental
untuk kalau kita mau nonton kita rental ke dia. Tapi jamannya berubah, ternyata vcd dan dvd
tidak lagi dipakai oleh customer karena teknologinya berubah yang tadinya kita pakai disc
berubah jadi teknologi internet, berubah jadi video yang kita download segala macam. Ada
satu brand namanya Netflix yang buat video on demand. Berubahlah, customer yang tadinya
biasanya kalau mau menonton pinjam di rental jadinya dia tinggal klik-klik saja, download
film-nya dia bisa tonton di handphone-nya, laptop-nya dan segala macamnya. Blockbuster ini
MP101
tidak mau mengubah, dia tetap saja memaksa membuat rental vcd dan dvd. Customer
berubah, teknologi berubah dan Blockbuster tidak mau berubah. Akhirnya apa yang terjadi?
Akhirnya bangkrut perusahaannya karena tidak mau berubah sesuai perkembangan jaman.
Ada lagi merek yang tidak mau berubah. Teman-teman dulu mungkin kalau kamera tahu
merek Kodak. Kodak ini sangat sukses sekali. Tapi ada satu elemen perubahan yang terjadi
dibisnis yang dia tidak mau adapt, yaitu adanya digitalisasi, yaitu kamera digital. Kamera
digital pertama kali kalau kita perhatikan sejarahnya yang cukup panjang, yang pertama kali
menciptakan bukan kompetitor Kodak. Tapi Kodaknya sendiri, sebenarnya. Kamera digital
pertama kali diciptakan oleh Kodak, oleh seseorang yang namanya Steve Sasson tahun 1975.
Tapi ketika inovasi itu dianggap sangat besar yang terjadi adalah Kodak tidak mau
mengimplementasikan kamere digital. Kenapa kira-kira Kodak tidak mau
mengimplementasikan kamera digital? Karena market dia di kamera analog besar sekali. Jadi
ketika dia mau masuk kamera digital otomatis dia kehilangan market yang selama ini sudah
besar dia punya. Di tahun 1986 ada satu merek yang punya kamera digital juga. Bukan yang
pertama, tapi cukup sukses melihat bahwa kompetitor yang besar ini, market leader, tidak
mau berubah. Yaitu Nikon. Nikon secara resminya adalah merek yang pertama kali
menciptakan dan meluncurkan secara resmi kamera digital Walaupun Kodak yang pertama
kali, tapi tidak launch. Tahun 1986 launch Nikon kamera digital. Bisa ditebak, tahun 2012
Kodak bangkrut. Sudah terlambat beradaptasi terhadap perubahan bahwa brand ini harus
berubah. Brand ini dinamis, brand ini harus mengikuti perkembangan jaman. Lalu bagaimana
cara berubahnya? Berubah ini harus hati-hati sebenarnya. Berubahnya di tempat yang sama
sekali kita tidak bayangkan, yaitu di benaknya si customer, bukan di market, bukan di rak
supermarket, bukan di channel, tapi di benaknya customer. Brand yang sudah melakukan
perubahan tapi di mata di benaknya cutomer tidak dirasakan perubahannya otomatis brand
itu tidak dianggap berubah dan tetap tidak relevan. Bagaimana sebenarna langkah-
langkahnya supaya kita bisa dengan tepat mereposisi sebuah brand. Yang pertama kita
lakukan adalah kita harus memetakan brand tersebut kondisinya ada di market, di benaknya
customer. Anggap saja teman-teman riset, kalau dibenak customer kalau bicara kamera
digital, misalnya, atau kategori tertentu. Di kepalanya kalau dibuka/dibedah, kira-kira yang
ada di kepalanya. Itu yang kita petakan. Misalnya banyak brand yang muncul dibenaknya, itu
yang kita petakan. Kita seringkali sebagai perusahaan terlalu egois, terlalu baper, istilah jaman
sekarang, tidak mau berubah. “Brand saya bagus, customer pasti merasa bagus” padahal
MP101
customer tidak merasa demikian. Jadi tahap pertama kita harus petakan sebenarnya brand di
benak customer seperti apa. Setelah kita petakan kita anggap peta ini adalah kondisi saat ini
yang terjadi. Kondisi yang saat ini dikompetisikan oleh banyak brand, dibenaknya customer,
bukan dibenaknya company. Setelah kita menentukan kondisi yang sekarang dibenaknya
customer seperti apa posisinya brand tersebut. Kita melihat perubahan yang terjadi dimasa
depan, kita punya inisiatif kira-kira dari posisi saat ini berada, dia mau pindah kemana?
Contohnya kalau sekarang lebih mass, saya mau lebih premium. Kalau sekarang lebih niche,
saya mau lebih mass. Itu harus ditentukan, dari situ baru kita hitung dari kondisi saat ini ke
kondisi yang kita tuju strategi apa yang harus kita lakukan. Kalau di Indonesia sendiri banyak
sekali yang sudah terjadi. Contohnya di airlines, di Garuda Indonesia dia mau menyasar
segmen yang lebih bawah. Dia harus reposition, tapi bisakah pakai brand yang sama? Tidak
bisa. Oleh karena itu dia buat Citilink, misalnya. Jangan terlalu terjebak kalau brand cuma
logo, tagline saja. Brand itu beyond that, sebenarnya. Kita harus pikirkan secara garis besar
bahwa ini adalah strategi penting yang menentukan kedepannya kita mau melakukan apa
sebagai sebuah brand. Tanpa ada strategi yang jelas brand akan terjebak ke tagline, identity.
Percuma kita ubah logo dan segala macam tapi kita tidak mengubah strategi secara
keseluruhan. Market itu berubahnya dan landscape-nya seperti apa. Terus menerus secara
periodik brand tersebut harus dilihat, dievaluasi, kapan harus berubah, kondisi saat ini dan
kondisi yang akan datang sehingga bisa lebih bijak dalam menentukan strategi eksekusi di
masa depan.

Video 5: ATL And BTL Integration

Kalau di empat sesi sebelumnya kita bahas lebih banyak tentang strategi, di dua sesi terakhir
ini kita akan membahas lebih jauh tentang eksekusi, tentang taktiknya seperti apa sebuah
brand berinteraksi dengan customer-nya. Di sesi yang kelima ini kita akan bahas lebih jauh
tentang bagaimana mengintegrasikan antara media ATL dan BTL. Mungkin teman-teman
penasaran ATL itu apa, BTL itu apa, makhluk apa sebenarnya ATL dan BTL ini? Sebenarnya
cara mudahnya adalah kalau kita bedah singkatannya, ATL singkatannya Above the Line, BTL
adalah Below the Line. Bedanya apa kira-kira? Kalau misalnya ATL itu adalah media yang
digunakan yang objektifnya untuk exposure. Dia akan mencakup audiens yang lebih luas.
Audiens itu tahu kalau ini iklan, itu adalah ATL. Orang itu misalnya kalau melihat iklan TV, ini
MP101
ada iklan, misalnya, itu disebut ATL. Radio, misalnya, diiklankan satu merek properti yang
sangat booming sekali: belilah, belilah itu disebutnya ATL: Above the Line. Customer merasa
dijualkan oleh perusahaannya, oleh sebuah brand, disebutnya maka itu Above the Line. Above
theLine itu bisa radio, bisa televisi, bisa billboard, bisa apapun, yang sifatnya exposure satu
arah ke customer tanpa ada engagement atau interaksi lebih lanjut. Itu ATL. BTL, di sisi yang
lain adalah sebuah aktivasi yang tujuannya adalah membantu brand itu berinteraksi lebih jauh
dengan customer-nya. Ada engagement disana, Below the Line. Contohnya banyak sekali: ada
event, ada roadshow, ada workshop, kuis, kompetisi, yang dimana customer-nya terlibat di
dalamnya. Kita sebut Below the Line. Antara ATL dan BTL ini yang peduli siapa sebenarnya?
Company yang peduli. Kalau untuk customer sendiri peduli tidak dia ATL dan BTL? Tidak,
sebenarnya. Pusing. Customer-nya pusing bukan main. Dia tidak akan bisa membedakan
mana yang ATL dan mana yang BTL. Company-nya yang pusing sendiri. Supaya kita tidak
pusing, kita harus dengan bijak bagaimana caranya integrate ATL dan BTL ini supaya smooth,
supaya seamless, customer tidak merasa bingung antara ATL dan BTL. Hanya saja
konsekuensinya adalah kalau teman-teman invest di ATL, perbedaannya cukup signifikan di
BTL. Kalau di ATL one to many, kalau di BTL one to one, sifatnya lebih customized. Ada
beberapa cara sebenarnya untuk kita mengintegrasikan ATL dan BTL ini. Pertama adalah
tahap planning. Apa itu tahap planning? Tahap planning adalah sebelum kita menentukan
medianya ATL atau BTL, kita harus mendefinisikan siapa target audience kita. Misalnya
audiens kita ini anak muda yang mungkin saat ini tidak banyak lagi yang menonton tv,
mungkin saja ternyata ATL itu kita tidak perlu invest sama sekali di ATL. Lebih baik kita invest
di BTL, contohnya seperti itu. Bisa juga ini adalah masyarakat yang rural, misalnya, yang ada
di pedesaan. Mungkin mereka sebenarnya tidak mengerti ada event apa segala macam.
Mungkin yang lebih cocok adalah menonton tv. Bisa saja kita sponsorship disatu acara
tertentu, itu ATL. Itu yang mau kita integrasikan ditahap planning. Jadi kita harus tentukan
terlebih dahulu target audience kita siapa. Setelah kita tentukan target audience-nya siapa,
kita harus petakan lagi di titik interaksi yang mana media itu mau dieksekusi. Ada lima tahap,
teman-teman, kalau kita tadi ingat di sesi ke-tiga. Ada lima A. Tahap aware, appeal, ask, act,
dan tahap advocate. Kita mau difungsi yang mana sebenarnya? Apakah fungsinya untuk
membangun awareness? Mungkin BTL tidak cocok dan terlalu mahal. Coba bayangkan,
teman-teman, kita sasarannya objektifnya mau semua orang tahu brand kita, tapi kita
melakukan event, roadshow. Bayangkan, teman-teman, mahal sekali harganya, minimal
MP101
untuk satu event saja rata-rata harus menghabiskan perorang minimal Rp35,000 paling
sedikit. Kalau 35,000 dikali jumlah customer yang mau kenal kita, lebih baik kita invest
ditelevisi, walaupun bujetnya besar tapi impression-nya lebih luas. Tapi kalau kita objektifnya
adalah orang untuk beli, bahkan untuk advocate, tidak cocok untuk taruh di ATL. Masa kita
buat iklan besar-besaran supaya orang marilah beli, marilah beli sampai kapanpun orang sulit
karena mereka pada saat mau beli butuh data dan informasi lebih lanjut yang mungkin ketika
kita geser ke BTL yang sifatnya lebih engagement ke customer, itu lebih cocok dibandingkan
yang sifatnya satu arah seperti ATL. Berikutnya ditahap planning ada satu hal lagi yang perlu
dipikirkan ada satu hal lagi yang perlu dipikirkan selain target audience, customer path, dan
target objective-nya mau kemana, yaitu interpretasi brand kita mau diposisikan seperti apa.
Apakah yang sifatnya fungsional, rasional, atau emosional, atau yang sifatnya lebih ke sosial,
lebih ke moral. Nah itu dia yang perlu kita pikirkan brand kita mau dianggap seperti apa
interprestasinya di mata customer. Itu tahap planning. Ada dua tahap lagi selain tahap
planning. Setelah planning-nya OK, target audiensnya sudah jelas, objektif di customer
journey sasarannya sudah jelas, dan interpretasi brand-nya sudah jelas, kita masuk ke tahap
eksekusi. Ditahap eksekusi ini ada dua yang dipikirkan, yang pertama adalah medianya harus
apa, yang kedua adalah amplifikasinya harus apa yang mendukung. Contohnya kita pakai
televisi, misalnya, untuk buat awareness, mungkin tv ini tidak bisa berdiri sendiri. Kita harus
tambah bilboard, kita harus tambah eksekusi yang sifatnya lebih lokal. Itu contohnya, jadi
eksekusi ada dua bagian: ada medianya apa dan amplifikasinya apa. Ditahap ketiga kita
monitor dan evaluasi sudah OK belum sebenarnya eksekusi media yang kita lakukan? Ada dua
juga untuk teman-teman perhatikan ketika kita mau mengevaluasi brand kita ini eksekusinya
sudah OK atau belum. Yang pertama medianya sudah efektif atau belum. Jadi yang kita nilai
apakah kita iklan di tv, medianya tepat. Yang kedua kontennya, jadi selain kita cek apakah
medianya sudah tepat, yang berikutnya kita cek adalah kontennya sudah tepat atau belum?
Bisa jadi medianya bagus, tapi tidak menghantarkan message yang tepat, jadinya tidak efektif.
Yang bagus adalah medianya tepat dan porsi yang kita sampaikan message-nya media
tersebut juga tepat. Seperti itu. Dengan demikian kita akan punya metrik yang tepat, jadi
bukan hanya eksekusinya yang kita lakukan dengan tepat tapi KPI-KPI untuk mengecek apakah
brand ekesekusi itu sudah tepat kita juga bisa lakukan. Ingat, kita hanya bisa improve dimana
yang bisa kita ukur. Kalau selama kita tidak bisa ukur percuma kita tidak mengerti mau
improve dimana. Jadi kalau punya sesuatu, kita ukur dulu sebelum kita kontrol. Itulah
MP101
pentingnya kenapa sebuah brand eksekusinya harus tepat dan monitoringnya evaluasinya
harus tepat.

