Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH

PEDAGOGIK
tentang
PEDAGOGIK DAN HUBUNGANNYA DENGAN IMTAQ DAN IPTEK SERTA UNSUR-
UNSUR BUDAYA YANG BERSIFAT UNIVERSAL

Oleh:
Kelompok 3

1. Rifki Dermawan (19124031)


2. Salwa Annisa Hasri (19124033)
3. Trisna Levia (19124036)

Dosen Pengampu Mata Kuliah :


Dr. Farida F,S.Pd, M.Pd, M.T
Dr.Yanti Fitria,S.Pd, M.Pd

Skor
No. Aspek yang dinilai Penilaian 1 2 3 4 5
1 Kedalaman Kajian
2 Logika Penulisan dan Tata Tulis
(Sesuai EBI dan rapi)
3 Keluwesan/Kecukupan Referensi
4 Gaya Presentasi dan Penguasaan
5 Ketepatan Waktu
6 Kreatifitas
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DASAR
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN PASCASARJANA
UNIVERSITAS NEGERI PADANG
2020
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT, yang telah
menjadikan manusia sebagai makhluk sempurna yang dilengkapi dengan
akal pikiran, supaya manusia mampu memanfaatkannya untuk memenuhi
kebutuhan hidup. Kemudian shalawat beserta salam penulis sampaikan
kepada Nabi Muhammad SAW selaku utusan Allah SWT yang bertugas untuk
menyampaikan risalah-Nya sebagai petunjuk dan peringatan untuk manusia.
Penulisan makalah ini menjadi suatu bahan bagi penulis untuk
memenuhi tugas mata kuliah Pedagogik. Secara umum makalah ini memuat
materi pedagogik dan hubungannya dengan imtaq dan iptek serta unsur-
unsur budaya yang universal. Penulis telah berusaha maksimal membuat
makalah ini, walaupun masih ada kekurangan. Pada kesempatan ini, penulis
tidak lupa menyampaikan rasa terima kasih dan penghargaan kepada pihak
yang ikut membantu dalam penyelesaian makalah ini terutama kepada:
1. Ibu Dr.Farida F, S.Pd, M.Pd, M.T dan Ibu Dr.Yanti Fitria,S.Pd, M.Pd
selaku dosen pengampu mata kuliah yang senantiasa memberikan
arahan dalam proses perkuliahan.
2. Teman-teman yang membantu dalam mengerjakan tugas ini serta
pihak-pihak lain yang tidak dapat disebutkan satu persatu.
Semoga bimbingan dan bantuan yang telah diberikan, menjadi amal
kebaikan disisi Allah SWT. Penulis mengharapkan kritikan dan saran demi
kemajuan penulis dimasa depan. Semoga makalah ini dapat memberikan
manfaat kepada semua pihak, baik yang terkait secara langsung maupun
tidak langsung.Akhir kata, semoga Allah SWT selalu memberikan kekuatan
dan memberkahi semua amal baik yang telah kita perbuat. Amin.

Padang, 28 Februari
2020

i
Penulis

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................ i
DAFTAR ISI.......................................................................................................... ii
I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah........................................................................... 1
B. Rumusan Masalah..................................................................................... 2
C. Tujuan Penulisan....................................................................................... 2

II PEMBAHASAN
A. Hubungan Pedagogik dengan imtaq dan Iptek......................................... 3
B. Pengaplikasian Imtaq dan Iptek dalam Pembelajaran.............................. 9
C. Unsur-unsur Budaya yang Bersifat Universal.......................................... 12

III PENUTUP
A. Kesimpulan............................................................................................... 17
B. Saran......................................................................................................... 17

DAFTAR RUJUKAN............................................................................................ 18

ii
I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dikotomi keilmuan, itulah hal yang mengemuka dalam praktek pendidikan
dewasa, ilmu agama dipandang memiliki kutub tersendiri yang secara ekstrim terpisah
dengan ilmu umum. Sehingga wajar ketika Imam Samudra (2004) dalam bukunya Aku
Melawan Teroris menyebutkan bahwa praktek pendidikan di sekolah umum bersifat
sekuler. Kurikulum pendidikan di sekolah secara terencana memisahkan antara ilmu
umum dengan ilmu agama, bahkan yang lebih mirisnya bahwa alokasi jam pelajaran
untuk ilmu agama sangat jauh presentasenya jika dibanding dengan ilmu umum.
Pendikotomian ini menurutnya merupakan simbol kejatuhan umat Islam, karena
sesungguhnya setiap aspek harus dapat mengungkapkan relevansi Islam dalam ketiga
sumbu tauhid. Pertama, kesatuan pengetahuan; Kedua, kesatuan hidup; Ketiga,
kesatuan sejarah. Dikotomi keilmuan sebagai penyebab kemunduran berkepanjangan
umat Islam sudah berlangsung sejak abad ke-16 hingga abad ke-17 yang dikenal
sebagai abad stagnasi pemikiran Islam. Dikotomi ini pada kelanjutannya berdampak
negatif terhadap kemajuan Islam. (Abuddin 2002)

Sementara (Abuddin 2002) mengungkapkan bahwa setidaknya terdapat empat


masalah akibat dikotomi ilmu-ilmu umum dan ilmu-ilmu agama, yaitu sebagai berikut:

1. Munculnya ambivalensi dalam sistem pendidikan Islam; di mana selama ini,


lembaga-lembaga semacam pesantren dan madrasah mencitrakan dirinya sebagai
lembaga pendidikan Islam dengan corak tafaqquh fil al din yang menganggap
persoalan mu’amalah bukan garapan mereka; sementara itu, modernisasi sistem
pendidikan dengan memasukan kurikulum pendidikan umum ke dalam lembaga
tersebut telah mengubah citra pesantren sebagai lembaga taffaquh fil adin tersebut.
Akibatnya, telah terjadi pergeseran makna bahwa mata pelajaran agama hanya
menjadi stempel yang dicapkan untuk mencapai tujuan sistem pendidikan modern
yang sekuler.

