Anda di halaman 1dari 5

Effective Marketing in Digital Era

Seiring berjalannya waktu, sudah banyak perubahan besar dalam kehidupan di dunia ini,
salah satunya di dunia marketing. Efektivitas daripada marketing itu memang berubah terus.
Sesuai dengan perubahan landscape. Mulai dari 1.0 ke 2.0, 3.0 dan 4.0.

1.0 itu produk sentrik. Dimana kita berfokus kepada produk. Produk ini kita usahakan untuk
dijual. Customer di-persuade untuk beli. Apakah dia butuh atau tidak bukan urusan si
penjual. 2.0 itu berpusat pada membuat customer itu puas. Ini eranya customer satisfaction.
Supaya produk itu bukan hanya dibutuhkan oleh customer, tetapi bagaimana membuat
customer puas. Tetapi yang 3.0 itu adalah human spirit. Jadi disitu terlihat bahwa nilai-nilai
dari corporate itu menjadi penting pada waktu dia membuat produk dan nilai-nilai dari brand
menjadi sangat signifikan bagi customer. Sedangkan 4.0 adalah marketing in digital era,
digital marketing.

Marketing with human spirit, marketing 3.0. yang berdasarkan buku karya Hermawan
Kertajaya bersama professor phillip koetler dan iwan setiawan dari markplus. Yang
diterbitkan oleh John Wyllie. Coba bandingkan antara marketing antara 1.0, 2.0, dan 3.0.
pada produk sentrik marketing, objektifnya adalah send the product. Produk dibuat, karena
itu key marketing conceptnya adalah product development. Bagaimana kita mendevelop
produk. Seringkali kita tidak perlu memperhatikan customer itu perlunya apa. Dan yang
terakhir adalah kita melakukan itu dengan one to many transaction. Kita sebarkan saja
message itu dari kita kepada kesemua orang. Ini adalah 3 elemen yang paling penting
dalam product sentric marketing.

Customer sentric marketing, waktu marketing itu sudah beralih ke 2.0. maka sekarang
objektifnya bukan cuma selling the product, tetapi juga satisfy the customer, retain the
customer. Satisfy sesudah dia membeli kita retain, kita pertahankan customernya supaya
loyal pada kita. Dan key marketing conceptnya adalah differentiation. Bagaimana membuat
produk itu bukan cuma di develop, tapi kita membuat supaya produk kita memang different.
Different didalam cara pelayanan. Sehingga customer itu betul betul melihat kita beda, kita
unik dari orang lain. Dan interaction dengan customernya adalah one to one relationship,
bukan one to many lagi. Kalo waktu one to many kan 1 pesan untuk semua orang sama gak
perduli orangnya siapa. Tapi one to one kita membuat supaya interaction kita one to one
dan buka cuma transaction. Kalo transaction itu short term. Disini adalah relationship.
Tujuannya adalah long term.

Marketing with human spirit ini values driven marketing. Produk ini dibuat supaya customer
itu puas dan bukan sekedar puas. Customer ini bisa merasakan dengan adanya produk ini
dengan adanya service yang diberikan oleh company itu, dunia ini terasa lebih hebat ya,
lebih bagus. Dan key marketing conceptnya adalah values. Values yang dipegang oleh
producernya, yang dipegang oleh marketeernya. Nilai nilai yang dipegang yang kalo bisa
permanen dan interaction with customernya bukan cuma one to many seperti 1.0. bukan
one to one, tetapi many to many. Sekarang kita mengundang semua orang didalam platform
kita untuk berinteraksi dengan semua orang, dan bila perlu terjadi kolaborasi, bukan
kolaborasi antara kita dengan customer saja. Tetapi customer dengan customer. Inilah yang
disebut marketing 3.0. marketing with human spirit.
Didalam buku marketing 3.0 terbitan John Wyllie tahun 2010 disebut ada Ten credos of
marketing 3.0. credos adalah semacam prinsip yang harus dipegang, yang mana credos ini
yang membedakan antara marketing with human spirit dengan marketing pada umumnya.
Bahkan nanti kalo anda mau melaksanakan marketing 4.0, digital marketing, tetap harus
pegang ini. Kalo ndak gitu marketing 4.0 nanti bisa liung semua. Karena teknologi makin
maju makin bisa dipake untuk yang jelek. Tetapi marketing with human spirit adalah
marketing untuk kebaikan. Ada tiga credo yang disebutkan antara lain:

Credo nomor 1, Love your customer respect your competitor. Artinya apa, cintailah
customer anda. Bukan target your customer and kill your competitor. Ini salah, yaa.
Marketing with human spirit mengajarkan kita untuk mencitai customer dan menghormati
pesaing-pesaing kita. Karena dengan mencintai customer dan menghormati competitor kita,
maka kita sudah mempunyai values atau nilai-nilai yang luar biasa.

