Marketing 1.0 adalah marketing yang berfokus pada produk, disebut juga “Product-
Centric Era”. Di sini produsen membuat produk yang bagus. Kegiatan marketing
diarahkan sesuai dengan kemauan produsen. Misalnya persuasi orang untuk membeli
produk tersebut lewat iklan dan sebagainya. Keinginan konsumen tidak terlalu
diperhatikan. Marketing 1.0 yang berorientasi pada produk. Pada era ini fokus penjual
adalah untuk menjual produk sebanyak mungkin tanpa memikirkan apa yang
dibutuhkan konsumen. Tujuan utama dalam marketing 1.0 ini yaitu mengutamakan
penjualan dan penjualan saja. Contohnya yaitu bisa dilihat dari produsen susu sapi di
pedesaan yang hanya memproduksi susu sapi sebanyak mungkin dan menjualnya
tanpa memikirkan permintaan konsumen seperti produk olahan dari susu.
Marketing 2.0 adalah marketing yang berfokus pada pelanggan, disebut juga
“Customer-Centric Era”. Di sini produsen mencari pelanggan kemudian
mempelajari need and want pelanggan. Setelah itu mereka membuat produknya.
Kegiatan marketing diarahkan sesuai dengan kemauan pelanggan. Tidak hanya
produk yang bagus, produsen memperhatikan juga keinginan pasar. Pada era
marketing 2.0 produsen sudah lebih memperhatikan apa yang diinginkan oleh
konsumen dan menyediakan barang tersebut tanpa hanya berfokus pada produk
yang dihasilkan saja. Marketing 2.0 berorientasi pada konsumen dan disini penjual
sudah mulai berupaya untuk menyentuh hati konsumen, namun mereka hanya
dianggap sebagai objek pasif. Tujuannya yaitu produk dibeli bukan cuma karena
dibutuhkan, bukan karena kualitas teknisnya bagus (ini urusan mind-share) tapi
karena disukai (heart-share). Contoh nya dapat dilihat dari produsen peralatan tulis
yang menyediakan berbagai macam varian bentuk dan beraneka macam jenis sesuai
dengan tingkatan umur dan selera konsumen masing-masing yang tujuannya dapat
menyentuh produsen.
Marketing 3.0 adalah marketing yang berfokus pada kemanusiaan, disebut juga
“Human-Centric Era”. Di sini produsen memperhatikan produk dan pelanggan.
Kegiatan marketing diarahkan tidak hanya fungsional dan emosional tetapi lebih ke
spiritual. Pelaku bisnis memperhatikan aktifitas kemanusiaannya, nilai-nilai
universal. Pada era pemasaran ini penjual tidak hanya memasarkan produk, tetapi
juga punya visi, misi, dan value yang sejalan dengan konsumen. Setiap tahapan dari
konsumen tidak hanya sadar tentang urusan lingkungan dan sosial tetapi juga mencari
jalan keluar bagi kegelisahan tenatng bagaimana membuat dunia menjadi lebih baik.
Tidak hanya mencari pemenuhan fungsional dan emosional melainkan juga
pemenuhan semangat manusia dalam produk dan layanan yang dipilih. Meskipun
begitu, para penjual merasa bahwa model pemasaran tersebut masih perlu
dikembangkan lagi. Sebab perkembangan teknologi yang pesat dianggap dapat
mendorong pemasaran berjalan lebih efektif. Hal tersebutlah yang menjadi cikal
bakal munculnya marketing 4.0.
Pada tahapan era marketing 4.0 disini marketing yang berfokus pada kemanusiaan di
era digital (marketing 3.0 + digital). Di sini pendekatan pemasaran
mengkombinasikan interaksi antara online dan offline. Selain itu juga
mengintegrasikan antara style dan substance. Artinya, merek tidak hanya
mengedepankan branding bagus, tetapi juga konten yang relevan dengan pelanggan.
