Anda di halaman 1dari 29

BLOK OROMAKSILOFASIAL 1

Makassar, 3 Mei 2018

MAKALAH
PROBLEM BASED LEARNING (PBL)
MODUL 4

“NYERI OROFASIAL”

KELOMPOK 6
1. AYASHA AUDIA SARI J111 16 317
2. NURUL MAGFIRAH SUSKIAH J111 16 318
3. IMELDA PONGSAMMA J111 16 319
4. ANITA SAFRIANI J111 16517
5. FILZAH AZALIA J111 16 518
6. MAGFIRAH NURSAPHIRA ASTHA J111 16519
7. ANNISA RAMADHANI A J111 16 028
8. BAU MILA TUNNIZHA J111 16029
9. ANANDA NURUL FADHILAH J111 16030
10. A ESTY WIJAYANTI SYAH J111 16034
11. ANSYARI MUIS J111 16 035
12. FATHIMAH J111 16 036
13. YURI J111 16 531
14. ANUGRAH ANTIKA BASIS J111 16 532
15. NUR RAIHANA PUTRI AINUN J111 16702

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI


UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2018
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.


Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat dan hidayatNya kepada kami sehingga kami masih diberi kesempatan
untuk menyelesaikan penyusunan makalah kelompok dengan mata kuliah Blok
Oromaksilofasial 1 modul keempat yang berjudul “Nyeri Orofasial”.
Kami berharap agar makalah ini dapat menjadi penuntun atau pedoman
dan dapat berguna bagi pembaca. Kami menyadari bahwa makalah ini belum
sempurna sehingga kami sangat mengharapkan saran, tanggapan dan kritik
membangun dari para pembaca agar pada pembuatan makalah selanjutnya dapat
lebih baik lagi.
Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Makassar, 3 Mei 2018

Tim Penyusun

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................ii
DAFTAR ISI..........................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1
1.1 Latar belakang.............................................................................................1
1.2 Rumusan masalah........................................................................................1
1.3 Tujuan penulisan..........................................................................................2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA..............................................................................3


2.1 Anatomi N. Trigeminus...............................................................................3
2.2 Nyeri dan jenis-jenisnya..............................................................................8
2.3 Mekanisme nyeri secara umum.................................................................10
2.4 Penegakan diagnosis..................................................................................11
2.5 Assessment nyeri........................................................................................13
2.6 Jenis-jenis nyeri orofasial..........................................................................17
2.7 Diagnosis serta etiologi pada kasus...........................................................19
2.8 Gambaran klinis diagnosis pada kasus......................................................21
2.9 Diagnosis banding dari kasus....................................................................21
2.10 Perawatan yang tepat pada kasus.............................................................22

BAB III PENUTUP...............................................................................................25


3.1 Kesimpulan...............................................................................................25
3.2 Saran..........................................................................................................25

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................26

DAFTAR ISI

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


International Association for Study of Pain (IASP), mendefenisikan
nyeri sebagai suatu pengalaman sensori emosional yang tidak
menyenangkan yang berkaitan dengan kerusakan jaringan aktual dan
potensial yang tidak menyenagkan yang terlokalisasi pada suatu bagian
tubuh ataupun sering disebut dengan istilah distruktif dimana jaringan
rasanya seperti di tusuk-tusuk, panas terbakar, melilit, seperti emosi,
perasaan takut dan mual.

Nyeri orofasial adalah setiap rasa sakit yang terjadi di daerah orofasial.
Saat ini nyrti orofasial meliputi: nyeri muskuloskeletal pengunyahan; nyeri
muskuloskeletal servikal; nyeri neurovaskular; nyeri neuropatik; gangguan
tidur yang berhubungan dengan nyeri orofasial; dystonias orofacial; intraoral,
intrakranial, ekstra kranial , dan gangguan sistemik yang menyebabkan nyeri
orofasial.
Dunia kedokteran gigi selama beberapa tahun terakhir menuntut
pemahaman yang lebih komprehensif terhadap nyeri orofasial, Namun,
karena banyaknya persarafan di kepala, wajah dan struktur mulut, nyeri
orofasial seringkali sangat kompleks dan sulit untuk didiagnosis. 90% dari
nyeri orofasial bersumber dari gigi dan rongga mulut Sebagai dokter gigi, kita
dituntut untuk mampu mendiagnosis dan mengobati masalah gigi yang akut.
Selain masalah kesehatan gigi dan mulut, defek muskuloskeletal dan kondisi
nyeri neuropatik adalah penyebab nyeri wajah yang paling umum. Karena
keragaman manifestasi dan mekanisme yang berbeda dari transmisi rasa sakit,
diagnosis sangat penting untuk menentukan perawatan yang sesuai diagnosis
dan indikasi.

1.2 Rumusan masalah


1. Bagaimana anatomi N. Trigeminus?
2. Jelaskan definisi nyeri dan jenis-jenisnya!

1
3. Bagaimana mekanisme nyeri pada umumnya?
4. Bagaimana cara menegakkan diagnosis pada kasus?
5. Bagaimana assessment nyeri?
6. Sebutkan macam-macam nyeri orofasial!
7. Apa diagnosis pada kasus beserta etiologinya?
8. Bagaimana gambaran klinis kasus pada skenario?
9. Apa diagnosis banding dari kasus pada skenario?
10. Apa perawatan yang tepat untuk kasus pada skenario?

