Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PENDAHULUAN

OSTEOPOROSIS PADA LANSIA

A. Defenisi
Osteoporosis berasal dari kata osteo dan porous, osteo artinya tulang,
dan porousberarti berlubang-lubang atau keropos. Jadi, osteoporosis adalah
tulang yang keropos, yaitu penyakit yang mempunyai sifat khas berupa massa
tulangnya rendah atau berkurang, disertai gangguan mikro-arsitektur tulang
dan penurunan kualitas jaringan tulang yang dapat menimbulkan kerapuhan
tulang. Menurut WHO pada International Consensus Development
Conference, di Roma, Itali, Osteoporosis adalah penyakit dengan sifat-sifat
khas berupa massa tulang yang rendah, disertai perubahan mikroarsitektur
tulang, dan penurunan kualitas jaringan tulang, yang pada akhirnya
menimbulkan akibat meningkatnya kerapuhan tulang dengan resiko terjadinya
patah tulang. Dapat disimpulkan bahwa osteoporosis adalah berkurangnya
kepadatan tulang sehingga sangat berisiko untuk terjadi fraktur pada tulang.

B. Etiologi
1. Determinan Massa Tulang
Massa tulang maksimal pada usia dewasa ditentukan oleh
berbagai factor antara lain :
a. Faktor genetic
Perbedaan genetic mempunyai pengaruh terhadap kepadatan
tulang
b. Faktor mekanik
Beban mekanik berpengaruh terhadap massa tulang, bertambahnya
beban akan menambah massa tulang dan berkurangnya massa
tulang. Ada hubungan langsung dan nyata antara massa otot dan
massa tulang. Kedua hal tersebut menunjukkan respon terhadap
kerja mekanik. Beban mekanik yang berat akan mengakibatkan
massa otot besar dan juga massa tulang yang besar
c. Faktor makanan dan hormon
Pada seseorang dengan pertumbuhan hormon dengan nutrisi yang
cukup (protein dan mineral), pertumbuhan tulang akan mencapai
maksimal sesuai dengan pengaruh genetic yang bersangkutan

1
2. Determinan pengurangan Massa Tulang
Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap penurunan massa tulang pada
usia lanjut yang dapat mengakibatkan fraktur osteoporosis pada dasarnya
sama seperti pada faktor-faktor yang mempengaruhi massa tulang.
a. Faktor genetic
b. Faktor mekanis
Pada umumnya aktifitas fisik akan menurun dengan bertambahnya
usia dan karena massa tulang merupakan fungsi beban mekanik,
massa tulang tersebut pasti akan menurun dengan bertambahnya
usia.
c. Faktor lain
1) Kalsium
Kalsium merupakan nutrisi yang penting, dengan masukan
kalsium yang rendah dan absorbsinya tidak baik akan
mengakibatkan keseimbangan kalsium yang negatif begitu
sebaliknya.
2) Protein
Protein yang berlebihan akan mengakibatkan kecenderungan
keseimbangan kalsium yang negatif
3) Estrogen
Berkurangnya/hilangnya estrogen dari dalam tubuh akan
mengakibatkan terjadinya gangguan keseimbangan kalsium,
karena menurunnya efisiensi absorbsi kalsium dari makanan dan
juga menurunnya konservasi kalsium diginjal.
4) Rokok dan kopi
Merokok dan minum kopi dalam jumlah banyak cenderung akan
mengakibatkan penurunan massa tulang, lebih-lebih bila disertai
masukan kalsium yang rendah.
5) Alkohol
Individu dengan alkoholisme mempunyai kecenderungan
masukan kalsium yang rendah.

