tentang:
Oleh
Kelompok 2
Nelvianti (19124026)
Retno Aulia Fortuna (19124030)
Widya Indra (19124038)
Zulman Efendi
DOSEN PENGAMPU
Prof. Nurhizrah Gistituati, M.Ed., Ed.D.
Dr. Rifma, M.Pd.
Penulis
i
DAFTAR ISI
ii
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indikator keberhasilan sektor pendidikan senantiasa dikaitkan dengan
naik turunnya indeks pembangunan sumber daya manusia Indonesia,
dibandingkan dengan indeks yang sama dari berbagai bangsa lain di dunia.
Posisi Indonesia yang kini berada dalam urutan 107 sangat jauh dibawah
Singapura, Malaysia, Thailand dan di bawah Vietnam serta Palestina yang
kini menjadi daerah dudukan Israel. Posisi ini mengakibatkan seluruh jajaran
birokrasi pengelola pendidik terperangah, dan terkaget-kaget, bahwa selama
ini mereka telah mencurahkan segala kemampuan yang ada, ternyata hasilnya
sangat memilukan, pembelajaran, manajemen pendidikan serta perbaikan
pendidikan dan tenaga-tenaga kependidikan belum memberikan hasil yang
diharapkan, karena nation dignity bangsa Indonesia belum terdongkrak ke
atas, walaupun dengan berbagai upaya yang komperhensip untuk mendorong
peningkatan kualitas hasil pendidikan, dengan perbaikan pada perencanaan
dan proses secara komperhensip dan simultan.
Itulah sebabnya, pengurusan masalah-masalah pendidikan dibutuhkan
intervensi dari pemerintah atau penguasa. Di negara maju sendiri yang
masyarakatnya sudah memiliki kesadaran yang sedemikian tinggi terhadap
pendidikan, dalam realitasnya masih juga membutuhkan intervensi
pemerintah, walaupun dalam porsi yang lebih sedikit. Amerika Serikat adalah
salah satu negara yang dapat diambil sebagai contoh.
Selanjutnya, problema angka buta aksara yang masih dalam kisaran
10-15 % dari total penduduk Indonesia, angka partisipasi murni usia 7-15
yang masih dalam kisaran masih berkisar 79%, bahkan angka partisipasi
kasar masih sekitar 94.5 %. Dengan demikian, belum semua anak Indonesia
masuk sekolah, padahal IPM diukur dari aspek lamanya rat-rata penduduk
sekolah, dan masih sekitar 5.5 % usia 7-12 belum menikmati sekolah. Belum
lagi mereka yang sudah menikmati sekolah, belum semuanyya mampu
menamatkan sekolahnya sampai jenjang pendidikan SMP/MTs. Berdasrkan
1
data tahun 2002, rata-rata lama pendidikan tertinggi dicapai masyarakat
Jakarta yang mencapai angka 10.0 tahun yakni rata-rata anak Jakarta telah
bersekolah sampai kelas 1 SMA, dan terendah NTB dengan, yakni rata-rata
5.2 tahun. Kabupaten terendah dalam lama pendidikan adalah Sampang,
Madura, Jawa timur, dengan rata-rata 2.5 tahun, yakni kelas 3 SD.
Dengan demikian pelaksanaan sistem pendidikan juga memerlukan
kebijakan untuk perubahan atau peningkatan mutu. Diperlukan kebijakan
yang langsung bersentuhan dengan keperluan peningkatan mutu sekolah
karena di dalamnya berkenaan dengan proses pemberdayaan.
Kemudian, dilihat dari aspek kualitas hasil belajar, jika menggunakan
indikator hasil Ujian Nasional (UN), hasil yang diperoleh baik ditingkat
SD/MI maupun SMP/MTs menunjukan kurang dari 60 persen materi belajar
yang dikuasai siswa. Ini amat merisaukan. Jika standar kualitas itu digunakan
untuk menilai kualitas sekolah di tingkat SMP/MTs, maka hanya 24,12
persen SMP/MTs yang masuk kategori “sedang” ke atas. Diantara mereka
hanya 0,03 persen yang tergolong “baik sekali”dan 2,14 persen tergolong
“baik”. Dengan demikian, lengkaplah persoalan pendidikan di bangsa ini.