1.3 Tujuan penulisan


1. Untuk mengetahui bagaimana anatomi N. Trigeminus.
2. Untuk mengetahui definisi nyeri serta jenis-jenisnya.
3. Untuk mengetahui bagaimana mekanisme nyeri pada umumnya.
4. Untuk mengetahui bagaimana cara menegakkan diagnosis pada
kasus.
5. Untuk mengetahui bagaimana assessment nyeri.
6. Untuk mengetahui macam-macam nyeri orofasial.
7. Mampu menegakkan diagnosis pada kasus beserta etiologinya.
8. Untuk mengetahui bagaimana gambaran klinis kasus pada skenario.
9. Untuk mengetahui diagnosis banding dari kasus pada skenario.
10. Untuk menentukan perawatan yang tepat untuk kasus pada skenario.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi N. Trigeminus


Nervus trigeminus merupakan saraf terbesar diantara nervi cranialis
yang lain dan merupakan saraf sensorik utama untuk wajah dan kulit kepala,
berasal dari ganglion trigeminal. Nervus trigeminus bercabang menjadi tiga
divisi utama (atau tiga cabang utama). Divisi 1 (nervus opthalmicus) dan
divisi 2 (nervus maxillaris) hanya aferen (sensorik), divisi 3 (nervus
mandibularis) adalah aferen (sensorik) dan eferen (motoris).

Gambar 2.1 Percabangan N. Trigeminus (sumber: Scheid RC, Weiss G. Woelfel's


dental anatomy. 8th Ed. Philadelphia: Lippincott William-Wilkins; 2012. p. 424.)
1. Divisi I (Nervus Opthalmicus)
Nervus opthalmicus keluar dari cranium melalui fisura orbitalis
superior pada permukaan superior orbita. Mempunyai tiga cabang
utama: nervus lacrimalis yang paling kecil, nervus frontalis yang paling
besar, dan nervus nasociliaris. Nervus opthalmicus dan cabangnya

3
menyuplai sensasi umum (sentuhan, rasa sakit, tekanan dan temperatur)
pada kulit dari sepertiga atas wajah termasuk kulit dahi dan bagian
anterior kulit kepala, serta kulit di sekitar bola mata, kelopak mata, dan
hidung, dan bagian dari mukosa nasal dan sinus maxillaris. Nervus
opthalmicus tidak menyuplai rongga mulut.
2. Divisi II (Nervus Maxillaris)
Nervus maxillaris memperlengkapi dengan sensasi umum
(sentuhan, rasa sakit, tekanan dan temperatur) ke kulit sepertiga tengah
wajah dan palatum, plus cabang-cabang sensoris ke pulpa gigi atas.
Nervus maxillaris keluar dari rongga otak melalui foramen rotundum.
Setelah melewati foramen rotundum, nervus maxillaris berjalan melalui
spatium pterygopalatina.
Adapun cabang nervus maxillaris yaitu, nervus pterygopalatinus,
alveolaris superior posterior, nervus infraorbitalis, dan nervus
zygomaticus.
a. Cabang pertama nervus maxillaris: nervus pterygopalatinus
Cabang pertama dari nervus maxillaris, nervus
pterygopalatinus, terpecah di dekat foramen rotundum. Cabang dari
saraf ini, disebut nervus palatinus descendens, berjalan melalui
foramen palatina mayor menjadi nervus palatinus mayus. Nervus
palatinus mayus menyebar ke anterior untuk menyuplai mukosa
(penutup jaringan lunak bagian posterior dari palatum durum dan
gingiva palatina medial ke gigi molar dan premolar). Tepat
posterior dari foramen palatinus mayus, nervus palatinus medius
dan minor memasuki palatum melalui foramen palatina minor,
menyebar ke posterior untuk menyuplai tonsil dan mukosa palatum
mole.
Cabang panjang lain dari nervus pterygopalatinus, nervus
nasoplatinus, berjalan sepanjang atap cavum nasi kemudian
diagonal ke bawah dan ke anterior sepanjang septum nasi di mana
saraf masuk tulang palatum dan muncul pada bagian anterior
palatum melalui foramen incisivum. Cabang ini menginervasi

4
jaringan lunak dari septum nasi dan gingiva dan jaringan lunak
palatal lingual terhadap gigi anterior. Nervus nasopalatina kanan
dan kiri bergabung dengan nervus palatina mayor menginervasi
jaringan lunak pada seluruh palatina durum.
b. Cabang kedua nervus maxillaris: nervus alveolaris superior
posterior
Tepat sebelum nervus maxillaris bercabang masuk fisura dan
canalis infraorbitalis pada laintai orbita, dia mengeluarkan cabang
kedua, nervus alveolaris superior posterior. Cabang ini memasuki
canalis alveolaris pada pars infratemporalis maxilla. Saat sudah
masuk di dalam tulang trabekula (spongiosa) dari maxilla dan sinus
maxillaris, nervus dentalis masuk ke muara kecil pada akar gigi
untuk menyuplai molar atas (kecuali satu akar yaitu akar
mesiobukal dari molar pertama atas). Juga menginervasi tulang
alveolar, ligamen periodontium, gingiva fasial di dekat molar atas,
mukosa dari sebagian sinus atas, mukosa pipi di dekat molar atas.
c. Cabang ketiga nervus maxillaris: nervus infraorbitalis
Di dalam spatium pterygopalatina, cabang ke tiga dari nervus
maxillaris terpecah dan berjalan melalui fissura orbitalis inferior
pada lantai orbita, memasuki canalis infraorbitalis, di mana dia
menjadi nervus infraorbitalis. Ketika berada di dalam canalis
nervus infraorbitalis mengeluarkan dua alveolaris superior medius
(MSA) dan alveolaris superior anterior (ASA).
MSA berjalan ke depan di sepanjang sinus maxillaris.
Memberikan cabang dental kecil yang masuk ke gigi premolar
melalui akarnya (foramen apikalis) untuk menyuplai premolar atas
dan (akar mesiobukal molar pertama atas), tulang alveolar, ligamen
periodontium, dan gingiva fasial pada regio premolar atas, dan
sebagian sinus maxillaris.
ASA memberikan cabang dental kecil menyuplai pulpa,
tulang alveolaris, ligamen periodontal, gingiva fasia dari gigi
anterior atas, dan sebagian sinus maxillaris.