C. Klasifikasi
Osteoporosis dibagi 2 kelompok, yaitu :
1. Osteoporosis Primer

2
Osteoporosis primer terbagi menjadi :
a. Osteoporosis tipe I (pasca menopause), terjadi karena kurangnya
hormon estrogen (hormon utama pada wanita), yang membantu
mengatur pengangkutan kalsium kedalam tulang.
b. Osteoporosis tipe II (senilis), merupakan akibat dari kekurangan
kalsium yang berhubungan dengan usia dan ketidak seimbangan
antara kecepatan hancurnya tulang (osteoklas) dan pembentukan
tulang baru(osteoblast). Senilis berati bahwa keadaan ini hanya
terjadi pada usia lanjut berusia diatas 70 tahun. Wanita sering kali
menderita osteoporosis senilis dan pasca menopause.
c. Osteoporosis juvenill idiopatik yang terjadi pada usia muda
penyebabnya tidak diketahui. Hal ini terjadi pada anak-anak dan
dewasa muda yang memiliki kadar dan fungsi hormon yang normal,
kadar vitamin yang normal, dan tidak memiliki penyebab yang jelas
dari rapuhnya tulang
2. Osteoporosis Sekunder
Osteoporosis sekunder disebakan oleh keadaan medis lain atau
obat-obatan. Penyakit ini bisa disebabkan oleh gagal ginjal kronis dan
kelainan hormonal (terutama tiroid, paratiroid, dan adrenal) serta obat-
obatan (mislnya kortikosteroid, barbiturat, anti kejang, dan hormon tiroid
yang berlebihan).

D. Manifestasi Klinis
Osteoporosis dimanifestasikan dengan :
1. Nyeri dengan atau tanpa fraktur yang nyata.
2. Nyeri timbul mendadak.
3. Sakit hebat dan terlokalisasi pada vertebra yg terserang.
4. Nyeri berkurang pada saat istirahat di tempat tidur.
5. Nyeri ringan pada saat bangun tidur dan akan bertambah jika melakukan
aktivitas.
6. Deformitas vertebra thorakalis (Penurunan tinggi badan)

3
E. Patofisiologi
Kartilago hialin adalah jaringan elastis yang 95% terdiri dari air dan matrik
ekstra selular, 5% sel konrosit. Fungsinya sebagai penyangga juga pelumas
sehingga tidak menimbulkan nyeri pada saat pergerakan sendi. Apabila
kerusakan jaringan rawan sendi lebih cepat dari kemampuannya untuk
memperbaiki diri, maka terjadi penipisan dan kehilangan pelumas sehingga
kedua tulang akan bersentuhan. Inilah yang menyebabkan rasa nyeri pada sendi
lutut. Setelah terjadi kerusakan tulang rawan, sendi dan tulang ikut berubah.

F. Pathway Osteoporosis

Genetik, gaya hidup, alkohol Penurunan pord.hormon

Penurunan massa tulang

osteoporosis

Kiposis / Gibbus

Pengaruh pada fisik Pengaruh pada psikososial

Fungsi tubuh Keterbatasan gerak Konsep diri menurun


- pembatasan gerak - gambaran body image - isolasi sosial
-kemampuan memenuhi ADL - inefektif koping individu
- ileus (obstruksi usus)
Imobilitas fisik
Kurang pengetahuan b/d
Konstipasi b/d ileus fraktur Spasme otot proses osteoporosis

Risiko cedera Nyeri akut


b/d imobilitas b/d fraktur

4
G. Pemeriksaan Diagnostik
1. Pemeriksaan radiologik
Dilakukan untuk menilai densitas massa tulang sangat tidak sensitif.
Gambaran radiologik yang khas pada osteoporosis adalah penipisan
korteks dan daerah trabekuler yang lebih lusen.Hal ini akan tampak pada
tulang-tulang vertebra yang memberikan gambaran picture-frame
vertebra.
2. Pemeriksaan densitas massa tulang (Densitometri)
Densitometri tulang merupakan pemeriksaan yang akurat dan untuk
menilai densitas massa tulang, seseorang dikatakan menderita
osteoporosis apabila nilai BMD ( Bone Mineral Density ) berada dibawah
-2,5 dan dikatakan mengalami osteopenia (mulai menurunnya kepadatan
tulang) bila nilai BMD berada antara -2,5 dan -1 dan normal apabila nilai
BMD berada diatas nilai -1.
Beberapa metode yang digunakan untuk menilai densitas massa tulang:
a. Single-Photon Absortiometry (SPA)
Pada SPA digunakan unsur radioisotop I yang mempunyai energi
photon rendah guna menghasilkan berkas radiasi kolimasi tinggi.
SPA digunakan hanya untuk bagian tulang yang mempunyai
jaringan lunak yang tidak tebalseperti distal radius dan kalkaneus.
b. Dual-Photon Absorptiometry (DPA)
Metode ini mempunyai cara yang sama dengan SPA.
Perbedaannya berupa sumber energi yang mempunyai photon
dengan 2 tingkat energi yang berbeda guna mengatasi tulang dan
jaringan lunak yang cukup tebal sehingga dapat dipakai untuk
evaluasi bagian-bagian tubuh dan tulang yang mempunyai
struktur geometri komplek seperti pada daerah leher femur dan
vetrebrata.
c. Quantitative Computer Tomography (QCT)
Merupakan densitometri yang paling ideal karena mengukur
densitas tulang secara volimetrik.
d. Magnetic Resonance Imaging (MRI)
MRI dalam menilai densitas tulang trabekula melalui dua langkah
yaitu pertama T2 sumsum tulang dapat digunakan untuk menilai

