Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH FARMAKOTERAPI II

“KONSTIPASI & DIARE”

DISUSUN OLEH :

KELOMPOK II

SUGI AS MIRA (O1A116064)

AFIFAH AGRI ARYANA (O1A117002)

ARNIKA SEPTIA (O1A117009)

DARSIA (O1A117012)

FITRIA NURCAHYANI (O1A117021)

MUHAMMAD NUZUL ARKHAM (O1A117033)

NURAENUN RASYID (O1A117043)

KELAS A

JURUSAN FARMASI

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS HALU OLEO

KENDARI

2020
KATA PENGANTAR

Segala puji syukur kami ucapkan kehadirat ALLAH SWT, atas berkat rahmat dan hidayah-Nya sehingga
kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah mengenai studi kasus.
Makalah ini dibuat sebagai tugas mata kuliah Farmakoterapi II, makalah ini kami buat dengan maksimal
dan mendapatkan bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu,
kami mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu makalah ini
Kami menyadari dalam penyusunan makalah ini masih banyak kekurangan dan kekeliruan, baik dari
segi penulisan, tata bahasa, serta penyusunannya. Oleh karena itu, kami mengharapkan kritik dan saran yang
bersifat membangun, guna menjadi bekal pengalaman kami untuk menjadi lebih baik di masa yang akan datang.
Akhir kata kami ucapkan terima kasih.
Kendari, 2April 2020

Penulis

2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...........................................................................................................................................................2
BAB I.................................................................................................................................................................................... 4
PENDAHULUAN.................................................................................................................................................................4
A. Latar Belakang........................................................................................................................................................4
BAB II.................................................................................................................................................................................. 5
PEMBAHASAN.................................................................................................................................................................. 5
A. Pengertian................................................................................................................................................................5
B. Epidemiologi............................................................................................................................................................5
C. Patofisiologi..............................................................................................................................................................6
D. Tanda, Gejala, Diagnosis (tingkat keparahan) atau Klasifikasi Penyakit..........................................................7
BAB III............................................................................................................................................................................... 21
PENUTUP........................................................................................................................................................................... 21
A. Kesimpulan................................................................................................................................................................... 21
DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................................................................................22

3
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
1. Diare
Diare merupakan keluhan yang ditandai dengan bertambahnya frekuensi buangair besar lebih
dari 3 kali sehari berupa tinja berbentuk cair atau setengah cair dan dapat disertai lendir dan darah. Diare
masih sering menjadi Keja dan Luar Biasa(KLB) karena dapat menyebabkan kematian. Penyebab utama
kematian diareadalah dehidrasi akibat kehilangan cairan dan elektrolit melalui feses.
Sementarapenyebab lainnya adalah disentri, gizi dan infeksi.Menurut World HealthOrganization
(WHO), diare adalah penyebab nomor satu kematian balita di seluruhdunia dan angka kesakitan diare
pada tahun 2011 yaitu berkisar 411 penderita per1000 penduduk. Menurut data WHO tahun 2013 setiap
tahunnya terjadi kematianakibat diare sebesar 760.000 jiwa dan lebih banyak terjadi pada anak berumur
dibawah lima tahun dan 21% terjadi kematian pada anak-anak karena diare di negaraberkembang.
Diare sampai saat ini masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di negaraberkembang seperti
Indonesia karena morbiditas dan mortalitasnya masih tinggi.Menurut hasil riskesdas tahun 2007, diare
merupakan penyebab kematian nomorsatu pada bayi (31,4%) dan pada balita ( 25,2 %), sedangkan pada
golongan semuaumur merupakan penyebab kematian yang keempat ( 13,2 %) sedangkan padatahun
2012, angka kesakitan diare pada semua umur sebesar 214 per 1000penduduk dan angka kesakitan diare
pada balita 900 per 1000 penduduk.5 Survei morbiditas yang dilakukan oleh Subdit DiareDepartemen
Kesehatan dari tahun2000 s/d 2010 terlihat kecenderungan insidens naik. Pada tahun 2000 IR
penyakitDiare 301/ 1000 penduduk, tahun 2003 naik menjadi 374/1000 penduduk, tahun2006 naik
menjadi 423 /1000 penduduk dan tahun 2010 menjadi 411/1000penduduk. Kejadian Luar Biasa (KLB)
diare juga masih sering terjadi dengan CFRyang masih tinggi. Pada tahun 2008 terjadi KLB di 69
Kecamatan dengan jumlahkasus 8133 orang, kematian 239 orang (CFR 2,94%). Tahun 2009 terjadi
KLB di24 Kecamatan dengan jumlah kasus 5.756 orang dengan kematian 100 orang (CFR1,74%),
sedangkan tahun 2010 terjadi KLB diare di 33 kecamatan dengan jumlahpenderita 4204 dengan
kematian 73 orang (CFR 1,74 %.).

2. Konstipasi
Konstipasi adalah kelainan pada sistem pencernaan yang ditandai dengan adanya tinja yang keras
sehingga buang air besar menjadi jarang, sulit dan nyeri. Hal ini disebabkan karena ada tinja yang padat
dan keras saat keluar dari anus yang dapat menyebabkan perubahan akibat fisura ani.Konstipasi terjadi
apabila frekuensi BAB kurang dari 3 kali dalam seminggu disertai konsistensi feses yang keras,
kesulitan mengeluarkan feses (akibat ukuran feses besar-besar maupun akibat terjadinya gangguan
refleks defekasi), serta mengalami perasaan tidak puas pada saat buang air besar. Frekuensi defekasi
yang kurang dari normal belum tentu dapat dikatakan menderita konstipasi apabila ukuran ataupun
konsistensi feses tersebut masih normal.Penderita yang mengeluh mengalami konstipasi kebanyakan
adalah wanita, anak-anak dan orang dewasa diatas usia 65 tahun. Sekitar 2,5 juta penderita konstipasi
yang berkunjung ke dokter setiap tahunnya adalah ibu hamil. Pada tahun 2006 lebih dari 4 juta
penduduk Amerika Serikat mempunyai keluhan sering konstipasi, hingga prevalensinya mencapai
sekitar 2%.
Kurangnya asupan cairan merupakan salah satu penyebab susah buang air besar atau biasa
disebut konstipasi, karena kurangnya asupan cairan dapat mengakibatkan feses yang terbentuk menjadi
keras, kering dan sulit untuk dikeluarkan. Konstipasi yang diabaikan maka akan menyebabkan obstipasi,
dan obstipasi yang cukup parah. Konstipasi yang diabaikan maka akan menyebabkan obstipasi, dan
obstipasi yang cukup parah dapat menyebabkan kanker usus yang berakibat fatal bagi penderitanya.