5
Setelah keluar dari foramen infraorbitale, nervus infraorbitalis
mercabang menjadi cabang terminal yang menginervasi kulit dan
mukosa disamping hidung (nervus nasalis), kulit dan mukosa
kelopak mata bawah (nervus palpebralis), kulit dan mukosa bibir
atas, gingiva fasial dan gigi premolar atas, dan gingiva fasial gigi
anterior (nervus labialis).
d. Cabang keempat nervus maxillaris: nervus zygomaticus
Nervus zygomaticus keluar pada fossa pterygopalatina,
memasuki orbita melalui fissura orbitalis inferior, kemudian
membagi diri menjadi nervus zigomatico temporalis dan nervus
zigomatico fasialis. Saraf ini menyuplai kulit regio temporalis dan
bagian bawah orbita.
3. Divisi III (Nervus Mandibularis) dari N Trigeminus
Nervus mandibularis keluar dari neurocranium melalui foramen
ovale. Berjalan ke dalam ruang di medial arcus zygomaticus dan ramus
mandibula, serta inferior dari os temporal, disebut spatium
infratemporalis. Sewaktu berjalan ke inferior ke arah foramen
mandibula di dalam mandibula.
Adapun cabang Nervus Mandibula terdiri menjadi empat cabang
sensoris utama: nervus auriculotemporalis, nervus bukalis, nervus
lingualis, dan nervus alveolaris inferior.
a. Nervus auriculotemporalis
Nervus auriculotemporalis keluar dari trunctus utama tepat di
bawah basis cranii, mengarah ke belakang untuk menyuplai rasa
sakit dan serabut propriosepsi ke TMJ, dan menyuplai kulit auris
eksterna serta aspek lateral cranium dan pipi.
b. Nervus bukalis
Nervus bukalis keluar tepat di bawah foramen ovale dan
berjalan melalui spatium infratemporalis antara dua caput musculus
pterygoideus lateralis, kemudian ke bawah dan depan menuju ke
musculus bukalis di mana saraf ini menginervasi mukosa sampai

6
kulit pipi pada sudut mulut, dan gingiva bukalis di daerah molar
bawah dan kadang-kadang premolar kedua bawah.

c. Nervus lingualis

Nervus lingualis keluar dari inferior foramen ovale berjalan


menuju lidah. Saraf ini berjalan ke bawah, medial dari ramus tetapi
lateral dari musculus pterygoideus medialis, ke membran mukosa
tepat lingual dari molar terakhir.
Nervus lingualis memberi sensasi umum ke permukaan atas
(dorsal) dan bawah (ventral) dari duapertiga anterior lidah dan
jaringan sekitarnya. Jaringan di dekatnya termasuk jaringan lunak
pada lantai dasar mulut dan permukaan internal mandibula serta
gingiva lingual dari seluruh mandibula.

d. Nervus alveolaris inferior


Nervus alveolaris inferior keluar dari nervus mandibularis pada
bagian medial musculus pterygoideus lateralis. Saraf besar ini
sejajar dengan nervus lingualis, turun ke ligamentum
sphenomandibulare dan nervus ke foramen mandibulae, di mana
saraf memberikan cabangnya berupa nervus mylohyoideus dan
kemudian masuk mandibula melalui foramen mandibulae. Nervus
mylohyoideus (eferen) menembus ligamentum sphenomandibulare
dan berjalan ke depan di dalam sulcus mylohyoideus untuk
menyuplai musculus mylohyoideus.
Setelah nervus alveolaris inferior masuk ke mandibular melalui
foramen mandibulare, saraf berada di dalam canalis mandibulae di
dalam corpus mandibulae, di mana saraf memberi beberapa cabang
dentalis yang kecil, yang menyebar melalui tulang tuberkula
(spongiosa) dari mandibula untuk masuk ke foramen apicalis dari
semua gigi molar dan premolar bawah. Juga menginervasi ligamen
periodontium dan processus alveolaris dari gigi ini. Sementara di
dalam canalis mandibularis, nervus alveolaris inferior bercabang di

7
dekat akar premolar menjadi nervus mentalis dan nervus incisivus.
Nervus incisivus berlanjut ke depan di dalam canalis mandibularis
menyuplai incisivum bawah dan kaninus, ligamen periodontium,
dan processus alveolaris di sekitarnya. Nervus mentalis yang
merupakan cabang dari nervus alveolaris inferior keluar dari corpus
mandibulae ke foramen mentale dan menyuplai gingiva fasial dari
insisif, kaninus, dan premolar bawah serta mukosa dan kulit bibir
bawah dan dagu pada sisi tersebut sampai ke garis tengah.
Rami motoris (eferen) dari nervus mandibularis menyuplai otot
pengunyahan: nervus masseter ke musculus masseter dan TMJ,
nervus temporalis posterior dan anterior ke musculus temporalis,
nervus pterygoideus medialis ke musculus pterygoideus medialis,
dan nervus pterygoideus lateralis ke musculus pterygoideus
lateralis.1

2.2 Nyeri dan jenis-jenisnya


International Association for Study of Pain (IASP), mendefenisikan
nyeri sebagai suatu pengalaman sensori emosional yang tidak
menyenangkan yang berkaitan dengan kerusakan jaringan aktual dan
potensial yang tidak menyenagkan yang terlokalisasi pada suatu bagian
tubuh ataupun sering disebut dengan istilah distruktif dimana jaringan
rasanya seperti di tusuk-tusuk, panas terbakar, melilit, seperti emosi,
perasaan takut dan mual.2
1. Nyeri berdasarkan tempatnya.
a. Pheriperal pain, yaitu nyeri yang terasa pada permukaan tubuh.
Misalnya pada kulit, mukosa.
b. Deep pain, yaitu nyeri yang terasa pada permukaan tubuh yang
lebih dalam atau pada organ-organ tubuh visceral.
c. Refered pain, yaitu nyeri dalam yang disebabkan karena penvakit
organ/ struktur dalam tubuh yang ditransmisikan ke bagian tubuh
di daerah yang berbeda, bukan daerah asal nyeri.

8
d. Central pain, yaitu nyeri yang terjadi karena perangsangan pada
sistem saraf pusat, spinal cord, batang otak, thalamus, dan lain-
lain.