5
densitas serta kualitas jaringan tulang trabekula dan yang kedua
untuk menilai arsitektur trabekula.
e. Biopsi tulang dan Histomorfometri
Merupakan pemeriksaan yang sangat penting untuk memeriksa
kelainan metabolisme tulang.
f. Radiologi
Gejala radiologis yang khas adalah densitas atau masa tulang
yang menurun yang dapat dilihat pada vertebra spinalis. Dinding
dekat korpus vertebra biasanya merupakan lokasi yang paling
berat. Penipisa korteks dan hilangnya trabekula transfersal
merupakan kelainan yang sering ditemukan. Lemahnya korpus
vertebra menyebabkan penonjolan yang menggelembung dari
nukleus pulposus ke dalam ruang intervertebral dan
menyebabkan deformitas bikonkaf.
g. Pemeriksaan Laboratorium
- Kadar Ca, P, Fosfatase alkali tidak menunjukkan kelainan
yang nyata.
- Kadar HPT (pada pascamenoupouse kadar HPT
meningkat) dan Ct (terapi ekstrogen merangsang
pembentukkan Ct)
- Kadar 1,25-(OH)2-D3 absorbsi Ca menurun.
- Eksresi fosfat dan hidroksipolin terganggu sehingga
meningkat kadarnya.
H. Penatalaksanaan Medis dan Keperawatan
Pengobatan:
1. Meningkatkan pembentukan tulang, obat-obatan yg dapat meningkatkan
pembentukan tulan adalah Na-fluorida dan steroid anabolik
2. Menghambat resobsi tulang, obat-obatan yang dapat mengahambat
resorbsi tulang adalah kalsium, kalsitonin, estrogen dan difosfonat.

Penatalaksanaan keperawatan:
1. Membantu klien mengatasi nyeri.
2. Membantu klien dalam mobilitas.
3. Memberikan informasi tentang penyakit yang diderita kepada klien.
4. Memfasilitasikan klien dalam beraktivitas agar tidak terjadi cedera.

6
BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
1. Identitas Pasien
a. Keluhan Utama:
Tanyakan sejak kapan pasien merasakan keluhan seperti yang ada pada
keluhan utama dan tindakan apa saja yang dilakukan pasien untuk
menanggulanginya.
b. Riwayat Penyakit Dahulu :
Apakah pasien dulu pernah menderita penyakit seperti ini atau penyakit
kulit lainnya.
c. Riwayat Penyakit Keluarga :
Apakah ada keluarga yang pernah menderita penyakit seperti ini atau
penyakit kulit lainnya.
d. Riwayat Psikososial :
Apakah pasien merasakan kecemasan yang berlebihan. Apakah sedang
mengalami stress yang berkepanjangan.
e. Riwayat Pemakaian Obat :
Apakah pasien pernah menggunakan obat-obatan yang dipakai pada
kulit, atau pernahkah pasien tidak tahan (alergi) terhadap sesuatu obat.
2. Pemeriksaan fisik
a. Kemunduran musculoskeletal
Indikator primer dari keparahan imobilitas pada system musculoskeletal
adalah penurunan tonus, kekuatan, ukuran, dan ketahanan otot; rentang
gerak sendi; dan kekuatan skeletal. Pengkajian fungsi secara periodik
dapat digunakan untuk memantau perubahan dan keefektifan intervensi.
b. Kemunduran kardiovaskuler
Tanda dan gejala kardivaskuler tidak memberikan bukti langsung atau
meyaknkan tentang perkembangan komplikasi imobilitas. Hanya sedikit
petunjuk diagnostic yang dapat diandalkan pada pembentukan trombosis.
Tanda-tanda tromboflebitis meliputi eritema, edema, nyeri tekan dan
tanda homans positif. Intoleransi ortostatik dapat menunjukkan suatu
gerakan untuk berdiri tegak seperti gejala peningkatan denyut jantung,

