Anda di halaman 1dari 13

Pengertian

Migneco et al (2005) menyatakan bahwa krisis tiroid merupakan suatu keadaan eksaserbasi
lanjut dari kondisi hipertiroid dengan karakteristik kegagalan organ pada satu atau lebih sistem organ.
Senada dengan pernyataan di atas, Hudak & Galo (2010) menyatakan bahwa krisis tiroid merupakan
keadaan krisis terburuk dari status tirotoksik. Penurunan kondisi yang sangat cepat dan kematian
dapat terjadi jika tidak segera tertangani.

Dari pernyataan di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa krisis tiroid merupakan suatu
bentuk kegawatdaruratan yang merupakan suatu keadaan eksaserbasi lanjut dari tirotoksikosis dengan
karakteristik dekompensasi organ yang dapat dengan segera menimbulkan kematian jika pasien tidak
mendapatkan penangan segera dan adekuat.

Etiologi

Penyebab paling sering terjadinya krisis tiroid adalah penyakit grave. Penyakit grave
merupakan penyakit autoimun yang dimediasi oleh antibodi reseptor tirotropin yang menstimulasi
sintesis hormon tiroid menjadi berlebihan dan tidak terkendali (Nayak, 2010). Selain itu penyebab
lainnya yang terjadi berupa hipertiroidisme eksogen, tiroiditis, goiter nodular toksik, dan kanker
tiroid. Obat-obat tertentu seperti prosedur radiografi atau amiodaron (obat antidisritmia) juga dapat
mencetuskan terjadinya status tirotoksik karena mengandung iodin yang tinggi (Hudak & Galo,
2010).

Krisis tiroid juga dapat dicetuskan oleh suatu kondisi tertentu. Menurut Hudak & Galo (2010)
faktor pencetus terjadinya kritis tiroid terbagi menjadi dua yaitu pertama, pasien yang beresiko
terhadap terjadinya krisis endokrin pada mereka yang telah mengetahui adanya gangguan endokrin
seperti infeksi, trauma, penyakit medical yang bersamaan (infark miokard, penyakit paru), kehamilan,
dan pengobatan (terapi steroid, β-blocker, narkotik, alkohohol, terapi glukokortikoid, terapi insulin,
diuretik tiasin, fenitoin, agen-agen kemoterapi, dan agen-agen inflamasi nonsteroid). Faktor pencetus
yang kedua yaitu pasien yang beresiko terkena krisis endokrin, yang sebelumnya belum mengetahui
adanya gangguan endokrin. Faktor pencetus kedua ini meliputi tumor pituitary, terapi radiasi pada
leher dan kepala, penyakit autoimun, prosedur pembahasan neurologi, metastasis malignasi,
pembedahan, penyakit yang berkepanjangan, syok, postpartum, dan trauma.

Kritis tiroid dilaporkan terjadi pada pasien dengan trauma. Seorang pria berusia 40 tahun
mengalami kecelakaan lalu lintas. Pria tersebut mengalami kontusio multiple dan abrasi pada semua
ekstremitas. Tidak terdapat obvious cedera kepala dengan gcs 15. Kondisi hemodinamik pasien stabil
dan hasil laboratorium darah lengkap, glukosa darah, fungsi renal dan elektrolit dalam batas normal.
Namun, setelah beberapa jam kondisi sensoris pasien semakin menurun dan pasien mengalami

bingung. Suhu tubuh meningkat mencapai 38.4o C dan nadi mencapai 140/menit. T3 pasien 7pg/ml
(1.4-4.4), T4 = 2.2 (0.8-2) dan TSH <0.01 (0.35-4.94). Kasus ini mewakili kejadian krisis tiroid yang
disebabkan oleh kondisi yang berhubungan dengan penyakit akut/sub akut dimana sebelumnya pasien
tidak mengalami gangguan endokrin.

Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis dari kritis tiroid merupakan suatu kondisi ekstrem dari keadaan
tirotoksikosis. Semakin parahnya, gejala dari tirotoksikosis patut diwaspadai, karena kondisi seperti
ini akan jatuh pada tahap krisis tiroid. Migneco (2014) menjelaskan bahwa gambaran klinis dari krisis
tiroid terbagi menjadi 4 hal utama, yaitu : 1) demam tinggi, 2) gangguan kardiovaskuler seperti sinus
takikardi atau variasi aritmia supraventrikuler(takikardi atrial paroksisimal, atrial fibrilasi, atrial
flutter), dan dapat dijumpai gagal jantung kongestif, 3) gangguan sistem saraf pusat (agitasi,
kegelisahan, kebingungan, delirium, dan koma), 4) gangguan gastrointestinal seperti muntah dan
diare.