2. Munculnya kesenjangan antara sistem pendidikan Islam dan ajara Islam. Sistem
pendidikan yang ambivalen mencerminkan pandangan dikotomis yang memisahkan
ilmu-ilmu umum dan agama.
1
3. Terjadinya disintegrasi sistem pendidikan Islam, dimana masing-masing sistem
(modern/umum) barat dan agama tetap bersikukuh mempertahankan kediriannya.

4. Munculnya inferioritas pengelola lembaga pendidikan Islam. Hal ini disebabkan


karena pendidikan barat kurang menghargai nilai-nilai kultur dan moral.

Wacana tentang integrasi antara ilmu dan agama sesungguhnya sudah muncul
cukup lama, mesti tidak menggunakan kata integrasi secara ekplisit, di kalangan
muslim modern gagasan perlunya pemaduan ilmu dan agama, atau akal dengan wahyu
(iman) sudah cukup lama beredar. Cukup popular juga di kalangan muslim pandangan
bahwa pada masa kejayaan sains dalam peradaban Islam, ilmu dan agama telah
integrated.

B. Rumusan Masalah
1. Apa hubungan imtaq dan iptek terhadap pedagogik?
2. Bagaimana Pengimplikasian iptaq dan Iptek dalam pembelajaran?
3. Apa saja sifat-sifat budaya yang bersifat universal (sifat terpuji dan tercela)?

C. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui hubungan imtaq dan iptek
2. Mengetahui pengaplikasian imtaq dan iptek dalam pembelajaran.
3. Mengetahui sifat budaya yang universal.

2
II. PEMBAHASAN

A. PEDAGOGIK DAN INTEGRASI DENGAN IMTAK DAN IPTEK

Integrasi dapat dimaknai sebagai proses memadukan nilai-nilai tetentu terhadap


sebuah konsep lain sehingga menjadi suatu kesatuan yang koheren dan tidak bisa
dipisahkan atau proses pembauran hingga menjadi satu kesatuan yang utuh dan bulat.
Integrasi antara Imtaq dan Iptek esensinya adalah perpaduan antara dimensi agama dan
ilmu. Oleh karenanya, untuk melihat berbagai kemungkinan dari model integrasi antara
Imtaq dan Iptek, penulis terlebih dahulu akan memetakan konsep ilmu dan agama serta
titik temu dan titik pembeda diantara keduanya.

Secara etimologis kata agama sering diungkapkan dalam bentuk yang berbeda
seperti agama, igama dan ugama. Agama berasal dari bahasa Sansekerta, a berarti
“tidak” dan gama berarti “kacau”. Bahasa Sansekerta sendiri termasuk rumpun bahasa
Indo-Jerman. Kata ga atau gam berasal dari bahasa Belanda dan ge bahasa Inggris yang
artinya sama dengan gam kata ini identik dengan go yang berarti pergi. Setelah
mendapat awalan dan akhiran a maka pengertiannya menjadi jalan, cara jalan, cara-
cara sampai kepada keridhoan Tuhan. Secara terminologis, agama dapat diartikan
bahwa agama dalam arti luas merupakan suatu penerimaan terhadap aturan-aturan dari
suatu kekuatan yang lebih tinggi, dengan jalan melakukan hubungan yang harmonis
dengan realitas yang lebih agung dari dirinya sendiri, yang memerintahkan untuk
mengadakan kebaktian, pengabdian, dan pelayanan yang setia.(Uyoh 2003)

Sekurang-kurangnya terdapat empat ciri agama, pertama, adanya kepercayaan


terhadap yang Maha Gaib, Maha Suci, Maha Agung, sebagai pencipta alam semesta.
Kedua, Melakukan hubungan dengan hal-hal di atas, dengan berbagai cara seperti
misalnya dengan mengadakan upacara-upacara ritual, pemujaan, pengabdian dan
sebagainya. Dalam Islam melakukan hubungan dengan maha pencipta (Rab), dengan
mengucapkan dua kalimah syahadat sebagai awal pengakuan bahwa Allah sebagai
Rab dan Muhammad sebagai Rasul-Nya, melaksanakan shalat lima waktu,
melaksanakan puasa, membayar zakat bagi yang sudah nisab, melaksanakan ibadah
haji bagi yang mampu. Adanya suatu ajaran (doktirn) yang harus dijalankan oleh

3
setiap penganutnya. Dalam Islam doktrin itu terdiri dari tiga aspek yaitu Iman, Islam
dan Ihsan. Ketiga, Menurut pandangan Islam, bahwa ajaran atau doktrin tersebut
diturunkan oleh Rab tidak langsung pada setiap manusia, melainkan melalui nabi-
nabi dan rasul-rasul–Nya sebagai orang pilihanNya. Maka menurut pandangan Islam,
adanya rasul dan kitab suci merupakan syarat mulak adanya agama.(Uyoh 2003)