Credo ke 5, yang ditengah. Always offer a good package at a fair price. Anda tahu
marketing mix ada product, price, place, promotion. Product and price itu selalu menyatu
biasanya. Productnya seperti ini featuresnya mau ditawarkan dengan harga seperti apa.
Nah didalam marketing 3.0 credosnya, valuesnya adalah always offer a good package.
Jangan offer a bad package, gak boleh. And at a fair price. Fair price bukan berarti harus
murah bukan juga harus mahal. Tetapi fair price berarti price yang ditetapkan harus setara
harus balance dengan package yang ditawarkan. Itu baru namanya marketing 3.0.

Dan credo yang terakhir nomor 10. Gather your relevant information but use wisdom in
making your final decision. Anda harus mencari terus informasi informasi yang relevan
terutama pada saat ini, Ketika era digital masuk, informasi itu dengan gampangnya
menghujani kita. Karena itu cari yang relevan dengan kita, jangan ambil yang tidak relevan.

Marketing

Marketing menurut mark plus bukan marketing mix, bukan selling, bukan communication,
bukan PR. Banyak salah artikan tentang marketing, marketing buat adalah dimulai dengan
menganalisis chance. Atau harus mengetahui anatomi of chance. Ada technology, political
legal, economy, social culture, dan market. Jika teknologi berubah, mestinya model
perekonominya berubah, struktur perekonominya berubah, dan akhirnya marketnya juga ikut
berubah. Inilah yang disebut main street. Mestinya begitu, teknologi berubah, ekonomi
berubah, sifatnya dan akhirnya marketnya berubah. Tapi perlu diingat market itu tidak hanya
dipengaruhi ekonomi, dipengaruhi politcal legal dan social culture. Politcal legal, terutama
dinegara yang sangat demokratis seperti di Indonesia itu long and widing road. Katakanlah
ada perusahaan berbasis teknologi, peraturannya belum ada dibuat seperti itu. Setiap
pemerintah mau membuat suatu peraturan yang mendukung itu belum tentu pihak oposisi
menerima. Jadi lama kompromi negosiasi. Sedangkan di lain pihak, di social culture itu
express way. Karena masyarakat melihat begitu ada kemudahan, waah ini taksi bisa online,
pesen hotel bisa online. Langsung diambil. Itulah yang membuat market ini jadi bingung.
Nah ini yang harus dipahami lebih dulu kalo mau melakukan yang namanya marketing.

Berikutnya kalo anda sudah memahami anatomy of chance. Lanjut ke Four C Landscape..
Chance, competitor dan customer, dan company. Apa sebenanya yang dihasilkan dari 4C?
Ya menghasilkan opportunity.
Marketing selalu dimulai dengan mengerti chance yang terjadi. Apakah itu ditingkat
technology, apakah politcal legal, economy, social culture yang akhirnya berakibat pada
market itu sendiri. Dan kenapa technology itu ada diatas, karena technology itu biasanya
merupakan primary chance driver. Yang menyebabkan perubahan di politcal legal,
economy, dan social culture biasanya dari technology. Selanjutnya saya ulangi lagi kalo
anatomy of chance sudah dipahami. Anda sudah melihat pemahaman ini, apa akibatnya?
Perubahan perubahan pada competitor dan perubahan pada customer. Sehingga anda,
company ini bisa mengambil kesimpulan, memutuskan apa yang harus dilakukan secara
entrepreneurial. Inget-inget anda bisa diserang oleh competitor global, walaupun competitor
global itu belom tentu banyak. tetapi anda musti berkonsentrasi pada customer lokal, karena
urusan logistic dan sebagainya memungkinkan anda lebih banyak harus berfokus kepada
customer lokal.

