Anda di halaman 1dari 9

A.

Definisi
Isolasi sosial adalah keadaan dimana seseorang individu mengalami penurunan atau
bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan orang lain di sekitarnya. Pasien
mungkin merasa ditolak, tidak diterima, kesepian, dan tidak mampu membina hubungan
yang berarti dengan orang lain (Nanda, 2012).
Isolasi sosial merupakan upaya menghindari komunikasi dengan orang lain karena
merasa kehilangan hubungan akrab dan tidak mempunyai kesempatan untuk berbagi rasa,
pikiran, dan kegagalan. Pasien mengalami kesulitan dalam berhubungan secara spontan
dengan orang lain yang dimanifestasikan dengan mengisolasi diri, tidak ada perhatian dan
tidak sanggup berbagi pengalaman.
Menurut Pawlin (Prabowo, 2014), menarik diri merupakan upaya yang dilakukan
seseorang dengan menghindari interaksi dengan orang lain atau menghindari hubungan
dengan orang lain. Seseorang dengan perilaku menarik diri akan berusaha menghindari
interaksi dengan orang lain.
B. Etiologi
Berbagai faktor dapat menimbulkan respon yang maladaptif. Menurut Stuart dan
Sundeen (2007) dalam Damaiyanti dan Iskandar (2012), belum ada suatu kesimpulan yang
spesifik tentang penyebab gangguan yang mempengaruhi hubungan interpersonal. Faktor
yang mungkin mempengaruhi isolasi sosial adalah faktor predisposisi dan faktor
presipitasi.
1. Faktor Predisposisi
Beberapa faktor yang dapat menyebabkan isolasi sosial :
 Faktor perkembangan
Setiap tahap tumbuh kembang memiliki tugas yang harus didahului
individu dengan sukses, karena apabila tugas perkembangan ini tidak dapat
dipenuhi, akan menghambat masa perkembangan selanjutnya. Pada masa dewasa
akhir, kehidupan seseorang akan mengalami banyak perubahan, baik saat akibat
penurunan kemampuan fisik, perubahan status individu, kehilangan pasangan
hidup, kehilangan komunikasi dengan anak, sehingga menyebabkan peningkatan
ketergantungan dengan orang lain.
 Faktor komunikasi dalam keluarga
Gangguan komunikasi dalam keluarga merupakan faktor pendukung untuk
terjadinya gangguan hubungan sosial, seperti adanya komunikasi yang tidak jelas
(double bind) yaitu suatu keadaan dimana individu menerima pesan yang saling
bertentangan dalam waktu bersamaan, dan ekspresi emosi yang tinggi di setiap
berkomunikasi.
 Faktor sosial budaya
Isolasi sosial atau mengasingkan diri dari lingkungan merupakan faktor
pendukung terjadinya gangguan berhubungan. Dapat juga disebabkan oleh karena
norma-norma yang salah yang dianut oleh satu keluarga, seperti anggota tidak
produktif diasingkan dari lingkungan social.
 Faktor biologis
Genetik merupakan salah satu faktor pendukung gangguan jiwa. Insiden
tertinggi skizofrenia ditemukan pada keluarga yang anggota keluarganya ada yang
menderita skizofrenia. Berdasarkan hasil penelitian pada kembar monozigot
apabila salah diantaranya menderita skizofrenia adalah 58%, sedangkan bagi
kembar dizigot perentasenya 8%.
2. Faktor Presipitasi
Stressor presipitasi terjadinya isolasi sosial dapat ditimbulkan oleh faktor internal
maupun eksternal.
 Stressor sosial budaya
Stressor sosial budaya dapat memicu kesulitan dalam berhubungan,
terjadinya penurunan stabilitas keluarga seperti perceraian, berpisah dengan orang
yang dicintai, kehilangan pasangan pada usia tua, dipenjara. Semua ini dapat
menimbulkan isolasi sosial.
 Stressor biokimia
Teori dopamin: kelebihan dopamin pada mesokortikal dan mesolimbik
serta tractus saraf dapat merupakan indikasi terjadinya skizofrenia.
Menurunnya MAO (Mono Amino Oksidasi) di dalam darah akan meningkatkan
dopamine dalam otak. Karena salah satu kegiatan MAO adalah sebagai enzim
yang menurunkan dopamine, maka menurunnya MAO juga dapat merupakan
indikasi terjadinya skizofrenia.
 Faktor endokrin: jumlah FSH dan LH yang rendah ditemukan pada klien
skizofrenia. Demikian pula prolactin mengalami penurunan karena dihambat.