2. Nyeri berdasarkan sifatnya.


a. Incidental pain, yaitu nyeri yang timbul sewaktu-waktu lalu
menghilang.
b. Steady pain, yaitu nyeri yang timbul dan menetap serta dirasakan
dalam waktu yang lama.
c. Paroxmal pain, nyeri yang dirasakan berintensitas tinggi dan
kuat sekali. Nyeri tersebut biasanya menetap kurang lebih 10-15
menit, lalu ,menghilang, kemudian timbul lagi.
3. Nyeri berdasarkan berat ringannya.
a. Nyeri ringan, yaitu nyeri dengan intensitas rendah.
b. Nyeri sedang, yaitu nyeri yang menimbulkan reaksi.
c. Nyeri berat, yakni nyeri dengan intensitas yang tinggi.
4. Nyeri berdasarkan waktu lamanya serangan.
a. Nyeri akut, yaitu nyeri yang dirasakan dalam waktu yang
singkat dan berakhir kurang dari enam bulan, sumber dan
daerah nyeri diketahui dengan jelas. Rasa nyeri mungkin
sebagai akibat dari luka, ataupun dari suatu penyakit
atherosclerosis pada arteri coroner.
b. Nyeri kronis, yaitu nyeri yang dirasakan lebih dari enam bulan
dengan pola yang beragam berlangsung berbulan-bulan bahkan
bertahun. Ragam pola seperti nyeri dengan pola interval free-
pain, ataupun dengan pola nyeri kronis konstan, artinya nyeri
tersebut terus menerus terasa, makin lama makin meningkat
intensitasnya.3
5. Nyeri berdasarkan proses patologis yang mendasarinya
a. Nyeri nosiseptif

9
Nyeri nosiseptif timbul dari aktivasi dan aktivitas serabut A-
delta dan C sebagai respon terhadap noxious stimulus (contoh:
trauma, penyakit, inflamasi). Nyeri nosiseptif terbagi menjadi dua
kelompok berdasarkan asalnya yaitu nyeri viseral (organ dalam)
dan nyeri somatik (kulit, otot, persendian, dan tulang). Berbeda
dengan nyeri neuropatik, pada nyeri nosiseptif sistem saraf
berfungsi normal.
b. Nyeri neuropatik
Nyeri neuropatik disebabkan oleh interpretasi sinyal stimulus
yang menyimpang pada sistem saraf pusat atau perifer. Dengan
kata lain, nyeri ini menandakan adanya kelainan pada sistem saraf.
Nyeri neuropatik biasanya disebabkan oleh trauma, inflamasi,
penyakit metabolic, tumor, racun, dan penyakit neurologis primer.
Nyeri neuropatik secara garis besar dibagi menjadi dua
berdasarkan lokasi yaitu yang bersumber dari sistem saraf pusat
atau perifer. Nyeri ini kadang juga disebut nyeri patologis.4

2.3 Mekanisme nyeri secara umum


Mekanisme nyeri bisa dirasakan terbagi menjadi 4 yaitu :
1. Transduksi
Nosiseptor merupakan reseptor sensoris yang terletak pada daerah
perifer dan sensitive terhadap trauma jaringan atau stimulus yang dapat
merusak jaringan terdapat 2 jenis serabut nosiseptif yaitu tipe C
(lambat) dan A-delta (cepat). Kerusakan pada jaringan menyebabkan
jaringan melepaskan produk sampingan dan mediator inflamasi
(contoh: PGE2, substansia p, bradykinin, histamin, serotonin, sitokin).
Beberapa senyawa ini mengaktifkan serta mensensitasi nosiseptor.
2. Transmisi
Impuls saraf yang timbul pada daerah perifer ditransmisikan ke
tulang belakang serta otak daalm beberapa tahap. Kebanyakan impuls
saraf sensoris berjalan melalui akson neuron aferen ke dorsal kornu dari
tulang belakang. Setelah masuk ke DK, neuron aferen primer
mengalami propagasi sehingga mengirim impuls ke neuron DK melalui

10
pelepasan excitatory amino acid (EAA) (contoh: glutamate, aspartate)
dan neuropeptide (contoh: substansia p) pada sinaps antar sel. Neuron
proyeksi DH yang teraktivasi meneruskan impuls nosiseptif ke otak.
Neuron proyeksi DH membawa impuls ke otak secara berkelompok
yang disebut sebagai wanding tracti. Neuron proyeksi dari beberapa
regio DH menghantarkan impuls nosiseptif ke thalamus melalui tractus
spinotalamik (STT) sedang beberapa regio lain menghantarkan
informasi nosiseptif ke reticular formation, mesensefalon dan
hipotalamus melalui tractus spinoreticular, spinosensefalik dan
spinohipotalamik.
3. Modulasi
Modulasi transmisi nosiseptif terjadi dalam beberapa tingkat
(perifer, spinal, supraspinal). Beberapa regio otak berkontribusi
terhadap descending inhibitory pathway. Serabut saraf dari jalur ini
mengeluarkan substansi inhibitor (contoh: opioid endogen, serotonin,
norenephrine, GABA) pada sinaps dengan neuron pada DH. Substansi
ini berikatan dengan resepror pada aferen primer dana tau neuron DH
dan menginhibisi transmisi nosiseptif. Modulasi endogen dapat
berkontribusi terhadap variasi persepsi rasa nyeri.
4. Persepsi
Persepsi nyeri adalah kesadaran yang timbul pada beberapa bagian
tubuh, dikarakteristikkan dengan sensasi tidak menyenangkan dan
emosi negative yang dapat disebut sebagai ancaman. Informasi
nosiseptif dari beberapa neuron proyeksi DH berjalan melalui thalamus
ke korteks kontra lateral somatosensory dimana input akan dipetakan
secara somatopikal untuk menyimpan informasi mengenai lokasi,
intensitas, dan kualitas nyeri. Thalamus menghantarkan impuls
nosiseptif ke system limbik. Input ini bergabung dengan input input lain
dari tractus spinoretikuler dan spinosensefalik untuk memediasi aspek
afektif dari nyeri.4