Berdasarkan ciri di atas, maka dapat tarik salah satu kesimpulan bahwa
agama merupakan ajaran (dokrin) yang sumbernya dari Tuhan, sehingga kebenaran
timbul mengikuti proses wahyu yang datang dari Tuhan melalui suatu perantara,
adapun ketika wahyu itu sudah turun, maka manusia dapat mencari kebenaran agama
dengan mempelajari sumber utama dari agama yang dimaksud, dalam hal ini Kitab
Suci, jika dalam Islam sumbernya Al Qur’an, Sunnah dan Ijtihad. Selain itu,
kebenaran agama dapat ditemukan dengan bertanya kepada Rasul sebagai utusan
Allah SWT yang menurunkan kebenaran. Ketika Rasulnya Meninggal, maka dapat
diperoleh dengan belajar kepada para Sahabat, Keluarga, Tabi’in dan para ulama
yang diberi hidayah oleh Allah SWT untuk memegang teguh kebenaran Illahi.

Adapun Ilmu adalah pengetahuan yang tersusun secara sistematis dengan


menggunakan metode ilmiah, ilmu dapat diartikan juga sebagai organisasi sistematik
dari suatu bangunan pengetahuan (body of knowledge) beserta pengembangannya.
Ilmu juga merupakan kegiatan intelektual tentang dunia fisik untuk menemukan
penjelasan umum tentang gejala dan hubungan gejala yang terjadi secara alamiah.
Batasan pengertian tentang ilmu bahwa Ilmu adalah pengetahuan yang sadar menuntut
kebenaran yang bermetodos, bersistem dan berlaku universal. Pada umumnya ilmu
diperoleh melalui observasi dan eksperimentasi dalam kerangka penelitian ilmiah.

Kebenaran Ilmu diperoleh melalui proses berfikir ilmiah atau melalui suatu
tahapan sistematis dengan menggunakan metode Ilmiah. Berpikir ilmiah adalah
berpikir secara sistematis yang didukung oleh serangkaian fakta, asumsi serta
seperangkat teori yang sudah teruji kebenaranya secara empiris. Berpikir ilmiah
dapat diartikan juga sebagai berfikir dengan menggunakan metodologi ilmiah.
Langkah- langkah berfikir ilmiah sebagai berikut menurut (Rasyidin 2006)

1. Timbulnya masalah, apa masalahnya, identifikasi dan klasifikasikan

4
2. Mengumpulkan info yang relevan dan bermakna

3. Merumuskan hipotesis

4. Mengumpulkan data dan analisis data

5. Uji coba hipotesis

6. Evaluasi dan koordinasi semua hasil berfikir

Ilmu, dan agama bertujuan sekurang-kurangnya berurusan dalam hal yang sama
yaitu kebenaran. sifat dari agama memberikan kebenaran secara komprehenshif,
adapun ilmu menuntut dan mendeskripsikan kebenaran berdasarkan hasil kajian
empiris dengan menggunakan metode ilmiah, ilmu pun dapat terlahir sebagai produk
dari filsafat dan agama. Ilmu dengan metodenya sendiri mencari kebenaran tentang
alam (termasuk di dalamnya manusia), adapun agama dengan karakteristiknya sendiri
memberikan jawaban atas segala persoalan asasi yang dipertanyakan manusia, baik
tentang alam maupun tentang manusia, sementara seni berada pada wilayah rasa yang
dapat dihasilkan dari pemikiran agama, ilmu maupun filsafat.
Ilmu mampu membantu agama merevitalisasi diri dengan beberapa cara.
Pertama, kesadaran kritis dan sikap realistis yang dibentuk oleh ilmu sangat berguna
untuk mengelupaskan sisi- sisi ilusoris agama, bukan untuk menghancurkan agama,
melainkan untuk menemukan hal-hal yang lebih esensial dari agama. Dalam
praksisnya, banyak hal dalam kehidupan beragama yang mungkin saja bersifat ilusoris,
yang membuat agama-agama bersifat oversensitive sehingga mudah menimbulkan
konflik yang akhirnya justru menggerogoti martabat agama sendiri tanpa disadari.
Kedua, kemampuan logis dan kehati-hatian mengambil kesimpulan yang dipupuk
dalam dunia ilmiah menjadikan kita mampu menilai secara kritis segala bentuk tafsir
baru yang kini makin hiruk pikuk dan membingungkan. Ketiga, lewat temuan-temuan
barunya, ilmu dapat merangsang agama untuk senantiasa tanggap memikirkan ulang
keyakinan-keyakinannya secara baru dengan begitu menghindarkan agama itu sendiri
dari bahaya stagnasi dan pengaratan. Keempat, temuan-temuan ilmu pengetahuan dan
teknologi pun dapat memberi peluang-peluang baru bagi agama untuk makin
mewujudkan idealism-idealismenya secara konkret, terutama yang menyangkut
kemanusiaan umum. (Bagir 2005)

