Anda di halaman 1dari 38

BAB I

TINJAUAN TEORI

A. Konsep Dasar Post Partum Normal

1. Pengertian

Post partum adalah masa sesudah persalinan dapat juga disebut masa

nifas (puerperium) yaitu masa sesudah persalinan yang diperlukan untuk

pulihnya kembali alat kandungan yang lamanya 6 minggu. Post partum adalah

masa 6 minggu sejak bayi lahir sampai organ-organ reproduksi sampai

kembali ke keadaan normal sebelum hamil ( Bobak, 2010).

Partus di anggap spontan atau normal jika wanita berada dalam masa

aterm, tidak terjadi komplikasi, terdapat satu janin presentasi puncak kepala

dan persalinana selesai dalam 24 jam (Bobak, 2005).

Partus spontan adalah proses pengeluaran janin yang terjadi pada

kehamilan cukup bulan dengan ketentuan ibu atau tanpa anjuran atau

obatobatan (prawiroharjo, 2000).

Ruptur perineum adalah robekan yang terjadi pada perineum sewaktu

persalinan (Mohtar, 1998).

2. Fisiologi

Sistem reproduksi wanita terdiri dari organ interna, yang terletak di

dalam rongga pelvis dan ditopang oleh lantai pelvis, dan genetalia eksterna,

yang terletak di perineum. Struktur reproduksi interna dan eksterna

berkembang menjadi matur akibat rangsang hormon estrogen dan progesteron

(Bobak, 2005).
1. Stuktur eksterna

a. Vulva

Vulva adalah nama yang diberikan untuk struktur genetalia

externa. Kata ini berarti penutup atau pembungkus yang berbentuk

lonjong, berukuran panjang, mulai klitoris, kanan kiri dibatasi bibir

kecil sampai ke belakang dibatasi perineum.

b. Mons pubis

Mons pubis atau mons veneris adalah jaringan lemak subkutan

berbentuk bulat yang lunak dan padat serta merupakan jaringan ikat

jarang di atas simfisis pubis. Mons pubis mengandung banyak

kelenjar sebasea dan ditumbuhi rambut berwarna hitam, kasar, dan

ikal pada masa pubertas, mons berperan dalam sensualitas dan

melindungi simfisis pubis selamakoitus.

c. Labia mayora

Labia mayora adalah dua lipatan kulit panjang melengkung

yang menutupi lemak dan jaringan kulit yang menyatu dengan mons

pubis. Keduanya memanjang dari mons pubis ke arah

bawah mengililingi labia minora, berakhir di perineum pada garis

tengah. Labia mayora melindungi labia minora, meatus urinarius, dan

introitus vagina. Pada wanita yang belum pernah melahirkan anak

pervaginam, kedua labia mayora terletak berdekatan di garis tengah,

menutupi stuktur-struktur di bawahnya.


Setelah melahirkan anak dan mengalami cedera pada vagina

atau pada perineum, labia sedikit terpisah dan bahkan introitus vagina

terbuka.

Penurunan produksi hormon menyebapkan atrofi labia mayora.

Pada permukaan arah lateral kulit labia tebal, biasanya memiliki

pigmen lebih gelap daripada jaringam sekitarnya dan ditutupi rambut

yang kasar dan semakin menipis ke arah luar perineum. Permukaan

medial labia mayora licin, tebal, dan tidak tumbuhi rambut.

Sensitivitas labia mayora terhadap sentuhan, nyeri, dan suhu tinggi.

Hal ini diakibatkan adanya jaringan saraf yang menyebar luas, yang

juga berfungsi selama rangsanganseksual.

d. Labia minora

Labia minora terletak di antara dua labia mayora, merupakan

lipatan kulit yang panjang, sempit, dan tidak berambut yang ,

memanjang ke arah bawah dari bawah klitoris dan dan menyatu

dengan fourchett. Sementara bagian lateral dan anterior labia

biasanya mengandung pigmen, permukaan medial labia minora sama

dengan mukosa vagina. Pembuluh darah yang sangat banyak

membuat labia berwarna merah kemerahan dan memungkankan labia

minora membengkak, bila ada stimulus emosional atau stimulus fisik.

Kelenjar-kelenjar di labia minora juga melumasi vulva. Suplai saraf

yang sangat banyak membuat labia minora sensitif, sehingga

meningkatkan fungsi erotiknya.


e. Klitoris

Klitoris adalah organ pendek berbentuk silinder dan yang

terletak tepat di bawah arkus pubis. Dalam keadaan tidak terangsang,

bagian yang terlihat adalah sekitar 6x6 mm atau kurang. Ujung badan

klitoris dinamai glans dan lebih sensitif dari pada badannya. Saat

wanita secara seksual terangsang, glans dan badan klitoris membesar.

Kelenjar sebasea klitoris menyekresi smegma, suatu substansi

lemak seperti keju yang memiliki aroma khas dan berfungsi sebagai

feromon. Istilah klitoris berasal dari kata dalam bahasa yunani, yang

berarti ‘’kunci’’ karena klitoris dianggap sebagai kunci seksualitas

wanita. Jumlah pembuluh darah dan persarafan yang banyak

membuat klitoris sangat sensitif terhadap suhu, sentuhan dan sensasi

tekanan.

f. Vestibulum

Vestibulum ialah suatu daerah yang berbentuk seperti perahu

atau lojong, terletak di antara labia minora, klitoris dan fourchette.

Vestibulum terdiri dari muara uretra, kelenjar parauretra, vagina dan

kelenjar paravagina. Permukaan vestibulum yang tipis dan agak

berlendir mudah teriritasi oleh bahan kimia. Kelenjar vestibulum

mayora adalah gabungan dua kelenjar di dasar labia mayora, masing-

masing satu pada setiap sisi orifisium vagina.


g. Fourchette

Fourchette adalah lipatan jaringan transversal yang pipih dan

tipis, dan terletak pada pertemuan ujung bawah labia mayora dan

minora di garis tengah di bawah orifisium vagina. Suatu cekungan

dan fosa navikularis terletak di antara fourchette dan himen

h. Perineum

Perineum adalah daerah muskular yang ditutupi kulit antara

introitus vagina dan anus. Perineum membentuk dasar badan

perineum.