Angka partisipasi yang pendidikan dasar yang belum mencapai 100%, angka
lama pendidikan yang masih sangat rendah, padahal sudah didorong dengan
program wajib belajar. Ditambah pula dengan kualitas hasil belajar yang
masih belum kompetitif, karena kompetensi hasil belajarnya masih belum
mencapai angka 60%. Dan kini, setelah dievaluasi, ternyata lama pendidikan
tidak berkolerasi dengan perkapita bangsa, berbeda dengan negara-negara
Asia lainnya, yang lama pendidikan penduduk berkolerasi positif dengan
perkapita bangsa. Dengan kata lain, semakin lama penduduknya bersekolah,
semakin tinggi perkapita bangsanya, yakni bahwa pendidikan berkontribusi
terhadap kemajuan bangsa. Sementara itu di Indonesia, teori tersebut tidak
terbukti, sehingga kini dilakukan perbaikan berbagai sektor pendidikan, yang
dimulai dengan regulasi tidak saja dalam pendidikan itu sendiri melalui UU
NO. 20 tahun 2003, tapi juga tentang unsur terpenting dalam pendidikan
yakni guru dan dosen melalui UU No. 14 tahun 2005 dengan asumsi bahwa
2
perbaikan sektor guru akan membawa perbaikan menyeluruh terhadap
kualitas pendidikan. Dengan demikian, dari berbagai uraian di atas, maka
kebijakan pendidikan akan diulas lebih mendalam tentang kerangka kerja
analisis kebijakan pendidikan pada makalah ini.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana jenis, bentuk dan tingkatan kebijakan?
2. Apa pentingnya analisis kebijakan?
3. Apa saja teori tentang analisis kebijakan?
3
BAB II
PEMBAHASAN
4
1) Adaptive Policies, adalah kebijakan yang dirancang untuk
memenuhi kebutuhan satu kelompok; dan
2) control policies, yaitu kebijakan yang dibuat untuk
mengendalikan lingkungan.
d. Anderson
Anderson membedakan 6 jenis kebijakan, yaitu substantive,
procedural, regulatory, self-regulatory, distributive dan
redistributive.
e. Cochran & Malone
Cochran & Malone membedakan kebijakan menjadi 3,yaitu
patronage(promotional), regulatory, dan redistributive.
f. Lester & Stewart
Lester & Stewart membedakannya menjadi 3 macam, yaitu
regulatory, distributive, dan redistributive.
5
Kerja dan Transmigrasi, Persatuan Guru Republik Indonesia
(PGRI), dan Presiden yang mengesahkan Undang-undang
tersebut. Instansi-instansi/organisasi-organisasi yang terlibat
tersebut disebut policy Stakeholders.
b. Distributive, redistributive, and regulatory policies
1) Distributive
Suatu kebijakan yang mengatur tentang pemberian pelayanan/
keuntungan kepada individu-individu, kelompok-kelompok,
atau perusahaan-perusahaan.
Contoh: kebijakan tentang “Tax Holiday”
2) Redistributive
Suatu kebijakan yangmengatur tentang pemindahan alokasi
kekayaan, pemilikan, atau hak-hak.
Contoh : kebijakan tentang pembebasan tanah untuk
kepentingan umum.
3) Regulatory
Suatu kebijakan yang mengatur tentang pembatasan/
pelarangan terhadap perbuatan/tindakan.
Contoh : kebijakan tentang larangan memiliki dan
menggunakan senjata api.
c. Material policy
Suatu kebijakan yang mengatur tentang pengalokasian/ penyediaan
sumber-sumber material yang nyata bagi penerimanya.