5
Agama pun sebetulnya dapat membantu ilmu agar tetap manusiawi dan selalu
menyadari persoalan-persoalan konkret yang harus dihadapinya. Pertama, agama
dapat selalu mengingatkan bahwa ilmu bukanlah satu-satunya jalan menuju kebenaran
dan makna terdalam kehidupan manusia. Dalam dunia manusia, terdapat relitas
pengalaman batin yang membentuk makna dan nilai. Hal itu merupakan wilayah yang
tidak banyak disentuh oleh ilmu, wilayah yang ambigu tetap riil. Kedua, agama dapat
juga selalu mengingatkan ilmu dan teknologi untuk senantiasa membela nilai
kehidupan dan kemanusiaan bahkan di atas kemajuan pengetahuan itu sendiri. Ketiga,
agama dapat membantu ilmu memperdalam penjelajahan di wilayah kemungkinan-
kemungkinan adikodrati atau supranatural. Apalagi jika wilayah-wilayah itu memang
merupakan ujung tak terelakkan dari aneka pencarian ilmiah yang serius saat ini.
Keempat, agama pun dapat selalu menjaga sikap mental manusia gar tidak mudah
terjerumus kedalam mentalitas pragmatis instrumental, yang menganggap bahwa
sesuatu dianggap bernilai sejauh jelas manfaatnya dan dapat diperalat untuk
kepentingan kita.

Pandangan tentang intergasi lainnya yang membagi pendekatan ilmu dan


agama menjadi konflik, kontras, kontak, dan konfirmasi. Konflik terjadi akibat
pengaburan batas-batas sains dan agama, keduanya dianggap bersaing dalam menjawab
pertanyaan-pertanyaan yang sama sehingga orang harus memilih salah satunya,
karenanya langkah pertama adalah menarik garis pemisah untuk menunjukkan kontras
kedunya. Langkah berikutnya setelah perbedaan keduanya jelas, baru bisa di lakukan
kontak, langkah ini didorong oleh dorongan psikologis yang kuat bahwa bagaimanapun
bidang-bidang ilmu yang berbedaa perlu dibuat koheren. (Bagir 2005)

Disini implikasi teologis teori ilmiah ditarik ke wilayah teologis, bukan untuk
membuktikan dokrin keagamaan, melainkan sekedar menafsirkan temuan ilmiah dalam
kerangka makna keagamaan demi memahami teologi dengan lebih baik. Dasarnya
adalah keyakinan bahwa apa yang dikatakan sains mengenai alam punya relevansi
dengan pemahaman keagamaan. Batang tubuh sains sendiri tak berubah sama sekali,
tak ada data empiris yang disentuh. Gerakan ini melangkah lebih jauh pada konfirmasi
dengan upaya membongkar sains beserta asumsi metafisikanya pada pandangan dasar
agama mengenai realitas-realitas yang setidak-tidaknya dalam tiga agama mototesitik,

6
pada akhirnya berakar pada wujud yang disebut Tuhan.

Sementara Sudarminta, SJ, pernah mengajukan apa yang disebutnya “integrasi


yang valid”, tetapi pada kesempatan lain mengkritik “integrasi yang naïf” (istilah yang
digunakannya untuk menyebut kecenderungan pencocok-cocokkan secara dangkal
ayat-ayat kitab suci dengan temuan-temuan ilmiah). Satu faktor yang akan menentukan
bentuk “integrasi yang valid” adalah menyangkut tujuan melakukan integrasi. Adapun
tujuannya adalah memadukan keduanya dengan satu atau lain cara. Memadukan tak
harus berarti menyatukan atau bahkan mencampuradukan. Identitas atau watak dari
masing-masing kedua entitas itu tak mesti hilang atau tetap harus dipertahankan.
Integrasi yang “konstruktif” ini dapat dimaknai sebagai suatu upaya integrasi yang
menghasilkan kontribusi baru (untuk sains dan/atau agama) yang tidak dapat diperoleh
jika keduanya terpisah. Bahkan integrasi diperlukan untuk menghindari dampak
negative yang mungkin muncul jika keduanya berjalan sendiri-sendiri.

Menurut (Bagir 2005) ia mengembangkan beberapa model integrasi antara ilmu


dan agama. Model-model tersebut diklasifikasi dengan menghitung jumlah konsep
dasar yang menjadi komponen utama model itu. Jika hanya ada satu, model itu disebut
model monadik. Jika ada dua disebut model diadik. Jika ada tiga disebut model triadik,
jika ada empat disebut model tetradik,dan jika terdapat lima komponen disebut model
pentadik. Model monadik sangat popular dikalangan fundamentalis, religious, atau
sekuler. Kalangan religious menyatakan agama merupakan keseluruhan yang
mengandung semua cabang kebudayaan. Sementara kelangan sekuler menganggap
agama sebagai salah satu cabang kebudayaan. Dalam fundamentalisme religious,
agama dianggap sebagai satu-satunya kebenaran dan sains hanyalah salah satu cabang
kebudayaan sedangkan dalam fundamentalisme sekuler, kebudayaanlah yang
merupakan ekspresi manusia dalam mewujudkan kehidupan yang berdasarkan sains
sebagai satu-satunya kebenaran.

Dengan model monadik totalistik seperti ini tidak mungkin terjadi koeksistensi
antara agama dan sains karena keduanya menegaskan eksistensi atau kebenaran yang
lainnya. Maka hubungan antara kedua sudut pandang ini tidak dapat tidak adalah
konflik seperti yang dipetakan Barbour atau John F. Haught mengenai hubungan antara
sains dan agama yang secara sekilas sudah diuraikan sebelumnya. Tampaknya
7
pendekatan totalistik ini sulit untuk digunakan sebagai landasan integrasi sains dan
agama di lembaga-lembaga pendidikan dari TK hingga Perguruan Tinggi.