2. Struktur interna

a. Ovarium

Sebuah ovarium terletak di setiap sisi uterus, di bawah dan di

belakang tuba falopi. Dua lagamen mengikat ovarium pada

tempatnya, yakni bagian mesovarium ligamen lebar uterus, yang

memisahkan ovarium dari sisi dinding pelvis lateral kira-kira setinggi

krista iliaka anterosuperior, dan ligamentum ovarii proprium, yang

mengikat ovarium ke uterus. Dua fungsi ovarium adalah

menyelenggarakan ovulasi dan memproduksi hormon. Saat lahir,

ovarium wanita normal mengandung banyak ovum primordial. Di

antara interval selama masa usia subur ovarium juga merupakan

tempat utama produksi hormon seks steroid dalam jumlah yang

dibutuhkan untuk pertumbuhan,perkembangan, dan fungsi wanita

normal.
b. Tuba fallopi

Sepasang tuba fallopi melekat pada fundus uterus. Tuba ini

memanjang ke arah lateral, mencapai ujung bebas legamen lebar dan

berlekuk-lekuk mengelilingi setiap ovarium. Panjang tuba ini kira-

kira 10 cm dengan berdiameter 0,6 cm. Tuba fallopi merupakan jalan

bagi ovum. Ovum didorong di sepanjang tuba, sebagian oleh silia,

tetapi terutama oleh gerakan peristaltis lapisan otot. Esterogen dan

prostaglandin mempengaruhi gerakan peristaltis. Aktevites peristaltis

tuba fallopi dan fungsi sekresi lapisan mukosa yang terbesar ialah

pada saat ovulasi.

c. Uterus

Uterus adalah organ berdinding tebal, muskular, pipih, cekung

yang tampak mirip buah pir yang terbalik. Uterus normal memiliki

bentuk simetris, nyeri bila di tekan, licin dan teraba padat. Uterus

terdiri dari tiga bagian, fudus yang merupakan tonjolan bulat di

bagian atas dan insersituba fallopi, korpus yang merupakan bagian

utama yang mengelilingi cavum uteri, dan istmus, yakni bagian

sedikit konstriksi yang menghubungkan korpus dengan serviks dan

dikenal sebagai sekmen uterus bagian bawah pada masa hamil. Tiga

fungsi uterus adalah siklus menstruasi dengan peremajaan

endometrium, kehamilan danpersalinan.

Dinding uterus terdiri dari tiga lapisan :


1) Endometrium yang mengandung banyak pembuluh darah ialah

suatu lapisan membran mukosa yang terdiri dari tiga lapisan :

lapisan permukaan padat, lapisan tengah jaringan ikat yang

berongga,danlapisan dalam padat yang menghubungkan

indometrium dengan miometrium.

2) Miometrum yang tebal tersusun atas lapisan – lapisan serabut otot

polos yang membentang ke tiga arah. Serabut longitudinal

membentuk lapisan luar miometrium, paling benyak ditemukan di

daerah fundus, membuat lapisan ini sangat cocok untuk

mendorong bayi pada persalinan.

3) Peritonium perietalis

Suatu membran serosa, melapisi seluruh korpus uteri, kecuali

seperempat permukaan anterior bagian bawah, di mana terdapat

kandung kemih dan serviks. Tes diagnostik dan bedah pada uterus

dapat dilakukan tanpa perlu membuka rongga abdomen karena

peritonium perietalis tidak menutupi seluruh korpus uteri.

d. Vagina

Vagina adalah suatu tuba berdinding tipis yang dapat melipat

dan mampu meregang secara luas. Mukosa vagina berespon dengan

cepat terhadap stimulai esterogen dan progesteron. sel-sel mukosa

tanggal terutama selama siklus menstruasi dan selama masa hamil.

Sel-sel yang di ambil dari mukosa vagina dapat digunakan untuk

mengukur kadar hormon seks steroid. Cairan vagina berasal dari


traktus genetalis atas atau bawah. Cairan sedikit asam. Interaksi

antara laktobasilus vagina dan glikogen mempertahankan keasaman.

Apabila pH nik diatas lima, insiden infeksi vagina meningkat. Cairan

yang terus mengalir dari vagina mempertahankan kebersihan relatif

vagina.

3. Etiologi

Partus normal adalah proses pengeluaran hasil konsepsi yang telah

cukup bulan atau dapat hidup di luar kandungan melalui jalan lahir atau jalan

lain, dengan bantuan.

1. Partus dibagi menjadi 4 kala :

a. kala I, kala pembukaan yang berlangsung antara pembukaan nol

sampai pembukaan lengkap. Pada permulaan his, kala pembukaan

berlangsung tidak begitu kuat sehingga parturien masih dapat berjalan-

jalan. Lamanya kala I untuk primigravida berlangsung 12 jam

sedangkan multigravida sekitar 8 jam.

b. Kala II, gejala utama kala II adalah His semakin kuat dengan interval 2

sampai 3 menit, dengan durasi 50 sampai 100 detik. Menjelang akhir

kala I ketuban pecah yang ditandai dengan pengeluaran cairan secara

mendadak. Ketuban pecah pada pembukaan mendekati lengkap diikuti

keinginan mengejan. Kedua kekuatan, His dan mengejan lebih

mendorong kepala bayi sehingga kepala membuka pintu. Kepala lahir

seluruhnya dan diikuti oleh putar paksi luar. Setelah putar paksi luar

berlangsung kepala dipegang di bawah dagu di tarik ke bawah untuk


melahirkan bahu belakang. Setelah kedua bahu lahir ketiak di ikat

untuk melahirkan sisa badan bayi yang diikuti dengan sisa air ketuban.

c. Kala III, setelah kala II kontraksi uterus berhenti 5 sampai 10 menit.

Dengan lahirnya bayi, sudah dimulai pelepasan plasenta. Lepasnya

plasenta dapat ditandai dengan uterus menjadi bundar, uterus terdorong

ke atas, tali pusat bertambah panjang dan terjadi perdarahan.

d. Kla IV, dimaksudkan untuk melakukan observasi karena

perdarahan post partum paling sering terjadi pada 2 jam pertama,

observasi yang dilakukan yaitu tingkat kesadaran penderita,

pemeriksaan tanda-tanda vital, kontraksi uterus, terjadinya perdarahan.