Selling

Selling adalah bagian dari marketing. Dan sales process definition bisa dibagi menjadi 3.
Find and understand. Acquire the customer. Dua step pertama ini yang kita sebut sales
pipeline. Dan sesudah itu, ketika customer sudah beli produk kita, maka kewajiban kita
belum selesai. Harus serve and grow. Model ini dibuat memang khususnya untuk B2B,
Business to Business sales. Karena, selling sesungguhnya hanya ada pada B2B bukan
pada B2C. Coba Pada waktu kita mempunyai big database, katakanlah 10 ribu, tidak harus
10 ribu. Tetapi ini merupakan raw customer data. Kita mencoba mencari siapa saja yang
bisa jadi prospek. Tidak semua harus di approach. Umpanya yang di approach cuma seribu.
Setelah kita lihat, kita understand, gak semua kita approach. Hanya potential customer yang
kita approach. Nah itu namanya find and understand. Ini adalah tahap pertama yang sangat
penting. Kalo ini salah maka kita akan membuang tenaga mengapproach customer
customer yang sebetulnya tidak potential, itu masih raw.

Nah sesudah itu kita baru menemukan needs. Umpamanya dari seribu, needsnya cuma
sedikit. Yaa cuma 20. Potential customer that has been given product presentation setelah
melalui proses yang yang namanya SPIN. Apa itu SPIN? SPIN itu berarti Situation, Problem,
Implication, Need payoff. Kita ngobrol dulu sama dia, sampe akhirnya customer itu ngerti
situation dia. Kadang-kadang dia gak mengerti situation dia. Kemudian dari situation itu kita
bisa mengungkapkan “sebetulnya kamu ini punya problem lho”. Wah kalo dia sudah tau
problemnya dan tau implication-nya kalo tidak dilakukan apa apa itu akan timbul need
sendiri. Nah pada waktu need itu sudah timbul karena conversation baru kita presentation.
Sesudah presentation terjadilah yang namanya negotiation. SPIN selling ini sangat penting
terutama pada B2B selling yang major product yang mahal yang susah. Kalo anda sudah
belajar SPIN untuk yang susah, maka anda akan lebih gampang menjual yang minor selling,
penjualan barang-barang yang tidak mahal. Dan terakhir kalo semua ini sudah dilewatin,
maka baru terjadi closing dengan lebih mudah.

Bagaimana membantu customer solution and place. Bagaimana membantu customer


supaya implement the solution dan on going support processes in place. Artinya jangan
sampe customer ini dilepas. Customer beli barang, terutama kalo major selling, saya kan
tadi bilang contohnya selalu major selling, kalo major sellingnya gampang, minor sellingnya
lebih gampang. Jangan sampe beli, ngerti, tetapi kemudian tidak di-support pada waktu dia
menggunakan solution itu. Jadi pekerjaan account executive tidak berakhir pada waktu
terjadinya closing. Tapi account executive anda lihat disitu, terrruuus seorang account
executive yang bagus, mulai dari find and understanding, acquire, sampe serve and grow.
Apa artinya grow? Kita meng-grow trus supaya customer ini menjadi makin berhasil, makin
berhasil, bisnisnya makin maju. Sehingga dia mau beli lagi pada kita. Tentunya ada tools
lain, yaitu implementation support tools dan financial review data dan tools. Artinya kita
membantu customer, meyakinkan customer bahwa ini loh setelah anda pake ternyata coba
liat anda untungnya lebih banyak, anda mendapat keuntungan-keuntungan yang tadinya
tidak didapatkan tetapi sekarang didapatkan dengan lebih bagus. Inilah yang kita sebut
sales process illustration. Sekali lagi lagi kesimpulannya, sales adalah bagian dari
marketing. Kedua, ada 3 process find and understanding itu sangat penting, acquire dan
akhirnya jangan berenti sampe disini, serve and grow. Dan yang terakhir account executive
tugasnya dari awal sampe akhir.

Brand

Di markplus ada yang disebut PDB, Positioning Differentiation Branding. Kenapa PDB ini
penting? Karena jika anda tidak percaya pada brand, anda bukan orang marketing. Brand
itu musti diidentitaskan menjadi positioning. Jadi brand tanpa positioning itu brand yang tidak
punya identitas. Tapi positioning itu janji-janji. Tidak ada namanya pencitraan. Tidak ada
difrensiasinyanya, cuma pake positioning, janji-janji melulu, dengan slogan slogan yang
indah, akhirnya orang gak ngerti apa keunikannya maka diharapkan akan terjadi brand yang
punyai value yang tinggi. Karena brand itu merupakan indicator sebuah nilai. Bukan nilai-
nilai yaa. Bukan values tapi value. Maka kalo itu yang terjadi, positioningnya indah,
diferensiasinya kosong, habis. Jadi brand image baru tercapai kalo strateginya bener. Apa
itu strategi? Positioning kalo didukung oleh taktik yang bagus, yaitu diferensiasi.