Video 6: Offline And Online Integration

Oke, Siswa Indonesia X, kita sampai ditahap yang terakhir. Kalau dieksekusi ditahap yang
sebelumnya kita lebih bahas ATL dan BTL, kalau di sesi kali ini kita akan bahas online dan
offline. Di era digital seperti ini otomatis kita tidak bisa mengabaikan adanya kemunculan dari
online presence. Mungkin kalau dulu kita punya perusahaan, kita lihat sebuah brand sangat di
offline, ketika adanya era digital, era intenet, bisa saja tiba-tiba brand-nya collapsed. Kenapa
begitu? Karena mereka tidak mengintegrasikan online dan offline experience. Begitu juga
untuk brand yang di online mereka juga harus punya offline experience. Di sesi kali ini kita
akan membahas lebih dalam bagaimana cara kita mengintegrasikan antara pengalaman
offline dan juga pengalaman online. Sebenarnya, teman-teman, ketika belum ada era digital,
belum ada internet, sebenarnya marketing cara apapun asal kita bisa bedakan ATL dan BTL
tidak ada masalah.

Tapi ketika ada era internet, kita sebagai perusahaan yang offline, brand yang kuat sekali di
offline sudah wajib punya presence di online. Contohnya seperti ini, kita tidak bisa lagi pakai
cara kuno. Kalau dulu misalnya ada sebuah brand, sabun contohnya. Jualnya di supermarket
pakai SPG dan segala macamnya. Tapi ketika ada dunia online tidak bisa kita hanya
memanfaatkan yang cara kuno saja. Brand yang offline butuh presence di online dan juga
sebaliknya. Contohnya, ketika kita punya offline presence, katakanlah saya adalah brand
merek elektronik misalnya, merek handphone, saya kuat sekali di retail. Tapi karena dunia
digital ini berubah tentu saja customer itu mengharapkan bahwa brand tersebut juga
diperbincangkan di online; di Facebook, di Instagram dia sering lihat untuk menjamin,
menjustifikasi brand itu terpercaya, apalagi kalau sekarang orang banyak sekali belanja di
online.

Coba bayangkan ketika brand yang sekarang ini hanya kuat di offline, dia pakai cara-cara retail
yang biasa, dan dia tidak ada di e-commerce, otomatis orang yang beli di e-commerce dia
kehilangan kesempatan bisa dibeli orang yang biasanya belinya di e-commerce. Oleh karena
itu penting sekali bagi brand yang saat ini punya presence di offline, di juga punya presence
MP101
di online. Bagaimana untuk brand yang saat ini sudah di online? Banyak sekali brand di
Indonesia ini yang masuk, yang baru fokus di online. Cara jualnya online, buat iklannya online,
sampai buat forum online, semua dilakukan secara online. Kalau di luar online, mungkin kalau
teman-teman bayangkan ini bisa kejadian, tapi kalau di Indonesia tidak bisa. Orang yang
biasanya beli sebuah brand online ketika dia tidak punya presence, tidak pernah dia lihat
secara offline, ada level keyakinan atau trust dari sebuah brand itu yang menurun. Apakah
brand ini sangat kredibel? Tidak ada tokonya, tidak ada cabangnya.

Masa saya percaya? Kalau saya mau komplain, mengadu punya masalah, mau tukar barang,
bagaimana? Oleh karena itu brand yang sudah sangat kuat di online, jangan salah, harus
punya presence di offline. Itu yang jadi masalah untuk brand-brand yang ada di Indonesia
yang terjebak di online. Misalnya kita lihat Line, misalnya. Line itu messenger yang cukup tren
sekali. Untuk sukses di Indonesia dia buat Line activation yang sifatnya offline. Ada acara, ada
event dan segala macamnya. Bahkan Zalora saja buat popup store di Indonesia. Padahal di
luar mereka tidak buat popup store sebelumnya. Berrybenka, misalnya, walaupun dia sangat
kuat di online, tapi otomatis orang Indonesia butuh offline. Buat popup store di mall. Bisa beli
atau tidak belum tentu tapi minimal customer bisa merasakan experience offline bahwa brand
ini terpercaya. Bahannya bagus dan segala macamnya. Jadi baik yang di online akan punya
presence di offline sehingga integrasinya akan seamless.

Kalau kita memikirkan cara kita integrasi antara offline dan online customer mungkin akan
tidak peduli sebenarnya, yang peduli adalah company-nya. Bayangkan cara untuk
mengintegrasikan online dan offline ini kita membayangkan mungkin home theatre, misalnya.
Bagaimana cara kita mengeksekusi dimana offline, berapa besar di online, berapa kecil
biayanya di online dan segala macamnya kita bayangkan seperti home theatre saja. Customer
adalah yang mendengarkan home theatre-nya. Ketika ada musik atau film yang ditayangkan
tidak semua speaker kencang suaranya. Jadi bukan berarti kita kalau punya offline dan online,
offline bujetnya besar, online-nya bujetnya kecil. Tidak bisa begitu. Kita harus orchestrate
supaya musik yang terdengar enak, bagaimana caranya kapan kita harus kencang di offline,
kapan kita harus kencang di online, kapan mungkin dua-duanya harus sedikit, kapan dua-
duanya harus kencang semua. Itu kita bayangkan bagaimana cara kita mengintegrasikan. Ada
porsi yang ditentukan, sesuai dengan tujuannya. Bagaimana cara kita menentukan porsi yang
sesuai, kembali lagi ke customer journey.
MP101

Dari aware, appeal, ask, act, sampai advocate. Tujuannya akan berbeda-beda jadinya. Kita
bagi supaya lebih mudah dari lima journey ini adalah dua tahap. Misalnya dari aware, appeal,
sampai ask itu adalah tahap inisiasi dimana customer belum beli barangnya, sementara untuk
tahap act samapi advocate kita sebut tahap action. Jadi ada dua tahap sebelum dia beli barang
dan sesudah dia beli barang. Di dua tahap ini strategi yang kita lancarkan berbeda sekali,
ketika di tahap inisiasi yang paling penting adalah exposure. Yang kita lakukan adalah
bagaimana caranya bagaimana brand tersebut tetap OK kece istilahnya saat tahap inisiasi.
Kita harus merubah mindset-nya sebuah brand yang tadi objective-nya adalah exposure besar-
besaran, kita harus ganti jadi yang sifatnya engagement. Kita harus cari tahu konten apa
sebenarnya yang memberikan value untuk customer supaya dia mau tahu kita sebenarnya
brand apa.

Tahap inisiasi. Jadi kita harus mengubah yang tadinya exposure ke engagement. Untuk
menciptakan engagement di tahap exposure sungguh sulit. Ada banyak hal yang bisa kita
lakukan untuk membangun brand yang baik, untuk menciptakan engaging value. Contohnya
ada beberapa, contoh saja misalnya supaya saya dilihat, dilirik oleh customer, saya
menciptakan value yang sifatnya ekonomi. Karena ternyata customer itu mau tahu yang
sifatnya ekonomis. Barang saya murah, harga saya murah. Itu yang customer mau tahu. Tapi
ada juga customer yang lebih cenderung mau tahu tentang social value. Kira-kira brand ini
apa sebenarnya yang dikedepankan, jadi dia bisa sampaikan brand ini telah menolong banyak
orang. Itu tugasnya supaya kita bisa membuat engaging value yang benar. Di tahap
berikutnya, tahap action, yang harus kita create adalah mindset-nya harus berubah. Yang
tadinya komen dan kontrol, kita dikte customer untuk beli barangnya. Ayo beli!
Kesempatannya sudah habis, besok harga naik.

Itu cara kuno yang harus kita ubah adalah yang tadinya komen dan kontrol jadi kita connect
dan collaborate kebutuhan mereka apa kita facilitate. Kalau dulu kita ada tiga tahap
perjalanan. Bagaimana cara kita mengubah yang namanya komen dan kontrol menjadi
connect dan collaborate. Kalau dulu customer jadi raja, semua apapun maunya dilayani, kalau
sekarang mereka mau kolaborasi dengan kita. Jadi supaya kita sukses medianya menciptakan
integrasi yang baik, kita harus mengatur porsi kita di inisiasi seperti apa dan porsi di action
MP101
seperti apa. Dengan cara kalau di inisiasi kita menciptakan engaging value, sementara kalau
ditahap action kita menciptakan, memberikan kesempatan customer connect dan collaborate
dengan brand, sehingga brand itu secara ke depan akan lebih sustainable dan interaksinya
lebih dihargai oleh customer.

Kita sudah tahu semuanya dari enam sesi ini secara garis besar tentang brand itu seperti apa.
Perlu diingat kembali, brand itu aset. Jadi kalau aset itu harus didayagunakan sebaik mungkin.
Jangan takut berubah, brand itu dinamis, customer berubah, landscape berubah, sudah
selayaknyalah brand itu berubah. Tapi kita harus tahu cara yang tepat berubahnya seperti
apa. Bukan hanya eksekusi yang dipikirkan tapi strateginya terlebih kembali harus dipikirkan.
Gunanya apa? Supaya brand tersebut bukan hanya sukses dimasa kini tapi juga sustainable di
masa mendatang. Supaya lebih paham dan lebih mengerti tentang materinya. Jangan lupa
ikut tes, nya. Tidak susah, kalau tadi mendengarkan pasti bisa. Dengan begitu berakhirlah
enam sesi ini bersama saya Yosanova Savitry. Sampai bertemu dikesempatan lainnya. Terima
kasih.
MP101

Effective Marketing in Digital Era

Transkrip

Minggu 5 : Hermawan Kertajaya on Services

Video 1: Overview: The Importance of Service in Business

Video 2: Customer Experience Mapping as a Tools to Achieve Customer Engagement

Video 3: Mapping Customer Journey

Video 4: Discovering Customer Experience

Video 5: Mapping Interaction with Company

Video 6: Identifying Opportunity for Service Improvement and Differentiation

Video 1: Overview: The Importance of Service in Business

Halo para pembelajar Indonesia X. Selamat datang di kursus “Effective Marketing in Digital
Era”. Pada kesempatan ini saya ingin menjelaskan pentingnya pelayanan dalam bisnis. Kita
lihat di jaman yang belum terlalu terkoneksi seperti ini, ada 4 hal yang orang selalu lalui dalam
perjalannya sebelum dia membeli. Pertama dia aware dulu. Dan setelah dia aware biasa dia
lalu bersikap, ada suatu attitude yang sudah menentukan pilihan dibenaknya. Lalu dia act, dia
membeli barangnya. Dan kemudian dia membeli lagi, dia act again. Itu yang kita lihat. Dan
biasanya loyalitas dihitung dari act again ini, itu di era non connectivity, kita bilangnya seperti
itu. Dan kita lihat semuanya serba linier waktu itu.
Misalkan si Anton melihat iklan di TV, dia suka iklan di TV. Besok dia ke toko dia beli, selesai.
Kemudian katakanlah si Budi, dia melihat iklan di billboard, dia suka dengan iklannya, dia
besok beli ke tokonya, barangnya, kemudian kalo dia tidak suka barangnya dia tidak akan beli
lagi, seperti itu. Katakanlah si Tini, dia membaca majalah di rumah, kemudian dia pergi ke
super market, dia melihat ada barang di majalah yang menarik, kemudian dia pergi ke super
MP101
market membeli barangnya, kalau dia suka dengan barangnya dia beli lagi, simple seperti itu.
Tapi jaman sekarang dimana semua sudah serba terkoneksi, tidak selinier itu. Kita lihat bahwa
memang awalnya orang tetap mulai dari awareness dulu. Kemudian setelah aware yang
paling penting adalah apa? Itu menarik gak buat dia, appealing gak buat dia. Karena kalau
tidak appealing buat yang bersangkutan, maka dia gak akan bertanya-tanya, dia tidak akan
bertanya-tanya ini barang dimana belinya, rasanya gimana, bagaimana cara memakainya, dan
sebagainya. Dan setelah dia bertanya-tanya baru kemudian dia act. Dia act, dan setelah dia
membeli barang itu dia bisa act again lagi bisa membeli lagi. Tetapi yang lebih penting lagi
adalah apa? Apakah dia melakukan advokasi atau tidak. Ini yang kita kenal dengan
pendekatan 5A, Aware, Appeal, Ask, Act, dan Advocacy. Ini yang biasa kita lihat terjadi di era
yang serba terkoneksi seperti ini.
Memang di era yang sangat terkoneksi ini, semua tidak menjadi linier seperti dulu. Orang
mempunyai ide membeli, dia bertanya dulu, dia tweet dulu ke temennya, semua membaca
memberi input, ada yang masuk ke Instagram, ada yang ngomong di Whatsapp group, dia
bertanya ke tokonya, dia datang, dia membandingkan secara online, semua seperti ini.
Sebelum yang bersangkutan mengambil keputusan untuk membeli atau tidak. Jadi sangat-
sangat kompleks. Dan ini harus kita perhatikan sebagai seorang pemasar. Dimana ini, orang-
orang ini mencari informasi? Apa informasi yang dia cari? Kepada siapa dia bertanya? Dan
seterusnya. Ini yang menjadi suatu PR yang sangat menantang sekali bagi para pemasar di
Indonesia khususnya. Kita tahu bahwa di Indonesia orangnya makin digital, masyarakat makin
digital, makin terkoneksi, dan netizen-nya paling aktif didunia. Ini yang membuat kita harus
mencermati perkembangan pasar seperti ini.
Kemudian kita lihat bahwa kalau orang menikmati sesuatu itu ada 3 tahapan yang kita lihat.
Dia pada tahap “oke”, dia pada tahap “aha”, itu diatasnya “oke”, atau dia pada tahap “wow”.
Kalau kita, orang mengatakan bahwa produk kita ini oke, sebenernya biasa-biasa saja. Brand
kita ini oke, itu biasa-biasa saja sebetulnya. Gak ada sesuatu yang aneh. Kita baru luar biasa
kalau orang bisa mengatakan bahwa brand kita atau produk kita ini wow. Tetapi menariknya
untuk menjadi wow itu tidak gampang lagi. Sangat sulit menjadi sesuatu yang wow. Kalo oke
itu baru level 1, kita baru menikmati sesuatu, enjoyment. Level 2 kita sebut sebagai
experience, itu dimana orang mengatakan aha gitu yaa. Dan level 3, level wow tadi itu, baru
ada suatu engagement antara yang menikmati layanan-layanan kita maupun produk-produk
kita. Dan kita lihat bahwa customers itu harus kita pahami, impresi-impresinya. Kalo misalkan
MP101
ada 5 impresi, ada yang dari “boo”, itu udah jelek banget, terus terang orang udah gak mau
dengan seperti itu, boo gitu yaa. Ada yang “arrggh”, itu level 2 ya. “Oke” nah ini orang gak
marah, tapi juga netral begitu ya. Kalo “aha” itu sudah lebih meningkat lagi. Dan yang kita
cari tadi adalah yang “wow”. Dan “wow” ini sekali lagi tidak mudah. Dan kita lihat bahwa kalau
orang semakin “boo”, semakin “huu”, semakin marah, semakin “aarggh”, dia biasanya juga
memberikan advokasi, tetapi advokasi yang negatif. Pada sisi lain, kalau orang mengatakan
“oke”, kadang dia memberi advokasi kadang tidak, biasanya netral. Tapi kalau misalnya sudah
“aha” dan “wow”, nah ini biasanya juga akan memberikan advokasi. Tapi kali ini advokasinya
adalah advokasi yang sangat positif. Ini yang tentu kita cari, bukan advokasi yang negatif tadi.
Nah itu tadi awal dari layanan dan layanan menjadi penentu sekarang bagi setiap orang untuk
menentukan competitiveness-nya.
Tanpa layanan, sekarang susah kita berkompetisi. Produk kita, kalau kita lihat produk itu
terdiri dari barang dan jasa, ini bisa gampang ditiru orang. Kita hari ini bikin produk baru,
produk bagus, besok ditiru orang. Jasa kita dibikin hari ini bagus, besok bisa ditiru orang.
Sehingga makin sulit menciptakan diferensiasi, makin sulit membuat orang menjadi “aha” dan
“wow” tadi. Lalu bagaimana triknya? Kita coba melalui layanan-layanan yang men-support
barang maupun jasa kita ini. Barang dan jasa itu adalah produk kita mengenalnya yaa. Nah
layanan-layanan ini diharapkan bisa membuat orang menjadi yang “aha” atau “wow”. Ini yang
menjadi penting. Bukan “boo” atau “arrgghh”. Bukan seperti itu. Jadi sekali lagi dengan
memahami tahapan-tahapan tadi, 5A tadi, masih ingat mungkin ya. Pertama aware, kedua
appeal, ketiga ask, keempat adalah act, kelima adalah advocacy. Dengan memahami tahapan
ini, kita harus selalu bisa mencoba orang mengalami sesuatu yang “aha” dan “wow” tersebut.
Ini adalah yang dapat saya sampaikan untuk sesi pembuka ini.