Contoh : kebijakan pembuatan rumah sederhana.
d. Pulic goods and private goods policy
1) Public goods policy
Suatu kebijakan yang mengatur tentang penyediaan
barangbarang/ pelayanan-pelayanan oleh pemerintah, untuk
kepentingan orang banyak.
Contoh: kebijakan tentang perlindungan keamanan, penyediaan
jalan umum.
6
2) Private goods policy
Suatu kebijakan yang mengatur tentang penyediaan
barangbarang/ pelayanan-pelayanan oleh pihak swasta, untuk
kepentingan individu-individu (perorangan) di pasar bebas,
dengan imbalan.
Contoh : kebijakan pengadaan barang-barang /pelayanan untuk
keperluan perorangan, misalnya tempat hiburan, hotel dan lain-
lain.
2. Bentuk Kebijakan
Menurut berbagai ahli, kebijakan publik adalah suatu kebijakan
yang dibentuk oleh pemerintah dan berfungsi untuk mencapai tujuan
tertentu dalam masyarakat dan didalam pembuatannya ada penyusunan.
Kebijakan publik bisa terbentuk karena melewati tahap-tahap kebijakan
publik. Kali ini topik yang akan dibahas yaitu contoh kebijakan publik di
bidang pendidikan. Menurut (Arwildayanto, 2018) kebijakan public
dibidang pendidikan yaitu sebagai berikut :
a. Pergantian kurikulum
Kebijakan publik di bidang pendidikan yang bisa kita lihat
pertama adalah pergantian kurikulum pendidikan dalam beberapa
tahun. Pemerintah melakukan hal ini bukan tanpa tujuan, pemerintah
menerpakan kebijakan publik ini supaya pendidikan yang ada di
Indonesia ini selalu maju. Pemerintah juga bahkan mengatur
kebijakan pendidikan ini berdasarkan Undang-Undang Dasar
Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 mengenai sistem pendidikan
Indonesia yang diarahkan salah satunya adalah melakukan
pembaharuan kurikulum berupa diversifikasi kurikulum untuk
melayani kebergaman peserta didik dan penyusunan ini dilakukan
secara nasional.
7
b. Bantuan dana operasional sekolah (BOS)
Seperti yang kita ketahui, pentingnya pendidikan bagi manusia
tidak dapat diabaikan. Oleh karena itu pemerintah tentu saja ingin
mengembangkan pendidikan di Indonesia karena pendidikan
merupakan salah satu aspek yang dapat meningkatkan taraf bangsa
dan dapat menyejahterakan masyarakatnya.
Oleh karena itu tentu saja pemerintah ingin membuat
pendidikan di Indonesia ini lebih berkembang sehingga membuat
kebijakan publik di bidang pendidikan yaitu dengan dibutatnya
bantuan dana operasional sekolah atau yang selama ini kita kenal
sebagai Dana BOS. Dana BOS ini adalah salah satu wujud kebijakan
publik yang berguna untuk membangun sekolah menjadi lebih baik
demi kenyamanan para siswa. Tidak hanya itu saja, namun kebijakan
publik ini juga mencakup serta bantuan peralatan praktik di sekolah.
c. Penerapan pendidikan budaya dan karakter di sekolah
Contoh kebijakan publik di bidang pendidikan yang
selanjutnya adalah pemerintah membuat kebijakan publik berupa
penerapan pendidikan budaya dan karakter di sekolah dengan maksud
dan tujuan supaya kebijakan publik yang satu ini dapat mencapai
tujuan yaitu generasi penerus bangsa mendapatkan pengetahuan
mengenai budaya Indonesia yang baik dan juga pendidikan karakter
yang dapat mempengaruhi dan merubah moral anak bangsa menjadi
lebih baik.
Pentingnya pendidikan karakter merupakan salah satu faktor
diterapkannya pendidikan budaya dan karakter sebagai wujud
kebijakan publik di dalam bidang pendidikan. Dengan adanya
pendidikan karakter, diharapkan sekolah dapat membimbing dan
membekali anak-anak dengan moral dan juga budi pekerti yang dapat
berguna bagi masa depan mereka dan masa depan bangsa.