2.4 Penegakan diagnosis


1. Anamnesis

11
a. Identifikasi data
Tanyakan nama, usia, jenis kelamin, pekerkaan, status pernikahan

b. Keluhan utama
Dalam hal ini berkaitan dengan nyeri, tanyakan “apakah anda
merasakan ada nyeri saat ini?”, “Bagaimana nyerinya selama
beberapa minggu terakhir ini?”

c. Penyakit saat ini


Menjelaskan keluhan utama, bagaimana perkembangan setiap
gejala yang dikeluhkan, bagaimana perasaan pasien terhadap
penyakitnya, tanyakan medikasi yang dikonsumsi, alergi, kebiasaan
merokok dan mengonsumsi alkohol.
d. Riwayat kesehatan masa lalu
Tanyakan mengenai penyakit yang diderita pada masa kanak-
kanak. Tanyakan juga mengenai penyakit yang dialami saat dewasa
lengkap dengan waktunya dan sedikitnya mencakup empat kategori
berikut: medis, pembedahan, obstetrik/ginekologik, dan psikiatrik.
Tidak luput juga untuk menanyakan praktik mempertahankan
kesehatan seperti masalah gaya hidup.
e. Riwayat keluarga
Tanyakan mengenai penyakit khusus dalam keluarga, seperti
hipertensi, penyakit arteri koroner, dan sebagainya.
f. Riwayat pribadi dan sosial
Tanyakan tentang jenjang pendidikan, suku bangsa keluarga, dan
gaya hidup.
2. Pemeriksaan fisik
Untuk mengukur intensitas nyeri serta efeknya terhadap kegiatan
sehari-hari dilakukan pain assessment yang akan dibahas pada pokok
bahasan selanjutnya.5
3. Pemeriksaan tambahan

12
Adanya tanda-tanda neurologis abnormal meningkatkan
kemungkinan adanya lesi penyebab, seperti tumor pada sudut
serebelopontin, yang dapat dideteksi dengan MRI.6

2.5 Assessment nyeri


Ada beberapa cara untuk membantu mengetahui akibat nyeri
menggunakan skala assessment nyeri tunggal atau multidimensi.
1. Uni-dimensional:
Skala jenis ini hanya mengukur intensitas nyeri, cocok untuk nyeri akut,
biasa digunakan untuk mengevaluasi outcome pemberian analgetik. Skala
assessment nyeri uni-dimensional ini meliputi:
a. Visual Analog Scale (VAS)
Skala analog visual (VAS) adalah cara yang paling banyak
digunakan untuk menilai nyeri. Skala linier ini menggambarkan secara
visual gradasi tingkat nyeri yang mungkin dialami seorang pasien.
Rentang nyeri diwakili sebagai garis sepanjang 10 cm, dengan atau
tanpa tanda pada tiap sentimeter. Tanda pada kedua ujung garis ini
dapat berupa angka atau pernyataan deskriptif. Ujung yang satu
mewakili tidak ada nyeri, sedangkan ujung yang lain mewakili rasa
nyeri terparah yang mungkin terjadi. Skala dapat dibuat vertikal atau
horizontal. VAS juga dapat diadaptasi menjadi skala hilang/redanya
rasa nyeri. Digunakan pada pasien anak >8 tahun dan dewasa.
Kelebihan utama VAS adalah penggunaannya sangat mudah dan
sederhana. Namun, untuk periode pascabedah, VAS tidak banyak
begitu cocok digunakan karena VAS memerlukan koordinasi visual
dan motorik serta kemampuan konsentrasi.

13
Gambar 2.2 Contoh Visual Analog Scale (VAS) (sumber: Leo RJ. Clinical manual
of pain management in psychiatry. Arlington: American Psychiatric Publishing,
Inc; 2007. p. 51.)

b. Verbal Rating Scale (VRS)


Skala ini menggunakan angka-angka 0-10 untuk menggambarkan
tingkat nyeri. Dua ujung ekstrem juga digunakan pada skala ini, sama
seperti pada VAS atau skala reda nyeri. Skala numerik verbal ini lebih
bermanfaat pada periode pascabedah, karena secara alami verbal/kata-
kata tidak terlalu mengandalkan koordinasi visual dan motorik. Skala
verbal menggunakan katakata dan bukan garis atau angka untuk
menggambarkan tingkat nyeri. Skala yang digunakan dapat berupa
tidak ada nyeri, sedang, parah. Hilang/redanya nyeri dapat dinyatakan
sebagai sama sekali tidak hilang, sedikit berkurang, cukup berkurang,
baik/ nyeri hilang sama sekali. Karena skala ini membatasi pilihan
kata pasien, skala ini tidak dapat membedakan berbagai tipe nyeri.

Tabel 2. 1 Deskripsi umum pada Verbal Rating Scale (VRS4 atas; VRS6 bawah)
(Sumber: Reich DL, editor. Monitoring anesthesia and perioperative care. New
York: Cambridge University Press; 2011. p. 349.)

Skor nyeri Deskripsi

0 Tidak ada nyeri


1 Sedikit nyeri
2 Nyeri sedang
3 Nyeri berat

14
Skor nyeri Deskripsi
0 Tidak ada nyeri
1 Nyeri ringan
2 Nyeri sedang
3 Nyeri berat
4 Nyeri sangat berat
5 Nyeri paling hebat yang pernah
dirasakan

c. Numeric Rating Scale (NRS)


Dianggap sederhana dan mudah dimengerti, sensitif terhadap
dosis, jenis kelamin, dan perbedaan etnis. Lebih baik daripada VAS
terutama untuk menilai nyeri akut. Namun, kekurangannya adalah
keterbatasan pilihan kata untuk menggambarkan rasa nyeri, tidak
memungkinkan untuk membedakan tingkat nyeri dengan lebih teliti
dan dianggap terdapat jarak yang sama antar kata yang
menggambarkan efek analgesik.

