Anda di halaman 1dari 16

Makalah Pengukuran dan Satuan Dalam

Kedokteran Nuklir

Disusun Oleh :

Nama : Endang Mutiya

Kelas :B

Nim : 18063

Dosen : Sitti Normawati,S.Si.,M.Si

POLITEKNIK KESEHATAN MUHAMMADIYAH MAKASSAR


PRODI RADIOLOGI
2019

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah swt, yang tiada hentinya
memberikan kenikmatan dan karunia kepada semua makhluk-Nya sehingga kami
bisa menyelesaikan tugas makalah ini. Shalawat serta salam semoga selalu
tercurah kepada Nabi Muhammad Shallallahu „alaihi wa sallam, keluarganya, para
sahabatnya, serta orang-orang yang mengikuti risalahnya hingga akhir zaman.

Alhamdulillah, dengan izin Allah swt. Kami telah menyelesaikan tugas


makalah Teknik Radiografi tentang “Pengukuran dan Satuan Dalam
Kedokteran Nuklir”

Penyusun menyadari dalam makalah ini masih banyak kekurangan, karena


keterbatasan kemampuan teori yang luas maupun pengalaman kami. Maka dari itu
kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi memperbaiki
kekurangan ataupun kekeliruan yang ada. Harapan kami semoga makalah ini
dapat bermanfaat bagi para mahasiswa Poltekkes Muhammadiyah Makassar Prodi
Radiologi untuk menambah wawasan dalam bidang kesehatan.

Penulis mohon maaf apabila dalam pembuatan makalah ini masih terdapat
kesalahan. Oleh karena itu kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan
penulis dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini. Penulis berharap semoga
makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Makassar, 29 April 2020

Penulis

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ................................................................................... i


KATA PENGANTAR .................................................................................. ii
DAFTAR ISI ................................................................................................ iii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................ 1
A. Latar Belakang .................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ............................................................................. 2
C. Tujuan Penulisan ............................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN ............................................................................. 3
A. Pengertian Kedokteran Nuklir........................................................... 3
B. Satuan dalam Kedokteran Nuklir ..................................................... 3
C. Pengukuran dalam Kedokteran Nuklir .............................................. 7
BAB III PENUTUP .................................................................................... 12
A. Kesimpulan ...................................................................................... 12
B. Saran .................................................................................................. 12
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 13

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Keadaan sosial ekonomi masyarakat erat kaitannya dengan pembangunan
nasional. Oleh karena itu perlu suatu inovasi untuk mengantisipasi
perubahan-perubahan yang terjadi tersebut. Peranan dari ilmu kedokteran
nuklir dapat memberikan sumbangan yang berarti bagi penanggulangan
berbagai masalah kesehatan itu.
Aplikasi teknik nuklir dalam bidang kedokteran merupakan suatu
terobosan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sangat penting di abad 20.
Penggunaan isotop radioaktif dalam kedokteran telah dimulai pada tahun
1901 oleh Henri Danlos yang menggunakan radium untuk pengobatan
penyakit tubercolusis pada kulit. Namun yang dianggap Bapak Ilmu
Kedokteran Nuklir adalah George C. de HEVESSY, dialah yang meletakkan
dasar prinsip perunut dengan menggunakan radioisotop alam Pb-212. Dengan
ditemukannya radioisotop buatan maka radioisotop alam tidak lagi
digunakan.
Bidang iptek ini, yang sekarang berkembang pesat dan dikenal sebagai
ilmu kedokteran nuklir. Kedokteran Nuklir adalah cabang dari ilmu
kedokteran yang memanfaatkan radiofarmaka (senyawa kompleks dari
radioisotop sumber terbuka berumur paro relatif pendek dengan suatu sediaan
farmasi yang spesifik untuk organ tertentu) dan peralatan deteksi nuklir
(deteksi sinar gamma atau beta) yang dilengkapi perangkat lunak khusus
untuk mengetahui fungsi dan atau anatomi organ tertentu dalam rangka
diagnostik suatu kelainan / penyakit dan atau terapi penyakit. Keunggulan
kedokteran nuklir adalah kemampuannya mendeteksi bahan-bahan yang
ditandai dengan perunut radioaktif. Di samping itu teknik nuklir berperan
pula dalam kajian-kajian dan penelitian-penelitian untuk lebih memahami
proses fisiologi dan patofisiologi dari kelainan yang terjadi di berbagai organ
tubuh manusia sampai tingkat seluler bahkan molekuler. Perkembangan ilmu

