Anda di halaman 1dari 2

KOMPAS.com - Pemeriksaan virus corona menggunakan rapid test sudah mulai digelontorkan.

Namun, masih banyak pertanyaan mengenai rapid test, seperti cara kerjanya dan siapa yang boleh
menjalaninya. Dijelaskan oleh Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Prof Dr dr Ari
Fahrial Syam, SpPD-KGEH, MMB, dalam konferensi pers daring #FKUIPeduliCovid19 pada Jumat
(27/3/2020), rapid test diprioritaskan untuk orang dalam pemantauan (ODP) Untuk diketahui, ODP
merupakan orang-orang yang memiliki gejala virus corona ringan, seperti demam dan pilek, dan
memiliki riwayat kontak dengan orang yang suspek atau sudah positif corona. Baca juga: Rapid Test
untuk Tes Massal Corona, Ini Metode dan Prosedurnya Cara kerja rapid test Di Jawa Barat,
merek rapid test yang digunakan adalah Wondfo. Sementara itu, di DKI Jakarta, merek rapid test
yang digunakan adalah VivaDiag. Baik Wondfo maupun VivaDiag menguji antibodi SARS-CoV-2,
Immunoglobulin G (IgG) dan Immunoglobulin M (IgM), yang terdapat pada sampel darah. Ketika
sampel darah masuk, antibodi IgG dan/atau IgM yang terdapat dalam darah akan bereaksi dan
menimbulkan warna pada rapid test. Metode ini disebut Lateral Flow Assay. Akan tetapi, harus
dicatat bahwa rapid test bisa menimbulkan hasil negatif palsu jika orang yang dites berada dalam
window period infeksi. Pasalnya, ketika masih belum bergejala (asimptomatik) atau masih dalam
periode inkubasi, IgM atau IgG belum dapat dideteksi oleh rapid test. Baca juga: Rapid Test Massal
Virus Corona, Pakar: Bagus, Tapi Belum Tentu Akurat Inilah alasannya, ujar Ari, ODP yang memiliki
riwayat kontak harus menunggu dua minggu hingga gejalanya muncul sebelum dapat menjalani
rapid test. Setelah masa inkubasi ini lewat, barulah pasien memasuki fase awal infeksi yang ditandai
dengan hasil IgM yang positif dan IgG yang negatif.

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Mengenal Rapid Test Corona, Cara Kerjanya
dan Siapa yang Boleh Tes", https://www.kompas.com/sains/read/2020/03/28/110400123/mengenal-
rapid-test-corona-cara-kerjanya-dan-siapa-yang-boleh-tes.
Penulis : Shierine Wangsa Wibawa
Editor : Shierine Wangsa Wibawa

Hal ini karena ketika ada infeksi di tubuh, maka yang naik terlebih dahulu adalah IgM. Ketika tubuh
mulai membaik, barulah IgG ikut naik. Lantas, ketika IgM dan IgG sama-sama positif, artinya pasien
telah berada pada fase infeksi aktif. Sementara itu, hasil IgM negatif dan IgG positif menunjukkan
fase akhir infeksi atau adanya kemungkinan riwayat bahwa orang tersebut sudah pernah terinfeksi
SARS-CoV-2 dan sembuh. Baca juga: Tes PCR untuk Virus Corona, Benarkah Lebih Efektif Deteksi
Covid-19? Soal rapid test yang dijual online Terkait maraknya penjualan rapid test secara online, Ari
memperingatkan untuk melihat spesifikasi dan sensitivitasnya. "Kita mesti hati-hati. Pertama, kita
harus lihat spesifitasnya itu bagaimana?" ujarnya. Disampaikan oleh Ari, pada saat ini ada 60-an
rapid test yang dijual di pasaran internasional dengan spesifikasi dan sensitivitas yang berbeda-
beda. Masalahnya, ketika alat yang digunakan tidak valid dan timbul hasil false negative (negatif
palsu) di mana pasien sebenarnya positif tetapi hasil rapid test menunjukkan negatif, hal ini bisa jadi
sangat berbahaya. Orang yang menerima hasil false negative mungkin akan merasa tidak terinfeksi
sehingga tidak melakukan pencegahan penyebaran virus corona. "Saya tidak merekomendasi rapid
test yang tidak jelas," ujar Ari. Dia pun menambahkan bahwa hingga saat ini, belum ada satu pun
rapid test yang diizinkan oleh Pemerintah Indonesia untuk diperjualbelikan.

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Mengenal Rapid Test Corona, Cara Kerjanya
dan Siapa yang Boleh Tes", https://www.kompas.com/sains/read/2020/03/28/110400123/mengenal-
rapid-test-corona-cara-kerjanya-dan-siapa-yang-boleh-tes?page=2.
Penulis : Shierine Wangsa Wibawa
Editor : Shierine Wangsa Wibawa

Anda mungkin juga menyukai