Perdarah dianggap masih normal bila jumlahnya tidak melebihi 400

sampai 500 cc (Manuaba, 1989).

2. Faktor penyebab ruptur perineum diantaranya adalah faktor ibu, faktor

janin, dan faktor persalinan pervaginam.

a. Faktor Ibu

1) Paritas

Menurut panduan Pusdiknakes 2003, paritas adalah jumlah

kehamilan yang mampu menghasilkan janin hidup di luar rahim

(lebih dari 28 minggu). Paritas menunjukkan jumlah kehamilan

terdahulu yang telah mencapai batas viabilitas dan telah dilahirkan,

tanpa mengingat jumlah anaknya ( Oxorn, 2003).

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia paritas adalah keadaan

kelahiran atau partus. Pada primipara robekan perineum hampir


selalu terjadi dan tidak jarang berulang pada persalinan berikutnya

(Sarwono, 2005).

2) Meneran

Secara fisiologis ibu akan merasakan dorongan untuk meneran bila

pembukaan sudah lengkap dan reflek ferguson telah terjadi. Ibu

harus didukung untuk meneran dengan benar pada saat ia

merasakan dorongan dan memang ingin mengejang (Jhonson,

2004). Ibu mungkin merasa dapat meneran secara lebih efektif

pada posisi tertentu (JHPIEGO, 2005).

b. Faktor Janin

1) Berat Badan Bayi Baru lahir

Makrosomia adalah berat janin pada waktu lahir lebih dari 4000

gram (Rayburn, 2001).

Makrosomia disertai dengan meningkatnya resiko trauma

persalinan melalui vagina seperti distosia bahu, kerusakan fleksus

brakialis, patah tulang klavikula, dan kerusakan jaringan lunak

pada ibu seperti laserasi jalan lahir dan robekan pada perineum

(Rayburn, 2001).

2) Presentasi

Menurut kamus kedokteran, presentasi adalah letak hubungan

sumbu memanjang janin dengan sumbu memanjang panggul

ibu ( Dorland, 1998).


a) Presentasi Muka

Presentasi muka atau presentasi dahi letak janin memanjang,

sikap extensi sempurna dengan diameter pada waktu masuk

panggul atau diameter submentobregmatika sebesar 9,5 cm.

Bagian terendahnya adalah bagian antara glabella dan dagu,

sedang pada presentasi dahi bagian terendahnya antara

glabella dan bregma (Oxorn, 2003).

b) Presentasi Dahi

Presentasi dahi adalah sikap ekstensi sebagian (pertengahan),

hal ini berlawanan dengan presentasi muka yang ekstensinya

sempurna. Bagian terendahnya adalah daerah diantara margo

orbitalis dengan bregma dengan penunjukknya adalah dahi.

Diameter bagian terendah adalah diameter verticomentalis

sebesar 13,5 cm, merupakan diameter antero posterior kepala

janin yang terpanjang (Oxorn, 2003).

c) Presentasi Bokong

Presentasi bokong memiliki letak memanjang dengan kelainan

dalam polaritas. Panggul janin merupakan kutub bawah

dengan penunjuknya adalah sacrum. Berdasarkan posisi janin,

presentasi bokong dapat dibedakan menjadi empat macam

yaitu presentasi bokong sempurna, presentasi bokong murni,

presentasi bokong kaki, dan presentasi bokong lutut (Oxorn,

2003).
c. Faktor Persalinan Pervaginam

1) Vakum ekstrasi

Vakum ekstrasi adalah suatu tindakan bantuan persalinan, janin

dilahirkan dengan ekstrasi menggunakan tekanan negatif dengan

alat vacum yang dipasang di kepalanya ( Mansjoer,

2002).

2) Ekstrasi Cunam/Forsep

Ekstrasi Cunam/Forsep adalah suatu persalinan buatan, janin

dilahirkan dengan cunam yang dipasang di kepala janin (Mansjoer,

2002). Komplikasi yang dapat terjadi pada ibu karena tindakan

ekstrasi forsep antara lain ruptur uteri, robekan portio, vagina,

ruptur perineum, syok, perdarahan post partum, pecahnya varices

vagina (Oxorn, 2003).

3) Embriotomi adalah prosedur penyelesaian persalinan dengan jalan

melakukan pengurangan volume atau merubah struktur organ

tertentu pada bayi dengan tujuan untuk memberi peluang yang

lebih besar untuk melahirkan keseluruhan tubuh bayi

tersebut (Syaifudin, 2002).

4) Persalinan Presipitatus

Persalinan presipitatus adalah persalinan yang berlangsung sangat

cepat, berlangsung kurang dari 3 jam, dapat disebabkan oleh

abnormalitas kontraksi uterus dan rahim yang terlau kuat, atau

pada keadaan yang sangat jarang dijumpai, tidak adanya rasa nyeri
pada saat his sehingga ibu tidak menyadari adanya proses

persalinan yang sangat kuat (Cunningham, 2005).

4. Patofisiologi

1. Adaptasi Fisiologi

a. Infolusi uterus

i. Proses kembalinya uterus ke keadaan sebelum hamil

setelah melahirkan, proses ini dimulai segera setelah

plasenta keluar akibat kontraksi otot-otot polos uterus. Pada

akhir tahap ketiga persalinan, uterus berada di garis tengah,

kira-kira 2 cm di bawah umbilikus dengan bagian fundus

bersandar pada promontorium sakralis. Dalam waktu 12

jam, tinggi fundus mencapai kurang lebih 1 cm di atas

umbilikus. Fundus turun kira-kira 1 smpai 2 cm setiap 24

jam.Pada hari pasca partum keenam fundus normal akan

berada dipertengahan antara umbilikus dan simpisis pubis.

ii. Uterus, pada waktu hamil penuh baratnya 11 kali berat

sebelum hamil, berinvolusi menjadi kira-kira 500 gr 1

minggu setelah melahirkan dan 350 gr 2 minggu setelah

lahir. Satu minggu setelah melahirkan uterus berada di

dalam panggul. Pada minggu keenam, beratnya menjadi 50-

60 gr. Peningkatan esterogen dan progesteron bertabggung

jawab untuk pertumbuhan masif uterus selama hamil. Pada

masa pasca partum penurunan kadar hormon menyebapkan


terjadinya autolisis, perusakan secara langsung jaringan

hipertrofi yang berlebihan. Sel-sel tambahan yang terbentuk

selama masa hamil menetap. Inilah penyebap ukuran uterus

sedikit lebih besar setelah hamil.