Senada dengan yang diungkapakan oleh Migneco, Nayak (2010) menyatakan bahwa
manifestasi klinis dari krisis tiroid meliputi :

1. Gangguan Konstitusional

Salah satu kondisi yang dapat ditemukan pada pasien dengan krisis tiroid adalah kehilangan

berat badan. Hal ini dapat disebabkan kondisi hipermetabolik yang terjadi, dimana sejumlah energi
dihasilkan namun pada kondisi ini penggunaan energi terjadi secara berlebihan. selanjutnya, hal ini
akan menyebabkan peningkatan produksi panas dan pembuangan panas secara berlebihan. gejala
konstitusional lain yang dapat ditemukan adalah kelelahan dan kelemahan otot

2. Gangguan Neuropsikiatri

Gangguan neuropsikiatri pada pasien dengan krisis trioid dapat ditemukan kondisi seperti

labilitas, gelisah, cemas, agitasi, bingung, psikosis, bahkan koma. Sebuah studi perilaku menunjukkan
bahwa kinerja memori dan konsentrasi yang buruk berbanding dengan derajat keparahan
tirotoksikosis itu sendiri.

3. Gangguan Gastrointestinal

Gejala gastrointestinal meliputi peningkatan frekuensi motilitas usus yang disebabkan


peningkatan kontraksi motor usus kecil. Hal ini akan menyebabkan pembuangan isi usus lebih cepat
4. Gangguan Kardiorespiratori

Gejala kardiorespiratori pada pasien tirotoksikosis meliputi palpitasi dan dispnea. Sesak

nafas dapat disebabkan multifaktorial dikarenakan penurunan komplians paru dan gagal jantung kiri.
Selian itu, nyeri dapat ditemukan pada pasien dengan tirotoksikosis seperti halnya nyeri pada angina
pectoris. Nyeri ini dapat disebabkan oleh peningkatan kebutuhan penggunaan oksigen dan spasme
arteri koroner. Gejala lainnya pada pasien dengan krisis tiroid dapat ditemukan kondisi seperti
takikardi, peningkatan nadi, pleuropericardial, dan takiaritmia.

Sebuah studi retrospektif yang dilakukan oleh Swee (2013) di Rumah Sakit Umum Singapura
bertujuan untuk menggambarkan keadaan klinis dan epidemiologis pasien dengan krisis tiroid serta
mengidentifikasi determinan spesifik dalam memprediksi mortalitas. Sampel merupakan pasien

dengan krisis tiroid yang dirawat dari 2006-2011 dengan menggunakan data sekunder yang berjumlah
28 orang (rekam medis tertulis dan elektronik). Kesemua data tersebut dinilai dengan menggunakan
Burch Wartofsky (BW) skor. Hasil penelitian didapatkan hubungan yang signifikan antara tingkatan
sedang gangguan pada sistem saraf pusat (Moderate CNS) meliputi delirium, psikosis, dan lethargi
dengan kejadian mortalitas (P=0.008). Sedangkan total skor BW, usia, dan kadar hormon T4 dan
respon sistemik lainnya (termoregulatori, kardiovaskuler, dan GI-hepatic) tidak ditemukan sebagai
prediksi mortalitas.

PATOFISIOLOGI

Patogenesis kriris tiroid pada dasarnya belum diketahui secara pasti. Namun,dapat dipastikan
bahwa kadar hormon tiroid yang beredar dalam darah menjadi jauh lebih tinggi.

Menurut Hudak & Galo (2010) terdapat tiga mekanisme fisiologis yang dapat meningkatkan
krisis tiroid:

1. Pelepasan seketika hormon tiroid dalam jumlah yang besar

Pelepasan tiba-tiba hormon tiroid dalam jumlah besar diduga menyebabkan manifestasi

hipermetabolik yang terjadi selama krisis tiroid. Pelepasan tiba-tiba hormon tiroid ini dapat
disebabkan pemberian yodium radioaktif, pembedahan tiroid, atau dosis berlebihan pemberian
hormon tiroid.

2. Hiperaktivitas adrenergik

Hiperaktivitas adrenergik dapat dipandang sebagai kemungkinan penghubung pada krisis

tiroid. Hal ini dapat dilihat dari pemberian penghambat beta adrenergic memberikan respon yang
dramatis pada pasien dengan krisis tiroid (Bakta, M, Suartika, K, 1999)
Hormon tiroid dan katekolamin saling mempengaruhi satu sama lain. Namun, masih belum
pasti apakah efek hipersekresi hormon tiroid atau peningkatan kadar katekolamin menyebabkan
peningkatan sensitivitas dan fungsi organ efektor, Interaksi tiroid katekolamin menyebabkan
peningkatan kecepatan reaksi kimia, meningkatkan konsumsi nutrient dan oksigen, meningkatkan
produksi panas, perubahan keseimbangan cairan dan elektrolit dan status katabolik.