8
d. Penerapan muatan lokal dan juga keterampilan sebagai mata pelajaran
Tidak hanya pelajaran penting saja seperti misalnya
matematika, ipa, atau Bahasa Indonesia yang dipelajari ketika kita
duduk di bangku sekolah. Namun ada juga pelajaran keterampilan dan
muatan lokal yang juga kita pelajari ketika kita bersekolah. Penerapan
muatan lokal dan juga keterampilan sebagai mata pelajaran ini
sebenarnya adalah salah satu kebijakan publik di bidang pendidikan.
Muatan lokal sendiri adalah kegiatan ekstrakulikuler atau
pelajaran yang berfungsi untuk mengembangkan kompetensi dan itu
disesuaikan dengan ciri khas daerah masing-masing dan materinya
tidak dapat dikelompokkan pada mata pelajaran yang ada. Ini
bertujuan supaya siswa memiliki kemampuan untuk mengembangkan
potensi daerah dan budaya daerah mereka karena kita tahu fungsi
kebudayaan bagi masyarakat itu penting adanya.
e. Beasiswa kepada guru untuk mengikuti program pascasarjana
Kebijakan publik dalam bidang pendidikan yang selanjutnya
adalah diberikannya beasiswa kepada guru untuk mengikuti program
pascasarjana dan tentunya bagi guru yang memiliki kompetensi dan
dengan melewati beberapa prosedur. Kebijakan publik dalam bidang
pendidikan yang satu ini bukan dibuat tanpa tujuan, kebijakan publik
ini dibuat dalam rangka untuk meningkatkan SDM yang ada di dalam
bidang pendidikan.
Pemerintah pembuat kebijakan publik juga berharap dengan
adanya kebijakan publik yang satu ini, maka guru diharapkan bisa
memberikan ilmu yang lebih kepada murid-muridnya sehingga
generasi penerus bangsa bisa membangun negara kita menjadi negara
yang maju.
f. Pembentukan komite sekolah
Salah satu kebijakan publik di dalam bidang pendidikan yang
dibuat oleh pemerintah adalah pembuatan komite sekolah. Komite
sekolah tidak hanya dibuat untuk menggalang dana saja. Komite
9
sekolah didirikan guna meningkatkan mutu pelayanan pendidikan di
sekolah. Dalam Permendikbud Nomor 75 Tahun 2016 pasal 3 ayat (1)
juga disebutkan jika komite sekolah yang merupakan salah satu
kebijakan publik itu bertugas untuk mengawasi pelayanan dalam
pendidikan sesuai dengan peraturan dan perundang-undangan yang
sudah dibuat, Kita juga harus mengetahui mengenai struktur komite
sekolah yang menjadi salah satu contoh kebijakan publik di
pendidikan.
10
pendidikan karakter. Pelaksanaan ujian tersebut akan dilakukan siswa
yang berada di tengah jenjang sekolah (misalnya kelas 4, 8, 11)
sehingga dapat mendorong guru dan sekolah untuk memperbaiki mutu
pembelajaran. Kemudian, hasil ujian ini tidak digunakan untuk basis
seleksi siswa ke jenjang selanjutnya. Arah kebijakan ini juga mengacu
pada praktik baik pada level internasional, seperti PISA dan TIMSS.
c. Penyederhanaan RPP
Tekait penyusunan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP),
Kemendikbud akan menyederhanakannya dengan memangkas
beberapa komponen. Dalam kebijakan baru tersebut, guru secara bebas
dapat memilih, membuat, menggunakan, dan mengembangkan format
RPP. Tiga komponen inti RPP terdiri dari tujuan pembelajaran,
kegiatan pembelajaran, dan asesmen. Penulisan RPP dilakukan dengan
efisien dan efektif sehingga guru memiliki lebih banyak waktu untuk
mempersiapkan dan mengevaluasi proses pembelajaran itu sendiri.