1
kedokteran nuklir yang sangat pesat tersebut dimungkinkan berkat dukungan
dari perkembangan teknologi instrumentasi untuk pembuatan citra terutama
dengan digunakannya komputer untuk pengolahan data sehingga sistem
instrumentasi yang dahulu hanya menggunakan detektor radiasi biasa dengan
sistem elektronik yang sederhana, kini telah berkembang menjadi peralatan
canggih kamera gamma dan berbagai peralatan lain yang dapat menampilkan
citra alat tubuh, baik dua dimensi maupun tiga dimensi serta statik maupun
dinamik. Dewasa ini, aplikasi tenaga nuklir dalam bidang kesehatan telah
memberikan sumbangan yang sangat berharga dalam menegakkan diagnosis
maupun terapi berbagai jenis penyakit. Berbagai disiplin ilmu kedokteran
seperti ilmu penyakit dalam, ilmu penyakit syaraf, ilmu penyakit jantung, dan
sebagainya telah mengambil manfaat dari teknik nuklir ini.

B. Rumusan Masalah
Adapun beberapa rumusan masalah yang akan dibahas dalam makalah
ini, yaitu :
1. Apa yang dimaksud Kedokteran Nuklir?
2. Bagaimana Satuan dalam Kedokteran Nuklir?
3. Bagaimana Pengukuran dalam Kedokteran Nuklir ?

C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui dan memahami apa itu Kedokteran Nuklir
2. Untuk mengetahui dan memahami Bagaiamana Satuan dalam
Kedokteran Nuklir
3. Untuk mengetahui dan memahami bagaiamana Pengukuran dalam
Kedokteran Nuklir

2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Kedokteran Nuklir
Kedokteran nuklir adalah spesialisasi medis yang melibatkan penerapan
zat radioaktif dalam diagnosis dan pengobatan penyakit. Pemindaian
kedokteran nuklir biasanya dilakukan oleh teknolog kedokteran nuklir.
Kedokteran nuklir, dalam arti, adalah "radiologi yang dilakukan dari dalam ke
luar" atau "endoradiologi" karena mencatat pancaran radiasi dari dalam tubuh
bukannya radiasi yang dihasilkan oleh sumber eksternal seperti sinar-X. Selain
itu, Pemindaian kedokteran nuklir berbeda dari radiologi karena penekanannya
bukan pada pencitraan anatomi tetapi fungsi dan sejenisnya, ini disebut
modalitas pencitraan fisiologis. Pemindaian Single Photon Emission Computed
Tomography atau SPECT dan Positron Emission Tomography atau PET adalah
dua modalitas pencitraan yang paling umum dalam kedokteran nuklir

B. Satuan dalam Kedokteran Nuklir


1. Aktivitas
Radioaktivitas atau yang lebih sering disingkat sebagai aktivitas adalah
nilai yang menunjukkan laju peluruhan zat radioaktif, yaitu jumlah inti
atom yang tidak stabil (radioisotop) berubah menjadi stabil dalam satu
detik.