b. Kontraksi intensitas kontraksi uterus meningkat secara bermakna segera

setelah bayi lahir, diduga terjadi sebagai respon terhadap penurunan

volume intrauterin yang sangat besar. homeostasis pasca partum dicapai

terutama akibat kompresi pembuluh darah intramiometrium, bukan oleh

agregasi trombosit dan pembentukan bekuan. Hormon oksigen yang

dilepas dari kelenjar hipofisis memperkuat dan mengatur kontraksi uterus,

mengopresi pembuluh darah dan membantu hemostasis. Salama 1-2 jam

pertama pasca partum intensitas kontraksi uterus bisa berkurang dan

menjadi tidak teratur. Untuk mempertahankan kontraksi uterus, suntikan

oksitosin secara intravena atau intramuskuler diberikan segera setelah

plasenta lahir. Ibu yang merencanakan menyusui bayinya, dianjurkan

membiarkan bayinya di payudara segera setelah lahir karena isapan bayi

pada payudara merangsang pelepasan oksitosin.

3. Adaptasi psikologis

Menurut Hamilton, 1995 adaptasi psikologis ibu post partum dibagi

menjadi 3 fase yaitu :

a. Fase taking in / ketergantungan

a. Fase ini dimuai hari pertama dan hari kedua setelah melahirkan

dimana ibu membutuhkan perlindungandan pelayanan.


b. Fase taking hold / ketergantungan tidak ketergantungan Fase ini dimulai

pada hari ketiga setelah melahirkan dan berakhir pada minggu keempat

sampai kelima. Sampai hari ketiga ibu siap untuk menerima peran barunya

dan belajar tentang semua hal-hal baru. Selama fase ini sistem pendukung

menjadi sangat bernilai bagi ibu muda yang membutuhkan sumber

informasi danpenyembuhan fisik sehingga ia dapat istirahat dengan baik

c. Fase letting go / saling ketergantungan

a. Dimulai sekitar minggu kelima sampai keenam setelah kelahiran.

Sistem keluarga telah menyesuaiakan diri dengan anggotanya yang

baru. Tubuh pasian telah sembuh, perasan rutinnya telah kembali

dan kegiatan hubungan seksualnya telah dilakukan kembali.

5. Manifestasi klinik

Periode post partum ialah masa enam minggu sejak bayi lahir sampai

organ-organ reproduksi kembali ke keadaan normal sebelum hamil. Periode

ini kadang-kadang disebut puerperium atau trimester keempat kehamilan

(Bobak, 2004).

1. Sistem reproduksi

a. Proses involusi Proses kembalinya uterus ke keadaan sebelum hamil

setelah melahirkan, proses ini dimulai segera setelah plasenta keluar

akibat kontraksi otot-otot polos uterus. Uterus, pada waktu hamil

penuh baratnya 11 kali berat sebelum hamil, berinvolusi menjadi kira-

kira 500 gr 1 minggu setelah melahirkan dan 350 gr dua minggu

setelah lahir. Seminggu setelah melahirkan uterus berada di dalam


panggul. Pada minggu keenam, beratnya menjadi 5060gr. Pada masa

pasca partum penurunan kadar hormone menyebapkan terjadinya

autolisis, perusakan secara langsung jaringan hipertrofi yang

berlebihan. Sel-sel tambahan yang terbentuk selama masa hamil

menetap. Inilah penyebap ukuran uterus sedikit lebih besar setelah

hamil.

b. Kontraksi Intensitas kontraksi uterus meningkat secara bermakna

segera setelah bayi lahir, hormon oksigen yang dilepas dari kelenjar

hipofisis memperkuat dan mengatur kontraksi uterus, mengopresi

pembuluh darah dan membantu hemostasis. Salama 1-2 jam pertama

pasca partum intensitas kontraksi uterus bisa berkurang dan menjadi

tidak teratur. Untuk mempertahankan kontraksi uterus, suntikan

oksitosin secara intravena atau intramuskuler diberikan segera setelah

plasenta lahir.

c. Tempat plasenta Segera setelah plasenta dan ketuban dikeluarkan,

kontraksi vaskular dan trombus menurunkan tempat plasenta ke suatu

area yang meninggi dan bernodul tidak teratur. Pertumbuhan

endometrium ke atas menyebapkan pelepasan jaringan nekrotik dan

mencegah pembentukan jaringan parut yang menjadi karakteristik

penyembuha luka. Regenerasi endometrum, selesai pada akhir minggu

ketiga masa pasca partum, kecuali pada bekas tempat plasenta.

d. Lochea Rabas uterus yang keluar setelah bayi lahir, mula-mula

berwarna merah, kemudian menjadi merah tua atau merah coklat.


Lochea rubra terutama mengandung darah dan debris desidua dan

debris trofoblastik. Aliran menyembur menjadi merah setelah 2-4 hari.

Lochea serosa terdiri dari darah lama, serum, leukosit dan denrus

jaringan. Sekitar 10 hari setelah bayi lahir, cairan berwarna kuning

atau putih. Lochea alba mengandung leukosit, desidua, sel epitel,

mukus, serum dan bakteri. Lochea alba bisa bertahan 2-6 minggu

setelah bayi lahir.

e. Serviks. Serviks menjadi lunak segera setelah ibu melahirkan. 18 jam

pasca partum, serviks memendek dan konsistensinya menjadi lebih

padat dan kembali ke bentuk semula. Serviks setinggi segmen bawah

uterus tetap edematosa, tipis, dan rapuh selama beberapa hari setelah

ibu melahirkan.

f. Vagina dan perineum Vagina yang semula sangat teregang akan

kembali secara bertahap ke ukuran sebelum hami, 6-8 minggu setelah

bayi lahir. Rugae akan kembali terlihat pada sekitar minggu keempat,

walaupun tidak akan semenonjol pada wanita nulipara.