Untuk penyederhanaan ini telas ada surat edaran dari mendikbud yaitu
Surat Edaran Nomor 14 Tahun 2019 tentang Penyederhaan Rencana
Pelaksanaan Pembelajaran.
11
perlu diiringi dengan inisiatif lainnya oleh pemerintah daerah, seperti
redistribusi guru ke sekolah yang kekurangan guru.
3. Tingkatan Kebijakan
Dalam diskusi yang bertema Teknik Perumusan Masalah
Kebijakan oleh Agus Heruanto Hadna selalu kepala Pusat Studi
Kependudukan dan Kebijakan (PSKK) UGM, Kamis 8 Oktober 2015
menyatakan bahwa pengelompokkan masalah kebijakan ke dalam tiga
komponen, yakni masalah yang sederhana (well structured), masalah yang
agak sederhana (moderately structured), dan masalah yang rumit (ill
structured). Pengelompokkan ini tergantung pada tingkat kerumitan dan
kompleksitas, sejauh mana suatu masalah berkaitan satu sama lain.
Kebanyakan masalah dalam analisis kebijakan merupakan masalah yang
luas, pelik, menjadi perhatian public dan melibatkan banyak pihak.
Adapun masalah yang terstruktur dengan baik (wellstructured problem) di
bidang pendidikan yaitu masalah yang melibatkan satu atau beberapa
orang pembuat keputusan di lingkungan pendidikan dengan sedikit
alternatif kebijakan.
Begitu Masalah yang terstruktur secara moderat (Moderately
structured problem) di lembaga pendidikan, yaitu masalah yang
melibatkan beberapa pembuat keputusan pendidikan seta Adapun masalah
yang terstruktur dengan baik (wellstructured problem) di bidang
pendidikan yaitu masalah yang melibatkan satu atau beberapa orang
pembuat keputusan di lingkungan pendidikan dengan sedikit alternatif
kebijakan.
Begitu Masalah yang terstruktur secara moderat (Moderately
structured problem) di lembaga pendidikan, yaitu masalah yang
melibatkan beberapa pembuat keputusan pendidikan seta sejumlah
alternatif yang relatif terbatas. Termasuk masalah yang terstruktur secara
rumit (Ill structured problem) di bidang pendidikan, yaitu masalah yang
melibatkan banyak pembuat keputusan pendidikan yang berbeda, terdapat
konflik diantara tujuan, serta alternatif dan hasilnya tidak bisa/sulit untuk
12
diketahui. Dalam kenyataannya banyak masalah-masalah kebijakan yang
penting terstruktur secara rumit, sementara masalah mudah dan sedang,
jarang terdapat dalam setting pemerintahan yang kompleks. Perbedaan
ketiga jenis masalah, bisa dilihat dalam tabel 2.1 berikut.
Tabel 2.1 Struktur Masalah-masalah dalam Analisis Kebijakan Pendidikan
Structure of Problem
13
2) analisisnya tidak konvensional, yakni bersifat modifikasi atau penolakan
pada ide-ide sebelumnya, 3) proses analisis memerlukan keteguhan dan
motivasi tinggi, sehingga analisnya terjadi dalam intensitas tinggi serta
waktu yang lama, 3) hasil analisis dipandang berharga oleh pembuat
kebijakan, dan stakeholder lainnya, karena menghasilkan solusi yang tepat
atas masalah yang dihadapi, 4) masalah yang dihadapi begitu kabur dan
rumit, sehingga tugas pertamanya adalah merumuskan masalah itu sendiri.