Service
Sekarang kita bicara tentang service. Sejalan dengan transformasi marketing 1.0, 2.0, 3.0,
ke 4.0 maka service-pun mempunyai 4 level. Dari enjoyment, menjadi experience, menjadi
engagement, dan empowerment.

Level 1, ketika kita berkonsentrasi membuat customer itu enjoy pada service kita, itu nanti
akhirnya kita berkonsentrasi menjadi quality champion. Kita melakukan quality control dan
terus meningkatkan diri, besok harus lebih bagus dari hari ini, besok lusa harus lebih bagus
dari besok.

Level 2. Itu kita menganggap bahwa untuk mengalami enjoyment,enjoyment atau titik titik
yang harus dilalui, ini keseluruhan ini disebut experience. Karena itu customer menjadi pusat
dari definisi quality. Kualitas bagaimana yang diperlukan oleh customer pada waktu dia
masuk ketempat kita. Level 2 itu memang daripada pandangan customer. Dicari dulu
customer itu kalo disini perlunya apa, disini perlunya apa. Kalo bisa dari start sampe finish
didalem cycle of service itu customer itu akhirnya mempunyai experience yang bagus.

Level 3, ini marketing human spirit, masih inget kan? Disini yang diperlukan adalah
engagement. Kita meng-engage customer itu sehingga tidak ada bedanya dia dengan kita.
Pemberi service dan penerima service harus menyatu, I feel engage, customer itu bukan
king lagi, bukan center, tapi customer itu is a friend. Kalo king itu customer diatas, kita
berlutut menyembah-nyembah dia. Tapi kalo 3.0 itu customer itu horizontal, customer is our
friend. Kita gak tega toh membohongi customer. Kalo membohongi king seringkali tega kita.

Tapi ketika digital masuk, marketing 4.0. digital itu bisa memberikan pelayanan timely, now,
real time delivery, itu yang diperlukan. Semuanya ditujukan pada time based pelayanan itu.
Sehingga customer itu bukan cuma friend kita, tapi customer itu jadi tidak repot lagi. Ini yang
namanya empowerment, sehingga customer feel more powerfull dengan service kita.

Digitalisasi
Kali ini saya bicara tentang digitalisasi. Di politcal legal dan social culture, kita lihat dari
eksklusif menjadi inklusif. Di dunia digital itu tidak ada yang eksklusif. Karena semua mau
pejabat pemerintah ketemu rakyat biasa, mau konglomerat ketemu konsumennya, mau
informal leader ketua NGO ketemu anak buahnya, gak ada bedanya. Inilah namanya
inklusifitass. Dan terakhir di market itu sendiri, dari individual menjadi sosial. Artinya apa?
Customer itu dulu individual. Yang harus ditembak satu-satu. Namanya target market. Kalo
sekarang sosial artinya customer itu tidak berdiri sendiri, tetapi dia berinteraksi dengan
orang-orang lain, sehingga dia dipengaruhi oleh sosial komunitasnya.

Yang pertama online dan offline. Kelihatannya seperti berbeda. Tapi paradoksnya apa?
Keduanya sangat diperlukan. Jangan dikira online itu akan membunuh offline. Offline tidak
akan mati. Tapi offline yang diperlukan adalah offline yang beda dengan offline jaman dulu.
Online membutuhkan offline. Sedangkan offline tentunya membutuhkan online. Dua paradox
yang harus dipersatukan.

Yang kedua, apa itu? Antara informed customer dan distracted customer. Customer itu
makin punya informasi, tapi aneh kan. Kita itu bisa mencari informasi sendiri dari mana-
mana. Tapi kok kita selalu memerlukan opini orang lain. Sehingga kita terpaksa sebagai
marketer itu mempengaruhi juga, supaya orang lain bicara yang bagus tentang kita. Kalo
bukan customer itu bingung mencari informasi dari sumbernya tapi juga mencari informasi
dari orang lain.

Dan yang terakhir paradox antara negative dan positif advocacy. Anda tidak bisa menjamin
bahwa advokasi dari orang itu selalu bagus terhadap kita. Orang bisa jelek, bisa bagus.
Yang penting anda tahu bagaimana memanage komunikasi anda. Sehingga ketika ada
orang yang menjelek-jelekkan anda dan itu tidak benar, mudah mudahan itu bisa dibantah
oleh orang lain. Apalagi kalo yang menjelek jelekkan anda itu tidak berdasar sama sekali.
Akhirnya nilainya habis dan anda akan tetap bagus. Tapi tiga paradox ini tetap harus kita
manage dengan baik.

Anda mungkin juga menyukai