Anda di halaman 1dari 69

Infeksi bakteri aerob

dan anaerob
dr.Adinta Anandani SpMK
Bahasan :

• Pendahuluan (Px Mikrobiologi)

• Kebutuhan oksigen bakteri

• Infeksi bakteri aerob

• Infeksi bakteri anaerob


Pendahuluan
Identifikasi
mikroorganisme

Fenotipik Genotipik

Morfologi Amplifikasi
as nukleat

Biokimia DNA

Serologi RNA

CPE
Alur Prosedur Laboratorium Mikrobiologi Klinik
Fase Pra – Analitik
• Mengisi Lembaran Permintaan
• Pencantuman label specimen
• Pedoman cara pengambilan specimen, penyimpanan dan
transportasi sesuai dengan specimen

Fase Intra – Analitik


• kriteria penolakan specimen
• pemeriksaan mikroskopik dengan pewarnaan gram (direct
smear)
• inokulasi
• identifikasi
• uji kepekaan antibiotika

Fase Post – Analitik


• Laporan individual
• Antibiotic yang diuji dan dilaporkan
• Laporan epidemiologi uji kepekaan antibiotika
11/23/2017
Kebutuhan oksigen bakteri
• Pertumbuhan mikroba :

 Meningkatnya jumlah sel, bukan ukuran sel


• Faktor pertumbuhan bakteri :
 Sumber energi
 Sumber karbon organik
 gula
 Asam lemak
 Sumber ion logam (cth: Fe+)
 Temperatur optimal
 pH optimal
 Butuh atau tidaknya akan oksigen
Oksigen (O2)

• Dapat berguna respirasi

• atau berbahaya
• Karena merupakan oksidasi kuat
Klasifikasi bakteri berdasarkan kebutuhan dan
toleransi terhadap O2:

Obligate aerobic

• sangat butuh oksigen sebagai aseptor elektron pada respirasi aerob

Facultative

• Dapat tumbuh secara aerob atau anaerob (pada kondisi ada atau tidak ada oksigen)

Microaerophilic

• Membutuhkan kadar oksigen rendah (misal 5%),

Aerotolerant anaerobes

• Dapat mentoleransi kadar oksigen atsmosfir untuk waktu tertentu

Obligate anaerobic

• Tidak dapat melakukan metabolisme aerob (dengan kadar toleransi oksigen yang berbeda)
http://faculty.lacitycollege.
edu/hicksdr/thio4.jpg
contoh:

Obligate aerobic

• Pseudomonas

Facultative

• E. coli, Staphylococcus

Microaerophilic

• Campylobacter & Heliobacter pylori

Aerotolerant anaerobes

• Lactobacillus

Obligate anaerobic

• Clostridium tetani & Bacteroides


Bakteri Aerob

Streptococcus,
Gram positif
Staphylococcus,

Kokus

Gram negatif Neisseria sp

Gram positif Bacillus sp

Batang

Pseudomonas,
Gram negatif
Shigella, Klebsiella
Bakteri Anaerob

Anaerococcus,
Gram positif Finegoldia,
Peptostreptococus
Kokus

Gram negative veilonella

Actinomyces, bifidobacterium,
Gram positive clostridium, lactobacillus,
mobiluncus, propionibacterium
Batang
Bacteroides,
Prevotella,
Gram negative
Porphyromonas,
Fusobacterium
Infeksi bakteri aerob
Pokok bahasan

Mycobacterium tuberculosis

Mycobacterium leprae

Salmonella Typhii

Vibrio cholerae

Bacillus anthracis
Mycobacterium tuberculosis

Tuberkulosis
Masalah akibat infeksi M.tuberculosis

• WHO (World Health Organization) mendeklarasikan TB


sebagai global emergency pada tahun 1993.
• Saat ini Indonesia menempati urutan ke dua terbesar di
dunia dalam insidensi kasus TB.
• Infeksi HIV diperkirakan menjadi penyebab utama
terhadap peningkatan kejadian TB di seluruh dunia.
• Timbulnya MDR-TB dan XDR-TB
Mycobacterium sp

• Batang gram positif dengan pewarnaan tahan


asam.
• Sifat tahan asam Mycobacterium adalah karena
sifat dinding sel yang tebal terdiri dari asam
mikolat.
• Mycobacterium nonmotil , aerob obligat dan tidak
membentuk spora
Mycobacterium tuberculosis