C. Gejala- gejala Perilaku Isolasi Sosial : Menarik Diri


Menurut Yosep & Sutini (2014), gejala menarik diri terbagi menjadi dua:
a) Gejala subjektif
Gejala subjektif merupakan gejala yang dirasakan dan dapat diungkapkan secara
langsung oleh subjek. Orang lain dapat mengetahui gejala tersebut dengan
menanyakan langsung pada subjek. Gejala subjektif antara lain nampak dalam
gambaran perilaku sebagai berikut :
 Perasaan kesepian
 Merasa tidak aman berada dengan orang lain
 Mengatakan hubungan yang tidak berarti dengan orang lain
 Merasa bosan pada aktivitas sehari-hari.
 Tidak mampu berkonsentrasi dan membuat keputusan
 Merasa tidak berguna
 Merasa tidak yakin dapat melangsungkan hidup
 Merasa ditolak oleh orang lain
b) Gejala objektif
Gejala objektif merupakan gejala yang dapat langsung terlihat dan dapat diamati
oleh orang lain mengenai kondisi atau keadaan yang dialami subjek antara lain :
 Komunikasi verbal menurun,
 Tidak mengikuti kegiatan
 Banyak berdiam diri di kamar
 Tidak mau berinteraksi dengan orang lain
 Apatis (acuh terhadap lingkungan sekitar)
 berperilaku kurang spontan dalam menghadapi masalah
 Aktivitas menurun, keengganan seseorang melakukan kegiatan sehari-hari.
 Ekspresi wajah kurang berseri
Menurut Townsend (Muhith, 2015) dan Keliat (1999) terdapat beberapa gejala
perilaku menarik diri sebagai berikut :
 Berperilaku kurang spontan yaitu tidak langsung merespon terhadap masalah
yang sedang dihadapinya.
 Apatis terhadap kegiatan sekitar
Merupakan sikap acuh tak acuh, tidak peduli dan masa bodoh terhadap
lingkungan sekitar. Istilah psikologi untuk keadaan tidak peduli atau acuh yaitu
seseorang tidak tanggap atau tidak peduli terhadap aspek emosional, sosial atau
kehidupan fisik.
 Ekspresi wajah kurang berseri yaitu seseorang memperlihatkan ekspresi sedih.
 Afek tumpul
Afek tumpul merupakan ekspresi perasaan yang kurang atau terbatas atau
ketidakmampuan membangkitkan emosi dan berespon terhadap suatu keadaan.
 Aktivitas menurun
Keengganan seseorang melakukan kegiatan sehari-hari. Artinya perawatan diri
dan kegiatan sehari-hari yang dilakukan menurun.
 Komunikasi verbal menurun atau tidak ada. Komunikasi verbal menurun nampak
dalam perilaku seseorang yang tidak banyak bercakap-cakap dengan orang lain.
 Mengisolasi diri (menyendiri), yaitu seseorang yang memisahkan diri dari orang
lain dalam aktivitas sehari-harinya seperti, seseorang akan mengambil jarak pada
orang lain pada saat berkumpul, berdiam diri dikamar sendirian dan melarang
orang lain berada didekatnya.
 Harga diri rendah
Harga diri rendah merupakan perasaan negatif terhadap diri sendiri, hilang
kepercayaan diri, merasa gagal mencapai keinginan, yang ditandai dengan adanya
perasaan malu terhadap diri sendiri, rasa bersalah terhadap diri sendiri, gangguan
hubungan sosial, merendahkan martabat, percaya diri kurang, dan juga dapat
mencederai diri.
 Tidak ada kontak mata, klien lebih sering menunduk.
 Menolak berkomunikasi dengan orang lain. Klien memutuskan percakapan atau
pergi jika di ajak bercakap-cakap.
D. Patofisiologi
Menurut Stuart and Sundeen (1998). Salah satu gangguan berhubungan sosial
diantaranya perilaku menarik diri atau isolasi social yang disebabkan oleh perasaan tidak
berharga, yang bisa dialami klien dengan latar belakang yang penuh dengan
permasalahan, ketegangan, kekecewaan dan kecemasan.
Perasaan tidak berharga menyebabkan klien makin sulit dalam mengembangkan
hubungan dengan orang lain. Akibatnya klien menjadi regresi atau mundur, mengalami
penurunan dalam aktifitas dan kurangnya perhatian terhadap penampilan dan kebersihan
diri.
Klien semakin tenggelam dalam perjalanan dan tingkah laku masa lalu serta
tingkah laku primitive antara lain pembicaraan yang autistic dan tingkah laku yang tidak
sesuai dengan kenyataan, sehingga berakibat lanjut menjadi halusinasi (Dalami, 2009)

Etiologi :
Faktor Predisposisi & Faktor Preptasi

Gangguan Tugas Perkembangan:


Tahap Dewasa akhir

Internal stressor & external stressor :