7
penurunan tekanan darah, pucat, tremor tangan, berkeringat,
kesulitandalam mengikuti perintah dan sinkop
c. Kemunduran Respirasi
Indikasi kemunduran respirasi dibuktikan dari tanda dan gejala atelektasis
dan pneumonia. Tanda-tanda awal meliputi peningkatan temperature dan
denyut jantung. Perubahan-perubahan dalam pergerakan dada, perkusi,
bunyi napas, dan gas arteri mengindikasikan adanaya perluasan dan
beratnya kondisi yang terjadi.
d. Perubahan-perubahan integument
Indikator cedera iskemia terhadap jaringan yang pertama adalah reaksi
inflamasi. Perubahan awal terlihat pada permukaan kulit sebagai daerah
eritema yang tidak teratur dan didefinisikan sangat buruk di atas tonjolan
tulang yang tidak hilang dalam waktu 3 menit setelah tekanan dihilangkan
e. Perubahan-perubahan fungsi urinaria
Bukti dari perubahan-perubahan fungsi urinaria termasuk tanda-tanda
fisik berupa berkemih sedikit dan sering, distensi abdomen bagian bawah,
dan batas kandung kemih yang dapat diraba. Gejala-gejala kesulitan
miksi termasuk pernyataan ketidakmampuan untuk berkemih dan tekanan
atau nyeri pada abdomen bagian bawah
f. Perubahan-perubahan Gastrointestinal
Sensasi subjektif dari konstipasi termasuk rasa tidak nyaman pada
abdomen bagian bawah, rasa penuh, tekanan. Pengosonganh rectum
yang tidak sempurna, anoreksia, mual gelisah, depresi mental, iritabilitas,
kelemahan, dan sakit kepala.
Pemeriksaan fisik kadang menemukan adanya patah tulang,
kifosis vertebra torakalis atau pemendekan tinggi badan. Masalah
mobilitas dan pernafasan dapat terjadi akibat perubahan postur dan
kelemahan otot. Konstipasi dapat terjadi akibat inaktifitas.
2.2. Diagnosa Keperawatan
1. Risti injury: fraktur b.d kecelakaan ringan/jatuh
2. Nyeri b.d adanya fraktur
3. Konstipasi b.d imobilitas
4. Kurang pengetahuan b.d mengenai proses osteoporosis dan program
terapi

8
2.3. Perencanaan
1. Risti injury: fraktur b.d kecelakaan ringan/jatuh
HYD: klien tidak mengalami jatuh atau fraktur akibat jatuh
Intervensi:
1) Ciptakan lingkungan yang aman dan bebas bahaya bagi klien.
R/. lingkungan yang bebas bahaya mengurangi risiko untuk jatuh dan
mengakibatkan fraktur
2) Beri support untuk kebutuhan ambulansi; mengunakan alat bantu jalan
atau tongkat.
R/. Memberi support ketika berjalan mencegah tidak jatuh pada lansia
3) Bantu klien penuhi ADL (activities daily living) dan cegah klien dari
pukulan yang tidak sengaja atau kebetulan.
R/. Benturan yang keras menyebabkan fraktur tulang, karena tulang
sudah rapuh, porus dan kehilangan kalsium.
4) Anjurkan klien untuk belok dan menunduk/bongkok secara perlahan dan
tidak mengangkat beban yang berat.
R/. Gerakan tubuh yang cepat dapat mempermudah fraktur compression
vertebral pada klien dengan osteoporosis
5) Ajarkan klien tentang pentingnya diet (tinggi kalsium, vitamin D) dalam
mencegah osteoporosis lebih lanjut.
R/ Diet kalsium memelihara tingkat kalsium dalam serum, mencegah
kehilangan kalsium ekstra dalam tulang.
6) Anjurkan klien untuk menguragi kafein dan alkohol.
R/. kafein m berlebihan meningkat pengeluaran kalsium berlebihan
dalam urine; alkohol berlebihan meningkatkan asidosis, meningkatkan
reabsorpsi tulang.
7) Ajarkan klien akan efek dari rokok dalam remodeling tulang.
R/. rokok meningkatkan asidosis
2. Nyeri b.d adanya fraktur
HYD: Klien mampu melakukan tindakan mandiri untuk mengurangi nyeri, dan
nyeri berkurang sampai hilang.
Intervensi:
1) Kaji lokasi nyeri, tingkat nyeri, durasi, frekuensi dan intensitas nyeri.
R/. menentukan intervensi keperawatan yang tepat untuk klien