Satuan aktivitas yang lama tetapi masih sering digunakan adalah Currie
(Ci) sedangkan satuan SI nya adalah Bequerel (Bq) dengan faktor
konversi 1 Ci = 3,7 1010 Bq Satu Bq. setara dengan satu peluruhan dalam
satu detik. Dalam setiap proses peluruhan tidak selalu dipancarkan satu

3
buah radiasi. Sebagai contoh, 1.000 Bq radioisotop Cs-137 akan
memancarkan 85 radiasi gamma setiap detiknya, sedangkan 1.000 Bq
radioisotop Co-60 akan memancarkan 2.000 radiasi gamma per detik.
Perbedaan ini ditentukan oleh probabilitas pancaran radiasi (yield) dari
radioisotopnya.

B. Intensitas
Intensitas radiasi adalah suatu nilai yang menunjukkan jumlah
pancaran radiasi per detik pada suatu posisi, baik yang dihasilkan oleh
radioisotop (zat radioaktif) maupun sumber radiasi lainnya seperti pesawat
sinar-X, mesin berkas elektron, akselerator, maupun reaktor nuklir.
Beberapa fasilitas memang tidak menggunakan istilah intensitas melainkan
fluks tetapi mempunyai pengertian yang hampir sama.
Hasil pengukuran intensitas radiasi biasanya menggunakan satuan
cps (counts per second) yaitu jumlah radiasi per detik, atau cpm (counts
per minute) yaitu jumlah radiasi per menit.

1 cps = 60 cpm

C. Dosis – Laju Dosis


Laju dosis sebenarnya identik dengan intensitas hanya saja sudah
dikonversi dengan beberapa konstanta fisis agar sesuai dengan keperluan
proteksi radiasi. Sedangkan dosis merupakan perkalian laju dosis dengan
selang waktu radiasi. Terdapat beberapa jenis besaran dosis dan satuannya
sebagai berikut.

1. Paparan (exposure)

Paparan didefinisikan sebagai kemampuan radiasi sinar-X atau


gamma untuk menimbulkan ionisasi di udara dalam volume tertentu.
Secara matematis paparan dapat dituliskan sebagai

X=

4
dQ adalah jumlah muatan pasangan ion yang terbentuk dalam suatu
elemen volume udara bermassa dm.
Pada sistem satuan internasional (SI), satuan paparan adalah
coulomb/kilogram (C/kg). Pengertian 1 C/kg adalah besar paparan yang
dapat menyebabkan terbentuknya muatan listrik sebesar satu coulomb
pada suatu elemen volume udara yang mempunyai massa 1 kg. Sedang
satuan lama yang masih lebih sering digunakan adalah Roentgen (R)
dengan konversi sebagai berikut

1 Roentgen = 2,58 x 10-4 C/kg

Laju paparan adalah besar paparan per satuan waktu. Satuan laju paparan
yang banyak digunakan adalah R/jam dengan turunannya seperti mR/jam
atau µR/jam.

2. Dosis Serap (absorbed dose)


Dosis serap didefinisikan sebagai energi rata-rata yang diserap
bahan per satuan massa bahan tersebut. Secara matematis dosis serap
dituliskan sebagai berikut:

D=

dE adalah energi yang diserap oleh bahan yang mempunyai massa dm.
Satuan dosis serap dalam SI adalah Joule/kg atau sama dengan gray
(Gy). Satu gray adalah energi rata-rata sebesar 1 joule yang diserap
bahan dengan massa 1 kg.

1 gray (Gy) = 1 joule/kg

Satuan lama adalah rad. Satu rad adalah energi rata-rata sebesar 100 erg
yang diserap bahan dengan massa 1 gram.