Inefectieve coping (Koping individu tidak efektif)

Perubahan Perilaku Psikososial

Menarik diri dari Sosial

Gangguan Sensori Presepsi Isolasi Sosial Defisit Perawatan Diri


E. Perilaku Menarik Diri pada Lansia
Usia lanjut dikatakan sebagai tahap akhir perkembangan pada daur kehidupan
manusia. Menurut Pasal 1 ayat (2), (3), (4) UU No.13 Tahun 1998 tentang kesehatan,
dikatakan bahwa usia lanjut adalah seseorang yang telah mencapai usia lebih dari 60
tahun (Maryam dkk, 2008). Menurut Laksamana (1983), perubahan yang terjadi pada
lansia dapat disebut sebagai perubahan `senesens` dan perubahan ’senilitas’. Perubahan
`senesens’ adalah perubahan-perubahan normal dan fisiologik akibat usia lanjut.
Perubahan ’senilitas’ adalah perubahan¬-perubahan patologik permanen disertai dengan
makin memburuknya kondisi badan pada usia lanjut. Perubahan yang dihadapi lansia
pada umumnya adalah pada bidang klinik, kesehatan jiwa dan problema bidang sosio
ekonomi. Oleh karena itu lansia adalah kelompok dengan resiko tinggi terhadap problem
fisik dan mental.
Penuaan merupakan proses normal perubahan yang berhubungan dengan waktu,
yang dimulai sejak lahir dan berlanjut sepanjang hidup. Usia tua adalah fase akhir dari
rentang kehidupan. Manusia lanjut usia adalah seseorang yang karena usianya mengalami
perubahan biologis, fisik, kejiwaan, dan sosial (Murwani & Priyantari, 2011).
Menurut Musri (Wicaksono, 2011), Proses menua (aging) adalah proses alami
disertai adanya penurunan kondisi fisik, psikologis maupun sosial yang saling
berinteraksi satu sama lain. Keadaan itu cenderung berpotensi menimbulkan masalah
kesehatan secara umum maupun kesehatan jiwa. Masalah kesehatan jiwa pada lansia
termasuk juga dalam masalah kesehatan yang dibahas pada pasien-pasien geriatri dan
psikogeriatri sebagai bagian dari Gerontologi, yaitu ilmu yang memelajari segala aspek
dan masalah lansia, meliputi aspek fisiologis, psikologis, sosial, kultural, ekonomi dan
lain-lain.
Ada beberapa teori yang berkaitan dengan proses penuaan, diantaranya adalah
teori sosial. Teori sosial yang berkaitan dengan proses penuaan menjelaskan bahwa
adanya perilaku menarik diri yang dialami oleh seseorang di masa tersebut (Maryam dkk,
2008). Teori tersebut merupakan teori sosial tentang penuaan yang paling awal dan
pertama kali diperkenalkan oleh Gumming & Henry (Maryam dkk, 2008). Kemiskinan
yang diderita oleh lansia dan menurunnya derajat kesehatan mengakibatkan seorang
lansia secara perlahan-lahan menarik diri dari pergaulan sekitarnya. Proses penuaan
mengakibatkan interaksi sosial lansia mulai menurun, baik secara kualitas maupun
kuantitas, oleh sebab itu masyarakat juga perlu memersiapkan kondisi agar para lansia
tidak menarik diri (Maryam Dkk, 2008). Menarik diri merupakan suatu upaya yang
dilakukan oleh seseorang untuk menghindari interaksi dengan orang lain atau
menghindari hubungan dengan orang lain (Prabowo, 2014).
Seorang yang berusia lanjut memiliki risiko tinggi terhadap problem fisik dan
mental, karena perubahan-perubahan yang dihadapi lansia seperti perubahan dan atau
mengalami penurunan kondisi fisik, psikologis dan sosial. Sejalan dengan teori sosial
disebutkan adanya teori penarikan diri yang di alami oleh seorang lansia. Proses penuaan
menyebabkan interaksi sosial seorang lansia menurun, sehingga membuat lansia menarik
diri dari lingkungan sosialnya. Penarikan diri seorang lansia dari lingkungan sosialnya
merupakan bentuk tingkahlaku mereka yang berkaitan dengan penghindaran terhadap
hubungan sosial dengan orang lain, melarikan diri dari kesulitan, mengambil jarak,
berupa tindakan menarik diri dari aktivitas dan lingkungan sosial.