4
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian
1. Konstipasi
Konstipasi telah didefinisikan dalam banyak cara, dan penting untuk mengetahui apa yang
dimaksud ketika istilah itu digunakan. Konstipasi, ketika tidak terkait dengan gejala sindrom iritasi usus
besar (IBS), dapat didefinisikan sebagai gangguan heterogen yang ditandai dengan keluarnya feses yang
tidak teratur yang mengakibatkan tinja yang jarang, tinja yang sulit atau keduanya. Ini dapat
digambarkan sebagai kesulitan mengeluarkan tinja dengan keduanya. Terlalu banyak usaha, desakan
yang tidak produktif, jumlah tinja yang terlalu sedikit, konsistensi tinja yang terlalu keras, pengeluaran
tinja yang menyakitkan, atau perasaan evakuasi yang tidak lengkap. Adanya beberapa atau semua gejala
ini menunjukkan adanya konstipasi ketika frekuensi eliminasi feses dibatasi hingga dua kali seminggu
atau kurang atau ketika lebih dari 3 hari telah berlalu tanpa mengeluarkan feses.
2. Diare
Diare bukanlah penyakit melainkan gejala dari beberapa masalah mendasar. Ini adalah kondisi
yang ditandai dengan peningkatan frekuensi tinja (biasanya lebih besar dari 3 kali sehari), berat tinja,
likuiditas, dan penurunan konsistensi tinja dibandingkan dengan pola biasa pasien. Diare akut
didefinisikan sebagai diare yang berlangsung selama 14 hari atau kurang. Diare yang berlangsung lebih
dari 30 hari disebut diare kronis. Penyakit 15 sampai 30 hari disebut diare persisten.
Diare adalah ketidaknyamanan menyusahkan yang mempengaruhi sebagian besar individu di
Amerika Serikat pada suatu saat dalam hidup mereka dan dapat dianggap sebagai gejala dan tanda.
Biasanya episode diare mulai tiba-tiba dan mereda dalam 1 atau 2 hari tanpa pengobatan. Bab ini
berfokus terutama pada diare tidak menular, dengan hanya rujukan minor pada diare infeksius. Diare
sering merupakan gejala penyakit sistemik dan tidak semua kemungkinan penyebab diare dibahas dalam
bab ini. Diare akut umumnya didefinisikan sebagai durasi <14 hari, diare persisten sebagai durasi lebih
dari 14 hari, dan diare kronis sebagai durasi lebih dari 30 hari.

B. Epidemiologi
1. Konstipasi
Konstipasi adalah keluhan umum pasien yang mencari perawatan medis, dan sekitar sepertiga
pasien dengan konstipasi mencari perawatan medis. Sembelit terjadi pada sekitar 20% dari populasi.
Sekitar 2,5 juta kunjungan dokter dan 90.000 rawat inap per tahun di Amerika Serikat disebabkan oleh
konstipasi. Banyak obat-obatan dan beberapa keadaan penyakit berhubungan dengan konstipasi.
Sembelit dikaitkan dengan biaya sosial ekonomi yang tinggi dan memiliki konsekuensi kualitas hidup
yang cukup besar.
Pasien lanjut usia, non-Kaukasia, wanita, dan mereka yang tingkat pendidikan dan sosial
ekonomi rendah lebih cenderung melaporkan mengalami konstipasi. Konstipasi pada anak-anak dapat
terjadi karena perubahan pola makan atau asupan cairan yang biasa, penyimpangan dari rutinitas
toileting biasa seperti selama liburan, atau menghindari buang air besar karena rasa sakit yang terkait
dengan memiliki tinja. Anak-anak yang didiagnosis dengan sembelit parah pada usia muda cenderung
terus menderita melalui masa pubertas.

2. Diare
Epidemiologi diare bervariasi di negara maju dan negara berkembang. Di Amerika Serikat,
penyakit diare biasanya tidak dilaporkan ke Centers for Disease Control and Prevention (CDC) kecuali
terkait dengan wabah atau organisme atau kondisi yang tidak biasa. Misalnya, sindrom defisiensi imun
yang didapat (AIDS) telah diidentifikasi dengan penyakit diare yang berkepanjangan. Diare adalah
masalah utama di pusat penitipan anak dan panti jompo, mungkin karena anak usia dini dan penuaan
ditambah kondisi lingkungan adalah faktor risiko. Meskipun profil epidemiologi yang tepat di Amerika
5
Serikat tidak tersedia melalui CDC atau literatur yang diterbitkan, diare kronis mempengaruhi sekitar
5% dari populasi orang dewasa dan berkisar dari 3% hingga 20% pada anak-anak di seluruh dunia. Di
negara-negara berkembang, diare adalah penyebab utama penyakit dan kematian pada anak-anak,
menciptakan tekanan ekonomi yang luar biasa pada biaya perawatan kesehatan.
Sebagian besar kasus diare akut disebabkan oleh infeksi virus, bakteri, atau protozoa dan
umumnya sembuh sendiri.5 Meskipun virus lebih sering dikaitkan dengan gastroenteritis akut, bakteri
bertanggung jawab untuk lebih banyak kasus diare akut. Evaluasi penyebab non-infeksi
dipertimbangkan jika diare berlanjut dan tidak ada organisme infeksius yang dapat diidentifikasi, atau
jika pasien masuk dalam kategori risiko tinggi untuk komplikasi metabolik dengan diare persisten.
Organisme bakteri penyebab umum termasuk Shigella, Salmonella, Campylobacter, Staphylococcus,
dan Escherichia coli. Infeksi bakteri yang ditularkan melalui makanan adalah masalah utama, karena
beberapa episode keracunan makanan utama telah terjadi yang dilacak pada kondisi sanitasi yang buruk
di pabrik pengolahan daging. Infeksi virus akut sebagian besar disebabkan oleh kelompok Norwalk dan
rotavirus.

C. Patofisiologi
1. Konstipasi
Sembelit bukan penyakit, tetapi gejala dari penyakit atau masalah yang mendasarinya.
Pendekatan untuk pengobatan konstipasi harus dimulai dengan upaya untuk menentukan penyebabnya.
Gangguan pada saluran GI (sindrom iritasi usus besar atau divertikulitis), gangguan metabolisme
(diabetes), atau gangguan endokrin (hipotiroidisme) mungkin terlibat. Sembelit umumnya dihasilkan
dari makanan rendah serat atau dari penggunaan obat sembelit seperti opiat. Akhirnya, sembelit
terkadang berasal dari psikogenik. Masing-masing penyebab ini dibahas pada bagian berikut.
Konstipasi adalah masalah yang sering dilaporkan pada orang tua, mungkin akibat dari diet yang
tidak tepat (rendah serat dan cairan), berkurangnya kekuatan otot dinding perut, dan kemungkinan
aktivitas fisik yang berkurang. Namun, seperti yang dinyatakan sebelumnya, frekuensi buang air besar
tidak berkurang dengan penuaan normal. Selain itu, penyakit yang dapat menyebabkan konstipasi,
seperti kanker usus besar dan divertikulitis, lebih sering terjadi seiring bertambahnya usia. Tabel 38–5
memuat daftar penyebab umum sembelit pada kondisi penyakit tertentu.
Sembelit dapat disebabkan oleh sebab primer dan sekunder (Tabel 18-1). Konstipasi primer atau
idiopatik ditandai oleh konstipasi transit normal, konstipasi transit lambat, dan defekasi dyssynergic.
Pada tipe transit normal, motilitas kolon tidak berubah dan pasien cenderung mengalami feses yang
keras meskipun gerakannya normal. Pada tipe transit lambat, motilitas menurun yang menyebabkan tinja
yang lebih keras dan lebih jarang. Pada defekasi dyssynergic (juga dikenal sebagai disfungsi dasar
panggul), pasien telah kehilangan kemampuan untuk merilekskan sfingter anal sambil mengoordinasikan
kontraksi otot lantai dasar panggul. Beberapa penyebab sembelit sekunder tercantum pada Tabel 18-1.