1 gray (Gy) = 100 rad

5
Besaran dosis serap ini berlaku untuk semua jenis radiasi dan semua
jenis bahan yang dikenainya. Berbeda dengan paparan yang hanya
berlaku untuk radiasi gamma dan sinar-X dengan medium udara.
Hubungan dosis serap dengan paparan adalah:
D= f x X
Keterangan: D = dosis serap (Rad)
X = paparan ( R )
F = faktor konversi dari laju paparan ke laju dosis serap
(Rad/R)

Tabel konversi dosis serap tehadap paparan pada foton berbagai energi

Berdasarkan nilai konversi dosis di atas, dalam bidang proteksi radiasi


praktis, disepakati nilai konversi dosis (f) besarnya = 1 rad/R

3. Dosis Ekivalen (equivalent dose)


Ternyata dosis serap yang sama tetapi berasal dari jenis radiasi
yang berbeda akan memberikan efek biologi yang berbeda pada sistem
tubuh. Hal ini terjadi karena daya ionisasi masing-masing jenis radiasi
berbeda. Makin besar daya ionisasi, makin tinggi tingkat kerusakan
biologi yang ditimbulkannya. Dosis ekivalen mengeliminasi masalah
ini dengan memasukkan faktor konversi lain yaitu faktor bobot radiasi
(Wr)

6
dengan H adalah dosis ekivalen. Satuan dosis ekivalen dalam SI
adalah sievert (Sv) dan satuan lama adalah rem. Hubungan antara
kedua satuan tersebut adalah:

1 sievert (Sv) = 100 rem

4. Dosis Efektif (Et t)


Pada penyinaran seluruh tubuh di mana setiap organ/jaringan
menerima dosis ekivalen yang sama ternyata efek biologi setiap
organ/jaringan berbeda. Hal ini disebabkan oleh perbedaan
sensitvitas organ/jaringan tersebut terhadap radiasi. Dalam hal ini
efek radiasi yang diperhitungkan adalah efek stokastik. Oleh sebab
itu diperlukan besaran dosis lain yang disebut dosis efektif, dengan
simbol E τ. Tingkat kepekaan organ atau jaringan tubuh terhadap
efek stokastik akibat radiasi disebut faktor bobot organ atau faktor
bobot jaringan tubuh, dengan simbol w T . Secara matematis dosis
efektif diformulasikan sebagai berikut.

Satuan dosis efektif ialah rem atau sievert (Sv).

C. Pengukuran Radiasi dalam Kedokteran Nuklir


Paparan in vitro dapat langsung dievaluasi dengan mengukur instrumen
seperti monitor pribadi, sedangkan dalam kasus paparan radiasi internal,
jumlah bahan radioaktif dalam tubuh diukur, perilaku in vivo tubuh
diperkirakan, dan dosis dihitung .
1. Teknik in-Vitro
Pengukuran radioaktivitas secara in vitro dalam meliat hasil ekskresi
setelah pemberian radionuklida seperti : studi absorpsi vitamin, studi
kandungan air dalam tubuh secar total (total body water), studi
metabolisme dan aplikasi bidang hematologi

7
a. Pencacah Gamma dengan Detektor Sintilasi NaITl
Pembahasan Detektor Sintilasi NaITl Detektor sintilasi berfungsi
sebagai alat konversi dari radiasi gamma menjadi sinar tampak dengan
waktu yang sangat cepat (kerlipan cahaya). Detektor sintilasi dengan
bahan sintilator yang berasal dari kristal sodium iodine (NaI) dan
aktivator thalium (Tl) dikenal dengan nama detektor sintilasi NaI(Tl).
Aktivator thalium yang muncul sebagai impuritas dalam struktur kristal,
mempermudah terjadinya perubahan energi yang terserap ke dalam
kristal menjadi cahaya. Simbol kimia dari kristal sodium iodine dan
thalium adalah NaI(Tl).
Tabung pengganda elektron (PMT) Proses sintilasi yang dihasilkan
oleh kristal mempunyai intensitas cahaya yang belum cukup kuat untuk
dapat dilihat. Untuk itu perlu dikonversikan dalam bentuk pulsa
elektronik, proses konversi dari cahaya menjadi arus listrik dilakukan
oleh tabung pengganda elektron (PMT).
Kolimator Pancaran radiasi yang mengenai objek akan memancarkan
radiasi hambur, dan mempengaruhi ketajaman gambar yang dihasilkan.
Untuk mengatasi hal tersebut digunakan suatu alat yang disebut
kolimator. Kolimator hanya meneruskan radiasi yang searah dengan
detektor, sedangkan yang tidak searah akan diserap oleh kolimator.