2. Sistem endokrin

a. Hormon plasenta Penurunan hormon human plasental lactogen,

esterogen dan kortisol, serta placental enzyme insulinase membalik

efek diabetagenik kehamilan. Sehingga kadar gula darah menurun

secara yang bermakna pada masa puerperium. Kadar esterogen dan

progesteron menurun secara mencolok setelah plasenta keluar,

penurunan kadar esterogen berkaitan dengan pembengkakan payudara


dan diuresis cairan ekstra seluler berlebih yang terakumulasi selama

masa hamil.

b. Hormon hipofisis Waktu dimulainya ovulasi dan menstruasi pada

wanita menyusui dan tidak menyusui berbeda. Kadar prolaktin serum

yang tinggi pada wanita menyusui tampaknya berperan dalam

menekan ovulasi. Karena kadar follikel-stimulating hormone terbukti

sama pada wanita menyusui dan tidak menyusui di simpulkan ovarium

tidak berespon terhadap stimulasi FSH ketika kadar prolaktin

meningkat (Bowes, 1991).

3. Abdomen Apabila wanita berdiri di hari pertama setelah melahirkan,

abdomenya akan menonjol dan membuat wanita tersebut tampak seperti

masih hamil. Diperlukan sekitar 6 minggu untuk dinding abdomen

kembali ke keadaan sebelum hami.

4. Sistem urinarius Fungsi ginjal kembali normal dalam waktu satu bulan

setelah wanita melahirkan. Diperlukan kira-kira dua smpai 8 minggu

supaya hipotonia pada kehamilan dan dilatasi ureter serta pelvis ginjal

kembali ke keadaan sebelum hamil (Cunningham, dkk ; 1993).

5. Sistem cerna

a. Nafsu makan Setelah benar-benar pulih dari efek analgesia, anestesia,

dan keletihan, ibu merasa sangat lapar.

b. Mortilitas Secara khas, penurunan tonus dan motilitas otot traktus cerna

menetap selam waktu yang singkat setelah bayi lahir.


c. Defekasi Buang air besar secara spontan bias tertunda selama dua

sampai tiga hari setelah ibu melahirkan.

6. Payudara Konsentrasi hormon yang menstimulasai perkembangan payu

dara selama wanita hamil (esterogen, progesteron, human chorionik

gonadotropin, prolaktin, krotison, dan insulin) menurun dengan cepat

setelah bayi lahir.

a. Ibu tidak menyusui

Kadar prolaktin akan menurun dengan cepat pada wanita yang tidak

menyusui. Pada jaringan payudara beberapa wanita, saat palpasi

dailakukan pada hari kedua dan ketiga. Pada hari ketiga atau keempat

pasca partum bisa terjadi pembengkakan. Payudara teregang keras,

nyeri bila ditekan, dan hangat jika di raba.

b. Ibu yang menyusui

Sebelum laktasi dimulai, payudara teraba lunak dan suatu cairan

kekuningan, yakni kolostrum. Setelah laktasi dimula, payudara teraba

hangat dan keras ketika disentuh. Rasa nyeri akan menetap selama

sekitar 48 jam. Susu putih kebiruan dapat dikeluarkan dari puting susu.

7. Sistem kardiovaskuler

a. Volume darah Perubahan volume darah tergantung pada beberapa

faktor misalnya kehilangan darah selama melahirkan dan mobilisasi

serta pengeluaran cairan ekstravaskuler. Kehilangan darah merupakan

akibat penurunan volume darah total yang cepat tetapi terbatas. Setelah

itu terjadi perpindahan normal cairan tubuh yang menyebapkan volume


darah menurun dengan lambat. Pada minggu ketiga dan keempat setelah

bayi lahir, volume darah biasanya menurun sampai mencapai volume

sebelum lahir.

b. Curah jantung Denyut jantung volume sekuncup dan curah jantung

meningkat sepanjang masa hamil. Segera setelah wanita melahirkan,

keadaan ini akan meningkat bahkan lebih tinggi selama 30 sampai 60

menit karena darah yang biasanya melintasi sirkuit utero plasenta

tibatiba kembali ke sirkulasi umum (Bowes, 1991).

c. Tanda-tanda vital Beberapa perubahan tanda-tanda vital bisa terlihat,

jika wanita dalam keadaan normal. Peningkatan kecil sementara, baik

peningkatan tekanan darah sistol maupun diastol dapat timbul dan

berlangsung selama sekitar empat hari setelah wanita

melahirkan(Bowes, 1991).

8. Sistem neurologi Perubahan neurologis selama puerperium merupakan

kebalikan adaptasi neurologis yang terjadi saat wanita hamil dan

disebapkan trauma yang dialami wanita saat bersalin dan melahirkan.

9. Sistem muskuluskeletal Adaptasi sistem muskuluskeletal ibu yang terjadi

selama masa hamil berlangsung secara terbalik pada masa pascapartum.

Adaptasi ini mencakup hal-hal yang membantu relaksasi dan

hipermobilitas sendi dan perubahan pusat berat ibu akibat pemsaran

rahim.

10. Sistem integument Kloasma yang muncul pada masa hamil biasanya

menghilang saat kehamilan berakhir. Pada beberapa wanita, pigmentasi


pada daerah tersebut akan menutap. Kulit kulit yang meregang pada

payudara, abdomen, paha, dan panggul mungkin memudar, tapi tidak

hilangseluruhnya.

6. Klasifikasi Ruptur Perineum

Menurut buku Acuan Asuhan Persalinan Normal (2008), derajat

ruptur perineum dapat dibagi menjadi empat derajat, yaitu :

a. Ruptur perineum derajat satu, dengan jaringan yang mengalami robekan

adalah:

1) Vagina

a) Komisura posterior

b) Kulit perineum

b Ruptur perineum derajat dua, denga jaringa yan mengala

. robekan adalah : n n g mi

1) Mukosa Vagina

a) Komisura posterior

b) Kulit perineum

c) Otot perineum
c denga jaringa yan mengala

. Ruptur perineum derajat tiga, n n g mi


robekan adalah :

1) Sebagaimana ruptur derajat dua

2) Otot sfingter ani

d. Ruptur perineum derajat empat, dengan jaringan yang mengalami robekan

adalah :
1) Sebagaimana ruptur derajat tiga

2) Dinding depan rectum

7. Komplikasi

1. Perdarahan

Perdarahan adalah penyebap kematian terbanyak pada wanita selama

periode post partum. Perdarahan post partum adalah : kehilangan darah

lebih dari 500 cc setelah kelahiran kriteria perdarahan didasarkan pada satu

atau lebih tanda-tanda sebagai berikut:

a. Kehilangan darah lebih dai 500 cc

b. Sistolik atau diastolik tekanan darah menurun sekitar 30 mmHg

c. Hb turun sampai 3 gram % (novak, 1998).