AGAMA

SAINS

Model Monadik Totalistik

Mengingat kelemahan model monadik, diajukan model kedua, yaitu model


diadik. Terdapat beberapa varian dari mdoel diadik ini. Pertama mengatakan bahwa
sains dan agama adalah dua kebenaran yang setara. Sains membicarakan fakta
alamiah, sedangkan agama membicarakan nilai ilahiah. Model ini dapat disebut
dengan model diadik kompartementer atau relasi independensi.

SAINS AGAMA

Model Diadik Independen


Varian kedua dari model diadik dapat dinyatakan oleh gambar sebuah
lingkaran yang terbagi oleh sebuah garis lengkung menjadi dua bagian yang sama
luasnya, seperti pada simbol dari Tao dalam tradisi China. Dalam model ini, sains dan
agama adalah kesatuan yang tak terpisahkan. Hal ini bisa direlevansikan dengan
menyimak apa yang diungkapkan Caora bahwa Sains tak membutuhkan mistisme dan
mistisme tak membutuhkan sains. Akan tetapi manusia membutuhkan keduanya.

8
Model ini dapat disebut sebagai mdoel diadik komplementer.

9
Varian ke tiga dapat dilukiskan secara diagram dengan dua buah lingkaran
sama besar yang saling berpotongan. Jika dua diagram itu mencerminkan sains dan
agama akan terdapat sebuah kesamaan. Kesamaan itulah yang merupakan dialog
antara sains dan agama. Misalnya Maurice Buccalille menemukan sejumlah fakta
ilmiah didalam kitab suci Al qur’an. Atau para ilmuwan yang menemukan sebuah
bagian otak yang disebut the god spot yang dipandang sebagai pusat kesadaran
religious manusia. Model ini disebut sebagai model diadik dialogis.

SAINS AGAMA

Model Diadik Dialogis

Mode ketiga adalah model triadik sebagai suatu koreksi terhadap model diadik
independen. Dalam model triadik ada unsur ketiga yang yang menjembatani sains dan
agama, yaitu filsafat. Model ini diajukan oleh kaum teosofis yang bersemboyankan
“there is no religion higher than truth” . Kebenaran adalah kesamaan antara sains,
filsafat, dan agama.

SAINS FILSAFAT AGAMA

Model Triadik Komplementer

B. IMPLIKASI DALAM PEMBELAJARAN

Bagaimana integrasi Iptek dan Imtaq itu bisa diwujudkan dalam praktek
pembelajaran? Tentunya harus dilihat secara komprehenship tentang konsep
pembelajaran itu sendiri. Jika pembelajaran dimaknai sebagai seperangkat komponen

10
rancangan pelajaran yang memuat hasil pilihan dan ramuan profesional perancang/guru
untuk dibelajarkan kepada peserta didiknya. Rancangan ini meliputi 5 komponen
(M3SE) yakni; (1) Materi atau bahan pelajaran, (2) Metode atau kegiatan belajar-
mengajar, (3) Media pelajaran atau alat bantu, (4) Sumber sub 1-2-3, (5) Pola Evaluasi
atau penilaian perolehan belajar. maka proses integrasi antara Iptek dan Imtaq dalam
pembelajaran dapat dilakukan melalui paduan keduanya dalam seluruh komponen
pembelajaran, Dalam tataran operasional, maka integrasi tersebut dapat dimulai dari
perumusan tujuan institusional, tujuan kurikulum dan tujuan
insturksional/pembelajaran yang menunjukkan adanya misi integrasi. Tujuan tersebut
akan menjadi payung bagi guru dalam merencanakan komponen-komponen lainnya,
jika rumusan tujuannya menunjukkan adanya misi integrasi antara ilmu dan agama,
maka materi, metode, media, sumber dan evaluasinya pun tentunya akan senapas
dengan tujuan tersebut.

Untuk mencapai hal tersebut, maka diperlukan sosok guru professional yang
mampu membuat sebuah ramuan perencanaan pembelajaran berbasis Imtaq dan Iptek.
Prasyaratnya guru ideal yang diharapkan dapat mendukung proses integrasi tersebut
dapat mengacu kepada prinsip profesionalitas guru yang telah ditetapkan dalam UU No
14 tahun 2005 bab III pasal 7 sebagai berikut:

a. Memiliki bakat, minat, panggilan jiwa dan idealisme

b. Memiliki komitment untuk meningkatkan mutu pendidikan, keimanan,


ketakwanaan dan akhlak mulia

c. Memiliki kualifikasi akademik dan latar belakang pendidikan sesuai dengan


bidang tugas.
d. Memiliki kompetensi yang diperlukan sesuai dengan bidang tugas.

e. Memiliki tanggung jawab atas pelaksanaan tugas keprofesionalan

f. Memperoleh penghasilan yang ditentukan sesuai prestasi kerja

g. Memiliki kesempatan untuk mengembangkan keprofesionalan secara


berkelanjutan dengan belajar sepanjang hayat.