Video 2: Customer Experience Mapping as a Tools to Achieve Customer Engagement

Para pembelajar Indonesia X, kali ini saya ingin melanjutkan lagi dengan menjelaskan yang
namanya customers experience mapping sebagai alat untuk menciptakan suatu customers
engagement yang kuat. Kita lihat bahwa alat ini penting karena dapat menjadi panduan bagi
orang-orang yang bekerja di suatu perusahaan dalam memberikan layanan yang baik. Bukan
hany baik, tapi interaksinya dengan para pelanggan menjadi cocok sekali, menjadi sangat
bagus sekali, panduan. Jadi panduan bagaimana berinteraksi dengan para pelanggan. Itu yang
MP101
pertama Kedua, kita juga bisa merancang sistem pendukungnya. Karena apa yang terjadi di
frontline, itu harus didukung oleh yang namanya backroomer. Jadi kalau yang di belakang
tidak siap, maka apapun yang terjadi didepan tidak akan bagus. Jadi gak ada lagi istilah
didepan sibuk melayani sebaik-baiknya lalu yang dibelakang pada main gaple, itu tidak bisa.
Jadi harus apa yaa, bener-bener men-support yang ada didepan. Ini yang kita sebut dengan
namanya aktivitas backstage.
Sama seperti kalau kita menonton opera atau pertunjukan di panggung, musik dan
sebagainya. Waah yang main didepan oke gitu ya, tapi gak mungkin dia bagus kalau
dibelakangnya gak ada orang-orang backstage yang bener-bener bekerja menjaga semuanya
agar proper, agar bagus. Dan yang menarik sekali dengan adanya mapping seperti ini, itu bisa
menghindari terjadinya kegagalan. Jadi kita sudah bisa mengantisipasi bahkan kegagalan itu
dan menyiapkan kalau misalnya gagal beneran ini bagaimana ini, apa yang harus kita lakukan,
kurang lebih seperti itu. Jadi inilah kenapa customers experience mapping menjadi sangat
penting sekali dalam memberikan suatu layanan yang baik kepada para pelanggan. Nah kita
di era sekarang ini selalu berawal dari sisi pelanggan. Ini yang kita sebut sebagai kustomer
sentrik. Jadi kita harus mempunyai suatu customer centricity yang sangat kuat sekali. Kita
mulai dari customer behavior, ini yang kita taruh paling depan.
Setelah kita memahami customer behavior kita baru melihat kira kira apa ni, pengalaman
yang diinginkan oleh pelanggan ini. Kita harus pahami seperti itu dulu. Kalau kita memahami
apa yang diinginkan oleh pelanggan ini maka kita melihat kemudian kira-kira kita bisa
memberi interaksi yang bagaimana ini dengan para pelanggan ini. Setelah itu kita juga bisa
melihat dari proses semua ini, kira-kira apa ni kesempatan kita bisa pakai untuk menciptakan
suatu diferensiasi dalam proses ini. Contohnya misalnya begini, kita mulai dari customer
behavior, misalkan ada pelanggan ingin mencari informasi, sederhana kan, mencari
informasi, itu yang dia inginkan.
Orang kalau mencari informasi, kira-kira apa ni? pengalaman yang ingin didapatkan oleh dia?
Pasti dia ingin mendapatkan informasi dengan mudah, dengan cepat, dengan gampang. Dia
mengambil brosur ada disitu, dia mau bertanya ada yang menjawab, ini yang diinginkan. gak
ada tu orang mau bertanya “dimana brosurnya?” lalu harus menunggu 2 jam, gak ada yang
mau begitu, ya kan. Semuanya maunya cepet-cepet, sekarang-sekarang. Ini yang harus kita
antisipasi. Jadi kita harus tau pertama tadi behavior yang bagaimana, dia membutuhkan apa,
mencari informasi misalnya seperti itu. Kedua apa yang diharapkan experience-nya, dia mau
MP101
cepet, seperti itu, dia mampu informasi yang gampang dicerna dan sebagainya. Nah ketiga
baru kita melihat, kira-kira aktivitas kita apa ni untuk memenuhi harapan mereka. Kita taruh
brosur disitu, kita siapkan orang menjaga disini, yang siap menerima pertanyaan disebelah
sana, itu kita siapkan. Jadi waktu orang datang, dia mau mencari informasi, ada brosurnya,
seolah sudah membaca pemikiran dia.
Dia ambil, dia mau bertanya ada yang langsung ditanya seperti itu. Gak repot seperti itu. Inilah
yang perlu kita perhatikan. Dan yang menarik lagi, kita juga harus perhatikan dalam proses
itu orang ini mungkin gak mengalami frustasi. Misalkan kantor cabang kita sedang ramai.
Orang antre kan maunya cepat. Karena dia mengantre, dia frustasi, dia mulai gak comfortable,
dia mulai “ssshhh, ini gimana sih ni, kok gak ada yang melayani dan sebagainya?”. Begitu kita
memahami ini dengan baik, kita harus bisa mengantisipasi dengan apa? Menyediakan
majalah, menyediakan minum, yaa kan. Ada orang yang datang, “mohon tunggu sebentar ya
bu ya” ini yang harus kita lakukan. Sehingga apa? Orang tidak mengalami frustasi yang
berkelanjutan.
Dan ingat bahwa orang semakin frustasi maka dia akan semakin gak puas. Dan dia akan
menjadi apa? Advokator yang buruk. “waah jangan kesitu deh, antrinya lama” dan ini menjadi
bahaya buat perusahaan kita, itu yang kita lihat. Jadi sekali lagi kita harus liat ni dalam proses
itu ada opportune apa yang harus kita lakukan untuk menciptakan diferensiasi. Nah inilah
pentingnya customers experience mapping, dan sekali lagi kita harus lihat, satu kita mulai dari
kustomer dulu, kita lihat apa behavior dia, dia mencari apa, maunya dia apa. Kedua kita lihat
pengalaman apa yang diinginkan oleh dia, cepat, jelas, dan lain sebagainya. Ketiga, kita
menentukan aktivitas apa yang harus kita lakukan untuk memenuhi desire mereka, keinginan
mereka, experience mereka itu. Dan keempat kita juga melihat kesempatan untuk
menghilangkan berbagai titik atau proses yang membuat orang frustasi, ini yang kita lihat.
Karena apa? Customers experience mapping sangat penting sekali.