3. Lipolisis dan pembentukan asam lemak yang berlebihan

Dengan lipolisis yang berlebihan terjadi peningkatan jumlah asam lemak bebas. Okisdasi dan

asam lemak bebas ini menyebabkan meningkatnya kebutuhan oksigen, kalori, dan hipertermi
dengan menghasilkan produksi panas yang berlimpah yang sulit untuk dihilangkan melalui proses
vasodilatasi. Sedangakan menurut Urden (2010), proses patofisiologis pada krisis tiroid dapat
dijelaskan sebagai berikut :

Pada hipertiroidisme hormon tiroid yang berlebih menyebabkan peningkatan aktiivitas


metabolik dan merangsang reseptor β-adrenegic, yang akan menyebabkan peningkatan respon SNS.
Terdapat hiperaktivitas dari jaringan syaraf, jaringan cardiac, jaringan otot polos, dan produksi panas
yang berlebih.

Peningkatan hormon tiroid juga akan menyebabkan pemakaian oksigen seluler di hampir
seluruh proses metabolik sel di dalam tubuh. Metabolisme yang berlebih akan menghasilkan panas ,

dan suhu tubuh dapat mencapai 41 o C atau (106.80 F). Respon dari cardiac adalah dengan cara
meningkatkan CO dan memompa darah lebih banyak untuk mengirimkan oksigen secara cepat dan
membawa karbondioksida. Sehingga akan mengakibatkan takikardi dan hipertensi. Pada akhirnya,
permintaan oksigen dalam keadaan hipermetabolik yang begitu besar mengakibatkan jantung tidak
dapat berkompensasi secara adekuat.

Guyton (1997) memiliki pandangan lain terkait peningkatan aktivitas metabolik seluler di
dalam tubuh. Menurut Guyton, peningkatan aktivitas metabolik berhubungan dengan meningkatnya
transport aktif ion-ion melalui mebran sel. Salah satu enzim yang meningkat sebagai respon hormon
tiroid adalah Na, K-ATPase. Na, K-ATPase ini selanjutnya meningkatkan kecepatan transport baik
natrium maupun kalium melalui membran-membran sel dari berbagai jaringan. Proses ini
menggunakan energi dan meningkatkan jumlah panas yang dibentuk dalam tubuh. Pada akhirnya
proses ini diduga sebagai salah satu mekanisme peningkatan kecepatan metabolik dalm tubuh.

Peningkatan aktivitas metabolik yang terjadi menyebabkan peningkatan kebutuhan oksigen


dan sumber energi. Hal ini berpotensi terjadinya asidosis metabolik. Peningkatan peristaltik usus akan
menyebabkan terjadinya diare, mual, dan muntah. Gejala ini akan menyebabkan terjadinya dehidrasi
dan malnutrisi serta kehilangan BB pada pasien (Urder, 2010).
Kontraksi dan relaksasi otot dapat meningkat secara cepat. Keadaan ini disebut juga dengan
hiperrefleksia hipertiroidisme. Kelemahan otot terjadi disebabkan oleh katabolisme protein yang
berlebihan.

Hiperaktivitas adrenergic akan menyebabkan respon kardiovaskuler dan respon sistem syaraf
terhadap kondisi hipermetabolik. Atrial fibrilasi atau atrial flutter dilaporkan terjadi 8.3% pada pasien
dengan keadaan hipertiroidisme (Frost L et al, 2004: Urden et al, 2010). Edema pulmoner dan gagal
jantung akut juga dapat terjadi pada krisis tiroid. Selain itu, peningkatan β-adrenegic juga akan
menyebabkan keadaan labilitas emosional, tremor, agitasi, bahkan delirium.

DIAGNOSIS

Diagnosis dari krisis tiroid ditegakkan melalui temuan-temuan klinis. Burch & Watorfsky
(1993) mengembangkan suatu skoring yang disebut dengan APACHE (Acute Phisiology, Age, and
Chronic Health Evaluation) dengan kriteria yang terdiri dari suhu, sistem saraf pusat, gastrointestinal,
kardiovaskuler, dan sejarah presipitasi untuk penegakkan diagnosis dari krisis tiroid.