14
Begitu Masalah yang terstruktur secara moderat (Moderately
structured problem) di lembaga pendidikan, yaitu masalah yang
melibatkan beberapa pembuat keputusan pendidikan seta sejumlah
alternatif yang relatif terbatas. Termasuk masalah yang terstruktur secara
rumit (Ill structured problem) di bidang pendidikan, yaitu masalah yang
melibatkan banyak pembuat keputusan pendidikan yang berbeda, terdapat
konflik diantara tujuan, serta alternatif dan hasilnya tidak bisa/sulit untuk
diketahui. Dalam kenyataannya banyak masalah-masalah kebijakan yang
penting terstruktur secara rumit, sementara masalah mudah dan sedang,
jarang terdapat dalam setting pemerintahan yang kompleks. Perbedaan
ketiga jenis masalah, bisa dilihat dalam tabel 2.1 berikut.
Tabel 2.2 Struktur Masalah-masalah dalam Analisis Kebijakan Pendidikan
Structure of Problem
15
Menstrukturkan masalah, diperlukan kreativitas seorang analis
kebijakan, dan keberhasilan dalam hal ini akan mendorong keberhasilan
dalam memecahkan masalah. Penstrukturan masalah bersifat kreatif apabila
terdapat salah satu kondisi berikut ini, yaitu: 1) hasil analisis punya sifat
kebaruan, sehingga orang tidak akan dapat menghasilkan solusi yang sama,
2) analisisnya tidak konvensional, yakni bersifat modifikasi atau penolakan
pada ide-ide sebelumnya, 3) proses analisis memerlukan keteguhan dan
motivasi tinggi, sehingga analisnya terjadi dalam intensitas tinggi serta
waktu yang lama, 3) hasil analisis dipandang berharga oleh pembuat
kebijakan, dan stakeholder lainnya, karena menghasilkan solusi yang tepat
atas masalah yang dihadapi, 4) masalah yang dihadapi begitu kabur dan
rumit, sehingga tugas pertamanya adalah merumuskan masalah itu sendiri.
16
2006). Berangkat dari gambaran kondisi tersebut, tulisan singkat ini
berupaya untuk dapat memberikan pemahaman mengenai proses
pembuatan kebijakan dan berbagai pertimbangan yang meliputinya,
khususnya yang terkait dengan tahapan perumusan kebijakan (policy
formulation).
Perumusan kebijakan dalam prakteknya akan melibatkan
berbagai aktor, baik yang berasal dari aktor negara maupun aktor non
negara atau yang disebut sebagai pembuat kebijakan resmi (official
policy makers) dan peserta non pemerintahan (Anderson, 2006).
Pembuatan kebijakan resmi adalah mereka yang memiliki kewenangan
legal untuk terlibat dalam perumusan kebijaka publik. Mereka terdiri atas
legislatif, eksekutif, badan administratif, serta pengadilan. Legislatif
merujuk kepada anggota kongres/dewan yang seringkali dibantu oleh
para staffnya. Eksekutif merujuk pada Presiden dan jajaran kabinetnya.
Administratif merujuk pada lembaga-lembaga pelaksana kebijakan.
Pengadilan mempunyai peran besar dalam merumuskan kebijakan
melalui kewenangan melalui kewenangan mereka terhadap undang-
undang dasar. Dengan kewenangan ini, keputusan pengadilan bisa
mempengaruhi isi dan bentuk dari sebuah kebijakan publik (Anderson,
2006)
Selain pembuat kebijakan resmi, terdapat pula peserta lain yang
terlibat dalam proses kebijakan yang meliputi kelompok partai politik,
organisasi penelitian, media komunikasi, serta individu masyarakat.