Video 3: Mapping Customer Journey

Para pembelajar Indonesia X, saya akan melanjutkan dengan suatu sesi yang akan
menjelaskan bagaimana kita memetakan perilaku dari pelanggan. Kita harus melihat
bagaimana perjalanan atau journey dari customer sendiri. Kita lihat bahwa hal ini perlu
dipahami karena sangat penting. Kita lihat bahwa pengalamanan yang baik itu biasanya akan
MP101
memberikan manfaat bagi perusahaan. Karena para pelanggan akan bertambah. Kita lihat
bahwa semakin orang percaya terhadap suatu reputasi karena layanannya bagus, maka akan
makin banyak orang mau membeli ke kita. Mau datang ke kita dan membeli produk-produk
kita. Kemudian naik lagi, kalo layanan kita bagus banyak juga orang yang mau apa?
Merekomendasikan produk kita, merek kita ke orang lain.
Dan yang paling menarik banyak juga orang yang mau membayar lebih mahal, sekitar 10%,
20% lebih mahal asalkan mereka mengalami suatu pengalaman atau customer service
experience yang bagus sekali. Nah inilah pentingnya mengapa kita memahami pentingnya
perjalan dari pelanggan itu sendiri. Dan juga kita lihat bahwa sebaliknya, kalau suatu
pengalaman yang buruk, bad experience itu akan membuat para pelanggan kita jauh,
menjauh dari kita. Bahkan kadang-kadang mereka tanpa mengeluh langsung berhenti
berurusan dan gak mau berbisnis dengan kita.
Langsung pindah ke lain hati, pindah ke kompetitor, itu yang kita lihat. Dan juga banyak sekali
para pelanggan yang kecewa, yang kemudian apa? Men-share ke orang lain “aahh jangan beli
itu, gak enak itu”, “jangan itu urusnya ribet”, mereka melampiaskan marahnya dengan
memengaruhi orang lain untuk tidak membeli produk kita. Jadi bayangkan kalau ada 1 atau 2
orang yang kurang puas lalu dia share ke yang lainnya. Bayangkan snawball efeknya itu
menjadi sangat luar biasa dan ini tentunya ini sangat merugikan kita semua. Intinya kita harus
terus meningkatkan bagaimana memberikan pengalaman-pengalaman yang bagus kepada
para pelanggan dan sebaliknya kita harus selalu menghindarkan terjadinya bad experience di
pelanggan. Ini yang harus kita pegang secara bener-bener. Nah kenapa mereka kok makin
canggih seperti itu? Kita tahu bahwa pelanggan ini makin sophisticated yaa, makin pinter.
Kita tahu sendiri kan kalau kita mau beli sesuatu ada Google, tinggal di Google aja udah
ketahuan. Tinggal di cek di Google udah ada. Gak ada Google kita cek ketemen-temen kita.
Kita tinggal tanya di Whatsapp group misalnya, mereka akan menjelaskan juga. Jadi ini yang
kita lihat, orang jadi makin sophisticated. Teknologi memungkinkan orang tahu bahkan bisa
memahami produk kita ini berapa ni harga pokok produce-nya. Mereka bisa tahu itu juga.
Mereka bisa tahu ini otentik atau tidak. Mereka bisa tahu ini apa namanya, after sales service-
nya bagus atau tidak. Mereka bisa tahu ini harganya fair atau tidak. Jadi mereka makin
sophisticated, makin canggih makin pinter. Ini adalah trend pertama yang kita temukan. Nah
kedua, trend kedua adalah semua mau serba cepat. Tadi saya katakan di sesi sebelumnya
MP101
orang maunya di “wow” kan, wooow. Itu udah gak cukup lagi. Sekarang selain wow, orang
juga harus apa? “Now”. Jadi from wow to now.
Tapi untuk menjadi now juga gak gampang. Kita harus memikirkan bahwa supaya semuanya
cepat kita harus memberikan layanan yang lebih simple, proses yang lebih simple, lebih
mudah, lebih cepat tentunya, dan juga apa? Relevan. Orang buru-buru kita beri layanan cepat.
Kalo orang yang gak buru-buru ya kasi layanan yang biasa-biasa aja. Jadi harus relevan juga
dengan kebutuhan orang. Dan terakhir tentunya apa? Dengan layanan-layanan seperti ini kita
juga tetap harus memperhatikan secara cost itu masuk gak hitungan kita, efisien gak buat
kita, karena kalau gak efisien percuma juga, orang seneng tapi perusahaan kita mengalami
biaya tinggi, dan itu akan berpengaruh ke profitabilitas kita. Jadi kita harus perhatikan itu.
Ketiga, trend ketiga adalah orang semakin percaya dengan orang asing.
Nah ini dia, kalau anda mungkin para pembelajar yang mau pesen hotel misalkan, masuk
kedalam satu apa namanya, website gitu yaa. Yang dilihat apa? Ada gak ini apa namanya, yang
namanya itu ratings yang diberikan oleh orang-orang yang sudah pernah mencicipi produk
tersebut, sudah pernah mencicipi layanan dari suatu perusahan tersebut. Jadi makin percaya
dengan rating misalkan, dengan orang lain. Kita akan datangi suatu kota, kita datang lalu kita
tweet misalkan, “ehh saya sedang ada di Semarang lhoo, saya sedang ada di Surabaya lhoo,
enaknya makan apa?”. Dalam waktu 5-10 menit ada belasan orang memberikan masukan ke
kita. “ehh makan disini enak” “yang ini enak” “harganya ini” kita percaya saja sama mereka.
Jadi ini yang kita lihat trend ketiga bahwa orang semakin percaya dengan orang asing. Dan itu
dimungkinkan dengan adanya konektivitas yang sangat luar biasa sekali. Dan kita lihat trend
keempat, semakin apa yaa, omni-channel kurang lebih seperti itu ya. Artinya apa? Yang orang
liat di website harus sama dengan yang di offline.
Brosur yang kita baca, yang manual itu yang kertas dengan yang ada di website harus sama.
Kita check in melalui online dengan check in secara manual harus sama hasilnya, ini yang kita
lihat. Jadi kita juga mengenal istilah show roaming dan web roaming. Terserah kita mau online
ke offline atau offline ke online harus tetep konsisten semua sumber informasi-informasi
tersebut. Jadi yang kita lihat harus kordinan dan menjaga konsistensi itu gak gampang juga.
Jadi gak bisa nih secara online kita enak check in-nya, sampe suatu tempat situ “ohh gak boleh
masuk, kenapa, karena bapak online jadi artinya berbeda” orang gak mau begitu lagi. Harus
konsisten, ini yang kita lihat. Kemudian trend yang kelima, bahwa orang tuh punya style-nya
sendiri-sendiri. Sekarang susah kalau kita mau menjual catering gitu yaa, makanan yang gak
MP101
boleh milih. Waah gak bisa, orang mau meracik sendiri, silahkan mereka. Baju boleh ini, mobil
bahkan bisa di customize, untuk memenuhi style masing-masing, ini yang kita lihat trend yang
kelima. Semakin menonjolkan personal style-nya dia sendiri. Jadi kalau kita lihat tadi saya
ulangi sedikit bahwa pertama customers semakin pintar, semakin sophisticated. Dan ini yang
membuat mereka menjadi semakin tinggi tuntutannya, semakin susah dipuaskan, dan kalau
bisa puas pun belum tentu loyal, ini yang pertama.
Kedua kita lihat ingin serba cepat. Jadi kita harus memikirkan bagaimana kita
menyederhanakan proses, membuat proses makin mudah, makin cepat, dan yang penting
makin relevan, dan yang paling penting lagi apa? Secara biaya masih bisa kita terima, seperti
itu. Dan ketiga tadi kita lihat bahwa kita semakin percaya dengan orang asing, kita mau nginep
di hotel kita tinggal lihat rating dari orang lain kita percaya aja sama dia. Kita datang ke suatu
kota, kita tweet orang menjawab kita percaya sama dia, seperti itu. Ini yang kita lihat, mau
pilih restoran mana orang lain yang memberi rekomendasi kita ikut aja begitu yaa, seperti itu.
Kita gak kenal juga padahal sama mereka. Dan keempat, kita harus perhatikan omni-channel
kita, kita banyak cari channel-nya banyak peroleh.
Tapi kalau tidak konsisten satu dengan yang lain itu belum omni-channel namanya. Jadi harus
konsisten semua kontennya, prosesnya, dari berbagai channel ini. Baik yang online maupun
offline. Sumber informasi yang online dan offline juga harus konsisten. Dan kelima adalah,
orang/pelanggan makin ingin menonjolkan personal style-nya dia. Dia ingin melakukan
customization. Jadi harus membuka ruang buat mereka melakukan customization supaya
style-nya dia ada di produk kita. Warnanya, bahannya, dan sebagainya dan sebagainya.
Bahkan rasanya, ada yang mau lebih pedas, lebih manis, dan sebagainya. Itu yang harus
dibuka seluas-luasnya bagi para pelanggan.

Video 4: Discovering Customer Experience

Para pembelajar Indonesia X, kita lanjutkan lagi dalam satu sesi yang tujuannnya adalah
bagaimana memahami customers experience. Kita lihat bahwa ada 2 kutub, yaitu dari sisi
customers dan dari sisi perusahaan. Karena apa yang dipikirkan oleh perusahaan belum tentu
yang dipikirkan oleh pelanggan. Demikian juga sebaliknya. Jadi kadang-kadang perusahaan
mikirnya “waah kayaknya ini harus cepat nih, harus canggih” tapi pelanggan mikirnya gak
begitu. Dia maunya biasa-bisa saja, yang cerah warnanya, gak ada hubungan yang seperti
MP101
dipikirkan oleh perusahaan. Nah ini yang menimbulkan gap. Jadi kadang perusahaan sudah
melakukan hal yang sebaik-baiknya, tetapi ketika di deliver, kita diberikan di ke pelanggan,
ternyata bukan itu yang diharapkan oleh pelanggan. Sehingga kita perlu ada satu titik interaksi
antara perusahaan dan pelanggan.
Untuk mendapatkan pemahaman pelanggan itu sendiri. Nah kita liat bahwa misalkan
contohnya gini ni, company berpikir bahwa apa ya, customer menginginkan fasilitas restoran
yang lebih baik begitu, ya kan, mewah apa. Ternyata enggak, ternyata customer malah
berpikir “saya cuman perlu pelayanan yang responsif dan ramah” jadi gak harus mewah
ternyata. Jadi kalo kita memberikan suatu tempat yang mewah, tapi itu tidak yang diinginkan
oleh pelanggan, ya juga gak akan ada yang merasa konek dengan apa yang kita berikan. Itu
contohnya, salah satu contohnya. Ini perbedaan antara apa yang dipikirkan perusahaan dan
apa yang dipikirkan oleh pelanggan.
Kemudian misalkan begini, perusahaan berpikir bahwa hanya jangan-jangan pelanggan mau
ini, suatu minuman dengan rasa baru, begitu yaa. Kemudian perusahaan
membuat/memproduksi suatu minuman dengan rasa baru. Ternyata apa yang terjadi?
Pelanggan gak mau itu kok, dia bahkan melihat bahwa kalau anda merubah rasa yang lama,
waah, ini gak bener anda. Anda meninggalkan apa namanya, rasa yang legendaris. Naah itu
repot juga kan, malah dia gak beli tuh rasa yang baru. Malah dia mungkin marah dengan rasa
yang baru tadi itu, ini contohnya. Kemudian kita lihat bahwa kenapa customers experience
management itu begitu penting. Pertama, ini kita bisa menguatkan prefensi yang lebih baik
lagi dari para pelanggan. Jadi kalau dia mengalami pengalaman yang berbeda, pengalaman
yang menyenangkan, maka customers akan semakin suka dengan kita, semakin memperkuat
preferensinya. Kemudian apa? Meningkatkan pendapatan juga. Karena apa? Dengan mereka
suka dengan kita, mereka mungkin bercerita dengan orang lain, apa melakukan sesuatu word
of mouth dengan orang lain, gitu ya.
Maka kita akan mendapatkan makin banyak pelanggan dan itu meningkatkan penjualan kita.
Kemudian apa? Meningkatkan loyalitas pelanggan juga. Karena apa? Mereka merasa diurusin
dengan kita, diperhatikan. Interaksinya bagus, dan mengalami sesuatu interaksi yang sangat
bernilai, bermanfaat, dan susah dilupakan. Nah ini membuat mereka semakin loyal dengan
kita, ini yang kita lihat. Kemudian menurunkan biaya juga. Karena tidak banyak pelanggan kita
yang akhirnya pegi meninggalkan kita. Mahal lho nih, pelanggan kok pergi, bayangin berapa
biaya kita dapetin dia dulu. Ada yang namanya customer acquisition kan, itu mahal sekali, jadi
MP101
jangan sampai hilang. Dan kalau entar pikiran “ahh gampang, ilang gapapa kita dapet yang
baru lagi” yang barunya ada biayanya untuk mendapatkan. Jadi kita lihat sebesar mungkin
menghindarkan namanya turn, atau customer turn. Itu yang coba kita hindarkan. Tipe dari
pengalaman atau experience yang diharapkan oleh pelanggan kita bisa kelompokan secara
besar ada empat, pertama yang sifatnya relational, ya kan, kemudian yang sifatnya yang
transformational, kemudian ada lagi yang sifatnya transactional, dan satu lagi ada yang
sifatnya experiencial.
Bisa kita mulai dengan contoh yang tipe relational. Misalnya kita berurusan dengan Bank, itu
namanya relational. Jadi Bank memberikan pelayan ke kita, ada hubungan yang kuat antara
kita dan pelanggan atau dengan Bank kita, itu relational. Dengan asuransi, itu relational.
Kemudian urusan kita yang sifatnya transformational, kita ke salon. Rambut gondrong
dipotong menjadi pendek. Berubah kan kita, itu transformational. Kita sakit perut kita ke
dokter diobatin, sembuh. Itu namanya transformational. Ada sesuatu yang berubah dengan
kita, ya kan. Operasi plastik, itu juga transformational yaa. Sekarang banyak ni di kota-kota
besar orang-orang melakukan operasi plastik. Kemudian transactional, kita memesan buku
dari amazon.com, bukunya datang kerumah kita, kita terima bukunya, kita terima kita baca,
selesai, itu transactional, seperti itu.
Kemudian orang memberikan kiriman surat, itu transactional juga. Kemudian ada lagi yang
menarik adalah experiencial. Misalkan kita tinggal di hotel dengan pemandangan yang indah,
kita mengalami, waah, menikmati kenikmatan itu experiencial. Kita datang ke suatu restoran
yang apa yaa, menarik makanannya gitu yaa, yang cara masaknya berbeda,
ruangannya/dekorasinya bagus sekali, environment-nya enak sekali, ada di puncak gunung,
itu suatu experiencial juga. Gak cuma makan untuk kenyang, tapi ada suatu experencial disitu,
ini yang kita lihat. Nah untuk mendapatkan insight dari customers experience
mengepakkannya kita bisa melakukan sesuatu research. Research-nya bisa sifatnya dari data-
data sekunder atau juga kita melakukan research-research yang sifatnya dengan
menggunakan data-data primer.
Yang bisa kita lakukan secara kuantitatif maupun kualitatif. Nah cuma sayang orang melihat
bahwa melakukan secara kualitatif itu gak scientific, itu keliru. Dua-duanya scientific
sebetulnya, baik kuantitatif maupun kualitatif. Asal dilakukan dengan metode-metode
dengan cara-cara yang memang sudah bakukan, seperti itu. Jadi kita lihat lagi ada
mendapatkan insight dari pelanggan dengan dua cara, dengan data sekunder dengan data
MP101
sekunder ataupun dengan data primer. Dan data primer kita bisa dapat melalui riset
kuantitatif maupun riset yang kualitatif. Nah itu tadi adalah penjelasan mengenai bagaimana
kita memahami customers experience. Ada 4 kalau para pembelajar ingat tadi. Pertama yang
sifatnya relational, kemudian yang kedua transformational, ketiga yang sifatnya transactional,
dan keempat yang sifatnya experiencial. Semuanya harus kita pahami sehingga kita dapat
memberikan suatu layanan bahkan men-deliver produk kita dengan menciptakan suatu
pengalaman yang memorable bagi para pelanggan.