Kriteria Poin

Gangguan Termoregulasi

Temperature 0F

99.0–99.9 5

100.0–100.9 10

101.0–101.9 15

102.0–102.9 20

103.0–103.9 25

≥104.0 30 30

Kardiovaskuler

Takikardia (beats per minute)

100–109 5

110–119 10

120–129 15

130–139 20

≥140 25
Atrial Fibrilasi

Absent 0

Present 10

Congestive Heart Failure

Absent 0

Mild 5

Moderate 10

Severe 20

Disfungsi Gastrointestinal-Hepatic

Manifestation

Absent 0

Mild 10

Severe 20

Gangguan CNS

Manifestasi

Absen 0

Mild (agitation) 10

Moderate (delirium, psikosis, ekstreme lethargy) 20

Severe (Seizure, coma) 30

Sejarah Pencetus (Precipitant History)

Status

Positif 0
Negatif 10

Scores totaled

>45 Thyroid storm

25-44 Impending Storm

< 25 Storm Unlikely

Sumber : (Burch and Wartofsky, 1993 (21) dalam ATA & AACE, 2011)

Adapun kesimpulan dari scoring ini adalah jika skor pasien > 45 maka pasien didiagnosis
mengalami krisis tiroid. Skor 25-44 menunjukkan kondisi ini segera terjadi krisis tiroid dan jika
skor < 25 menunjukkan tidak terjadi krisis tiroid.

Selain Burch and Wartofsky (BW) scoring sebagai alat untuk menilai kriteria diagnosis
krisis tiroid, Japan Thyroid Association dan Japan Endocrine Society (JTA/JCE) juga memiliki
kriteria diagnosis krisis tiroid. Kriteria diagnosis yang dirumuskan oleh JTA/JCE ini jauh lebih
mudah dan sederhana jika dibandingkan dengan BW scoring. Dibawah ini merupakan kriteria
diagnostic krisis tiroid menurut JTA/JCE :

Diagnostic Criteria For Thyroid Storm of Japan Thyroid Association and Japan Endocrine
Society

Essential criterion symptoms : Presenece of thyrotoxicosis (elevation of free T3

and/or T4)

Symptoms : 1. Symptoms involving the central nervous

system

2. Fever (≥ 38oC)

3. Tachycardia (≥ 130/min)

4. Symptoms of heart failure

5. Gastrointestinal system
Cases definitely diagnosed as having thyroid storm :

Satisfaction of the essential criterion and at least one of the following criteria

a. Central nervous system symptoms + one more of the symptoms, or


b. 3 or more symptoms other than those of central nervous system

Cases suspected of having thyroid storm :

b. Satisfaction of essential criterion + 2 symptoms other than those of central nervous system, or
Satisfaction of essential criterion is not confirmed, but positive history of thyroid disease +
exopthalmos + goiter are present and criterion a or b for definite case is satified

PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Laboratorium

Seperti yang telah dijelaskan di atas penegakkan diagnosa krisis tiroid berdasarkan temuan-
temuan klinis, bukan berdasarkan hasil laboratorium. Hasil laboratorium dapat berguna untuk
mengidentifikasi faktor pencetus.

Pemeriksaan laboratorium yang ditemukan seperti peningkatan kadar serum total dan
konsentrasi T3 bebas, peningkatan T4, dan penekan level TSH. Gambaran laboratorium lain berupa
leukositosis, abnormalitas enzim liver, hiperglikemia, hiperkalsemia, dan peningkatan glikogenolisis.
Hiperkalsemia dapat ditemukan karena hormon tiroid dapat menstimulasi resorpsi tulang (misra;
2012, nayak; 2010)

2. Pemeriksaan Radiologis

Pemeriksaan yang dapat dilakukan adalah dengan penggunaan ultratiroid scan. Pemeriksaan

ini dapat memperlihatkan keadaan dari hipertiroidisme yang ditunjukkan dengan gambaran khas dari
basedow’s disease atau nodular goiter dengan karakteristik warna-pola Doppler dari hiperaktivitas
kelenjar tiroid. Sehingga, hal ini dapat membedakan kelenjar normal dengan mudah (Migneco et al,
2005).

Studi pencitraan lain yang dapat dilakukan adalah radiografi dada. Radiografi dada berguna
untuk menunjukkan adanya pembesaran jantung dan menunjukkan adanya oedema paru yang
disebabkan karna adanya pembesaran jatung ataupun infeksi paru. Selain itu, dapat dilakukan CT scan
untuk menilai fungsi neurologis pasien (Misra, 2010).

3. Pemeriksaan Lainnya
Pemeriksaan lain yang dapat dilakukan adalah ECG. Pemeriksaan ini bertujuan untuk

memonitor cardiac aritmia, dimana kasus atrial fibrilasi paling banyak ditemukan pada pasien dengan
krisis tiroid. Aritmia yang lain seperti halnya flutter, ventrikular takikardi juga dapat terjadi pada
kasus ini (Misra, 2010).

Anda mungkin juga menyukai