Perdarahan post partum dapat diklasifikasi menurut kapan terjadinya

perdarahan dini terjadi 24 jam setelah melahirkan. Perdarahan lanjut lebih

dari 24 jam setelah melahirkan, syok hemoragik dapat berkembang cepat

dan menadi kasus lainnya, tiga penyebap utama perdarahan antara lain :

a. Atonia uteri : pada atonia uteri uterus tidak mengadakan kontraksi

dengan baik dan ini merupakan sebap utama dari perdarahan post

partum. Uterus yang sangat teregang (hidramnion, kehamilan ganda,

dengan kehamilan dengan janin besar), partus lama dan pemberian

narkosis merupakan predisposisi untuk terjadinya atoniauteri.

b. laserasi jalan lahir : perlukan serviks, vagina dan perineum dapat

menimbulkan perdarahan yang banyak bila tidak direparasi

dengansegera.
c. Retensio plasenta, hampir sebagian besar gangguan pelepasan plasenta

disebapkan oleh gangguan kontraksi uterus.retensio plasenta adalah :

tertahannya atau belum lahirnya plasenta atau 30 menit selelah bayi

lahir.

d. Lain-lain

a. Sisa plasenta atau selaput janin yang menghalangi kontraksi uterus

sehingga masih ada pembuluh darah yang tetap terbuka

b. Ruptur uteri, robeknya otot uterus yang utuh atau bekasjaringan

parut pada uterus setelah jalan lahir hidup.

c. Inversio uteri (Wikenjosastro, 2000).

2. Infeksi puerperalis Didefinisikan sebagai; inveksi saluran reproduksi

selama masa post partum. Insiden infeksi puerperalis ini 1 % - 8 %,

ditandai adanya kenaikan suhu > 38 0 dalam 2 hari selama 10 hari pertama

post partum. Penyebap klasik adalah : streptococus dan staphylococus

aureus dan organisasi lainnya.

3. Endometritis Adalah infeksi dalam uterus paling banyak disebapkan oleh

infeksi puerperalis. Bakteri vagina, pembedahan caesaria, ruptur membran

memiliki resiko tinggi terjadinya endometritis (Novak, 1999).

4. Mastitis Yaitu infeksi pada payudara. Bakteri masuk melalui fisura atau

pecahnya puting susu akibat kesalahan tehnik menyusui, di awali dengan

pembengkakan, mastitis umumnya di awali pada bulan pertamapost

partum (Novak, 1999).


5. Infeksi saluran kemih Insiden mencapai 2-4 % wanita post partum,

pembedahan meningkatkan resiko infeksi saluran kemih. Organisme

terbanyak adalah Entamoba coli dan bakterigram negatif lainnya.

6. Tromboplebitis dan thrombosis Semasa hamil dan masa awal post partum,

faktor koagulasi dan meningkatnya status vena menyebapkan relaksasi

sistem vaskuler, akibatnya terjadi tromboplebitis (pembentukan trombus di

pembuluh darah dihasilkan dari dinding pembuluh darah) dan thrombosis

(pembentukan trombus) tromboplebitis superfisial terjadi 1 kasus dari 500

– 750 kelahiran pada 3 hari pertama post partum.

7. Emboli Yaitu : partikel berbahaya karena masuk ke pembuluh darah kecil

menyebapkan kematian terbanyak di Amerika (Novak. 1999).

8. Post partum depresi Kasus ini kejadinya berangsur-angsur, berkembang

lambat sampai beberapa minggu, terjadi pada tahun pertama. Ibu bingung

dan merasa takut pada dirinya. Tandanya antara lain, kurang konsentrasi,

kesepian tidak aman, perasaan obsepsi cemas, kehilangan kontrol, dan

lainnya. Wanita juga mengeluh bingung, nyeri kepala, ganguan makan,

dysmenor, kesulitan menyusui, tidak tertarik pada sex, kehilanagan

semangat (Novak, 1999).

8. Tanda – Tanda Bahaya Post Partum

Perdarahan dalam keadaan dimana plasenta telah lahir lengkap dan

kontraksi rahim baik, dapat dipastikan bahwa perdarahan tersebut berasal dari

perlukaan jalan lahir (Depkes RI, 2004).

Tanda-tanda yang mengancam terjadinya robekan perineum antara lain :


a. Kulit perineum mulai melebar dan tegang.

b. Kulit perineum berwarna pucat dan mengkilap.

c. Ada perdarahan keluar dari lubang vulva, merupakan indikasi robekan

pada mukosa vagina.

9. Penatalaksanaan atau Perawatan Post Partum

Penanganan ruptur perineum diantaranya dapat dilakukan dengan cara

melakukan penjahitan luka lapis demi lapis, dan memperhatikan jangan

sampai terjadi ruang kosong terbuka kearah vagina yang biasanya dapat

dimasuki bekuan-bekuan darah yang akan menyebabkan tidak baiknya

penyembuhan luka. Selain itu dapat dilakukan dengan cara memberikan

antibiotik yang cukup (Moctar, 1998).

Prinsip yang harus diperhatikan dalam menangani ruptur perineum adalah:

1. Bila seorang ibu bersalin mengalami perdarahan setelah anak lahir, segera

memeriksa perdarahan tersebut berasal dari retensio plasenta atau plasenta

lahir tidak lengkap.