• kuman batang lurus atau agak


bengkok
• berukuran 1 sampai 4 μ dan lebar 0,2
sampai 0,8 μ dapat sendiri – sendiri
atau berkelompok
• kuman ini tidak bergerak, tidak
berspora dan lebih pendek.
• Gram positif dan tahan asam
• bersifat aerob, tumbuh lambat
• suhu optimum ialah 37̊C
• pH optimum ialah 6,4 sampai 7.5
Gejala klinis tuberkulosis

lokal sistemik

demam, gejala sistemik


lain (anoreksia, berat
Paru Ekstra paru badan menurun,
malaise dan keringat
malam)

batuk > 2 minggu, batuk


tergantung dari organ
darah, sesak napas,
yang terlibat
nyeri dada
Pemeriksaan bakteriologi

1. Bahan Pemeriksaan
Dahak, cairan pleura, liquor cerebrospinal, bilasan lambung,
Bronkoalvoelar( bronkoalveolar lavage/ BAL),urin, feses dan jaringan
biopsi.

2. Cara pengumpulan
Spesimen dahak diperiksa 3 kali berturut-turut dengan dahak diambil
3 kali yaitu dahak sewaktu (S), dahak pagi (P) dan dahak sewaktu (S)
dalam jangka waktu 2 hari ber turut-turut.
• Dahak sewaktu pertama diambil saat pasien datang pertama kali.
• Pasien dibekali pot dahak untuk pengambilan dahak pagi hari
keesokan harinya.
• Dahak sewaktu kedua diambil setelah pasien menyerahkan dahak
pagi.
Mycobacterium leprae

Lepra
Morbus Hansen (Lepra)
Pendahuluan

• Lepra atau leposy atau kusta (juga dikenal dengan nama penyakit
Hansen atau Morbus Hansen, Hanseniasis, dan elephantiasis grecorum)

• Pnyakit pada manusia yang bersifat kronik, dapat disembuhkan, yang


mengenai kulit, saraf perifer, mata dan mukosa saluran napas, yang

disebabkan oleh infeksi Mycobacterium leprae.

• Lepra adalah penyakit yang hampir eksklusif timbul di negara-negara


berkembang di Asia, Afrika, Amerika Latin dan Pasifik.
Bakteri dan Patogenesis
Manifestasi klinis dan klasifikasi penyakit

Spektrum manifestasi klinis Lepra adalah :


Untuk keperluan pengobatan, pasien lepra dibagi menjadi
yaitu:

Pausibasiler (TT dan BT)

Multibasiler (BB, BL dan LL).


Klasifikasi lepra dari Ridley–Jopling berdasarkan
respon imun
Respon Tinggi Tidak stabil Rendah atau
imun tidak ada
Spektrum tuberkuloid borderline midborderline lepromatous lepra
klinis polar (TT) tuberculoid (BB) (BL) lepramatosa
borderline (BT) (LL)

Jumlah lesi Sedikit, Sedikit Sedikit atau Banyak Banyak


kulit biasanya banyak
tunggal

Jumlah 0 atau +1 +1 +2 +3 +4
bakteri (jarang)
(BTA)

Reaksi + + +, terganggu Terganggu Tidak ada


Lepromin atau tidak ada atau tidak ada respon
respon respon
Klasifikasi Lepra yang disederhanakan (WHO, 2012)

Klasifikasi Jumlah lesi

SLPB Single Lesion Paucibacillary Leprosy Satu lesi kulit


(Lepra pausibasiler lesi tunggal)

PB Paucibacillary Leprosy (Lepra 2 – 5 lesi kulit


pausibasiler)
MB Multibacillary Leprosy (Lepra >5 lesi kulit
multibasiler)
Reaksi Lepra
.Reaksi lepra ini diklasifikasikan sebagai :

I. Tipe I (reversal reaction; RR)


 Lepra bentuk BT dan BB.
 Ditandai dengan edema eritema pada lesi kulit yang sudah ada
pembentukan lesi kulit baru
 Neuritis
 Hilangnya rangsang sensorik dan motorik
 Edema pada tangan, kaki dan wajah.
 Gejala sitemik pada tipe ini jarang terjadi.
 Pada tipe ini diamati adanya infiltrate inflamatori dengan predominan
sel T CD4+ makrofag yang terdiferensiasi dan penebalan epidermis
II. Reaksi tipe II (erythema nodosum leprosum , ENL).