Marketing 4.0 merupakan pendekatan terbaru yang tujuan utamanya untuk
memenangkan advokasi konsumen. Kombinasi interaksi secara online dan offline
dibutuhkan untuk saling melengkapi. Kemajuan teknologi memang memungkinkan
kita melakukan pemasaran secara online sehingga lebih mudah dan dapat menyasar
pelanggan lebih luas.
3. Siapa saja yang paling berpengaruh dalam marketing 4.0?
Jawaban:
Menurut pendapat saya yang berperan banyak dan berpengaruh dalam marketing 4.0 yaitu
generasi milenial, dimana generasi ini merupakan penduduk terbesar dan masuk dalam
golongan usia produktif yang tentunya lebih luas dalam bergerak di bidang pemasaran dan
juga lebih aktif karena tergolong masih muda dan produktif. Akan tetapi tidak bisa dipukul
rata bahwa hanya generasi milenial saja yang mampu dalam menjalankan atau melakukan
marketing 4.0. bahkan generasi sebelumnya juga bisa melakukan marketing 4.0 asal mampu
dalam menyesuaikan keadaan dan bisa mengikuti era digital dan sosial media. Untuk
memaksimalkan potensi generasi milenial tersebut perlu memahami karakteristik yang
dimiliki. Dimana dalam generasi melenial ini terdapat beberapa substural yang aktif dan
berperan penting yaitu ada kaum muda (youth of mind share), kaum perempuan (women for
market share) dan warga internet (netizen for heart share). Pada masing-masing substural
tersebut terbagi atas:
Kaum muda (youth of mind share)
Early adopter: mampu dengan cepat untuk beradaptasi dan mencoba hal
baru dalam melalkukan percobaan.
Trendsetter: cepat dalam mengikuti trend yang sedang booming, menuntut
segala sesuatu serba instran yang akan mendorong pemasaran untuk
mudah dalam menenukan trend.
Game changer: mampu dalam merespon dari tiap perubahan globalisasi
dalam bidang teknologi dan ilmu pengetahuan.
Kaum Perempuan (women of market share)
Holistic shoppers: dalam melakukan pembelian banyak pertimbangan
yang dilakukan antara lain seperti harga, manfaat emosional, manfaat
fungsional dan lain-lain.
Houshold managers: perempuan dikatakan mampu memberi pengaruh
yang besar karena perempuan mampu dalam menjadi kepala keuangan,
manager asset keluarga dan mampu dalam memperhitungkan keuangan
keluarga.
Information connector: wanita mudah dalam berinteraksi dan mampu
dengan cepat dalam menemukan dan mengumpulkan berbagai macam
informasi.
Warga internet (netizen for heart share)
Sosial conector: dalam internet semua dengan mudah dalam mendapatkan
informasi.
Expressive evangelis: menceritakan berbagai macam cerita otentik dari
sudut pandang pelanggan dan lebih dari sebuah iklan. Contohnya dapat
dilihat dari seorang influencer.
Conten contribution: berkontribusi dalam pengembangan internet dengan
memberikan rating atau peringkat dalam produk di internet. Dengan
adanya rating ini maka pengguna lain mampu untuk melihat ulasan yang
sudah di berikan dan mampu dengan mudah memberkan kesimpulan
terhadap produk tersebut untuk dapat di beli atau tidak.
4. Apa yang terjadi pada pergeseran kekuatan pada pelanggan di era marketing 4.0 ini?
Jawaban:
Di era marketing 40 terjadi suatu pergeseran kekuatan pada pelanggan yaitu dari vertikal ke
horizontal dimana terdapat berbagai macam faktor diantaranya yaitu inovasi internal dari
vertikal ke horizontal yang menekankan pada R&D menjadi horizontal berupa konsumen to
konsumen yang terjadi dari mulut ke mulut. Selanjutnya dari konsep kompetisi yang terjadi
dari vertikal ke horizontal yaitu dapat dilihat dari perkembangan produk Susu UHT yang
pertama kali di populerkan uleh PT. Ultra Jaya sehinga produksinya sangat banyak karena
sedikit pesaing, namun saat ini sudah banyak pesaing dari susu UHT sehingga dalam
memproduksi semakin sedikit. Selanjutnya ada yang dikenal dengan faktor F yang meliputi
friends, family, follower, fans, facebook yang cendrung lebih dipercaya daripada pemasar.