Video 5: Mapping Interaction with Company

Para pembelajar Indonesia X, sekarang saatnya saya menjelaskan para anda semuanya
bagaimana kita memetakan interaksi antara para pelanggan dengan perusahaan. Kita lihat
bahwa dalam fase suatu pelayanan ada 3 fase yang akan dilalui. Pertama adalah fase yang
kita sebut sebagai pre-purchase stage. Ini orang belum beli ini, baru pre-purchase, ya kan.
Kedua pada saat terjadinya service encounter, ketika dia mengalami suatu layanan.
Menikmati produk kita, layanan kita, dan sebagainya. Ini tahapan yang kedua. Dan yang ketiga
adalah post-purchase stage. Ini dimana mereka sudah selesai mengalami semua itu dan mulai
melakukan evaluasi. Jadi ini 3 tahapannya, pre, during, dan after. Pre, during, dan post, ini
yang kita lihat. Kita mulai dengan yang pre-purchase stage dulu. Kita lihat bahwa pertama
orang akan ada merasa kekurangan sesuatu. Kalau orang merasa lapar dia butuh makan.
Orang kepanasan dia mungkin perlu AC, gitu kan. Orang kehujanan butuh payung. Ini stimuli-
stimuli-nya.
Atau bahkan sebetulnya dia gak perlu apa-apa, dia lagi diem tiba-tiba didepan ada orang
minum es jus yang enak banget, aduh, dia kepengen tiba-tiba. Semua bisa terjadi seperti itu,
itu namanya stimuli. Ada yang dari diri kita, ada yang dari orang lain, dari iklan, termasuk salah
satu yang menciptakan apa namanya, stimuli yang kuat bagi kita. Kemudian setelah dia
merasa kekurangan itu dia mencari informasi, beli dimana ya, yang enak yang mana ya,
pilihannya yang mana ya, mencari informasi seperti itu. Dan sampai pada mengevaluasi
sejumlah alternatif yang ada. Baik dari warnanya, ukurannya, layanannya, harganya, yaa, after
sales service-nya, macem-macem, semua di evaluasi. Dan kemudian dilanjutkan dengan
memutuskan membeli yang mana, itu yang kita lihat. Dan kita lihat didalam memberikan
evaluasi, kalau kita lihat produk itu ada spektrumnya, ada continuum-nya, ada yang sifatnya
MP101
sangat tangible, produk banget, ini apa, berupa barang sekali gitu ya, bukan produk maksud
saya, barang gitu ya. Ada yang sifatnya intangible, pure jasa. Misalkan kita beli korek api, itu
barang udah, ya kan. Gak ada kan beli korek api ada yang bukain pintu begitu, kemudian apa
namanya, memberi layanan silahkan duduk gak ada, korek api ya korek api aja sudah gitu kan
ya. Kita pergi ke mana ya? Eee kita menonton film, kita begitu nonton film selesai pulang gak
bawa apa-apa kan.
Cuma ingatan mengenai cerita film itu. Itu berarti pure jasa. Jadi dari barang sampai jasa. Ada
yang mungkin adanya ditengah nih, paduan dari dua-duanya. Kita ke restoran, ada yang
melayani kita, ada yang tidak bisa kita bawa pulang. Tapi ada barang-barangnya juga ada
makanan yang kita beli, yaa. Meskipun sifatnya adalah apa namanya, tidak durable gitu yaa,
itu yang kita lihat. Jadi tergantung dimana letak produk yang kita beli itu. Antara barang dan
jasa ini. Dan ingat antara barang dan jasa ini dibawahnya didukung oleh sejumlah layanan-
layanan.
Kemudian kita lihat lagi lebih lanjut lagi bahwa dalam suatu service encounter, dalam
memberikan suatu layanan, ada 3 hal yang sangat perlu diperhatikan. Pertama adalah
physical evidence-nya. Orang datang ke Bank dia ingin lihat Bank-nya ada, dia ingin lihat ada
kursinya, ada teller, itu physical evidence. Bagus enggak, seragam yang dipake itu physical
evidence. Bahkan ballpoint yang dipake oleh yang jadi apa namanya, pemberi layanan itu juga
physical evidence, satu. Kedua adalah apa? Prosesnya. Ada mengambil kartu, antri, duduk,
mengisi formulir, dan sebagainya itu prosesnya. Kita check in ke hotel juga begitu kan, harus
mengisi menyerahkan KTP dan sebagainya itu prosesnya. Ketiga, dan ini adalah unsur yang
paling penting adalah people-nya sendiri. Dan dari tiga unsur ini, pembentukan people ini
yang paling susah. Karena physical evidence bisa gampang dibentuk, dibangun. Proses
gampang bisa dibuat. Tapi membentuk people yang cocok, orang-orang yang cocok ini yang
sangat sulit sekali. Apabila tiga unsur semua bagus, maka kita akan dapat menciptakan
namanya moment of truth yang baik bagi para pelanggan.
Dan kita lihat me-manage ehh apa, service encounter kita juga perlu lihat bagaimana
fasilitasnya, bagaimana peran orang-orangnya, ya kan. Apakah ada script-nya, umpama
seperti itu. Mirip kayak kita apa, mementaskan suatu pertunjukan, semua harus ada gak bisa
sepotong-sepotong. Kemudian pada post-purchase stage kita lihat. Kalau tadi kita lihat
sebelumnya adalah pada saat orang menikmati barang kita, layanan kita, itu harusnya
dijelaskan yaa service versality-nya, personal-nya harus terlatih dan sebagainya. Itu pada saat
MP101
mereka menikmati melakukan pembelian menikmati pembelian itu sendiri, barang itu sendiri.
Tetapi pada setelah post-purchase stage setelah mereka lewat semua itu yang perlu dilihat
adalah apakah mereka puas atau tidak. Kalau apa yang kita berikan sesuai dengan yang kita
janjikan, maka mereka mengalami satisfaction. Tetapi kalau apa yang kita berikan lebih dari
yang kita janjikan, mereka, woow, merasa delighted. Itu diatasnya satisfaction.
Demikian juga sebaliknya, kalau dibawah yang kita janjikan, yang kita berikan dibawah yang
kita janjikan mereka akan tentunya sangat-sangat kecewa sekali. Oleh karena itu penting
sekali bagi kita semua untuk menentukan, memahami, semacam titik-titik yang sangat kritikal
yang membuat orang frustasi yang pernah saya share pada sesi sebelumnya. Pertama kita
dapat melihat product information-nya. Gampang dipahami gak sih, susah dimengerti gak sih.
Kemudian kita lihat response-nya. Pelayanan yang kita berikan cepet gak sih, lelet gak sih, nah
gitu. Kemudian kita lihat lagi di prosedurnya, ribet gak sih, membingungkan gak sih. Nah itu
harus kita lihat, itu menimbulkan frustasi. Kemudian tempat membelinya, cabangnya kita
gampang dicari gak sih, seperti itu.
Kemudian juga petugas-petugas kita, terlatih gak, profesional apa tidak, ramah apa tidak,
kaku atau enggak, itu perlu dilihat juga. Dan yang penting juga waktu tunggunya. Ini yang
kadang-kadang membuat orang menjadi frustasi, nah titik-titik ini yang harus kita perhatikan
sebagai critical points yang kalau tidak kita manage dengan baik maka kita akan bisa gagal.
Oleh karena itu harus sering kali me-apa ya, mengumpulkan berbagai informasi dari lapangan
mana ni sebetulnya yang sangat membuat orang frustasi. Kemudian menganilisisnya kenapa
membuat orang frustasi. Kemudian juga kita gak bisa mungkin karena banyak hal banyak titik
yang harus diperbaiki maka kita harus menerapkan apa? Prioritasisasi. Kita prioritaskan mana
yang harus kita perbaiki dulu. Dan setelah kita prioritaskan, baru kita melakukan suatu action
perbaikan agar dimasa mendatang orang yang mengalami eeh apa, layanan di titik-titik ini
tidak mengalami suatu frustasi, saya rasa itu.

Video 6: Identifying Opportunity for Service Improvement and Differentiation

Para pembelajar Indonesia X, sekarang saya sampai pada sesi terakhir saya dalam modul ini.
Di sesi 6 ini saya akan mencoba menjelaskan bagaimana mengidentifikasi kesempatan untuk
melakukan perbaikan layanan dan bahkan menciptakan suatu perbedaan atau diferensiasi
atau differentiation kita kenal sebagai sebutan differentiation. Saya akan mengacu pada
MP101
konsep wow service is care. Inget kata-katanya “CARE”, C-A-R-E. ini ada artinya sebetulnya, C
itu adalah Curb service policies, itu yang C. kemudian A-nya adalah Add extra miles, itu A-nya.
Kemudian R-nya kita harus me-Recognize individual preferences. Dan E-nya adalah Empower
the customers, itu yaa CARE. Coba kita lihat sekarang satu per satu dari yang saya sebutkan
tadi. Pertama kita mulai dari prinsip “CARE”, C-A-R-E, kita mulai dari penjelasan C-nya dulu,
Curb service policies. Intinya begini semua tempat itu pasti ada kebijakan mengenai layanan
gitu yaa. Tetapi jangan terlalu kaku deh dengan layanan SOP-nya harus begini, waduh jangan.
Kita harus sedikit ada flexibility. Ini penting, ya kan. Bayangin aja kita datang ke restoran lalu
orang yang bilang ke waitress-nya gini “mba kita minta garem sedikit” “ohh gak bisa” “waduh,
sejumput aja gak bisa” “gak bisa” itu orang sebel banget kan.
Kita harus sedikit ada flexibility. Yaa tapi jangan terlalu fleksibel juga, nanti gak karu-karuan
juga yaa, ada flexibility. Kita memberikan apa ya, emm kita memperhatikan situasi yang
dialami oleh customers. Kita harus memperhatikan konteksnya, situasinya, kita harus
memahami itu. Dan juga kalo memang ini kayakya gak yakin kita bisa konsultasikan dengan
supervisor kita, dengan atasnya, boleh gak nih kita lakon orang ini agak khusus dikit. Boleh
gak kita berikan ekstra ke mereka. Nah ini gak ada salahnya seperti itu. Kemudian yang kedua,
C-A-R-E yang kedua adalah A, yaitu Add extra miles. Jangan ragu-ragu kita menunjukkan
komitmen ke mereka. Bahwa kita siap melayani yaa.
Kita telpon langsung kita angkat, dipanggil langsung datang ya kan yaa, sigap. Nah itu
menunjukkan bahwa kita memberikan komitmen. Kita sah-sah saja juga memberikan
perhatian ekstra kepada para pelanggan, gapapa gitu yaa, boleh. Itu bagus juga sehingga
mereka merasa dispesialkan/diutamakan. Dan juga kita memberikan apa yaa, kreatifitas juga.
Tetapi harus tetap pada koridor yang disepakati. Boleh kreatif tapi jangan terlalu kreatif juga,
orang bisa bingung juga nanti yaa, jadi itu “CARE”. Kemudian yang berikutnya, R, R adalah
Recognize individual preferences. Nah kita ini harus bisa mengenali customers secara
personal. Misalkan si A, si A ini orangnya kalau hari senin suka mood-nya gak bagus. Jangan
ditelpon dia hari senin, ya kan. Si B misalnya datang ke tempat kita dia gak suka pedes, jangan
dikasi pedes makanannya. Dia pesen makanan dia gak tau itu pedes, kita bilangin dia, seperti
itu. Jadi kita bener-bener memperhatikan preference-nya mereka yaa. Bahkan kalau perlu
kita buat catatan, kalau dia sudah menjadi pelanggan reguler yaa, sering, kita catat nih
kebiasaan-kebiasaannya. Dan juga gak ada salahnya kita spesialkan mereka. Semua guest itu
adalah spesial. Tapi ingat, bahwa pelanggan itu bukan raja lagi ya sekarang yaa, mereka itu
MP101
friend-nya kita. Kalau raja gak pernah salah dia. Tapi sebagai teman kalau dia bersalah kita
bisa menyampaikannya ke mereka sebagai teman, as a friend. Kemudian yang terakhir adalah
apa namanya, yang E, yaitu Empower customers.
Jadi gini, kita harus tanggap dengan feedback dari para customers itu. Cepet sekali kita. Dia
akan memberi masukan kita akan tanggapi. Tapi ingat, tidak semua harus dipenuhi, ya kan.
Ada lhoo customers yang kadang-kadang suka iseng sama kita juga. Kita sebutnya sebagai apa
yaa, J-Customers gitu yaa. Yang mereka ngerjain kita juga. Itu gak perlu ditangggepin, kita
dengerin aja tapi gak perlu dipenuhin yang dia minta, ya kan. Kemudian juga kita libatkan
mereka juga dalam proses ya dalam membangun emm apa proses layanan itu sendiri ya.
Mengisi formulir sendiri, ngambil bumbunya sendiri, libatin. Dengan semakin mereka terlibat
mereka punya ownership terhadap produk yang kita berikan ke mereka, terhadap layanan
yang kita berikan kepadanya juga.
Kemudian kita juga emm apa ya, melibatkan mereka lebih jauh untuk misalkan melakukannya
sendiri bahkan, gak usah kita bantu. Contohnya orang di rumah dengan online banking
misalkan, waah, seneng banget dia kan. Orang dengan apa namanya, beli online misalkan,
gak ada yang melayani kok. Kita memberi empowerment ke mereka supaya mereka dapat
melakukannya sendiri. Ini yang dapat kita lakukan untuk dapat menciptakan suatu layanan
yang semakin baik, yaa, dan bahkan bisa menciptakan diferensiasi. Jadi inget tadi CARE yaa,
C-A-R-E. C yang pertama adalah Curb service policies. Kita jangan terlalu kaku dengan SOP
harus ada fleksibilitas. Kedua A, Add the extra miles. Kita tunjukan komitmen yaa kan. Jangan
sampai titik ini kita coba lebih jauh lagi gitu yaa. Melakukan sesuatu perhatian ekstra kepada
mereka memberikan perhatian ekstra kepada para pelanggan. Itu A. Kemudian R, Recognize
individual preferences.
Kita harus tahu benar secara personal mereka tu maunya apa, kebiasaannya apa, apa yang
mereka suka, apa yang mereka tidak suka, kalau perlu kita catet semuanya supaya kita gak
lupa. Bagus kalau kita bisa masukin ke database kita tentang salah satu atau para pelanggan
kita ini yaa, supaya tercatat dengan rapi. Dan E, Empower customer. Artinya apa? Kita
dengerin bener-bener feedback mereka. Bahkan kita melibatkan mereka dalam proses
produksi kalo perlu yaa, dalam proses layanan itu. Bahkan kalau perlu mereka bisa
melakukannya sendiri. Sehingga mereka bisa bebas melakukannya jam berapapun dan
dimanapun selama ada koneksi dengan layanan-layanan kita. Itu tadi penjelasan secara
singkat mengenai “CARE”. Karena kita lihat bahwa kalau kita memberikan layanan yang wow,
MP101
wow service, berarti adalah apa? Wow service is care, itu. Para pembelajar Indonesia X, tanpa
terasa sebetulnya kita sudah mendekati ending dari ee apa namanya, dari pelajaran “Effective
Marketing in Digital Era”.
Tapi akan ada temen saya satu lagi setelah ini yang akan menghabiskan beberapa satu modul
lagi dengan beberapa sesi nanti ikuti selanjutnya. Dan harapan saya adalah semoga apa yang
kita berikan ini bisa sedikit memberikan pencerahan. Saya rasa gak ada susahnya kok, semua
gampang kan dimengerti. Yang susah cuma satu, bagaimana ini bisa kita terapkan. Banyak
orang yang tau konsepnya, idenya bagus, tetapi kegagalan seringkali bukan di ide atau di
konsepnya, tetapi di eksekusinya, di implementasinya. Jadi hati-hati. Sebagian besar gak bisa
menjalankan, yaa ini problem-nya. Bukan gak paham konsepnya. Jadi kalau teman-teman
pembelajar dari melihat dari awal sampai disini dan mungkin nanti berikutnya di modul
terakhir gak akan ada yang susah. Cuma kita harus punya komitmen benar-benar untuk
menerapkannya. Tanpa penerapan ini juga percuma semuanya. Harapan saya sebagaimana
kita share di Indonesia X ini dapat memberikan manfaat dan berguna bagi kita semuanya.
MP101