Tabel Penyebab Sembelit atau konstipasi (Burns, dkk., 2007):


Primer Sekunder
--Konstipasi transit normal (termasuk idiopatik -Kondisi endokrin / metabolisme (diabetes
atau gangguan fungsional) mellitus,
-Sembelit transit lambat (termasuk gangguan hipotiroidisme, hiperkalsemia)
motilitas) -Kondisi gastrointestinal (sindrom iritasi usus,
-Gangguan evakuasi defekatori atau dubur (mis., divertikulitis, wasir)
Hirschsprung penyakit, dissynergia dasar panggul) -Kondisi neurogenik (trauma otak, cedera tulang
belakang, kecelakaan serebrovaskular, penyakit
Parkinson)
-Psikogenik (menunda keinginan untuk buang air
besar, psikiatris kondisi)
-Obat-obatan (analgesik, antikolinergerik, saluran
6
kalsiumblocker, clonidine, diuretik, fenotiazin,
trisiklikantidepresan, suplemen zat besi,
mengandung kalsium dan aluminium antasida)
-Lain-lain (imobilitas, pola makan yang buruk,
penyalahgunaan pencahar, hormonal
gangguan)

2. Diare
Empat mekanisme patofisiologis umum mengganggu keseimbangan air dan elektrolit,
menyebabkan diare, dan merupakan dasar diagnosis dan terapi. Ini adalah (a) perubahan transpor ion
aktif baik dengan penurunan penyerapan natrium atau peningkatan sekresi klorida; (B) perubahan
motilitas usus; (c) peningkatan osmolaritas luminal; dan (d) peningkatan tekanan hidrostatik jaringan.
Mekanisme ini telah dikaitkan dengan empat kelompok diare klinis yang luas: sekretori, osmotik,
eksudatif, dan perubahan transit usus.
Diare sekretori terjadi ketika suatu zat perangsang meningkatkan sekresi atau mengurangi
penyerapan sejumlah besar air dan elektrolit. Zat yang menyebabkan sekresi berlebih termasuk vasoaktif
intestinal peptide (VIP) dari tumor pankreas, lemak makanan yang tidak diserap dalam steatorrhea,
pencahar, hormon (seperti sekresi), racun bakteri, dan garam empedu yang berlebihan. Banyak dari agen
ini merangsang adenosine monophosphate siklik intraseluler dan menghambat Na + / K + -adenosine
triphosphatase (ATPase), yang menyebabkan peningkatan sekresi. Juga, banyak dari mediator ini
menghambat penyerapan ion secara bersamaan. Secara klinis, diare sekretori dikenali oleh volume feses
yang besar (> 1 L / hari) dengan isi ionik normal dan osmolalitas kira-kira sama dengan plasma. Puasa
tidak mengubah volume tinja pada pasien ini.
Zat yang diserap dengan buruk mempertahankan cairan usus, menyebabkan diare osmotik.
Proses ini terjadi dengan sindrom malabsorpsi, intoleransi laktosa, pemberian ion divalen (mis.,
Antasida yang mengandung magnesium), atau konsumsi karbohidrat yang sulit larut (mis., Laktulosa).
Karena zat terlarut yang kurang larut diangkut, usus menyesuaikan osmolalitas dengan plasma; dengan
demikian, air dan elektrolit mengalir ke lumen. Secara klinis, diare osmotik dapat dibedakan dari jenis
lain, karena berhenti jika pasien beralih ke keadaan puasa.
Penyakit radang saluran lambung mengeluarkan lendir, protein serum, dan darah ke dalam usus.
Kadang-kadang buang air besar hanya terdiri dari lendir, eksudat, dan darah. Diare eksudatif
mempengaruhi fungsi serap, sekretori, atau motilitas lainnya untuk menjelaskan volume tinja besar yang
terkait dengan gangguan ini.
Perubahan motilitas usus menghasilkan diare dengan tiga mekanisme: pengurangan waktu
kontak di usus kecil, pengosongan prematur usus besar, dan pertumbuhan bakteri yang berlebihan.
Chyme harus terkena epitel usus untuk periode waktu yang cukup untuk memungkinkan proses
penyerapan dan sekresi normal terjadi. Jika waktu kontak ini berkurang, hasil diare. Reseksi usus atau
operasi bypass dan obat-obatan (seperti metoclopramide) menyebabkan jenis diare ini. Di sisi lain,
peningkatan waktu pemaparan memungkinkan pertumbuhan bakteri fecal. Pola diare usus kecil yang
khas adalah gelombang yang cepat, kecil, dan berpasangan. Gelombang ini tidak efisien, tidak
memungkinkan penyerapan, dan dengan cepat membuang chyme ke dalam usus besar. Begitu berada di
usus besar, chyme melebihi kemampuan kolon untuk menyerap air.