2. Bila plasenta telah lahir lengkap dan kontraksi uterus baik, dapat

dipastikan bahwa perdarahan tersebut berasal dari perlukaan pada jalan

lahir, selanjutnya dilakukan penjahitan. Prinsip melakukan jahitan pada

robekan perineum :

a. Reparasi mula-mula dari titik pangkal robekan sebelah

dalam/proksimal ke arah luar/distal. Jahitan dilakukan lapis demi lapis,

dari lapis dalam kemudian lapis luar.


b. Robekan perineum tingkat I : tidak perlu dijahit jika tidak ada

perdarahan dan aposisi luka baik, namun jika terjadi perdarahan segera

dijahit dengan menggunakan benang catgut secara jelujur atau dengan

cara angka delapan.

c. Robekan perineum tingkat II : untuk laserasi derajat I atau II jika

ditemukan robekan tidak rata atau bergerigi harus diratakan terlebih

dahulu sebelum dilakukan penjahitan. Pertama otot dijahit dengan

catgut kemudian selaput lendir. Vagina dijahit dengan catgut secara

terputus-putus atau jelujur. Penjahitan mukosa vagina dimulai dari

puncak robekan. Kulit perineum dijahit dengan benang catgut secara

jelujur.

d. Robekan perineum tingkat III : penjahitan yang pertama pada dinding

depan rektum yang robek, kemudian fasia perirektal dan fasia septum

rektovaginal dijahit dengan catgut kromik sehingga bertemu kembali.

e. Robekan perineum tingkat IV : ujung-ujung otot sfingter ani yang

terpisah karena robekan diklem dengan klem pean lurus, kemudian

dijahit antara 2-3 jahitan catgut kromik sehingga bertemu kembali.

Selanjutnya robekan dijahit lapis demi lapis seperti menjahit robekan

perineum tingkat I.

f. Meminimalkan Derajat Ruptur Perineum

Menurut Mochtar (1998) persalinan yang salah merupakan salah satu

sebab terjadinya ruptur perineum. Menurut Buku Acuan Asuhan

Persalinan Normal (2008) kerjasama dengan ibu dan penggunaan


perasat manual yang tepat dapat mengatur ekspulsi kepala, bahu, dan

seluruh tubuh bayi untuk mencegah laserasi atau meminimalkan

robekan pada perineum.

Dalam menangani asuhan keperawatan pada ibu post partum spontan,

dilakukan berbagai macam penatalaksanaan, diantaranya :

1. Monitor TTV

Tekanan darah meningkat lebih dari 140/90 mungkin menandakan

preeklamsi suhu tubuh meningkat menandakan terjadinya infeksi,

stress, atau dehidrasi.

2. Pemberian cairan intravena

Untuk mencegah dehidrasi dan meningkatkan kemampuan perdarahan

darah dan menjaga agar jangan jatuh dalam keadaan syok, maka cairan

pengganti merupakan tindakan yang vital, seperti Dextrose atauRinger.

3. Pemberian oksitosin

Segera setelah plasenta dilahirkan oksitosin (10 unit) ditambahkan dengan

cairan infuse atau diberikan secara intramuskuler untuk membantu

kontraksi uterus dan mengurangi perdarahan post partum.

4. Obat nyeri

Obat-obatan yang mengontrol rasa sakit termasuk sedative, alaraktik,

narkotik dan antagonis narkotik. Anastesi hilangnya sensori, obat ini

diberikan secara regional/ umum (Hamilton, 1995).


A. Diagnosis Keperawatan

1. Nyeri Akut b.d Gangguan Rasa Nyaman

Definisi:

Pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan dengan kerusakan

jaringan aktual atau fungsional, dengan onset mendadak atau lambat dan

berintensitas ringan hingga berat yang berlangsung kurang dari 3 bulan.

Penyebab:

a. Agen pencedera fisiologis (mis. inflamasi, iskemia, neoplasma)

b. Agen pencedera kimiawi (mis. terbakar, bahan kimia iritan)

c. Agen pencedera fisik (mis. abses, amputasi, terbakar, terpotong,

mengangkat berat, prosedur operasi, trauma, latihan fisik berlebihan)

Gejala dan Tanda Mayor

Subjektif:

a. Mengeluh nyeri

Objektif:

a. Tampak meringis

b. Bersikap protektif (mis. waspada, posisi menghindari nyeri)

c. Gelisah

d. Frekuensi nadi meningkat

e. Sulit tidur

Gejala dan Tanda Minor

Subjektif:

(tidak tersedia)
Objektif:

a. Tekanan darah meningkat

b. Pola napas berubah

c. Nafsu makan berubah

d. Proses berpikir terganggu

e. Menarik diri

f. Berfokus pada diri sendiri

g. Diaphoresis

2. Resiko infeksi b.d

Definisi: Berisiko mengalami peningkatan terserang organisme patogen

Faktor resiko

a. Penyakit kronis (mis, diabetes melitus)

b. Efek prosedur invasif

c. Malnutrisi

d. Peningkatan paparan organisme patogen lingkungan

e. Ketidakadekuatan pertahanan tubuh primer:

a) Gangguan peristaltik

b) Kerusakan integritas kulit

c) Perubahan sekresi Ph

d) Penurunan kerja siliaris

e) Ketuban pecah lama

f) Ketuban pecah sebelum waktunya

g) Merokok
h) Statis cairan tubuh

f. Ketidakadekuatan pertahanan tubuh sekunder:

a) Penurunan hemoglobin

b) Imununosupresi

c) Leukopenia

d) Supresi respon inflamasi

e) Vaksinasi tidakadekuat

Kondisi klinis terkait

a. AIDS

b. Luka bakar

c. Penyakit paru obstruktif kronis

d. Diabetes melitus

e. Tindakan invasif

f. Kondisi penggunaan terapi steroid

g. Penyalahgunaan obat

h. Ketuban pecah sebelum waktunya (KPSW)

i. Kanker

j. Gagal ginjal

k. Imunosupresi

l. Lymphedema

m. Leokositopenia

n. Gangguan fungsi hati


B. Intervensi

1. Nyeri Akut b.d Gangguan Rasa Nyaman

Intervensi Utama:

a. Manajemen Nyeri

Definisi:

Mengidentifikasi dan mengelola pengalaman sensorik atau emosional yang

berkaitan dengan kerusakan jaringan atau fungsional dengan onset mendadak

atau lambat dan berintesitas ringan hingga berat dan konstan.