Selanjutnya ada peluang yang mana perusahaan memanfaatkan peluang yang ada sehingga
produk lebih cepat diterima oleh konsumen. Selanjutnya ada faktor trust yang menekankan
pada kepercayaan pelanggan, dimana dalam hal ini pelanggan dianggap sebagai rekan dan
teman yang mana dari tiap pemaparan produk kepada pelanggan harus jujur dan terpercaya.
Ada juga pergeseran dari eksklusiv ke inklusiv yang sering dikaitkan dengan profil
demografis. Di samping itu juga ada pergeseran dari individu ke sosial yang mana
perusahaan dalam melakukan pemasaran bukan berdasarkan individu namun secara sosial
yang berdasarkan preferensi yang sama.
5. Mengapa dalam video tersebut dikatakan sosial media merupakan distorsi di era marketing
4.0? dan bagaimana memecahkan masalah distorsi sosial media tersebut?
https://www.youtube.com/watch?v=dAFYsNZ-rew
Jawaban:
Dalam video tersebut dijelaskan dan ditekankan yang mana sosial media merupakan suatu
distorsi pada era marketing 4.0 karena terdapat banyak perkembangan dari sisi pengguna
sosial media yang jauh lebih banyak menghabiskan waktunya untuk bermain sosial media
dan internet. Hal tersebut juga dapat menyebabkan kecanduan terhadap seseorang dengan
sangat banyak menggunakan waktu hingga berjam-jam di sosial media walau hanya melihat
gambar, chating, meliat update status, melihat hiburan dan lain-lain. Hal tersebut juka
dilakukan dengan berlebihan secara terus menerus juga akan berdampak pada mental dan
fisik dari masing-masing individu. Dalam video tersebut juga dijabarkan contoh yaitu
pengguna sosial media lebih cendrung mudah dalam menerima pertemanan yang dilihat dari
facebook sebanyak 20%, ada juga pengunggahan foto dalam berkendara anak muda yang
dalam konteks ini bersifat kurang baik karena dapat membahayakan diri sendiri dan orang
lain, ada juga yang cendrung suka memposting mengenai makanan untuk mencari perhatian
dan status sosial (like). Sosial media disini sangat mudah dalam menjangkau berbagai macam
kalangan yang berfokus dalam kehidupan dunia maya bukan dalam kehidupan nyata. Sosial
media tidak memberikan batasan tetapi memberikan kebebasan yang mampu
menghubungkan banyak orang dengan mudah dan cepat. Dalam memecahkan masalah
distorsi sosial media ini sangat diperlukan banyak dukungan dari pengguna sosial media dan
pemasar sehingga akan terjadinya keseimbangan antara era digital dengan konsep nilai dari
kemanusiaan agar tidak terjadinya suatu ketimpangan. Adapun solusi yang baik digunakan
yaitu berawal dari diri sendiri dengan memberikan batasan dalam penggunaaan sosial media,
mengurangi intensitas dalam bersosial media, memperkaya penggunaan sosial media dengan
melihat video yang inspiratif, dan yang terpenting berasal dari diri sendiri dengan
mendisiplinkan diri (self disipliner) terhadap waktu-waktu penggunaaan sosial media agar
tidak berlebihan bahkan sampai kecanduan, dengan contoh singkat yaitu maksimal
penggunaan sosial media hanya 4 jam dalam sehari dan memanfaatkan waktu juga untuk
beristirahat dan menjalankan kehidupan nyata (real life time) karena pada dasarnya setiap
kehidupan yang ebih baik cendrung condong dalam kehidupan nyata yang mekenakan pada
cinta dan kasih sayang yang langsung dapat diberikan dan dirasakan pada real life.