D. Tanda, Gejala, Diagnosis (tingkat keparahan) atau Klasifikasi Penyakit


1. Konstipasi
a. Gejala
Gejala konstipasi diantaranya feses keras, ukuran besar, dan rasa tidak nyaman saat buang air
besar yang mengakibatkan frekuensi buang air besar menurun. Tanda-tanda konstipasi biasanya
meliputi gerakan usus yang tidak teratur (biasanya kurang dari setiap 3 hari), kesulitan mengeluarkan
feses, dan feses keras. Selain itu, gejala-gejala lain konstipasi mencakup rasa tidak nyaman pada
7
abdomen, nyeri kepala tumpul, hilangnya nafsu makan yang kadang disertai mual, dan depresi
mental. Gejala-gejala yang berkaitan dengan konstipasidapat disebabkan oleh adanya distensi
berkepanjangan pada usus besar, terutama rektum (Suarsyaf dan Diah, 2015).
Riwayat lengkap (termasuk kebiasaan diet dan hidrasi) harus diperoleh untuk mengevaluasi
gejala dan memastikan diagnosis. Evaluasi status psikososial direkomendasikan karena sembelit
dapat terjadi pada pasien yang mengalami depresi atau dalam tekanan psikososial. Faktor risiko lain
termasuk usia, penyakit terminal, perjalanan, kehamilan, dan gangguan neurologis. Riwayat keluarga
harus dinilai untuk mengetahui adanya penyakit radang usus dan kanker usus besar. Catatan lengkap
obat resep, produk yang dijual bebas, dan suplemen makanan wajib untuk mengidentifikasi penyebab
terkait obat (Burns dkk., 2016).
Diagnosis konstipasi dibuat ketika dua atau lebih dari kriteria diagnostik berikut terjadi
setidaknya selama 3 dari 6 bulan: (a) mengejan tinja, (b) lumpuh atau tinja keras, (c) sensasi evakuasi
tidak lengkap, ( d) perasaan obstruksi anorektal atau penyumbatan, (e) kebutuhan untuk manuver
manual, dan (f) kurang dari tiga buang air besar per minggu. Evaluasi endoskopi diperlukan pada
pasien dengan penurunan berat badan, perdarahan dubur, atau anemia untuk menyingkirkan kanker
atau striktur, terutama pada pasien yang lebih tua dari 50 tahun. Pemeriksaan anorektal, manometri,
radiografi, kolonoskopi, dan prosedur lain mungkin berguna dalam keadaan tertentu. Dalam
kebanyakan kasus, pemeriksaan fisik normal dan tidak ada penyebab sembelit yang diidentifikasi.
Evaluasi juga dapat mengungkapkan satu atau lebih dari kondisi berikut: (a) IBS dengan konstipasi
(IBS-C) ketika ada kembung, sakit perut, dan buang air besar yang tidak lengkap; (B) STC dengan
fungsi dasar panggul normal dan bukti transit lambat; (c) gangguan buang air besar; (d) kombinasi
IBS-C dan STC; (E) sembelit organik (obstruksi mekanik atau efek obat yang merugikan); dan (f)
sembelit sekunder (gangguan metabolisme) (Burns dkk., 2016).
Sebagian besar pasien datang dengan keluhan konstipasi didiagnosis sebagai konstipasi idiopatik
/ fungsional, Pemeriksaan lanjutan yang lebih agresif, misalnya kolonoskopi atau sigmoidoskopi yang
fleksibel ditambah dengan barium enema, harus dilakukan pada pasien yang memiliki tanda bahaya.
Ciri khas konstipasi, baik frekuensi defekasi, fiksi konsistensi, apakah harus mengedan atau ada
kesaksian pasase, apakah perineum perlu ditingkatkan atau diperlukan bantuan jari untuk
menggerakkan gastrointestinal atau komorbiditas lain. Seperti halnya imobilisasi, asupan serat dan
cairan yang tidak adekuat juga perlu ditanyakan, disamping penggunaan obat-obatan yang dapat
menggunakan konstipasi. Setelah itu, pemeriksaan fisis dilakukan dengan sistematis, yang memuat:
a.) Pemeriksaan perut
1) Inspeksi: apakah ada operasi bekas atau distensi perut
2) Palpasi: apakah perut teraba tegang, nyeri atau ada masa intraabdomen maupun feses
yang teraba (skibala)
3) Perkusi: apakah ada massa atau banyak gas
4) Auskultasi: normal usus meningkat, meningkat, atau meningkat
b.) Pemeriksaan colok dubur
1) Nilai tonus sfingter ani;
2) Bila ditemukan feses, nilai konsistensi dan warna feses;
3) Apakah ditemukan darah;
4) Apakah ada tumor, hemoroid, fisura, fistel, atau prolaps.
Penilaian bentuk dan konsistensi feses dari anamnesis dan pemeriksaan fisis dapat disesuaikan
dengan Skala Feses Bristol untuk memprediksi waktu transit. Pemeriksaan penunjang yang
dibutuhkan antara lain:
a) Pemeriksaan laboratorium, meliputi pemeriksaan darah tepi lengkap ditambah pemeriksaan
kimiawi darah seperti glukosa, elektrolit dan fungsi tiroid;
b) Analisis feses;
c) Urinalisis;
d) Radiologi, meliputi foto polos abdomen, radiografi dengan barium enema, atau CT kolonografi;
8
e) Sigmoidoskopi fleksibel atau Kolonoskopi diikuti biopsi;
f) Pemeriksaan fungsi kolorektal: Pemeriksaan waktu transit kolon dan manometri anorektal;
g) Defekografi dan baloon expulsion test (Tanto dkk., 2014)

Konstipasi akut pada usia > 40 tahun


Hematoskezia
Massa intraabdomen
Riwayat keganasan kolorektar dikeluarga
Riwayat IBD dikeluarga
Anoreksia
Penurunan berat badan tanpa sebab yang jelas
Mual dan muntah persisten
Konstipasi awitan pertama dan makin memburuk
Anemia
Tabel. Tanda dan Bahaya pada Pasien dengan Konstipasi

b.Klasifikasi
1) Konstipasi primer atau disebut juga konstipasi kronik idiopatik / fungsional Konstipasi primer
merupakan konstipasi dengan penyebab atau patofisiologi yang tidak berhubungan dengan jelas,
termasuk di dalamnya adalah:
1) Konstipasi dengan transit normal (termasuk Irritable bowel syndrome)
2) Konstipasi dengan waktu transit lambat
3) Disfungsi pelvis
2) Konstipasi Sekunder
Semua konstipasi yang ditemukan menyebabkan oran atau sistemik yang mendasari disebut
konstanta sekunder, yang disebabkan oleh:
1) Konstipasi karena asupan serat dan udara tidak adekuat;
2) Obstruksi mekanik, seperti kanker kolon, striktur, rektokel besar, megakolon atau fisura ani;
3) Kondisi ohipokalemia, hiperkalsemia, uremia, keracunan logam berat);
4) Miopati (amiloidosis, scleroderma):
5) Neuropati (Parkinson, trauma medula spinalis, tumor, megakolon);
6) Imobilisasi;
7) Psikiatri (depresif, penyakit sendi degeneratif,neuropati otonom) (Tanto dkk., 2014).
c. Tata Laksana Terapi
Tata Laksana Pada pelayanan kesehatan primer, konstipasi tanpa tanda bahaya dan usia<40
tahun dapat langsung diberikan terapi empiris selama 2-4 minggu lalu kemudiandievaluasi kembali.
Pasien yang tidak menunjukkan perbaikan perlu dirujuk ke pusat pelayanan kesehatan dengan
fasilitas yang lebih lengkap untuk pemeriksaan lebih lanjut. Terapi empiris terdiri atas terapi non
farmakologis dan terapi farmakologis.
a.)Terapi non farmakologis
1.) Tingkatkan konsumsi serat yang berasal dari buah-buahan, sayur-sayuran dan sereal, konsumsi
air dalam jumlah banyak minimal 30-50 ml/KgBB/hari untuk orang dewasa sehat dam
aktivitas normal;
2.) Tingkatkan aktivitas fisik dengan olahraga yang rutin ±30 mepit setiap hari;
3.) Latih kebiasaan defekasi secara teratur setelah makan atau waktu lain yang dianggap sesuai
dan cukup agar pasien tidak terburu-buru. Pasien harus menghindari kebiasaan mengedan
sewaktu defekasi;
4.) Hentikan obat-obatan yang dapat menyebabkan konstipasi;
5.) Konsumsi probiotik
9
b.) Terapi farmakologis
Konstipasi waktu transit normal (normal transit constipation) membutuhkan tambahan laksatif
osmotik disamping terapi non farmakologis. Konstipasi waktu transit lambat (slow transit
constipation) membutuhkan terapi yang lebih agresif, seperti kombinasi bulking agent, laksatif
stimulan dan laksatif osmotik disamping terapi nonfarmakologis. Paien dengan disfungsi
anorektal selain diberikan terapi empiris juga dapat diberikan terapi biofeedback atau injeksi
toksin botulinum tipe A ke dalam otot puborektalis. Pasien yang tidak menunjukkan perbaikan
dengan terapi medikamentosa dapat mempertimbangkan terapi operatif (Tanto dkk., 2014).

Konstipasi

Tanda bahaya usia ≥40 tahun


Curiga konstipasi sekunder
Kelainan pada colok dubur
YA TIDAK

Terapi empiris Investigasi


2-4 minggu Lanjut/rujuk

Lanjutkan Pengobatan

Pelayanan Kesehatan Primer

Pelayanan kesehatan sekunder/tersier

Analisis feses/laboratorium/kolonskopi*

Tidak ada lesi organik Ada lesi


organik/kelainan
Tes waktu transit kolon/ sistemik mendasari
manometri anorekal
Pengobatan sesuai
penyebab

NTC STC ARD

Terapi NTC Terapi STC Terapi ARD

TABEL.Terapi Farmakologi Konstipasi (Tanto dkk., 2014)


Gambar.1 Algoritma Tata Laksana Konstipasi NTC. Normal Transit Colon:STC, Slow Transit
Colon; ARD, Anocretal Dysfunction.
10
Diadaptasi dari Konsensus Nasional Konstipasi di Indonesia tahun 2010 oleh perkumpulan
Gastroenterologi.