Effective Marketing in Digital Era

Transkrip

Minggu 6 : Hermawan Kertajaya on Digital

• Video 1 : Digital Marketing : Landscape

• Video 2 : Digital Channel Selection

• Video 3 : Developing Digital Content Marketing

• Video 4 : Introduction to Search Marketing

• Video 5 : Using Social Media as Digital Marketing Platform

• Video 6 : Measuring Digital Marketing Success

Video 1: Digital Marketing : Landscape

Selamat datang di Indonesia X. nama saya Husin Wijaya. Saya akan membawakan sesi ke-6
dari “Effective Marketing in Digital Era”, yaitu digital marketing. Seperti yang kita tahu bahwa
dunia pemasaran Indonesia belakangan kemudian terjadi perubahaan dimana para pemasar
tidak hanya kemudian mengandalkan kekuatan offline-nya saja, tetapi juga melirik
kemampuan digital marketing-nya. Perbedaan daripada offline dan online marketing ini
terletak kepada bagaimana cara menjangkau daripada pasar itu sendiri. Pasar offline di
jangkau melalui saluran distribusi melalui pembukaan channel diberbagai tempat,
mengumpulkan komunitas-komunitas yang ada di pasar tersebut kemudian melakukan
berbagai event dan terakhir penjualan. Dan kita tahu bahwa proses daripada offline marketing
ini sangat berbiaya besar. Bayangkan saja Indonesia memiliki berbagai daerah yang bersifat
kepulauan sehingga menjangkau daripada pasar tersebut tentunya memiliki biaya yang
sangat besar. Lain halnya dengan kemampuan digital hari ini. 170 juta penduduk Indonesia
hari ini memiliki kemampuan untuk mengakses internet. Dengan smartphone, dengan laptop,
MP101
dengan PC. Mereka bisa mengakses informasi yang sangat beragam bahkan mereka dapat
melakukan pemasaran maupun pembelian melalui online.
Kita tahu bahwa perubahan seperti ini tidak terelakkan. Sehingga kita harus menyadari bahwa
digital marketing merupakan sebuah metode pemasaran yang esensial, yang penting, yang
harus kita kuasai hari ini. Perubahan terjadi ketika behavior atau sikap daripada target pasar
ini berubah didalam cara mereka untuk mencari produk kemudian membeli produk dan
bagaimana kemudian mereka setia dengan produk tersebut. Kita tahu bahwa hari ini banyak
orang melihat iklan, mereka tahu produk itu ada ketika mereka mendengarkan radio
misalnya. Ketika mereka sadar bahwa produk itu ada di pasar, maka kemudian mereka
memikirkan apakah mereka menyetujui atau menyukai produk tersebut. Jadi dari tahap
aware kemudian mereka berubah menjadi ke tahap attitude. Jadi sikap mereka ketika mereka
menyadari bahwa ada produk tersebut menentukan apakah mereka ingin membeli atau tidak.
Setelah itu mereka memutuskan membeli atau tidak, mereka masuk ke tahap yang kita sebut
dengan act. Sehingga keputusan-keputusan tersebut dapat di anggap sebagai keputusan
membeli. Ketika keputusan membeli ini diambil, maka mereka akan masuk ke tahap
berikutnya, act again. Mereka akan loyal, mereka akan setia kepada produk tersebut.
Jadi anda membayangkan anda membeli sebuah kosmetika misalnya melalui sebuah iklan.
Setelah anda sadar ada produk kosmetika tersebut, anda mengambil sikap untuk beli atau
tidak. Kemudian setelah anda membeli anda mungkin saja membeli kembali. Itu adalah era
offline. Tetapi hari ini kita melihat terjadi perubahan sikap daripada pembeli. Ketika mereka
diperhadapkan kepada produk-produk yang ada di internet. Misalnya saja mereka ketika tahu
bahwa ada produk tersebut di iklan tertentu misalnya. Kalo di offline mereka kemudian
memutuskan untuk mengambil sikap suka tau tidak suka. Kemudian mengambil keputusan
beli atau tidak beli. Tapi hari mereka tidak mengambil posisi tersebut. Tapi hari ini mereka
tidak mengambil posisi tersebut. Ketika mereka melihat iklan tersebut mereka kemudian
mencari di internet, melihat review, bertanya kepada rekan-rekannya. Setelah mereka
bertanya kepada rekan-rekannya mereka baru membeli dan setelah itu mereka memberikan
tahu, memberitahu kepada semua orang akan kebagusan atau kehebatan dari produk yang
mereka beli. Jadi ada perubahaan proses dari aware menuju ke appeal kemudian ke ask
kemudian ke action dan ke advocate. Sehingga kalo kita melihat dari konteks pemasaran hari
ini, yang penting bagi kita adalah hari ini adalah mengetahui daripada value proposition
daripada produk dan jasa anda.
MP101
Misalnya saya mengambil sebuah contoh misalnya adalah transportasi online. Kita tahu
bahwa transportasi online menjadi popular hari ini dikarenakan mereka bisa memberikan
berbagai solusi yang bersifat sangat cepat. Kalau dulu kita ingin mencari makan, ingin
kemudian pergi dari satu tempat ke tempat lain kita harus menelpon sana-sini, mencari data,
mencari perusahaan, dan kita menghubungi berbagai perusahaan yang terlibat di dalam
proses tersebut. Tetapi hari ini dengan sebuah aplikasi kita bisa menyajikan kecepatan,
menyajikan solusi dalam santu pintu. Yaitu dalam konteks aplikasi. Sehingga value proposition
ini menjadi sangat penting sekali.
Kedua adalah kita harus menentukan objektif daripada pemasaran ini. Pemasaran digital ini
objektifnya apa. Misalanya adalah objektifnya adalah penjualan. Maka kita harus menentukan
segmen, kita harus menentukan siapa yang kita target, kemudian kita harus menentukan
produk apa yang kita ingin jual. Setelah itu baru kita mencari cara untuk membuat satu konten
marketing yang baik dengan berbagai ide yang baik juga. Setelah kita mendapatkan konten
itu, kita mencari cara bagaimana menyebarluaskan isi daripada konten ini kepada masyarakat
umum.
Jadi misalnya contoh adalah aplikasi transportasi online tadi. Ketika mereka mencari ide-ide
konten mereka menyadari bahwa ada berbagai solusi yang mereka bisa berikan. Solusi
daripada pengataran makanan, solusi pengataran orang dari satu tempat ke tempat lain.
Solusi misalnya membeli obat, solusi kemudian memberikan kesempatan kepada banyak
orang untuk mendapatkan hadiah misalnya. Maka konten-konten seperti ini dapat
disebarluaskan melalui sosial media. Kemudian yang terakhir diukur, dievaluasi. Sehingga kita
tahu bagaimana hasil atau bagaimana meningkatkan daripada sisi penjualan di online
tersebut.

Video 2: Digital Channel Selection

Selamat datang siswa Indonesia X. ketika kita bicara mengenai bagaimana mengembangkan
digital content marketing, barusan saya menjelaskan juga bahwa didalam proses
pengemabangan digital content ini memang ada konsep tadi ya aware, kemudian ada appeal,
ada ask, kemudian action, dan yang terakhir adalah advocate. Didalam konten marketing
memang yang harus kita perhatikan adalah satu adalah apakah konten anda itu visible.
MP101
Artinya bahwa konten itu memang memiliki daya tarik, memiliki satu kemampuan untuk
memikat para pembaca yaitu untuk melihat dan kemudian membacanya.
Kemudian yang kedua adalah yang terpenting adalah materi daripada konten marketing ini
harus relevan dengan target market-nya. Jadi kalau misalnya anda adalah pemasar yang
bergerak di bidang kuliner, maka konten marketing-nya harus sektiar tentang kuliner.
Sehingga makanan, menu, kemudian misalnya wisata kuliner itu mungkin menjadi sangat
relevan buat target market anda. Tapi kemudian selain harus kemudian visible dan harus
kemudian ini adalah bisa relevan, kita juga harus memperhatikan bahwa materi ini juga
mudah sekali dicari. Jadi nanti didalam pemasaran digital kita nanti harus mengandalkan
misalnya keywords, kita harus mengandalkan nanti kemampuan daripada menciptakan
hashtag misalnya, untuk membuat agar pencarian daripada konten marketing ini menjadi
mudah. Atau misalnya kita menggunakan berbagai macam platform daripada social media.
Agar dapat dengan mudah ditemukan oleh target market anda di berbagai jenis platform
social media.
Yang berikutnya adalah tentunya kita harus memastikan bahwa konten yang sudah disiapkan
oleh kita ini harus bisa juga disukai dan di klik atau dicari dan kemudian ditelusuri makin
dalam, makin dalam, makin dalam. Jadi click ability ini merupakan juga satu syarat dimana
kemampuan daripada konten itu untuk memikat si target market ini untuk mencari tahu lebih
banyak, mencari tahu lebih dalam, bahkan kemudian mengambil action untuk membeli.
Setelah itu kita juga harus memastikan tahap terakhir daripada konten digital ini yaitu bahwa
konten ini harus bisa dengan mudah di share kepada semua orang. Konten yang baik di
internet itu adalah konten yang dengan mudahnya bisa dibagikan ke berbagai kalangan.
Sehingga dengan demikian materi daripada konten ini menjadi tersebar kemana-mana.
Sehingga memudahkan bagi rekan-rekan untuk melakukan kegiatan pemasaran. Sehingga
kalau kita melihat dari urutan-urutan dariapda konten hari ini maka tentunya yang pertama
yang paling berharga itu adalah hasil-hasil riset tentunya. Kalau kita lihat banyak sekali
peprusahaan-perusahaan yang kemudian mengeluarkan hasil risetnya, misalnya marketing
trend 2010, marketing trend 2018. Mereka mengeluarkan berbagai pandangan, ramalan, atau
riset yang berkaitan dengan pemasaran. Seperti yang tentunya yang dilakukan oleh Markplus
hari ini. Sehingga itu dikategorikan sebagai konten yang paling berharga di internet. Yaitu
bentuk-bentuk yang bersifat riset.
MP101
Tetapi yang kedua tentunya adalah bentuk-bentuk blog misalnya. Kita tahu bahwa blog itu
juga merupakan salah satu media digital yang digunakan untuk memberikan berbagai ide,
masukan, bahkan tulisan konten yang baik tentang produk dan jasa anda. Bahkan mungkin
disana terjadi interaksi dengan target pasar anda. Jadi itu merupakan juga bagian yang
penting didalam konten dan saya mengkategorikan itu sebagai yang kedua.
Jadi yang ketiga adalah berkaitan dengan infografis. Kita tahu bahwa hari ini banyak sekali
berita, banyak sekali artikel di internet yang begitu beragam dan memusingkan kita untuk
membacanya. Konten digital yang ketiga ini yaitu infografis ini adalah konten yang
memudahkan rekan-rekan untuk mengambil kesimpulan, mengambil inti daripada berita
untuk dicerna dan dipakai dan bahkan dibagikan ke rekan-rekan di internet. Jadi infografis
merupakan konten digital yang penting juga.
Yang keempat adalah contributed content. Dimana rekan-rekan komunitas anda membagikan
berbagai articles dalam sistem anda ke website anda, ke blog anda sehingga materi ini
kemudian berkembang oleh karena mereka saling membagikan sehingga pemasaran akan
menjadi makin riuh dan kemudian materi ini bisa menjadi satu alat untuk melakukan
pemasaran.
Dan yang terakhir itu adalah materi-materi yang kita pilih untuk kita masukan kedalam blog
atau website anda atau social media anda. Jadi ini adalah materi-materi yang kita curated,
kita kurasi. Ya kita lihat, kita nilai, dan kita pikir ini adalah konten yang menarik yang penting
untuk target pasar anda. Sehingga ketika anda kemudian melihat materi atau membuat
materi anda kemudian menilai/menimbang ini produk yang bagus, artikel yang bagus, maka
anda bisa kemudian membagikan. Dan itu adalah yang nomor 5.
Yang keempat adalah contributed content. Dimana rekan-rekan komunitas anda membagikan
berbagai articles dalam sistem anda ke website anda, ke blog anda sehingga materi ini
kemudian berkembang oleh karena mereka saling membagikan sehingga pemasaran akan
menjadi makin riuh dan kemudian materi ini bisa menjadi satu alat untuk melakukan
pemasaran.
Dan yang terakhir itu adalah materi-materi yang kita pilih untuk kita masukan kedalam blog
atau website anda atau social media anda. Jadi ini adalah materi-materi yang kita curated,
kita kurasi. Ya kita lihat, kita nilai, dan kita pikir ini adalah konten yang menarik yang penting
untuk target pasar anda. Sehingga ketika anda kemudian melihat materi atau membuat
MP101
materi anda kemudian menilai/menimbang ini produk yang bagus, artikel yang bagus, maka
anda bisa kemudian membagikan. Dan itu adalah yang nomor 5.
Jadi kalau kita lihat dari konteks ini maka kita perlu juga mengembangkan sebuah barometer
bagaimana caranya membuat konten yang bagus. Dalam hal ini rules of content marketing
adalah pertama adalah mindset. Di dalam pengembangan ini kita harus membuat konten
yang disukai oleh target market anda. Kita harus mengembangkan artikel-artikel yang sesuai
dengan kemampuan membaca barangkali atau juga hobi daripada atau kesukaan daripada
target market anda. Setelah itu baru kita matching-kan dengan karakter daripada merek anda
atau produk anda ini. Jadi articles yang dibuat bukan hanya disesuaikan dengan target pasar
anda tapi juga harus disesuaikan dengan karakter daripada merek anda. Jadi misalnya kalu
anda adalah pemilik sebuah brand yang terkenal misalnya. Anda menjual misalnya kepiting,
seperti itu. Kalau anda menjual kepiting anda kemudian membuat aritkel tentang berbagai
menu kepiting, maka anda harus kaitkan dengan karakter daripada restoran anda gitu.
Apakah anda memang menjual kepiting yang memiliki misalnya rasa yang khas, misalanya
seperti itu. Maka kita harus kemudian mengkaitkan antara articles yang membahas tentang
kepiting dengan kepiting yang anda masak dengan rasa yang khas ini. Dan setelah itu baru
kita sesuaikan momennya untuk kemudian kita pasarkan atau kita sebarkan artikel ini ke
internet.
Jadi misalnya ada momen-momen dimana hari libur misalnya. Nah hari libur biasanya banyak
keluarga yang pergi kuliner, pergi berwisata makan, mungkin itu saat yang tepat anda
meluncurkan artikel-artikel tentang kepiting anda. Dan setelah itu kita harus mengusahakan
agar artikel ini bisa di share, bisa dibagikan, atau kemudian disebarkan oleh makin banyak
orang didalam komunitas anda. Sehingga membuat nanti artikel ini menjadi artikel yang
sangat prominent di internet. Sehingga anda bisa memonopoli daripada keywords tentang
kepiting ini.
Setelah itu pastikan bahwa teknologi yang anda pakai ini adaptif, multi screen. Jadi anda bisa
mengirim artikel ini di mobile, bisa mengirimkan juga artikel ini dan dibaca di website, di
laptop misalnya, dan juga bisa di misalnya di personal computer anda. Sehingga ketika artikel
ini bisa adaptif dengan berbagai media yang dipakai oleh target pasar anda, maka ini akan
membantu pengembangan daripada konten anda ini menjadi lebih baik.