9
2) Anjurkan klien istirahat ditempat tidur dan anjurkan klien untuk
mengambil psosisi terlentang atau miring yang nyaman bagi kalien
R/. Peredaaan nyeri punggung dapat dilakukan dengan istirahat di tempat
tidur dengan posisi telentang atau miring ke samping selama beberapa
hari.
3) Beri kasur padat dan tidak lentur.
R/. Memberikan rasa nyaman bagi klien
4) Ajarkan klien tehknik relaksasi dengan melakukan fleksi lutut.
R/. Fleksi lutut dapat meningkatkan rasa nyaman dengan merelaksasi
otot.
5) Berikan kompres hangat intermiten dan pijatan punggung.
R/. kompres hangan dan pijat pada punggung memperbaiki relaksasi
otot.
6) Ajarkan dan anjurkan klien untuk menggerakkan batang tubuh sebagai
satu unit dan hindari gerakan memuntir.
R/. Gerakan tubuh memuntir dapat meningkatkan risiko cedera.
7) Bantu klien untuk turun dari tempat tidur.
R/Pasang korset lumbosakral untuk menyokong dan imobilisasi
sementara, meskipun alat serupa kadang terasa tidak nyaman dan
kurang bisa ditoleransi oleh kebanyakan lansia.
8) Bila pasien sudah dapat menghabiskan lebih banyak waktunya di luar
tempat tidur perlu dianjurkan untuk sering istirahat baring untuk
mengurangi rasa tak nyaman dan mengurangi stres akibat postur
abnormal pada otot yang melemah.
9) Opioid oral mungkin diperlukan untuk hari-hari pertama setelah awitan
nyeri punggung. Setelah beberapa hari, analgetika non – opoid dapat
mengurangi nyeri.
3. Konstipasi b.d imobilitas atau ileus obstruksi
HYD: Klien tidak mengalami konstipasi, klien dapat bab 2-3 kali dalam
seminggu, konsistensi feces lunak, dan tidak ada kolaps pada T10-L2
Intervensi:
1) Kaji pola elimeinasi bab klien
R/. menentukan intervensi bila ada gangguan pada eliminasi bab
2) Berikan diet tinggi serat.

10
R/. Tinggi serat membantu proses pengosongan usus dan meminimalkan
kostipasi
3) Anjurkan klien minum 1,5-2 liter/hari bila tidak ada kontraindikasi.
R/. Pemenuhan cairan yang adekuat dapat membantu atau
meminimalkan konstipasi.
4) Pantau asupan pasien, bising usus dan aktivitas usus karena bila terjadi
kolaps vertebra pada T10-L2, maka pasien dapat mengalami ileus.
5) Kolaborasi untuk pemberian pelunak tinja dan berikan pelunak tinja
sesuai ketentuan
R/. Membantu meminimalkan konstipasi

11
DAFTAR PUSTAKA

Junaidi, I, 2007. Osteoporosis - Seri Kesehatan Populer. Cetakan Kedua,


Penerbit PT Bhuana Ilmu Populer.
Lippincott dkk. 2011. Nursing Memahami Berbagai Macam Penyakit. Jakarta : PT
Indeks.
Lukman & Nurna Ningsih.2009. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan
Gangguan Sistem Muskolokeletal. Jakarta : Salemba Medika.
Sudoyo, Aru dkk. 2009. Buku Ilmu Penyakit Dalam. Jilid 3 Edisi 5. Jakarta :
Internal Publishing.
Suryati, A, Nuraini, S. 2006. Faktor Spesifik Penyebab Penyakit Osteoporosis
Pada Sekelompok Osteoporosis Di RSIJ, 2005. Jurnal Kedokteran dan
Kesehatan, Vol.2, No.2, Juli 2006:107-126
Tandra, H. 2009. Segala Sesuatu Yang Harus Anda Ketahui Tentang
Osteoporosis Mengenal, Mengatasi dan Mencegah Tulang Keropos. Jakarta : PT
Gramedia Pustaka Utama.

12

Anda mungkin juga menyukai