Penanganan konstipasi fungsional dilakukan dengan terapi farmakologi dan nonfarmakologi.


Terapi farmakologi dengan obat laksatif sedangkan terapi nonfarmakologi dengan diet dan perubahan
perilaku. Terapi pijat merupakan bagian dari terapi nonfarmakologi (Suarsyaf dan Diah, 2015).

2. Diare
a. Gejala
Diare karena kelainan usus halus biasanya banyak, cair, seringberhubungan dengan malabsorpsi
dan sering ditemukan dehidrasi. Sedangkanmanifestasi sistemik bervariasi bergantung pada
penyebabnya. Penderitadengan diare cair mengeluarkan tinja yang mengandung sejumlah ion
natrium,klorida dan bikarbonat. Kehilangan air dan elektrolit ini bertambah bila adamuntah. Hal ini
dapat menyebabkan dehidrasi, asidosis metabolik, dan hipokalemia. Dehidrasi merupakan keadaan yang
paling berbahaya karena
dapat menyebabkan hipovolemia, kolaps kardiovascular dan kematian bilatidak mendapatkan
tatalaksana yang tepat. Dehidrasi yang terjadi menuruttonisitas plasma dapat berupa dehidrasi isotonik,
dehidrasi hipertonik, ataudehidrasi hipotonik (Juffrie.,2010).
Diare akut karena infeksi dapat disertai mual muntah,demam, diarebercampur darah segar, nyeri
perut dan atau kejang perut. Komplikasi yangpaling fatal dari diare yang berlangsung lama tanpa
rehidrasi yang adekuatadalah kematian. Seseorang yang kekurangan cairan akan merasa haus,
beratbadan menurun, mata cekung, bibir kering dan turgor kulit menurun. Keluhandan gejala ini
disebabkan oleh karena terjadinya deplesi air yang cepat. Karenakehilangan bikarbonat maka
perbandingannya dengan asam karbonatberkurang yang mengakibatkan penurunan Ph darah (asidosis
metabolik) yangmerangsang pusat pernapasan sehingga frekuensi pernapasan meningkat danlebih dalam
(pernapasan kusmaul). Imbalance natrium dan kalium pada diareakut juga dapat menyebaban aritmia
jantung. Penurunan tekanan darah akanmenyebabkan penurunan perfusi ke organ seperti perfusi ke
ginjal sehinggaterjadi oligouria/anuria. Bila keadaan ini tidak segera diatasi akan timbulberbagai macam
komplikasi yang dapat meningkatkan mortalitas penderita (Juffrie.,2010).
Diagnosis
1) Anamnesis
Pada anamnesis perlu ditanyakan hal-hal seperti lama diare berlangsung,frekuensi diare, volume
diare, konsistensi tinja, warna, bau, ada/tidaknya lendir dan darah, disertai muntah atau tidak, ada
demam atau tidak. Tanyakan pulatingkah laku anak (rewel,gelisah, lemah), buang air kecil, riwayat
makan danminum, penderita di sekitar, riwayat obat-obatan.Pasien dengan diare akut datang dengan
berbagai gejala klinik tergantungpenyebab dasarnya. Keluhan diarenya berlangsung kurang dari 15
hari. Diarekarena penyakit usus halus biasanya berjumlah banyak, tinja seperti air yangsering
berhubungan dengan malabsorpsi dan sering disertai dehidrasi. Diarekarena kelainan kolon
seringkali berhubungan dengan tinja yang berjumlahsedikit tapi sering , bercampur darah dan adanya
tenesmus (sensasi ingin kebelakang). Pasien dengan diare akut infektif datang dengan keluhan khas
yaitumual, muntah, nyeri abdomen, demam, tinja sering malabsorptif atau berdarahbergantung
bakteri patogen yang spesifik. Secara umum, patogen usus halustidak invasif dan patogen ileokolon
lebih mengarah ke invasif. Muntah yangterjadi beberapa jam sejak mengkonsumsi makanan akan
mengarahkan kita padakejadian keracunan makanan karena toksin yang dihasilkan (Setiati.,2014)
2) Pemeriksaan Fisis
a) Periksa keadaan umum, kesadaran, tanda-tanda vital dan berat badan.
b) Selidiki tanda-tanda dehidrasi : rewel/gelisah,letargi/kesadaran menurun, matacekung, cubitan
kulit perut kembali lambat, haus/minum lahap,malasatau tidak dapat minum, ubun-ubun cekung,
air mata berkurang/tidak ada,keadaan mukosa mulut.
11
c) Tanda-tanda ketidakseimbangan asam basa dan elektrolit: kembung akibat hipokalemia, kejang
akibat gangguan natrium, napas cepat dan dalamakibat asidosis metabolik (Tanto.,2014)
3) Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang tidak selalu dibutuhkan, namun beberapa pemeriksaan yang biasanya
diperlukan (Subagyo dan Santoso.,2010):
a) Darah : darah lengkap, serum elektrolit, glukosa darah, analisa gas darah,kultur dan kepekaan
terhadap antibiotik
b) Urin : urin lengkap, kultur dan tes kepekaan antibiotik.
c) Tinja : feses lengkap, kultur dan tes kepekaan antibiotik
4) Pemeriksaan makroskopik
Pemeriksaan makroskopik tinja perlu dilakukan pada semua penderitadengan diare meskipun
pemeriksaan laboratorium tidak dilakukan.Pemeriksaan makroskopik meliputi pemeriksaan warna
tinja, konsistensi,bau, adanya lendir, adanya darah dan adanya busa. Tinja yang berbusamenunjukkan
adanya gas dalam tinja akibat fermentasi bakteri. Tinja yangberminyak, lengket dan berkilat
menunjukkan adanya lemak dalam tinja.Lendir dalam tinja menggambarkan adanya kelainan di kolon,
khusunyaakibat infeksi bakteri. Pemeriksaan PH tinja menggunakan kertas lakmusdapat dilakukan
untuk menentukan adanya kejadian asam dan basa dalamtinja. Asam dalam tinja tersebut adalah asam
lemak rantai pendek yangdihasilkan karena fermentasi laktosa yang tidak diserap di usus halussehingga
masuk ke usus besar yang banyak mengandung bakteri komensial. Bila Ph tinja <6 dapat dianggap
sebagai malabsorpsi laktosa. Ph normal tinja6-6,5 (Setiati.,2014).
5) Pemeriksaan mikroskopik.
Infeksi bakteri invasif ditandai dengan ditemukannya sejumlah besarleukosit dalam tinja yang
menunjukkan adanya proses inflamasi.Pemeriksaan leukosit tinja dengan cara mengambil bagian tinja
yangberlendir seujung lidi dan diberi ½ tetes eosin atau NaCl kemudian diperiksadengan mikroskop
cahaya (Suratmaja.,2007).
b. Klasifikasi
Terdapat beberapa pembagian diare (Setiati.,2014):
1) Berdasarkan lama kejadian diare:
a) Diare akut : berlangsung <14 hari
b) Diare kronik : berlangsung > 14 hari
2) Berdasarkan mekanisme patofisiologi:
a) Diare sekretorik
b) Diare osmotik
3) Berdasarkan derajat dehidrasi:
a) Diare tanpa dehidrasi
b) Diare dengan dehidrasi ringan-sedang
c) Diare dengan dehidrasi berat

12
Klasifikasi Diare Menurut Derajat Dehidrasi

Gambar.4Klasifikasi Diare Menurut Derajat Dehidrasi (Tanto.,2014).