Tindakan:

Observasi

1) Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas

nyeri

2) Identifikasi skala nyeri

3) Identifikasi respon nyeri nonverbal

4) Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri

Terapeutik

1) Berikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri (mis. TENS,

hipnosis, akupresur, terapi musik, biofeedback, terapi pijat, aromaterafi,

tehnik imajinasi terbimbing, kompres hangat/dingin)

2) Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri (mis. suhu ruangan,

pencahayaan, kebisingan)

3) Fasilitasi istirahat dan tidur


4) Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan strategi

meredakan nyeri

Edukasi

1) Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri

2) Jelaskan strategi meredakan nyeri

3) Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri

4) Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat

5) Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri

Kolaborasi

1) Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu

b. Pemberian Analgesik

Definisi: Menyiapkan dan memberikan agen farmakologis untuk mengurangi

atau menghilangkan rasa sakit.

Tindakan:

Observasi

1) Identifikasi karakteristik nyeri (mis. pencetus, pereda, kualitas, lokasi,

intensitas, frekuensi, durasi)

2) Identifikasi riwayat alergi obat

3) Identifikasi kesesuaian jenis analgesik (mis. narkotika, non-narkotik, atau

NSAID) dengan tingkat keparahan nyeri

4) Monitor tanda-tanda vital sebelum dan sesudah pemberian analgesik

5) Monitor efektifitas analgesic


Terapeutik

1) Diskusikan jenis analgesik yang disukai untuk mencapai analgesia

optimal, jika perlu

2) Pertimbangkan penggunaan infuse kontinu, atau bolus opioid untuk

mempertahankan kadar dalam serum

3) Tetapkan target efektifitas analgesik untuk mengoptimalkan respons

pasien

4) Dokumentasikan respons terhadap efek analgesik dan efek yang tidak

diinginkan

Edukasi

1) Jelaskan efek terapi dan efek samping obat

Kolaborasi

1) Kolaborasi pemberian dosis dan jenis analgesik, sesuai indikasi

2) Hipertermia

Intervensi pendukung

1. Pemantauan nyeri

Definisi : mengumpulkan dan menganalisis data nyeri

Tindakan

Observasi

a. Identifikasi faktor pencetus dan pereda nyeri

b. Monitor kualitas nyeri (mis. terasa tajam, tumpul, diremas-remas,

ditimpa beban berat)

c. Monitor lokasi dan penyebaran nyeri


d. Monitor intensitas nyeri dengan menggunakan skala

Terapeutik

a. Atur interval waktu pemantauan sesuai dengan kondisi pasien

b. Dokumentasikan hasil pemantauan

Edukasi

a. Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan

b. Informasikan hasil pemantauan, jika perlu

2. Resiko infeksi b.d Adanya Luka Robekan Pada Perineum

Intervensi utama

1) Manajemen imunisasi /vaksinasi

Definisi : mengidentifikasikan dan mengelola pemberian kekebalan tubuh

secara katif dan pasif

Tindakan

Observasi

a. Identifikasi riwayat kesehatandan riwayat alergi

b. Identifikasi kontraindikasi pemberian imunisasi (mis. reaksi anafilaksis

terhadap vaksin sebelumnya dan atau sakit parah dengan atau tanpa

demam)

c. Identifikasi status imunisasi setiap kunjungan ke pelayanan kesehatan

Terapeutik

a. Berikan suntikan pada bayi di bagian paha anterolaterai

b. Dokumentasikan informasi vaksinasi (mis. naa produsen, tanggal

kadarluwarsa
c. Jadwalkan imunisasi pada interval waktu yang tepat

Edukasi

a. Jelaskan tujuan, manfaat, reaksi yang terjadi, jadwal, dan efek samping

b. Inormasikan imunisasi yang diwajibkan pemerintah (mis. Hepatitis B,

BCG, difteri, tetanus, pertusis, H. Influenza, polio, campak, measles,

rubella)

c. Informasikan imunisasi yang melindungi terhadap penyakit namun saat ini

tidak diwajibkan pemerintah (mis. influenza, pneumokokus)

d. Informasikan vaksinasi untuk kejadian khusus (mis. rabies, tetanus)

e. Informasikan penundaan pemberian imunisasi tidak berarti mengulang

jadwal imunisasi kembali

f. Informasikan penyediaan layanan pekan imunisasi nasional yang

menyediakan vaksin gatis

2) Pencegahan infeksi

Definisi : mengidentifikasikan dan menurunkan risiko terserang organisme

patogenik

Tindakan

Observasi

a. Monitor tanda dan gejala infeksi lokal dan sistemik

Terapeutik

a. Batasi jumlah pengunjung

b. Berikan perawatan kulit pada area edema


c. Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien dan lingkungan

pasien

d. Pertahankan tehnik aseptik pada pasien berisiko tinggi

Edukasi

a. Jelaskan tanda dan gejala infeksi

b. Ajarka cara mencuci tanga dengan benar

c. Ajarkan etika batuk

d. Ajarkan cara pemeriksaan kondisi lua atau luka operasi

e. Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi

f. Anjuran meningkatkan cairan

Kolaborasi

a. Kolaborasi pemberian imunisasi, jika perlu

Intervensi pendukung

1. Perawatan perineum

Definisi : melakukan tindakan menjaga integritas kulit perineum dan

mengurangi ketidaknyaman pada perineum

Tindakan

Observasi

a. Infeksi insisi atau robekan perineum (mis. episotomi)

Terapeutik

a. Fasilitasi dalam membersihkan perineum

b. Pertahankan perineum tetap kering

c. Berikan posisi nyaman


d. Berikan kompres es, jika perlu

e. Bersihkan area perineum secara teratur

f. Berikan pembalut yang menyerap cairan

Edukasi

a. Ajarkan pasien dan keluarga mengobservasi tanda abnormal pada

perineum (mis. infeksi, kemerahan, pengeluaran cairan yang abnormal)

Kolaborasi

a. Kolaborasi pemberian antiinflamasi, jika perlu

b. Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu


DAFTAR PUSTAKA

Maryalin E. Doengoes, Mary Frances Moorhouse, Alice C Geissler (2002).

Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman Untuk Perencanaan dan

Pendokumentasiaan Perawatan Pasien Edisi 3, Penerbit Buku Kedokteran EGC,

Jakarta.

PPNI, T. P. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta Selatan:

Dewan Pengurus pusat Persatuan perawat nasional Indonesia.

PPNI, T. P. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Jakarta: Dewan

pengurus pusat persatuan perawat nasional indonesia.

Anda mungkin juga menyukai