h. Memiliki jaminan perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas


keprofesionalan, dan
11
i. Memiliki organisasi profesi yang mempunyai kewenangan mengatur hal-hal yang
berkaitan dengan tugas keprofesionalan guru.
Adapun PP No 74 tahan 2008 tentang guru pasal 3 ayat 2 serta Permendiknas
No 16 tahun 2007 tentang standar kualifikasi akademik dan kompetensi guru
menyebutkan bahwa terdapat empat kompetensi utama yang harus dimiliki guru dalam
melaksanakan tugas-tugas profesionalisme keguruannya, yakni kompetensi pedagogik,
kompetensi kepribadian, kompetensi sosial dan kompetensi professional. Sebagai
seorang professional, dalam melaksanakan tugasnya guru harus mengacu kepada UU
No 14 tahun 2005 pasal 20 yang mengungkapkan bawah guru berkewajiban untuk:
1. Merencanakan pembelajaran, melaksanakan proses pembelajaran yang bermutu,
serta menilai dan mengevaluasi hasil pembelajaran
2. Meningkatkan dan mengembangkan kualifikasi akademik dan kompetensi secara
berkelanjutan sejalan dengan perkembangan ilmu pengetauan, teknologi dan seni
3. Bertindak objektif dan tidak diskriminatif atas dasar pertimbangan jenis kelamin,
agama, suku, ras dan kondisi fisik tertentu atau latar belakang keluarga dan status
sosial ekonomi peserta didik dalam pembelajaran
4. Menjungjung tinggi peraturan perundang-undangan, hukum dan kode etik guru
serta nilai-nilai agama dan etika.
5. Memelihara dan memupuk persatuan dan kesatuan bangsa

Berdasarkan kewajiban tersebut di atas, maka jelaslah bahwa dalam prakteknya,


proses integrasi ilmu dan agama melalui pembelajaran akan sangat ditentukan oleh
kemampuan guru dalam meramu sebuah perencaan pembelajaran, karena ramuan
rencana pembelajaran memang merupakan kewajiban pokok seorang guru sebelum dia
melakukan interaksi pembelajaran bersama peserta didiknya.

Selain diperlukan sosok guru ideal yang mampu membuat ramuan perencanaan
pembelajaran berbasis Imtaq dan Iptek, dukungan iklim dan budaya sekolah pun akan
sangat menentukan hasil dari proses integrasi. Demikian halnya dengan ketersediaan
sarana dan prasarana yang mendukung. Peran kepemimpinan dari seorang kepala
sekolah akan sangat menentukan hal tersebut dapat terwujud. Disamping peran serta
yang optimal dari seluruh perangkat sekolah.

Selain melalui upaya di atas, dapat menjadi referensi para praktisi pendidikan

12
di lingkungan persekolahan dalam mengintegrasikan Iptek dan Imtaq. Menurutnya
bahwa terdapat empat tataran implemetasi integrasi Iptek dan Imtaq , yaitu tataran
konseptual, institusional, operasional, dan arsitektural.

Dalam tataran konseptual, integrasi Iptek dan Imtaq dapat diwujudkan melalui
perumusan visi, misi, tujuan dan program sekolah (rencana strategis sekolah), adapun
secara institusional, integrasi dapat diwujudkan melalui pembentukan institution
culture yang mencerminkan paduan antara Iptek dan Imtaq, sedangkan dalam tataran
operasional, rancangan kurikulum dan esktrakulikuler (Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan/KTSP) harus diramu sedemikian rupa sehingga nilai-nilai fundamental
agama dan ilmu terpadu secara koheren. Sementara secara arsitektural, integrasi dapat
diwujudkan melalui pembentukan lingkungan fisik yang berbasis Iptek dan Imtaq
seperti sarana ibadah yang lengkap, sarana laboratorium yang memadai, serta
perpustakaan yang menyediakan buku-buku agama dan ilmu umum secara lengkap.
(Kosasih 2007).

C. Unsur-Unsur Budaya yang Bersifat Universal


Makna tentang budaya dan kebudayaan tidak pernah lepas dari unsur-unsur
kebudayaan secara universal. Unsur kebudayaan universal terdiri dari 7 bagian. Yakni:
1. Bahasa
Suatu pengucapan yang indah dalam elemen kebudayaan dan sekaligus menjadi alat
perantara yang utama bagi manusia untuk meneruskan atau mengadaptasikan
kebudayaan. Ada dua bentuk bahasa yaitu lisan dan tulisan.
2. Sistem pengetahuan
Unsur ini berkisar pada pengetahuan tentang kondisi alam sekelilingnya dan sifat-
sifat peralatan yang dipakainya. Sistem pengetahuan meliputi ruang pengetahuan
tentang alam sekitar, flora dan fauna, waktu, ruang dan bilangan, sifat-sifat dan
tingkah laku sesama manusia, tubuh manusia.
3. Sistem kemasyarakatan atau organisasi sosial
Dimaknai sebagai sekelompok masyarakat yang anggotanya merasa satu dengan
sesamanya. Organisasi sosial meliputi: kekerabatan, asosiasi dan perkumpulan,
sistem kenegaraan, sistem kesatuan hidup, perkumpulan.
4. Sistem peralatan hidup dan teknologi