Skor Derajat Dehidrasi

Gambar.5Skor Derajat Dehidrasi


Skor :
6 = tanpa dehidrasi
7-12 = dehidrasi ringan-sedang
≥13 = dehidrasi berat
13
c. Tata Laksana Terapi
1) Terapi Farmakologi
Menurut Kemenkes RI (201), prinsip penatalaksanaan diare pada balitaadalah LIMA
LANGKAH TUNTASKAN DIARE (LINTAS) yang didukungoleh IkatanDokter Anak Indonesia
dengan rekomendasi WHO. ProgramLINTAS DIARE yaitu:
a) Rehidrasi menggunakan oralit
b) Zinc diberikan selama 10-14 hari berturut-turut
c) Teruskan pemberian ASI dan makanan
d) Antibiotik selektif
e) Edukasi kepada orang tua/pengasuh
(Tanto.,2014)
a. Oralit
Untuk mencegah terjadinya dehidrasi dapat dilakukan sejak dari rumahtangga dengan
memberikan oralit dengan osmolaritas rendah dan bila tidaktersedia berikan cairan rumah tangga
seperti air tajin, kuah sayur atau air matang. Oralit saat ini yang beredar di pasaran merupakan oralit
yang barudengan osmolaritas yang rendah yang dapat mengurangi rasa mual danmuntah. Oralit
merupakan cairan rehidrasi yang terbaik bagi penderitadiare untuk mengganti cairan yang hilang.
Akan tetapi bila penderita tidakbisa minum harus segera di bawa ke sarana kesehatan untuk
mendapatpertolongan cairan melalui jalur intravena. Banyaknya pemberian oralittersebut didasarkan
pada derajat dehidrasi.
a) Diare tanpa dehidrasi
Umur <1 tahun : ¼ - ½ gelas setiap kali anak diare
Umur 1-4 tahun : ½-1 gelas setiap kali anak diare
Umur ≥ 5 tahun : 1- 1 ½ gelas setiap kali anak diare

b) Diare dengan dehidrasi ringan sedang


Larutan oralit diberikan dalam waktu 3 jam pertama sebanyak 75cc/KgBB
c) Diare dengan dehidrasi berat
Rehidrasi intravena 100 cc/KgBB cairan ringer laktat atau ringerasetat dengan ketentuan
Umur < 1 tahun : pertama berikan 30 cc/KgBB dalam 1 jam ,selanjutnya 70 cc/KgBB dalam 5 jam
Umur ≥ 1 tahun : pertama berikan 30 cc/KgBB dalam 30 menit,selanjutnya 70 cc/KgBB dalam 2,5
jam.
b. Zinc
Zinc merupakan salah satu mikronutrien yang penting dalamtubuh. Zinc dapat menghambat
enzim INOS ( Inducible Nitric OxideSynthase ) , di mana ekskresi enzim ini akan meningkat selama
prosesdiare dan dapat mengakibatkan hipersekresi epitel usus. Zinc jugaberperan dalam proses
epitelisasi dinding usus yang mengalamikerusakan baik secara morfologi dan fungsinya selama terjadi
diare(Kemenkes.,2011).
Zinc diberikan 10 hari berturut-turut walaupun diare sudahberhenti pada anak. Dapat diberikan
dengan cara dikunyah ataudilarutkan dalam 1 sendok air matang atau ASI.
Umur < 6 bulan : diberi 10 mg ( ½ tablet ) per hari
Umur > 6 bulan : diberi 20 mg ( 1 tablet ) per hari
c. Pemberian Antibiotik
Antibiotik pada umumnya tidak diperlukan pada semuapenderita diare akut. Antibiotik
diindikasikan pada pasien diare yangdisertai dengan demam, feses berdarah, leukosit pada
feses,suspekkolera dan infeksi berat lainnya (Kemenkes.,2011).
Menurut PERMENKES no 2406 tahun 2011 mengenaipemakaian antibiotik menyatakan bahwa
terapi antibiotik dapatdigunakan sebagai terapi empiris dan definitif . Antibiotik sebagaiterapi empiris
yang digunakan adalah tetrasiklin, doxyciclin,cotrimoxazole dan eritromisin dengan jangka waktu atau

14
lamapemberian antibiotik yang disarankan adalah 2-3 hari . Setelah itu,maka harus segera dievaluasi
berdasarkan kondisi klinis dan hasilpemeriksaan seperti lab dan mikrobiologi.
Apabila bakteri penyebab diare diketahui maka dapat diberikanantibiotik pada anak sebagai
berikut :

Gambar. 6 (Behman dkk.,2014)

2) Terapi Non Farmakologi


a. Dukungan Nutrisi
Pemberian makanan selama diare dapat membuat anak tetap kuat dan tumbuh dengan baik serta
mencegah kehilangan berat badan. Anak yang masih minum ASI harus lebih sering diberi ASI
sedangkan anak yang minum susu formula juga diberikan lebih sering dari biasanya. Anak usia 6 bulan
atau lebih termasuk bayi yang telah mendapatkan makanan padat harus diberikan makanan yang mudah
dicerna dan diberikan lebih sedikit dan lebih sering. Setelah diare berhenti, pemberian makanan ekstra
diteruskan selama 2 minggu untuk membantu pemulihan berat badan(Kemenkes.,2011).
b. Edukasi//Nasihat pada Orang Tua
a. cara memberikan cairan di rumah
b. kapan harus membawa anak kembali ke petugas kesehatan:
1) berak cair lebih sering
2) muntah berulang
3) sangat haus
4) makan dan minum sangat sedikit
5) demam
6) berak berdarah
7) tidak membaik dalam 3 hari

15
KASUS KONSTIPASI
Seorang laki laki umur 45 tahun ke apotek ingin membeli obat untuk konstipasinya. Saat ini dia telah
menggunakan obat hidrokodon/asetaminophen (vicodin) 10 mg/325 gm tiap 4 – 6 jam jika nyeri. Klonidin
0.2 mg 3x/hari, HCT 25 mg/hari untu hipertensi, simvastatin 20 mg tiap pagi, omeprazole 20 mg/hari untuk
GERD, bupropion-SR 150 mg 2x/hari untuk terapi berhenti merokoknya.
Pertanyaan:
1. Apa yang menjadi faktor penyebab pada konstipasi pasien?
2. Apa terapi farmakologi dan non farmakologi pasien
A. Identifikasi Pasien
Berdasarkan kasus tersebut, pasien dapat diidentifikasi sebagai berikut:
Diketahui :
Umur : 45 tahun
Jenis Kelamin : laki-laki
1. Tanda dan gejala
-
2. Riwayat Kesehatan
Hipertensi,Gerd,Kolesterol dan terapi berhenti merokokya
3. Data Laboratorium dan Pengujian Fisik
-
B. Tata Laksana Terapi
1. Faktor Risiko : Faktor penyebab Efek samping konsumsi obat, contohnya obat antasida, antikonvulsan,
antagonis kalsium, diuretik, suplemen besi, obat untuk penyakit Parkinson, dan antidepresan.disebabkan
oleh penggunaan obat dari pasien yaitu obat vicodin dan simvastatin
2. Beberapa faktor yang mempermudah terjadinya konstipasi pada orang dewasa antara lain,defisiensi
serat, kurangnya intake cairan , aktifitas fisik, rutinitas atau perubahan gaya hidup, depresi, penggunaan
obat-obatan, gangguan metabolik hiperkalsemia dan hipotyroid (Mulyani,2019)