Gambar 2.3 Numeric Rating Scale (sumber: Yadav P. Orofacial pain: A review.
Dentistry 2016 April;6(3):3.)
d. Wong Baker Pain Rating Scale

15
Digunakan pada pasien dewasa dan anak >3 tahun yang tidak
dapat menggambarkan intensitas nyerinya dengan angka.

Gambar 2.4 Wong-Baker Facial Pain Rating Scale (sumber: Linnard-Palmer L.


Pediatric nursing care: A concept-based approach. Burlington: Jones & Bartlett
Learning; 2017. p. 139.)

2. Multi-dimensional
Digunakan untuk mengukur intensitas dan afektivitas (unpleasantness)
nyeri, diaplikasikan untuk nyeri kronis, dapat dipakai untuk menilai
outcome assessment klinis. Skala multi-dimensional ini meliputi:
a. McGill Pain Questionnaire (MPQ)
Terdiri dari empat bagian: (1) gambar nyeri, (2) indeks nyeri
(PRI), (3) pertanyaan-pertanyaan mengenai nyeri terdahulu dan
lokasinya; dan (4) indeks intensitas nyeri yang dialami saat ini. PRI
terdiri dari 78 kata sifat/adjektif, yang dibagi ke dalam 20 kelompok.
Setiap set mengandung sekitar 6 kata yang menggambarkan kualitas
nyeri yang makin meningkat. Kelompok 1 sampai 10 menggambarkan
kualitas sensorik nyeri [misalnya, waktu (temporal), lokasi (spatial),
suhu (thermal)]. Kelompok 11 sampai 15 menggambarkan kualitas
efektif nyeri (misalnya stress, takut, sifat-sifat otonom). Kelompok 16
menggambarkan dimensi evaluasi dan kelompok 17 sampai 20 untuk
keterangan lain-lain dan mencakup kata-kata spesifik untuk kondisi
tertentu. Penilaian menggunakan angka diberikan untuk setiap kata
sifat dan kemudian dengan menjumlahkan semua angka berdasarkan
pilihan kata pasien maka akan diperoleh angka total (PRI(T)).

16
Gambar 2. 5 McGill Pain Questionnaire (MPQ) (sumber: Yadav P. Orofacial
pain: A review. Dentistry 2016 April;6(3):3.)
b. The Brief Pain Inventory (BPI)
Merupakan kuisioner medis yang digunakan untuk menilai nyeri.
Awalnya digunakan untuk menilai nyeri kanker, namun sudah
divalidasi juga untuk penilaian nyeri kronik.
c. Memorial Pain Assessment Card
Merupakan instrumen yang cukup valid untuk evaluasi efektivitas
dan pengobatan nyeri kronis secara subjektif. Terdiri atas 4 komponen
penilaian tentang nyeri meliputi intensitas nyeri, deskripsi nyeri,
pengurangan nyeri dan mood.
d. Catatan harian nyeri (Pain diary)
Merupakan catatan tertulis atau lisan mengenai pengalaman pasien
dan perilakunya. Jenis laporan ini sangat membantu untuk memantau
variasi status penyakit sehari-hari dan respons pasien terhadap terapi.
Pasien mencatat intensitas nyerinya dan kaitan dengan perilakunya,
misalnya aktivitas harian, tidur, aktivitas seksual, kapan menggunakan
obat, makan, merawat rumah dan aktivitas rekreasi lainnya.
e. Pengkajian nyeri pada geriatri
Membutuhkan kekhususan dikarenakan hilangnya neuron otak
dan korda spinalis sehingga mengakibatkan perubahan yang sering

17
diinterpretasikan sebagai abnormal pada individu lebih muda.
Kecepatan konduksi saraf menurun antara 5-10% akibat proses
penuaan, hal ini akan menurunkan waktu respons dan memperlambat
transmisi impuls, sehingga menurunkan persepsi sensori sentuh dan
nyeri. Pengkajian awal nyeri pada geriatri dapat menggunakan
instrumen Nonverbal Pain Indicators (CNPI). Bila pada pasien
tersebut terdapat demensia digunakan Pain Assessment in Advanced
Dementia Scale (PAINAD).7

2.6 Jenis-jenis nyeri orofasial


Nyeri orofasial, bergantung dari penyebab utamanya, secara garis besar
dapat diklasifikasikan menjadi beberapa jenis nyeri, yaitu:
1. Nyeri musculoskeletal (may cause facial pain)
a. Cervical Osteoarthritis
b. Kelainan TMJ
c. TMJ Rheumatoid arthritis
d. TMJ Osteoarthritis
e. Disfungi nyeri myofasial
f. Fibromialgia
g. Cervical sprain atau Hyperextension
h. Sindroma Stylohyoid (Eagle’s)
2. Nyeri neuropatik (Neuropathic pain)
3. Nyeri vaskular (vascular pain)
a. Migrain dengan aura
b. Migrain tanpa aura
c. Cluster headache
d. Tension-type Headache
e. Perubahan vaskular akibat hipertensi (Aneurisme, emboli)
f. Sakit kepala campuran
g. Cranial ateritis
h. Carotodynia
i. Thrombophlebitis
4. Nyeri neurovascular (Neurovascular pain)

18
5. Nyeri fasial idiopatik (idiopathic facial pain)
6. Nyeri psikogenik
a. Delusional
b. Histerikal
7. Sindrom nyeri general
a. Nyeri post-traumatik
b. Causalgia
c. Phantom pain
d. Central pain
8. Nyeri fasial karena penyakit lain (other diseases that may cause
facial pain).
a. Sinusitis maksilaris
b. Otitis media
c. Odontalgia
d. Defek dentin
e. Pulpitis
f. Patologi/abses periapikal
g. Fraktur gigi atau restorasi
h. Odontalgia atipikal
i. Patologi periodontal
j. Trauma oklusal
k. Impaksi gigi
l. Kista dan tumor
m. Osteitis
n. Penyakit mukokutaneus
o. Penyakit kelenjar saliva
p. Nyeri wajah atipikal
q. Glossodynia
9. Nyeri neuralgia
a. Primary Trigeminal Neuralgia (Tic Douloreux)
b. Secondary Trigeminal Neuralgia (lesi sistem saraf pusat atau
trauma fasial)