13
Teknologi di sini dimaknai sebagai jumlah keseluruhan teknik yang dimiliki oleh
para anggota suatu masyarakat, meliputi keseluruhan cara bertindak dan berbuat
dalam hubungannya dengan pengumpulan bahan-bahan mentah, pemrosesan bahan-
bahan itu untuk dibuat menjadi alat kerja, penyimpanan, pakaian, perumahan, alat
transportasi dan kebutuhan lain yang berupa benda material. Unsur teknologi yang
paling menonjol adalah kebudayaan fisik yang meliputi, alat-alat produksi, senjata,
wadah, makanan dan minuman, pakaian dan perhiasan, tempat berlindung dan
perumahan serta alat-alat transportasi.
5. Sistem mata pencaharian hidup
Ini merupakan segala usaha manusia untuk mendapatkan barang dan jasa yang
dibutuhkan. Sistem ekonomi ini meliputi, berburu dan mengumpulkan makanan,
bercocok tanam, peternakan, perikanan, dan perdagangan.
6. Sistem religi
Perpaduan antara keyakinan dan praktek keagamaan yang berhubungan dengan hal-
hal suci dan tidak terjangkau oleh akal. Sistem ini meliputi, sistem kepercayaan,
sistem nilai dan pandangan hidup, komunikasi keagamaan, dan upacara keagamaan.
7. Kesenian
Kesenian dapat dimaknai sebagai segala hasrat manusia terhadap keindahan. Bentuk
keindahan yang beraneka ragam itu timbul dari imajinasi kreatif yang dapat
memberikan kepuasan batin bagi manusia. Pemetaan bentuk kesenian dapat terbagi
menjadi tiga garis besar, yaitu; seni rupa, seni suara dan seni tari.
Menurut Gay Hendricks dan Kate Ludeman dalam Ari Ginanjar, terdapat
beberapa sikap religius yang tampak dalam diri seseorang dalam menjalankan
tugasnya, di antaranya:
a. Kejujuran
Rahasia untuk meraih sukses menurut mereka adalah dengan selalu
berkata jujur. Mereka menyadari, justru ketidak jujuran kepada pelanggan, orang
tua, pemerintah dan masyarakat, pada akhirnya akan mengakibatkan diri mereka
sendiri terjebak dalam keulitan yang berlarut- larut. Total dalam kejujuran
menjadi solusi, meskipun kenyataan begitu pahit.
b. Keadilan

14
Salah satu skill seseorang yang religius adalah mampu bersikap adil
kesemua pihak, bahkan saat ia terdesak sekalipun. Mereka berkata, “pada saat
saya berlaku tidak adil, berarti saya telah mengganggu keseimbangan dunia”.
c. Bermanfaat bagi orang lain
Hal ini merupakan salah satu bentuk sikap religius yang tampak dari diri
seseorang. Sebagaimana sabda Nabi saw: “sebaik-baik manusia adalah manusia
yang paling bermanfaat bagi manusia lain”.
d. Rendah Hati
Sikap rendah hati merupakan sikap tidak sombong, mau mendengarkan
pendapat orang lain dan tidak memaksakan gagasan atau kehendaknya. Dia tidak
merasa bahwa dirinyalah yang paling selalu benar mengingat kebenaran juga
selalu ada pada diri orang lain.
e. Bekerja Efisien
Mereka mampu memusatkan semua perhatian mereka pada pekerjaan
saat itu, dan begitu juga saat mengerjakan pekerjaan selanjutnya. Mereka
menyelesaikan pekerjaannya dengan santai, namun mampu memusatkan
perhatian mereka saat belajar dan bekerja.
f. Visi ke Depan
Mereka mampu mengajak orang ke dalam angan-angannya. Kemudian
menjabarkan begitu terinci, cara- cara untuk menuju kesana. Tetapi pada saat
yang sama ia dengan mantap menatap realitas masa kini.
g. Disiplin Tinggi
Mereka sangatlah disiplin. Kedisiplinan mereka tumbuh dari semnagat
penuh gairah dan kesadaran, bukan berangkat dari keharusan dan keterpaksaan.
Mereka beranggapan bahwa tindakan yang berpegang teguh pada komitmen
untuk kesuksesan diri sendiri dan orang lain adalah hal yang dapat
menumbuhkan energi tingkat tinggi.
h. Keseimbangan
Seseorang yang memiliki sifat religius sangat menjaga kesimbangan
hidupnya, khususnya empat aspek inti dalam kehidupannya, yaitu: keintiman,
pekerjaan, komunitas, dan spritualitas.

15
Dalam konteks pembelajaran, beberapa nilai religius tersebut bukan
tanggung jawab guru agama semata. Kejujuran tidak hanya disampaikan lewat
mata pelajaran saja, tetapi lewat mata pelajaran lainnya. Keberagamaan atau
religiusitas seseorang diwujudkan dalam berbagai sisi kehidupannya. Aktivitas
beragama bukan hanya terjadi ketika seseorang melakukan perilaku ritual, tetapi
juga ketika melakukan aktivitas lain yang didorong oleh kekuatan supranatural.
Bukan hanya berkaitan dengan aktivitas yang tidak tampak dan terjadi dalam hati
seseorang. (Setiawan and Musfiroh 2019)
Menurut Lickona sebagaimana dikutip oleh (Muhaimin 2010), bahwa untuk
mendidik karakter dan nilai-nilai yang baik kepada peserta didik diperlukan pendekatan
terpadu antara ketiga komponen sebagai berikut :
1. Moral Knowing, yang meliputi
a. Moral awareness (pengetahuan tentang moral atau baik dan buruk)
b. Knowing moral values (pengetahuan tentang nilai-nilai moral)
c. Prespective- taking (memanfaatkan pandangan orang/ulama tentang moral)
d. Moral reasoning (pertimbangan moral)
e. Decision making (membuat keputusan moral)
f. Self- knowledge (pengetahuan atau pemahaman tentang dirinya)
2. Moral Feeling, terdiri atas:
a. Consiciense (kesadaran akan moral atau baik-buruk)
b. Self- esteem (rasa harga diri)
c. Empathy (rasa empati)
d. Loving the good (cinta kebaikan)
e. Self- control (kontrol atau pengendalian diri)
f. Humality (rendah hati)
3. Moral Action, mencakup:
a. Competence (kompeten dalam menjalankan moral)
b. Will (kemauan berbuat baik dan menjauhi yang jahat)
c. Habit (kebiasaan berbuat baik dan menjauhi perbuatan yang jelek/jahat)
Nilai-Nilai pokok Pendidikan dikembangkan oleh guru Pendidikan Agama Islam,
antara lain: kereligiusan, kejujuran, kecerdasan, ketangguhan, kepedulian,