• Reaksi ini timbul pada lepra bentuk BL dan LL


• Adanya nodul subkutan eritematosa yang lunak
• Gejala sistemik seperti demam, malaise, pembesaran kelenjar limfe,
anoreksia, berat badan turun, artralgia dan edema
• Organ lain juga dapat terkena, yaitu testis, persendian, mata dan saraf
• Adanya kadar tinggi sitokin proinfalmatori seperti TNF-α, IL-6, dan Il-1β
dalam serum pasien ENL
Diagnosis dan Pemeriksaan Laboratorium

Lesi kulit bersamaan dengan berkurangnya rangsang


sensorik, penebalan saraf, gangguan neurologi

Uji Lepromin digunakan untuk mengklasifikasikan


tipe lepra

Pemeriksaan anti-PGL-1 (Phenolic glycolipid -1)

PCR

Pemeriksaan Mikrobiologi / Bakterioskopik (BTA)


Pemeriksaan Bakterioskopik

• Digunakan untuk membantu menegakkan diagnosis dan pengamatan


pengobatan.
• Spesimen yang digunakan dari kerokan kulit atau mukosa hidung
• Dengan pewarnaan basil tahan asam, antara lain dengan Ziehl Neelsen.
• Terlebih dahulu ditentukan tempat-tempat di kulit yang diharapkan
paling padat oleh bakteri.
• Untuk riset dapat diperiksa 10 tempat dan rutin sebaiknya minimal 4-6
tempat, yaitu kedua cuping telinga bagian bawah dan 2-4 tempat lain
yang paling aktif berarti yang paling eritematosa dan paling infiltrat
Indeks Bakteri (IB).
Nilai yang menyatakan banyaknya bakteri.

Nilai Keterangan

0 Tidak ada BTA/100 LP

1+ Bila 1 – 10 BTA/100 LP

2+ Bila 1 – 10 BTA/10 LP

3+ Bila 1 – 10 BTA rata – rata dalam 1 LP

4+ Bila 11 – 100 BTA rata – rata dalam 1 LP

5+ Bila 101 – 1000 BTA rata – rata dalam 1 LP

6+ Bila > 1000 BTA rata – rata dalam 1 LP


Indeks Morfologi (IM)
Dihitung perbandingan bentuk solid BTA
dibandingkan dengan jumlah solid dan nonsolid.

Jumlah solid
RUMUS : X 100 % = %
Jumlah solid + non solid
Vibrio cholera

Kolera
KOLERA
• Etiologi: Vibrio cholerae / Vibrio ElTor
• Bakteri berbentuk batang bengkok,
• Gram negatif,
• Oksidase (+),
• Bergerak dengan polar flagel
• Terdapat di perairan
• Hanya menyerang manusia
• Penyebaran melalui makanan/ minuman yg
tercemar
…kolera
Klasik

Biotype

eltor

Ogawa
Serotype O1

Serosubgrup Inaba

Vibrio cholera
Tipe faga Hikojima

Serovar lain, vibrio


Non-O1 non-aglutinasi,
vibrio non cholera
…kolera
Patogenesis dan Patologi Kolera:
• Dosis infeksius 1010 atau lebih
• Masa inkubasi 1 – 4 hari
• Diare berat berupa air  seperti air cucian beras
• Dapat mengakibatkan dehidrasi berat

Diagnosis laboratorium:
• Spesimen tinja
• Kultur dan tes sensitivitas
Feses penderita kolera

Source: Tropical Medicine and Parasitology, 1995


Salmonella Typhi

Demam tifoid
Demam tifoid
• Disebabkan kuman Salmonella enterica serotipe Typhi
• Morfologi:
• Batang, Gram (-), gerak (+), anaerob fakultatif
• Termasuk Enterobacteriaceae
• Tidak meragi (fermentasi) laktosa dan sukrosa
• Menghasilkan H2S
• Tahan suhu pembekuan
• Antigen:
• Ag O
• Ag H
• Ag K  Ag Vi  faktor virulensi
..salmonella typhii

• Manusia merupakan satu-satunya pejamu bagi


Samonella penyebab demam enterik (Salmonella
Typhi dan Paratyphi)

• Transmisi : foodborne / waterborne akibat


terkontaminasi feses dari penderita atau karier
Lab Diagnosis
• Spesimen
• Darah, sumsum tulang
• Urin, feses
• Bilas lambung
• Kultur
• Menggunakan medium selektif
• Reaksi biokimia
• Uji serologi
• Tes aglutinasi : tes Widal
• Tubex TF: deteksi antibodi dari antigen O9-O12
Spesimen untuk diagnosis
laboratorium