19
c. Herpes Zoster
d. Post Herpetic Neuralgia
e. Geniculate Neuralgia (Neuralgia pada N.VII)
f. Glossopharyngeal Neuralgia (Neuralgia pada N.IX)
g. Superior Laryngeal Neuralgia (Neuralgia pada N.X)
h. Neuralgia Oksipital.8,9

2.7 Diagnosis serta etiologi pada kasus


Berdasarkan informasi yang ada pada skenario, maka dapat diperoleh:

1. Anamnesis : Pasien wanita usia 57 tahun


2. Keluhan :
a. Nyeri RB kiri belakang
b. Nyeri tajam seperti tertusuk , tersengat listrik, dan rasa terbakar
c. Nyeri menjalar ke RA belakang dan telinga
d. Nyeri brelangsung singkat, beberapa detik sampai menit
e. Nyeri muncul tiba-tiba dan berulang
f. Keluhan dirasakan sudah 5 bulan pada salah satu sisi wajah

Berdasarkan infomasi di atas maka dapat ditegakkan diagnosis yaitu


Trigeminal Neuralgia. Hingaa saat ini terdapat beberapa hal yang di duga
menjadi penyebab trigeminal neurolgia. Diantaranya beberapa hal yang
berpotensi menjadi etiologi trigeminal neurolgia adanya kompresi
neurovascular diketahui merupakan faktor yang paling sering terjadi. Berikut
adlah penjelasan mengenai etiologi trigeminal neurolgia.
1. Kompresi neurovaskular
Adanya kompresi pada nervus trigeminus yang disebabkan oleh
pembuluh darah merupakan penyebab trigeminal neurolgia pada 80-
90% kasus trigeminal neuralgia.
2. Tumor atau Kista
Dapat menyebabkan terjadinya kompresi pada serabut saraf
menyebabkan kerusakan pada nervus trigeminus.
3. Multiple Sclerosis

20
Pada penelitian mengenai penderita skerosi multiple, diketahui
bahwa penderita sclerosis multiple berpotensi terkenal trigeminal
neuralgia.
4. Diabetes mellitus
DM diketahui memiliki kaitan dengan terjadinya tergeminal
neuralgia. Terdapat beberapa penelitian yang di laporkan didalam
literatur yang dilakukan oleh sabalys yang mengatakan bahwa DM
dapat di pengaruhi fungsi trigeminus,serta di antara pasien-pasien
trigeminal neuralgia yang di teliti, di temukan adanya kenaikan kadar
gula darah.
5. Virus herpes simpleks
6. Alergi
7. Neuralgia-including cavitation (NICO)
Merupakan kelainan sejenis ischemic osteonecrosis yang terjadi pada
rahang. Pencabutan gig yang diikuti dengan dry soket merupakan faktor
risiko dan berkembangnya NICO pada seseorang.10

2.8 Gambaran klinis diagnosis pada kasus


1. Nyeri mendadak yang biasanya unilateral dengan distribusi pada
satu atau lebih divisi N. Trigeminus (divisi mandibularis dan
maksilaris paling sering terkena)
2. Nyeri hebat, tajam, cepat, berat, seperti ditusuk-tusuk, dan seperti
tersengat listrik
3. Seringkali ada area ‘pemicu’ (trigger zone) yang jika diberi tekanan
lembut pun akan menyebabkan nyeri (nyeri muncul ditimbulkan
saat mencuci muka, bercukur, merokok, berbicara, dan menyikat
gigi)
4. Dapat terjadi kesulitan mengunyah sehingga terjadi penurunan berat
badan
5. Fungsi N. Trigeminus normal.6,11

2.9 Diagnosis banding dari kasus


1. Cluster headache

21
Rasa sakit yang lebih lama; Orbital atau supraorbital; dapat
menyebabkan pasien susah tidur; gejala otonom
2. Nyeri gigi (misalnya, karies, fraktur gigi, pulpitis)
Dilokalisasi; terkait dengan menggigit atau makanan panas atau
dingin; kelainan yang terlihat pada pemeriksaan oral
3. Giant cell arteritis
Rasa sakit terus-menerus; sementara; seringkali bilateral; rahang
klaudikasi
4. Glossopharyngeal neuralgia
Nyeri di lidah, mulut, atau tenggorokan; saat menelan, berbicara,
atau mengunyah
5. Tumor intracranial

6. Migrain
Rasa sakit yang lebih tahan lama; terkait dengan fotofobia dan
fonofobia; ada riwayat keluarga
7. Multiple sclerosis
8. Otitis media
Nyeri lokal ke telinga; kelainan pada pemeriksaan dan
tympanogram
9. Paroxysmal hemicrania
Nyeri di dahi atau mata; gejala otonom; merespon pengobatan
dengan indomethacin (Indocin)
10. Neuralgia postherpetic
Nyeri terus menerus; perasaan geli; riwayat zoster; sering divisi
pertama
11. Sinusitis
Rasa nyeri terus-menerus, terkait gejala nasal
12. SUNCT (shorter lasting, unilateral neuralgiform, conjunctival
injection, and tearing)
Okular atau periokuler; gejala otonom
13. Temporomandibular joint syndrome

22
Rasa nyeri terus-menerus, kelainan rahang
14. Trigeminal neuropathy
Rasa nyeri terus-menerus, terkait kehilangan sensoris.12

2.10 Perawatan yang tepat pada kasus


1. Terapi Farmakologik.
Dalam guidelines EFNS (European Federation of Neurological
Society) disarankan terapai neuralgia trigeminal dengan terapi lini
pertama carbamazepin ( 200-1200mg sehari ) dan oxcarbazepin (600-
1800mg sehari), kemudian terapi lini kedua baclofen dan lamotrigin.
Melihat dari tipe nyerinya, dapat pula diberikan gabapentin yang
biasanya diberikan pada nyeri neuropati. Trigeminal neuralgia sering
mengalami remisi sehingga pasien dinasehatkan untuk mengatur dosis
obat sesuai dengan frekuensi serangannya.