16
kedemokratisan, kesantunan, kedisiplinan, tanggung jawab, cinta ilmu, keingintahuan,
percaya diri, menghargai keberagaman, kepatuhan terhadap aturan.
Menurut (Suryadarma and Haq 2015), ada beberapa sikap yang tidak perlu
diterapkan pada etika dalam belajar atau di kehidupan sehari-hari diantaranya yaitu:
1. Riya
Riya secara bahasa artinya menampakan atau memperlihatkan. Sedangkan
menurut istilah yang dimaksud dengan riya adalah menampakan atau
memperlihatkan amal perbuatan supaya mendapatkan pujian dari orang lain. Riya
ini dapat disebut syirik ashghar (syirik kecil), karena menunjukkan atau mencari
sesuatu bukan kepada Allah SWT.
2. Tamak
Tamak menurut bahasa artinya berlebih-lebihan. Sedangkan menurut istilah
yang dimaksud dengan thama’ adalah suatu sikap untuk memiliki hal-hal yang
bersifat duniawi secara berlebih-lebihan.
3. Su’udzhon
Su’udzhon artinya berburuk sangka. Sikap buruk sangka ini sangat di larang
dalam islam dan harus di jauhi, karna akan merusak hati dan kepribadian seorang
muslim dalam kehidupan bermasyarakat.
4. Penyakit Hati Disebabkan Karena Perasaan Dengki.
Dengki artinya merasa tidak senang jika orang lain mendapatkan
kenikmatan dan berusaha agar kenikmatan tersebut cepat berakhir dan berpindah
kepada dirinya,
5. Dendam
Artinya keinginan keras untuk membalas kejahatan seseorang.
6. Munafik
Artinya orang yang menyembunyikan kekafirannya.
7. Syirik
Adalah sebuah kata yang digunakan untuk mengungkapkan sesuatu yang
terjadi antara dua orang atau lebih. 
8. Sombong
Berarti terasa kelebihan dan kehebatan yang ada pada diri sendiri,
kemudian ditambah dengan sifat suka menghina dan merendahkan orang lain.

17
Orang sombong memandang rendah manusia lain kerana berasakan sesuatu
kelebihan yang ada pada diri mereka.

III. PENUTUP
A. KESIMPULAN
Integrasi antara IPTEK dan IMTAK pada dasarnya merupakan integrasi antara
ilmu dan agama. Berbagai variasi model integrasi dapat dikaji dan
dioperasionalisasikan oleh para praktisi pendidikan dalam empat tataran yakni tataran
konseptual, institusional, operasional, dan arsitektural. Rumusan tujuan pendidikan
nasional yang terdapat dalam UU No 20 Tahun 2003 bahwa pendidikan nasional
berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa
yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa bertujuan untuk
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Ungkapan tujuan pendidikan nasional tersebut di dalamnya bernuansa atau
mengandung sebuah cita-cita terbentuknya manusia Indonesia yang berkarakter Imtaq
dan Iptek.
B. SARAN
Guru sebaiknya terlebih dahulu mengenali hubungan atau keterkaitan
peddagogik dengan imtaq dan iptek, karena sangat penting bagi guru untuk mengetahui
keterkaitan tersebut, serta guru juga harus mempelajari unsur kebudayaan yang bersifat
universal tau perbedaan sifat terpuji dan tercela. semoga makalah ini dapat bermanfaat
bagi pembaca, guru serta calon guru.

18
DAFTAR RUJUKAN

Abuddin, Nata. 2002. Integrasi Ilmu Agama Dan Ilmu Umum. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Bagir, Zainal Abidin. 2005. Integrasi Ilmu Dan Agama, Interpretasi Dan Aksi. Bandung: Mizan
Pustaka.
Kosasih, Djahiri. 2007. Kapita Selekta Pembelajaran. Bandung: Lab PMPKN FPIPS UPI
Bandung.
Muhaimin. 2010. Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam Di Sekolah, Madrasah,
Dan Perguruan Tinggi. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Rasyidin, Al. 2006. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: Ciputat Press.
Setiawan, Adib Rifqi, and Maryam Musfiroh. 2019. “Pendidikan Karakter: Akhlak, Adab,
Moral Dan Nilai.”
Suryadarma, Yoke, and Ahmad Hifdzil Haq. 2015. “Pendidikan Akhlak Menurut Imam Al-
Ghazali.” At-Ta’dib 10(2).
Uyoh, Sadulloh. 2003. Pengantar Filsafat Pendidikan. Bandung: Alfabeta.

19

Anda mungkin juga menyukai