Video 3: Developing Digital Content Marketing


MP101
Siswa Indonesia X saya akan melanjutkan kembali. Jadi setelah kita men-generate konten atau
menghasilkan konten kita harus kemudian memikirkan bagaimana cara mendistribusikan
konten yang anda buat tadi. Jadi ada 3 channel yang bisa kita pakai hari ini, yaitu pertama
yang berkaitan dengan own media. Dimana own media itu misalnya adalah website, kita ada
mobile site, kita ada blog site, jadi semua media yang kita punyai.
Dan yang kedua adalah kita juga bisa menggunakan media-media yang berbayar atau kita
sebut dengan paid media. Kita tahu ada paper click, kita tahu ada advertising, ada display ads,
kita ada misalnya paid influencer, kita membayar buzzer-buzzer seperti itu. Kemudian juga
ada paid content promotion, beriklan di Instagram dan social media ads. Jadi channel yang
kedua ini adalah channel yang berbayar.
Channel yang ketiga yang terakhir itu adalah earn media. Dimana media-media yang kita ada
ini di mention, di share, di likeable. Kemudian ada report-nya, ada review-nya. Jadi ada 3
channel yang harus kita perhatikan baik-baik.
Nah bagaimana cara meningkatkan kemampuan daripada channel-channel ini tentunya kita
bisa kemudian memanfaatkan misalnya search engine optimization dan brand content yang
men-drive atau mendorong media-media yang kita sebut dengan earn media ini. Jadi kalau
kita lihat ada irisan-irisan antara misalnya earn media dan own media maka kemampuan
daripada search engine optimization dan brand content itu menjadi sesuatu yang penting.
Tetapi kalau irisannya itu earn media dan paid media maka kita harus mendorong terjadinya
engagement dan sharing diantara rekan-rekan komunitas anda di internet.
Dan yang terakhir ketika irisan itu bertemu own media dan paid media misalnya, maka kita
harus meningkatkan exposure melalui barangkali search engine optimization atau misalnya
pay per click. Tetapi yang paling ultimate yang paling bagus adalah kita menggunakan 3
channel ini sekaligus. Kita leveraging, kita tingkatkan kemampuannya, untuk membantu
secara optimum pemasaran atau penyebaran daripada konten marketing ini.
Jadi rekan-rekan sekalian, siswa Indonesia X, ketika anda membuat konten yang bagus tetapi
pemilihan channel-nya tidak bagus, maka konten yang bagus menjadi tidak bagus juga. Tetapi
kalau kontennya tidak bagus tetapi channel-nya bagus, maka itupun juga tidak optimum.
Maka oleh karena itu konten yang bagus harus didukung juga oleh channel yang bagus, yaitu
3 channel. Satu adalah yang kita sebut dengan own media, kedua adalah paid media, yang
ketiga adalah earn media.
MP101
Video 4: Introduction to Search Marketing

Siswa Indonesia X, hari ini kita akan belajar tentang bagaimana memanfaatkan search engine
sebagai bagian daripada pemasaran didalam digital ini. Kita tahu bahwa search engine
merupakan sebuah alat digital yang sangat ampuh hari ini dan setiap hari kita mencari berita,
mencari produk, mencari jasa melalui media yang kita sebut dengan search engine. Search
engine memiliki keunggulan yaitu memiliki visibilitas yang sangat tinggi. Kita tahu bawa kita
tidak bisa hidup tanpa Google hari ini, bukan?. Dan didalam memanfaatkan search engine kita
juga terbantukan oleh alat ini untuk mencapai tujuan bisnis kita. Jadi pemakaian daripada
search engine membantuk kita untuk secara efektif memasarkan website kita, memasarkan
berbagai produk kita melalui media ini. Jadi yang ketiga adalah bahwa search engine ini
mudah diukur. Ketika anda melakukan kegiatan pemasaran, search engine memiliki
kemampuan analitik yang membantu anda untuk mengukur berbagai hal didalam kegiatan
pemasaran anda. Sehingga search engine menjadi sebuah media yang sangat penting juga.
Kemudian yang berikutnya adalah kemampuan daripada search engine yang luar biasa ini
memudahkan orang-orang untuk mencari produk anda seketika dimanapun mereka berada.
Jadi penggunaan search engine menjadi sangat penting hari ini oleh karena mereka dapat
mencari dengan instan apa yang ada di search engine tersebut.
Dan yang terakhir adalah kita tahu bahwa search engine memampukan orang kemudian
mencari segala sesuatu informasi tanpa harus pergi ke toko. Jadi sebelum mereka pergi ke
toko, mereka bisa mencari dahulu berbagai informasi menentukan pilihan, membaca review,
bahkan kemudian membanding-bandingkan produk dan jasa yang sama secara instan melalui
search engine. Sehingga konsep ini oleh Google disebut zero moment of truth atau z-moth.
Sehingga kita jadi tahu bahwa hari ini search engine sangat-sangat penting bagi pemasar
digital.
Di dalam search engine marketing ada 3 aspek yang sangat penting yang kita akan kupas hari
ini. Yaitu satu adalah mengenai goal and strategy daripada search engine marketing itu
sendiri. Pertama adalah kita harus menentukan apa goal daripada penggunaan atau
pemanfaatan daripada search engine ini berkaitan misalnya dengan position based. Kita ingin
meraih posisi top ten misalnya di keywords-keywords tertentu atau kata-kata kunci terentu.
Kita harus bisa memanfaatkan search engine itu untuk mencapai tujuan tersebut. Tetapi yang
kedua misalnya tujuannya adalah berkaitan dengan visitor volume. Nah visitor volume ini
MP101
berarti kita menargetkan misalnya sekian banyak pelanggan atau calon pelanggan dalam satu
campaign di digital itu melalui search engine untuk men-drive traffic. Jadi misalnya targetnya
adalah lima ribu orang misalnya dalam satu jam. Search engine itu memampukan untuk
mencapai growth tersebut.
Yang ketiga adalah berkaitan dengan market share. Jadi kita ingin menggunakan search
engine marketing ini untuk menempatkan keywords kita atau paraphrase kita misalnya
menjadi 20% lebih tinggi daripada keywords-keywords yang ada di search engine.
Dan yang terakhir yang keempat adalah value based. Kita tahu bahwa cost daripada
pemanfaatan digital ini seharusnya makin murah, makin murah, makin murah. Jadi kita bisa
mengukur penggunaan daripada search engine marketing ini untuk mendapatkan biaya yang
lebih murah. Jadi goal dan strategi daripada search engine ini memampukan kita untuk
kemudian memanfaatkan keywords yang ada agar bisa mendapatkan audience yang tepat.
Maka kita perlu melakukan keywords research misalnya, sehingga kita dapat mengerti pola
pikIr konsumen kita, mendapatkan juga nilai yang baik daripada keywords tersebut sebagai
bagian daripada pemanfaatan search engine ini untuk kompetisi di search engine.
Dan yang terakhir adalah keywords itu dapat juga kita pakai untuk menargetkan konsumen
pada live cycle tertentu. Jadi ketika kita bicara misalnya kata kuncinya “muda” maka kita
menargetkan kepada orang-orang muda. Atau kita menggunakan keywords atau kata kunci
“tua” maka kita menargetkan kepada orang-orang tua. Sehingga live cycle daripada keyword
ini dapat kita pakai dengan optimum di search engine. Oleh karena itu kita harus melakukan
yang kita sebut dengan keywords research.
Dan kedua adalah didalam penentuan strategi tadi saya sebutkan yang pertama adalah goal
dan strateginya. Yang kedua adalah search engine marketing ini harus di optimalkan atau kita
sebut dengan search engine optimazation dengan cara misalnya lakukan on page
optimazation. Jadi website anda, halaman daripada website anda itu kita optimalkan.
Misalnya contoh body copy-nya, baik dari density atau kerapatan daripada body copy atau
kemudian sinonim yang dipakai didalam artikel anda. Atau juga misalnya posisi daripada kata
kunci-kata kunci yang ada didalam website anda.
Atau yang kedua adalah faktor-faktor yang berkaitan dengan page mark up. yang kita tahu
bahwa search engine kalau anda kemudian ketik kata kunci tertentu maka akan muncul
satu/dua paragraf di setiap kata kunci yang muncul dibawah link. Page up mark up ini adalah
manipulasi daripada konsep html yang ada di header-nya html anda. Jadi ketika anda nanti
MP101
membuat coding di website anda, anda tidak boleh melupakan header atau kepala dari body
copy yang ada di html anda.
Dan kemudian yang ke berikutnya yang terakhir itu adalah document level factor. Jadi konten
itu ada mulai dari yang paling penting yang diatas, makin tidak penting kebawah, dan
seterusnya. Sehingga pengaturan konten, level konten, ini juga menjadi sesuatu yang sangat
penting di dalam strategi search engine marketing.
Kemudian yang terakhir adalah link building. Didalam off page strategi ini atau off page
optimazation kita akan membangun link building diluar daripada area website kita atau blog
kita. Dengan membuat konten-konten yang bagus, kita akan mendorong rekan-rekan diluar
sana untuk kemudian mengambil dokumen kita, mengambil konten market-nya kita, untuk
dibuatkan sebuah link kemudian di mention barangkali atau juga bisa di promosikan di situs-
situs orang yang relevan dengan industri yang anda geluti.
Jadi ketika anda tadi restoran kepiting, maka nanti artikel-artikel tentang menu-menu
kepiting tersebut akan diambil oleh rekan-rekan chef yang lain atau restoran yang lain yang
kemudian menggunakan artikel anda untuk meningkatkan daya tarik kepada website mereka.
Jadi promosi-promosi seperti ini juga akan meningkatkan search engine optimazation anda.

Dan yang terakhir adalah link-link yang anda buat di website anda itu bisa juga dipakai atau
diambil atau dicuplik atau kemudian di taruh pada situs-situs terpercaya. Nah ini nanti akan
sangat berguna ketika misalnya Google atau search engine yang ada ini kemudian melakukan
pelacakan terhadap link-link tersebut sehingga akhirnya setiap kali kemudian banyak orang
yang memakai link yang anda gunakan ini akan kemudian juga meningkatkan trafic,
meningkatkan level daripada page daripada website anda. Jadi kalau kita bicara mengenai
search engine marketing maka kita harus ingat ada 3 hal yang menjadi sangat penting.
Pertama adalah anda harus tahu goal-nya anda. Anda harus melakukan keywords research,
ya. Kemudian yang berikutnya anda harus melakukan optimalisasi terhadap on page anda,
jadi kita sebutnya on page optimalization. Kemudian yang terakhir adalah off page
optimazation yaitu membangun link di situs-situs diluar daripada situs yang anda miliki.