• Kultur darah biasanya positif pada minggu pertama

• Kultur urin positif pada minggu ke-2

• Kultur feses biasanya baru menunjukkan hasil positif


pada minggu ke-2 atau ke-3
Presentasi Prof Gasem pada SPEED 2012
Bacillus anthracis

Anthrax
ANTHRAX

Pendahuluan :
• E/: Bacillus anthracis
• B. anthracis termasuk dalam bakteri berbentuk
basil/batang besar Gram positif, tersusun berderet
seperti bambu, membentuk spora sentral  dapat
hidup di lingkungan selama bertahun-tahun,
bersifat aerob,
• Anthrax merupakan penyakit penting pada hewan
dan kadang-kadang pada manusia  zoonosis
Infeksi bakteri anaerob
Clostridium sp

Tetanus
TETANUS
• Disebabkan oleh Clostridium tetani , kuman (spora)
ditemukan di alam bebas dan tinja mamalia sebagai
saprofit
Morfo-fisiologi:
• Bentuk batang (+) Gram (variable), biakan umur muda
(+) dan umur tua (-), bentuk kurus, spora terminal,
tahan pengaruh luar , ditemukan pd tanah , debu.
• Flagel peritrich, antigen flagel (lebih dari satu) 
menentukan serotipe C. tetani.

https://qph.ec.quoracdn.net/main-qimg-
7596bbe96bff05e56b2a1d70612b9a78
• Antigen O somatik (hanya satu) identik
dengan Ag pembentuk neurotoxin dan
tetanospasmin,

• Antibodi yg dibentuk terhadapnya oleh tubuh


bersifat protektif dan berada lama dalam
tubuh (vaksinasi  triple vaccine DPT)
Pathogenesis

• perubahan spora menjadi bentuk vegetatif


(memproduksi toxin) terjadi bila ada:

• jaringan nekrotik menyebabkan ph


• garam Calcium lingkungan

• infeksi piogenik menurun


• Bentuk tetanus yg timbul ditentukan oleh cara
penyebaran toksin di dalam tubuh:

• ascending tetanus  toxin menyebar mel sel saraf


(saraf perifer)  tetanus lokal (di sekitar lokasi
infeksi dll), pd pdrt yg sebelumnya pernah di
immunisasi.

• descending tetanus  toxin menyebar melalui


saluran darah dan limf  saraf motorik  rahang
terkunci (lockjaw)  kejang menyeluruh  sangat
sakit, melelahkan & mati
Gambaran klinik & kultur

• masa inkubasi 4-5 hari, kontraksi otot


(spasm) disekitar infeksi (localize tetanus),
tanpa demam kesadaran penderita baik
 seluruh otot (generalize tetanus),
rahang terkunci  susah bernafas,
angka kematian tinggi

• lokasi infeksi kadang sukar ditemukan


• pemberian antitoxin bila gejala khas tetanus
timbul, tanpa menunggu hasil uji mikrobiologi
(hati2 dengan serum-sickness).
• hasil uji lab harus disertai dengan hasil uji toksisitas
thd hewan percobaan
• bahan pemeriksaan dari luka, koloni pd agar darah,
menyebar (sukar ditentukan bentuknya).
Pencegahan dan Pengobatan

Hasil pengobatan tidak memuaskan, oleh karena itu


pencegahan adalah penting:

1. Aktif immunisasi dasar (DPT) pd bayi, kemudian


booster
2. Penanganan khusus untuk luka yg terkontak dgn
tanah
3. Pencegahan dgn pemberian antitoxin (ATS)
4. Pemberian antimikroba yg tepat (penicillin) dan
lainnya, untuk membunuh kuman
• Pada penderita dengan gejala tetanus,

pemberian antitoxin (immune globulin 3000-

10.000 unit) iv , utk menetralkan toxin yg belum

terikat pd jar saraf  tindakan mutlak


Opisthotonos in Tetanus Patient
Risus Sardonicus pada penderita tetanus
Kultur untuk C.tetani tidak mempunyai kepentingan
signifikan pada diagnosis, karena :

1. Walau dilakukan dengan baik secara anaerob,


seringkali hasil tetap negatif

2. Kultur positif tidak menunjukkan apakah organisme


menghasilkan toksin

3. Kultur positif mungkin saja ditemukan pada penderita


yang mempunyai cukup kekebalan

Mandell, douglas, and bennett’s Principles and


practice of infectious diseases, 7th ed, 2010

Anda mungkin juga menyukai