Mereka disebut sebagai peserta non pemerintahan (non governmental
participants) karena penting atau dominannya peran mereka dalam
sejumlah situasi kebijakan, tetapi mereka tidak memiliki kewenangan
legal untuk membuat kebijakan yang mengikat. Peranan mereka biasanya
adalah dalam menyediakan informasi , memberikan tekanan, serta
mencoba untuk memperngaruhi (Anderson, 2006). Terkait keterlibatan
peserta dalam pembuatan kebijakan ini, khususnya dalam tahapan
perumusan kebijakan, maka tahap perumusan kebijakan diharapkan
17
melibatkan peserta yang lebih sedikit dibandingkan dalam tahapan
penetapan agenda. Dalam tahapan ini yang lebih banyak diharapkan
adalah kerja dalam merumuskan alternatif kebijakan yang mengambil
tempat di luar perhatian publik. Dalam sejumlah teks standar kebijakan,
tahap perumusan disebut sebagai sebuah fungsi ruang belakang. Detail
dari kebijakan biasanya dirumuskan oleh staff dari birokrasi pemerintah,
komite legislatif, serta komisi khusus. Proses perumusan ini biasanya
dilakukan di ruang kerja para pembuat kebijakan tersebut.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Tipologi sering digunakan untuk merujuk kepada kategorisasi
kebijakan publik agar dapat dikaji atau dianalisis lebih baik. Tujuan
18
kategorisasi tidak lain adalah agar kita bisa mengkaji dan memahami
kebijakan publik tersebut dengan baik. Banyak pakar politik atau lainnya
telah menyusun tipologi atau kategorisasi kebijakan public, salah
satunya yaitu menurut:
James E. Anderson (Negara, 2008) jenis-jenis kebijakan yaitu:
1. Substantive and procedural policies
a. Substansive: kebijakan pendidikan dilihat dari substansi masalah yang
dihadapi oleh pemerintah. Misalnya: kebijakan pendidikan, kebijakan
ekonomi dan lainlain.
b. Procedural : pihak-pihak yg terlibat dalam perumusan kebijakan
pendidikan (policy stakeholders).
c. Distributive, redistributive, and regulatory policies. Suatu kebijakan
yang mengatur tentang pemberian pelayanan/ keuntungan kepada
individu-individu, kelompok-kelompok, atau perusahaan-perusahaan.
2. Pulic goods and private goods policy
a. Public goods policy. Suatu kebijakan yang mengatur tentang
penyediaan barangbarang/ pelayanan-pelayanan oleh pemerintah, untuk
kepentingan orang banyak.
b. Private goods policy Suatu kebijakan yang mengatur tentang
penyediaan barangbarang/ pelayanan-pelayanan oleh pihak swasta,
untuk kepentingan individu-individu (perorangan) di pasar bebas,
dengan imbalan.
Kebijakan publik adalah suatu kebijakan yang dibentuk oleh pemerintah
dan berfungsi untuk mencapai tujuan tertentu dalam masyarakat dan didalam
pembuatannya ada penyusunan. Kebijakan publik bisa terbentuk karena
melewati tahap-tahap kebijakan publik.
Menstrukturkan masalah, diperlukan kreativitas seorang analis
kebijakan, dan keberhasilan dalam hal ini akan mendorong keberhasilan
dalam memecahkan masalah. Penstrukturan masalah bersifat kreatif apabila
terdapat salah satu kondisi berikut ini, yaitu: 1) hasil analisis punya sifat
kebaruan, sehingga orang tidak akan dapat menghasilkan solusi yang sama, 2)
19
analisisnya tidak konvensional, yakni bersifat modifikasi atau penolakan pada
ide-ide sebelumnya, 3) proses analisis memerlukan keteguhan dan motivasi
tinggi, sehingga analisnya terjadi dalam intensitas tinggi serta waktu yang
lama, 3) hasil analisis dipandang berharga oleh pembuat kebijakan, dan
stakeholder lainnya, karena menghasilkan solusi yang tepat atas masalah yang
dihadapi, 4) masalah yang dihadapi begitu kabur dan rumit, sehingga tugas
pertamanya adalah merumuskan masalah itu sendiri.
B. Saran
Semoga ilmu pengetahuan dan wawasan kita dapat bertambah setelah
mempelajari materi ini. Penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang
membangun dari pembimbing pengampu mata kuliah dan teman-teman demi
perbaikan makalah ke depannya.
DAFTAR PUSTAKA
20
https://edukasi.kompas.com/read/2019/12/11/13091211/4-gebrakan-merdeka-
belajar-mendikbud-nadiem-termasuk-penghapusan-un?page=all
21