F. Intervensi untuk Penurunan Perilaku Menarik Diri pada Lansia


Terapi aktivitas kelompok merupakan terapi modalitas yang dilakukan kepada
sekelompok orang yang memiliki masalah kelompok yang sama. Terapi Aktivitas
Kelompok terbagi menjadi empat jenis, TAK Stimulasi Persepsi, TAK Stimulasi
Sensoris, TAK Orientasi Realitas dan TAK Sosialisasi. Menurut Keliat & Akemat
(2009), TAK untuk pasien menarik diri adalah TAK Sosialisasi, karena TAK Sosialisasi
merupakan upaya memfasilitasi kemampuan sosialisasi klien dengan masalah hubungan
sosial. Terapi Aktivitas Kelompok Sosialisasi ini merupakan upaya memfasilitasi
sosialisasi sejumlah klien dengan masalah hubungan sosial secara berkelompok. Aktivitas
digunakan sebagai terapi, dan kelompok digunakan sebagai target perilaku. Pada
kelompok terjadi dinamika interaksi saling bergantung, saling membutuhkan dan menjadi
tempat lansia melatih perilaku baru yang adaptif untuk memerbaiki perilaku lama yang
maladaptif. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Sumaila (2015) menjelaskan bahwa
terdapat perubahan kemampuan sosialisasi pada lansia di Panti Sosial Tresna Wherda
Ilomata Kota Gorontalo setelah dilakukan Terapi Aktivitas Kelompok Sosialisasi.
G. Cara untuk Tetap Aktif dan Produktif di Usia Lanjut
Lansia akan terhindar dari perilaku menarik diri jika mereka aktif bersosialisasi
dalam masyarakat. Untuk tetap dapat bersosialisasi, maka lansia harus memiliki tubuh
yang sehat, aktif, serta produktif. Berikut beberapa cara yang dapat dilakukan untuk
menjaga stamina dan kesehatan tetap prima bagi para lansia agar produktif dan otak tetap
tajam :
1. Olahraga
Berolahraga dapat menjaga kesehatan sekaligus meningkatkan kekuatan. Alasanya,
semakin tua usia tubuh, latihan kekuatan dengan berolahraga dan membantu
membangun massa otot dan mempertahankan kekuatan otot. Untuk lansia, disarankan
memilih olahraga yang nyaman dan menyenangkan untuk dilakukan. Artinya, tak
perlu memaksa untuk berolahraga seperti orang lainnya. Olahraga itu dapat berupa
lari pagi santai, aerobik atau yoga.
2. Mengatur pola makan
Pola makan yang baik dapat dilakukan dengan menghindari jenis makanan dan
minuman yang dapat mengakibatkan gangguan atau sindrom metabolik seperti
hipertensi, hiperglikemia, hiperkosterolemia, dan obesitas serta perbanyak konsumsi
buah dan sayuran. Penelitian menunjukkan buah dan sayur dapat mengurangi risiko
kolesterol dan menangkal kanker yang banyak menyerang di usia tua. Pasalnya, buah
dan sayuran mengandung banyak vitamin, mineral dan antioksidan yang dapat
meningkatkan sistem imun serta menangkal penyakit. 
3. Istirahat yang cukup
Lansia membutuhkan waktu tidur yang cukup selama 7-9 jam sehari. Hanya saja,
kondisi kesehatan obat-obatan yang dikonsumsi dan kebiasaan buruk yang dijalani
membuat orang tua kesulitan tidur cukup. 
4. Kurangi stress
Stres dapat menjadi pemicu ritme tubuh berantakan sehingga mengakibatkan sulit
beristirahat. Disarankan agar lansia dapat meredakan stres dengan melakukan hal
yang menyenangkan, seperti bermain bersama cucu atau hewan peliharaan,
memancing, bernyanyi, atau membaca quran bagi yang beragama muslim.
5. Minum air putih
Menjaga tubuh untuk tetap terhidrasi penting bagi orang yang sudah berusia lanjut.
Mengonsumsi air putih dapat menjaga kesehatan metabolisme tubuh. Meminum 500
ml air per hari membantu meningkatkan metabolisme hingga 30 persen. Studi bahkan
menyarankan untuk meminum segelas air setiap jam agar menjaga tubuh tetap fokus.

Daftar Pustaka :

Damaiyanti, M., & Iskandar.2012. Asuhan Keperawatan Jiwa. Jakarta: Refika Aditama

Keliat, B.A, dkk. 2011. Keperawatan Kesehatan Jiwa Komunitas : CMHN (Basic Course). Jakarta: EGC

Maryam, R.S. 2008. Mengenal Usia Lanjut dan Perawatannya. Jakarta: Salemba Medika.

Prabowo, Eko. 2014. Konsep & Aplikasi Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Nuha Medika

Purba, dkk. (2008). Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Masalah Psikososial dan
Gangguan Jiwa. Medan: USU Press

S, Trimelia. 2011. Asuhan Keperawatan Klien Isolasi Sosial. Jakarta ; Trans Info Media.

Anda mungkin juga menyukai