3. Tujuan Terapi
Tujuan terapi konsipasi adalah untuk mengurangi keluhan, menyembuhkan konstipasi dan dapat
mencegah komplikasi dan kekambuhan (Sanusi, 2011).
4. Strategi Terapi
a. Terapi Non Famakologi
Terapi non farmakologis Tingkatkan konsumsi serat yang berasal dari buah-buahan, sayur-
sayuran dan sereal, konsumsi air dalam jumlah banyak minimal 30-50 ml/KgBB/hari untuk orang
dewasa sehat dam aktivitas normal; Tingkatkan aktivitas fisik dengan olahraga yang rutin ±30 menit
setiap hari; Latih kebiasaan defekasi secara teratur setelah makan atau waktu lain yang dianggap sesuai

16
dan cukup agar pasien tidak terburu-buru. Pasien harus menghindari kebiasaan mengedan sewaktu
defekasi; Hentikan obat-obatan yang dapat menyebabkan konstipasi; Konsumsi probiotik; 2 (kapita
selekta, 2009).
Terapi lini pertama dan utama pada konstipasi adalah meningkatkan asupan serat dan cairan, serta
aktifitas fisik yang cukup. Hindari makan porsi besar 3 kali sehari tetapi makanlah dengan porsi kecil
dan sering. Hindari ketegangan psikis seperti stres dan cemas. Jangan menahan rasa ingin buang air
besar karena akan memperbesar resiko konstipasi.4,7,9,(Sembiring, 2015 ).
Guna menekan risiko konstipasi, yang utama adalah menjaga pola makan cukup serat dan perilaku.
Usaha pencegahan ini lebih murah dan menjanjikan karena kecukupan serat akan membantu
memperlancar proses buang air besar. serat bukanlah zat yang dapat diserap oleh usus, namun
perannya sangat penting dalam proses pencernaan. Serat membantu melancarkan pencernaan dan
bahkan pada mereka yang menderita kelebihan asupan gizi, serat dapat mencegah atau mengurangi
risiko akibat kegemukan. Fungsi serat makanan adalah membuat makanan dapat bertahan lama berada
dalam lambung. Makanan berserat dapat bertahan di dalam lambung sampai 24 jam, sedangkan
makanan lain hanya 4 jam. Fungsi lain dari serat makanan adalah merangsang aktivitas saluran usus
untuk mengeluarkan feses secara teratur. Selain itu serat makanan di dalam feses dapat menyerap
banyak air, sehingga membuat feses menjadi lunak atau mencegah konstipasi.
b. Terapi Farmakologi

Penatalaksanaan farmakologi pada konstipasi adalah dengan pemberian obat pencahar


(laxatives). Secara umum golongan obat pencahar terbagi atas: bulking agents, pelunak tinja (stool
softeners), pencahar minyak mineral (lubricant laxatives), pencahar bahan osmotik (osmotic laxatives)
dan pencahar perangsang (stimulant laxatives) (Sembiring, 2015)
C. KIE dan Monitoring
1. KIE (Komunikasi Informasi dan Edukasi)
Pemberian informasi dapat mempersiakan ekspektasi realistis dan kepercayaan diri terhadap
kemampuan diri untuk mengontrol hal yang akan terjadi pada diri klien.
17
a. Menganjurkan pasien agar melakukan gaya hidup sehat
Memperbanyak konsumsi sayur, biji-bijian, dan buah yang mengandung vitamin A dan C.
Mengonsumsi makanan yang mengandung probiotik, seperti yoghurt Menghindari konsumsi
susu.Mengelola stres dengan baik.Beristirahat yang cukup Membatasi konsumsi alkohol. Berhenti
merokok.dan Makan makananan yang berserat tinggi seperti , sayuran berdaun hijau gelap, roti, dan
buah-buahan
2. Monitoring
a. Memantau kepatuhan pasien dalam menjalani terapi non farmakologinya
b. Mengontrol perubahan kondisi pasien pada konstipasi

KASUS DIARE
Seorang anak umur 3 tahun oleh ibunya dititipkan ditempat penitipan anak 4 hari setiap minggu
mengeluh sakit perut dan tidak mau makan apapun. Kata ibunya setiap BAB bentuknya cair dan kondisi
tubuhnya panas sedang. Hari berikutnya ada darah di tinja dan sedikit nanah.
Pertanyaan :
1. Apa penyebab diare pada anak tersebut? Bagaimana cara menentukan jenis terapinya/diagnosanya?
2. Bagaimana tata laksana terapinya?
Jawab :
Identifikasi kasus
1. Riwayat social
Pasien dititipkan ditempat penitipan anak 4 hari tiap minggu
2. Keadaan fisik
Tanda-tanda fisik :
a. Pasien mengeluh sakit perut dan kondisi tubuhnya panas
b. Tiap BAB bentuk cair
c. Ada darah ditinja dan sedikit nanah.
a. Penggolongan diare pada pasien didasarkan atas lamanya diare dan feses yang keluar dari data diatas
pasien digolongkan kedalam diare akut karena pasien menderita diare kurang dari 3 hari dan termasuk
disentri adalah diare disertai darah. disebabkan oleh bakteri shigella (Fitri dkk., 2015).
b. Tata laksana terapi
1. Tujuan terapi
Tujuan Pengobatan: Untuk mengelola makanan, air, elektrolit, memberikan bantuan gejala, mengobati
penyebab diare yang dapat disembuhkan dan mengelola gangguan sekunder yang menyebabkan diare
(Dipiro, 2015).
2. Strategi terapi
a. Terapi non farmakologi
Manajemen diet adalah prioritas pertama dalam pengobatan diare. Kebanyakan dokter
merekomendasikan untuk menghentikan konsumsi makanan padat makanan dan produk susu selama 24
jam. Diet hambar dimulai Pemberian makan harus dilanjutkan pada anak-anak dengan diare bakteri
akut. Anak-anak yang diberi makan memiliki morbiditas dan mortalitas yang lebih rendah, baik atau
tidak mereka menerima cairan rehidrasi oral (Dipiro, 2015).

b. Terapi farmakologi

18
Dari algoritma diatas dapat kita lihat data pasien merupakan diare akut dengan tanda diare
kurang dari 3 hari, demam dan feses berdarah dan sedikit bernanah jadi untuk terapinya diberikan
antibiotik dan terapi simtomatik (Dipiro, 2015). Untuk jenis obat terpilih adalah obat oralit,zink,
parasetamol dan antibiotik kotrimoksazol.