2. Terapi non Farmakologik.


Terapi farmakologik umumnya efektif akan tetapi ada juga pasien
yang tidak bereaksi atau timbul efek samping yang tidak diinginkan
maka diperlukan terapi pembedahan. Adapun tindakan operatif yang
dapat dilakukan adalah:
a. Dekompresi mikrovaskular.

Dekompresi mikrovaskular dilakukan dengan memberi pemisah


(dapat menggunakan tampon atau pad) antara pembuluh darah dan
nervus yang bersentuhan. Prosedur ini harus dilakukan kraniotomi
suboksipital pada fossa posterior (di belakang telinga). Kelebihan
teknik ini adalah biasanya fungsi sensorik hampir dapat kembali
sempurna tanpa meninggalkan rasa keram atau tebal pada wajah.

b. Sensory rhizotomy.
Prinsip operasi ini adalah memutuskan hubungan impuls antara
nervus trigeminus dengan otak. Tekniknya dilakukan dengan
memotong ganglion gasseri secara permanen. Namun teknik ini akan
meneybabkan muka mati rasa secara total, jadi teknik ini hanya

23
dilakukan apabila segala teknik operasi dan segala terapi
farmakologik tidak berhasil dilakukan.
c. Gangliolisis.
Gangliolisis dilakukan dengan menggunakan cairan gliserol
yang dimasukkan melaui foramen Ovale untuk menuju ke ganglion
gasseri. Gliserol yang dimasukkan, akan merusak serabut serabut
saraf baik yang bermielin maupun tidak. Teknik ini ditujukan untuk
menghancurkan nervus yang menghantarkan nyeri.
d. Radiofrequency rhyzotomy.

Teknik ini mirip dengan menggunakan gliserol, hanya bedanya


yang menghancurkan serabut saraf pada teknik ini adalah radiasi
panas yang dimasukkan pada area ganglion gasseri. Tujuannya sama
yaitu menghancurkan serabut atau ganglion yang menghasilkan
nyeri.13

24
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Nyeri orofasial adalah nyeri yang dirasakan di sekitar orofasial (gigi,
mulut, wajah hingga kepala). Nyeri orofasial sendiri dapat terjadi karena
beberapa faktor, yaitu faktor lokal, psikogenik, neurologikal, vaskular serta
referred pain. Salah satu penyebab nyeri orofasial yang berasal dari faktor
neurologikal yaitu trigeminal neuralgia. Trigeminal neuralgia adalah rasa sakit
yang dirasakan sepanjang distribusi dari nervus trigeminal, dimana
karakteristik dari rasa sakitnya yaitu rasa tertusuk, durasi <2 menit per episode,
serta rasa sakit dapat menyebar ke area distribusi N. Trigeminal lainnya.
Adapun etiologi dari trigeminal neuralgia seringkali disebabkan penekanan
nervus oleh pembuluh darah (malformasi arterivena), tumor, dan bisa juga
karena multiple sclerosis. Penanganan dari trigeminal neuralgia terbagi
menjadi medikamentosa dan non medikamentosa dimana dilakukan apabila
terapi medikamentosa tidak berhasil. Pilihan dari perawatan terlebih dulu harus
diinformasikan kepada pasien beserta efek positif dan negatifnya serta
merupakan hak dari pasien untuk memilih apakah akan dirawat atau tidak.

3.2 Saran
Sebelum menegakkan diagnosis, pastikan anamnesa yang dilakukan
sudah tepat dan menyeluruh (meliputi durasi nyeri, intensitas nyeri, frekuensi
nyeri, lokasi nyeri, faktor yang mempengaruhi nyeri, dsb). Jika setelah
menganamnesa dan masih ada keraguan, maka dilakukanlah pemeriksaan
penunjang. Perhatikan efek samping perawatan dan efektivitasnya sembelum
memilih rencana perawatan.

25
DAFTAR PUSTAKA
1. Scheid RC, Weiss G. Woelfel anatomi gigi. Ed 8. Jakarta: EGC; 2013. h. 445-
9,451-3.
2. Kurniyawan HE. Terapi komplementer alternatif akupresur dalam
menurunkan tingkat nyeri. Nurseline J 2016;1(2):247.
3. Asmadi. Teknik prosedur keperawatan: konsep dan aplikasi kebutuhan dasar
klien. Jakarta: Salemba Medika; 2008. h. 146-7.
4. Bery PH, Covington EC, Dahl JL, Katz JA, Miaskowski C, editor. Pain:
current understanding of assessment, management, and treatments. Illinois:
American Pain Society; 2012. pp. 5-10.
5. Bickley LS, Szilagyi PG. Buku saku pemeriksaan fisik & riwayat kesehatan
Bates. Ed 5. Jakarta: EGC; 2008. h. 2, 369.
6. Ginsberg L. Lecture notes: neurologi. Ed 8. Jakarta: Erlangga Medical Series.
h. 76.
7. Yudiyanta, Khairunnisa N, Novitasari RW. Assessment nyeri 2015;42(3):215-
6.
8. Yadav P. Orofacial pain: A review. Dentistry 2016 Apr;6(3):2.
9. Maulina T. Nyeri orofasial neuropatik. Yogyakarta: Leutikaprio; 2017. J. 1-3.
10. Kaur B. Trigeminal neuralgia and its management. Int dent J of Student Res
2016 Jun;4(2):79.
11. Munir B. Neurologi dasar. Jakarta: CV. Sagung Seto; 2015. h. 120.
12. Rudolph.M, Krafft.MD. Trigemial Neuralgia. J American Family Physician
2008;77(9):1294
13. Warnick R. Trigeminal neuralgia (facial pain). Mayfield Brain & Spine
2016;1(1):2-4.

26

Anda mungkin juga menyukai