Video 5: Using Social Media as Digital Marketing Platform


MP101
Siswa Indonesia X, kembali saya ingin membahas mengenai social media. Kita tahu bahwa
perkembangan social media di Indonesia sangat pesat sekali. Bahkan hari ini pengguna
Facebook di Indonesia barangkali sudah nomor 2 atau nomor 3 di dunia. Kita tahu bahwa ada
119 juta orang Indonesia menggunakan berbagi platform daripada social media. Sehingga
peranan social media didalam pemasaran tidak dapat dipungkiri sangat penting. Dan berbagai
social media platform yang ada di Indonesia, mulai dari Pinterest misalnya, atau Twitter, atau
Facebook, atau Instagram, atau kemudian Google Plus, atau juga LinkedIn itu merupakan
platform-platform yang sangat penting dan memiliki karakteristik yang berbeda-beda.

Facebook misalnya, Facebook itu adalah platform yang digunakan oleh semua orang,
makanya tidak heran Facebook hari ini merupakan social media platform nomor 1 di dunia.
Karena kemampuan daripada Facebook ini untuk menempatkan visualisasi video kemudian
teks dan berbagai forum misalnya itu menjadi kekuatan tersendiri bagi Facebook sebagai
social media yang kita sebut sebagai platform yang penting didalam pemasaran ini. Apa saja
yang di share didalam Facebook ini tentunya kita tahu, ya, berbagai informasi barangkali juga
satu tempat untuk berkolaborasi dengan rekan-rekan expert, rekan-rekan yang pinter-pinter,
tetapi juga sebagai tempat untuk memasarkan produk dan jasa anda melalui berbagai konten
yang menarik atau juga video konten yang menarik.

Sedangkan Youtube misalnya hari ini juga menjadi sangat favorit. Kita tahu bahwa generasi
milenials atau generasi Z hari ini hampir 90% belajarnya lewat Youtube. Tidak banyak lagi
anak-anak milenials yang membaca textbook, tetapi mereka menggunakan Youtube, video-
video konten yang ada di Youtube untuk belajar meningkatkan kemampuan mereka di
akademik. Sehingga video content yang ada di Youtube menjadi satu sarana yang penting juga
untuk menjelaskan produk dan jasa anda kepada masyarakat social media. Sehingga kalau
kita ingin sukses di Youtube, maka kita harus membuat video yang bagus, dengan konten yang
menarik, dan juga mempunyai kapabilitas untuk bisa di share.

Yang berikutnya adalah Google Plus. Mungkin Indonesia Google Plus kurang popular. Tetapi
diluar sana Google Plus menjadi sangat popular karena ini adalah tempat platform untuk B2B
tetapi juga bisa dijadikan tempat untuk melakukan sharing informasi. Bahkan Google Plus
memiliki kelebihan dimana search engine Google sendiri kemudian melakukan searching
keywords terlebih dahulu kepada situs Google Plus ini. Sehingga setiap kali artikel anda yang
MP101
anda masukkan ke Google Plus, pertama-tama akan menjadi prioritas didalam pencarian
search engine Google.

Dan yang berikutnya adalah Instagram. Hari ini kita tahu bahwa Instagram merupakan
platform dimana kita bisa menampilkan foto-foto yang menarik, bahkan video pendek, atau
live streaming yang juga sangat diminati oleh rekan-rekan internet di Indonesia. Dan hari ini
mungkin Instagram menjadi salah satu social media yang sangat favorit yang dipakai untuk
mempromosikan produk. Jadi dengan berbekalkan satu foto yang bagus, berkualitas, dan
caption yang juga menarik dengan hashtag yang bagus, maka anda bisa melakukan penjualan
melalui Instagram dengan instan.
Kemudian kita juga perhatikan bahwa Twitter misalnya, merupakan social media yang cukup
disegani. Bukan hanya di dunia tetapi di Indonesia. Sudah banyak banget orang punya account
di Twitter ini. Twitter terutama dipakai untuk menyebarkan berita. Karena dengan 280
karakter ini, Twitter dapat secara instan memberikan berita kepada pengguna daripada
Twitter dalam jangka waktu yang seketika. Sehingga demikian konten yang bagus akan mudah
di retweet akan mudah di share kepada banyak orang di dalam Twitter ini.
Sehingga kalau kita memperhatikan tentang social media ini maka dengan berbagai latar
belakang/background daripada kemampuan social media ini maka kita percaya bahwa setiap
social media memiliki keunikan masing-masing. Dan keunikan ini mampu kita manfaatkan
untuk mengoptimalkan strategi pemasaran kita, digital. Maka jangan lupa siswa Indonesia X,
anda harus belajar bagaimana menggunakan social media secara optimum. Anda harus
belajar untuk menggunakan social media untuk berjualan.

Video 6: Measuring Digital Marketing Success

Siswa Indonesia X, kembali lagi dengan Husin Wijaya. Saya akan membahas mengenai
bagaimana cara mengukur sukses atau tidak suksesnya sebuah campaign daripada search
engine atau social media atau digital marketing yang anda gunakan. Kita tahu bahwa goals
misalnya dari masing-masing platform atau kemudian masing-masing daripada strategi anda
tentunya berbeda-beda. Misalnya contoh e-commerce tentunya memiliki goals-nya sebagai
berikut: misalnya penjualannya, apakah banyak atau tidak, atau misalnya apakah bisa
menggaet banyak peminat atau calon pelanggan atau pelanggan untuk mendaftar misalnya.
MP101
Atau yang kedua adalah goals daripada digital campaign anda barangkali berkaitan dengan
awareness gitu ya, seberapa banyak orang kenal dengan anda, produk anda, jasa anda. Atau
seberapa besar image daripada brand anda terbentuk oleh karena kampanye daripada digital
ini.
Kemudian yang terakhir adalah terjadinya inbound marketing, yaitu misalnya leads yang
masuk akibat orang melihat daripada kampanye anda di internet. Kemudian mereka
menelpon. Atau misalnya banyak orang makin percaya dengan brand anda. Atau yang ketiga
barangkali berkaitan dengan relasi anda yang makin erat, yang makin intimate, dengan
pelanggan anda melalui program-program campaign di digital ini.
Tentunya semuanya ini tidak terlepas dari bagaimana cara kita mengukur seberapa besar
brand anda terpengaruh oleh kampanye ini. Seberapa besar penjualan anda meningkat.
Bagaimana cara meningkatkannya? Dan bagaimana kemudian mengukurnya? Tentunya ini
memiliki satu metode-metode tersendiri. Pertama misalnya, kalau kita bicara mengenai
awareness maka kita harus mengukur “rich”. Jadi “rich” ini bisa diukur melalui misalnya
prosentase dari unique visitor ada, jadi berapa persen daripada pengunjung ke laman anda ini
secara unik. Kemudian kedua adalah bounce rate procentage, jadi prosentase daripada
jumlah daripada rekan-rekan yang masuk kemudian tidak, apa, kemudian dia keluar daripada
website anda. Semakin banyak orang yang keluar daripada website anda, semakin besar juga
kegagalannya. Tetapi semakin lama dia stay di website anda atau tinggal di website anda,
maka ini akan menjadi satu pertanda sukses.
Kemudian yang berikutnya juga barangkali dikategori revenue per visit barangkali itu juga
akan menentukan “rich”-nya anda. Jadi kemampuan anda untuk meningkatkan awareness
itu. Jadi awareness yang tinggi tentunya akan men-generate income yang tinggi juga.
Terakhir tentunya kita harus mengukur cost-nya. Cost per click dibandingkan nanti dengan
awareness tersebut. Berapa banyak duit atau uang yang anda investasikan untuk
mendapatkan sekian banyak awareness ini.
Yang kedua adalah yang kita ukur adalah actions-nya. Appeal + Ask kalau didalam konsep 5A
yang tadi saya jelaskan beberapa waktu yang lalu. Berkaitan dengan itu kita harus bisa
mengukur misalnya leads daripada inbound, context information, kemudian konversi
daripada leads tersebut berapa persen. Kemudian goal value per visit-nya. Kemudian yang
ketiga adalah cost per lead. Tentunya ini semua kalau kita ukur kita akan mampu untuk
melihat dari sisi actions-nya.
MP101
Yang ketiga adalah konversi, kita akan lihat misalnya dari sisi sales, ya, paling mudah sekali
mengukurnya. Berapa jumlah sales yang anda dapatkan. Kemudian berapa konversi sales
tersebut, ya, secata prosentase. Jadi semakin tinggi prosentase konversinya kedalam sales,
makin bagus juga kampanye tersebut. Atau misalnya kita juga bisa mengukur value daripada
penjualan. Jadi value dari penjualan ini bisa kita ukur sebagai salah satu ukuran untuk
menentukan konversi.
Dan yang terakhir adalah cost per sales. Tentunya biaya, ya, daripada sales ini harus diukur.
Kalau semakin tinggi cost-nya semakin tinggi juga sales-nya, maka sebetulnya itu tidak bagus.
Tapi kalo cost-nya turun sales-nya naik, maka itulah yang bagus.
Terakhir engagement. Bagaimana kita mengukur advocacy loyalty. Satu, misalnya prosentase
daripada aktif kustomernya. Kedua adalah konversi daripada kustomernya itu berapa persen.
Kemudian yang ketiga lifetime value, berapa jumlah pembelian mereka atau value daripada
pembelian mereka selama setahun misalnya atau selama dua tahun kita hitung. Kemudian
kita juga akan menghitung cost-nya. Sehingga ketika ukuran-ukuran ini kita tempatkan kepada
5A customer process yang pada minggu-minggu lalu saya juga sampaikan kepada anda. Maka
ditahap awareness yang menjadi metrics atau ukuran yang kita harus ukur itu adalah page
views, jadi how many time a page has been visited. Jadi berapa banyak orang kemudian
mengunjungi laman anda tersebut atau halaman daripada website anda tersebut. Kemudian
followers-nya. Jadi how many people follow your page. Berapa banyak orang yang kemudian
secara rutin mengikuti perkembangan daripada informasi yang muncul di website anda. Dan
yang ketiga adalah unique visitor. Jadi how many people read your content. Jadi berapa
banyak orang yang membaca konten anda.
Nah untuk mengukur hal seperti ini, tools-nya barangkali yang biasa kita gunakan barangkali
adalah Twitter’s Analytics, kalau anda memang main di Twitter. Atau menggunakan Google’s
Analytics, kalau anda main di Google. Atau Facebook Insight ketika anda menggunakan
Facebook misalnya.
Di tahap berikutnya, misalnya di tahap Appeal, metrics yang biasa digunakan itu adalah page
rank. Jadi Google biasanya menggunakna metode page rank untuk mengetahui apakah
konten daripada website tersebut muncul terus misalnya di berbagai situ. Makanya kalau kita
me-review kepada pelajaran kita minggu-minggu lalu ada konsep dimana ada off page
optimization. Jadi link building, jadi membangun link. Konten yang bagus itu harus juga
disebarkan, diambil, ditaruh di situs-situs daripada situs-situs rekan-rekan anda di internet.
MP101
Jadi semakin banyak link anda yang dipakai, ditaruh di website-website orang lain, semakin
besar juga page rank-nya. Sehingga metrics yang bisa digunakan bisa juga Twitter’s Analytics,
bisa juga Google’s Analytics, dan bisa juga Facebook Insight.
Yang ketiga, ditahap A yang ketiga yaitu Ask, itu. Maka kita biasanya mengukurnya bounce
rate. Jadi berapa banyak orang itu datang ke situs atau laman anda dan kemudian dengan
cepat bertolak kembali keluar daripada situs anda. Semakin lama orang itu stay atau tinggal
di laman anda itu semakin baik. Kalau dia bounce rate-nya tinggi maka jelek.
Atau yang kedua adalah average time on site. Jadi berapa menit orang itu berada di laman
anda, gitu ya. Jadi kalau misalnya dia di laman anda bisa 5 menit misalnya, maka itu
menandakan mereka sangat lama sekali, cukup lama untuk tinggal dan mencari informasi di
web anda. Sehingga metrics yang biasa kita gunakan mungkin adalah Google’s Analytics.
Dan tahap act misalnya adalah click to rate. Jadi kita harus mengetahui how many visitor that
click through link to content. Jadi berapa banyak orang-orang yang datang ke website anda
kemudian mereka mendalami melalui klik, klik, klik, klik, begitu ya. Jadi semakin banyak click
link yang di klik oleh teman-teman ini, semakin dalam pencarian maka semakin bagus juga
hasil daripada click through rate ini. Dan biasanya metrics yang digunakan atau alat/tools yang
digunakan ya Google’s Analytics. Barangkali Beatly, barangkali Facebook Insight, atau juga
Twitter’s Analytics.
Dan yang terakhir adalah Advocate. Didalam advocate, metrics yang digunakan adalah social
media share. Sekali lagi, karena ini advocate, maka kita harus mengukur berapa banyak materi
anda atau konten digital anda ini yang kemudian dipakai atau di share oleh rekan-rekan anda
di internet. Sehingga kalau kita ingin menggunakan tools untuk mengukur ini, sekali lagi kita
bisa menggunakan Twitter’s Analytics, Facebook Insight, kita bisa menggunakan Sprout Social,
kita bisa Beatly, dan mungkin kita bisa memakai minter.io. sehingga berbagai alat ini anda
bisa temukan di internet dan sebagian barangkali gratis. Anda bisa pakai untuk mengukur
kemampuan daripada social media anda, campaign yang anda gunakan di internet. Apakah
itu menghasilkan atau tidak, dan bagaimana kemudian memperbaiki, kemudian meng-
evaluasi daripada campaign tersebut. Jadi demikian rekan-rekan siswa Indonesia X, sampai
jumpa di lain kesempatan.

Anda mungkin juga menyukai