3. Alasan pemilihan obat


a. Oralit
Pemberian oralit bermanfaat untuk menangani cairan yang hilang karena oralit mengandung
NaCl,KCl, trisodium sitrat hidrat dan glukosa anhidrat. Oralit atau cairan rehidrasi oral adalah
larutan untuk mengatasi diare. Kemenkesi RI menyebutkan bahwa penelitian dengan menggunakan
oralit dapat mengurangi tinja 25%mengurangi mual dan muntah 30% dan dapat mengurangi
pemberian cairan intravena sampai 33% (Pertiwi, 2017).
b. Sulemen Zink
Zink sangat dianjurkan dalam penanganan diare akut pada anak karena zink dapat menurunkan
frekuensi pengeluaran tinja. WHO sangat menganjurkan pemberian zinc dalam penatalaksanaan
diare akut, karena zink mampu mengurangi episode diare sekitar 25% (Pertiwi, 2017).Mekanisme
zink yaitu dapat memperbaiki atau meningkatkan absorpsi air dan elektrolit dengan cara mengurangi
kadar air dalam lumen usus yang menghasilkan perbaikan pada konsistensi feses. Perbaikan
konsistensi feses akan dapat mengurangi frekuensi BAB yang timbul sehingga hal tersebut dapat
pula mempersingkat lama diare pada anak (lolopayung dkk., 2014).
c. Kotrimoksazol
Obat antibiotic yang paling banyak diresepkan yaitu golongan sulfonamide kotrimiksazol sebesar
92.63%. hal ini disebabkan karena koramiksazol marupakan antibiotic pilihan paling utama dan
mengobati diare akut terutama membutuhkan terapi antibiotik. (Agitsah dkk., 2014).. Cotrimoxazole
merupakan antibiotiotik yang mengandung kombinasi sulfametoksazol dan
trimetoprin.Cotrimoxazole mempunyai spektrumaktifitas luas dan efektif terhadap grampositif dan
gram negatif termasuk shigella yang merupakan bakteri gram negatif sertasalah satu penyebab utama
diare akut (Koropis dkk., 2013).
d. Obat simtomatik (paracetamol)
Antipiretik merupakan obat yang digunakan untuk menurunkan demam yang ditandai dengan
peningkatan suhu tubuh asien. Gejala demam pada pasien diare akut anak umum terjadi dan biasa
disebabkan oleh aktivitas invasive pathogen oleh Karena itu pemberina antibiotic merupakan hal
yang tepat pada pasien diare akut anak (Pertiwi, 2017).

19
4. KIE (Komunikasi, Informasi dan Edukasi)
Komunikasi, Informasi dan Edukasi yang harus diberikan pada orang tua pasien yaitu :
a. Memberi penjalasan kepada wali pasien untuk obat penurun panas diberikan seperlunya, jika pasien
tidak menunjukan gelala demam maka pengunaan parasetamol bisa dihentikan.
b. Orangtua / pengasuh diberi pemahaman bagaimana pengobatan diare dirumah pemberian oralit 100
cc (stengah gelas) setiap kali BAB cair dan zink serta menjaga kebersihan anak dan lingkungan.
c. Memberi penjelasan terhadap orangtua pasien mengenai penggunaan antibiotik yang harus
dihabiskan selama 3 hari
d. Penggunaan obat zink diberikan selama 10 hari berturu-turut
5. Monitoring
Harus dimonitoring pada pasien yaitu :
a. Efek dan gejala obat setelah diberikan
b. Penggunaan antibiotik yang harus dihabiskan selama 3 hari
c. Penggunaan oralit yang di konsumsi setelah BAB pada anak

20
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
1) Konstipasi
Kesimpulan dari pokok bahasan diatas, yaitu:
1. Konstipasi adalah bagian dari feses yang sulit atau jarang terjadi, pada waktu-waktu berhubungan
dengan mengejan atau perasaan buang air besar yang tidak lengkap.
2. Sembelit dapat disebabkan oleh penyebab primer dan sekunder. Konstipasi primer atau idiopatik
dikategorikan sebagai konstipasi transit normal (NTC), konstipasi transit lambat (STC), atau
konstipasi gangguan buang air besar.
3. Gejala konstipasi diantaranya feses keras, ukuran besar, dan rasa tidak nyaman saat buang air besar
yang mengakibatkan frekuensi buang air besar menurun. Tanda-tanda konstipasi biasanya meliputi
gerakan usus yang tidak teratur (biasanya kurang dari setiap 3 hari), kesulitan mengeluarkan feses,
dan feses keras. Selain itu, gejala-gejala lain konstipasi mencakup rasa tidak nyaman pada abdomen,
nyeri kepala tumpul, hilangnya nafsu makan yang kadang disertai mual, dan depresi mental. Gejala-
gejala yang berkaitan dengan konstipasidapat disebabkan oleh adanya distensi berkepanjangan pada
usus besar, terutama rektum.
4. Konstipasi terbagi 2 yaitu konstipasi primer dan konstipasi sekunder.
5. Tata Laksana Pada pelayanan kesehatan primer, konstipasi tanpa tanda bahaya dan usia<40 tahun
dapat langsung diberikan terapi empiris selama 2-4 minggu lalu kemudiandievaluasi kembali. Pasien
yang tidak menunjukkan perbaikan perlu dirujuk ke pusat pelayanan kesehatan dengan fasilitas yang
lebih lengkap untuk pemeriksaan lebih lanjut. Terapi empiris terdiri atas terapi non farmakologis dan
terapi farmakologis.

2) Diare
Diare adalah gejala buang air besar dengan konsistensi feses (tinja) lembek, atau cair, bahkan
dapat berupa air saja. Frekuensinya bisa terjadi lebih dari dua kali sehari dan berlangsung dalam jangka
waktu lama tapi kurang dari 14 hari.

21
DAFTAR PUSTAKA

Burns M.A., Schwinghammer T.L., Wells B.G., Malone P.M., Kolesar J.M and Dipiro J.T., 2016,
Pharmacotheraphy Principles and Practice, Mc GrawHill Companies: New York.

Dipiro J.T, Talbert R.L, Yee G.C, Matzke G.R, Wells B.G. and Posey L.M., 2011, Pharmacotherapy: A
Pathophysiologic Approach, 8th ed, Mc Graw: Inggris.

Fithria Dan, Akroman Rohmat,2015, Rasionalitas Terapi Antibiotik Pada Pasien Diare Akut Anak Usia 1-4
Tahun Di Rumah Sakit Banyumanik Semarang Tahun 2013, Pharmacy,Vol.12 (2).
Kementerian kesehatan Republik Indonesia., 2011. Tatalaksana diare pada balita. Jakarta: Direktorat jenderal
pengendalian penyakit dan penyehatan lingkungan 2011.

Korompis, Heedy ,Tjitrosantoso, Dan Lily, R.G.,2013, Studi Penggunaan Obat Pada Penderita Diare Akut
DiInstalasi Rawat Inap Blu Rsup Prof. Dr. R. D. KandouManado Periode Januari – Juni 2012.
Pharmacon Jurnal IlmiahFarmasi – Unsrat,Vol. 2 (2).
Lolopayung1, M., Dkk.,2014, Evaluasi Penggunaan Kombinasi Zink Dan Probiotik Pada Penanganan Pasien
Diare Anak Di Instalasi Rawat Inap Rsud Undata Palu Tahun 2013, Online Jurnal Of Natural Science,
Vol.3(1).
Pertiwi, L., 2017, Gambarann Farmakoterapi Diare Akut Pada Anak Di Puskesmas Simpang Tiga Kota Pecan
Baru Periode 1 Januari-31 Dasember 2015, JOM FK,Vol 4(1).
Setiati. S., 2014. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 6 jilid IIJakata: Interna publishing.

Tanto.C, Frans.L, Sonia.H, dan Eka.A.P., 2014, Kapita Selekta Kedokteran Edisi Ke-4 Jilid II, Media
Aesculapius: Jakarta.

22

Anda mungkin juga menyukai