2. Dosis Radiasi Internal – In vivo


Dosis radiasi inernal tidak dapat diukur , tetapi harus dikalkulasi
berdasarkan pada pengukuran atau estimasi intake atau estimasi kuantitas
aktivitas sumber dialam organ atau jumlah yang dieliminasi dari tubuh.
Perhitungan dosis radiasi internal dimulai dengan defenisi dosis serap,
yaitu energy (Joule atau erg) yang terdeposit per unit massa. Dalam

8
perhitungan terdapat beberapa asumsi, pertama diasumsikan bahwa deposit
radionuklida (yang diekspresikan sebagai aktivitas dalam μCi atau Bq
terdistribusi seragam melalui massa jaringan dari organ sumber. Kedua,
radionuklida memancarkan energy ketika di dalam organ sumber S yang
diserap oleh target T yang disebut dengan fraksi yang terserap .
.Organ sumber juga bisa sebagai organ target, dan jika yang
terdeposit adalah radionuklida yang memancarkan sinar murni alfa dan
beta, radiasi hanya diserap oleh organ target dan semua energi terdeposit di
dalam organ target itu sendiri = 0,1 . Untuk sinar x dan sinar gamma,
umumnya akan lebih kecil dari 1 dan akan bervariasi tergantung
pada energi photon dan massa dari organ sumber dan organ target.

Fraksi-fraksi yang terserap ini dapat dihitung dengan menerapkan


metode Monte Carlo pada interaksi interaksi dan kemungkinan foton atau
elektron setelah partikel-partikel tersebut dipancarkan dari radionuklida yg
diendapakan
Dalam penyelesaian dengan menggunakan metode Monte Carlo, foton-
foton yang tersimulasi secara tersendiri atau “diikuti” dalam suatu
komputer dari interaksi yang satu ke interaksi berikutnya. Karena
radionuklida diasumsikan bersifat tersebar secara merata diseluruh volume
tertentu, dan karena transformasi radioaktif merupakan suatu proses yang
acak yang terjadi pada suatu angka menengah yang bersifat karakteristik
bagi suatu isotop tertentu, maka kita dapat memulai proses tersebut dengan
mengajukan suatu transformasi radioaktif secara acak (baik dalam ruang
dan waktu dalam kendala-kendala batas volume serta konstanta laju
transformasi yang diketahui dari radionuklida). Untuk Sembarang
transformasi ini, kita mengetahui besarnya energi radiasi yang
dipancarkan, titik awalnya, serta arah awalnya. Karena jumlah energi awal
dari partikel-partikel ini diketahui maka energi pancaran yang diserap oleh
jaringan atau target dapat dihitung

Fraksi yang terserap =φ

9
karena lintasan bebas rata-rata dari foto biasanya cukup besar relatif
terhadap dimensi organ di mana isotop pemancar foto tersebar, maka
fraksi foton yang terserap selalu kurang dari 1. Untuk radiasi yang bersifat
tidak menembus, fraksi yang terserap biasanya 1 atau 0, yang tergantung
pada Apakah organ sumber dan organ target merupakan organ yang sama
atau berbeda. Dalam perhitungan dosis internal angka pancaran energi oleh
radionuklida dalam sumber tersebut dalam selang waktu yang dibawa oleh
partikel dinyatakan dengan:

Xei adalah angka pancaran energi dalam satuan J/det, As merupakan


aktivitas dalam sumber dalam satuan Bq, Ei adalah energi partikel ke-i
dalam satuan MeV, sedangkan ni adalah jumlah partikel jenis ke-i per
peluruhan.
Jika fraksi energi yang dipancarkan yang terserap oleh target tersebut
disebut φi. maka junlah energi yang terserap oleh target karena adanya
emisi dari sumber tersebut dinyatakan dengan:

Karena 1 gray bersesuaian dengan penyerapan 1 joule per kg. maka angka
dosis dari partikel ke-i terhadap target yang beratnya m kilogram
dinyatakan dengan:

∆i merupakan angka dosis dalam suatu massa jaringan homogen yang tak
berhingga besarnya yang memumat suatu radionuklida yang tersebar
secara merata dengan konsentrasi I Bq/kg. Nilai-nilai numeris bagi ∆i
untuk masing-masing radiasi yang ditimbulkan olch radionuklida dalam

10
suatu massa jaringan yang tak berhingga besamya dimasukkan dalam
bagian Data Masukan pada skema peluruhan serta parameter-parameter
miklir untuk dipergunakan dalam penafsiran dosis radiasi yang telah
dapublikasikan oleh Komite Dosis Radiasi Intemal Medis (MIRD) dari
Lembaga Kedokteran Nuklir. Dengan mempertimbangkan semua tipe
partikel yang dipancarkan dari sumber tersebut, maka angka dosis bagi
organ target tersebut adalah

Karena D merupakan suatu fungsi dari A, yang mana A, merpakan suatu


fungsi waktu, maka D juga merupakan suatu fungsi waktu. Dosis total
yang disebabkan oleh peluruhan lengkap dari radionuklida yang terendap,
didapat dengan mengintegrasi angka dosis terhadap waktu:

Jika kita menyebut integral waktu dari radioaktivitas yang diendapkan sebagai
aktivitas kumulatif A,

Maka dosis total bagi organ target tersebut dapat dinyatakan dengan :

Tiga faktor dalam menetukan dosis radiasi internal adalah aktivitas


radionuklida yang digunakan, energy dan massa dari organ dimana
radionuklida tersebut mengendap

11
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Ilmu kedokteran nuklir adalah cabang ilmu kedokteran yang menggunakan


sumber radiasi terbuka untuk mempelajiri perubahan fisiologis, anatomi,
dan biokimia, dengan tujuan diagnostic
2. Satuan radiasi diantaranya gray, rad, Sievert dan lain-lain
3. Paparan in vitro dapat langsung dievaluasi dengan mengukur instrumen
seperti monitor pribadi, sedangkan dalam kasus paparan radiasi internal,
jumlah bahan radioaktif dalam tubuh diukur, perilaku in vivo tubuh
diperkirakan, dan dosis dihitung .

B. Saran
Dengan makalah ini penyusun berharap agar pembaca menjadikan
makalah ini sebagai pemicu untuk mencari tahu lebih banyak tentang teknik
Kedokteran Nuklir, sehingga akan berguna sebagai sumber informasi dan
pengetahuan dalam bidang diagnostik dan terapi.

12
DAFTAR PUSTAKA

Kurniawan, Agung. 2010. Alat Ukur Radiasi di bidang Kedokteran Nuklir.


(Online) file:///C:/Users/user/Pictures/101920791-Alat-Ukur-Radiasi-Di-Bidang-
Kedokteran-Nuklir.pdf. (diakses tanggal 1 Mei 2020)

Suryanti, Rini, 2011.Penentuan Dosis Berbagai Organ Pada Pemeriksaan


Bone Scan 99Tcm – MDP dengan Metode Mird . (Online)
file:///D:/RADIOLOGY/ATRO/materi%20perkuliahan/SEMESTER%204/Kedokt
eran%20Nuklir/file.pdf (diakses tanggal 1 Mei 2020)

Anonim, Besaran dan Satuan Radiasi. (Online)


file:///D:/RADIOLOGY/ATRO/materi%20perkuliahan/SEMESTER%204/Kedokt
eran%20Nuklir/BAB%20II%20Besaran%20dan%20Satuan%20Radiasi.pdf
(diakses tanggal 1 Mei 2020)

13

Anda mungkin juga menyukai